You are on page 1of 27

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Belajar dan Pembelajaran
a. Hakikat Belajar
Belajar merupakan proses internal yang kompleks, karena
melibatkan seluruh mental, seperti ranah kognitif, afektif, dam
psikomotorik. Dari segi guru, proses belajar tersebut dapat diamati
secara langsung, artinya proses belajar yang merupakan proses internal
siswa yang dapat diamati dan dipahami oleh guru. Proses belajar
tersebut terlihat banyak melalui perilaku siswa ketika mempelajari
bahan belajar. Perilaku belajar tersebut merupakan respon siswa
terhadap tindak mengajar atau tindak pembelajaran dari guru (Dimyati
dan Mudjiono, 1994:16).
Morrie L. Bigge (dalam Darsono, 2002:3) berpendapat bahwa
belajar adalah perubahan yang menetap dalam kehidupan seseorang
yang tidak diwariskan secara genetis. Hal tersebut sejalan dengan
definisi belajar yang dinyatakan Maskowitz dan Orgel (dalam Darson,
2002:3) yang berpendapat bahwa belajar adalah perubahan perilaku
sebagai hasil langsung dari pengalaman, bukan akibat hubunganhubungan dalam sistem syaraf yang dibawa sejak lahir. Pendapat ini
senada dengan definisi belajar yang dinyatakan W.S Winkel (dalam
6

Darsono, 2002:4) bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau


psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang
menghasilkan

perubahan

dalam

pengetahuan,

pengalaman,

ketrampilan, dan nilai sikap.


Belajar adalah proses perubahan perilaku yang berkaitan
dengan pengalaman dan latihan. Perilaku dikategorikan menjadi tiga
domain: (1) kognitif atau kecerdasan berfikir, (2) afektif yang diartikan
sebagai sikap, perasaan, emosi, dan (3) psikomotorik yang diartikan
sebagai skill atau ketrampilan (Darsono, 2002:2)
Belajar diartikan sebagai suatu proses yang kompleks yang
terjadi pada semua orang yang berlangsung seumur hidup, sejak dia
masih bayi hingga ke liang lahat (Sadiman, 1996:54). Belajar adalah
perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan
pembelajaran (Hamalik, 2002:154)
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses interaksi antara manusia
dengan berbagai obyek belajar yang berlangsung secara terus menerus
pada setiap individu untuk merubah kecerdasan berfikir, sikap,
perasaan, emosi, dan ketrampilan ke arah yang lebih baik.
b. Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Keberhasilan dalam belajar tidak hanya ditentukan oleh
kemampuan individu yang bersangkutan, tetapi dalam proses
pembelajaran ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Nana

Sudjana (1989:39) menyebutkan ada dua faktor yang mempengaruhi


proses pembelajaran yaitu: (1) faktor internal, adalah fakta yang timbul
pada dirinya sendiri atau dari dalam diri siswa itu sendiri, misalnya
keadaan fisik, minat dan tingkat kecerdasan, (2) faktor eksternal, adalah
fakta yang timbul dari luar individu atau diri siswa itu sendiri, misalnya
faktor lingkungan dan faktor sosial.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (1994:239-247) faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar siswa meliputi:
1) faktor dari dalam, yaitu berasal dari diri siswa yang belajar, antara
lai:
(a) sikap

terhadap

belajar,

sikap

merupakan

kemampuan

memberikan penilaian tentang sesuatu, yang membawa diri


sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu,
mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau
mengabaikan.
(b) motivasi belajar, merupakan kekuatan mental yang mendorong
terjadinya proses belajar.
(c) konsentrasi

belajar,

merupakan

kemampuan

memusatkan

perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju


pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya.
(d) mengolah bahan belajar, merupakan kemampuan siswa untuk
menerima isi dan cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi
bermakna bagi siswa.

(e) menyimpan perolehan hasil belajar, merupakan kemampuan


siswa untuk menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan.
(f) menggali hasil belajar yang tersimpan, merupakan proses
mengaktifkan pesan yang telah diterima. Pengaktifan ini ada
hubungannya dengan baik buruknya penerimaan, pengolahan,
dan penyimpanan pesan.
(g) rasa percaya diri, timbul dari keinginan mewujudkan diri
bertindak dan berhasil. Semakin sering berhasil menyelesaikan
tugas, semakin memperoleh pengakuan umum sehingga rasa
percaya diri semakin kuat.
(h) intelegensi, adalah suatu kecakapan global atau rangkuman
kecakapan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara baik,
dan bergaul dengan lingkungan secara efisien.
(i) cita-cita siswa, sebagai motivasi intrinsik perlu ditanamkan.
Penanaman pemilikan dan pencapaian cita-cita sebaiknya
berpangkal dari kemampuan berprestasi, dimulai dari hal yang
sederhana ke yang lebih sulit.
2) faktor dari luar, yaitu faktor yang mempengaruhi proses belajar dan
hasil belajar yang berasal dari luar diri anak/siswa yang belajar,
faktor ini meliputi:
(a) guru sebagi pembina siswa belajar, guru adalah pengajar yang
mendidik. Sebagai pendidik, guru memusatkan perhatian pada

10

kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan semangat


belajar yang merupakan wujud emansipasi siswa.
(b) prasarana dan sarana pembelajaran, prasarana pembelajaran
meliputi:gedung sekolah, ruang belajar, ruang ibadah, lapangan
olah raga, ruang kesenian, dan peralatan olahraga. Sarana
pembelajaran meliputi:buku pelajaran, buku bacaan, fasilitas
laboratorium sekolah, dan berbagai media pengajaran yang lain.
(c) kebijaksanaan penilaian, hasil belajar merupakan hasil proses
belajar. Hasil belajar dinilai dengan ukuran-ukuran guru, tingkat
sekolah, dan tingkat nasional.

Keputusan hasil belajar

merupakan puncak harapan siswa. Oleh karena itu, sekolah dan


guru diharapkan berlaku arif dan bijak dalam menyampaikan
keputusan hasil belajar siswa.
(d) lingkungan sosial siswa di sekolah, siswa-siswa di sekolah
membentuk suatu lingkungan pergaulan yang dikenal dengan
lingkungan sosial siswa. Dalam lingkungan tersebut, ditemukan
adanya kedudukan dan peran sehingga di dalamnya terjadi
pergaulan, seperti hubungan akrab, kerjasama, kompetisi,
konflik dan perkelahian.
(e) kurikulum sekolah, kurikulum yang diberlakukan di sekolah
adalah kurikulum nasional yang disyahkan oleh pemerintah atau
suatu kurikulum yang disahkan oleh yayasan pendidikan
(Dimyati dan Mudjiono, 1994:247-254).

11

c. Proses Belajar
Menurut Nurhadi (2002:3) ada kecenderungan pemikiran
tentang belajar, adapun dalam pendekatan kontekstual mendasarkan diri
pada kecenderungan pemikiran tentang brlajar sebagai berikut:
1) proses belajar, belajar tidak hanya sekedar menghafal akan tetapi
mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri, anak
belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna
dari pengetahuan baru, dan bukan diberi saja oleh guru. Siswa
dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-ide, sehingga proses
belajar dapat mengubah otak, perubahan struktur otak itu berjalan
teru seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan
keterampilan seseorang.
2) transfer belajar, siswa belajar dan mengalami sendiri, bukan
pemberian orang lain, pengetahuan diperluas dari konteks yang
terbatas, sedikit demi sedikit. Siswa tahu untuk apa ia belajar dan
bagaimana ia menggunakannya.
3) siswa sebagai pembelajar, kecenderungan manusia untuk belajar
dalam bidang tertentu, belajar dengan cepat hal-hal baru. Strategi
belajar sangat penting, karena anak dengan mudah mempelajari
sesuatu yang baru.
4) pentingnya lingkungan belajar, belajar efektif dimulai dari
lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Adapun hal-hal yang

12

terkait dengan lingkungan belajar adalah: (a) pengajaran harus


berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan
baru mereka dengan mementingkan strategi belajar daripada
hasilnya, (b) umpan balik penting bagi siswa, yang berasal dari
proses penilaian yang sebenarnya (assessment), (c) menumbuhkan
komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
d. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hasil kegiatan belajar siswa yang
menggambarkan ketrampilan atau penguasaan siswa terhadap bahan
ajar. Hasil belajar biasanya dinyatakan dengan nilai tes atau angka nilai
yang diberikan oleh guru (Dimyati dan Mudjiono, 1994:245).
Selanjutnya, Djamarah (2002:25) menyatakan hasil belajar adalah hasil
pekerjaan yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan
keuletan dalam menyajikan tugas.
Hasil belajar diartikan sebagai penguasaan pengetahuan atau
ketrampilan yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai yang diberikan
oleh guru. Dengan kata lain melibatkan aspek kepribadian manusia,
pemikiran, perasaan, dan bahasa tubuh, disamping pengetahuan, sikap
dan keyakinan sebelumnya serta persepsi masa datang (Sudjana,
1991:22).
Hasil belajar dapat diklasifikasikan menjadi tiga ranah yaitu
ranah kognitif, ranah afektif, ranah psikomotor (Bloom dalam Sudjana,
1991:23). Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual
yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan,

13

pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Ranah afektif


berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan,
jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah
psikomotor

berkenaan

dengan

hasil

belajar

ketrampilan

dan

kemampuan bertindak.
Purwanto (1987:54) mengatakan bahwa hail belajar adalah nilai
yang dapat dicapai siswa terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan
dan dapat diukur dengan menggunakan suatu tes. Pengukuran hasil
belajar bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam
menguasai materi pelajaran yang telah disampaikan guru. Hasil belajar
dapat diartikan sebagai kemampuan yang berupa ketrampilan sikap
pengetahuan yang dimiliki seseorang sebagai hasil dari proses belajar.
Hasil belajar merupakan ukuran dari keberhasilan suatu proses
pembelajaran berupa penguasaan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan
sikap.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah kemampuan yang telah dicapai siswa secara
optimal setelah mengikuti proses belajar yang diwujudkan dalam
bentuk nilai. Selain itu pengukuran hasil belajar dapat juga digunakan
untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam belajar. Sedangkan
efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran ditunjukkan dengan
peningkatan hasil belajar siswa. Jika pendekatan dalam proses
pembelajaran baik (efektif dan efisien) mak hasil belajar siswa
meningkat, sebaliknya jika pendekatan dalam proses pembelajaran

14

tidak baik maka hasil belajar siswa kemungkinan menurun atau tetap
(stabil).
e. Konsep Pembelajaran
Darsono (2002:24) secara umum menjelaskan pengertian
pembelajaran sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru
sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang
lebih baik. Sedangkan secara khusus pembelajaran dapat diartikan
sebagai berikut:
1) teori behavioristik, mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha
guru

membentuk

tingkah

laku

yang

diinginkan

dengan

menyediakan lingkungan (stimulus). agar terjadi hubungan stimulus


dan respon (tingkah laku yang diinginkan) perlu latihan, dan setiap
latihan yang berhasil harus diberi hadiah dan atau reinforcement
(penguatan).
2) teori kognitif, menjelaskan pengertian pembelajaran sebagai cara
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar
dapat mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari.
3) teori gestalt, menguraikan bahwa pembelajaran merupakan usaha
guru untuk memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa,
sehingga siswa lebih mudah mengorganisirnya (mengaturnya)
menjadi suatu gestalt (pola bermakna).
4) teori

humanistik,

menjelaskan

bahwa

pembelajaran

adalah

memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan

15

pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan


kemampuannya (Darsono, 2002:25)
Darsono (2002:65) menyatakan bahwa ciri-ciri pembelajaran
adalah: (1) pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncana secara
sistematis, (2) pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan
motivasi siswa dalam belajar, (3) pembelajaran dapat menyediakan
bahan belajar yang menarik dan menantang bagi siswa, (4)
pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan
menyenangkan bagi siswa, (5) pembelajaran dapat menciptakan
suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa, (6)
pembelajaran dapat membuat siswa menerima pelajaran, baik secara
fisik dan psikologis.
Bertolak dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan
sengaja. Dengan demikian pembelajaran mempunyai tujuan, yaitu
membantu siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan
pengalaman itu tingkah laku siswa bertambah, baik kuantitas maupun
kualitas.

16

2. Pembelajaran IPS
a. Hakikat Pembelajaran IPS
Pengorganisasian bahan pembelajaran IPS di sekolah dasar
sumbernya dari berbagai ilmu sosial yang diintegrasikan menjadi satu
ke dalam mata pelajaran. Dengan demikian pembelajaran IPS di
sekolah dasar merupakan bagian integral dari bidang studi. Namum
ketika membicarakan suatu topik yang berkaitan dengan sumber daya
alam

dan

kegiatan

ekonomi,

bahan-bahan

pembelajaran

bisa

dibicarakan secara lebih tajam. Ada dua bahan kajian IPS, yaitu bahan
kajian pengetahuan sosial mencakup lingkungan sosial, yang terdiri
atas ilmu bumi, ekonomi dan pemerintahan dan bahan kajian sejarah
meliputi perkembangan masyarakat Indonesia sejak lampau hingga
masa kini.
Secara

mendasar,

pembelajaran

IPS

berkenaan

dengan

kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan


kebutuhannya. IPS berkenaan dengan cara manusia memenuhi
kebutuhannya, baik kebutuhan untuk memenuhi materi, budaya, dan
kejiwaannya, memamfaatkan sumberdaya yang ada dipermukaan bumi,
mengatur kesejahteraan dan pemerintahannya maupun kebutuhan
lainnya dalam rangka mempertahankan kehidupan masyarakat manusia.
Pengajaran IPS pada jenjang pendidikan dasar dibatasi sesuai
dengan kemampuan siswa jenjang sekolah dasar, sehingga ruang
lingkup pengajaran IPS pada jenjang pendidikan dasar berbeda dengan

17

jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pada jenjang


pendidikan dasar, ruang lingkup pembelajaran IPS dibatasi sampai pada
gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada ekonomi, geografi
dan sejarah.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa yang dipelajari
IPS adalah manusia sebagai anggota masyarakat dalam konteks
sosialnya, ruang lingkup kajian IPS meliputi: (a) substansi materi ilmuilmu sosial yang bersentuhan dengan masyarakat dan (b) gejala,
masalah, dan peristiwa sosial tentang kehidupan masyarakat. Kedua
lingkup pengajaran IPS ini harus diajarkan secara terpadu karena
pengajaran IPS tidak hanya menyajikan materi-materi yang akan
memenuhi ingatan siswa tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan sendiri
sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Dengan demikian,
pengajaran IPS harus menggali materi-materi yang bersumber pada
masyarakat.
b. Tujuan Pembelajaran IPS
Perumusan

tujuan

pembelajaran

sangat

penting

untuk

dilakukan karena tujuan merupakan tolok ukur keberhasilan seluruh


proses pembelajaran yang telah dilakukan. Menurut Widja (2005:2729), secara umum tujuan pembelajaran IPS sebagai berikut:
1) membekali siswa dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam
kehidupan masyarakat;

18

2) membekali

siswa

dengan

kemampuan

mengidentifikasi,

menganalisa dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial


yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat;
3) membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi dengan
sesama warga masyarakat dan dengan berbagai bidang keilmuan
serta berbagai keahlian;
4) membekali siswa dengan kesadaran, sikap mental yang positif, dan
keterampilan terhadap lingkungan hidup yang menjadi bagian
kehidupannya yang tidak terpisahkan; dan
5) membekali

siswa

dengan

kemampuan

mengembangkan

pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembagan


kehidupan, perkembangan masyarakat, dan perkembangan ilmu dan
teknologi.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun
2006, tujuan mata pelajaran IPS di sekolah dasar adalah agar siswa
memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya.
2) memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa
ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam
kehidupan sosial.
3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial
kemanusiaan.

19

4) memiliki

kemampuan

berkomunikasi,

bekerjasama

dan

berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk dan di tingkat lokal,


nasional dan global.
3. Metode Diskusi Terbimbing
a. Pengertian Metode Pembelajaran
Metode berasal dari bahasa Yunani, yakni metha, berarti
melalui, dan hadas artinya cara, jalan, alat atau gaya. Dengan kata lain,
metode artinya jalan atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai
tujuan tertentu (Muzayin, 2003:12).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah cara
yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud
(Poerwadarminta, 1974:423). Sedangkan dalam Kamus Bahasa
Indonesia Kontemporer pengertian metode adalah cara kerja yang
sistematis untuk mempermudah sesuatu kegiatan dalam mencapai
maksudnya (Salim, 1991:343).
Sedangkan secara terminologi atau istilah, metode adalah
rencana menyeluruh yang berhubungan dengan penyajian materi
pelajaran secara teratur dan tidak saling bertentangan dan didasarkan
atas approach (Mulyanto, 2004:21). Selanjutnya Muzayyin (2003:35)
mengatakan bahwa metode adalah salah satu alat atau cara untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dari beberapa pengertian tersebut di atas jelaslah bahwa metode
merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan, maka

20

diperlukan pengetahuan tentang tujuan itu sendiri. Perumusan tujuan


yang sejelas-jelasnya merupakan persyaratan terpenting sebelum
seorang guru menentukan dan memilih metode mengajar yang tepat.
Untuk mencapai hasil yang diharapkan, hendaknya guru dalam
menerapkan metode terlebih dahulu melihat situasi dan kondisi yang
paling tepat untuk dapat diterapkannya suatu metode tertentu, agar
dalam situasi dan kondisi tersebut dapat tercapai hasil proses
pembelajaran dan membawa siswa ke arah yang sesuai dengan tujuan
pendidikan. Untuk itu dalam memilih metode yang baik guru harus
memperhatikan tujuh hal di bawah ini: (1) sifat dari pelajaran, (2) alatalat yang tersedia, (3) besar atau kecilnya kelas, (4) tempat dan
lingkungan, (5) kesanggupan guru, (6) banyak atau sedikitnya materi,
(7) tujuan mata pelajaran (Roestiyah, 2008:14)
Pengertian pembelajaran itu sendiri dapat ditinjau dari segi
bahasa dan istilah. Secara bahasa kata pembelajaran adalah bentuk kata
kejadian dari dasar ajar dengan mendapat konfiks pen-an yang berarti
barang apa yang dikatakan orang supaya diketahui dan dituruti
(Poerwadarminta,

1974:245).

Menurut

Ramayulis

(2005:32)

pembelajaran berasal dari kata ajar di tambah awalan pe dan akhiran


an, sehingga menjadi kata pembelajaran yang berarti proses penyajian
atau bahan pelajaran yang disajikan. Sedangkan menurut Hasan dan
John (2006:41), bahwa pembelajaran adalah pemindahan pengutahuan

21

dari seseorang yang mempunyai pengetahuan kepada orang lain yang


belum mengetahui.
Dari pengertian di atas, terdapat unsur-unsur subtansial kegiatan
pembelajaran

yang

meliputi:

(1)

pembelajaran

adalah

upaya

pemindahan pengetahuan, (2) pemindahan pengetahuan dilakukan oleh


seseorang yang mempunyai pengetahuan (pengajar) kepada orang lain
yang belum mengetahui (pelajar) melalui suatu proses pembelajaran.
Proses pembelajaran yang dilakukan mengacu pada tiga aspek,
yaitu penguasaan sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap
tertentu sesuai dengan isi proses pembelajaran tersebut (Ramayulis,
2005:34). Jadi pembelajaran secara bahasa yaitu hal apa yang dikatakan
orang supaya diketahui. Sedangkan secara istilah para ahli pendidikan
berbeda pendapat dalam memberikan definisi tentang pembelajaran.
Ada yang mengatakan bahwa pengertian antara pembelajaran dan
pendidikan itu sama, dan ada pula yang mengatakan bahwa antara
pembelajaran dan pendidikan itu berbeda.
Dari uraian tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
metode pembelajaran adalah suatu usaha atau cara yang dilakukan oleh
guru (pendidik) dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa
yang bertujuan agar murid dapat menerima dan menanggapi serta
mencerna pelajaran dengan mudah secara efektif dan efisien, sehingga
apa yang menjadi tujuan dari pembelajaran tersebut dapat tercapai
dengan baik.

22

b. Macam-Macam Metode Pembelajaran


Agar proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan
mencapai sasaran, maka salah satu faktor penting yang harus
diperhatikan adalah menentukan cara mengajarkan bahan pelajaran
kepada siswa dengan memperhatikan tingkat kelas, umur, dan
lingkungannya tanpa mengabaikan faktor-faktor lain.
Banyak metode yang digunakan dalam mengajar. Untuk
memilih

metode-metode

mana

yang

tepat

digunakan

dalam

menyampaikan materi pelajaran, terlebih dahulu penulis akan


menyebutkan macam-macam metode pembelajaran.
Menurut Sujana (1991:23) metode-metode yang digunakan
dalam pembelajaran yaitu: Metode ceramah, tanya jawab, diskusi,
pemberian tugas dan resitasi, kerja kelompok, demonstrasi dan
eksperimen, sosio drama, problem solving, sistem regu, latihan,
karyawisata, inquiri sosial dan simulasi.
c. Metode Diskusi Terbimbing
Menurut Sanjaya (2008:154) metode diskusi adalah metode
pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan.
Selanjutnya Fathurrahman (2007:179) mengatakan bahwa metode
diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana guru
memberi kesempatan kepada para siswa (kelompok-kelompok siswa)
untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat,

23

membuat kesimpulan atau penyusun berbagai alternatif pemecahan atas


sesuatu masalah.
Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi
benar-benar beralih dari guru kepada siswa. Di dalam metode diskusi
siswa-siswa mendapat tempat yang wajar dalam kehidupan sekolah.
Demikian pula fungsi guru sebagai pendidik, akan lebih memperoleh
tempatnya di samping sebagai seorang yang menyampaikan suatu
bahan pelajaran kepada siswa-siswanya.
Suasana kelas akan terasa sebagai suatu kehidupan yang nyata.
Siswa tidak hanya menjadi pendengar atau yang ditanyai saja. Arus
komunikasi tidak hanya datang mengalir dari pihak guru kepada siswa,
melainkan merupakan arus lalu lintas pembicaraan dengan siswa.
Selanjutnya menurut Mulyono (2003:184) menyatakan bahwa
diskusi terbimbing adalah merupakan cara mengajar dalam penyajian
materinya melalui pemberian problema atau pertanyaan masalah yang
harus dijawab/diselesaikan berdasarkan pendapat atau keputusan secara
bersama.
Menurut

Karo-Karo

(1984:24)

bahwa

metode

diskusi

terbimbing adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan


menugaskan siswa atau kelompok pelajar melaksanakan percakapan
ilmiah untuk mencapai kebenaran dalam rangka mewujudkan tujuan
pembelajaran.

24

Dengan model diskusi ini berarti ada proses interaksi antara dua
atau lebih indvidu yang terlibat saling tukar menukar pengalaman,
maupun informasi, untuk memecahkan masalah. Pelaksanaan model
diskusi dalam proses belajar mengajar akan dapat mempertinggi
partisipasi siswa secara individual dan mengembangkan rasa sosial.
Berdasarkan

beberapa

pendapat

di

atas,

maka

dapat

disimpulkan bahwa metode diskusi terbimbing adalah salah satu cara


yang digunakan seorang guru dalam menyajikan bahan pelajaran
dengan pemberian masalah atau problem yang harus dijawab atau
diselesaikan berdasarkan pendapat atau keputusan secara bersama.
Metode diskusi mendorong siswa untuk berdialog dan bertukar
pendapat,

dengan

tujuan

agar

siswa

dapat

terdorong

untuk

berpartisipasi secara optimal, tanpa ada aturan-aturan yang terlalu


keras, namun tetap harus mengikuti etika yang disepakati bersama.
Metode diskusi adalah cara memecahkan masalah yang dipelajari
melalui urung pendapat dalam diskusi kelompok.
Dalam pembelajaran dengan metode diskusi ini makin lebih
memberi peluang pada siswa untuk terlibat secara aktif dalam
pembelajaran walaupun guru masih menjadi kendali utama.
Diskusi dapat dilaksanakan dalam dua bentuk yaitu: diskusi
kelompok kecil (small group discussion) dengan kegiatan kelompok
kecil dan diskusi kelas, yang melibatkan semua siswa di dalam kelas,
baik dipimpin langsung oleh gurunya atau dilaksanakan oleh seorang
atau beberapa pemimpin diskusi yang dipilih langsung oleh siswa

25

dengan tujuan untuk memberikan motivasi kepada siswa agar dapat


berkomunikasi secara lisan, memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menggunakan pengetahuan dan informasi yang telah dimiliki dan
mengembangkan sikap saling hormat menghormati dan tenggang rasa
terhadap

keragaman

pendapat

orang

lain,

dalam

rangka

mengembangkan kecerdasan interpersonal siswa.


Pengalaman berdiskusi banyak memberikan keuntungan kepada
siswa, antara lain: (a) berfungsi mengulangi bahan pelajaran yang telah
disajikan, (b) menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan cara
berpikir ilmiah, (c) membina memampuan berbicara siswa, (d)
memperkecil atau menghilangkan rasa malu/takut serta dapat memupuk
keberanian siswa, (e) memupuk kerjasama, toleransi dan rasa sosial
siswa (Karo-Karo,1984:26).
Menurut Wahab (1986:320) keuntungan penggunaan metode
diskusi, antara lain: (a) siswa akan memperoleh berbagai informasi
dalam

memecahkan

suatu

masalah,

(b)

dapat

meningkatkan

pemahaman siswa terhadap masalah-masalah penting, (c) dapat


mengembangkan kemampuan berpikir dan berkomunikasi serta dapat
meningkatkan keterlibatan siswa dalam perencanaan dan pengambilan
keputusan.
Lebih lanjut Wahab (1986:321) mengemukakan bahwa diskusi
dapat dilaksanakan dalam kelompok besar dan dapat pula dalam
kelompok kecil. Kegiatan dalam kelompok walaupun terjadi interaksi
dan tukar menukar informasi belum tentu dapat disebut diskusi bila
tidak memenuhi syarat-syarat: (a) melibatkan kelompok yang terdiri

26

dari 5 sampai 6 anggota, (b) berlangsung dalam interaksi tatap muka


secara

informal

dimana

semua

anggota

kelompok

mendapat

kesempatan untuk melihat, mendengar serta berkomunikasi secara


bebas dan langsung, (c) mempunyai tujuan yang ingin dicapai dalam
kerjasama antar anggota kelompok, (d) berlangsung menurut proses
yang teratur dan sistematis menuju suatu kesimpulan.
d. Sintaks/Langkah-langkah Metode Diskusi Terbimbing
Dari berbagai macam model metode diskusi, peneliti memilih
metode diskusi terbimbing dengan tujuan memperoleh umpan balik
mengenai sejauh mana tujuan pembelajaran dapat dicapai serta
membantu siswa dalam mengemukakan pendapatnya. Menurut KaroKaro (1984:26) sintaks

atau langkah-langkah metode

diskusi

terbimbing adalah sebagai berikut:


1) kegiatan awal, aktivitas mengajar guru pada kegiatan awal adalah
sebagai berikut:
a) guru melakukan kegiatan apersepsi.
b) guru mengajukan pertanyaan kepada siswa berkaitan dengan
materi pembelajaran.
c) guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
2) kegiatan inti, aktivitas mengajar guru pada kegiatan inti adalah
sebagai berikut:
a) guru mengarahkan siswa membentuk kelompok, masing-masing
kelompok terdiri atas 4 dan 5 orang siswa. Guru membimbing

27

kelompok siswa untuk menentukan ketua, sekretaris, dan


pelapor hasil diskusi.
b) guru menjelaskan secara singkat materi pembelajaran.
c) guru memberikan permasalahan kepada masing-masing siswa
dalam bentuk lembar kerja siswa (LKS).
d) guru mengarahkan masing-masing kelompok siswa untuk
mendiskusikan permasalahan pembelajaran pada LKS. Guru
mengawasi dan membimbing proses diskusi kelompok.
e) guru memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok
untuk memprensetasekan hasil diskusi kelompoknya di depan
kelas. Pada saat tersebut guru mencatat hasil diskusi masingmaing kelompok siswa di papan tulis.
f) guru mengarahkan dan membimbing siswa melakukan diskusi
kelas. Masing-masing kelompok siswa mempertanggungjawabkan hasil kerja kelompoknya dan memberi tanggapan
pada jawaban kelompok lain.
g) guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan hasil diskusi.
h) guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa dan
menjelaskan kembali hal-hal yang belum dipahami siswa.
3) kegiatan akhir (penutup), aktivitas mengajar guru pada kegiatan
akhir/penutup adalah sebagai berikut:
a) guru membimbing siswa mencatat hasil diskusi kelas.
b) guru memotivasi siswa untuk rajin belajar di rumah.

28

c) guru memberikan tugas rumah.


e.

Keunggulan dan Kelemahan Metode Disukusi Terbimbing


Metode diskusi terbimbing mempunyai keunggulan sebagai
berikut: (1) siswa bertukar pikiran, (2) siswa dapat menghayati
permasalahan (3) merangsang siswa untuk berpendapat (4) dapat
mengembangkan rasa tanggungjawab dan solidaritas, (5) membina
kemampuan berbicara, (6) belajar memahami pikiran orang lain, (7)
memberikan kesempatan belajar.
Kelemaham metode diskusi terbimbing adalah: (1) hasil diskusi
tidak bisa dicapai dengan baik, sebab diskusi cenderung menyimpang
dari pokok bahasan, (2) diskusi terbimbing tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya jika siswa tidak mempunyai latar belakang
pengetahuan tentang masalah yang didiskusikan, (3) diskusi terbimbing
tidak akan melibatkan segenap siswa jika pemimpin kurang bijaksana,
(4) diskusi terbimbing mungkin dikuasai atau diambil alih oleh orangorang tertentu saja.
Bertolak dari pendapat di atas dapat dilihat bahwa metode
diskusi terbimbing disamping memiliki kelebihan juga memiliki
kelemahan metode diskusi terbimbing dapat melatih belajar bertukar
pikiran, namun diskusi terbimbing tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya jika siswa tidak mempunyai latar belakang pengetahuan
tentang masalah yang didiskusikan. Metode diskusi terbimbing dapat
mengembangkan berbagai pendapat dari berbagai sumber akan tetapi
diskusi terbimbing tidak bisa dicapai dengan baik, jika diskusi
menyimpang dari pokok bahasan.

B. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

29

Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian


yang dilakukan oleh:
1. Murni (2011) dengan judul Penggunaan Metode Diskusi Terbimbing
untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Bonea
Kecamatan Lasalepa Kabupaten Muna. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata nilai siswa siklus I adalah 71,42 meningkat menjadi 79,25
pada siklus II. Persentase ketuntasan belajar siswa pada siklus I adalah
54,84% meningkat menjadi 93,55% pada siklus II. Kesimpulan penelitian
ini adalah penggunaan metode diskusi terbimbing dapat meningkatkan
hasil belajar IPS siswa kelas IV SD Negeri 2 Bonea Kecamatan Lasalepa
Kabupaten Muna.
2. Burhan (2009) dengan judul Meningkatkan Hasil Belajar IPS melalui
Metode Diskusi Terbimbing pada Siswa Kelas V SD Negeri 2 Kolakaasi
Kecamatan

Latambaga

Kabupaten

Kolaka.

Hasil

penelitian

ini

menunjukkan bahwa bahwa rata-rata nilai siswa siklus I adalah 72,19


meningkat menjadi 78,37 pada siklus II. Persentase ketuntasan belajar
siswa pada siklus I adalah 57,69% meningkat menjadi 88,46% pada siklus
II. Kesimpulan penelitian ini adalah hasil belajar IPS Siswa Kelas V SD
Negeri 2 Kolakaasi Kecamatan Latambaga Kabupaten Kolaka dapat
ditingkatkan melalui metode diskusi terbimbing.
3. La Malinga (2010) dengan judul Penerapan Metode Diskusi Terbimbing
untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD Negeri 1
Torobulu Kabupaten Konawe Selatan. Hasil penelitian ini adalah: (1) nilai

30

rata-rata siswa siklus I adalah 70,19 meningkat menjadi 81,24 pada siklus
II, (2) persentase ketuntasan belajar siswa siklus I adalah 58,33%
meningkat menjadi 95,83% pada siklus II. Kesimpulan penelitian ini
adalah penerapan metode diskusi terbimbing dapat meningkatkan hasil
belajar IPS siswa kelas V SD Negeri 1 Torobulu Kabupaten Konawe
Selatan.
C. Kerangka Berpikir
Hasil observasi awal yang dilakukan di kelas IV SD Negeri Mopute
menunjukkan bahwa rata-rata nilai siswa pada materi kenampakan alam di
lingkungan kabupaten atau kota dan provinsi serta hubungannya dengan
keragaman sosial dan budaya belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal
(KKM) yang ditetapkan oleh sekolah yakni 70. Salah satu penyebab
rendahnya hasil belajar IPS siswa antara lain adanya dominasi guru dalam
proses pembelajaran, sehingga aktivitas dan kreativitas siswa dalam proses
pembelajaran IPS sangat rendah.
Rendahnya aktivitas dan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran
IPS disebabkan oleh faktor guru dan faktor siswa. Permasalahan yang berasal
dari faktor guru adalah: (1) guru sebagai satu-satunya sumber informasi
pembelajaran, (2) guru tidak menumbuhkan interaksi siswa dalam proses
pembelajaran. Aktivitas guru yang kurang baik berdampak pada proses belajar
siswa antara lain: (1) siswa pasif dan tidak kreatif, (2) jenuh mengikuti proses
pembelajaran, dan (3) siswa hanya menerima informasi dari guru.
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa, guru harus mampu
menciptakan suasana belajar yang optimal dengan menerapkan metode

31

pembelajaran dengan berbagai sumber belajar. Dalam pembelajaran IPS, salah


satu hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam mengajarkan adalah
pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan dan
sesuai dengan kondisi dan karakteristik siswa. Berdasarkan hal tersebut, maka
guru melaksanakan perbaikan proses dan hasil pembelajaran dengan
menerapkan metode diskusi terbimbing.
Dengan melaksanakan metode diskusi terbimbing, aktivitas guru
dalam pembelajaran adalah: (1) memanfaatkan berbagai sumber dan media
pembelajaran,

(2)

menampilkan

permasalahan

nyata

yang

sering

dijumpai/dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari untuk dikaji siswa.


Kegiatan yang dilaksanakan guru tersebut dapat berdampak pada aktivitas
belajar siswa, antara lain: (1) siswa aktif dalam proses pembelajaran, (2)
Masalah: Rendahnya
interaksi siswa dengan siswa,
interaksi
hasil
belajar siswa
IPS dengan guru, interaksi siswa
dengan sumber belajar meningkat, (3) semangat belajar siswa tinggi, (3) siswa
Faktor Siswa berbagai sumber pembelajaran.
Faktor Melalui
Guru kegiatan tersebut maka
memanfaatkan
Pasif dan tidak kreatif
Guru sebagai satu-satunya
Jenuh mengikuti
prosesIPS siswa dapat sumber
informasi pembelajaran
diharapkan
hasil belajar
ditingkatkan.
pembelajaran.
Tidak menumbuhkan interaksi
berpikir penelitian ini
HanyaBerdasarkan
menerima uraian tersebut maka
siswakerangka
dalam proses
informasi dari guru
pembelajaran.
dapat digambarkan sebagai berikut:

Penerapan metode diskusi terbimbing

Faktor Siswa
Aktif
Interaksi dalam pembelajaran
meningkat.
Belajar dengan semangat
Memanfaatkan berbagai sumber
pembelajaran.

Faktor Guru
Guru memanfaatkan berbagai
sumber dan media pembelajaran.
Menampilkan permasalahan
nyata dalam proses
pembelajaran.

Hasil belajar IPS meningkat

32

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir


D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan pemaparan di atas maka hipotesis penelitian ini adalah:
penggunaan metode dikusi terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar IPS
siswa kelas IV SD Negeri Mopute Kecamatan Oheo Kabupaten Konawe
Utara.

You might also like