You are on page 1of 6

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Streptococcus pneumoniae


Bakteri gram positif Streptococcus pneumoniae,

yang juga dikenal

sebagai pneumokokus, adalah salah satu patogen utama manusia yang


mengakibatkan infeksi saluran nafas seperti sinusitis, otitis media, dan community
acquired pneumonia, serta penyakit invasif seperti septikemia dan meningitis
(Facciotti, Tanpa Tahun).
2.1.1. Taksonomi S. Pneumoniae
Klasifikasi bakteri S. Pneumoniae adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Bacteria

Phylum

: Firmicutes

Class

: Diplococcic

Ordo

: Lactobacillales

Family

: Streptoccoceae

Genus

: Streptococcus

Spesies

: Streptococcus pneumoniae

(Sumber : Jawetz et.al,. 1999)


2.1.2. Sifat dan morfologi S. Pneumoniae
Pneumokokus adalah bakteri gram positif dengan lancet-shaped, yang tumbuh
dengan sepasang rantai pendek. Tiga lapisan permukaan utama adalah : membran
plasma, dinding sel, dan kapsul. Dinding sel terdiri atas tiga lapisan yaitu satu
peptidoglikan utama ( backbone polisacharide), dan 2 protein. Kapsul merupakan
lapisan paling tebalyang menutupi bagian dalam sel pneumokokus yang sedang
berkembang. CWPS (cell wall polisaccaride) bersifat umum pada seluruh sel
pneumokokus namun polisakarida pada kapsul sel bersifat serotipe spesifik.

Patogenitas pneumokokus ditentukan oleh variasi struktur sel, terutama pada


permukaanya (De Velasco et.al., 1995:593).
Streptococcus pneumoniae adalah sel gram positif dan secara khas terdapat
berpasangan atau rantai pendek. Bagian ujung belakang tiap pasangan sel secara
khas berbentuk tombak (runcing tumpul), tidak membentuk spora dan tidak
bergerak tetapi galur yang ganas berkapsul, menghasilkan -hemolisis pada agar
darah dan akan terlisis oleh garam empedu dan deterjen (Jawetz, 1999)
2.1.3. Karakter perkembangbiakan dan reaksi kimia
S. Pneumoniae adalah bakteri yang fragile, tidak dapat bertahan dalam
media kultur broth pada suhu panas dan dapat bertahan dalam plat kultur hanya
dalam 2 sampai 3 hari. Dibekukan dalam suhu -70o C dan lyophilization pada suhu
4o C adalah cara yang efektif untuk kultur, namun memerlukan biaya yang mahal
serta sulit untuk menyediakan peralatan dan bahan untuk kultur bagi negara yang
berpenghasilan rendah. Metode lain adalah sand desiccation dan penyimpanan
pada suhu 4o C sebagai alternatif yang membutuhkan biaya yang lebih rendah
untuk penggunaan jangka lebih lama (Siberry, et al., 2001).
Bakteri S. pneumoniae termasuk bakteri yang bersifat fastidious.
Bakteri ini mengalami autolisis setelah diinkubasi pada lingkungan
yang mengandung 5-10% CO2 pada suhu 35oC sampai 37oC selama
16-24 jam. Koloni S. pneumoniae yang tumbuh pada agar darah berupa
draughtsman colony. Pada kondisi anaerob, koloni akan semakin besar
dan

lebih

mukoid.

S.

pneumoniae

dalam

pertumbuhannya

membutuhkan katalase yang dapat diperoleh dari agar darah untuk


menetralisir hidrogen peroksida yang diproduksi oleh bakteri
tersebut. S. pneumoniae adalah bakteri yang bersifat fragil karena
mengandung

enzim

yang

dapat

merusak

dan

melisiskan

S.

pneumoniae. Enzim ini disebut enzim autolisin. Autolisin berperan


pada proses autolisis S. pneumoniae pada proses kultur, tepatnya fase
stasioner. Proses autolisis sejalan dengan perubahan morfologi

koloni dari S. pneumoniae. Koloni biasanya akan terlihat seperti kubah,


tetapi kemudian kolaps di bagian tengah (Todar, 2011).
Agar darah domba (ADD) adalah media standar untuk
pemeriksaan mikrobiologi. Sedangkan penggunaan agar darah
manusia (ADM) tidak direkomendasikan untuk kultur. ADM-Cc
adalah media alternatif yang dapat diterima untuk mengkultur S.
pneumoniae di laboratorium yang memiliki keterbatasan menyediakan
darah domba (Sumilih, 2012).
2.1.4. Faktor virulensi
a. Kapsul
Kapsul pada

perrmukaan

sel kuman

merupakan

faktor

virulensi yang paling utama. Masing masing kuman memiliki


serotipe kapsul yang berbeda. Pneumokokus yang bermutasi
mengubah struktur polisakarida pada sertipe kapsulnya. Struktur
kimia polisakarida dan ketebalan kapsul menentukan kemampuan
bertahan dalam pembuluh darah dan kemampuan menimbulkan
suatu penyakit. Hal ini dikarenakan perbedaan pada serotipe dapat
menentukan aktifasi jalur komplemen, deposisi dan degradasi dari
kapsul, resistensi terhadap fagsitosis, kemampuan merangsang Ab,
dan kliren terhadap fagosit yang dimediasi oleh struktur seperti
lektin (Velasco, 1995).
b. Dinding sel dan polisakarida dinding sel
Komponen permukaan pada pneumokokus dari dalam
keluar adalah (1) plasma membran, (2) peptidoglikan dinding sel,
(3) polisakarida dinding sel dan protein, serta (4) polisakarida
kapsul. Pada lapisan dinding sel terdapat polsakarida dimana
memiliki kemampuan untuk menyebabkan inflamasi yang berat
dengan merangsang produksi interleukin-1 dan TNF (Velasco, 1995).
c. Protein pneumokokus
Banyak jenis protein pneumokokus yang ditemukan namun
hanya sedikit yang terbukti sebagai faktor virulensi. Salah satu

protein yang termasuk faktor virulensi adalah IgA1 protease yang


bekerja

pada

permukaan

mukosa

sel

host.

Selain

itu

juga

memproduksi neuraminidase yang memfasilitasi perlekatan dengan


sel epitelial pada host. Masih banyak protein lain yang belum
teridentifikasi,

namun

dapat

dikenali

dengan

munculnya

glikokonjugasi pada sel host. Beberapa protein lain adalah sebagai


berikut :
(1) Pneumolysin
Muncul setelah pneumokokus lisis dan merangsang rilisnya
autolysin.

Pneumolysin

menyebabkan

lisis

dalam
sel.

konsentrasi

Pada

tinggi

konsentrasi

dapat
rendah

menyebabkan munculnya faktor inflamasi.


(2) Pneumococcal surface protein A (PspA)
Pneumococcal surface protein A adalah suatu protein yang
memiliki
berbeda.

struktur khas
Bekerja

pada

dengan

strain

pneumokokus

menghambat

aktivasi

yang
sistem

komplemen dari tubuh host.


(3) Autolysin
Menyebabkan autolisis dibawah pengaruh pneumolysin dan
menyebabkan inflamasi. Autolysin melindungi sel terhadap
lisozim dari tubuh sel (Velasco, 1995).

2.2. Pili pneumokokus


Pili

adalah

struktur

memanjang

yang

menonjol

pada

permukaan bakteri dan menjadi faktor virulensi yang penting baik


pada bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif. Informasi
tentang pili pada bakteri gram positif lebih sedikit dibanding dengan
bakteri gram negatif (Facciotti, Tanpa Tahun).
Pili memiliki panjang antara 1 sampai dengan 3 m dari
permukaan

sel

kuman.

Dalam

penelitian

sebelumnya,

telah

ditemukan pili ini pada beberapa streptokokus patogen pada


manusia yaitu, S. para sanguinis, S. salivarius, S. agalactiae, S.

pyogenes, dan S. pneumoniae. Pembentukan pili dikoge oleh gen


yang disebut PI. Gen ini membentuk protein LPxTz yang selanjutnya
akan disambungkan dengan peptidoglikan dari dinding sel oleh
sortase.Proses ini akan membuat bentuk fisik pilus menjadi tiga
subunit, yaitu satu subunit backbone dan dua subunit anchillary.
Struksur ini akan diperpanjang oleh enzim transpeptidase.
Pili telah dikenal sebagai salah satu faktor virulensi pada sel
kuman yang berperan sebagai perantara adhesi terhadap berbagai
jenis sel epitel host mulai dari paru, servik, nasofaring, tonsil, dan
usus. Pili mempengaruhi munculnya immunomodulator dari host.
Pada S. pneumoniae, pili merangsang munculnya inflamatory
cytokines.

2.3. Kerangka konseptual

Streptococcus pneumoniae

Protein pili X kDa Streptococcus pneumoniae

Enterosit mencit

Protein Adhesin
Jumlah Perlekatan Streptococcus pneumoniae menurun

Gambar 2.1. Kerangka konseptual

Protein pili
dengan

sel

pneumoniae

Streptococcus pneumoniae X kDa di larutkan

enterosit
lain

mencit

akan

karena protein pili

menghambat

adhesi

S.

tersebut telah menutup

reseptor sel enterosit mencit. Sehingga dapat dihitung indeks


adhesi untuk mengetahui peran protein pili S. pneumoniae sebagai
protein adhesin, yakni dengan menghitung jumlah perlekatan
bakteri S. pneumoniae pada sel enterosit mencit.
2.4. Hipotesis
Protein pili S. pneumoniae dengan berat molekul X kDa merupakan
protein adhesin pada enterosit mencit.

You might also like