You are on page 1of 17

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Ikan Gurame Padang (Osphronemus gouramy Lac)


Menurut

Sitanggang

(1999),

klasifikasi

ikan

Gurame

Padang

(Osphronemus gouramy Lac) adalah sebagai berikut :


Filum
Klas
Sub Klas
Ordo
Sub Ordo
Famili
Genus
Species

: Chordata
: Pisces
: Teleostei
: Labyrinthici
: Anabantoidae
: Anabantidae
: Osphronemus
: Osphronemus gouramy (Lacepede)

Menurut Taufiq dalam Sutrisno (2011), Gurame Padang (Osphronemus


gouramy Lac) memiliki bentuk badan pipih lebar, bagian punggung berwarna
merah sawo dan bagian perut berwarna kekuning-kuningan atau keperak-perakan.
Panjang tubuhnya dapat mencapai 65 cm. ikan gurame memiliki bentuk tubuh
badan yang pipih dengan lebar dan tinggi tubuh lebih dari setengah panjang
tubuhnya (Comperesed). Ikan gurame memiliki sirip perut panjang yang telah
mengalami perubahan dan berfungsi sebagai alat peraba (Murtidjo 2000).
Menurut Sitanggang (1999), ikan gurame memiliki sisik yang tebal dan
kuat dengan tepi yang agak kasar (Cycloid). Bibir bawah terlihat lebih menonjol
kedepan dibandingkan dengan bibir atas dan besifat dapat disembulkan.
Pembudidaya gurame membedakan ada enam macam varietas atau strain
gurame berdasarkan daya produksi telur, kecepatan tumbuh, ukuran/bobot
maksimal gurame dewasa. Masing-masing adalah angsa (soang), Jepun (jepang,
japonica), blausafir, paris, bastar (pedaging), dan porselan. Selain enam strain
diatas, berdasarkan warna terdapat gurame hitam, albino atau padang, dan belang.
Gurame hitam paling banyak dijumpai, sedangkan yang lain jarang. Hal tersebut

disebabkan gurame albino atau padang kurang disukai, karena pertumbuhannya


yang sangat lambat (Sitanggang dan Sarwono 2001).

Gambar 1. Gurame Padang


(Sumber : Dokumentasi pribadi)
Kemunculan

Gurame Padang baru diketahui pada dekade 1990-an,

terutama di India, Srilanka serta Bangladesh. Tiga Negara

di kawasan Asia

selatan ini memiliki puluhan jenis ikan gurame hias. Ketika ditelusuri lebih lanjut,
ternyata gurame hias juga banyak dijumpai di perairan darat Asia Tenggara,
termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri Sleman termasuk salah satu sentral
budidaya gurame di Indonesia, terutama di Kecamatan Turi dan Depok. Di Jawa
Tengah, ikan ini banyak dibudidaya di Banyumas dan Purbalingga. Itu sebabnya,
masyarakat di Jateng dan DIY sudah tidak asing lagi dengan keberadaan ikan
yang panjang tubuhnya bisa mencapai 65 cm tersebut (Anonim, 2008).
Habitat ikan gurame merupakan ikan air tawar sampai sedikit payau,
berair jernih dan dasar kolam yang kurang lumpurnya. Lokasi pemeliharaan yang
cocok ialah pada ketingiian 50 - 400 m di atas permukaan laut, dengan suhu 24
28C, kedalaman air sekurang-kurangnya 75 cm. Ikan ini sangat baik di perlihara,

10

walaupun pertumbuhannya lambat. Untuk pertumbuhan ideal pH-nya berkisar


antara 7 8 dan kesadahan air berkisar 5 35 dH. Karena ikan Gurame
merupakan ikan golongan labyrinth (mempunyai alat pernapasan tambahan),
maka ikan gurame tahan terhadap zat beracun dan air yang rendah kadar
oksigennya dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya. Gurame hias mudah
dipelihara dan dibudidaya (Dinas Perikanan 1997 dalam Sutrisno 2011).
Siklus hidup ikan gurame tidak berbeda dengan kebanyakan ikan air tawar
lainnya, siklus ini dimulai dari telur, maka siklus ikan gurame adalah telur, larva,
benih, konsumsi, calon induk dan induk. Ikan gurame bertelur dalam tempat
khusus, yaitu dalam sarang. Proses adaptasi pemijahan ikan gurame sangat lama,
tidak setelah beberapa jam, tetapi setelah beberapa hari baru memijah. Setelah
memijah, ikan gurame akan merawatnya (Effendie 1997).
Sifat telur ikan gurame tidak tenggelam serta tidak adesif. Ketika keluar
dari induknya, telur ikan gurame tidak akan tenggelam, tetapi akan melayang.
Selain itu, telur ikan gurame tidak melekat pada benda-benda. Dari semua siklus
yang unik terjadi dari fase telur menuju larva, karena dalam fase ini terjadi
pembentukan hampir semua organ tubuh. Inilah masa kritis dalam kehidupan ikan
gurame (Effendie,1997).
Menurut Sumarna dalam Sutrisno (2011), gurame mulai berbiak setelah
berumur 2 3 tahun, yaitu saat dimana induk betina telah matang telur dan induk
jantan telah menghasilkan sperma. Induk betina akan mengeluarkan telur dari
dalam perutnya ke dalam sarang, yang kemudian diikuti oleh induk jantan dengan
menyemburtkan spermanya. Selama pemijahan, sarang dijaga induk jantan,
setelah pemijahan selesai maka berganti induk betina yang menjaganya. Induk
betina dapat menghasilkan telur antara 500 3000 telur. Telur bersifat
mengapung, karena mengandung gelembung minyak.

11

2.2 Pakan Ikan


Pakan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam usaha
budidaya ikan, karena pakan dibutuhkan sejak larva sampai dewasa. Menurut
Liviawati dan Afrianto dalam Utami (2010) ikan membutuhkan energi untuk
mempertahankan hidup dan kelestarian keturunannya. Sumber energi bagi ikan
berasal dari pakan. Energi dalam pakan dapat dimanfaatkan setelah pakan tersebut
dirombak menjadi komponen yang lebih sederhana.
Menurut Djarijah (1995), pakan ikan terdiri dari dua jenis, yaitu jenis
pakan ikan alami dan pakan buatan. Pakan alami merupakan makanan ikan yang
tumbuh di alam tanpa campuran tangan manusia secara langsung. Pakan alami
sebagai makanan ikan adalah plankton dan tumbuhan air. Kelebihan pakan alami
yaitu mempunyai kandungan gizi yang lengkap dan mudah dicerna dalam usus.
Sedangkan pakan buatan adalah pakan yang sengaja disiapkan dan dibuat yang
terdiri dari ramuan beberapa bahan baku yang kemudian diproses lebih lanjut
sehingga bentuknya berubah dari bentuk aslinya (Mudjiman 2004).
Fungsi makanan bagi ikan adalah sebagai sumber energi yang diperlukan
dalam proses fisiologis tubuh. Energi yang dihasilkan ini akan disimpan dalam
bentuk daging, yaitu untuk pertumbuhan. Pakan baik adalah pakan yang
mengandung nutrisi yang seimbang dan mencukupi kebutuhan energi bagi ikan.
Menurut Djarijah (1995), jumlah pakan yang dibutuhkan oleh ikan setiap harinya
berhubungan erat dengan ukuran berat dan umurnya. Ikan berukuran kecil dan
berumur muda membutuhkan jumlah pakan lebih banyak daripada ikan dewasa
yang berukuran besar. Disamping itu, ikan kecil juga membutuhkan pakan yang
kandungan nutrisi lebih baik daripada ikan besar. Ukuran ikan sangat erat
kaitanya dengan ukuran bukaan mulut ikan. Bukaan mulut ikan akan berubah
sesuai dengan perubahan ukuran ikan (Affandi 1992 dalam Utami 2010). Pakan
ikan harus mengandung nutrisi yang dibutuhkan diantaranya, protein, lemak dan
karbohidrat dalam rangka memenuhi kebutuhan energi untuk proses-proses di
dalam tubuh ikan.

12

Pakan yang biasanya diberikan pada ikan hias gurame padang berupa
pakan alami, karena pakan alami ini mengandung gizi yang sulit ditiru oleh pakan
buatan. Pakan yang baik adalah pakan yang mengandung unsur gizi yang lengkap
dan seimbang (BRBIH 2010).
Pakan alami adalah pakan yang dimakan oleh ikan berupa bahan alami
yang sesuai dengan bentuk asalnya tanpa ada modifikasi oleh manusia yang
mencakup hewan, zooplankton, fitoplankton dan benthos (Halver 1972). Pakan
alami diketahui sebagai pakan awal utama bagi larva ikan, karena pakan alami
memiliki keunggulan antara lain ukurannya sesuai dengan bukaan mulut larva,
dapat dikonsumsi dalam keadaan segar. Pakan alami lebih diberikan pada ikan
gurame padang karena gizinya tinggi, mudah dicerna, dapat bergerak sehingga
dapat dideteksi dan ukurannya yang relatif kecil sesuai dengan bukaan mulut ikan
ukuran benih, dapat dikultur oleh masyarakat ataupun sudah tersedia di perairan
subur (sungai dan genangan air) serta harganya yang relatif murah (Chumaidi
2004).
2.2.1 Tubifex sp.
Tubifex sp. menurut Rusdi dalam Utami (2010) memiliki klasifikasi
sebagai berikut :
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Annelida
: Oligochaeta
: Haplotaxida
: Tubificidae
: Tubifex
: Tubifex sp.

Tubifex sp. merupakan salah satu jenis pakan alami ikan yang hidup
didasar perairan tawar. Tubifex sp. mudah untuk dikenali dari bentuk tubuhnya
yang seperti benang sutera dan berwarna merah kecoklatan karena banyak
mengandung hemoglobin. Tubuhnya sepanjang 1-2 cm, terdiri dari 30-60 segmen
atau ruas. Tubifex sp. membenamkan kepalanya ke dalam lumpur untuk mencari
makan dan ekornya disembulkan di permukaan dasar untuk bernafas (Djarijah
1995). Tubifex sp. mempunyai struktur badan yang lembut dan selalu bergerak

13

pasif, sehingga merangsang ikan untuk memakannya (Departemen Pertanian


1992).

Gambar 2. Tubifex sp.


Sumber : http://id.shvoong.com/exact-sciences/agronomy-agriculture/1932521tubifex-cacing-sutra/
Tubifex sp. berkembang baik pada media yang mempunyai kandungan
oksigen terlarut berkisar 2,75 5 mg/l, kandungan amonia < 1 ppm, suhu air
berkisar antara 28-30 C dan pH air antara 6-8. Tubifex sp. bersifat hemaprodit.
Telur Tubifex sp. dihasilkan oleh cacing yang mengalami kematangan kelamin
betina dan dibuahi oleh cacing lain yang mengalami kematangan sel kelamin
jantan, Tubifex sp. mempunyai siklus hidup yang relatif singkat yaitu 50-57 hari.
Tubifex sp. dapat dibudidayakan dan dapat digunakan langsung untuk pakan larva
atau benih ikan. Tubifex sp. dapat juga disimpan dalam bentuk cacing beku
(Maman 2009).
Cacing rambut (Tubifex sp.) atau cacing sutera merupakan pakan yang
banyak digunakan pembudidaya ikan hias. Selain mudah didapat, cacing sutera
mudah dicerna karena kandungan protein dan lemaknya tinggi (Lesmana dan
Dealami dalam Utami 2010). Oleh karena itu yang diberi pakan cacing tubifex
tumbuh dengan cepat (Ward

dalam Utami2010). Komposisi nutrisi cacing

Tubifex dapat dilihat pada Tabel 1.

14

Tabel 1. Kandungan nutrisi cacing sutera berdasar Bahan Kering


Bahan Penyusun

Kandungan Gizi (%)

Protein Kasar

57,0*

Lemak

20,9

Serat Kasar

1,3

BETN

30,0

Abu

6,7

Sumber : Laboratorium Pakan Ternak Universitas Airlangga (2009)


* Pamuji (2012)
2.2.2 Bloodworm (Chironomus sp.)
Cacing darah yang dikenal juga bloodworm Myers et al. dalam Sutrisno
(2011) memiliki klasifikasi :
Domain
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Eukarya
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Diptera
: Chironomidae
: Chironomus
: Chironumus sp.

Cacing darah merupakan larva dari nyamuk chironomus. larva berukuran


1-3cm ini merupakan salah satu pakan alami bergizi tinggi untuk benih ikan.
Cacing darah adalah larva serangga golongan Chironomus. Oleh karena itu,
meskipun disebut sebagai cacing, binatang ini sama sekali bukan golongan
cacing-cacingan tetapi serangga. Nyamuk Chironomus tidak menggigit dan kerap
dijumpai di perairan bebas dengan dasar berlumpur atau berpasir sangat halus
yang kaya akan bahan organik. Fase makan dari serangga ini terdapat pada fase
larvanya, sedangkan bentuk dewasanya, sebagai nyamuk yang tidak menggigit,
hanya berperan untuk kawin kemudian bertelur dan mati.

15

Tubuh cacing darah mengandung 90% air dan sisanya 10% terdiri dari
bahan kering. Kandungan nutrisi yang dimiliki cacing darah berdasarkan bahan
kering dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Cacing Darah berdasar Bahan Kering
Bahan Penyusun

Kandungan Gizi (%)

Protein

60,9

Lemak

16,3

Serat Kasar

0,9

BETN

13,5

Abu

8,1

Sumber : Laboratorium Pakan Ternak Universitas Airlangga (2009)


Cacing darah (Chironomus sp). terdapat di lingkungan perairan danau
atau sungai berarus tenang dan kaya bahan organik. Larva ini dapat hidup pada
kondisi oksigen yang sangat rendah. Makanannya berupa detritus dan bakteri
(Nasution 2000).
Dengan kandungan nutrisi yang kaya protein, cacing darah merupakan
salah satu pakan ikan yang disukai. Dalam blantika ikan hias, cacing darah telah
digunakan sebagai pakan ikan sejak tahun 1930-an.

Gambar 3. Chironomus sp.


Sumber : http://o-fish.com/PakanIkan/bloodworm.php

16

2.2.3 Moina sp
Menurut Hogan dalam Sutrisno (2011), klasifikasi dari Moina sp. adalah
sebagai berikut :
Kingdom
Phylum
Ordo
Family
Genus
Spesies

: Animalia
: Arthropoda
: Cladocera
: Moinidae
: Moina
: Moina sp.

Di kalangan petani Moina dikenal dengan nama "kutu air". Jenis kutu ini
mempunyai bentuk tubuh agak bulat, bergaris tengah antara 0,9 - 1,8 mm dan
berwarna kemerahan. Perkembangbiakan Moina dapat dilakukan melalui dua
cara, yaitu secara asexual atau parthenogenesis (melakukan penetasan telur tanpa
dibuahi)

dan secara sexual (melakukan penetasan telur dengan melakukan

perkawinan/pembuahan terlebih dahulu). Pada kondisi perairan yang tidak


menguntungkan, individu betina menghasilkan telur istirahat atau ephipium yang
akan segera menetas pada saat kondisi perairan sudah baik kembali. Moina mulai
menghasilkan anak setelah berumur empat hari dengan jumlah anak selama hidup
sekitar 211 ekor. Setiap kali beranak rata-rata berselang 1,25 hari, dengan rata-rata
jumlah anak sekali keluar 32 ekor/hari, sedangkan umur hidup Moina adalah
sekitar 13 hari.
Moina sp. tahan terhadap suhu ekstrim dan mudah menahan variasi harian
41-88F (5-31C), suhu optimal meraka adalah 24-31C . Moina sp. umumnya
cukup toleran terhadap kualitas air yang buruk. Mereka hidup di air dimana
jumlah oksigen terlarut bervariasi dan hampir nol sampai jenuh. Moina sp. sangat
resisten terhadap perubahan konsentrasi oksigen dan sering berkembang biak
dalam jumlah besar di badan air sangat tercemar dengan limbah.

17

Gambar 4. Moina sp.


Sumber : http://www.aslo.org/photopost/showphoto.php/photo/164/title/moina-sp/cat/518
Tubuh Moina sp. mengandung 90,60% air dan sisanya terdiri dari bahan
kering. Berdasakan Kandungan nutrisi yang dimiliki Moina sp. berdasarkan dapat
dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Kandungan Nutrisi Moina sp.
Bahan Penyusun

Kandungan Gizi (%)

Protein

37,38

Lemak

13,29

Serat Kasar

Abu

11,00

Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Intalasi Penelitian dan


Pengkajian Teknologi Pertanian (2000)
Kandungan gizi Moina sp. bervariasi tergantung pada usia dan jenis
makanan yang mereka terima. Meskipun variable, kandungan protein Moina sp.
biasanya rata-rata 50% dari berat kering. Moina sp. dewasa umumnya memiliki
kandungan lemak lebih tinggi dari juvenile. Jumlah lemak per berat kering adalah
20-27% untuk Moina sp. dewasa dan 4-6% untuk juvenile (Rottman dalam
Wibowo 2012).

18

Moina sp.mulai menghasilkan anak setelah berumur empat hari dengan


jumlah anak selama hidup sekitar 211 ekor. Setiap kali beranak rata-rata berselang
1,25 hari, dengan rata-rata jumlah anak sekali keluar 32 ekor/hari, sedangkan
umur hidup Moina sp. adalah sekitar 13 hari.
2.2.4 Daphnia sp.
Daphnia sp. adalah filum Arthropoda yang hidup secara umum di perairan
tawar. Spesies-spesies dari genus Daphnia sp. ditemukan mulai dari daerah tropis
hingga arktik dengan berbagai ukuran habitat mulai dari kolam kecil hingga danau
luas. Dari lima puluh spesies genus ini di seluruh dunia, hanya enam spesies yang
secara normal dapat ditemukan di daerah tropika. Menurut Pennak (1989),
klasifikasi Daphnia adalah sebagai berikut :
Filum
Kelas
Subkelas
Ordo
Subordo
Famili
Genus
Spesies

: Arthropoda
: Branchiopoda
: Diplostraca
: Cladocera
: Eucladocera
: Daphnidae
: Daphnia
: Daphnia sp.

Gambar 5. Dapnia sp.


Sumber : http://pobersonaibaho.wordpress.com/2011/03/08/daphnia-spklasifikasi-morfologi-reproduksi-bacillus-subtilis-bakteri-nitrifikasi-sistem-kulturzooplankton-parameter-kualitas-air/

19

Daphnia mempunyai bentuk tubuh lonjong, pipih dan beruas-ruas yang


tidak terlihat. Pada kepala bagian bawah terdapat moncong yang bulat dan tumbuh
lima pasang alat tambahan. Alat tambahan pertama disebut Antennula, sedangkan
yang ke dua disebut antenna yang mempunyai fungsi pokok sebagai alat gerak.
Tiga lainnya merupakan alat tambahan pada bagian mulut. Perkembangbiakan
Daphnia yaitu secara asexual atau parthenogenesis dan secara sexual atau kawin.
Perkembangbiakan secara parthenogenesis sering terjadi, dengan menghasilkan
individu muda betina. Telur dierami di dalam kantong pengeraman hingga
menetas. Anak Daphnia dikeluarkan pada saat pergantian kulit. Pada kondisi
perairan yang baik, disamping individu betina dihasilkan pula individu jantan.
Pada saat kondisi perairan yang tidak menguntungkan, individu betina
menghasilkan 1 -2 telur istirahat atau epiphium yang akan menetas saat kondisi
perairan baik kembali.
Daphnia mulai berkembang biak pada umur lima hari, dan selanjutnya
setiap selang waktu satu setengah hari akan beranak lagi. Jumlah setiap kali
beranak rata-rata sebanyak 39 ekor. Umur hidup Daphnia 34 hari, sehingga
selama hidupnya mampu menghasilkan anak kurang lebih 558 ekor.
Daphnia hidup pada kisaran suhu 18-24 C. Daphnia membutuhkan pH
yang sedikit alkali yaitu pH 6,7 - 9,2. Sepertii makluk hidup akuatik lainnya pH
tinggi dan kandungan amonia tinggi dapat bersifat mematikan bagi Daphnia.
Daphnia merupakan filter feeder yang berarti mendapat pakan melalui
cara menyaring organisme yang lebih kecil atau bersel tunggal seperti algae dan
jenis protozoa lainnya. Selain itu membutuhkan vitamin dan mineral dari air.
Mineral yang harus ada dalam air adalah kalsium. Unsur ini sangat dibutuhkan
untuk pembentukan cangkangnya. Oleh karena itu, dalam wadah pembiakan akan
lebih baik jika ditambahkan potongan batu kapur, batu apung dan sejenisnya.
Selain meningkatkan pH, bahan tersebut dapat mensuplai kalsium untuk Daphnia.
Tubuh Daphnia sp. mengandung 94,78 air dan sisanya terdiri dari bahan
kering. Berdasakan Kandungan nutrisi yang dimiliki Daphnia sp. berdasarkan
dapat dilihat pada tabel 4.

20

Tabel 4. Kandungan Nutrisi Daphnia sp.


Bahan Penyusun

Kandungan Gizi (%)

Protein

42,65

Lemak

8,00

Serat Kasar

2,58

BETN

Abu

4,00

Sumber : Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Intalasi


Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (2000)
Daphnia

membutuhkan

suplay

oksigen

untuk

pertumbuhan

dan

perkembangbiakannya. Jika oksigen dalam perairan kurang mencukupi Daphnia


akan membentuk hemoglobin. Pada kondisi tersebut Daphnia akan berwarna
merah, kurangnya suplay oksigen dapat menyebabkan kematian pada Daphnia.

2.3 Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah pertumbuhan ukuran panjang atau bobot ikan dalam
kurun waktu tertentu yang dapat dipengaruhi oleh pakan yang tersedia, jumlah
ikan yang menggunakan pakan, suhu, umur dan ukuran ikan (Effendie 1997).
Pertumbuhan juga dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dalam dan faktor luar.
Faktor dalam umumnya sukar dikontrol, diantaranya keturunan seks, umur, parasit
dan penyakit. Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan adalah
makanan dan lingkungan perairan. Faktor makanan yang mempengaruhi adalah
kualitas pakan dan keseimbangan gizi pakan dan faktor lingkungan adalah suhu,
oksigen, derajat kesamaan dan amonia (Effendie 1997). Pertumbuhan dapat
terjadi apabila ada kelebihan input energi dari pakan. Energi yang berasal dari
pakan akan digunakan oleh

tubuh untuk metebolisme dasar, pergerakan,

produksi, organ seksual, perawatan tubuh dan mengganti sel-sel yang rusak.
Selain itu, pertumbuhan ikan akan sangat baik pada padat penebaran yang makin

21

rendah, rendahnya pertumbuhan seiring dengan meningkatnya kepadatan


populasi.
Pakan merupakan sumber energi bagi ikan untuk bergerak, tumbuh dan
bertahan terhadap penyakit. Zat gizi kandungan dalam pakan antara lain protein,
lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Protein merupakan bahan baku utama
dalam pembentukan sel-sel dan jaringan tubuh (Buwono 2000). Oleh karena itu,
zat-zat gizi tersebut keberadaanya sangat penting bagi pertumbuhan ikan. Pada
ikan stadia benih lebih banyak memerlukan kadar protein. Karena protein
berperan dalam pertumbuhan ikan disamping nutrient-nutrien lain yang
dibutuhkan. Pemberian nutrisi untuk meningkatkan pertumbuhan ikan dapat
menggunakan jenis pakan yang sesuai dengan ikan yaitu pakan yang mengandung
gizi lengkap, mudah dicerna dan tidak mencemari lingkungan perairan (Buwono
2000).

2.4 Kelangsungan Hidup


Menurut Effendie (1997), Kelangsungan hidup adalah perbandingan
jumlah organisme yang hidup akhir periode dengan jumlah organisme yang hidup
pada awal periode. Kelangsungan hidup merupakan keutamaan dalam mengukur
keberhasilan pemeliharaan ikan. Namun antar spesies tergantung dari tingkat
kepadatan, umur ikan, tipe makan, dan kualitas media pemeliharaan. (Arofah
dalam Sriwahyuni 2000), menyatakan bahwa kelangsungan hidup ikan
dipengaruhi oleh media hidup, padat penebaran, dan pemberian pakan yang tepat,
dari berbagai faktor tersebut kelangsungan hidup dapat digunakan untuk
mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup.
Jumlah pemberian pakan yang tepat akan mempengaruhi tingkat
kelangsungan hidup ikan, terutama pada ukuran benih. Sedangkan menurut
Eidman dan Affandi dalam Sriwahyuni (2000), larva ikan akan mengalami
kematian dalam waktu singkat tidak memperoleh makanan. Menurut Zoonneveld,

22

Huisman dan Boon (1991), masa kritis kelangsungan hidup larva ikan terjadi pada
saat kuning telur pada tubuhnya mulai habis terserap dan benih mulai makan
makanan alami. Tingkat kematian ikan tertinggi akan terjadi bila benih tidak
segera mendapat pakan yang sesuai baik jenis maupun nilai gizinya untuk
menekan kematian benih ikan.
Upaya yang dapat dilakukan untuk menggurangi tingkat kematian tersebut
antara lain dengan memberikan asupan pakan yang sesuai dengan kemampuan
cerna dan kebutuhan ikan serta memperhatikan kualitas air.

2.5 Kualitas Air


Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang sangat
mempengaruhi keberhasilan suatu usaha budidaya perairan. Penurunan kualitas
air akan menyebabkan nafsu makan berkurang, hambatan pertumbuhan,
timbulnya hama atau penyakit, dan kematian ikan. Oleh karena itu untuk
pemeliharaan benih ikan gurame harus diperhatikan mengenia kriteria kualitas air
yang cocok bagi kehidupan ikan gurame.
Air atau media pemeliharaan merupakan faktor utama untuk kehidupan
ikan. Kualitasnya menentukan kesehatan maupaun pertumbuhan ikan, bahkan
seperti warna ikan. Secara alami, air merupakan pelarut yang sangat baik sehingga
hampir semua material dapat

terlarut didalamnya (Lesmana dan Dermawan

2006).
Kualitas air dalam lingkup akuarium secara umum mengacu pada
kandungan material yang terdapat dalam air dalam kaitannya untuk menunjang
kelangsungan hidup (Nasution 2000). Menurut Lesmana dan Dermawan (2006),
bila dibandingkan dengan bak atau kolam, pemeliharaan ikan di akuarium paling
baik karena ikan dan kualitas air dapat dikontrol secara teliti. Hanya saja daya
tampung akuarium tidak sebanyak kolam atau bak. Suhu, oksigen terlarut, pH dan

23

amonia merupakan faktor pembatas dalam budididaya ikan. Adapun batas yang di
anjurkan untuk kualitas air ikan gurame dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Kisaran Parameter Kualitas Air
Parameter kualitas air

Kisaran yang dianjurkan

Suhu

25-28C a

DO

4 7 pmm b

Amonia

<1 mg.L-1. c

pH

6,7-8,2 d

Keterangan : a. Sendjaja (2002), b. Sarwono (2000), c. Boyd (1982), dan


Sitanggang (1999),
2.5.1 Suhu
Suhu merupakan faktor kontrol kimia dan biologi dalam perairan,
sehingga dengan adaanya perubahan suhu dalam perairan menyebabkan semua
proses yang terjadi dalam perairan mengalami perubahan. Menurut Sendjaja
(2002), pada kisaran 25-28C merupakan kisaran suhu optimal untuk benih ikan
gurame padang sehingga dapat tumbuh dan berkembang baik.
2.5.2 Derajat Kesamaan (pH)
Nilai pH yang optimal untuk mendukung kehidupan ikan dan jasad hidup
lainnya antara 6,7-8,2 (Sitanggang 1999), menurut Agus (2001), pH optimal
dalam pertumbuhan gurame padang adalah 6,5-7,5.
2.5.3 Oksigen Terlarut (DO)
Menurut Sittangang (1999), kandungan oksigen terlarut yang optimal
untuk pertumbuhan ikan gurame padang yaitu 5 ppm, dan menurut Sarwono
(2001), dalam stadia muda kebutuhan oksigen yang ideal bagi ikan gurame
padang yaitu 4 7 pmm.

24

2.5.4 Amonia
Amonia merupakan gas buangan terlarut hasil metabolisme ikan oleh
perombakan protein, baik dari kotoran ikan sendiri maupun sisa pakan. Sisa pakan
biasanya akan membusuk sehingga kadar amonia meningkat (Lesmana dan
Dermawan 2006).
Amonia mempunyai dua bentuk, yaitu amonia terionisasi (NH3)

dan

amonia tidak terionisasi yang disebut amonium (NH4). NH3 merupakan racun bagi
ikan sedangan NH4 tidak bersifat racun, kecuali jika konsentrasinya sangat tinggi.
Kandungan amonia dapat dikurangi ataupun dapat dihilangkan dengan cara
penggatian air, pemberian aerasi, penguapan, maupun reaksi kimia dengan
oksigen (Zonnveld dkk. 1991).

You might also like