You are on page 1of 14

Penyakit Menular Seksual;

Infeksi Neiseria Gonorrhoe

Disusun Oleh
Nama
: Ria Laymana
NIM
: 10.2009.006
Kelompok : A-5

Program Studi Sarjana Kedokteran


Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat
melodia_light@yahoo.com

Kata Pengantar
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, keluarga, serta segala pihak yang
mendukung kelancaran hingga terselesaikannya makalah ini. Makalah dengan judul
Penyakit Menular Seksual; Infeksi Neiseria gonorrhoeae dibuat dengan tujuan
sebagai salah satu penuntasan tugas.
Makalah ini dapat digunakan bagi siapa saja yang berminat untuk
memperdalam ilmu pengetahuan atau sekedar menambah referensi akan ilmu tentang
tulang, baik dari pembentukan hingga struktur anatominya.
Terimakasih atas kesediaan waktu untuk membaca makalah ini. Semoga
dengan kritik dan saran yang diberikan dapat menjadi pelajaran hingga makalah yang
selanjutnya dapat menjadi lebih baik lagi.

Jakarta, 27 April 2011

Penulis

Daftar Isi
1. Kata Pengantar..............................................................................................i
2. Daftar Isi.......................................................................................................ii
3. Bab I Pendahuluan........................................................................................1
4. Bab II Pembahasan.......................................................................................2
5. Bab III Kesimpulan.....................................................................................10
6. Daftar Pustaka.............................................................................................11

ii

BAB I
I.1 Latar Belakang
Semakin majunya jaman, semakin banyak penyakit menular yang ditularkan
melalui hubungan seksual, salah satunya yang memiliki angka kasus cukup tinggi
adalah gonorrhoe. Sekarang, gonorrhoe tidak hanya menginfeksi kaum dewasa,
namun juga pada anak-anak yang mengalami children abuse. Penting bagi dokter
untuk mengetahui tentang penyakit gonorhoe sehingga dapat menangani gonorhoe
dengan baik.
I.2 Tujuan
-

Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:


penuntasan salah satu tugas wajib kuliah
mengetahui lebih banyak tentang infeksi gonorrhoe
berbagi informasi mengenai infeksi gonorrhoe

(1

BAB II

II. 1 Anamnesis
Pasien datang dengan mengeluhkan apa yang dirasakan tidak nyaman pada
dirinya. Jika pasien datang dengan keluhan pada bagian daerah pelvis dan genital, ada
beberapa hal yang perlu ditanyakan, yaitu:1

Gejala simtomatis yang dirasakan

onset

hal pencetus timbulnya keluhan

durasi keluhan (berapa lama keluhan timbul hingga terasa menghilang)

faktor-faktor yang mempengaruhi

Pengobatan yang telah dilakukan pasien

Kebersihan dan perawatan pasien sehari-hari

Riwayat kontak, seperti deodoran, lubrikan, wewangian, pembalut


(pada perempuan)

Riwayat ginekologis pasien

riwayat menstruasi/menopause

papsmear tes

kontrasepsi yang digunakan (sekarang dan yang pernah digunakan)

aktivitas seksual

penyakit menular seksual (di sekitar pasien)

operasi

Riwayat urologis

kontinen / inkontinen

operasi (pernah/belum, jenis operasi yang pernah dilakukan jika pernah)

Riwayat psikiatris

diagnosa terdahulu dan pengobatan yang dilakukan

gejala yang berulang


Dengan anamnesis yang baik, dapat diperoleh data-data yang diperlukan

sehingga diagnosis sudah dapat diperkirakan secara garis besar.


(2

II. 2 Pemeriksaan (Fisik dan Penunjang)


Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan inspeksi
pada tempat yang sakit, apakah didapati lesi, perubahan warna kulit, tanda-tanda
radang, dan lain sebagainya.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:

Kultur Bakteri
Merupakan Golden Standard.2 Dapat dilakukan pada media agar darah,
ekstrak gandum, karbon dioksida, dan lain sebagainya. Namun yang paling
baik adalah dengan medium Thayer-Martin yang telah dimodifikasi. Lihat
Gambar 4 halaman 9!
Pada laki-laki, kultur dan pewarnaan gram dapat dilakukan dari hasil swab
(baik uretra, farings, maupun rektal). Sedangkan pada perempuan, kultur akan
lebih akurat dengan spesimen dari endoservikal dan endouretra (dibandingkan
sekret uretra).
Sel PMN sangat sering ditemukan pada pewarnaan gram dan jumlahnya
meningkat signifikan (>30 sel PMN per lima lapangan pandang dengan
pembesaran

1000x)

sesuai

dengan

adanya

gejala

inflamasi,

yaitu

mucopurulent cervicitis.3 Keakuratan pemeriksaan kultur sekitar 80-90%.

Chemiluminescent DNA probes


Merupakan tes nucleic acid dengan menggunakan spesimen urogenital.
Penemuan terbaru mengembangkan nonisotopik chemiluminescent DNA
probe yang dapat menghibrid spesifik dengan RNA ribosom 16S. 3 Namun,
infeksi gonokokal dan non-gonokokal belum dapat dibedakan dengan pasti.

PCR (Polimerase Chain Reaction)


Teknik terbaru dalam pemeriksaan infeksi gonokokal adalah menggunakan
PCR. Merupakan transcription-mediated amplifikasi, dan pemisahan dengan
amplifikasi spesimen yang berasal dari urine atau uretral spesimen lainnya. 2
Sangat sensitif dan spesifik.

Pemeriksaan serologi
Serum dan sekret genital memiliki IgG dan IgA antibodi yang melawan pili
gonokokal, membran luar protein, dan lipoprotein serum (LPS).4 Beberapa
IgM pada serum manusia merupakan bakterisid pada pembiakan in vitro.

(3

Untuk pengecekan

serologi,

dapat

dilakukan

tes

immunoblotting,

radioimmunoassay, dan ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay).

Pemeriksaan Biokimia
Merupakan

pemeriksaan

dengan

menggunakan

karbohidrat.

Dapat

membedakan Neiseria gonorrhoeae dengan golongan Neiseria lainnya.


Untuk mengetahui penyebaran infeksi gonokokal (disseminated gonococcal
infection), kultur harus dilakukan dengan spesimen darah, cairan sendi, serta lesi kulit
penderita.4
II. 3 Diagnosis (Working Diagnosis dan Differential Diagnosis)

Working Diagnosis
Jika pada anamnesa sesuai manifestasi klinis dan pada pemeriksaan fisik dan
penunjang ditemukan tanda-tanda morfologi Neiseria gonorrhoeae, maka
diagnosis ditetapkan sebagai infeksi gonorrhea.

Differential Diagnosis
Banyak gejala klinis yang serupa dengan infeksi gonorrhea dengan penyebab
yang berbeda-beda. Lihat tabel II.3.A!

(4

Tabel II.3.A Differential Diagnosis


Lokal
Infeksi Traktus Urinarius
Klamidia
Gonorrhea

Sistemik
Septik Artritis
Sindrom Reiter
Perihepatitis (Fitz-HughCurtis Sindrom)
Hepatitis B
Hepatitis C
Penyakit Bechet
Penyakit Lyme
Demam Reumatik

Yang Harus Diperhatikan


Abses Tubo-Ovarian
Kehamilan Ektopik
Kehamilan

Penyakit Inflamasi Pelvis


Appendiksitis
Trichomoniasis
Meningokosemia
Herpes Simplex Virus
Sifilis
Bacterial Vaginosis
Sexual Abuse (anak-anak)
Vaginitis
Endometriosis
Infeksi Mikoplasma
Orchitis
Epididimitis
Sumber: Fitzpatricks dhermatology and dhermal medecine, pg 1996
Namun penyakit non-gonokokal yang paling sering disebut-sebut sebagai
differential diagnosis adalah infeksi oleh Clamidia thracomatis.2 Kedua infeksi, baik
gonorrhoe maupun klamidia sulit dibedakan walau infeksi klamidia lebih tidak tertara
(mild). Infeksi gabungan antara keduanya berkisar sekitar 40% kasus.
II.4 Etiologi
Albert Ludwig Sigismud Neisser merupakan penemu pertama penyebab
gonorrhea pada tahun 1879.3 Disebabkan oleh Neiseria gonorrhoeae, suatu gram
negatif dan merupakan diplokokus yang aerobik yang menyerang lapisan sel epitel
kubus host.5 Suatu bakteri yang tidak bergerak serta tumbuh berpasangan
(diplokokus). Tiap individu bakteri berbentuk seperti biji kopi yang positif
mengoksidase. Lihat gambar 3 Halaman 9!

(5
II.5 Epidemiologi
Tercatat sekitar 60 juta kasus baru setiap tahun di seluruh dunia. 5 Umumnya
gonorrhea menginfeksi usia muda, berkulit gelap, belum menikah, serta dari golongan

beredukasi rendah dari penduduk kota. Peringkat tertinggi pada perempuan terletak
pada usia 15-19 tahun sedangkan pada laki-laki sekitar 20-24 tahun.
Kasus gonorrhea tinggi pada negara maju seperti Amerika, Asia, serta Eropa.
Pada negara-negara tersebut, 10% penderitanya adalah perempuan hamil. Selain itu
gonorrhea banyak didapati pada pasangan sesama jenis (homoseksual). Dipengaruhi
oleh sosio-kultural serta pola seksual tiap individu.
II.6 Patofisiologi
Neiseria gonorrheae yang masuk melekat pada sel epitel kubus genitourinaria
melalui vili.6 Selain mukosa genitourinaria, bakteri tersebut juga dapat menyerang
mukosa mata, faring, dan rektum. Membran luar protein, PilC dan Opa pada bakteri
memiliki peranan dalam perlekatan dan invasi lokal. 2 Invasi dimediasi oleh pelekat
dan sfingomyelin yang berkontribusi dalam proses endositosis. Beberapa gonokokal
memproduksi imunoglobulin A yang memecah rantai tebal imunoglobulin manusia
dan memblok respon imun bakterisidal host. Sekali masuk ke dalam sel, bakteri akan
bereplikasi serta dapat tumbuh pada kondisi aerob maupun nonaerob sekaligus.
Setelah menginvasi, maka bakteri akan bereplikasi dan berproliferasi secara lokal. Hal
tersebut akan menimbulkan respon radang. Di luar sel, bakteri menyebabkan
perubahan suhu, sinar ultraviolet, kekeringan, serta perubah lapisan luar lainnya. 3
Membran luar mengandung lipooligosakarida yang bersifat endotoksin yang terlepas
ketika bakteri pada periode tumbuh dan terkontribusi pada patogenesis penyebaran
infeksi.
II.7 Manifestasi Klinis
Pada laki-laki:
-

inkubasi bakteri pada laki-laki sekitar 2-8 hari (maksimal sekitar 14 hari)
tergantung dari imunitas penderita

sekitar 10% asimtomatis

(6

uretritis merupakan gejala yang paling sering terjadi dengan ciri seperti
mukopurulent (purulen yang kental seperti mukus). Lihat Gambar 2 Halaman
9!

inflamasi pada anterior uretra hingga kepada nyeri saat miksi serta kemerahan
dan odem

orchitis

epididimitis (epididimitis sering dikarenakan klamidia)

proctitis dengan ciri mukopurulen pada rektal, nyeri saat defekasi, serta
konstipasi atau tenesmus. Umumnya proctitis terjadi oleh penderita penganut
homoseksual.4

faringitis karena gonorrhoe jarang dan seringkali asimtomatis


Pada perempuan:

sekitar 50% gonorrhoe pada perempuan asimtomatis

gejala uretritis dengan ciri-ciri mukopurulen, vaginal pruritus, dan disuria

vaginitis, terjadi pada perempuan prepubertas dan perempuan postmenopause.


Disebabkan oleh kematangan sel epitel wanita pada usia selain usia tersebut
tidak cocok sebagai tempat tumbuh Neiseria gonorrhoeae.3

infeksi glandula Bartolini dan Skene

dapat menginvasi traktus genital atas seperti tuba falopii, ovarium yang
menyebabkan penyakit inflamasi pelvis (Pelvic Inflamatory Diseases) yang
ditandai dengan gejala seperti demam, sakit pada perut bagian bawah,
pendarahan vagina, dispareunia.
Pada bayi baru lahir (Newborn):
Terjadi akibat infeksi Neiseria gonorrhoeae pada bayi saat lahir melalui

vagina yang terinfeksi gonorrhoe.5 Berupa infeksi pada okular (Ophtalmia


Neonatorum) dan dapat menjadi perforasi kornea atau pembentukan scar. Lihat
Gambar 1 halaman 9!
II.8 Penatalaksanaan
Antimikroba merupakan obat yang serind digunakan serta disalahgunakan.
Hal tersebut dapat mengakibatkan resistensi mikroba terhadap antimikroba seperti (7
yang terjadi pada Neiseria gonorrhoeae. Pada jaman dahulu, gonorrhoe peka terhadap
penisilin.7 Seiring dengan penggunaan penisilin secara besar-besaran, maka Neiseria
gonorrhoeae mengalami mutasi sehingga sekarang memiliki penghambat penisilin G

yang disebut PPNG (Penisilinase-Producing Neiseria Gonorrhoeae).6 Bahkan ada


laporan bahwa gonorrhoe yang ditransmisi lewat kromosom mulai resisten terhadap
tetrasiklin. Serta ada catatan bahwa gonorrhoe mulai resisten terhadap spektinomisin.
Kini petalaksanaan untuk kasus gonorrhoe adalah dengan mengunakan
ceftriaxon, salah satu sefalosporin generasi ketiga, dengan dosis tunggal atau
doksisiklin selama tujuh hari. Pada ibu hamil, pengobatan gonorrhoe dilakukan
dengan menggunakan eritromisin. Jika terjadi infeksi ganda (gonorrhoe dan klamidia)
maka obat digabungkan antara doksisiklin dengan azitromisin.
II.9 Komplikasi
Komplikasi yang paling berat adalah infertil pada perempuan sebagai hasil
dari tidak teratasinya PID.2 Gonorrhoe yang tidak teratasi dapat menyebabkan septik
artritis hingga kerusakan permanen persendian. Meningitidis dan endokarditis
merupakan manifestasi yang jarang terjadi. Sering terjadi ophtalmica neonatorum
pada bayi yang lahir melalui vagina yang terinfeksi gonorrhoe.
II.10 Prognosis
Prognosis dari gonorrhoe adalah baik apabila cepat ditangani. Jika lambat
ditangani atau tidak ditangani dapat menyebabkan infertilitas.
II. 11 Pencegahan
Untuk pencegahan, yang paling utama adalah tidak melakukan hubungan
seksual. Menggunakan pengaman seperti kondom saat berhubungan seksual
merupakan pilihan yang baik jika memang membutuhkan.
Untuk menghindari ophtalmica neonatorum dapat dilakukan pencegahan
dengan lahir tidak melalui vagina (operasi caesar) atau dengan profilaksis tetes mata
silver nitrat, eritromisin, atau tetrasiklin saat bayi lahir.7
(8

Gambar Infeksi Gonorrhoe

Gambar 2. Penis terinfeksi Gonorrhoe

Gambar 1. Ophtalmica Neonatorum

Sumber: Rooks Textbook of Dermatology, pg. 1596-7

Gambar 4. Biakan Neiseria gonorrhoeae


Gambar 3. Morfologi Neiseria gonorrhoeae

pada medium agar Thayer-Martin

Sumber: Color Atlas of Diagnostic Microbiology, pg. 79

(9

Kesimpulan

Gonorrhoe merupajan penyakit menular seksual pada epitel dan paling sering
bermanifestasi klinis berupa cervicitis, uretritis, proctitis, dan konjungtivitis.
Merupakan infeksi dari bakteri Neiseria gonorrhoe yang bersifat gram negatif dan
diplokokus.

Sering sulit dibedakan dengan klamidia dan sering terjadi infeksi

gabungan antara klamidia dengan gonorrhoe. Jika tidak diobati, infeksi pada lokasi
tersebut dapat menjadi komplikasi hingga terjadinya infertilitas. Gonorrhoe dapat
diobati dengan menggunakan ceftriaxon dosis tungggal atau doksisiklin selama tujuh
hari. Pada ibu hamil yang terinfeksi dapat menggunakan eritromisin. Prognosis
gonorhoe adalah baik jika ditangani dengan baik dan sedari dini. Pencegahan yang
paling baik adalah dengan menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual.

(10

Daftar Pustaka

1. Wolf FF K, Goldsmith LA, Katz S, Gilesres BA, Paller LS, Level LL DJ.
Fitzpatricks dhermatology and dhermal medecine. 7th Ed. USA : McGrawHill. 2008.1993-2000.
2. Burgdurf WHC, Plewig G, Bolff HH, Langthaler M. Braun-Falco
dhermatology. 3rd Ed. Italy : Sheringer Medizin Verlag. 2009. pg 247-55
3. Braunwald E, Fauci AS, kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL.
Harrisons principles of internal medicine. Volume 1. 15th Ed. 2001. USA :
McGraw-Hill. Pg. 839-48, 931-7
4. Burns T, Breathnatch S, Griffiths C. Rooks textbook of dermatology. Volume
1. 8th Ed. 2010. UK : Wiley-Blackwell. pg. 1594-7
5. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Jawetz, melnick, & adelbergs medical
microbiology. 23rd Ed. 2006 USA : McGraw-Hill. chapt. 21
6. Gillespie SH, Bamford KB. Medical microbiology and infection at a glance.
2001. London : Blackwell Science Ltd. Pg. 38-9
7. Brunton L, Parker K, Blumenthal D, Buxton I. Goodman and gilmans manual
of pharmacology and therapeutics; portable guidance for the worlds most
trusted textbook of pharmacology. 2008. USA : Mc-Grawhill Pg.709-53
8. Maza LMDL, Pezzlo MT, Baron EJ. Color atlas of diagnostic microbiology.
1997. USA : Mosby-Year Book. Pg. 72-87

(11

You might also like