You are on page 1of 34

8

PENGENDALIAN PEMANFAATAN
RUANG

Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang Kota Bandung terdiri atas ketentuan umum
peraturan zonasi, arahan perizinan dan ketentuan umum sanksi.

8.1 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Struktur dan Pola


Ruang Wilayah dan Kota
Pola ruang atau dalam peraturan zonasi disebut zona/kawasan (sistem guna lahan) di Kota
Bandung pada tingkatan RTRW meliputi :
1. Kawasan Lindung, yang terdiri atas:
a. Kawasan Perlindungan Kawasan Bawahannya [LB]
b. Kawasan Perlindungan Setempat [LS]
c. Ruang Teruka Hijau [RTH]
d. Kawasan pelestarian alam dan cagar budaya [LC]
e. Kawasan Rawan Bencana [LR]
f. Kawasan lindung lainnya [LL]

2. Kawasan Budidaya, yang terdiri atas:


a. kawasan perumahan (R);
b. kawasan perdagangan dan jasa (K);
c. kawasan perkantoran (P);
d. kawasan industri dan pergudangan (I);
e. kawasan wisata buatan (W);
f. kawasan ruang terbuka non hijau (NH);
g. kawasan pelayanan umum (F);
h. kawasan pertahanan keamanan (HK);
i. kawasan pertanian (PT);
j. kawasan sektor informal (IF); dan
k. kawasan ruang evakuasi bencana (B).

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk setiap kawasan adalah sebagai berikut:

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8-1

8.1.1 Ketentuan Umum Kawasan Lindung


Tabel VIII.1
Ketentuan Umum Kawasan Lindung
No

Kawasan

Lindung

1.1

Kawasan
Perlindungan
Bawahannya [LB]

Materi yang diatur


Kualitas yang diharapkan
dan Terlindungi
dan
terjaganya
nilai sumberdaya alam lingkungan
bagi hidup dan sumberdaya buatan
dan dan dapat berfungsi secara
efektif.

Deskripsi
Kawasan yang ditetapkan
dengan
fungsi
utama
melindungi
kelestarian
lingkungan
hidup
yang
mencakup sumberdaya alam
dan sumberdaya buatan.

Tujuan
Melindungi
kawasan
bangunan yang memiliki
dan
peran
penting
keberlanjutan kehidupan
budaya kota.

Kawasan yang memiliki sifat


khas yang mampu memberikan
perlindungan kepada kawasan
sekitar maupun bawahannya
sebagai pengatur tata air,
pencegah banjir dan erosi serta
memelihara kesuburan tanah.

melindungi
kelestarian
kawasan yang memiliki nilai
dan
peran
penting
bagi
kawasan
sekitarnya
dan
bawahannya

Kualitas ruang yang mampu


memberikan
perlindungan
secara efektif terhadap kawasan
sekitar dan bawahannya sebagai
pengatur tata air, pencegah
banjir
dan
erosi
serta
memelihara kesuburan tanah

Ketentuan Umum
Kawasan lindung mencakup
Kawasan
Perlindungan
Bawahannya [LB], Kawasan
Perlindungan Setempat [LS],
RTH , Kawasan Cagar Budaya
[LC] dan Kawasan Rawan
Bencana [LR], dan kawasan
lindung lainnya [LL]
Penggunaan
lahan
tidak
diperkenankan
yang
mengganggu fungsi lindung.
Diperkenankan
adanya
prasarana dan/atau sarana vital
dengan KDB maksimum 2%.
Dapat
dimanfaatkan
untuk
ekowisata
Ketentuan KDB, KLB dan KDH
merujuk
pada
Tabel
VIII.13Rencana
Pengaturan
KDB, KLB Maksimum dan KDH
Minimum
Tidak diperkenankan adanya
kegiatan budidaya.
Diperkenankan
adanya
prasarana dan/atau sarana vital
dengan KDB maksimum 2%.
Dapat
dimanfaatkan
untuk
ekowisata
Ketentuan KDB, KLB dan KDH
merujuk
pada
Tabel
VIII.13Rencana
Pengaturan

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8- 2

No

Kawasan

1.2

Materi yang diatur


Kualitas yang diharapkan

Deskripsi

Tujuan

Kawasan
Perlindungan
Setempat [LS]

Kawasan
Perlindungan
Setempat
(LS)
meliputi
sempadan
danau/waduk,
sempadan
sungai
dan
sempadan mata air.

memberikan perlindungan yang


efektif
terhadap
keberlangsungan
fungsi
danau/waduk,
sungai dan
mata air melalui perlindungan
sempadannya

Kualitas
yang
menjamin
terpenuhinya ketentuan sesuai
peraturan perundangan terkait
sempadan sungai, sempadan rel
KA, sempadan SUTT, sempadan
jalan/jalan bebas hambatan,
sempadan danau dan sempadan
mata air yang terjaga dan
terlindungi
sehingga
fungsi
kualitas sungai, rel KA, SUTT,
jalan/ jalan bebas hambatan,
danau dan mata air terjaga dan
memenuhi aspek kesehatan dan
keselamatan.

1.3

Ruang
Terbuka
Hijau [RTH]

Memelihara dan mewujudkan


kelestarian fungsi lingkungan
hidup dan mencegah timbulnya
kerusakan lingkungan hidup.
Zona ini ditujukan untuk
mempertahankan/melindungi
lahan untuk rekreasi di luar
bangunan, saranapendidikan,
dan untuk Preservasi dan
perlindungan
lahan
yang
secara
lingkungan
hidup
rawan/ sensitif;

Kualitas
yang
memenuhi
pencapaian terpeliharanya fungsi
lindung kawasan

1.4

Kawasan

ruang terbuka hijau dengan ciri


khas tertentu, yang mempunyai
fungsi pokok perlindungan
sistem penyangga kehidupan
hayati dan ekosistemnya.
Diberlakukan pada lahan yang
penggunaan utamanya adalah
taman atau ruang terbuka, atau
lahan
perorangan
yang
pembangunannya
harus
dibatasi untuk menerapkan
kebijakan ruang terbuka, serta
melindungi
kesehatan,
keselamatan,
dan
kesejahteraan publik.
Kawasan Cagar budaya (LC)

memberi

Kualitas

Cagar

perlindungan

pada

ruang

yang

mampu

Ketentuan Umum
KDB, KLB Maksimum dan KDH
Minimum
Tidak diperkenakan
adanya
kegiatan/bangunan/bangunbangunan di dalam batas
sempadan yang mengganggu
fungsi danau/waduk, sungai dan
mata air.
Ketentuan
lebar
sempadan
merujuk peraturan perundangan.
Diperkenankan
adanya
prasarana dan/atau sarana vital
dengan KDB maksimum 2%.
Dapat
dimanfaatkan
untuk
rekreasi
Ketentuan KDB, KLB dan KDH
merujuk
pada
Tabel
VIII.13Rencana
Pengaturan
KDB, KLB Maksimum dan KDH
Minimum
Tidak diperkenankan adanya
kegiatan/ bangun-bangunan
yang mengganggu fungsi lindung
kawasan

Tidak

diperkenakan

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

adanya

8- 3

No

Kawasan
Budaya [LC]

1.5

Kawasan
Rawan
Bencana [LR]

1.6

Kawasan Lindung
Lainnya
(Perlindungan
Plasma Nutfah Eks
Situ) [LL]

Deskripsi
sebagaimanan dimaksud pasal
111 ayat (3) huruf c meliputi
lokasi bangunan hasil budaya
manusia yang bernilai tinggi.

Kawasan
rawan
bencana
adalah
kawasan
yang
diidentifikasi
sering
dan
berpotensi tinggi mengalami
bencana alam, Dalam konteks
Wilayah RTRW Kota Bandung
potensi bencana alam adalah
letusan gunung berapi, gempa
bumi dan tanah longsor.
Kawasan
yang
ditetapkan
dengan fungsi utama untuk
perlindungan plasma nutfah
dengan kriteria: a.memiliki jenis
plasma nutfah tertentu yang
memungkinkan kelangsungan
proses pertumbuhannya; dan
b.memiliki luas tertentu yang
memungkinkan kelangsungan
proses
pertumbuhan
jenis
plasma nutfah.

Materi yang diatur


Tujuan
Kualitas yang diharapkan
fungsi, intensitas, tata massa memberikan perlindungan yang
dan langgam kawasan dan efektif
terhadap
bangunan
yang
perlu keberlangsungan fungsi dan
dilestarikan
warisan budaya kota.

menghindari berbagai usaha


dan/atau kegiatan di kawasan
rawan bencana.

Kualitas ruang yang mendukung


kegiatan mitigasi bencana

Melindungi
kelangsungan
proses pertumbuhan plasma
nutfah

Kualitas ruang yang mampu


memberikan perlindungan yang
efektif
terhadap
keberlangsungan plasma nuftah

Ketentuan Umum
kegiatan/bangunan/bangunbangunan yang mengganggu
fungsi, struktur dan langgam
cagar budaya.
Diperkenakan
adanya
penyesuaian
penggunaan
bangunan
(re-adaptive
use)
dengan
syarat
tetap
menjaga/mempertahankan
struktur dan langgam bangunan.
Ketentuan KDB, KLB dan KDH
merujuk pada Tabel VIII.13
Rencana Pengaturan KDB, KLB
Maksimum dan KDH Minimum
Tidak diperkenankan adanya
kegiatan budidaya.

Dilarang adanya kegiatan


budidaya.
pemanfaatan untuk wisata alam
tanpa mengubah bentang alam;
pelestarian flora, fauna, dan
ekosistemunik kawasan; dan
pembatasan
pemanfaatan
sumber daya alam.
Ketentuan KDB, KLB dan KDH
merujuk pada Tabel VIII.13
Rencana Pengaturan KDB, KLB
Maksimum dan KDH Minimum

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8- 4

8.1.2 Ketentuan Umum Kawasan Perumahan


Tabel VIII.2
Ketentuan Umum Kawasan Perumahan
Kawasan

Perumahan [R]

Materi yang diatur


Deskripsi

Perumahan [R] merupakan


kawasan untuk tempat tinggal
atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan yang
mendukung bagi perikehidupan
dan penghidupan.

Tujuan

Kualitas yg Diharapkan

menyediakan lahan untuk


pengembangan hunian
dengan kepadatan dan tipe
yang bervariasi

Lingkungan hunian yang sehat,


nyaman, selamat, aman dan asri
sesuai dengan ragam kepadatan
dan tipe hunian yang dikembangkan

Ketentuan Umum
Klasifikasi:
Tipologi lebih detail didasarkan pada
klasifikasi
kepadatan
seperti
perumahan kepadatan rendah, sedang
dan tinggi berdasarkan batasan
ketentuan yang berlaku maupun
berdasarkan
pertimbangan
perlindungan
kawasan
(Kawasan
Bandung Utara)
Dapat menampung kegiatan yang
terkait langsung dengan kegiatan
hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana pendukungnya
Ketentuan zonasi untuk perumahan di
Kawasan Bandung Utara mengacu
pada peraturan perundangan yang
berlaku
Ketentuan zonasi untuk perumahan
Kawasan
Perumahan
Kepadatan
Sedang di Kelurahan Wates, Mengger,
Kujang Sari, Cijaura, Mekar Jaya dan
Derwati akan diberlakukan perlakuan
khusus dalam rangka penanganan
banjir.
Intensitas:
Ketentuan KDB, KLB dan KDH merujuk
pada Tabel VIII.13 mengenai Rencana
Pengaturan KDB, KLB Maksimum dan
KDH Minimum;
KDB untuk kapling kurang dari 60 m2
diatur secara khusus.

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8- 5

Kawasan

Materi yang diatur


Deskripsi

Tujuan

Kualitas yg Diharapkan

Ketentuan Umum
Ketentuan intensitas bangunan pada
Kawasan Bandung Utara merujuk
pada Tabel VIII.13
Tata Bangunan:
Ketentuan tata bangunan merujuk
pada Tabel VIII.13

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8- 6

8.1.3 Ketentuan Umum Kawasan Perdagangan dan Jasa


Tabel VIII.3
Ketentuan Umum Kawasan Perdagangan dan Jasa
Kawasan

Perdagangan dan
Jasa [K]

Materi yang diatur


Deskripsi
Kawasan
yang
diperuntukkan
untuk kegiatan komersil, termasuk
perdagangan, jasa, hiburan, dan
perhotelan
yang
diharapkan
mampu mendatangkan keuntungan
bagi pemiliknya dan memberikan
nilai tambah pada suatu kawasan
perkotaan.
Kawasan Perdagangan dan Jasa
meliputi Kawasan Perdagangan
dan Kawasan Jasa.
Perdagangan mencakup
perdagangan grosir, eceran
aglomerasi (pusat belanja/mall,
tunggal/toko maupun berupa linier
serta perdagangan pada setiap
skala pelayanan wilayah dan kota,
subwilayah kota, kecamatan
maupun lingkungan.

Tujuan

Menyediakan lahan untuk


menampung kegiatan
perdagangan dan jasa

Kualitas yg Diharapkan

Kawasan perdagangan dan jasa


yang nyaman, aman dan
produktif untuk berbagai macam
pola pengembangan komersial..

Ketentuan Umum
Klasifikasi yang lebih detail terdiri atas
perdagangan dan jasa skala wilayah dan
kota [K1}, skala SWK [K2], skala kecamatan
[K3] dan skala lingkungan [K4]
Klasifikasi:
Subzona perdagangan dan jasa l didasarkan
pada skala pelayanannya (Regional, Kota
dengan Pusat Pelayanan Kota (PPK);
subwilayah Kota dengan Supusat Pelayanan
Kota (SPK), kecamatan dan lingkungan
dengan Pusat Lingkungan (PL) maupun
luasannya.
Pemanfaatan Ruang:
Menyediakan prasarana minimum (parkir,
bongkar muat, penyimpanan/gudang
yang memadai (sesuai standar minimal);
Tidak menimbulkan gangguan terhadap
kepentingan umum
Intensitas:
Intensitas Pemanfaatan Ruang pada
dasarnya ditetapkan dengan
mempertimbangkan tipe/karakteristik
kegiatan komersial daya dukung baik
lahan dan kapasitas jalan (ANDALALIN)
Ketentuan KDB, KLB dan KDH merujuk
pada Tabel VIII.13 Rencana Pengaturan
KDB, KLB Maksimum dan KDH
Minimum;

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8- 7

Kawasan

Materi yang diatur


Deskripsi

Tujuan

Kualitas yg Diharapkan

Ketentuan Umum
Tata Bangunan:
Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Berdasarkan pusat layanan dan bentuk
komerial merujuk pada Tabel VIII.13
Koefisien Tapak Basement (KTB)
- Maksimum sama dengan KDB dan tidak
dibawah RTH/KDH.
- Tapak basementtidak berada di bawah
ruang hijau (KDH)
Koefisien Dasar Hijau (KDH)
- Minimum 10% kecuali untuk bentuk
komersial shopping street minimum 0%
Ketentuan lainnya:
- Transfer of evelopment Right (TDR)
diatur didalam perda peraturan zonasi
- Design Review wajib dilakukan untuk
bangunan yang memiliki KLB > 2
dan/atau luas lantai > 2000 m2.
- Parkir harus dalam bentuk grassblock.
- Jalan dalam persil menggunakan paving
blok tanpa beton dibawahnya untuk
resapan air. Aspal hanya digunakan
untuk jalan umum.

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8- 8

8.1.4 Ketentuan Umum Kawasan Perkantoran


Tabel VIII.4
Ketentuan Umum Kawasan Perkantoran
Materi yang diatur

Kawasan

Perkantoran [P]

Deskripsi

Tujuan

Kualitas yg Diharapkan

Kawasan Perkantoran [P]


mencakup kawasan untuk tempat
kegiatan pemerintahan, baik
nasional, provinsi, maupun kota.

Menyediakan lahan untuk


pengembangan kegiatan
pemerintahan dengan tipe
dan karakteristik yang
bervariasi di seluruh wilayah
kota

Lingkungan pemerintahan yang


sehat, nyaman, selamat, aman dan
asri sesuai dengan ragam
karakteristik dan tipe pemerintahan
yang dikembangkan

Ketentuan Umum
Klasifikasi:
Klasifikasi guna lahan dapat dibedakan
berdasarkan jenis instansi (pusat,
nasional,
kota/kabupaten)
atau
berdasarkan
skala
pelayanan
(Regional, kota, sub pusat kota, atau
lingkungan)
Pemanfaatan Ruang:
Kegiatan penunjang terkait dengan
pemerintahan
diperkenankan
sepanjang tidak mengganggu kegiatan
pemerintahan [tempat ibadah, kantin]
Intensitas:
Ketentuan KDB, KLB dan KDH
merujuk pada Tabel VIII.13
mengenai Rencana Pengaturan
KDB, KLB Maksimum dan KDH
Minimum;
Tata Bangunan:
Ketentuan tata bangunan merujuk
pada Tabel VIII.13

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8- 9

8.1.5 Ketentuan Umum Kawasan Industri dan Pergudangan


Tabel VIII.5
Ketentuan Umum Kawasan Industri dan Pergudangan
Materi yang diatur

Kawasan

Industri dan
Pergudangan [I]

Deskripsi

Kawasan Industri [I]


mencakup kawasan yang
diperuntukkan bagi kegiatan
industri non polutif dan
industri kreatif.

Tujuan

Menyediakan ruang bagi


Kegiatan industri non polutif
serta industri kreatif dalam
upaya meningkatkan
keseimbangan antara
penggunaan lahan secara
ekonomis dan mendorong
pertumbuhan lapangan kerja

Kualitas yg Diharapkan

Ketentuan Umum
Klasifikasi:
Klasifikasi Kawasan Industri [I] secara detail
dikelompokkan pada industri besar, sedang
kecil dan rumah tangga dengan batasan
sesuai ketentuan yang berlaku.

Zona industri yang berkualitas


tinggi dan ramah lingkungan, dan
terlindunginya masyarakat dan
kepentingan umum dari kegiatan
industri.

Pemanfaatan Ruang:
Membatasi penggunaan non industri;
Menyediakan prasarana (IPAL, parkir,
bongkar-muat, gudang) minimum yang
memadai
Intensitas:
Ketentuan KDB, KLB dan KDH merujuk
pada Tabel VIII.13 Tabel Rencana
Pengaturan KDB, KLB Maksimum dan
KDH Minimum;
Tata Bangunan:
Ketentuan tata bangunan merujuk pada
Tabel VIII.13.Tabel Rencana
Pengaturan KDB, KLB Maksimum dan
KDH Minimum.

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8- 10

8.1.6 Ketentuan Umum Kawasan Wisata Buatan


Tabel VIII.6
Ketentuan Umum Kawasan Wisata Buatan
Materi yang diatur

Kawasan

Wisata Buatan [W]

Deskripsi

Kawasan Wisata Buatan [W]


merupakan kawasan untuk
kegiatan pariwisata dan rekreasi.

Tujuan

Menyediakan lahan untuk


pengembangan fasilitas
pariwisata dan rekreasi.

Kualitas yg Diharapkan

Kawasan wisata buatan yang dapat


mempertahankan obyek wisata
yang telah ada dan pengembangan
obyek baru yang tidak menganggu
lingkungan sekitarnya .

Ketentuan Umum
Pemanfaatan Ruang:
Kegiatan penunjang terkait dengan
pariwisata dan rekreasi
diperkenankan sepanjang tidak
mengganggu kegiatan sekitarnya;
Intensitas:
Ketentuan KDB, KLB dan KDH
merujuk pada Tabel VIII.13 Rencana
Pengaturan KDB, KLB Maksimum
dan KDM Minimum;
GSB mempertimbangkan aspek
sempadan

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8- 11

8.1.7 Ketentuan Umum Kawasan Ruang Terbuka Non Hijau


Tabel VIII.7
Ketentuan Umum Ruang Terbuka Non Hijau
Materi yang diatur

Kawasan

Ruang Terbuka Non Hijau


[NH]

Deskripsi

Ruang Terbuka Non Hijau [NH]


merupakan kawasan publik dan
private.

Tujuan

Kualitas yg Diharapkan

Menyediakan lahan untuk


pengembangan fasilitas publik
dan private.

Kawasan yang terdiri dari lapangan


terbuka non hijau yang dapat diakses
oleh masyarakat secara bebas dan
atau dapat diakses oleh masyarakat
sesuai ketentuan yang ditetapkan

Ketentuan Umum
Pemanfaatan Ruang:
Kegiatan penunjang terkait dengan
ruang terbuka non hijau diperkenankan
sepanjang dapat diakses oleh
masyarakat secara bebas dan atau
dapat diakses oleh masyarakat sesuai
ketentuan yang ditetapkan
Intensitas:
Ketentuan KDB, KLB dan KDH merujuk
pada Tabel VIII.13 Rencana
Pengaturan KDB, KLB Maksimum dan
KDM Minimum;

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8- 12

8.1.8 Ketentuan Umum Kawasan Pelayanan Umum


Tabel VIII.8
Ketentuan Umum Kawasan Pelayanan Umum
Kawasan

Pelayanan Umum [F]

Materi yang diatur


Deskripsi

Pelayanan
Umum
(F)
merupakan
sarana
untuk
melancarkan
dan
memberi
kemudahan pelaksanaan fungsi
tertentu

Tujuan

Kualitas yg Diharapkan

Menyediakan lahan fasilitas


penunjang kehidupan untuk
melancarkan dan memberi
kemudahan bagi masyarakat
(permukiman)

Tersedianya Fasilitas Sosial dan


Fasilitas Umum) sesuai standar
yang sehat, nyaman, selamat, aman
dan asri sesuai dengan ragam
kepadatan dan tipe hunian yang
dikembangkan

Ketentuan Umum
Klasifikasi:
Klasifikasi pelayanan umum didasarkan
pada skala pelayanan
(Nasional,
Regional, Kota, Kecamatan, kelurahan
dll)
Pemanfaatan Ruang:
Pemanfaatan ruang pada zona
pelayanan umum tidak
diperkenankan yang mengganggu
berlangsungnya kegiatan pelayanan
umum.
Intensitas:
Ketentuan KDB, KLB dan KDH
merujuk pada Tabel VIII.13
mengenai Rencana Pengaturan
KDB, KLB Maksimum dan KDH
Minimum;
Tata Bangunan:
Ketentuan untuk perguruan tinggi
diatur khusus.
Ketentuan tata bangunan lainnya
merujuk pada Tabel VIII.13.

Sumber: Hasil Analisis, 2009


Keterangan: KDH = Koefisien Dasar Hijau

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8- 13

8.1.9 Ketentuan Umum Kawasan Pertahanan dan Keamanan


Tabel VIII.9
Ketentuan Umum Kawasan Pertahanan dan Keamanan
Kawasan

Materi yang diatur


Deskripsi
Kawasan
Hankam
[HK]
merupakan
kawasan
untuk
kegiatan
pertahanan
dan
keamanan, faslitas dan instalasi
militer
serta
perumahan
militer/hankam
penunjang
hankam.

Kawasan Pertahanan
Keamanan [HK]

Tujuan
Menyediakan lahan untuk
pengembangan
fasilitas
pertahanan dan keamanan.

Kualitas yg Diharapkan
Lingkungan fasilitas, instalasi dan
kegiatan
pertahanan
dan
keamanan,
perumahan
militer/hankam
yang
terjamin
keselamatan dan keamanannya
serta tidak mengganggu lingkungan
sekitarnya.

Ketentuan Umum
Pemanfaatan Ruang:
Jenis guna lahan yang lebih detail dapat
didasarkan pada klasifikasi fungsi seperti
kantor hankam, gudang untuk
pertahanan dan keamanan, tempat
latihan; berdasarkan jenis instansi
(kepolisian maupun militer), perumahan
militer/hankam, maupun berdasarkan
klasifikasi tingkat kerahasiaan,
berbahaya seperti instalasi
militer/kepolisian, gudang peluru dll.
Dapat menampung hunian
(asrama/barak/perumahan militer)
berkepadatan rendah sampai tinggi
dengan ketentuan yang sama dengan
jenis kawasan perumahan yang setara;
Intensitas:
Ketentuan KDB, KLB dan KDH merujuk
pada Tabel VIII.13 Rencana Pengaturan
KDB, KLB Maksimum dan KDH
Minimum;
Tata Bangunan:
Ketentuan tata bangunan merujuk pada
Tabel VIII.13

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8- 14

8.1.10 Ketentuan Umum Kawasan Pertanian


Tabel VIII.10
Ketentuan Umum Kawasan Pertanian
Materi yang diatur

Kawasan

Pertanian [PT]

Deskripsi

Kawasan Pertanian [PT]


merupakan kawasan untuk
kegiatan pertanian pangan.

Tujuan

Menyediakan lahan untuk


pengembangan kegiatan
pertanian pangan.

Kualitas yg Diharapkan

Ketentuan Umum

Kawasan pertanian yang tidak


mengganggu lingkungan sekitarnya.

Pemanfaatan Ruang:
mempertahankan kawasan pertanian
pangan berkelanjutan melalui
intensifikasi lahan pertanian pangan.

Sumber: Hasil Analisis, 2009

8.1.11 Ketentuan Umum Kawasan Sektor Informal


Tabel VIII.11
Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8- 15

Ketentuan Umum Kawasan Ruang Sektor Informal


Materi yang diatur

Kawasan
Deskripsi

Sektor Informal [IF]

Kawasan Sektor Informal [IF]


merupakan kawasan untuk
kegiatan perdagangan sektor
informal.

Tujuan

Menyediakan lahan untuk


pengembangan fasilitas
sektor informal.

Kualitas yg Diharapkan

Kawasan yang tidak mengganggu


lingkungan sekitarnya.

Ketentuan Umum
Pemanfaatan Ruang:
pengelolaan ruang publik yang
diperuntukan bagi kegiatan sektor
informal yang menyangkut luas,
lokasi dan waktu;
lokasi untuk kegiatan perdagangan
informal pada lokasi-lokasi yang
tidak menggangu kepentingan umum
sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku;
pembatasan ruang publik yang
diperbolehkan dan tidak
diperbolehkan untuk kegiatan sektor
informal
Intensitas:
Ketentuan KDB, KLB dan KDH
merujuk pada Tabel VIII.13 Rencana
Pengaturan KDB, KLB Maksimum
dan KDM Minimum;

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8- 16

8.1.12 Ketentuan Umum Kawasan Ruang Evakuasi Bencana


Tabel VIII.12
Ketentuan Umum Kawasan Ruang Evakuasi Bencana
Materi yang diatur

Kawasan

Evakuasi Bencana [B]

Deskripsi

Kawasan Ruang Evakuasi


Bencana [B] merupakan
kawasan untuk ruang evakuasi
bencana.

Tujuan

Menyediakan lahan untuk


ruang evakuasi bencana.

Kualitas yg Diharapkan

Kawasan yang aman untuk


evakuasi bencana.

Ketentuan Umum
Pemanfaatan Ruang:
pengembangan taman-taman
lingkungan (taman RT atau taman
RW), lapangan olahraga, atau ruang
terbuka publik lainnya menjadi titik
atau pos evakuasi skala lingkungan
di kawasan perumahan;
pengembangan jalur evakuasi
dengan pelebaran jalan yang sudah
ada pada interval tertentu yang
dapat dilalui oleh orang dalam
jumlah banyak dan kendaraan
operasional evakuasi, seperti
ambulance, dan mobil pemadam
kebakaran, untuk kawasan
perumahan kepadatan tinggi;
pemanfaatan ruang terbuka publik
yang cukup besar seperti di alunalun kota, di lapangan-lapangan
olahraga, halaman/gedung sekolah,
dan lain-lain sebagai ruang evakuasi
skala kota
Intensitas:
Ketentuan KDB, KLB dan KDH
merujuk pada Tabel VIII.13 Rencana
Pengaturan KDB, KLB Maksimum
dan KDM Minimum;

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8- 17

Tabel VIII.13 Rencana Pengaturan KDB, KLB Maksimum dan KDH Maksimum
KDB Maksimum
Kawasan

Kawasan Lindung
a. Perlindungan Kawasan
Bawahannya [LB]

Fungsi Jalan
Lokal,
Arteri Kolektor
Lingk

KLB Maksimum
KDH
Fungsi Jalan
Lokal, Minimum
Arteri Kolektor
Lingk

Tata Bangunan

2%

2%

2%

0,02

0,02

0,02

98%

b. Perlindungan Setempat [LS]

2%

2%

2%

0,02

0,02

0,02

98%

c. RTH

2%

2%

2%

0,02

0,02

0,02

98%

d. Kawasan Pelestarian Alam dan


Cagar Budaya [LC]

e. Rawan Bencana [LR]

2%

2%

2%

0,02

0,02

0,02

98%

f. Kawasan Lindung Lainnya


(Perlindungan Plasma Nutfah
Eks Situ) [LL]

Keterangan

Hanya untuk prasarana dan sarana


vital
Hanya untuk prasarana dan sarana
vital
Hanya untuk prasarana dan sarana
vital
Pada kawasan pelestarian alam,
hanya diperkenankan
pembangunan untuk prasarana dan
sarana vital
Melestarikan bangunan yang ada
Perubahan fungsi (readaptive use)
diperkenankan dengan tetap
mempertahankan intensitas dan
tata massa bangunan yang ada,
dilengkapi prasarana yag memadai,
melalui pengkajian rancangan
(design review), dan dikenai insentif
atau disinsentif yang
mempertimbangkan kepentingan
umum.
Pemanfaatan untuk fungsi lindung.
Pengaturan yang dimaksud adalah
untuk kawasan rawan bencana
alam.
Hanya untuk prasarana dan sarana
vital

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8- 18

Kawasan Budidaya
Perumahan [R] Bangunan Tinggi

40%

40%

25%

4,0

3,6

2,5

50%

Bangunan Sedang 40%

40%

40%

3,2

2,4

1,6

50%

60%

70%

80%

1,2

1,4

1,6

10%

50%

60%

60%

1,2

1,2

1,2

10%

40%

50%

60%

1,2

1,2

1,2

20%

40%

50%

50%

1,6

1,5

1,0

25%

Luas lantai <5000


50%
2
m

60%

60%

2,0

1,8

1,2

25%

Bangunan
Rendah:
Kepadatan
Bangunan
Tinggi
Kepadatan
Bangunan
Sedang
Kepadatan
Bangunan
Rendah
Perkantoran [P]

Luas lantai
2
5000 m

Bangunan tinggi adalah bangunan


dengan tinggi lebih dari 8 lantai
(misalnya untuk apartemen).
Bangunan sedang adalah bangunan
dengan tinggi antara 4-8 lantai
(misalnya rumah susun/flat).
Bangunan sedang dan tinggi harus
dilengkapi dengan prasarana dan
sarana lingkungan dan parkir sesuai
standar minimum
Permohonan pembangunan harus
melalui pengkajian rancangan
(design review) yang menilai
dampak pembangunan tersebut
terhadap berbagai aspek yang
berkaitan
KDB untuk kapling kurang dari 60
m2 diatur secara khusus
Bangunan dengan tinggi maksimum
3 lantai.
Kepadatan bangunan rata-rata lebih
dari 40 bangunan/Ha, kepadatan
penduduk rata-rata di atas 200
jiwa/Ha
Kepadatan bangunan rata-rata 1540 bg/Ha, kepadatan penduduk
rata-rata maksimum 200 jiwa/Ha
Kepadatan
bangunan
rata-rata
kurang dari 15 bg/Ha, kepadatan
penduduk rata-rata 75 jiwa/Ha
GSB mempertimbangkan aspek Prasarana harus disediakan sesuai
standar teknis, terutama kebutuhan
keselamatan dan kebisingan;
atau GSB minimum = x lebar parkir
rumija
Prasarana harus disediakan sesuai
Dilengkapi prasarana minimum
standar teknis, terutama kebutuhan
sesuai standar (parkir misalnya) parkir

GSB mempertimbangkan aspek


keselamatan dan kebisingan
suara,
GSB minimum = x lebar rumija
Untuk kapling kurang dari 60 m2,
GSB sekurang-kurangnya 2 m.
Tinggi bangunan maksimum
mempertimbangkan daya dukung
lahan, kawasan keselamatan
operasi penerbangan serta
mempertimbangkan aspek
keselamatan penghuni.

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8- 19

Tinggi bangunan maksimum


mempertimbangkan daya dukung
lahan dan prasarana lingkungan,
kawasan keselamatan operasi
penerbangan serta
mempertimbangkan aspek
keselamatan penghuni.
Perdagangan dan Jasa[K]
a.
Perdaga
ngan dan
Jasa Skala
- Pusat
Wilayah dan
Pelayanan
Kota [K1]
Kota
- Grosir , eceran
aglomerasi
(pusat
belanja/mall),
luas lantai
maksimm
80.000 m2
- Eceran
tunggal/toko,
luas lantai
maksimum
10.000 m2

- Subpusat
Pelayanan
b.
Perdaga
Kota,
ngan dan
- eceran
Jasa Skala
aglomerasi
Subwilayah
(pusat
Kota [K2]
belanja/mall),
luas lantai
maksimm

70%

70%

70%

70%

70%

5,6
3,5
(Luas (Luas
lantai
lantai
maks
maks
100.00 40.000
0 m2)
m2)

2,8

20%

70%

2,8
2,1
(Luas (Luas
lantai
lantai
maks
maks
40.000 10.000
m2)
m2)

1,4
(Luas
lantai
maks
2.500
m2)

20%

(a).Pusat Belanja, grosir, hotel dan


perkantoran:GSB minimum =
x lebar rumija:
- Jalan Arteri: minimum 15
meter, yang dipergunakan
sebagai RTNH (plaza)
- Jalan Kolektor: minimum 10
meter, yang dipergunakan
sebagai RTNH (plaza) atau
parkir
(b).Shopping street yang
menyediakan parkir basemen
atau bangunan parkir: GSB
minimum 0 meter
(c). GSB samping dan belakang
diatur berdasarkan pertimbangan
keselamatan, estetika atau
karakter kawasan yang ingin
dibentuk, mnimum 4 meter
(d).KTB Maks = 100%-KDH dan
tidak Boleh dibawah RTH
(a).Pusat Belanja, hotel dan
perkantoran:GSB minimum =
x lebar rumija:
- Jalan Arteri:minimum 15
meteryang dipergunakan
sebagai RTNH (plaza)
- Jalan Kolektor: minimum 10
meteryang dipergunakan
sebagai RTNH (plaza) atau

Permohonan pembangunan harus


melalui pengkajian rancangan
(design review) yang menilai
dampak pembangunan tersebut
terhadap berbagai aspek yang
berkaitan
Prasarana harus disediakan sesuai
standar teknis, terutama kebutuhan
parkir
Perdagangan berdampak besar
dilengkapi dengan AMDAL dan
Andal-lalin
Perdagangan berdampak kecil
dilengkapi dengan RKL dan RPL

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8- 20

40.000 m2
- Eceran
tunggal/toko,
luas lantai
maksimum
2500 m2

c.Perdagangan
dan Jasa
Skala
Kecamatan
[K3]

d.
Perdaga
ngan dan
Jasa Skala
Lingkungan
[K4]
Industri
dan
Pergudangan [I]

- Pusat
kecamatan,
- eceran
aglomerasi
(pusat
belanja/mall),
luas lantai
70%
maksimm
10.000 m2
- eceran
tunggal/toko
maksimum
1.250 m2
Pusat Kelurahan
dan lingkungan,
eceran
aglomerasi (pusat 70%
belanja/mall), luas
lantai maksimum
2500 m2
Besar, luas lahan
40%
2
> 10.000 m
Sedang,

luas 40%

70%

2,1
(Luas
lantai
maks
10.000
m2)

1,4
(Luas
lantai
maks
2.500
m2)

1,4
(Luas
lantai
maks
1.250
m2)

20%

70%

70%

2,1
(Luas
lantai
maks
2.500
m2)

1,4
(Luas
lantai
maks
1.250
m2)

1,4
(Luas
lantai
maks
400
m2)

20%

1,2

30%

40%

1,2

0,8

20%

70%

parkir
- Jalan Lokal/Lingkungan:
GSB minimum 7,5 meteryang
dapat digunakan untuk parkir
(b).
Shoppingstreet yang
menyediakan parkir basemen
atau bangunan parkir: GSB
minimum 0 meter
(c). GSB samping dan belakang
diatur berdasarkan pertimbangan
keselamatan, estetika atau
karakter kawasan yang ingin
dibentuk, minimum 2 meter
(d).KTB Maks = 100%-KDH dan
tidak Boleh dibawah RTH
(a). Pusat Belanja, hotel dan
perkantoran: GSB minimum =
x lebar rumija:
- Jalan Arteri: minimum 15
meteryang dapat digunakan
untuk RTNH (plaza) atau parkir
- Jalan Kolektor: minimum 10
meteryang dapat digunakan
untuk RTNH (palza) atau parkir
- Jalan Lokal/Lingkungan:
GSB minimum 5 meteryang
dapat digunakan untuk parkir
(b).Shopping street yang
menyediakan parkir basemen
atau bangunan parkir: GSB
minimum 0 meter
(c). KTB Maks = 100%-KDH dan
tidak Boleh dibawah RTH

GSB mempertimbangkan aspek


keselamatan dan kenyamanan;
atau GSB minimum = x lebar

Permohonan pembangunan harus


melalui pengkajian rancangan
(design review) yang menilai

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8- 21

lahan
5.000
2
10.000 m
Kecil, Luas lahan
2
200 1.000 m
Rumah tangga

60%

60%

1,2

1,2

10%

60%

60%

1,2

1,2

10%

50%

60%

60%

1,5

1,2

1,2

25%

Wisata Buatan [W]

Ruang Terbuka Non Hijau [NH]

50%

60%

60%

1,5

1,2

1,2

25%

Pertahanan dan Keamanan [H]

50%

60%

60%

2,0

1.8

1.8

25%

rumija
dampak pembangunan tersebut
terhadap berbagai aspek yang
Tinggi bangunan maksimum
berkaitan
mempertimbangkan daya dukung
Industri berdampak besar
lahan, kawasan keselamatan
dilengkapi dengan AMDAL dan
operasi penerbangan serta
Andalalin
mempertimbangkan aspek
Industri berdampak kecil dilengkapi
keselamatan penghuni.
dengan RKL dan RPL
Permohonan pembangunan harus
GSB minimum
melalui
pengkajian
rancangan
mempertimbangkan aspek
(design review) yang menilai
keselamatan dan perlindungan
dampak pembangunan tersebut
atas kebisingan; atau GSB
terhadap berbagai aspek yang
minimum = x lebar rumija
berkaitan
Tinggi bangunan maksimum
mempertimbangkan daya dukung Prasarana harus disediakan sesuai
standar teknis, terutama kebutuhan
lahan, kawasan keselamatan
parkir
operasi penerbangan serta
mempertimbangkan aspek
keselamatan penghuni.
GSB minimum
mempertimbangkan aspek
Permohonan pembangunan harus
keselamatan dan perlindungan
melalui
pengkajian
rancangan
(design review) yang menilai
atas kebisingan; atau GSB
minimum = x lebar rumija
dampak pembangunan tersebut
terhadap berbagai aspek yang
Tinggi bangunan maksimum
berkaitan
mempertimbangkan daya dukung
Prasarana harus disediakan sesuai
lahan, kawasan keselamatan
standar teknis, terutama kebutuhan
operasi penerbangan serta
parkir
mempertimbangkan aspek
keselamatan penghuni.
Berlaku untuk semua jenis
GSB mempertimbangkan aspek
bangunan perkantoran dan instalasi
keselamatan dan kebisingan
militer dan polisi.
suara dan minimum = x lebar
Untuk perumahan dinas mengikuti
rumija;
aturan perumahan
Pergudangan senjata/peluru
maupun kegiatan tembak
menembak dan sejenisnya harus

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8- 22

dilengkapi pengaman.
Tinggi bangunan maksimum
mempertimbangkan daya dukung
lahan, kawasan keselamatan
operasi penerbangan serta
mempertimbangkan aspek
keselamatan.
Pertanian [PT]

2%

2%

2%

0,02

0,02

0,02

98%

Kawasan Bandung Utara

Bangunan Tinggi

40%

40%

20%

3,2

3,2

1,6

Bangunan Sedang

40%

40%

40%

1,6

1,6

1,6

Bangunan Rendah

40%

40%

40%

0,6

0,6

0,6

52%

52%

52%

Hanya untuk prasarana dan


sarana vital
Ketentuan bangunan di Kawasan
Bandung Utara berlaku untuk
semua kawasan budidaya yang
terdapat di KBU.
Bangunan sedang dan tinggi harus
dilengkapi dengan prasarana dan
sarana lingkungan dan parkir sesuai
standar minimum
Permohonan pembangunan harus
melalui
pengkajian
rancangan
(design review) yang menilai
dampak pembangunan tersebut
terhadap berbagai aspek yang
berkaitan
Ketinggian bangunan lebih dari 8
lantai
Kepadatan penduduk rata-rata
kurang dari 480 jiwa/Ha
Ketinggian bangunan lebih dari 4-8
lantai
Kepadatan penduduk rata-rata
kurang dari 320 jiwa/Ha
Kepadatan bangunan rata-rata
kurang dari 1 bg/Ha, kepadatan
penduduk rata-rata 50 jiwa/Ha

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

8- 23

8.2 Ketentuan Umum Perizinan


Perijinan merupakan upaya mengatur kegiatan-kegiatan yang memiliki peluang melanggar
ketentuan perencanaan dan pembangunan, serta menimbulkan gangguan bagi
kepentingan umum. Menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, mekanisme perijinan merupakan mekanisme terdepan dalam pengendalian
pemanfaatan ruang. Selain itu, kinerja perijinan pada suatu daerah mempunyai peran yang
penting dalam menarik atau menghambat investasi. Penyelenggaraan mekanisme perijinan
yang efektif akan mempermudah pengendalian pembangunan dan penertiban pelanggaran
rencana tata ruang. Bila mekanisme perijinan tidak diselenggarakan dengan baik, maka
akan menimbulkan penyimpangan pemanfaatan ruang secara legal. Penyimpangan
semacam ini akan sulit dikendalikan dan ditertibkan. Mekanisme perijinan juga dapat
dimanfaatkan sebagai perangkat insentif untuk mendorong pembangunan yang sesuai
dengan rencana tata ruang, atau perangkat disinsentif untuk menghambat pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Ijin pemanfaatan ruang adalah ijin yang berkaitan dengan lokasi, kualitas ruang, dan tata
bangunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, hukum adat, dan
kebiasaan yang berlaku. Prinsip dasar penerapan mekanisme perijinan dalam
pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut:
1. Setiap kegiatan dan pembangunan yang berpeluang menimbulkan gangguan bagi
kepentingan umum, pada dasarnya dilarang kecuali dengan ijin dari Pemerintah Kota
2. Setiap kegiatan dan pembangunan harus memohon ijin dari pemerintah setempat yang
akan memeriksa kesesuaiannya dengan rencana, serta standar administrasi legal.
3. Setiap permohonan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus
melalui pengkajian mendalam untuk menjamin bahwa manfaatnya jauh lebih besar dari
kerugiannya bagi semua pihak terkait sebelum dapat diberikan ijin.
Terait perizinan pemanfaatan ruang di Kota Bandung, prinsip prinsip perizinan adalah
sebagai berikut:
1. Arahan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin
pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang ditetapkan
dalam Peraturan Daerah ini.
2. Setiap kegiatan dan pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang harus
memiliki izin yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.
3. Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat Pemerintah Daerah yang berwenang.
4. Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Arahan perizinan sebagai alat pengendali pemanfaatan ruang meliputi :
a. Izin yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah berdasarkan peraturan
perundang-undangan; dan
b. Rekomendasi dari Pemerintah Provinsi terhadap pemanfaatan ruang yang berada
dalam Kawasan Strategis Provinsi.
6. Penerbitan dan penolakan perizinan yang berdampak ruang mengacu pada RDTRK,
Peraturan Kawasan, dan/atau pedoman pembangunan sektoral lainnya yang terkait.
7. Dalam hal acuan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum tersedia, maka
penerbitan perizinan mengacu kepada ketentuan dalam RTRW sebagaimana diatur
dalam Peraturan Daerah ini.
8. Jenis perizinan yang harus dimiliki bagi suatu kegiatan dan pembangunan ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
Ketentuan Pengendalian Ruang

8-24

9. Pemerintah Daerah dapat mengenakan persyaratan tambahan untuk kepentingan


umum kepada pemohon izin.
10. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara penggantian
yang layak ditetapkan dengan Peraturan Walikota sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pelaksanaan perijinan tersebut di atas didasarkan atas pertimbangan dan tujuan sebagai
berikut:
1. Melindungi kepentingan umum (public interest).
2. Menghindari eksternalitas negatif, dan;
3. Menjamin pembangunan sesuai dengan rencana, serta standar dan kualitas minimum
yang ditetapkan Pemerintah Kota.
Perijinan yang dikenakan pada kegiatan dan pembangunan di Kota Bandung terdiri dari 5
jenis, yaitu:
1. Perijinan kegiatan/lisensi (SIUP, TDP, dll).
2. Perijinan pemanfaatan ruang dan bangunan (Ijin Lokasi, Ijin Peruntukan Penggunaan
Tanah/IPPT, Ijin Penggunaan Bangunan/IPB).
3. Perijinan konstruksi (Ijin Mendirikan Bangunan/IMB).
4. Perijinan lingkungan (Amdal, yang terdiri dari Analisis Dampak Lingkungan, Rencana
Pemantauan Lingkungan dan Rencana Pengelolaan Lingkungan; Ijin Gangguan/ HO).
5. Perijinan khusus (pengambilan air tanah, dll).
Setiap pemanfaatan ruang harus mendapat ijin sesuai dengan rencana tata ruang dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perubahan pemanfaatan lahan harus
melalui prosedur khusus yang berbeda dari prosedur reguler/normal. Dalam masa transisi
tahapan rencana, ijin khusus dapat diberikan apabila dampak kegiatan yang dimohon
negatif dan atau kecil. Permohonan perubahan pemanfaatan ruang yang disetujui harus
dikenakan disinsentif berupa:
1. Denda (development charge) sesuai jenis pelanggaran rencana tata ruang.
2. Pengenaan biaya dampak pembangunan (development impact fee) sesuai dengan
eksternalitas yang harus diatasi dan upaya mengembalikannya ke kualitas sebelum
proyek tersebut dibangun.
Jenis perijinan yang harus dimiliki ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Lembaga/dinas
yang menerbitkan perijinan harus sesuai dengan pemerian kerja dan kompetensinya, dan
tidak boleh tumpang tindih. Ketentuan lembaga/dinas pemberi ijin adalah sebagai berikut:
1. Perijinan Kegiatan Menjadi Kewenangan Dinas Sektoral Yang Sesuai Dengan Kegiatan
Yang Dimohon.
2. Perijinan Pemanfaatan Ruang Dan Bangunan Menjadi Kewenangan Dinas Yang
Menangani Perencanaan, Perancangan, Penataan, Dan Lingkungan Kota.
3. Perijinan Konstruksi Menjadi Kewenangan Dinas Yang Menangani Bangunan.
4. Perijinan Lingkungan Menjadi Kewenangan Dinas/Badan Yang Menangani Lingkungan
Hidup.
5. Perijinan Kegiatan Khusus Menjadi Kewenangan Dinas Sektoral Yang Sesuai Dengan
Kegiatan Yang Dimohon.
6. Kegiatan Yang Memerlukan Kombinasi Dari Ijin Di Ats Dikoordinasikan Oleh Walikota
Melalui TKPRD.

Ketentuan Pengendalian Ruang

8-25

7. Untuk Efisiensi Perijinan, Pemerintah Kota Perlu Mengefektifkan pelayanan perijinan


terpadu satu atap.
Pedoman Penertiban
Penertiban pemanfaatan ruang adalah usaha untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan
ruang yang direncanakan dapat terwujud. Tindakan penertiban pemanfaatan ruang
dilakukan oleh Pemerintah Kota melalui pemeriksaan dan penyelidikan atas semua
pelanggaran/penyimpangan dalam pemanfaatan ruang yang dilakukan terhadap
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Bentuk penertiban terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagai Peraturan Daerah didasarkan pada
bentuk pelanggaran yang dilakukan. Tindakan penertiban perlu mempertimbangkan jenis
pelanggaran rencana tata ruang sebagai berikut:
1. Pemanfatan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang.
Dalam kaitan ini bentuk penertiban yang dapat diterapkan antara lain adalah
peringatan, penghentian kegiatan/ pembangunan dan pencabutan sementara ijin yang
telah diterbitkan, dan pencabutan tetap ijin yang diberikan.
2. Pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi ruang tetapi intensitas pemanfaatan ruang
menyimpang.
Penyimpangan intensitas pemanfaatan ruang dan pembangunan mencakup besar
luasan, Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), atau
Koefisien Dasar Hijau (KDH) yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang atau
ketentuan lainnya yang berlaku. Dalam kaitan ini bentuk penertiban yang dapat
diterapkan adalah penghentian kegiatan, atau pembatasan kegiatan pada luasan yang
sesuai dengan rencana yang ditetapkan
3. Pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi ruang, tetapi tidak sesuai dengan ketentuan
teknis.
Penyimpangan ketentuan teknis mencakup pelanggaran tinggi bangunan, besar Garis
Sempada Bangunan (GSB), ketentuan parkir, dan ketentuan teknis prasarana lainnya
yang ditetapkan dalam rencana tapak kawasan, atau Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL), atau standar kota yang ditetapkan. Dalam kaitan ini, bentuk
penertiban yang dapat diterapkan adalah penghentian kegiatan dan pemenuhan
persyaratan teknis.
4. Pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi ruang, tetapi bentuk pemanfaatan ruang
menyimpang.
Dalam kaitan ini penertiban yang dapat dilakukan adalah penghentian kegiatan dan
penyesuaian bentuk pemanfaatan ruang.
Secara umum bentuk penertiban yang dapat diterapkan di Kota Bandung dalam rangka
pengendalian pemanfaatan ruang antara lain:
1. Peringatan Tertulis dan/atau Teguran
Peringatan diberikan kepada kegiatan yang tidak mengurus ijin. Peringatan merupakan
teguran bagi kegiatan yang baru dilaksanakan tetapi melanggar/tidak sesuai dengan
rencana tata ruang.
2. Penghentian Sementara Kegiatan
Penghentian sementara diberikan kepada kegiatan yang melanggar/tidak sesuai
dengan rencana tata ruang dan tidak mengindahkan peringatan/teguran yang diberikan
oleh pemerintah kota.
3. Penghentian Sementara Pelayanan Umum;
4. Penutupan Lokasi;
5. Pencabutan Ijin;
Ketentuan Pengendalian Ruang

8-26

6.
7.

8.

9.

Mengacu pada Pasal 61, 62 dan 63 Undang-undang No. 26/2007 tentang Penataan
Ruang, setiap ijin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
yang telah ditetapkan, dapat dinyatakan batal atau dicabut oleh Kepala Daerah.
Apabila dapat dibuktikan bahwa ijin yang telah diperoleh sebelumnya itu didapatkan
dengan itikad baik, maka pembatalan ijin ini dapat dimintakan penggantian yang layak.
Ijin pemanfaatan ruang yang dibatalkan adalah ijin yang tidak sesuai, baik yang telah
ada sebelum maupun sesudah adanya Rencana Tata Ruang yang ditetapkan.
Pencabutan ijin dapat pula dilakukan bila pemegang ijin melanggar ketentuan dalam
ijin yang diberikan, atau lalai melaksanakan ketentuan-ketentuan yang tercantum
dalam ijin yang telah diberikan.
Pembatalan Ijin;
Pemulihan Fungsi Ruang;
Kegiatan yang menyebabkan peralihan fungsi dapat diminta untuk memulihkan atau
merehabilitasi fungsi ruang tersebut. Pemerintah Kota juga mempunyai kewajiban
memulihkan fungsi sesuai dengan alokasi dana sebagaimana tercantum dalam
program pembangunan.
Pembongkaran bangunan;
Pembongkaran dilakukan pada pemanfaatan ruang dan/atau bangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan, termasuk bangunan liar yang
tidak mungkin diberikan ijinnya. Pembongkaran dilakukan setelah peringatan dan
perintah pembongkaran yang diberikan tidak ditaati.
Pengenaan Denda Administrasi
Denda dikenakan pada proses perijinan yang tidak tepat waktu, yaitu bagi kegiatan
pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang tetapi belum memiliki ijin
yang diperlukan. Denda juga dikenakan pada kegiatan pembangunan yang
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya.

10. Pengenaan Sanksi


Selain sanksi-sanksi yang tercantum dalam Undang-undang No.26/2007, yaitu sanksi
administrasi, sanksi perdata dan sanksi pidana, Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah menetapkan beberapa bentuk sanksi terhadap
pelanggaran Peraturan Daerah yang dapat dicantumkan dalam Peraturan Daerah
masing-masing (Pasal 137).
Pedoman Pengendalian
Pedoman pengendalian di Kota Bandung adalah sebagai berikut:
1. Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang didasarkan pada arahan-arahan yang
tercantum dalam rencana struktur tata ruang dan pemanfaatan ruang Kota Bandung.
2. Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan terhadap kawasan lindung dan
kawasan budidaya yang meliputi sistem pusat kegiatan, pemanfaatan ruang publik dan
privat, ketentuan teknis banguna, berbagai sektor kegiatan, sistem prasarana wilayah,
serta fasilitas dan utilitas kota.
3. Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui kegiatan perijinan,
pengawasan, dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang, termasuk terhadap
pemanfaatan air permukaan, air bawah tanah, udara serta pemanfaatan ruang bawah
tanah.
4. Koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan oleh Tim Koordinasi Penataan
Ruang Daerah (TKPRD) yang ditetapkan oleh Walikota.
5. Untuk rujukan pengendalian yang lebih teknis, Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
harus dijabarkan dalam:
a. Rencana rinci (Rencana Detail Tata Ruang Kota) dan rencana rancangan (disain).
Ketentuan Pengendalian Ruang

8-27

b. Perangkat pengendalian, seperti peraturan pembangunan/zoning regulation, kajian


rancangan (design review), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL),
Panduan Rancang Kota (design guidelines), dan standar teknis yang ditetapkan.
c. Pedoman perubahan pemanfaatan lahan yang mengatur toleransi terhadap tingkat
gangguan. Beberapa prinsip perubahan adalah: adanya ketentuan tingkatan
perubahan yang boleh dan tidak boleh dilakukan; minor variance yang
diperkenankan sebesar 10 % dari ketentuan.
d. Minor variance dapat diberikan oleh dinas yang diberi kewenangan menangani
penataan kota, perancangan kota, atau bangunan.
e. Perubahan besar (spot zoning, up-zoning, down-zoning) harus melalui persetujuan
TKPRD, dan dikenai dendan dan biaya dampak pembangunan.
f. Rezoning harus melalui persetujuan DPRD.
g. Kegiatan yang sudah ada tetapi tidak sesuai dengan rencana tata ruang dikenakan
aturan peralihan berdasarkan prinsip non-conforming use, yaitu dapat
dilanjutkan/dipertahankan asalkan tidak mnegubah fungsi dan bentuk fisik; atau
dibatasi sampai dengan waktu tertentu (dalam tenggang waktu).
h. Pemanfaatan ruang yang sesuai aturan tapi tidak berijin, harus segera mengurus
ijin (pemutihan), dengan dikenai denda.
i. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai tapi telah memiliki ijin dapat tetap
dipertahankan asal tidak ada perubahan fisik bangunan (dikenakan prinsip nonconforming use)
j. Perubahan fisik bangunan pada pemanfaatan ruang yang tidak sesuai tapi telah
memiliki ijin, harus mengacu pada aturan dan ketentuan teknis yang berlaku.
k. Pemanfaatan yang tidak sesuai aturan dan tidak mempunyai ijin dapat ditertibkan
dengan: pembongkaran bangunan, perlengkapan perijinan dengan dikenai denda
dan biaya dampak pembangunan, denda atau kurungan.
Tabel VIII.14
Ketentuan Penertiban
Sesuai RTRW

Tidak Sesuai RTRW

Telah ada sebelum RTRW ditetapkan dengan Perda


-

Berijin

Tidak
berijin

Pelengkapan ijin
Pengenaan denda

Penerapan non-conforming use (Dapat


diteruskan sampai waktu yang ditentukan)
Pencabutan izin, pebongkarab dab
pemberian kompensasi.
Pengenaan insentif untuk penyesuaikan
dengan rencana tata ruang dan peraturan
zonasi.
Pembongkaran dan denda.
Pemulihan fungsi

Setelah RTRW ditetapkan dengan Perda


Berijin
Tidak
berijin

Pencabutan izin dan


pemberian
kompensasi.

Pencabutan izin dan pemberian


kompensasi.
Penindakan pemberi izin
Pembongkaran dan denda.
Pemulihan fungsi

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Ketentuan Pengendalian Ruang

8-28

8.3 Ketentuan Umum Insentif-Disinsentif


Menurut UU No. 26 tahun 2007 Pasal 35, dalam pengendalian pemanfaatan ruang
dikembangkan perangkat yang bersifat insentif dan disinsentif dengan menghormati hakhak penduduk sebagai warga negara. Pengertian insentif adalah pengaturan yang
bertujuan memberikan rangsangan terhadap kegiatan yang seiring dengan tujuan rencana
tata ruang. Sedangkan disinsentif adalah pengaturan yang bertujuan membatasi
pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.
Jenis perangkat insentif dan disinsentif yang dapat diterapkan dapat berkaitan dengan
aspek pengaturan atau kebijakan, aspek ekonomi, dan aspek pengadaan langsung oleh
Pemerintah Daerah. Jenis perangkat insentif dan disinsentif pada setiap aspek ini dapat
dikelompokkan menjadi:
a. perangkat yang berkaitan dengan elemen guna lahan;
b. perangkat yang berkaitan dengan pelayanan umum; dan
c. perangkat yang berkaitan dengan penyediaan prasarana.
Pengaturan/regulasi/kebijakan dikelompokkan atas: perangkat yang berkaitan dengan
elemen guna lahan seperti pengaturan hukum pemilikan lahan oleh swasta dan pengaturan
perijinan; perangkat yang berkaitan dengan pelayanan umum seperti kekuatan hukum
untuk mengembalikan gangguan/pencemaran dan pengaturan penyediaan pelayanan
umum oleh swasta; serta perangkat yang berkaitan dengan penyediaan prasarana seperti
Amdal.
Perangkat terkait aspek Ekonomi yang dikelompokkan atas: perangkat yang berkaitan
dengan elemen guna lahan seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan retribusi
perubahan pemanfaatan lahan; perangkat yang berkaitan dengan pelayanan umum seperti
pajak kemacetan, pajak pencemaran, dan retribusi perijinan, pembangunan, biaya dampak
pembangunan; serta perangkat yang berkaitan dengan penyediaan prasarana seperti user
charge, development exaction dan initial cost for land consolidation.
Sedangkan perangkat pengadaan langsung oleh pemerintah yang dikelompokkan atas:
perangkat yang berkaitan dengan elemen guna lahan seperti penguasaan lahan oleh
pemerintah; perangkat yang berkaitan dengan pelayanan umum seperti pengadaan
pelayanan umum oleh pemerintah (air bersih, air limbah, listrik, telepon, angkutan umum);
serta perangkat yang berkaitan dengan penyediaan prasarana seperti pengadaan
infrastruktur dan pembangunan fasilitas umum oleh pemerintah.
Insentif khusus akan diberikan untuk mendorong pengembangan pusat primer Gedebage,
pengembangan pusat sekunder Sadang Serang, Setrasari dan Arcamanik, pembangunan
terminal terpadu, serta pelestarian bangunan dan kawasan. Sedangkan disinsentif khusus
akan dikenakan untuk membatasi pembangunan di wilayah Bandung Utara dan
mengendalikan pembangunan di wilayah Bandung Barat.
Rencana insentif dan disinsentif:
(1) Insentif khusus akan diberikan untuk mendorong pengembangan PPK Gedebage,
pengembangan SPK serta pelestarian bangunan dan kawasan.
(2) Insentif untuk mendorong pengembangan PPK Gedebage terdiri atas :
a. keleluasaan pembentukan badan pengelola kawasan;
b. pembangunan akses jalan bebas hambatan di PPK Gedebage;
c. pembangunan danau yang sekaligus sebagai tempat rekreasi;
Ketentuan Pengendalian Ruang

8-29

d. kemudahan perizinan perubahan rencana tapak bagi pengembang yang telah


e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.

memiliki izin sebelumnya;


pemberian keringanan pajak dan/atau pengurangan retribusi;
pemberian kompensasi;
subsidi silang;
imbalan;
sewa ruang;
urun saham;
penyediaan prasarana dan sarana;
penghargaan; dan/atau
publikasi atau promosi.

(3) Insentif untuk mendorong pengembangan SPK adalah :


a. pembangunan jalan akses menuju kawasan;
b. kemudahan perizinan;
c. batasan KLB dan ketinggian bangunan;
d. penyediaan pelayanan jaringan utilitas air dan drainase.
e. pemberian keringanan pajak; dan/atau pengurangan retribusi
f. pemberian kompensasi;
g. subsidi silang;
h. imbalan;
i. sewa ruang;
j. urun saham;
k. penyediaan prasarana dan sarana;
l. penghargaan; dan/atau
m. publikasi atau promosi.
(4) Insentif untuk mendorong pelestarian bangunan bersejarah adalah:
a. bantuan teknis perubahan fisik bangunan dalam batas tertentu; dan
b. izin perubahan fungsi bangunan dalam batas tertentu selama tidak merubah bentuk

bangunan.
(5) Disinsentif khusus akan dikenakan untuk membatasi pembangunan di Kawasan

Bandung Utara dan mengendalikan pembangunan di Wilayah Bandung Barat.


(6) Disinsentif untuk mengendalikan pembangunan di Kawasan Bandung Utara, berupa:
a. tidak dikeluarkan izin lokasi baru
b. tidak dibangun akses jalan baru melalui kawasan Punclut; dan/atau
c. tidak dibangun jaringan prasarana baru kecuali prasarana vital kota
(7) Disinsentif khusus untuk mengendalikan pemabnguan dan perkembangan di Wilayah

Bandung Barat, berupa:


kewajiban memberi kompensasi
persyaratan khusus dalam perizinan
kewajiban memberi imbalan, dan/atau
pembat6asan penyediaan prasarana dan sarana

a.
b.
c.
d.

8.4

Arahan Sanksi

Sanksi administratif diberikan atas pelanggaran rencana struktur ruang dan pola ruang
yang berakibat pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang, baik yang
dilakukan oleh penerima izin maupun pemberi izin
Ketentuan Pengendalian Ruang

8-30

Jenis pelanggaran rencana tata ruang yang dilakukan masyarakat dari:


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang;
pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan
RTRWK;
pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan RTRWK;
pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang
yang diterbitkan berdasarkan RTRWK;
pemanfataan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum;
pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.

Bentuk dasar penertiban bagi pelanggaran rencana tata ruang bagi seiap norangd apat
berupa sanksi adminstratif dan sanksi pidana. Sanksi administratif terhadap pelanggaran
dapat berbentuk:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
Pengenaan sanksi pidana terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang diatur selanjutnya
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang.
Jenis pelanggaran rencana struktur ruang dan pola ruang yang dilakukan dinas dan atau
aparat Pemerintah Daerah adalah penerbitan perizinan yang tidak sesuai dengan rencana
struktur ruang dan pola ruang, dan/atau tidak sesuai dengan prosedur administratif
perubahan pemanfaatan ruang yang ditetapkan.
Aparat Pemerintah Daerah yang melakukan pelanggaran rencana tata ruang, dikenakan
sanksi administrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sanksisanksi pidana dan perdata mengikuti Undang-undang terkait (UU no. 26/2007, UU No. 32
Tahun 2004 dll)
Selain sanksi, terdapat pula biaya paksaan penegakan hukum. Biaya ini dikenakan kepada
orang dan/atau badan hukum yang menolak untuk ditertibkan dan/atau membongkar,
Pemerintah Daerah menertibkan dan/atau membongkar bangunan. Pengenaan biaya
paksaan hukum ini dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Biaya paksa penegakan hukum merupakan penerimaan Daerah dan
disetorkan ke Kas Daerah

Ketentuan Pengendalian Ruang

8-31

Tabel VIII.15
Ketentuan Umum Insentif/Disinsentif
No.
1.

Obyek Pengenaan
Insentif/Disinsentif
Kawasan Lindung
Kawasan Bandung Utara

Perlindungan kawasan lindung Bandung Utara.


-

Kawasan Budidaya
Bandung Bagian Barat

Pusat Gedebage

Insentif

Insentif untuk mendorong pengembangan pusat primer


Gedebage meliputi:
keleluasaan pembentukan badan pengelola
kawasan;
pembangunan akses jalan bebas hambatan di PPK
Gedebage;
pembangunan danau yang sekaligus sebagai tempat
rekreasi;
kemudahan perizinan perubahan rencana tapak bagi
pengembang yang telah memiliki izin sebelumnya;
pemberian keringanan pajak dan/atau pengurangan
retribusi;
pemberian kompensasi;
subsidi silang;

Disinsentif
Disinsentif yang dikenakan untuk
menghambat/menekan/mengurangi pembangunan di wilayah
Bandung Utara adalah:
tidak dikeluarkan izin lokasi baru;
menerapkan aturan yang ketat pada setiap pembangunan.
tidak dibangun jaringan prasarana baru kecuali prasarana vital
Daerah.
Disinsentif yang dikenakan untuk mengendalikan pembangunan
dan perkembangan di wilayah Bandung Barat adalah:
pengenaan pajak kegiatan yang relatif lebih besar daripada di WP
lainnya;
pengenaan denda terhadap kegiatan yang menimbulkan dampak
negatif bagi kepentingan umum seperti gangguan keamanan,
kenyamanan dan keselamatan
-

Ketentuan Pengendalian Ruang

8-32

No.

Obyek Pengenaan
Insentif/Disinsentif

Insentif

Disinsentif

imbalan;
sewa ruang;
urun saham;
penyediaan prasarana dan sarana;
penghargaan; dan/atau
publikasi atau promosi.
Subpusat Sadang Serang
dan Setrasari

kemudahan perizinan;
pemberian keluwesan batasan KLB dan ketinggian
bangunan (Keluwesan ini akan diatur lebih lanjut
dalam perda peraturan zonasi);
penyediaan pelayanan jaringan utilitas air dan
drainase.
pembangunan jalan akses menuju kawasan;
kemudahan perizinan;
pemberian keluwesan batasan KLB dan ketinggian
bangunan (Keluwesan ini akan diatur lebih lanjut
dalam perda peraturan zonasi);
pemberian pelayanan jaringan utilitas air dan
drainase.
pembangunan jalan akses menuju kawasan;
kemudahan perizinan;
pemberian keluwesan batasan KLB dan ketinggian
bangunan (Keluwesan ini akan diatur lebih lanjut
dalam perda peraturan zonasi);
pemberian pelayanan jaringan utilitas air dan
drainase.
bantuan teknis perubahan fisik bangunan dalam
batas tertentu;
izin perubahan fungsi bangunan dalam batas
tertentu selama fisik bangunan tetap.

Subpusat Arcamanik

Dua subpusat baru

Pelestarian bangunan
bersejarah

Transportasi

penetapan disinsentif berupa biaya dampak pembangunan bagi


kegiatan-kegiatan yang menimbulkan gangguan bagi kepentingan
umum, seperti kemacetan, kebisingan,

Ketentuan Pengendalian Ruang

8-33

No.

Obyek Pengenaan
Insentif/Disinsentif
Pendidikan Tinggi

Perdagangan dan Sektor


Informal

Pemanfaatan Tanah

Perubahan guna lahan

Insentif

Disinsentif

mengarahkan dan memberikan insentif bagi


pengembangan kegiatan pendidikan tinggi ke wilayah
Bandung Timur;
mewajibkan dan memberi insentif bagi sektor formal
yang menyediakan ruang untuk kegiatan usaha kaki
lima;
kewajiban dan insentif bagi sektor formal dalam
penyediaan ruang untuk kegiatan pedagang kaki
lima (PKL).

mengenakan disinsentif dan/atau merelokasikan kegiatan pendidikan


yang tidak mampu memenuhi kewajiban penyediaan prasarana,
sarana, dan parkir, dan/atau tidak sesuai lagi lokasinya.
-

pemegang hak atas tanah yang secara sukarela


melakukan penyesuaian pemanfaatan tanah dapat
diberikan insentif;
Permohonan perizinan pemanfaatan ruang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang harus melalui
prosedur khusus.

pemegang hak atas tanah dan atau pemakai tanah Negara yang
belum melaksanakan penyesuaian pemanfaatan tanahnya dapat
dikenakan disinsentif.
Permohonan pemanfaatan ruang yang disetujui harus dikenakan
disinsentif.
Prosedur perubahan pemanfaatan ruang, ketentuan penghitungan
dampak pembangunan, pengenaan disinsentif, penghitungan
denda dan biaya dampak pembangunan ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Ketentuan Pengendalian Ruang

8-34

You might also like