You are on page 1of 2

Patofisiologi Kejang Demam

Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan listrik yang
berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut baik berupa keadaan
fisiologi, biokimiawi, maupun anatomi.
Sel saraf memiliki potensial membran. Potensial membran adalah selisih potensial antara
intrasel dan ekstrasel. Potensial intrasel lebih negatif dibandingkan potensial ekstrasel. Dalam
keadaan istirahat, potensial membran berkisar antara 30-100mV, selisih potensial membran ini
akan tetap sama selama sel tidak mendapatkan rangsangan. Potensial membran terjadi akibat
perbedaan letak dan jumlah ion-ion terutama ion Na+, K+, dan Ca+. Bila sel saraf mengalami
stimulasi listrik akan mengakibatkan menurunnya potensial membran. Penurunan potensial
membran menyebabkan permeabilitas membran terhadap ion Na+ akan meningkat sehingga Na+
akan lebih banyak masuk ke dalam sel. Selama serangan ini lemah, perubahan potensial
membran dapat dikompensasi oleh transport aktif ion Na + dan ion K+, sehingga selisih potensial
kembali ke keadaan istirahat. Perubahan potensial membran yang demikian merupakan respon
lokal. Bila rangsangan cukup kuat, perubahan potensial membran akan mencapai ambang tetap
(firing level), maka permeabilitas membran terhadap Na+ akan meningkat secara besar-besaran
pula sehingga timbul spike potential atau potensial aksi. Potensial aksi dihantarkan ke sel saraf
berikutnya melalui sinaps dengan perantara neurotransmitter. Bila perangsangan telah selesai,
maka permeabilitas membran kembali pada keadaan istirahat. Na + akan kembali ke luar sel dan
K+ masuk ke dalam sel melalui pompa Na-K dengan bantuan ATP dari sintesa glukosa dan
oksigen. Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori sbb:
a. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K.
Kondisi ini terjadi pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang
sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan hipoksemia.
b. Perubahan permeabilitas membran sel saraf.
Kondisi ini terjadi pada hipokalsemia dan hipomagnesemia.
c. Perubahan relatifneurotransmitter yang bersifat eksitasi (asam glutamat) dibandingkan
neurotransmitter inhibisi (GABA) dapat menyebabkan depolarisasi berlebihan.
Patofisiologi kejang demam diperkirakan pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi
kimia tubuh. Dengan demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat, oksigen cepat habis dan
terjadi hipoksia. Transport aktif yang membutuhkan ATP terganggu sehingga Na intrasel dan K

ekstrasel meningkat dan menyebabkan potensial membran cenderung turun atau kepekaan sel
saraf meningkat.
Pada saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak, jantung, otot,
dan gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan menyebabkan kejang bertambah lama sehingga
kerusakan otak makin bertambah. Pada kejang yang lama terjadi perubahan sistemik berupa
hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan hiperglikemia. Semua hal
ini akan mengakibatkan iskemi neuron karena kegagalan metabolisme di otak. Demam dapat
menimbulkan kejang melalui mekanisme sbb.
a. Demam menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel imatur.
b. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan gangguan
permeabilitas membran sel.
c. Metabolisme basal meningkat sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO 2 yang
akan merusak neuron.
d. Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan
oksigen dan glukosa sehingga terjadi gangguan pengaliran ion-ion keluar masuk sel.
Komplikasi Kejang Demam
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak menyebabkan komplikasi karena
tidak meninggalkan gejala sisa neurologis. Pada kejang demam yang lebih lama (lebih dari 15
menit) dapat terjadi komplikasi berupa apnea, hipoksemia (akibat meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet), asidosis laktat (akibat metabolisme anaerob),
hiperkapnea, hipoksi arterial, dan peningkatan metabolisme otak. Rangkaian kejadian di atas
menyebabkan gangguan peredaran darah di otak. Terjadi pula hipoksemia dan edema otak dan
akhirnya terjadi kerusakan sel neuron (Deliana, 2002).

DAFTAR PUSTAKA
Deliana M (2002). Tata laksana kejang demam pada anak. Dalam: Sari pediatri volume 4 nomor
2. Medan: FK USU.

You might also like