You are on page 1of 12

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kanker
Kanker dalam bahasa yunani adalah kepiting yaitu karkinoma dimana
Hippocrates menggunakan perkataan ini untuk menggambarkan proyeksi meluas
dari tumor. Manakala perkataan tumor bermaksud terjadi pembesaran. Kanker
adalah tumor yang ganas dan kanker tidak digunakan untuk tumor jinak (Virshup,
2010). Kanker adalah penyakit kompleks dan susah ditentukan tipe sel yang
memicu tumor dan memelihara tumor (Lazo, 2010). Kanker merupakan penyakit
klonal yang disebabkan oleh peringkat multipel genetik atau epigenetik dengan
perubahan gen supressor tumor dan onkogen (Khan, et.al, 2006).
Terdapat banyak etiologi kanker dan diantaranya adalah karsinogen kimia,
radiasi, hormon, agen infeksius dan radikel oksigen. Karsinogen kimia boleh
dibagikan menjadi dua kelompok yaitu, karsinogen yang bereaksi secara langsung
dengan RNA dan DNA atau prokarsinogen dimana ia akan menjadi aktif apabila
terjadi aktivasi metabolik dengan bantuan beberapa enzim (Santella, 2002).
Kanker diklasifikasikan mengikut origin tipe sel kanker. Kanker yang berasal dari
sel epitel disebut sebagai karsinoma, dan jika berasal dari kelenjar dinamakan
sebagai adenokarsinoma. Manakala sel kanker yang berasal dari jaringan pengikat
dinamakan sarkoma. Kanker dari jaringan limfatik dinamakan limfoma dan
kanker dari sel yang membentuk darah disebut sebagai leukemia (Virshup, 2010).
Pembagaian sel dibagi menjadi 2 fase yaitu fase fungsional S dan M dan 2
fase persediaan yang terdiri dari fase G1 dan fase G2 (Andreeff, et.al, 2010). Fase
G0 merupakan fase istirahat siklus sel yang boleh bertahan sehingga berbulanbulan. Fase G1 pula, merupakan fase yang paling variabel dimana tempoh dari
fase ini boleh menjadi sebentar atau lama. Pada akhir fase G 1 diasosiasi dengan
peningkatan enzim deoxyribonucleic acid (DNA) . Manakala di fase S terjadi
sintesa DNA dan panjang fase ini adalah 8 hingga 30 jam. Kemudian diikuti
dengan fase G2 dimana panjang fasenya adalah 1 hingga 2 jam dan terakhir fase

Universitas Sumatera Utara

M yaitu terjadi mitosis dan hanya mengambil masa 30 hingga 90 menit (Rini,
et.al, 2006).
Karsinogenesis terdiri dari 3 bagian yaitu inisiasi, promosis dan progresi.
Proses inisiasi adalah interaksi tidak reversible dengan jaringan DNA. DNA yang
rusak akan dibaiki, sel akan apoptosis atau berproliferasi. Jika modifikasi DNA
dengan karsinogen kimia atau dengan proses endogen tidak dibaiki sebelum sel
bereplikasi, maka urutan DNA yang telah dimodifikasi akan dihasilkan. Proses
promosi adalah reversible dimana pada proses ini terjadi fasilitasi sel yang telah
mengalami proses inisiasi dan memproduksi lesi prekursor serta tumor jinak.
Beberapa bahan kimia menginduksi proses promosi tumor. Proses progresi adalah
proses dimana tumor jinak bertukar menjadi tumor ganas dan berkembang
menjadi lebih ganas (Santella, 2002) dan (Ruddon, et.al, 2010).
Kanker boleh didiagnosis setelah skrining, pemeriksaan rutin dan setelah
mencari penyebab dari simptom-simptom yang ditimbulkan oleh kanker (Samuel,
2005). Tes skrining ini harus dipertimbangkan sensitivitas, spesifisitas serta harga
dari pemeriksaannya sendiri, seperti contohnya skrining tes pada kanker serviks
adalah pap smear dimana sensitivitas adalah tinggi dan harganya adalah murah
walaupun spesifisitas adalah rendah (Smith, et.al, 2001). Jika telah tegak
diagnosis kanker, maka adalah penting untuk mengetahui staging dari kanker
tersebut yaitu skema yang paling sering digunakan adalah sistem stadium yang
telah distandardisasi oleh WHO (World Health Organization) yaitu menggunakan
sistem TNM, T adalah tumor manakala N adalah nodus yang terlibat dan terakhir
M adalah metastasis (Souhami, et.al, 2005).
Penatalaksanaan
pembedahan

kanker

adalah

kemoterapi,

terapi

radiasi,

dan

(Virshup, 2010). Semua agen kemoterapi ambil

kesempatan terhadap kelemahan spesifik pada target sel kanker. Agen kemoterapi
tunggal dapat menyusutkan saiz kanker namun obat tunggal tidak dapat
menyembuhkan dari penyakit kanker itu sendiri. Maka, obat kemoterapi biasanya
digabung supaya dapat merusak sel kanker dari berbagai tipe kelemahan sel
kanker tersebut (Rini, et.al , 2006).

Universitas Sumatera Utara

Kemoterapi boleh digunakan untuk beberapa tujuan yaitu kemoterapi


induksi dimana boleh menyebabkan menyusutkan saiz dan hilangnya tumor.
Seterusnya dapat diguna sebagai kemoterapi adjuvant yang diberi setelah
pembedahan kanker yang bertujuan untuk mengeliminasi mikrometasis.
Kemoterapi juga dapat digunakan sebagai kemoterapi neoadjuvant yang diberikan
untuk melokalisasi pengobatan kanker yaitu pembedahan dan radioterapi
(Virshup, 2010).
Terapi radiasi digunakan untuk membunuh sel kanker dan meminimalkan
kerusakan ke struktur normal. Terapi radiasi ini menyebabkan perubahan yang
perlahan terhadap sel kanker dan perubahan yang irreversible pada sel normal
(Souhami, et.al, 2005). Pembedahan adalah terapi definitif kanker yang tidak
menyebar melebihi batas dari pembedahan eksisi. Pembedahan juga diindikasi
untuk mengurangi simptom yang disebabkan oleh obstruksi massa tumor
(Rosenberg, 2008).
2.2. Leukemia
Leukemia adalah keganasan klonal pada leukosit dalam darah atau organ
yang memproduksi darah (McCance, et.al, 2010). Karekteristik leukemia yang
paling sering adalah proliferasi leukosit yang ganas dan tidak terkontrol, yang
menyebabkan sum-sum tulang menjadi sangat padat sehingga produksi dan fungsi
normal sel hematopoiesis menurun. Leukemia adalah kelompok heterogeneous
neoplasma hematologik yang berkarekteristik dengan infiltrasi kelainan sel
hematopoetik dalam sum-sum tulang, darah tepi, berbagai organ dan jaringan di
tubuh (Pinkel, 2006).
Karekteristik leukemia akut adalah durasi simptomnya lebih pendek,
banyak sel tidak matur di sum-sum tulang dan di darah tepi. Jumlah leukosit total
leukemia akut meningkat. Prognosis leukemia akut tanpa pengobatan adalah dari
beberapa minggu hingga ke beberapa bulan setelah diagnosa (Pui, 2006).
Manakala, karekteristik leukemia kronik adalah durasi simptom lebih lama
berbanding leukemia akut dan kebanyakan sel adalah matur di sum-sum tulang
dan di darah tepi. Jumlah leukosit total pada leukemia kronik sangat meningkat

Universitas Sumatera Utara

atau kurang dari normal. Prognosis leukemia kronik tanpa pengobatan adalah
beberapa bulan hingga ke beberapa tahun setelah diagnosa (Turgeon, 2005).
Leukemia diklasifikasi mengikut predominant dari morfologi sel darah,
kriteria klinis dan pemeriksaan yang berkaitan. Predominant dari tipe sel
proliferasi dapat ditentukan dari hasil morfologi dan sitokimia. Mengikut kasus
yang paling sering ditemukan, leukemia dibagi menjadi empat yaitu myelogenous,
monocytic, myelomonocytic, dan lymphoblastic (Albitar, 2011). Leukemia yang
paling sering pada anak adalah acute lymphoblastic leukemia (ALL) yaitu 70-80%
dari kasus leukemia pada anak (Kline, 2010).
Perbedaan leukemia dan limfoma adalah leukemia adalah produksi
berlebihan sel darah yang matur atau tidak matur pada sum-sum tulang manakala
limfoma adalah tumor padat pada nodus limfe dan berassosiasi dengan leukosit
pada jaringan tulang (Turgeon, 2005).
Terdapat banyak etiologi leukemia pada anak dan pengaruh faktor
persekitaraan yang menyebab leukemia pada anak adalah sedikit. Pada anak,
penyebab yang lebih berpengaruh adalah dari orang tua seperti penggunaan
kontrasepsi, konten air susu ibu serta penyebab paling sering pada anak adalah
genetik (Kline, 2010). Selain itu, leukemia juga sering disebabkan oleh infeksi
virus, pendedahan terhadap radiasi dan semua ini akan menggangu dari proses
hematopoesis terutama faktor pertumbuhannya sehingga menyebabkan proliferasi
sel darah meningkat (Spectr, et.al, 2005).
Leukemia menimbulkan gejala klinis akibat kegagalan sum-sum tulang
yaitu terjadinya anemia,netropenia dan trombositopenia serta terjadi apabila
terjadinya infiltrasi ke organ-organ. Gejala klinis pada leukemia tidak spesifik
maka pada fase awal penyakit ini sering di diagnosa sebagai infeksi (Turgeon,
2005).
Diagnosis leukemia adalah pemeriksaan sum-sum tulang, dimana sum-sum
tulang diaspirasi untuk mengambil sampel darah dan kemudian dievaluasi
morfologinya dan pemeriksaan histopatologi (Pui, 2006). Pemeriksaan ini penting
karena sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dan merupakan pemeriksaan
penunjang untuk penatalaksanaan leukemia (Albitar, 2011). Pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara

histopatologi untuk leukemia biasanya menggunakan perwarnaan Romanowsky


(Pui, 2006).
Penatalaksanaan pada leukemia adalah kemoterapi dan terapi radiasi. Obat
kemoterapi yang diberikan adalah sesuai mengikut protokol terapi yang
berdasarkan tipe leukemia. Kemoterapi yang sering diberikan adalah

tipe

kemoterapi induksi dan konsolidasi serta beberapa tipe obat kemoterapi digabung
untuk menyerang kelemahan dari sel-sel kanker pada pasien leukemia (Turgeon,
2005). Terapi radiasi biasanya pada pasien hanya bersifat paliatif dimana ia
cuman bertujuan untuk menurunkan rasa nyeri dan biasanya dilakukan pada anak
dengan leukemia tahap lanjut (Felix, 2006).
2.3. Doxorubicin
Daunorubicin adalah anthracycline pertama yang diisolasi di negara
Perancis dan Itali pada tahun 1963, obat ini adalah hasil fermentasi dari
actinobacteria Streptomyces peucetius dan

mempunyai sifat anti leukemia.

Analog natural yang diisolasi yang merupakan variant dari Streptomyces


peucetius adalah doxorubicin

(adriamycin 14-hydroxy-daunorubicin) dan

doxorubicin adalah antikanker yang lebih efektif dibandingkan daunrubicin yang


dapat digunakan untuk mengobati leukemia, limfoma dan tumor padat (Robert,
et.al, 2005) dan

(Wallace, 2001).

Doxorubicin merupakan obat dari golongan anthracycline dan telah


digunakan selama 2 dekade untuk kemoterapi kuratif (Carlson, 2008).
Doxorubicin adalah antibiotik anthracycline yang mempunyai cincin tetrasiklin
yang berikatan dengan daunorubicin melalui ikatan glikosidik (Kwan, 2008).
Walaupun doxorubicin merupakan penemuan baru dari obat golongan
anthracycline namun doxorubicin sering diresepkan ke pasien kanker karena
aktivitas antikanker yang luas terutamanya terhadap kanker hematologi.
Doxorubicin boleh digunakan sebagai obat tunggal atau dikombinasi dengan obat
kemoterapi yang lain seperti vinblastine, cyclophosphamide and paclitaxel
(Swisher, et.al, 2009). Doxorubicin harus diadminstrasi melalui intravena karena
obat ini menjadi tidak aktif jika diserap melalui saluran cerna (Doroshow, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Persiapan sebelum pemberian obat doxorubicin adalah pemeriksaan darah


tepi, fungsi hepar, fungsi jantung, faal ginjal, audiogram, elektrokardiografi
(EKG). Hal ini penting dilakukan sebelum pemberian doxorubicin karena untuk
mengevaluasi efektivitas obat serta efek samping doxorubicin (Robert, et.al,
2005). Doxorubicin tersedia dalam 10, 50, 150 dan 200 mg dan sering
diadminstrasi melalui bolus intravena dengan dosis 30 mg/m2 secara berulang
sesuai dengan protokol tipe leukemia (Gupta,et.al, 2007) dan (Carlson, 2008).
Setelah bolus diadminstrasi, doxorubicin menghilang dari plasma darah
mengikut karekteristik triexponential decay yang dibagi menjadi 3 waktu yaitu 35 menit pertama yaitu terjadinya distribusi obat manakala 1 sampai 2 jam
kemudian, obat ini akan mengalami metabolisme dan seterusnya 24 jam sampai
36 jam kemudian obat ini akan dieliminasi. Jumlah clearance plasma untuk
doxorubicin adalah sekitar 30 I /h /m2. Puncak konsentrasi plasma setelah injeksi
bolus dan pada fase awal pemberian doxorubicin adalah sangat tinggi. Puncak
konsentrasi plasma ini sangat memainkan peranan tentang efektivitas dan
toksisitas pengobatan ini (Robert, et.al, 2005) dan (Bertino, et.al, 2000).
Doxorubicin tanpa ionisasi dapat menembus masuk sel melalui diffusi.
Diffusi doxorubicin lebih lambat berbanding daunorubicin karena doxorubicin
adalah lebih polar berbanding daunorubicin. Selain itu, pH intraseluler dan
ekstraseluler dapat mempengaruhi dari uptake anthracycline dan sitotoksik sel
karena obat menjadi protonasi apabila ada perubahan pH (Doroshow, 2010).
Setelah bolus diadminstrasi melalui intravena,

doxorubicin akan

didistribusi ke seluruh jaringan di tubuh kecuali ke otak dan testis. Ikatan obat ini
terhadap plasma protein adalah sekitar 75%. Walaupun rasio ikatan obat ini
terhadap plasma protein berbanding plasma adalah 10:1, namun sebenarnya ikatan
obat ini terhadap DNA sel adalah lebih tinggi sehingga obat ini menembus masuk
jaringan dan berikatan dengan DNA di seluruh tubuh kecuali di otak dan testis
(Doroshow, 2010) dan ( Finkel, et.al, 2009).
Kemudian, doxorubicin akan mengalami metabolisme dihati dan metabolit
primernya yang aktif adalah doxorubicinol (Doroshow, 2010). Transformasi
doxorubicin ini dibantu oleh enzim ubiquitous aldoketoreductase yang terdapat di

Universitas Sumatera Utara

sitoplasma semua sel dan jaringan terutamanya pada eirtrosit, hepar, dan ginjal,
tapi bukan di plasma darah (Robert, 2005). Doxorubicin dimetabolisme dihati
oleh flavin dehydrogenase yang mengkatalisa reduksi 1 elektron oleh quinone dari
struktur doxorubicin menjadi aglycone dimana ia lebih mudah dikonyugasi untuk
pengangkutan biliari. Doxorubicin juga boleh dimetabolisme oleh aldoketoreductase yang mengurangi rantai karbonil obat sehingga menyebabkan obat
menjadi kurang sitotoksik yaitu menjadi doxorubicinol (Synold, et.al, 2004 ).
Setelah itu, eksekresi doxorubicin adalah sekitar 90% melalui feses dan
sekitar 10 % melalui urin. Pemberian obat harus berhati-hati pada anak yang
mengalami gangguan hepar dan ginjal. Dokter dinasihatkan untuk mengurangi
dosis obat sebanyak 50 % jika serum bilirubin melebihi 1,5 mg/dL. Clerance obat
ini berkurang pada anak yang obese apabila lemak tubuh melebihi 30 %
(Doroshow, 2010). Clerance doxorubicin

menurun mendadak apabila

dikombinasi dengan paclitaxel karena paclitaxel diluent merupakan substrat Pglycoprotein yang dapat menggangu eksekresi biliari (Synold, et.al, 2004 ).
Doxorubicin menunjukkan efek sebagai antiproliferasi dengan berikatan
enzim topoisomerase II dan membentuk kompleks yang menggangu abilitas
enzim untuk mengurangi torsi untas DNA sewaktu mitosis (Mross, 2006). Selain
itu, doxorubicin mengenerasi radikel oksigen dan hidroksil yang merusakkan
rantai transportasi elektron mitokondrial dan menghalang produksi oksidasi DNA.
Disamping itu, apabila terjadi aktivasi sinyal pada jalur transduksi menyebabkan
apoptosis (Synold, et.al, 2004 ), (Doroshow, 2010), (Gianni, et.al, 2003), dan
(Robert, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1; Farmakodinamik obat anthracycline


Doroshow, J. H., 2010. Topoisomerase II inhibitors: Anthracyclines. In: D. L.
Bruce A. Chabner., ed. Cancer Chemotherapy and Biotherapy: Principles and
Practice Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 362.
2.4. Doxorubicin dan Perubahan Kardiovaskuler
Doxorubicin

dapat

menyebabkan

terjadi

perubahan

kardiovaskuler

(Distefano, 2009) dan (Benjamin, et.al, 2006). Doxorubicin dapat menyebabkan


terjadinya aritmia dan penurunan fraksi ejeksi sistolik pada dosis kumulatif
kurang dari 550 mg/m2 (Gianni, et.al, 2003), (Carlson, 2008), dan (Doroshow,
2010). Penyebab perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh doxorubicin
adalah karena pembebasan radikel bebas sewaktu metabolisme doxorubicin
(Bugger, et.al, 2010).
Metabolisme

doxorubicin

oleh

enzim

quinone

reduktase

yang

menyebabkan reduksi 1 elektron terhadap struktur doxorubicin membentuk


bentuk radikel semiquinone yang merupakan toksik reaktif radikel oksigen.
Radikel ini penting karena ia bertanggungjawab dalam perioksidasi lipid dan
pemecahan DNA (Jeremias, et. al,

2004) dan (Benjamin, et.al, 2006).

Semiquinone pada keadaan anaerobik akan direduksi menjadi aglycosylation,


manakala pada keadaan kadar oksigen yang banyak , semiquinone ini akan
mengalami redoks dan melepaskan radikel bebas oksigen yang meningkatkan
hidrogen perioksida yang dapat memicu aktivasi gen dengan sinyal transduksi
biokimia sehingga menyebabkan apoptosis sel

(Distefano, 2009) dan (Gianni,

et. al, 2003).


Enzim aldo-ketoreductase pula bertanggungjawab mereduksi struktur
doxorubicin menjadi doxorubicinol. Doxorubicinol kemudian akan menyebabkan
disregulasi ion besi dalam tubuh dan berikatan dengan ion besi dan membentuk
kompleks besi-anthracycline dan memproduksi radikel besi yang memicu aktivasi
gen dengan sinyal tranduksi biokimia sehingga menyebabkan apoptosis sel
(Farnaes, 2011), (Distefano, 2009), dan (Gianni, et. al, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Otot jantung bergantung terhadap sikulus perioksidase gluthathionegluthathione untuk mereduksi perioksida (Benjamin, et.al, 2006). Namun enzim
ini tidak cukup untuk mereduksi radikel bebas yang disebabkan oleh doxorubicin.
Radikel bebas boleh menyebabkan kerusakan secara langsung terhadap rantai
respirasi mitokondria sehingga ini akan menyebabkan produksi ATP juga
berkurang karena terjadi gangguan terhadap fosforilasi serta terjadi reduksi
kardiomiosit disebabkan pembebasan faktor pro-apoptosis. Kekurangan produksi
ATP dan reduksi kardiomiosit menyebabkan gangguan fungsi sistolik jantung
(Distefano, 2009), (Senju, 2007), dan (Benjamin, et.al, 2006).
Seterusnya, pembebasan radikel bebas akan menyebabkan terjadi beberapa
proses yang membahayakan lagi dimana ia berassosiasi dengan perioksidasi
membran lipid dan oksidasi protein sitoskeleton. Ini akan menyebabkan disfungsi
membrane dan sistem sakrotubular ATP-ases dan mengakibatkan kalsium
intaseluler meningkat,gangguan

motilitas sakromere yang menyebabkan

gangguan kemampuan untuk kardiomiosit untuk relaksasi yang menyebabkan


gangguan fungsi diastolik (Distefano, 2009), (Jeremias, et.al, 2004), dan (Gianni,
et.al, 2003). Pada awal kehilangan elemen kontraktilitas dikompensasi dengan
hipertrofi kardiomiosit yang masih hidup, sehingga menutup gangguan fungsi
sistolik (Rubin, et.al, 2010), (Distefano, 2009), dan (Benjamin, et.al, 2006).
Disamping itu, berinteraksi dengan nukleus DNA boleh menginhibisi
kontraklitas, sakrotubular dan protein sitosolik. Selain itu juga, berinteraksi
dengan nukleus DNA akan mengakibatkan gangguan terhadap fungsi rantai
respiratori karena terjadi inhibisi kardiolipin yang merupakan fosfolipid yang
memainkan peranan dalam regulasi proses yang melibatkan ATP pada otot
jantung (Distefano, 2009). Perubahan subunit kompleks respiratori mitokondria
juga menyebabkan terjadi pembebasan sitokrom c, yang menentukan apoptosis
kardiomiosit dengan mengaktivasi kaspase dan sistem enzim metalloproteinases
(Distefano, 2009), (Doroshow, 2010), dan (Picano, 2009).
Semua proses yang melibatkan nukleus dan mitokondria DNA boleh
dikaitkan dengan anthracycline, metabolit alkohol, and efek negative pada
metabolism ATP seluler, sintesa protein dan perkembangan jaringan miokardium

Universitas Sumatera Utara

sehingga dapat menyebabkan perbedaan secara klinis pada orang dewasa dan anak
(Distefano, 2009), (Benjamin, et. al, 2006) dan (Hauser, 2001).
Penegakkan diagnosa perubahan kardiovaskuler pada anak yang menerima
doxorubicin dapat dilakukan dengan menggunakan foto toraks namun foto toraks
cuma dapat menegakkan diagnosa adanya kardiomegali. Disamping itu,
pemeriksaan biomarker seperti troponin T, BNP ( brain natriuretic peptide) serta
protein reaktif C dapat menentukan terjadinya kerusakkan pada otot jantung
(Tranctenberg, et.al, 2011) dan (Benjamin, et.al, 2006).
Pada pemeriksaan, perubahan kardiovaskuler dapat ditegakkan dengan
pengurangan dari fraksi ejeksi sistolik dan relaksasi sistolik. Pada pemeriksaan
ekokardiografi pada anak yang mendapat doxorubicin terdapat gangguan
kontraktilitas sistolik (Senju, et.al, 2007). Fraksi ejeksi sistolik yang normal pada
anak laki-laki adalah 63-77%

manakala pada anak perempuan fraksi ejeksi

sistolik normal pada anak perempuan adalah 55-75% (Hauser, et.al, 2001) dan
(Picano, 2009).
Selain

itu,

pemeriksaan

lain

yang

dapat

digunakan

adalah

elektrokardiogram yang dapat menegakkan diagnosa aritmia karena pada


kerusakan otot jantung yang disebabkan oleh doxorubicin dapat menyebabkan
automaticity dan reentry impuls pada jantung yang dapat menyebabkan kontraksi
otot jantung menjadi abnormal. Keadaan ini dapat terjadi walaupun dosis
kumulatif doxorubicin adalah kurang dari 550 mg/m2 (Gianni, et.al, 2003),
(Carlson, 2008), dan (Doroshow, 2010). Hal ini karena doxorubicin merupakan
obat kemoterapi yang sangat kardiotoksik sehingga pada dosis kumulatif yang
rendah sudah dapat menyebabkan aritmia manakala pada dosis yang melebihi 550
mg/m2 dapat menyebabkan kardiomiopati (Tranctenberg, et.al, 2011) dan
(Distefano, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2; menunjukkan mekanisme terjadinya kerusakan miokardium akibat


doxorubicin.
Gianni, L.G.G., 2003. Anthracycline. In: R. S. G. Giaccone, Cancer chemotherapy and
biological response modifiers: annual 21 .Amsterdam: Elsevier B.V, 30.

2.5. Meminimalisasi kardiotoksik yang disebabkan oleh doxorubicin


Kardiotoksik yang disebabkan oleh doxorubicin boleh diminimalisasi dengan
beberapa cara, salah satunya adalah menukarkan struktur dari doxorubicin dengan
menambahkan formulasi liposomal pada struktur doxorubicin (Ewer, et.al, 2006),
(Gabizon, et.al, 2008), dan (Mross, et.al, 2004).
Formulasi liposomal dibagi menjadi empat kelas mengikut sifat secara
fisika obat, komposisinya, mekanisme retensi. Kelas satu dan dua diformulasi
untuk menghambat ikatan elektrostatik doxorubicin terhadap fosfolipin yang
bercas negatif dan terdapat pada liposome. Kelas satu mempunyai liposomal yang
mengandung kardiolipin, manakala kelas kedua mempunyai fosfatidiserine atau
fosfatidigliserol yaitu merupakan fosfolipid bercas positif. Formulasi kelas satu
dan dua akan bergabung dengan fosfolipid bercas negatif dan membentuk
pasangan ion kompleks (Gabizon, et.al, 2008), (Mross, et.al, 2004), dan (Ewer,
et.al, 2006).
Kelas tiga dan kelas empat , obat diangkut melalui kompartment cairan
dalaman oleh liposomal mengikut gradient ion. Kelas tiga adalah bercas netral
manakala kelas empat bercas negatif

(Ewer, et.al, 2006). Semua formulasi

liposomal ini dapat mengurangi radikel bebas dengan mengurangi terjadi reduksi

Universitas Sumatera Utara

elektron sehingga terjadi pembentukan radikel oksigen dan radikel besi namun
efek samping liposomal doxorubicin adalah sindroma tangan dan kaki yang dapat
diatasi dengan mengurangi dosis obat dan meningkatkan durasi setiap siklus (Paz,
et.al, 2008) dan(Ewer, et.al, 2006).
Disamping itu, dexrazoxane juga dapat mengurangi toksitas dari
doxorubicin dengan mengurangi radikel bebas besi dengan membentuk kompleks
dengannya. (Hellmann, et.al, 2010). Namun, dexrazone ini hanya dapat
mengurangi toksisitas doxorubicin pada awal pemberiaannya (Smith, et.al, 2010),
(Benjamin, et.al, 2006), dan (Adams, et.al, 2005).

Universitas Sumatera Utara

You might also like