You are on page 1of 59

Elida Nurrohmah * uswatunkh21@yahoo.

com * 085643774378

ArcGIS ?
Mapping is easy n fun

ArcGIS & Sistem Informasi Geografis (SIG)

ArcGIS Desktop adalah sebuah paket terpadu dan komprehensif aplikasi SIG keluaran ESRI
(Environmental System Research Institute) sebuah perusahaan yang fokus pada solusi pemetaan
digital. ArcGIS telah mencakup kemampuan tiga level fungsionalitas, yaitu ArcView, ArcEditor,
dan ArcInfo (lihat Gambar 1). ArcView memiliki keunggulan pada pembuatan dan analisis data
spasial; ArcEditor unggul dalam pembuatan, editing, dan manipulasi geodatabase; dan ArcInfo
unggul dalam kemampuan geoprcessing nya. Dengan terintegrasinya tiga fungsionalitas ini dalam
ArcGIS, menjadikan ArcGIS sebagai software SIG paling powerfull hingga saat ini (ESRI, 2008).

ArcGIS

ArcView

ArcEditor

ArcInfo

Gambar 1. Level penggunaan ArcGIS Desktop


(Sumber: ESRI, 2008)
Komponen ArcGIS (Esri, 2008) :
- ArcMap (fungsi: display, editing, & manipulasi data grafis maupun atribut)
- ArcCatalog (fungsi: manajemen basis data peta)
- ArcScene (fungsi: menampilkan kenampakan 3D muka bumi)
- ArcGlobe (fungsi: menampilkan kenampakan 3D muka bumi + bangunan)
- ArcToolbox (fungsi: berisi kumpulan tools Geoprocessing + analisis SIG lainnya)
- Model Builder (fungsi: membuat pemodelan dengan mengcustomize beberapa langkah
pemrosesan SIG, yang telah di-permanenkan dalam suatu model)
Software SIG Digunakan Untuk Apa?
- Membuat peta (output: peta siap cetak)
- Membuat SIG (output: kumpulan layer dan database)
- Analisis geografis (output: peta analisis, tabel, grafik)

PETA

Ketersediaan Peta:
Sudah ADA PETA

BELUM ADA PETA

Hardcopy/Analog:
Ukuran tidak sesuai
Simbol tidak sesuai
Terlalu ruwet
Informasi tidak dapat
di-extract untuk
analisis digital

Softcopy:
Format data tidak
sesuai (missal .dwg),
shg informasi tidak
dapat di-extract
untuk analisis digital

Membuat peta digital


(DIGITASI)

Konversi peta digital


ke format yang sesuai
(KONVERSI DATA)

Data Lapangan:
Data koordinat
X Y, & atribut
nya (Hasil GPS )

Citra PJ:
Google Earth
Landsat
Dll

Data GPS harus


dijadikan peta
digital (.shp)
(IMPORT DATA
GPS, EXPORT TO
SHAPEFILE)

Ekstraksi
informasi citra
Pembuatan
peta digital
(DIGITASI/
convert)

PETA DIGITAL (.shp)


Customize simbolisasi
Customize informasi
Analisis digital lebih lanjut

Data Dalam SIG:


SIG mempekerjakan 2 macam data, yaitu

DATA GRAFIS (Gambar/Peta)


DATA RASTER
Data disimpan,
diproses, & disajikan
dalam bentuk
grid/pixel
.jpg, .bmp, citra PJ
Nilai pixel, NO atribut!

DATA ATRIBUT

DATA VECTOR
Data disimpan-proses-disajikan
dalam rangkaian koordint X Y
.shp, .tab, .dwg.
Ada data atribut

Informasi dari grafis


yang ada
Tersimpan dalam
bentuk tabel .dbf

AREA/POLYGON
Feature yg punya dimensi luas
Penggunaan lahan,dll

Y1
X1
POINT
Feature yg tidak punya
dimensi panjang & luas
Bangunan, titik gempa

LINE
Feature yg punya
dimensi panjang
Jaringan jalan, sungai

Elida * uswatunkh21@yahoo.com * 085643774378

1# MEMBANGUN DATABASE PETA


Membuat SHAPEFILE
1. Buka ArcCatalog (klik Start > ArcGIS > ArcCatalog). Kemudian buatlah folder Anda sendiri,
misalnya LAT_ARCGIS

2. Bukalah folder Anda, kemudian klik kanan > pilih New > Shapefile
Shapefile inilah yang sering kita kenal dengan istilah .shp

3. Definisikan:
- Nama file .shp
- Tipe data
Tipe apakah .shp yang Anda
buat tersebut ???

4. Definisikan sistem koordinat.


- Untuk memilih sistem koordinat, klik Select
Maka akan muncul pilihan 2 sistem koordinat, yaitu Geographic Coordinate System &
Projected Coordinate System.
Apakah perbedaan kedua sistem koordinat tersebut ???

- Pemilihan sistem koordinat yang digunakan tergantung pada peta yang akan di-digitasi.
Dalam latihan ini sistem koordinat yang digunakan adalah UTM (Universal Transverse
Mercator). Untuk mendefinisikannya secara lengkap, pilih Projected Coordinate
System > UTM > WGS 1984 > Pilih zona
Pada zona berapakah zona Anda ???

Untuk mengisi sistem koordinat, pilih Edit. Kemudian untuk memilih/mendefinisikan sendiri
sistem koordinatnya, pilih Select. Sedangkan jika kita ingin mengambil sistem koordinat yang
sudah terdefinisi pada suatu peta (.shp) yang lain, kita dapat mengklik Import.

Dalam praktek kali ini, peta yang dibuat dan di-digitasi adalah peta dengan sistem koordinat UTM.
Maka, pada kotak dialog Browse For Coordinate System, pilihlah Projected Cordinate Systems
> klik Add > kemudian pilih jenis sistem proyeksinya UTM > kemudian untuk datum-nya pilih
WGS 1984 > dan pada kotak dialog pemilihan zona, pilih zona dimana peta yang akan Anda
buat berada (lihat lampiran gambar zona UTM).
Dalam praktek ini, peta yang akan dibuat berada pada zona 49 S.

Hasil dari pendefinisian yang telah dilakukan, maka pada kotak dialog Spatial Reference
Properties kini sudah terisi informasi sistem koordinat nya. Kemudian klik OK.

5. Klik OK. Selesai !


Dapat dilihat pada halaman ArcCatalog, telah tertambahkan 1 file .shp bertipe polygon, yaitu
Wil.Administrasi.shp

Lakukan cara yg sama untuk membuat .shp line & point

Elida * uswatunkh21@yahoo.com * 085643774378

2# GEOREFERENCING
APAKAH GEOREFERENCING ITU?
Georeferencing = Geo + Reference
Geografis
Acuan
Georefrencing adalah proses memberi acuan nilai geografis pada suatu gambar/peta
yang akan didigitasi. Nilai geografis tersebut tidak lain adalah nilai-nilai koordinat. Proses
georeferencing dilakukan dengan menetukan minimal 4 titik (yang disebut sebagai titik
ikat/control point), kemudian meng-input nilai koordinat pada masing-masing titik
tersebut.
Dari manakah kita dapat mengetahui nilai koordinat nya ???

GEOREFERENCING PETA DENGAN SISTEM KOORDINAT UTM


1. Membuka program Arc Map dari Start > ArcGIS > ArcMap

2.

Menampilkan peta yang akan di-Georeferencing. Klik icon


Bila muncul kotak dialog Create Pyramids, pilih saja Yes.

Kotak dialog Create Pyramids akan muncul saat kita baru pertama kali me-load suatu
data raster ke dalam ArcMap.

3.

Setelah peta ditampilkan, langkah selanjutnya adalah mengaktifkan tool bar Georeferencing.
Mengklik kanan mouse pada lokasi tool bar yang kosong kemudian pilih georeferencing.
Atau klik manu Tools > Customize

4.

Tentukan titik kontrol yang dipilih atau dibuat minimal 4 titik, kemudian catat berapa nilai
koordinatnya. Saran: Pilihlah titik yang berada pada pojok-pojok peta.

X1
X2
X3
X4

5.

:456000
Y1 : 9149000
:461000
Y2 : 9149000
:..Y3 :
:..Y4 :

Titik Ikat 1
Titik Ikat 2
Titik Ikat 3
Titik Ikat 4

Buatlah titik kontrol yang telah ditentukan. Gunakan icon


Dimana X (hijau) merupakan
source (koordinat image) dan X (merah) merupakan destination (koordinat sebenarnya)

- Zoom ke lokasi titik ikat > klik icon

> klik kiri pada titik yang telah direncanakan >


kemudian tanpa menggeser mouse, langsung klik kanan > pilih Input X Y

6.

Maka akan muncul kotak dialog Enter Coordinates. Masukkan nilai titik ikat 1 yang telah
direncanakan tadi. Kemudian klik OK.

Begitu OK di-klik, peta akan menghilang.


Untuk memunculkan peta kembali,
lakukan Zoom To Layer. Caranya:
Klik kanan pada nama file > Zoom To
Layer

Setelah 4 titik ikat telah dibuat, cek terlebih


dahulu nilai error dari georeferencing yang
telah dibuat. Untuk melihat nilai error, klik
icon
pada toolbar Georeferencing. Maka
akan muncul kotak dialog berikut:
RMS Error yang dikatakan baik adalah lebih
kecil dari 0,004

7.

Jika 4 titik ikat telah fix, kemudian mengklik Georeferencing > Update Georeferencing

8.

Selesai. Gambar/peta Anda telah memiliki nilai geografis, maka gambar/peta sudah siap
untuk di-digitasi.

GEOREFERENCING PETA DENGAN SISTEM KOORDINAT GEOGRAPHIC


Georeferencing peta dengan sistem koordinat Geographic sebenarnya sama saja dengan
Georeferencing peta dengan sistem koordinat UTM. Namun, sebelum nilai koordinat pada tepitepi peta tersebut di-input, perlu dilakukan peng-konversi-an nilai koordinat.
Jika format penulisan koordinat masih dalam format Derajat Menit Detik (misalnya: 6o
30 45 LU atau 145 o 10 45 BT), maka perlu diubah dulu formatnya menjadi format Decimal
Degree (misalnya: 6,5787). Bagaimana cara konversinya ???
ao b c

= a + ( b : 60 ) + ( c : 3600 )

Misalnya untuk nilai koordinat diatas, maka cara konversinya:


6o 30 45 = 6 + (30/60) + (45/3600)
= 6 + 0,5 + 0,0125
= 6,5125
145o 10 45 = 145 + (10/60) + (45/3600)
= 145 + 0,16667 + 0,0125
= 145,1792
Nah, nilai yang sudah dalam format Decimal Degree inilah yang diinput ke dalam titik ikat.

PENTING !!! HARAP DIPERHATIKAN.


- Nilai koordinat Y yang lokasinya berada di sebelah SELATAN garis khatulistiwa, maka nilai
Decimal Degree nya ditambahkan nilai MINUS / NEGATIF. Jadi semisal didapat nilai
koordinat Y suatu kolasi adalah 6o 30 45 LS,
Maka nilai Decimal Degree nya BUKAN 6,5125 tapi -6,5125
- Nilai koordinat X juga ada yang diberi nilai NEGATIF, jika lokasinya di sebelah barat
Greenwhich (yang dibelakang nilai koordinat nya BB / Bujur Barat). Kalau untuk wilayah
Indonesia semuanya Bujur Timur. Jadi tidak ada yang nilai koordinat X yang bernilai
negatif

Elida * uswatunkh21@yahoo.com * 085643774378

13

3# DIGITASI
DIGITASI POINT & LINE
Setelah persiapan diatas (registrasi peta dan
pembuatan theme baru) selesai maka kini anda
telah siap melakukan digitasi layer dengan Arc
Map.
1) Menampilkan peta yang sudah diregistrasi
dan theme baru yang telah anda buat
dengan mengklik icons
2)

Mengaktifkan tool bar editor dengan cara


mengklik icon
, atau dengan cara
mengklik kanan mouse pada tools bar
kosong dan pilih editor, atau dengan
mengklik menu Tools > Customize

3)

Langkah selanjutnya adalah mengatur


posisi Start Editing, dengan mengklik Editor
> Start editing

4)

Pastikan dulu bahwa Target nya benar, yaitu adalah layer yang akan di-edit.

5)

Setelah theme baru


pada keadaaan siap
diedit
maka
anda
sudah
dapat
melakukan
digitasi
dengan mengklik icon
kemudian
langsung menggambar
feature yang akan
didigitasi.
Lakukan cara yang
sama untuk mendigitasi
feature jalan.

DIGITASI AREA
1)

Sebelum memulai digitasi yang baru, pastikan view Anda telah mengganti Target. Target
mendefinisikan layer manakah yang akan Anda edit.

2)

Zoom terlebih dahulu lokasi yang akan di-digitasi. Dalam contoh ini, desa yang akan didigitasi
hanyalah Desa Tambong Wetan dan Desa Krajan.
PENTING !!!!
- Dalam mendigitasi polygon, buatlah (digitasi-lah) terlebih dahulu
polygon terluar. Hal ini penting untuk menghindari overlap
polygon ataupun adanya ruang kosong antar polygon.
- Dalam mendigitasi polygon, dimulai dari titik awal & diakhiri pada
titik awal itu pula.

Hasil digitasi polygon terluar:


Hanya terbentuk 1 polygon, yaitu polygon terluar dari Desa Tambong Wetan & Desa Krajan.

3)

Kemudian, untuk membagi


polygon tersebut menjadi
masing-masing desa, kita
melakukan Cut Polygon.
Caranya: ganti Task yang
semula adalah Create
New Feature menjadi
Cut Polygon Feature

4)

Kemudian, pilihlah polygon


yang akan dibagi. Bagaimana
cara memilih poligonnya?
Gunakan tools

5)

lalu klik-kan pada polygon yang akan dibagi.

Mulailah membagi polygon tersebut, dengan menggunakan tools


Mulailah (klik-kan) mulai dari bagian luar polygon, dan berakhir diluar polygon pula.

Hasilnya:
Telah terbentuk 2 polygon, dan 2 baris data atribut.

Elida * uswatunkh21@yahoo.com * 085643774378

17

4# MANIPULASI DATA ATRIBUT


MENAMBAH FIELD
1.

Untuk melakukan penambahan field, harus


dalam kondisi Stop Editing

2.

Buka tabel attribute dari layer bersangkutan.


Untuk membuka tabel atribut, caranya:
Klik kanan pada nama leyer bersangkutan >
pilih Open Attribute Table

3.

Klik Option > Add Field

4.

Definisikan nama field pada Name & jenis field pada Type
Dalam contoh ini, tambahkan 2 field, yaitu:
Field Nama, dengan tipe Text, dan
Field Ket, dengan tipe Text

Terdapat 3 tipe field yang sering digunakan :


- Integer : menampung data angka, tanpa decimal
- Double : menampung data angka, dengan decimal
- Text : menampung data yang berupa text/character

INPUT DATA ATRIBUT SECARA MANUAL ONE TO ONE


1.
2.

Pastikan dalam kondisi Start Editing.


Aktifkan / klik nama layer yang akan Anda input data atributnya.

3.
4.
5.

Pilih / klik (menggunakan tools


) feature yang akan Anda input atributnya.
Buka tabel atribut dari layer yang bersangkutan
Lalu isikan atribut dari feature tersebut.
Jadi, pada intinya :
Untuk input atribut, cukup
Pilih feature > buka tabel atribut > input atribut nya !

INPUT DATA ATRIBUT DENGAN FIELD CALCULATOR


1.

Lakukan langkah (1) sampai (4) sebagiamana pada penjelasan sebelumnya.

2.

Klik kanan pada nama field yang akan


diisi atributnya > Field Calculator >
pilih Yes saja.

3.

Kemudian akan muncul kotak dialog


Field Calculator. Pada bagian ini,
isikan atribut yang akan diisikan.
Jika atribut yang akan diisikan adalah
text (bukan number), maka
harus diawali dan diakhiri dengan
double quote.

Elida * uswatunkh21@yahoo.com * 085643774378

19

Klik OK, maka field yang semula kosong kini telah terisi dengan teks yang kita input tadi.

Field Calculator merupakan feature melakukan operasi antar field.


Dengan field calculator, kita dapat mengisi suatu field berdasarkan
nilai dari suatu field yang lain, baik dengan melakukan operasi
penjumlahan, pengurangan, membagi, mengali, persamaan biasa,
ataupun dengan formula/rumus tertentu.

MENGGUNAKAN CALCULATE GEOMETRY


Calculate Geometry merupakan feature yang berfungsi untuk melakukan perhitungan geometri
dari suatu feature. Perhitungan yang yang dapat dilakukan meliputi: (i) luas, (ii) keliling, (iii)
panjang, dan (iv) titik tengah suatu feature.
1. Sebelum menggunakan Calculate Geometry, pastikan
Anda telah membuat field yang akan menampung
informasi geometri yang Anda inginkan, tentunya field
tersebut bertipe Double ataupun integer
(tergantung akurasi yang Anda inginkan).
Dalam contoh ini, saya membuat terlebih dahulu field
Luas_m2, dengan tipe Double
2.

Pastikan terlebih dahulu bahwa halaman View Anda


telah disetting Map Unit nya dengan benar.
Untuk mengecek nya, klik menu View > Data
Frame Properties
Akan muncul kotak dialog Data Frame
Properties. Masuk ke tab General.
Cek pada Map Unit dan Display Unit,
Pastikan isinya adalah Meter
Klik OK.

3.

Kembali ke jendela tabel atribut.Klik kanan pada


kepala field Luas_m2 > pilih Calculate Geometry.

Jika ada pertanyaan You are about to do calculate.., pilih saja Yes

3.

Pilih Property sesuai kebutuhan perhitungan Anda.


- Untuk menghitung luas, property-nya: Area
- Untuk menghitung keliling, property-nya: Perimeter
- Untuk menghitung panjang, property-nya: Length
- Untuk menghitung titik tengah feature, property-nya: X Centroind, Y Centroid..

Pilih juga untuk Units nya. Disarankan


pilih unit meter saja.
Setelah didapat nilai dalam satuan meter
tersebut, jika menginginkan satuan lain,
dapat dilakukan perhitungan (dikonversi)
sendiri dengan bantuan Field Calculator.
Setelah memilih Unit, lalu klik OK.
Dapat dilihat, bahwa field Luas_m2 kini telah terisi.
Karena saya ingin mendapatkan luas dalam satuan
yang lain, yaitu Hektar, maka saya menambahkan
terlebih dahulu field Luas_HA, dengan tipe Double.
Untuk mengkonversi satuannya, gunakan Field
Calculator. Klik kanan pada kepala field Luas_HA >
pilih Field Calculator > Ketikkan formula berikut:
[Luas_m2]/10000
(Dari m2 ke Hektare dibagi 10.000)
Klik OK. Maka, field Luas_HA telah terisi !!!

INPUT DATA ATRIBUT DENGAN JOIN TABEL


Penambahan data atribut dapat dilakukan dengan menggabungkan data atribut dari Database
yang lain. Pada program ArcGIS dimungkinkan menggabungkan data atribut dengan ekstensi
**.mdb, **.dbf, **.xlsx
1. Masuk ke ArcMap, bukalah terlebih data yang akan digabungkan data atributnya.
Misalnya data Podes DIY.dbf
Meskipun file tersebut berekstensi .dbf, tetap gunakan icon
untuk menambahkan data
tersebut pada halaman View pada ArcMap.
2. Pastikan .shp sebagai tempat hasil join (dengan kata lain berarti .shp yang akan ditambahkan
atribut nya) telah ditambahkan pada View.
3. Kemudian klik kanan pada nama layer .shp > pilih Join and Relates > Join. Maka akan muncul
kotak dialog Join Data

4. Pada window Join Data, definisikan tiga hal :


- Definisikan field pada tabel .shp yang akan digunakan sebagai field acuan. Dalam contoh ini
yaitu field KODE_DESA
- Definisikan tabel .dbf/.xlsx mana yang akan digabungkan. Dalam contoh ini yaitu file yang akan
digabungkan yaitu podes_diy1.dbf
- Definisikan field pada tabel .dbf/.xlsx yang akan dijadikan sebagai acuan. Dalam contoh ini yaitu fi e ld
K OD E_ D ESA .
Antara field acuan pada .shp & .dbf harus sama. BUKAN nama field nya, tapi isinya.
Termasuk ada tidaknya spasi & besar/kecilnya huruf dari isi atributx (case sensitive).

5. Jika semua data telah diisi, klik OK. Tampilkan data hasil join dengan membuka atribut data
View. Pada hasil penggabungan data ditampilkan sumber dari field yang ditampilkan, misalnya
kolom podes_diy1.JMLH_RMH_T, hal ini menunjukkan kolom data dengan nama
JMLH_RMH_T berasal dari database podes_diy1.dbf.

6. Data hasil join dapat digabungkan lagi dengan data lain, dengan langkah no.3 dan 4.
7. Penggabungan data dapat juga dilakukan melalui properties data, dengan cara klik kanan
data View, pilih Properties, aktifkan tab Join&Relates, klik Add, kemudian lakukan
langkah yang sama seperti no.3 dan klik OK

8. Jika ingin menyimpan data hasil penggabungan lakukan ekspor data, klik kanan pada
data View, pilih Data > Export Data
9. Data yang telah digabungkan dapat juga dipisahkan kembali. Klik kanan data View Join
and Relates > Remove Join(s) > pilih data yang akan dipisahkan

Elida * uswatunkh21@yahoo.com * 085643774378

23

5# INPUT DATA KOORDINAT


1.

Siapkan Data (misalnya hasil GPS)


Susunlah 1 file di Excell, yang akan berisi data dari hasil survey lapangan Anda.
File tersebut paling tidak berisi field/kolom Koord_X (nama field sebenarnya terserah
Anda, yang penting field tersebut berisi nilai koordinat X), Koord_Y, ID
Dapat pula ditambahkan field-field yang lain.
Simpan data tersebut dalam format .xlsx, .xls, .txt ataupun .dbf misalnya dip.xlsx

2.

Keluarkan Data pada ArcMap


Keluarkan data dip.xlsx tersebut dengan meng-klik icon
data Anda tadi disimpan

, lalu arahkan ke folder dimana

3.

Klik kanan pada nama file tersebut, lalu pilih Display XY Data
Pada kotak dialog yang muncul, definisikan:
- X
: filed yang memuat informasi koordinat X
- Y
: filed yang memuat informasi koordinat Y
- Definisikan sistem koordinatnya. Klik Edit
Setelah semua terdefinisi, klik Apply/OK
Maka, point-point yang ada sudah muncul pada ArcMap

4.

Akan tetapi, point-point tersebut belum permanen, dan belum dapat dilakukan operasi
apapun (termasuk query), karena layer tersebut masih bersifat temporary. Maka, layer
temporary tersebut harus diubah dulu menjadi .shp
Caranya:
- Buka atribut dari tabel .xlsx nya
- Pilih semua record pada tabel tersebut. Memilih semua record dapat dilakukan secara
manual dengan icon
, kemudian di-klik kan pada kepala record semua record yang
ada. ATAU, memilih semua record dapat pula dilakukan dengan klik Option > Select All

5.

Setelah semua record dipilih > klik kanan pada layer dimana point-point tadi
direpresentasikan (biasanya nama layernya Sheet1$Event) > pilih Data > Export Data >
definisikan Output-nya (simpan pada folder Anda sendiri) > OK

6.

Selesai ! Data point GPS Anda telah menjadi peta digital dalam format .shp

CATATAN !!!!!!
Nilai koordinat yang dapat diinput secara langsung (untuk selanjutnya dibuat menjadi
peta digital dalam format .shp) hanya bisa dalam 2 bentuk (setau saya sampe saat ini n_n), yaitu
dalam bentuk (i) koordinat UTM, atau (ii) koordinat geografis dalam format Decimal Degree.
Kalau nilai koordinat dalam UTM, bisa langsung di-input. Aman ^-^ Bisa langsung
dijadikan .shp
Tapi, kalau koordinatnya dalam sistem geografis, harus dilihat dulu format penulisannya
seperti apa. Kalau format penulisannya masih dalam format Derajat Menit Detik (misalnya: 6o
30 45 LU atau 145 o 10 45 BT), maka perlu diubah dulu formatnya menjadi format Decimal
Degree (misalnya: 6,5787). Bagaimana cara konversinya ??? Di aplikasi UTM Converter sudah
disediakan rumusnya, jadi bisa tinggal input nilai derajat, menit, dan detik nya. Tapi akan
lebih baik & supaya tidak bingung asal klik-klik gitu, berikut ini cara konversi Derajat Menit
Detik ke Decimal Degree secara manual.
ao b c

= a + ( b : 60 ) + ( c : 3600 )

Misalnya untuk nilai koordinat diatas, maka cara konversinya:


6o 30 45 = 6 + (30/60) + (45/3600)
= 6 + 0,5 + 0,0125
= 6,5125
145o 10 45 = 145 + (10/60) + (45/3600)
= 145 + 0,16667 + 0,0125
= 145,1792
Nah, jika sudah dalam format demikian, nilai koordinat sudah bisa dijadikan .shp
Pengkonversian Derajat Menit Detik ke Decimal Degree DIPERLUKAN bukan hanya
untuk kepentingan yang telah dijelaskan di atas (nilai Decimal Degree merupakan nilai yang dapat
menjadi dasar konversi menjadi peta digital .shp). Namun, nilai Decimal Degree juga diperlukan
untuk melakukan konversi nilai koordinat dari GEOGRAPHIC ke sistem koordinat UTM. Itulah
kenapa pada awal tulisan ini, saya menguraikan sedikit tentang format penulisan Derajat Menit
Detik dan Decimal Degree.
Jadi, walaupun kita sudah memiliki software UTM Converter, harus dipahami benar,
bahwa TIDAK SERTA MERTA nilai koordinat geographic kita dapat langsung diinput dan
dikonversi. Tapi lihat dulu format penulisannya. Jika sudah dalam format DECIMAL DEGREE,
langsung aja diinput !!! tapi kalau belum, diubah dulu menjadi format DECIMAL DEGREE.

Elida * uswatunkh21@yahoo.com * 085643774378

25

KONVERSI NILAI KOORDINAT GEOGRAPHIC ke UTM


1.

Pastikan Anda membuka Sheet yang benar (karena dalam aplikasi UTM Conversion ini
terdapat 3 sheet). Lihat nama Sheet nya. Ok?

2.

Begitu sheet terbuka, saran saya tidak usah bingung-bingung (dulu waktu saya pertama kali
buka halaman tersebut, saya bingunggggg. Bingung banget, harus input dimana gitu, karena
ada banyak kolom). Abaikan saja halaman tersebut, karena tidak semua kolom-kolom
tersebut DIBUTUHKAN oleh kita. Fokus saja pada kolom yang kita butuhkan. Nah, kolom apa
saja yang kita butuhkan? Lanjut baca point ke-3

3.

Jika nilai koordinat SUDAH dalam DECIMAL DEGREE, masukkan nilai tersebut pada kolom L
dan M, dengan ketentuan:
PENTING !!! HARAP DIPERHATIKAN.
/* nilai koordinat Y yang lokasinya berada di sebelah SELATAN garis khatulistiwa, maka nilai
Decimal Degree nya ditambahkan nilai MINUS / NEGATIF. Jadi semisal didapat nilai koordinat
Y suatu kolasi adalah 6o 30 45 LS, maka nilai Decimal Degree nya BUKAN 6,5125 tapi 6,5125
/* Nilai koordinat X juga ada yang diberi nilai NEGATIF, jika lokasinya di sebelah barat
Greenwhich (yang dibelakang nilai koordinat nya BB / Bujur Barat). Kalau untuk wilayah
Indonesia semuanya Bujur Timur. Jadi tidak ada yang nilai koordinat X yang bernilai negatif
Nilai koordinat Y / Latitude / Northing dimasukkan pada kolom L2
Nilai koordinat X / Longitude / Easting dimasukkan pada kolom M2
Hasil konversi mjd nilai UTM dapat langsung dilihat, pada kolom AE (untuk koordinat X
nya) dan pada kolom AF (untuk nilai koordinat Y nya). Lihat nilai UTM pada cell AE2
(untuk koordinat X nya) dan pada kolom AF2 (untuk nilai koordinat Y nya)

4.

Jika nilai koordinat BELUM dalam DECIMAL DEGREE, masukkan nilai tersebut pada kolomkolom berikut, dengan ketentuan:
LIHAT PADA NILAI KOORDINAT Y / LATITUDE / NORTHING (setiap GPS kadang2
menyebutnya dengan salah satu dari nama tersebut. Tapi intinya sama saja kok, yaitu
koordinat Y)
Misalnya tertulis : 6o 30 45
Maka, masukkan nilai DERAJAT, yaitu 6 pada kolom D2
masukkan nilai MENIT, yaitu 30 pada kolom E2
masukkan nilai DETIK,
yaitu 45 pada kolom F2
Lihat pada kolom J merupakan nilai hasil konversi , yaitu nilai koordinat Y geographic kita
yang telah dalam format DECIMAL DEGREE, lihatlah pada cell J2 , tertulis 6,5125 (sama kan,
dengan perhitungan manual yang tadi kita lakukan :)

Elida * uswatunkh21@yahoo.com * 085643774378

26

LIHAT PADA NILAI KOORDINAT X / LONGITUDE / EASTING (setiap GPS kadang2


menyebutnya dengan salah satu dari nama tersebut. Tapi intinya sama saja kok, yaitu
koordinat X)
Misalnya tertulis : 145o 10 45
Maka, masukkan nilai DERAJAT, yaitu 145 pada kolom G2
masukkan nilai MENIT, yaitu 10 pada kolom H2
masukkan nilai DETIK,
yaitu 45 pada kolom I2
Lihat pada kolom K merupakan nilai hasil konversi , yaitu nilai koordinat X geographic kita
yang telah dalam format DECIMAL DEGREE, lihatlah pada cell K2 , tertulis 145,1792 (sama
kan, dengan perhitungan manual yang tadi kita lakukan :)
SETELAH NILAI KOORDINAT GEOGRAPHIC DALAM format DECIMAL DEGREE semua,
Masukkan :
Nilai koordinat Y Decimal Degree (kolom J2) dimasukkan pada kolom L2
/* nilai koordinat Y yang lokasinya berada di sebelah SELATAN garis khatulistiwa, maka
nilai Decimal Degree nya ditambahkan nilai MINUS / NEGATIF. Jadi semisal didapat nilai
koordinat Y suatu kolasi adalah 6o 30 45 LS, maka nilai Decimal Degree nya BUKAN
6,5125 tapi -6,5125
Nilai koordinat X Decimal Degree (kolom K2) dimasukkan pada kolom M2
Hasil konversi mjd nilai UTM dapat langsung dilihat, pada kolom AE (untuk koordinat X
nya) dan pada kolom AF (untuk nilai koordinat Y nya). Lihat nilai UTM pada cell AE2
(untuk koordinat X nya) dan pada kolom AF2 (untuk nilai koordinat Y nya)
5.

SELESAIIIIII

Elida * uswatunkh21@yahoo.com * 085643774378

27

Sedikit menunjukkan bukti bahwa koordinat Y geographic DENGAN dan TANPA minus itu, akan
memberikan hasil konversi yang BERBEDA. Jadi, hati-hati, apakah lokasi kita di SELATAN
khatulistiwa atau tidak? Kalo di selatan khatulistiwa, saat menuliskan pada kolom L2,
ditambahkan tanda minus (-). Begitu pula jika lokasi kita pada BUJUR BARAT (Wilayah Amerika).

Nilai UTM yang koordinat Y Geographic nya TANPA minus

Nilai UTM yang koordinat Y Geographic nya DENGAN minus

6# OVERLAY PETA
Overlay = Tumpang Susun Peta. Tapi, tumpang susunnya ada macam-macam.
Macam Overlay : (i) Intersect, (ii) Clip, (iii) Union, (iv) Merge, (v) Erase

INTERSECT = PENGGABUNGAN DENGAN TAMPALAN


1.

Keluarkan data/peta yang akan di-intersect. Dalam contoh kali ini, peta yang akan diintersect adalah poly_1.shp dan poly_2.shp

2.

Lakukan proses intersect. Pilih toolsnya.


Keluarkan terlebih dahulu jendela Toolbox. Klik
icon
, maka akan muncul jendela Toolbox .
Tools intersect sendiri terdapat dibawah tools
Analysis Tools > Overlay > Intersect.
ATAU, dapat juga dengan mengklik tab Index
pada bagian bawah jendela Toolbox
> kemudian ketik intersect pada bagian atas
jendela toolbox
.
Maka, akan muncul feature INTERSECT pada list
feature dibawahnya

3.

4.

Double klik pada Intersect (Analysis). Maka akan muncul kotak dialog Intersect.
Kemudian masukkan/inputkan peta yang akan di-intersect, yaitu Poly_1.shp dan Poly_2.shp

Definisikan pula nama file yang menjadi Output. Simpan pada folder Anda.
Klik OK. Selesai.
Hasil intersect :

PERHATIAN. !!!!
- Intersect mensyaratkan adanya irisan atau tampalan
antar peta yang di-overlay.
- Yang akan keluar sebagai output HANYA bagian peta yang
bertampalan.

Secara atribut, dapat pula dilihat hasil overlay nya:

Kini, masing-masing record memiliki informasi dari kedua layer. Field Ket_1 berasal dari
layer Poly_1.shp dan Field Ket berasal dari layer Poly_2.shp
Pada operasi intersect ini terjadi pemecahan data atribut (data atribut menjadi lebih rinci.
Perhatikan pada record dengan Ket_1 = D. Pada layer aslinya (Poly_1.shp)
hanya terdapat 1 record D, tapi setelah di-intersect dengan Poly_2.shp, terdapat
3 record D. Mengapa demikian? Karena record D tersebut dirinci menjadi: D1,
D2, dan D4.
Dengan demikianm dapat dikatakan bahwa:
Operasi intersect itu memecah (merinci) data, baik
secara grafis maupun atribut

CLIP = PENGAMBILAN
1.

Dalam contoh ini, kita akan melakukan Clip masih dengan menggunakan data yang sama
seperti halnya pada operasi intersect, yaitu menggunakan data Poly_1.shp dan Poly_2.shp
Keluarkan data .shp tersebut pada ArcMap.

2.
3.

Jika jendela Toolbox belum muncul, klik terlebih dahulu


.
Klik tab Index yang ada pada bagian bawah jendela Toolbox > lalu ketik Clip

Double klik pada Clip (analysis),


Maka akan muncul kotak dialog Clip

4.

Pada kotak dialog Clip ini :

5.

Definisikan:
- Peta yang akan di-Clip (yaitu peta yang akan diambil datanya)
- Peta yang digunakan untuk meng-Clip (yaitu peta yang menjadi acuan/dasar pengambilan
data)
- Output file. Simpan pada folder Anda sendiri.
Setelah semua terdefinisi, klik OK
Hasil CLIP:

Hanya terbentuk 2 polygon pada output (bandingkan pada operasi intersect yang
menghasilkan 4 polygon pada Output-nya). Mengapa? Karena pada operasi Clip ini, tidak
dilakukan PEMECAHAN / PERINCIAN data. Operasi clip hanya melakukan PENGAMBILAN
DATA. Data siapa yang diambil? Yaitu data dari Input Feature (lihat kembali pada kotak
dialog Clip).
Karenanya, dalam pendefinisian Input Feature dan Clip Feature ini jangan sampai
terbalik. Hati-hati. !

Tidak adanya pemecahan data dapat dilihat pada Tabel Attribute.


Berikut ini tabel atribut dari output clip diatas.

Cermati ! Berbeda dengan output dari operasi intersect, record D pada output Clip hanya
terdapat 1 saja (pada intersect record D ada 3). Mengapa? Karena operasi Clip TIDAK merinci
record D menjadi record D1 dan D2.
Operasi CLIP hanya mengambil data
TIDAK merinci data

UNION = PENGGABUNGAN
1.

Dalam contoh ini, kita akan melakukan Union masih dengan menggunakan data yang sama
seperti halnya pada operasi intersect, yaitu menggunakan data Poly_1.shp dan Poly_2.shp
Keluarkan data .shp tersebut pada ArcMap.

2.
3.

Jika jendela Toolbox belum muncul, klik terlebih dahulu


.
Klik tab Index yang ada pada bagian bawah jendela Toolbox > lalu ketik Union
Double klik pada Union (Analysis). Maka akan muncul kotak dialog Clip
Pada kotak dialog Clip ini, definisikan peta yang akan digabung & definisikan Output file.
Simpan pada folder Anda sendiri. :

4.

Setelah semua terdefinisi, klik OK

5.

Hasil UNION:

Terbentuk 11 polygon pada output (bandingkan pada operasi intersect yang menghasilkan 4
polygon pada Output-nya). Mengapa? Karena pada operasi UNION, Union melakukan
PENGGABUNGAN DATA (dalam konteks ini, yaitu polygon), baik data (dalam konteks
contoh ini yaitu polygon) tersebut bertampalan atau tidak.
Berikut ini tabel atribut dari output Union diatas.

Data dari Poly_1.shp

Data dari Poly_2.shp

Operasi UNION menggabungkan data


& membuat field-field dari semua field yang ada pada kedua peta .shp

MERGE = PENGGABUNGAN, DENGAN REPLACE FIELD


Terdapat 1 lagi teknik penggabungan data peta yang mirip sekali dengan UNION, namun
terdapat perbedaan yang sangat vital antara keduanya. Kita praktekkan terlebih dahulu Merge !

1.

Dalam contoh ini, kita akan melakukan Merge masih dengan menggunakan data yang sama
seperti halnya pada operasi intersect, yaitu menggunakan data Poly_1.shp dan Poly_2.shp
Keluarkan data .shp tersebut pada ArcMap.

2.
3.

Jika jendela Toolbox belum muncul, klik terlebih dahulu


.
Klik tab Index yang ada pada bagian bawah jendela Toolbox > lalu ketik Merge
Double klik pada Merge (Management). Maka akan muncul kotak dialog Merge
Pada kotak dialog Merge ini, definisikan peta yang akan digabung & definisikan Output file.
Simpan pada folder Anda sendiri. :

4.

5.

Setelah semua terdefinisi, klik OK


Hasil MERGE:

Terbentuk 8 polygon pada output (bandingkan pada operasi UNION yang menghasilkan 11
polygon pada Output-nya). Mengapa? Karena pada operasi UNION, data (polygon) yang
bertampalan dibentuk/dibuatkan menjadi polygon baru, sedangkan pada operasi MERGE
polygon yang bertampalan tidak dibentuk/dijadikan polygon baru & justru terjadi OVERLAP
polygon. Hal ini TIDAK DIPERBOLEHKAN.! Mengapa? Karena akan mengakibatkan
kesalahan pada perhitungan luas.
Apa buktinya bahwa terjadi overlap polygon pada hasil merge?

Ketika saya meng-klik area ini

, terdapat 2 polygon lain yang ikut terpilih.

Meskipun begitu, coba lihat pada tabel atribut dari output Merge berikut ini.

Data dari Poly_1.shp


Data dari Poly_2.shp
Terlihat bahwa tabel atributnya lebih simple dan sedikit field-nya (dibandingkan pada hasil
UNION). Mengapa? Karena pada operasi MERGE ini, jika terdapat nama field yang sama pada
kedua peta yang digabung, maka Merge tidak akan membuat field baru, melainkan
langsung me-replace pada field yang sudah ada tersebut.

Operasi UNION menggabungkan data


& tidak akan membuat field baru jika terdapat field yang
namanya (nama field-nya) sama

Dari 2 perbandingan antara Union dan Merge ini, tersisa satu pertanyaan:
Kapan kita menggunakan UNION dan kapan kita menggunakan MERGE?
-

Gunakan UNION jika peta yang akan digabung


terdapat bagian/area yang bertampalan &
sebagiannya lagi tidak bertampalan
Gunakan MERGE jika peta yang akan digabung
SELURUHNYA (seluruh bagian peta nya) tidak
bertampalan

ERASE = MENGHAPUS
1.

Dalam contoh ini, kita akan melakukan Erase masih dengan menggunakan data yang sama
seperti halnya pada operasi intersect, yaitu menggunakan data Poly_1.shp dan Poly_2.shp
Keluarkan data .shp tersebut pada ArcMap.

2.
3.

Jika jendela Toolbox belum muncul, klik terlebih dahulu


.
Klik tab Index yang ada pada bagian bawah jendela Toolbox > lalu ketik Erase

Double klik pada Erase (analysis),


Maka akan muncul kotak dialog Erase

4.

Pada kotak dialog Erase ini :

5.

Definisikan:
- Peta yang akan di-Clip (yaitu peta yang akan diambil datanya)
- Peta yang digunakan untuk meng-Erase (yaitu peta yang menjadi acuan/dasar
pengambilan data)
- Output file. Simpan pada folder Anda sendiri.
Setelah semua terdefinisi, klik OK
Hasil ERASE:

Operasi ERASE hanya menghapus data

7# BUFFER
BUFFER = LINGKARAN PENGARUH
Operasi buffer memodelkan area dengan jarak tertentu dari suatu feature.
1.

Dalam contoh ini, kita akan melakukan BUFFER Point_1.shp


Keluarkan data .shp tersebut pada ArcMap.

2.
3.

Jika jendela Toolbox belum muncul, klik terlebih dahulu


.
Klik tab Index yang ada pada bagian bawah jendela Toolbox > lalu ketik Buffer

Double klik pada Buffer (analysis), Maka akan muncul kotak dialog Buffer

WAJIB dalam Meter

Jarak buffer

Diganti ALL

Setelah semua terdefinisi, klik OK

5.

Hasil BUFFER:

Tabel atributnya:

Elida * uswatunkh21@yahoo.com * 085643774378

40

8# DISSOLVE
DISSOLVE = MENG-GENERALISASI
Operasi dissolve membuat suatu generalisasi tertentu BERDASARKAN criteria tertentu
dari suatu feature.
1.

Dalam contoh ini, kita akan melakukan DISSOLVE Poly_1.shp


Keluarkan data .shp tersebut pada ArcMap.

2.
3.

Jika jendela Toolbox belum muncul, klik terlebih dahulu


.
Klik tab Index yang ada pada bagian bawah jendela Toolbox > lalu ketik Disolve

Double klik pada Dissolve (Management), Maka akan muncul kotak dialog Dissolve

Akan melakukan dissolve


berdasarkan.

Definisikan Input, Output, dan Kriteria. Setelah semua terdefinisi, klik OK

5.

Hasil DISSLOVE:

Sebelum Dissolve :

Elida * uswatunkh21@yahoo.com * 085643774378

42

9# LAYOUT PETA
Pembuatan layout peta dilakukan pada halaman Layout View. Pada halaman ini, kita
melakukan berbagai pengaturan untuk menyiapkan peta siap cetak, mulai dari pengaturan ukuran
kertas, tata letak peta dan komponen-komponennya, penyisipan logo instansi, dll.
Untuk menampilkan data di view layout, kita klik Layout View.

Klik Layout View


Begitu Layout View kita pilih, kemudian akan muncul toolbar Layout akan muncul. Tool ini
dapat digunakan untuk navigasi di sekitar layout peta.

Unsur-unsur peta dapat diatur dalam berbagai ukuran kertas dan orientasi kertas dapat
landscape atau portrait. Lebih baik kita menentukan hal ini lebih dulu sebelum memulai
proses layout peta. Ukuran peta dan orientasinya dapat dipilih dengan klik pada menu File dan
pilih Page and Print Setup. Dialog box Page and Print Setup akan muncul.
PENGATURAN UKURAN & POSISI KERTAS
1. Hal pertama yang harus diatur dalam layout adalah ukuran kertas. Mengapa? Karena ukuran kertas akan
berpengaruh pada besar/kecilnya peta yang akan ditampilkan, dan besar/kecilnya tampilan peta akan
mempengaruhi skala.
Untuk mengatur ukuran kertas, klik menu File > Page and Print Setup. Maka akan muncul kotak dialog:

Pilih ukuran kertas

Pilih posisi kertas, PORTRAIT


atau LANDSCAPE ?
Saran:
Pilihlah PORTRAIT jika panjang
utara selatan peta lebih besar
daripada panjang barat timur.

Berikut ini contoh halaman layout yang posisinya dipilih Landscape

2.

Warna Background peta dapat diubah dengan memilih data frame dan klik tombol Fill
Color pada Toolbar Draw. Jika kita sudah memilih warna background yang diinginkan, map
background color akan di-updated.

Gambar. Warna Background Peta

MENAMBAHKAN ARAH UTARA


North Arrow ditambahkan dengan mengklik menu Insert dan memilih tombol
pilihan North Arrow. Dalam dialog box North Arrow Selector yang muncul, kita dapat
memilih berbagai macam north arrows dan mengubah properties arrow yang dipilihnya.

Gambar. Memilih North Narrow

Begitu arrow sudah dipilih, properties-nya sudah dispesifikan, dan tombol OK


diklik, north arrow akan ditambahkan dalam map layout. Kita dapat me-resize dengan
meng-klik dan men-dragg pada salah satu pojoknya. Selain itu, kita dapat memindahkan
north arrow ke tempat yang diinginkan.

Gambar. Hasil Memilih North Narrow

MENAMBAHKAN SKALA GARIS


Skala garis (Scale Bar)
dapat
ditambahkan
dengan
mengklik menu Insert dan memilih
tombol pilihan Scale Bar. Bentuk
scale bar yang diinginkan dapat
dipilih dan properties- nya dapat
diedit dalam dialog box Scale Bar
Selector.

Jika tombol OK sudah di-klik, scale bar yang terpilih akan secara otomatis muncul dalam
layout peta. Kita dapat mengklik dan drag scale bar ke lokasi yang diinginkan untuk
mendapatkan hasil yang maksimal.

Gambar. Hasil Scale Bar

MENAMBAHKAN LEGENDA
Legenda dapat ditambahkan dengan mengklik menu Insert > Legend. Kemudian
dialog box Legend Wizard akan muncul.

Gambar. Legenda Wizard

Secara default, legenda mencakup semua layer dalam peta, dan jumlah
kolom l egenda menjadi satu. Kita dapat memilih layer mana yang akan ditampilkan dalam
legenda dengan memilih layer dari Map Layer box dan klik tanda panah kanan (>>).
Layer yang terpilih akan ditampilkan dalam box Legend Items. Jika sudah memilih,
tombol Next di-klik. Frame wizard yang kedua akan muncul.

Elida * uswatunkh21@yahoo.com * 085643774378

46

Gambar. Next Legenda Wizard

Dalam frame ini, kita memasukan judul legenda, mengatur properties, dan
mengatur posisi judul. Kemudian tekan tombol Preview untuk melihat sampel
legenda yang tampil di peta. Kita harus mengklik tombol Preview lagi sebelum ke frame
dialog legend wizard berikutnya. Setelah semua parameter terpilih, klik Next. Dalam
frame ini, kita dapat memilih Legend Frame border, background color, dan drop shadow.
Jika sudah, tekan Next. Frame berikutnya akan muncul.

Gambar. Next Legenda Wizard

Dalam frame ini, kita dapat mengubah size dan shape dari patch simbol yang
digunakan untuk menampilkan kembali feature garis dan polygon dalam legenda. sudah,
tekan Next. Frame terakhir akan muncul. Dalam frame ini, kita dapat mengubah spasi
antara komponen yang berbeda dari legenda. Kemudian klik tombol Finish. Tampilan
layout akan ter-update, dan kita dapat me-resize dan memindah box legenda ke lokasi
yang diinginkan.

Elida * uswatunkh21@yahoo.com * 085643774378

47

Gambar. Finish dan Hasil

Elida * uswatunkh21@yahoo.com * 085643774378

48

10# KONVERSI TIPE FILE


1) Buka ArcMap
2) Keluarkan data .dwg

Maka data .dwg akan muncul pada jendela view.

3) Munculkan/tampilkan layer-layer tunggal pada .dwg tersebut


Caranya, klik tanda + yang ada pada sebelah kiri nama layer.

Setelah tanda
+ di-klik, akan
mjd

Kontrol on-off layer pada .dwg sebenarnya pada check box ini. Maka akan muncul peta-peta nya.

4) Selanjutnya, untuk menconvert (.dwg) menjadi .shp, pada prinsipnya adalah dengan melakukan
export data.
5) Pertama-tama, Select terlebih dahulu feature yang akan di-convert. Untuk convert kali ini, saya
ingin mengconvert layer point nya. Maka, saya men-select dulu semua feature point.
- Matikan (jangan di-centang) layer-layer selain point
-

Kemudian select feature nya menggunakan icon select feature


feature nya di-drag aja pemilihannya.

. Supaya cepat, memilih

Kemudian, klik kanan pada nama layer point >> pilih Export >> Data

Maka akan muncul kotak dialog Export Data

Klik icon Browse


, Simpan pada folder & beri
nama file .shp sesuai keinginan kita.
Lalu klik OK.

Elida * uswatunkh21@yahoo.com * 085643774378

51

Mau menambahkan hasil export ke jendela View? Pilih aja Yes

Maka, layer point.shp yang tadi telah saya buat, telah terbentuk dan dapat tampil di ArcMap

.shp hasil convert


dari .dwg

Layer point.dwg

6) Lakukan cara yang sama (langkah 5-6) untuk mengconvert feature-feature yang lain n_n,
Pada intinya langkah nya itu hanya memilih feature, lalu export !!!!

11# 3D ANALYST
Sejauh ini sistem koordinat kita hanya membahas bentuk 2D yaitu penggambaran lokasi
pada peta dengan koordinat X (lintang) dan koordinat Y (bujur). Sebenarnya ada satu lagi
aspek lokasi yang kita abaikan, yaitu koordinat Z atau informasi ketinggian. Dengan
bertambah majunya teknologi SIG, maka sekarang kita bisa menyimpan dan menampilkan
ketiga unsur tadi pada setiap titik yang ada pada peta digital di komputer menjadi tampilan
yang lebih mendekati kenyataan. Pada perangkat lunak SIG saat ini, suatu bidang 3D bisa
dihasilkan dari berbagai macam data dan berbagai cara.
Model medan digital (Digital Terrain Model/DTM) adalah data digital yang
menggambarkan geometri dari bentuk permukaan bumi (atau bagiannya) yang terdiri dari
himpunan titik-titik koordinat hasil sampling dari permukaan dan dari algoritma yang
mendefinisikan permukaan tersebut menggunakan himpunan koordinat (Tempfli,1991).
Variasi dari permukaan bumi, seperti relief dapat disajikan secara matematis sebagi fungsi
dari posisi. Posisi dapat didefinisikan sebagai koordinat geografi (f,I), atau koordinat empat
persegi panjang (X,Y) pada peta berproyeksi misal, UTM. Data elevasi bisa mengacu pada
datum (seperti: mean sea level).
DTM juga merupakan suatu sistem, model, metode, dan alat dalam mengumpulkan,
prosessing, dan menyajikan informasi medan. Susunan nilai-nilai digital yang mewakili
distribusi spasial dari karakteristik medan, distribusi spasial diwakili oleh nilai-nilai pada
sistem koordinat horisontal X Y dan karakteristik medan diwakilioleh ketingggian medan
dalam sistem koordinat Z (Frederic J. Doyle, 1991).
Sumber data DEM adalah data evaluasi yang dapat berupa garis dan titik yang dapat
diperoleh dari: foto udara tegak stereo, citra satelit stereo, maupun data pengukuran
lapangan; GPS, Thepdolith, EDM, Total Station, Echounsounder, peta topografi, linier array
image.
DEM umumnya menyajikan permukaan medan sebagai fungsi nilai tunggal:
Z = f (x,y)
dimana :

x,y = posisi
Z = satu nilai ketinggian

Interpolasi sangat penting dalam pembentukan DTM. Interpolasi adalah proses


penentuan dari nilai pendeekatan dari variabel f(P) pada titik antara P, bila f(P) merupakan
variabel yang mungkin skalar dan vektor yang dibentuk oleh harga f(P1) pada suatu titik P1
dalam ruang yang berdimensi r (Tempfli, 1977).
Interpolasi relief medan (terrain) dinyatakan dengan variabel skalar dan ruang dua
dimensi. Ketinggan atau kedalaman diukur pada titik-titik Pi(xi,yi), selanjutnya dapat
dibentuk suatu fungsi :
Pi = f(xi,yi)
Dimana : xi, yi = koordinat model atau terrain
f = fungsi terrain

Elida * uswatunkh21@yahoo.com * 085643774378

53

Penentuan nilai suatu besaran berdasarkan besaran lain yang sudah diketahui nilainya,
dimana letak dari besaran yang akan ditentukan tersebut di antara besaran yang sudah
diketahui. Besaran yang sudah diketahui tersebut disebut sebagai acuan, sedangkan besaran
yang ditentukan disebut sebagai besaran antara (intermediate value). Dalam interpolasi
hubungan antara titik-titik acuan tersebut didekati deengan mengguakan fungsi yang disebut
fungsi interpolasi. Fungsi yang banyak dipergunakan dalam interpolasi adalah fungsi
polinominal.
Terdapat beberapa struktur data yang berbeda yang dapat digunakan untuk menyajikan
topografi:
a. Grid atau Lattice
Struktur ini menggunakan sebuah bidang segitiga teratur, segiempat, atau bujursangkar
atau bentuk siku yang teratur grid. Perbedaan resolusi grid dapat digunakan, pemilihannya
biasanya berhubungan dengan ukuran daerah penelitian dan kemampuan fasilitas komputer.
Seperti data dapat disimpan dengan berbagai cara, biasanya metode adalah dengan
koordinat Z berhubungan untuk rangkaian titik-titik sepanjang profil dengan titik awal dan
spasi grid tertentu (Moore et al., 1991).
b. TIN (Triangular Irregular Network)
Model TIN merupakan suatu set data yang membentuk segitiga dari suatu data set ang
tidak saling bertampalan dengan koordinat x, y dan nilai z yang menyajikan data elevasi.
Pada setiap segitiga dalam TIN terdiri dari titik dan garis yang saling terhubungkan sehingga
membentuk segitiga. Model TIN dangta berguna dalam merepresentasikan ruang (spasial)
dalam bentuk 3D, sehingga dapat mendekati kenyataan dilapangan. Salah satu diantaranya
adalah dalam membangun Model Permukaan Bumi Digital (Digital Terrain Model/DTM).
Model TIN disimpan dalam topologi berhubungan
antara segitiga dengan segitiga didekatnya dimana
titiktitik didefinisikan pada tiap segitiga dengan segitiga
lain.
Tiap bidang segitiga digabungkan dengan tiga titik
segitiga yang dikenal sebagai facet (Mark 1975).
c. Kontur
Dibuat dari digitasi garis kontur disimpan dalam
format seperti Digital Line Graphs (DLGs) membuat pasangan-pasangan koordinat x,y
sepanjang tiap garis kontur yang menunjukkan elevasi khusus.
Berdasarkan DEM tersebut dapat diturunkan beberapa model medan digital, antara lain :
model tiga dimensi (3D), kontur (Contours), profil, perhitungan volume, peta efek bayangan
(hill shading), lereng (slope), aspek (aspect), visibility, tampilan 3D real time. Masingmasing turunan DEM ini mempunyai aplikasi tertentu yang menyangkut aspek ketinggian /
elevasi, misal: visibility bermanfaat untuk aplikasi perencanaan penempatan pemancar
penguat sinyal telepon selluler.
DTM (Digital Terrain Model) atau biasa disebut model pandangan 3D/perspektif
menggambarkan konfigurasi permukaan bumi dengan pandanagn perspektif atau pandangan
mata burung (birds eye view) dalam bentuk blok diagram 3D. Tema peta lainnya
dimungkinkan juga secara 3D dengan acuan DEM-nya. Pada display 3D dapat ditentukan
antara lain, sudut pengamatan, titik pusat pengamatan, skala ketinggian/ VE, titik
pengamatan, arah pandangan atu rotasi.

Dari model digital yang telah dibuat, dapat dihasilkan berbagai turunan model digital
tersebut, yang dilakukan melalui surface analyst. Dengan menggunakan fungsi ini, informasi
tambahan untuk menghasilkan data baru bisa diperoleh dan pola yang ada pada surface bisa
dikenali, diantaranya:
a. Aspect
Fungsi aspect mencari arah dari penurunan yang paling tajam (steepest down-slope
direction) dari masingmasing sel ke sel-sel tetangganya. Nilai output adalah arah aspect: 0
adalah tepat ke utara, 90 adalah timur, dst. Beberapa aplikasi aspect a:
- Cari semua slope yang menghadap ke selatan pada sebuah landscape sebagai salah satu
kriteria untuk mencari lokasi paling baik untuk membangun sebuah rumah.
- Hitung iluminasi matahari untuk masing-masing lokasi pada lokasi penelitian untuk
menentukan keragaman hayati pada lokasi tersebut.
b. Slope
Fungsi slope menentukan slope atau laju perubahan maksimum dari setiap sel dengan
tetangganya. Fungsi ini menghasilkan theme slope grid berupa nilai slope dalam persentasi
(contoh: slope 10%) atau dalam derajat (contoh: slope 45). Beberapa aplikasi slope:
Tunjukkan semua area datar yang cocok untuk lahan-lahan pertanian/perkebunan.
c. Hillshade
Fungsi hillshade digunakan untuk memprediksi iluminasi sebuah surface untuk kegunaan
analisa ataupun visualisasi. Untuk analisis, hillshade dapat digunakan untuk menentukan
panjangnya waktu dan intensitas matahari pada lokasi tertentu. Untuk visualisasi, hillshade
mampu menonjolkan relief dari surface. Contoh penggunaan analisis hillshade menggunakan
input.
Langkah awal untuk melakukan 3D analyst adalah membangun model elevasi digital (DEM, TIN).
Membuat DEM dari titik elevasi
1. Jalankan program ArcMap
2. Keluarkan data yang diperlukan, yaitu data
titik ketinggian.
3. Mengaktifkan 3D Analyst, dengan menu
View > Toolbar > 3D Analyst
4. Membangun DEM
(i) Membangun DEM dapat dilakukan
dengan beberapa cara, untuk data ketinggian tipe
titik, dapat dilakukan Krigging interpolation
Caranya: 3D Analyst > Interpolate to Raster >
Krigging

(ii) Mengatur/men-setting krigging yang akan dilakukan.

5. Membuat turunan DEM melalui surface analyst, dengan membuat turunan, berupa :
contour, aspect, hillshading, viewshade, cut and fill, dan slope.
(i) Surface Analyst Contour
Untuk membuat peta kontur.

(ii) Surface Analyst Aspect caranya sama dengan point (i) namun yang dpilih adalah
fungsi/fitur Aspect
(iii) Surface Analyst Hillshade caranya sama dengan point (i) namun yang dpilih adalah
fungsi/fitur Hillshade
(iv) Surface Analyst Slope caranya sama dengan point (i) namun yang dpilih adalah
fungsi/fitur Slope
Sebagai tambahan, saat menggunakan surface analyst slope ini, sistem secara
otomatis akan mengkelaskan nilai (klasifikasi) kemiringan lerengnya. Namun, user
dapat mengubah sendiri klasifikasinya sesuai kebutuhan. Untuk mengubah klasifikasi
kemiringan lereng, caranya :
- Buka Data frame properties shapefile terkait, dengan cara double klik shapefile
- Masuk tab symbology > tentukan banyaknya kelas > klik Classify
Pastikan method-nya Manual

Tuliskan
kelas baru
di sini.
Diketik
manual

Jadi:

(v) Surface Analyst Viewshade (Visibility) Untuk melakukan surface analyst visibility
dibutuhkan 2 data, yaitu peta dasar dan lokasi amatan. Maka, sebelum melakukan
analisa ini, praktikan terlebih dahulu membuat shapefile baru dan menentukan titik
amatan sembarang, dalam hal ini diumpamakan sebuah resort. Setelah itu, caranya
sama dengan cara-cara sebelumnya. Tinggal memilih 3D Analyst > Surface Analyst >
Viewshade
6. Berbagai turunan DEM dapat pula dilakukan dari data TIN. TIN dapat dibuat dari data
ketinggian baik yang berupa titik maupun garis (kontur).
Caranya: 3D Analyst > pilih Create/Modify TIN > Create TIN from feature

Hati-hati dalam menentukan:


- Input layer
- Data ketinggian (Height source)

Setelah TIN terbentuk, user dapat melakukan berbagai surface analyst.

TIN Turgo

Peta kontur Turgo

7. Untuk
membuat
tampilan
perspektif
3-Dimensi
dan
Animasi terbang, disediakan
fasilitas modul ArcScene. Klik
icon
untuk mengaktifkan
modul tersebut.
Catatan:
- data/file
yang
dapat
ditampilkan kenampakan 3Dnya ini hanyalah data yang
mempunyai
informasi
ketinggian, seperti kontur,
DEM, hillshading.
- Untuk memberikan kesan 3
dimensi yang baik, dapat dilakukan dengan mengatur pembesaran vertikal dari arah
sudut pengamatan dengan mengatur properties dari layer bayangan. Caranya:
Klik ganda shapefile > Masuk tab Base Height > pilih radio button Obtain Height For
Layer From Source, pilih file kita > lihat Z Value di bawahnya, ganti nilai Z Value dari 1
menjadi nilai yang lebih besar, seperi 5. Atau jika belum tampak adanya perbedaan,
ganti menjadi 0,0001. Hasilnya:
8. Membuat animasi terbang
pada ArcScene atau 3D
real time. Caranya: Klik
icon
Klik kiri mengurangi
kecepatan, klik kanan
menambah kecepatan.
9. Membuat layout berbagai
peta yang telah dibuat tadi.
----------oo0o----------

REFERENSI :
ESRI (Environmental System Research Institute). 2008. What Is ArcGIS 9.3. New York:
ESRI.
Raharjo, Beni. Tutorial ArcGIS Bagi Pemula: Versi ArcGIS 9.3.1. Dipublikasikan oleh
GISTutorial.NET. Diakses dari situs www.gistutorial.net tanggal 16 Juni 2011.
Tim Penyusun. 2009. Petunjuk Praktikum Sistem Informasi Geografis Pemodelan Spasial.
Yogyakarta : Lab. SIG Fakultas Geografi, UGM.

Zona UTM (UNIVERSAL TRANSVERSE MERCATOR) Indonesia

Elida * uswatunkh21@yahoo.com * 085643774378

59

You might also like