Professional Documents
Culture Documents
com * 085643774378
ArcGIS ?
Mapping is easy n fun
ArcGIS Desktop adalah sebuah paket terpadu dan komprehensif aplikasi SIG keluaran ESRI
(Environmental System Research Institute) sebuah perusahaan yang fokus pada solusi pemetaan
digital. ArcGIS telah mencakup kemampuan tiga level fungsionalitas, yaitu ArcView, ArcEditor,
dan ArcInfo (lihat Gambar 1). ArcView memiliki keunggulan pada pembuatan dan analisis data
spasial; ArcEditor unggul dalam pembuatan, editing, dan manipulasi geodatabase; dan ArcInfo
unggul dalam kemampuan geoprcessing nya. Dengan terintegrasinya tiga fungsionalitas ini dalam
ArcGIS, menjadikan ArcGIS sebagai software SIG paling powerfull hingga saat ini (ESRI, 2008).
ArcGIS
ArcView
ArcEditor
ArcInfo
PETA
Ketersediaan Peta:
Sudah ADA PETA
Hardcopy/Analog:
Ukuran tidak sesuai
Simbol tidak sesuai
Terlalu ruwet
Informasi tidak dapat
di-extract untuk
analisis digital
Softcopy:
Format data tidak
sesuai (missal .dwg),
shg informasi tidak
dapat di-extract
untuk analisis digital
Data Lapangan:
Data koordinat
X Y, & atribut
nya (Hasil GPS )
Citra PJ:
Google Earth
Landsat
Dll
Ekstraksi
informasi citra
Pembuatan
peta digital
(DIGITASI/
convert)
DATA ATRIBUT
DATA VECTOR
Data disimpan-proses-disajikan
dalam rangkaian koordint X Y
.shp, .tab, .dwg.
Ada data atribut
AREA/POLYGON
Feature yg punya dimensi luas
Penggunaan lahan,dll
Y1
X1
POINT
Feature yg tidak punya
dimensi panjang & luas
Bangunan, titik gempa
LINE
Feature yg punya
dimensi panjang
Jaringan jalan, sungai
2. Bukalah folder Anda, kemudian klik kanan > pilih New > Shapefile
Shapefile inilah yang sering kita kenal dengan istilah .shp
3. Definisikan:
- Nama file .shp
- Tipe data
Tipe apakah .shp yang Anda
buat tersebut ???
- Pemilihan sistem koordinat yang digunakan tergantung pada peta yang akan di-digitasi.
Dalam latihan ini sistem koordinat yang digunakan adalah UTM (Universal Transverse
Mercator). Untuk mendefinisikannya secara lengkap, pilih Projected Coordinate
System > UTM > WGS 1984 > Pilih zona
Pada zona berapakah zona Anda ???
Untuk mengisi sistem koordinat, pilih Edit. Kemudian untuk memilih/mendefinisikan sendiri
sistem koordinatnya, pilih Select. Sedangkan jika kita ingin mengambil sistem koordinat yang
sudah terdefinisi pada suatu peta (.shp) yang lain, kita dapat mengklik Import.
Dalam praktek kali ini, peta yang dibuat dan di-digitasi adalah peta dengan sistem koordinat UTM.
Maka, pada kotak dialog Browse For Coordinate System, pilihlah Projected Cordinate Systems
> klik Add > kemudian pilih jenis sistem proyeksinya UTM > kemudian untuk datum-nya pilih
WGS 1984 > dan pada kotak dialog pemilihan zona, pilih zona dimana peta yang akan Anda
buat berada (lihat lampiran gambar zona UTM).
Dalam praktek ini, peta yang akan dibuat berada pada zona 49 S.
Hasil dari pendefinisian yang telah dilakukan, maka pada kotak dialog Spatial Reference
Properties kini sudah terisi informasi sistem koordinat nya. Kemudian klik OK.
2# GEOREFERENCING
APAKAH GEOREFERENCING ITU?
Georeferencing = Geo + Reference
Geografis
Acuan
Georefrencing adalah proses memberi acuan nilai geografis pada suatu gambar/peta
yang akan didigitasi. Nilai geografis tersebut tidak lain adalah nilai-nilai koordinat. Proses
georeferencing dilakukan dengan menetukan minimal 4 titik (yang disebut sebagai titik
ikat/control point), kemudian meng-input nilai koordinat pada masing-masing titik
tersebut.
Dari manakah kita dapat mengetahui nilai koordinat nya ???
2.
Kotak dialog Create Pyramids akan muncul saat kita baru pertama kali me-load suatu
data raster ke dalam ArcMap.
3.
Setelah peta ditampilkan, langkah selanjutnya adalah mengaktifkan tool bar Georeferencing.
Mengklik kanan mouse pada lokasi tool bar yang kosong kemudian pilih georeferencing.
Atau klik manu Tools > Customize
4.
Tentukan titik kontrol yang dipilih atau dibuat minimal 4 titik, kemudian catat berapa nilai
koordinatnya. Saran: Pilihlah titik yang berada pada pojok-pojok peta.
X1
X2
X3
X4
5.
:456000
Y1 : 9149000
:461000
Y2 : 9149000
:..Y3 :
:..Y4 :
Titik Ikat 1
Titik Ikat 2
Titik Ikat 3
Titik Ikat 4
6.
Maka akan muncul kotak dialog Enter Coordinates. Masukkan nilai titik ikat 1 yang telah
direncanakan tadi. Kemudian klik OK.
7.
Jika 4 titik ikat telah fix, kemudian mengklik Georeferencing > Update Georeferencing
8.
Selesai. Gambar/peta Anda telah memiliki nilai geografis, maka gambar/peta sudah siap
untuk di-digitasi.
= a + ( b : 60 ) + ( c : 3600 )
13
3# DIGITASI
DIGITASI POINT & LINE
Setelah persiapan diatas (registrasi peta dan
pembuatan theme baru) selesai maka kini anda
telah siap melakukan digitasi layer dengan Arc
Map.
1) Menampilkan peta yang sudah diregistrasi
dan theme baru yang telah anda buat
dengan mengklik icons
2)
3)
4)
Pastikan dulu bahwa Target nya benar, yaitu adalah layer yang akan di-edit.
5)
DIGITASI AREA
1)
Sebelum memulai digitasi yang baru, pastikan view Anda telah mengganti Target. Target
mendefinisikan layer manakah yang akan Anda edit.
2)
Zoom terlebih dahulu lokasi yang akan di-digitasi. Dalam contoh ini, desa yang akan didigitasi
hanyalah Desa Tambong Wetan dan Desa Krajan.
PENTING !!!!
- Dalam mendigitasi polygon, buatlah (digitasi-lah) terlebih dahulu
polygon terluar. Hal ini penting untuk menghindari overlap
polygon ataupun adanya ruang kosong antar polygon.
- Dalam mendigitasi polygon, dimulai dari titik awal & diakhiri pada
titik awal itu pula.
3)
4)
5)
Hasilnya:
Telah terbentuk 2 polygon, dan 2 baris data atribut.
17
2.
3.
4.
Definisikan nama field pada Name & jenis field pada Type
Dalam contoh ini, tambahkan 2 field, yaitu:
Field Nama, dengan tipe Text, dan
Field Ket, dengan tipe Text
3.
4.
5.
2.
3.
19
Klik OK, maka field yang semula kosong kini telah terisi dengan teks yang kita input tadi.
3.
Jika ada pertanyaan You are about to do calculate.., pilih saja Yes
3.
5. Jika semua data telah diisi, klik OK. Tampilkan data hasil join dengan membuka atribut data
View. Pada hasil penggabungan data ditampilkan sumber dari field yang ditampilkan, misalnya
kolom podes_diy1.JMLH_RMH_T, hal ini menunjukkan kolom data dengan nama
JMLH_RMH_T berasal dari database podes_diy1.dbf.
6. Data hasil join dapat digabungkan lagi dengan data lain, dengan langkah no.3 dan 4.
7. Penggabungan data dapat juga dilakukan melalui properties data, dengan cara klik kanan
data View, pilih Properties, aktifkan tab Join&Relates, klik Add, kemudian lakukan
langkah yang sama seperti no.3 dan klik OK
8. Jika ingin menyimpan data hasil penggabungan lakukan ekspor data, klik kanan pada
data View, pilih Data > Export Data
9. Data yang telah digabungkan dapat juga dipisahkan kembali. Klik kanan data View Join
and Relates > Remove Join(s) > pilih data yang akan dipisahkan
23
2.
3.
Klik kanan pada nama file tersebut, lalu pilih Display XY Data
Pada kotak dialog yang muncul, definisikan:
- X
: filed yang memuat informasi koordinat X
- Y
: filed yang memuat informasi koordinat Y
- Definisikan sistem koordinatnya. Klik Edit
Setelah semua terdefinisi, klik Apply/OK
Maka, point-point yang ada sudah muncul pada ArcMap
4.
Akan tetapi, point-point tersebut belum permanen, dan belum dapat dilakukan operasi
apapun (termasuk query), karena layer tersebut masih bersifat temporary. Maka, layer
temporary tersebut harus diubah dulu menjadi .shp
Caranya:
- Buka atribut dari tabel .xlsx nya
- Pilih semua record pada tabel tersebut. Memilih semua record dapat dilakukan secara
manual dengan icon
, kemudian di-klik kan pada kepala record semua record yang
ada. ATAU, memilih semua record dapat pula dilakukan dengan klik Option > Select All
5.
Setelah semua record dipilih > klik kanan pada layer dimana point-point tadi
direpresentasikan (biasanya nama layernya Sheet1$Event) > pilih Data > Export Data >
definisikan Output-nya (simpan pada folder Anda sendiri) > OK
6.
Selesai ! Data point GPS Anda telah menjadi peta digital dalam format .shp
CATATAN !!!!!!
Nilai koordinat yang dapat diinput secara langsung (untuk selanjutnya dibuat menjadi
peta digital dalam format .shp) hanya bisa dalam 2 bentuk (setau saya sampe saat ini n_n), yaitu
dalam bentuk (i) koordinat UTM, atau (ii) koordinat geografis dalam format Decimal Degree.
Kalau nilai koordinat dalam UTM, bisa langsung di-input. Aman ^-^ Bisa langsung
dijadikan .shp
Tapi, kalau koordinatnya dalam sistem geografis, harus dilihat dulu format penulisannya
seperti apa. Kalau format penulisannya masih dalam format Derajat Menit Detik (misalnya: 6o
30 45 LU atau 145 o 10 45 BT), maka perlu diubah dulu formatnya menjadi format Decimal
Degree (misalnya: 6,5787). Bagaimana cara konversinya ??? Di aplikasi UTM Converter sudah
disediakan rumusnya, jadi bisa tinggal input nilai derajat, menit, dan detik nya. Tapi akan
lebih baik & supaya tidak bingung asal klik-klik gitu, berikut ini cara konversi Derajat Menit
Detik ke Decimal Degree secara manual.
ao b c
= a + ( b : 60 ) + ( c : 3600 )
25
Pastikan Anda membuka Sheet yang benar (karena dalam aplikasi UTM Conversion ini
terdapat 3 sheet). Lihat nama Sheet nya. Ok?
2.
Begitu sheet terbuka, saran saya tidak usah bingung-bingung (dulu waktu saya pertama kali
buka halaman tersebut, saya bingunggggg. Bingung banget, harus input dimana gitu, karena
ada banyak kolom). Abaikan saja halaman tersebut, karena tidak semua kolom-kolom
tersebut DIBUTUHKAN oleh kita. Fokus saja pada kolom yang kita butuhkan. Nah, kolom apa
saja yang kita butuhkan? Lanjut baca point ke-3
3.
Jika nilai koordinat SUDAH dalam DECIMAL DEGREE, masukkan nilai tersebut pada kolom L
dan M, dengan ketentuan:
PENTING !!! HARAP DIPERHATIKAN.
/* nilai koordinat Y yang lokasinya berada di sebelah SELATAN garis khatulistiwa, maka nilai
Decimal Degree nya ditambahkan nilai MINUS / NEGATIF. Jadi semisal didapat nilai koordinat
Y suatu kolasi adalah 6o 30 45 LS, maka nilai Decimal Degree nya BUKAN 6,5125 tapi 6,5125
/* Nilai koordinat X juga ada yang diberi nilai NEGATIF, jika lokasinya di sebelah barat
Greenwhich (yang dibelakang nilai koordinat nya BB / Bujur Barat). Kalau untuk wilayah
Indonesia semuanya Bujur Timur. Jadi tidak ada yang nilai koordinat X yang bernilai negatif
Nilai koordinat Y / Latitude / Northing dimasukkan pada kolom L2
Nilai koordinat X / Longitude / Easting dimasukkan pada kolom M2
Hasil konversi mjd nilai UTM dapat langsung dilihat, pada kolom AE (untuk koordinat X
nya) dan pada kolom AF (untuk nilai koordinat Y nya). Lihat nilai UTM pada cell AE2
(untuk koordinat X nya) dan pada kolom AF2 (untuk nilai koordinat Y nya)
4.
Jika nilai koordinat BELUM dalam DECIMAL DEGREE, masukkan nilai tersebut pada kolomkolom berikut, dengan ketentuan:
LIHAT PADA NILAI KOORDINAT Y / LATITUDE / NORTHING (setiap GPS kadang2
menyebutnya dengan salah satu dari nama tersebut. Tapi intinya sama saja kok, yaitu
koordinat Y)
Misalnya tertulis : 6o 30 45
Maka, masukkan nilai DERAJAT, yaitu 6 pada kolom D2
masukkan nilai MENIT, yaitu 30 pada kolom E2
masukkan nilai DETIK,
yaitu 45 pada kolom F2
Lihat pada kolom J merupakan nilai hasil konversi , yaitu nilai koordinat Y geographic kita
yang telah dalam format DECIMAL DEGREE, lihatlah pada cell J2 , tertulis 6,5125 (sama kan,
dengan perhitungan manual yang tadi kita lakukan :)
26
SELESAIIIIII
27
Sedikit menunjukkan bukti bahwa koordinat Y geographic DENGAN dan TANPA minus itu, akan
memberikan hasil konversi yang BERBEDA. Jadi, hati-hati, apakah lokasi kita di SELATAN
khatulistiwa atau tidak? Kalo di selatan khatulistiwa, saat menuliskan pada kolom L2,
ditambahkan tanda minus (-). Begitu pula jika lokasi kita pada BUJUR BARAT (Wilayah Amerika).
6# OVERLAY PETA
Overlay = Tumpang Susun Peta. Tapi, tumpang susunnya ada macam-macam.
Macam Overlay : (i) Intersect, (ii) Clip, (iii) Union, (iv) Merge, (v) Erase
Keluarkan data/peta yang akan di-intersect. Dalam contoh kali ini, peta yang akan diintersect adalah poly_1.shp dan poly_2.shp
2.
3.
4.
Double klik pada Intersect (Analysis). Maka akan muncul kotak dialog Intersect.
Kemudian masukkan/inputkan peta yang akan di-intersect, yaitu Poly_1.shp dan Poly_2.shp
Definisikan pula nama file yang menjadi Output. Simpan pada folder Anda.
Klik OK. Selesai.
Hasil intersect :
PERHATIAN. !!!!
- Intersect mensyaratkan adanya irisan atau tampalan
antar peta yang di-overlay.
- Yang akan keluar sebagai output HANYA bagian peta yang
bertampalan.
Kini, masing-masing record memiliki informasi dari kedua layer. Field Ket_1 berasal dari
layer Poly_1.shp dan Field Ket berasal dari layer Poly_2.shp
Pada operasi intersect ini terjadi pemecahan data atribut (data atribut menjadi lebih rinci.
Perhatikan pada record dengan Ket_1 = D. Pada layer aslinya (Poly_1.shp)
hanya terdapat 1 record D, tapi setelah di-intersect dengan Poly_2.shp, terdapat
3 record D. Mengapa demikian? Karena record D tersebut dirinci menjadi: D1,
D2, dan D4.
Dengan demikianm dapat dikatakan bahwa:
Operasi intersect itu memecah (merinci) data, baik
secara grafis maupun atribut
CLIP = PENGAMBILAN
1.
Dalam contoh ini, kita akan melakukan Clip masih dengan menggunakan data yang sama
seperti halnya pada operasi intersect, yaitu menggunakan data Poly_1.shp dan Poly_2.shp
Keluarkan data .shp tersebut pada ArcMap.
2.
3.
4.
5.
Definisikan:
- Peta yang akan di-Clip (yaitu peta yang akan diambil datanya)
- Peta yang digunakan untuk meng-Clip (yaitu peta yang menjadi acuan/dasar pengambilan
data)
- Output file. Simpan pada folder Anda sendiri.
Setelah semua terdefinisi, klik OK
Hasil CLIP:
Hanya terbentuk 2 polygon pada output (bandingkan pada operasi intersect yang
menghasilkan 4 polygon pada Output-nya). Mengapa? Karena pada operasi Clip ini, tidak
dilakukan PEMECAHAN / PERINCIAN data. Operasi clip hanya melakukan PENGAMBILAN
DATA. Data siapa yang diambil? Yaitu data dari Input Feature (lihat kembali pada kotak
dialog Clip).
Karenanya, dalam pendefinisian Input Feature dan Clip Feature ini jangan sampai
terbalik. Hati-hati. !
Cermati ! Berbeda dengan output dari operasi intersect, record D pada output Clip hanya
terdapat 1 saja (pada intersect record D ada 3). Mengapa? Karena operasi Clip TIDAK merinci
record D menjadi record D1 dan D2.
Operasi CLIP hanya mengambil data
TIDAK merinci data
UNION = PENGGABUNGAN
1.
Dalam contoh ini, kita akan melakukan Union masih dengan menggunakan data yang sama
seperti halnya pada operasi intersect, yaitu menggunakan data Poly_1.shp dan Poly_2.shp
Keluarkan data .shp tersebut pada ArcMap.
2.
3.
4.
5.
Hasil UNION:
Terbentuk 11 polygon pada output (bandingkan pada operasi intersect yang menghasilkan 4
polygon pada Output-nya). Mengapa? Karena pada operasi UNION, Union melakukan
PENGGABUNGAN DATA (dalam konteks ini, yaitu polygon), baik data (dalam konteks
contoh ini yaitu polygon) tersebut bertampalan atau tidak.
Berikut ini tabel atribut dari output Union diatas.
1.
Dalam contoh ini, kita akan melakukan Merge masih dengan menggunakan data yang sama
seperti halnya pada operasi intersect, yaitu menggunakan data Poly_1.shp dan Poly_2.shp
Keluarkan data .shp tersebut pada ArcMap.
2.
3.
4.
5.
Terbentuk 8 polygon pada output (bandingkan pada operasi UNION yang menghasilkan 11
polygon pada Output-nya). Mengapa? Karena pada operasi UNION, data (polygon) yang
bertampalan dibentuk/dibuatkan menjadi polygon baru, sedangkan pada operasi MERGE
polygon yang bertampalan tidak dibentuk/dijadikan polygon baru & justru terjadi OVERLAP
polygon. Hal ini TIDAK DIPERBOLEHKAN.! Mengapa? Karena akan mengakibatkan
kesalahan pada perhitungan luas.
Apa buktinya bahwa terjadi overlap polygon pada hasil merge?
Meskipun begitu, coba lihat pada tabel atribut dari output Merge berikut ini.
Dari 2 perbandingan antara Union dan Merge ini, tersisa satu pertanyaan:
Kapan kita menggunakan UNION dan kapan kita menggunakan MERGE?
-
ERASE = MENGHAPUS
1.
Dalam contoh ini, kita akan melakukan Erase masih dengan menggunakan data yang sama
seperti halnya pada operasi intersect, yaitu menggunakan data Poly_1.shp dan Poly_2.shp
Keluarkan data .shp tersebut pada ArcMap.
2.
3.
4.
5.
Definisikan:
- Peta yang akan di-Clip (yaitu peta yang akan diambil datanya)
- Peta yang digunakan untuk meng-Erase (yaitu peta yang menjadi acuan/dasar
pengambilan data)
- Output file. Simpan pada folder Anda sendiri.
Setelah semua terdefinisi, klik OK
Hasil ERASE:
7# BUFFER
BUFFER = LINGKARAN PENGARUH
Operasi buffer memodelkan area dengan jarak tertentu dari suatu feature.
1.
2.
3.
Double klik pada Buffer (analysis), Maka akan muncul kotak dialog Buffer
Jarak buffer
Diganti ALL
5.
Hasil BUFFER:
Tabel atributnya:
40
8# DISSOLVE
DISSOLVE = MENG-GENERALISASI
Operasi dissolve membuat suatu generalisasi tertentu BERDASARKAN criteria tertentu
dari suatu feature.
1.
2.
3.
Double klik pada Dissolve (Management), Maka akan muncul kotak dialog Dissolve
5.
Hasil DISSLOVE:
Sebelum Dissolve :
42
9# LAYOUT PETA
Pembuatan layout peta dilakukan pada halaman Layout View. Pada halaman ini, kita
melakukan berbagai pengaturan untuk menyiapkan peta siap cetak, mulai dari pengaturan ukuran
kertas, tata letak peta dan komponen-komponennya, penyisipan logo instansi, dll.
Untuk menampilkan data di view layout, kita klik Layout View.
Unsur-unsur peta dapat diatur dalam berbagai ukuran kertas dan orientasi kertas dapat
landscape atau portrait. Lebih baik kita menentukan hal ini lebih dulu sebelum memulai
proses layout peta. Ukuran peta dan orientasinya dapat dipilih dengan klik pada menu File dan
pilih Page and Print Setup. Dialog box Page and Print Setup akan muncul.
PENGATURAN UKURAN & POSISI KERTAS
1. Hal pertama yang harus diatur dalam layout adalah ukuran kertas. Mengapa? Karena ukuran kertas akan
berpengaruh pada besar/kecilnya peta yang akan ditampilkan, dan besar/kecilnya tampilan peta akan
mempengaruhi skala.
Untuk mengatur ukuran kertas, klik menu File > Page and Print Setup. Maka akan muncul kotak dialog:
2.
Warna Background peta dapat diubah dengan memilih data frame dan klik tombol Fill
Color pada Toolbar Draw. Jika kita sudah memilih warna background yang diinginkan, map
background color akan di-updated.
Jika tombol OK sudah di-klik, scale bar yang terpilih akan secara otomatis muncul dalam
layout peta. Kita dapat mengklik dan drag scale bar ke lokasi yang diinginkan untuk
mendapatkan hasil yang maksimal.
MENAMBAHKAN LEGENDA
Legenda dapat ditambahkan dengan mengklik menu Insert > Legend. Kemudian
dialog box Legend Wizard akan muncul.
Secara default, legenda mencakup semua layer dalam peta, dan jumlah
kolom l egenda menjadi satu. Kita dapat memilih layer mana yang akan ditampilkan dalam
legenda dengan memilih layer dari Map Layer box dan klik tanda panah kanan (>>).
Layer yang terpilih akan ditampilkan dalam box Legend Items. Jika sudah memilih,
tombol Next di-klik. Frame wizard yang kedua akan muncul.
46
Dalam frame ini, kita memasukan judul legenda, mengatur properties, dan
mengatur posisi judul. Kemudian tekan tombol Preview untuk melihat sampel
legenda yang tampil di peta. Kita harus mengklik tombol Preview lagi sebelum ke frame
dialog legend wizard berikutnya. Setelah semua parameter terpilih, klik Next. Dalam
frame ini, kita dapat memilih Legend Frame border, background color, dan drop shadow.
Jika sudah, tekan Next. Frame berikutnya akan muncul.
Dalam frame ini, kita dapat mengubah size dan shape dari patch simbol yang
digunakan untuk menampilkan kembali feature garis dan polygon dalam legenda. sudah,
tekan Next. Frame terakhir akan muncul. Dalam frame ini, kita dapat mengubah spasi
antara komponen yang berbeda dari legenda. Kemudian klik tombol Finish. Tampilan
layout akan ter-update, dan kita dapat me-resize dan memindah box legenda ke lokasi
yang diinginkan.
47
48
Setelah tanda
+ di-klik, akan
mjd
Kontrol on-off layer pada .dwg sebenarnya pada check box ini. Maka akan muncul peta-peta nya.
4) Selanjutnya, untuk menconvert (.dwg) menjadi .shp, pada prinsipnya adalah dengan melakukan
export data.
5) Pertama-tama, Select terlebih dahulu feature yang akan di-convert. Untuk convert kali ini, saya
ingin mengconvert layer point nya. Maka, saya men-select dulu semua feature point.
- Matikan (jangan di-centang) layer-layer selain point
-
Kemudian, klik kanan pada nama layer point >> pilih Export >> Data
51
Maka, layer point.shp yang tadi telah saya buat, telah terbentuk dan dapat tampil di ArcMap
Layer point.dwg
6) Lakukan cara yang sama (langkah 5-6) untuk mengconvert feature-feature yang lain n_n,
Pada intinya langkah nya itu hanya memilih feature, lalu export !!!!
11# 3D ANALYST
Sejauh ini sistem koordinat kita hanya membahas bentuk 2D yaitu penggambaran lokasi
pada peta dengan koordinat X (lintang) dan koordinat Y (bujur). Sebenarnya ada satu lagi
aspek lokasi yang kita abaikan, yaitu koordinat Z atau informasi ketinggian. Dengan
bertambah majunya teknologi SIG, maka sekarang kita bisa menyimpan dan menampilkan
ketiga unsur tadi pada setiap titik yang ada pada peta digital di komputer menjadi tampilan
yang lebih mendekati kenyataan. Pada perangkat lunak SIG saat ini, suatu bidang 3D bisa
dihasilkan dari berbagai macam data dan berbagai cara.
Model medan digital (Digital Terrain Model/DTM) adalah data digital yang
menggambarkan geometri dari bentuk permukaan bumi (atau bagiannya) yang terdiri dari
himpunan titik-titik koordinat hasil sampling dari permukaan dan dari algoritma yang
mendefinisikan permukaan tersebut menggunakan himpunan koordinat (Tempfli,1991).
Variasi dari permukaan bumi, seperti relief dapat disajikan secara matematis sebagi fungsi
dari posisi. Posisi dapat didefinisikan sebagai koordinat geografi (f,I), atau koordinat empat
persegi panjang (X,Y) pada peta berproyeksi misal, UTM. Data elevasi bisa mengacu pada
datum (seperti: mean sea level).
DTM juga merupakan suatu sistem, model, metode, dan alat dalam mengumpulkan,
prosessing, dan menyajikan informasi medan. Susunan nilai-nilai digital yang mewakili
distribusi spasial dari karakteristik medan, distribusi spasial diwakili oleh nilai-nilai pada
sistem koordinat horisontal X Y dan karakteristik medan diwakilioleh ketingggian medan
dalam sistem koordinat Z (Frederic J. Doyle, 1991).
Sumber data DEM adalah data evaluasi yang dapat berupa garis dan titik yang dapat
diperoleh dari: foto udara tegak stereo, citra satelit stereo, maupun data pengukuran
lapangan; GPS, Thepdolith, EDM, Total Station, Echounsounder, peta topografi, linier array
image.
DEM umumnya menyajikan permukaan medan sebagai fungsi nilai tunggal:
Z = f (x,y)
dimana :
x,y = posisi
Z = satu nilai ketinggian
53
Penentuan nilai suatu besaran berdasarkan besaran lain yang sudah diketahui nilainya,
dimana letak dari besaran yang akan ditentukan tersebut di antara besaran yang sudah
diketahui. Besaran yang sudah diketahui tersebut disebut sebagai acuan, sedangkan besaran
yang ditentukan disebut sebagai besaran antara (intermediate value). Dalam interpolasi
hubungan antara titik-titik acuan tersebut didekati deengan mengguakan fungsi yang disebut
fungsi interpolasi. Fungsi yang banyak dipergunakan dalam interpolasi adalah fungsi
polinominal.
Terdapat beberapa struktur data yang berbeda yang dapat digunakan untuk menyajikan
topografi:
a. Grid atau Lattice
Struktur ini menggunakan sebuah bidang segitiga teratur, segiempat, atau bujursangkar
atau bentuk siku yang teratur grid. Perbedaan resolusi grid dapat digunakan, pemilihannya
biasanya berhubungan dengan ukuran daerah penelitian dan kemampuan fasilitas komputer.
Seperti data dapat disimpan dengan berbagai cara, biasanya metode adalah dengan
koordinat Z berhubungan untuk rangkaian titik-titik sepanjang profil dengan titik awal dan
spasi grid tertentu (Moore et al., 1991).
b. TIN (Triangular Irregular Network)
Model TIN merupakan suatu set data yang membentuk segitiga dari suatu data set ang
tidak saling bertampalan dengan koordinat x, y dan nilai z yang menyajikan data elevasi.
Pada setiap segitiga dalam TIN terdiri dari titik dan garis yang saling terhubungkan sehingga
membentuk segitiga. Model TIN dangta berguna dalam merepresentasikan ruang (spasial)
dalam bentuk 3D, sehingga dapat mendekati kenyataan dilapangan. Salah satu diantaranya
adalah dalam membangun Model Permukaan Bumi Digital (Digital Terrain Model/DTM).
Model TIN disimpan dalam topologi berhubungan
antara segitiga dengan segitiga didekatnya dimana
titiktitik didefinisikan pada tiap segitiga dengan segitiga
lain.
Tiap bidang segitiga digabungkan dengan tiga titik
segitiga yang dikenal sebagai facet (Mark 1975).
c. Kontur
Dibuat dari digitasi garis kontur disimpan dalam
format seperti Digital Line Graphs (DLGs) membuat pasangan-pasangan koordinat x,y
sepanjang tiap garis kontur yang menunjukkan elevasi khusus.
Berdasarkan DEM tersebut dapat diturunkan beberapa model medan digital, antara lain :
model tiga dimensi (3D), kontur (Contours), profil, perhitungan volume, peta efek bayangan
(hill shading), lereng (slope), aspek (aspect), visibility, tampilan 3D real time. Masingmasing turunan DEM ini mempunyai aplikasi tertentu yang menyangkut aspek ketinggian /
elevasi, misal: visibility bermanfaat untuk aplikasi perencanaan penempatan pemancar
penguat sinyal telepon selluler.
DTM (Digital Terrain Model) atau biasa disebut model pandangan 3D/perspektif
menggambarkan konfigurasi permukaan bumi dengan pandanagn perspektif atau pandangan
mata burung (birds eye view) dalam bentuk blok diagram 3D. Tema peta lainnya
dimungkinkan juga secara 3D dengan acuan DEM-nya. Pada display 3D dapat ditentukan
antara lain, sudut pengamatan, titik pusat pengamatan, skala ketinggian/ VE, titik
pengamatan, arah pandangan atu rotasi.
Dari model digital yang telah dibuat, dapat dihasilkan berbagai turunan model digital
tersebut, yang dilakukan melalui surface analyst. Dengan menggunakan fungsi ini, informasi
tambahan untuk menghasilkan data baru bisa diperoleh dan pola yang ada pada surface bisa
dikenali, diantaranya:
a. Aspect
Fungsi aspect mencari arah dari penurunan yang paling tajam (steepest down-slope
direction) dari masingmasing sel ke sel-sel tetangganya. Nilai output adalah arah aspect: 0
adalah tepat ke utara, 90 adalah timur, dst. Beberapa aplikasi aspect a:
- Cari semua slope yang menghadap ke selatan pada sebuah landscape sebagai salah satu
kriteria untuk mencari lokasi paling baik untuk membangun sebuah rumah.
- Hitung iluminasi matahari untuk masing-masing lokasi pada lokasi penelitian untuk
menentukan keragaman hayati pada lokasi tersebut.
b. Slope
Fungsi slope menentukan slope atau laju perubahan maksimum dari setiap sel dengan
tetangganya. Fungsi ini menghasilkan theme slope grid berupa nilai slope dalam persentasi
(contoh: slope 10%) atau dalam derajat (contoh: slope 45). Beberapa aplikasi slope:
Tunjukkan semua area datar yang cocok untuk lahan-lahan pertanian/perkebunan.
c. Hillshade
Fungsi hillshade digunakan untuk memprediksi iluminasi sebuah surface untuk kegunaan
analisa ataupun visualisasi. Untuk analisis, hillshade dapat digunakan untuk menentukan
panjangnya waktu dan intensitas matahari pada lokasi tertentu. Untuk visualisasi, hillshade
mampu menonjolkan relief dari surface. Contoh penggunaan analisis hillshade menggunakan
input.
Langkah awal untuk melakukan 3D analyst adalah membangun model elevasi digital (DEM, TIN).
Membuat DEM dari titik elevasi
1. Jalankan program ArcMap
2. Keluarkan data yang diperlukan, yaitu data
titik ketinggian.
3. Mengaktifkan 3D Analyst, dengan menu
View > Toolbar > 3D Analyst
4. Membangun DEM
(i) Membangun DEM dapat dilakukan
dengan beberapa cara, untuk data ketinggian tipe
titik, dapat dilakukan Krigging interpolation
Caranya: 3D Analyst > Interpolate to Raster >
Krigging
5. Membuat turunan DEM melalui surface analyst, dengan membuat turunan, berupa :
contour, aspect, hillshading, viewshade, cut and fill, dan slope.
(i) Surface Analyst Contour
Untuk membuat peta kontur.
(ii) Surface Analyst Aspect caranya sama dengan point (i) namun yang dpilih adalah
fungsi/fitur Aspect
(iii) Surface Analyst Hillshade caranya sama dengan point (i) namun yang dpilih adalah
fungsi/fitur Hillshade
(iv) Surface Analyst Slope caranya sama dengan point (i) namun yang dpilih adalah
fungsi/fitur Slope
Sebagai tambahan, saat menggunakan surface analyst slope ini, sistem secara
otomatis akan mengkelaskan nilai (klasifikasi) kemiringan lerengnya. Namun, user
dapat mengubah sendiri klasifikasinya sesuai kebutuhan. Untuk mengubah klasifikasi
kemiringan lereng, caranya :
- Buka Data frame properties shapefile terkait, dengan cara double klik shapefile
- Masuk tab symbology > tentukan banyaknya kelas > klik Classify
Pastikan method-nya Manual
Tuliskan
kelas baru
di sini.
Diketik
manual
Jadi:
(v) Surface Analyst Viewshade (Visibility) Untuk melakukan surface analyst visibility
dibutuhkan 2 data, yaitu peta dasar dan lokasi amatan. Maka, sebelum melakukan
analisa ini, praktikan terlebih dahulu membuat shapefile baru dan menentukan titik
amatan sembarang, dalam hal ini diumpamakan sebuah resort. Setelah itu, caranya
sama dengan cara-cara sebelumnya. Tinggal memilih 3D Analyst > Surface Analyst >
Viewshade
6. Berbagai turunan DEM dapat pula dilakukan dari data TIN. TIN dapat dibuat dari data
ketinggian baik yang berupa titik maupun garis (kontur).
Caranya: 3D Analyst > pilih Create/Modify TIN > Create TIN from feature
TIN Turgo
7. Untuk
membuat
tampilan
perspektif
3-Dimensi
dan
Animasi terbang, disediakan
fasilitas modul ArcScene. Klik
icon
untuk mengaktifkan
modul tersebut.
Catatan:
- data/file
yang
dapat
ditampilkan kenampakan 3Dnya ini hanyalah data yang
mempunyai
informasi
ketinggian, seperti kontur,
DEM, hillshading.
- Untuk memberikan kesan 3
dimensi yang baik, dapat dilakukan dengan mengatur pembesaran vertikal dari arah
sudut pengamatan dengan mengatur properties dari layer bayangan. Caranya:
Klik ganda shapefile > Masuk tab Base Height > pilih radio button Obtain Height For
Layer From Source, pilih file kita > lihat Z Value di bawahnya, ganti nilai Z Value dari 1
menjadi nilai yang lebih besar, seperi 5. Atau jika belum tampak adanya perbedaan,
ganti menjadi 0,0001. Hasilnya:
8. Membuat animasi terbang
pada ArcScene atau 3D
real time. Caranya: Klik
icon
Klik kiri mengurangi
kecepatan, klik kanan
menambah kecepatan.
9. Membuat layout berbagai
peta yang telah dibuat tadi.
----------oo0o----------
REFERENSI :
ESRI (Environmental System Research Institute). 2008. What Is ArcGIS 9.3. New York:
ESRI.
Raharjo, Beni. Tutorial ArcGIS Bagi Pemula: Versi ArcGIS 9.3.1. Dipublikasikan oleh
GISTutorial.NET. Diakses dari situs www.gistutorial.net tanggal 16 Juni 2011.
Tim Penyusun. 2009. Petunjuk Praktikum Sistem Informasi Geografis Pemodelan Spasial.
Yogyakarta : Lab. SIG Fakultas Geografi, UGM.
59