Professional Documents
Culture Documents
1.
Definisi
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di bilik mata depan /
camera oculi anterior (BMD/COA) ) yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor
aqueous (cairan mata) yang jernih.
Hifema atau darah di dalam BMD dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien duduk, hifema akan
terlihat terkumpul dibawah BMD dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang BMD.
2.
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:
- Hifema traumatika adalah perdarahan pada BMD yang disebabkan pecahnya
pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior
bola mata.
- Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata).
- Hifema akibat inflamasi pada iris dan badan silier
- Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya juvenile
xanthogranuloma).
- Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).
Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:
- Hifema primer yang timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.
- Hifema sekunder yang timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
Hifema dibagi menjadi empat grade menurut Sheppard berdasarkan tampilan
klinisnya :
- Grade I
- Grade II
- Grade III
- Grade IV
3.
Penyebab
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti
terkena bola,
batu, peluru senapan angin, dll. Selain itu, hifema juga dapat
terjadi karena
menyebabkan
hifema
namun
jarang
terjadi adalah
adanya
tumor
mata
robekan jaringan iris, korpus siliaris dan koroid. Jaringan tersebut mengandung
banyak pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan perdarahan. Perdarahan
yang berada di BMD akan tampak dari luar dan posisi penimbunan darah ini
terjadi karena gaya gravitasi akan berada di bagian terendah.
4.
Patofisiologi
Segera setelah trauma, akan terjadi miosis dan akan kembali normal bila
trauma ringan. Bila trauma cukup kuat, maka miosis akan segera diikuti dengan
iridoplegi dan spasme akomodasi sementara. Dilatasi pupil biasanya diikuti dengan
paralisis otot akomodasi, yang dapat menetap bila kerusakannya cukup hebat.
Penderita umumnya mengeluh kesulitan melihat dekat dan harus dibantu dengan
kacamata.
Kontusio dapat pula menyebabkan perubahan vaskular berupa vasokonstriksi
yang segera diikuti dengan vasodilatasi, eksudasi, dan hiperemia. Eksudasi kadangkadang hebat sehingga timbul iritis.
2
Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gayagaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut kamar okuli
anterior. Trauma terhadap iris dapat menyebabkan ruptura pembuluh darah, sehingga
darah akan keluar dan mengisi rongga BMD, sedangkan pada neovaskularisasi pada
bekas luka operasi atau pada robeosis iridis, ruptura bisa terjadi secara spontan
karena rapuhnya dinding pembuluh darah. Perdarahan
tampak dari luar. Posisi penimbunan darah ini terjadi karena gaya gravitasi akan
berada di bagian terendah.
Adanya darah dalam BMD dapat menghambat aliran humor akuos oleh
karena darah menutupi COA dan trabekula, sehingga dapat menyebabkan gangguan
visus dan kenaikan tekanan intraokular (TIO) , sehingga mata terasa sakit oleh
karena glaukoma. Glaukoma akut terjadi bila anyaman trabekular tersumbat oleh
fibrin dan sel atau bila pembentukan bekuan darah menimbulkan blokade pupil.
Penyerapan melalui permukaan depan iris ini dipercepat dengan adanya
kegiatan enzim fibrinolitik yang berlebihan didaerah ini. Sebagian hifema
dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan hemosiderin pada
COA, hemosiderin dapat masuk kedalam lapisan kornea, menyebabkan kornea
menjadi berwarna kuning, dan disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea. Imbibisi
kornea dapat dipercepat terjadinya, disebabkan oleh hifema yang penuh disertai
glaukoma. Jadi penyulit yang harus diperhatikan adalah glaucoma sekunder, uveitis,
dan imbibisio kornea.
5.
Penglihatan pasien akan sangat menurun, Bila ditemukan kasus hifema sebaiknya
dilakukan pemeriksaan secara teliti pula pada keadaan mata bagian luar
Pada pemeriksaan klinis mata ditemukan adanya penurunan visus, konjungtiva
bulbi hiperemis ( injeksi siliar ),edema kornea, darah yang mengisi BMD, dan
kadang dapat disertai iridoplegia atau iridodialisis. Iridoplegia ditandai dengan pupil
midriasis serta terkadang disertai TIO dapat meningkat bila sudah terjadi penyulit
glaucoma sekunder. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul dibagian
bawah BMD. Perdarahan yang mengisi setengah BMD tersebut dapat menyebabkan
3
penurunan visus dan kenaikan TIO menyebabkan rasa sakit oleh karena glaukoma.
Jika hifema mengisi seluruh bilik mata depan, rasa sakit bertambah dan penglihatan
akan lebih menurun lagi.
Pada hifema karena trauma, jika ditemukan penurunan tajam penglihatan
segera, maka harus dipikirkan kemungkinan kerusakan lainnya seperti luksasi lensa,
ablasi retina, udem makula.
Gambar 3
6.
Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan pada pasien hifema adalah :
1. Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan berulang
2. Mengeluarkan darah dari bilik mata depan
3. Merawat dan mengobati jaringan sekitarnya
4. Meminimalisasikan kerusakan lebih lanjut lagi
Prinsip pengobatan hifema tersebut dilakukan antara lain dengan cara cara sebagai
berikut :
A. Suporatif
Pasien sebaiknya dirawat dengan istirahat di tempat tidur (bedrest) dengan
elevasi kepala 30 45 derajat (sekitar 3 bantal dibawah kepala). Posisi ini harus
5
B. Medikamentosa
Obat tetes mata steroid dapat diberikan jangka pendek bersama dengan
siklopegik topikal. Obat tetes mata steroid diberikan untuk mengobati peradangan
yang ditimbulkan oleh hifema tesebut, mencegah sinekia dan uveitis Steroid dapat
menurunkan risiko perdarahan ulang. Steroid juga dapat diberikan secara sistemik.
Antifibrinolitik berupa asam traneksamat 4 x 250 mg diberikan untuk mengurangi
resiko perdarahan sekunder dengan menghambat lisis bekuan darah.
Jika hifema disertai dengan glaukoma, maka penatalaksanan mencakup
pemberian obat obat anti glaukoma seperti : timolol 0,25% atau 0,5% dua kali
sehari; asetazolamid, 250 mg empat kali sehari, dan obat lainnya seperti
hiperosmotik (manitol ; gliserol).
C. Tindakan bedah (parasentesis)
Hifema harus dievakuasi secara bedah dengan teknik parasentesis apabila
TIO tetap tinggi (>35 mmHg selama 7 hari atau 50 mmHg selama 5 hari) untuk
menghindari kerusakan saraf optikus dan pewarnaan kornea. Pasien pengidap
hemoglobinopati, besar kemungkinan cepat terjadi atrofi optikus glaucoma dan
pengeluaran bekuan darah secara bedah harus dipertimbangkan lebih awal. 1
Kriteria yang digunakan untuk melakukan tindakan parasentesis adalah :
-
Elevasi TIO > 25 mmHg selama 5 hari dalam kasus hipema total atau
dekat
Bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda tanda hifema akan berkurang
untuk mencegah terjadinya imbibisi kornea
Pencegahan
Gunakan kacamata pelindung saat bekerja di tempat terbuka atau saat
berolahraga untuk melindungi mata dari trauma mata yag dapat menyebabkan hifema
8.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada kasus hifema adalah :
3. Glaukoma sekunder
Glaukoma dapat menjadi komplikasi yang timbul pada awal atau beberapa
lama setelah terjadinya hifema . Sekitar 25% dari kelainan ini TIO meningkat > 25
mm Hg dan 10% nya > 35mm. Glaukoma akut terjadi apabila jaringan trabekular
tersumbat oleh fibrin dan sel atau apabila pembentukan bekuan darah menyebabkan
penyumbatan pupil.
Penatalaksanaan hyphema glaukoma berikut tergantung pada tingkat elevasi
TIO dan ada tidaknya pasien menderita penyakit kelainan darah (sickle cell).
3. Uveitis
4. Kebutaan
2.12
12 Prognosis
Prognosis pada kasus hifema tergantung pada jumlah darah dalam BMD,
prognosis akan membaik, jika penanganan dilakukan secara tepat dan cepat.1, 2, 8
Hifema yang penuh di dalam BMD akan memberikan prognosis yang lebih
buruk, dibandingkan hifema dengan sedikit di dalam BMD maka akan hilang dan
kembali jernih dan pada hifema setengah dari BMD maka prognosisnya akan buruk
dan di sertai dengan penyulit. 6, 8
Hifema sekunder yang terjadi 5-7 hari sesudah trauma biasanya dapat
memberikan rasa yang sakit. Pada hifema sekunder terjadi akibat gangguan
mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis
buruk. 6, 8
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Paul R, 2000. Anatomi dan Embriologi Mata, dalam Ofthalmologi Umum
edisi 14. Widya Medika. Jakarta. Hal. 1-29.
9
2. Ilyas, Sidarta., Trauma Mata : Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. FK-UI,
Jakarta, 2006. Hal : 8, 259, 264-5.
3. Hauven Van, zwaan johan. Hyphema In: Decision Making In Ophthalmology.
St, Louis.2000.Mosby
4. Ilyas, Sidharta; Tanzil, Muzakir; Salamun; Azhar,Zainal. Sari Ilmu Penyakit
Mata. Cetakan keempat. Balai Penerbitan FKUI . Jakarta. 2008.
5. Sheppard
J,
Crouch
E.
Hyphema.
Last
update:
Dec
2008.
http://emedicine.medscape.com/article/1190165-overview
6. Asbury T, Sanitato JJ. Trauma dalam Oftalmologi Umum edisi 14. Editor
Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Alih Bahasa: Tambajong J, Pendit
BU. Jakarta: Widyamedika, 2000.
7. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta,
2000.
8. Ilyas, Sidarta dkk. Ilmu Penyakit Mata unutk dokter umum dan mahasiswa
kedokteran. Edisi kedua. Sagung seto. Jakarta. 2002
9. Hilman H. Setyowati EE, Hamdanah. Ilmu Penyakit Mata I. SMC press,
1998.
10. Webb, Lennox.A., Trauma : Manual of Eye Emergencies. Butterworth
Heinemann, London, 2004. Hal : 114-6, 123-4.
11. James, Bruce., Trauma : Oftamologi edisi kesembilan. Erlangga, Jakarta,
2006. Hal : 177,181,182,184.
12. Nana wijaya, trauma mata: ilmu penyakit mata, 1993. ed rev cet 6, hal 133
-135 jakarta abadi tegal.
13. Irak-Dersu
I.
Glaukoma,
Hyphema.
Last
update:
Dec
2007.
http://emedicine.medscape.com/article/1206635-overview
14. http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Hyphema__occupying_half_of_anterior_chamber_of_eye.jpg
15. http://www.stlukeseye.com/Conditions/hyphema.htm
10
11