Professional Documents
Culture Documents
Oleh
Sri Endah Nurhidayati
05/1673/PS
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
INTISARI
Community
Based
Tourism
(CBT)
atau
pariwisata
berbasis
komunitas/masyarakat merupakan strategi pembangunan yang menggunakan
pariwisata sebagai alat untuk memperkuat komunitas lokal.
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut mengaji penerapan prinsip-prinsip
Community Based Tourism (CBT) dalam pengembangan agrowisata di Kota Batu
dan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi penerapan prinsip CBT
Penelitian ini menggunakan kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
Lokasi penelitian ditetapkan secara purposive di Kota Batu, Jawa Timur. Unit
analisis penelitian ini dua spektrum individu dan institusi (kelembagaan).
Pengumpulan data primer dengan wawancara, wawancara mendalam, dan observasi.
Data sekunder dikumpulkan dari data yang terdapat di stakeholder terkait (SKPD dan
Pemerintah kecamatan/Desa). Analisis data dalam penelitian adalah analisis
kuantitatif (statistik) dan kualitatif (analisis konten dan interaktif).
Penerapan prinsip ekonomi CBT dalam pengembangan agrowisata berkaitan
dengan terciptanya pekerjaan yang menyerap tenaga kerja lokal, pengembangan
usaha sektor pariwisata, dan peningkatan pendapatan komunitas yang berasal dari
belanja wisata.
Penerapan prinsip sosial CBT dalam pengembangan agrowisata ditandai
dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat dapat diukur dari persepsi komunitas
tentang pengembangan agrowisata yang merefleksikan peningkatan kualitas hidup,
kepuasan komunitas, serta keterlibatan individu dan organisasi/kelembagaan
setempat. Pengembangan agrowisata berdampak pada perubahan nilai sosial tentang
tamu, nilai menyambut tamu, perlakuan terhadap tamu, dan filosofi tentang
penerimaan tamu. Dari aspek gender agrowisata menghasilkan segregasi kerja sektor
pariwisata, pelabelan (stereotype) dan beban kerja ganda pada perempuan.
Penerapan prinsip budaya CBT mengindikasi pengembangan agrowisata tidak
menguatkan seluruh aspek sosial kapital. Interaksi wisatawan dan komunitas
menghasilkan kontak dan pertukaran nilai budaya, menghasilkan pengetahuan baru
bagi komunitas dan penerimaan simbol modernitas dari luar komunitas.
Penerapan prinsip politik CBT dalam pengembangan agrowisata menunjukkan
adanya penguatan peran dan fungsi kelembagaan lokal serta peningkatan kekuasaan
oleh komunitas. Penerapan prinsip lingkungan CBT berkaitan dengan berkembangnya
konsep daya dukung komunitas.
Faktor yang memengaruhi penerapan prinsip ekonomi CBT adalah struktur
perekonomian Kota Batu, dan peran pemerintah Faktor yang memengaruhi
penerapan prinsip sosial adalah status kekhususan Kota Batu, kekayaan sumber daya
alam, dan kekuatan budaya setempat. Faktor yang memengaruhi penerapan prinsip
budaya adalah berkembangnya budaya multikultur, keterbukaan terhadap informasi,
dan etos kerja lokal. Faktor-faktor yang memengaruhi penerapan prinsip lingkungan
CBT adalah kondisi lingkungan global dan kearifan lokal komunitas.
Kata kunci: pariwisata berbasis komunitas, agrowisata, partisipasi, komunitas.
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pariwisata
berkembang.
negara
Pengembangan pariwisata
meningkatkan pendapatan
industri
Penyebab
kebocoran devisa antara lain (1) investasi asing di bidang perhotelan dan sektor
lainnya di industri pariwisata, (2) management fees, (3) franchise fees, (4) bantuan
teknologi, (5) barang impor, dan (6) biaya promosi ke seluruh dunia (Mathieson dan
Wall, 1990).
Dalam upaya meminimalisasi berbagai dampak negatif dan mengoptimalkan
dampak positif pariwisata lahirlah pemikiran untuk mengembangkan pariwisata yang
lebih berpihak pada masyarakat di sekitar objek wisata, yang kemudian dikenal
dengan istilah Community Based Tourism (CBT) atau pariwisata berbasis
komunitas/masyarakat. Di Indonesia, penerapan CBT tercantum dalam UndangUndang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pada Bab III pasal 5 yaitu
Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan
setempat.
adalah
memberdayakan masyarakat
pengembangan
pariwisata
Indonesia
harus
mempertimbangkan
kepentingan
Inskeep
1
di Kota Batu .
Platform.
Dari hasil analisis teoritis
berkelanjutan
1996: 23--27)
hal
bentuk
CBT juga
NAMA
UNEP dan
WTO
PRINSIP
Sosial
Ekonomi
Budaya
Lingkungan
Politik
2
Hatton
Sosial
SNV
Ekonomi
Budaya
Politik
Ekonomi
Lingkungan
Politik
Sosial
Suansri
Ekonomi
INDIKATOR
Mengikutsertakan anggota komunitas dalam memulai setiap
aspek.
Mengembangkan kebanggaan komunitas.
Mengembangkan kualitas hidup komunitas.
Mengakui, mendukung dan mengembangkan kepemilikan
komunitas dalam industri pariwisata.
Mendistribusikan keuntungan secara adil kepada anggota
komunitas .
Mempertahankan keunikan karakter dan budaya di area lokal .
Membantu berkembangnya pembelajaran tentang pertukaran
budaya pada komunitas.
Menghargai perbedaan budaya dan martabat manusia.
Menjamin keberlanjutan lingkungan.
Berperan dalam menentukan persentase pendapatan
(pendistribusian pendapatan).
Sebagian besar kegiatan pariwisata dibangun dan
dioperasikan, didukung, dan diizinkan oleh komunitas lokal.
Pembagian keuntungan dapat dipertanggungjawabkan.
Menghargai budaya lokal, heritage , dan tradisi.
Peranan pemerintah lokal dan regional.
Ekonomi yang berkelanjutan.
Keberlanjutan ekologi.
Kelembagaan yang bersatu.
Keadilan pada distribusi biaya dan keuntungan pada seluruh
komunitas.
Terciptanya lapangan pekerjaan sektor pariwisata .
Timbulnya pendapatan masyarakat lokal.
Timbulnya dana komunitas.
4
Sosial
expenditure) yaitu uang yang dibelanjakan wisatawan di daerah tujuan wisata (DTW)
untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan selama berkunjung di suatu
negara/daerah tujuan wisata. Uang yang dibelanjakan wisatawan dalam ekonomi
pariwisata disebut sebagai uang baru (new money) yang berdampak positif terhadap
perekonomian negara/daerah yang dikunjungi (Oka, 2008:187). Perhitungan
pengeluaran wisata penting untuk menunjukkan secara nyata nilai pariwisata bagi
suatu daerah. Hal itu juga penting untuk menggambarkan dampak spesifik pariwisata
bagi ekonomi lokal seperti rumah tangga, usaha masyarakat lokal, perekonomian
daerah dan sebagainya, serta sebagai dasar merencanakan fasilitas atau atraksi wisata
baru, menggambarkan dampak pariwisata terhadap penerimaan ekonomi seperti
gaji/upah, pekerjaan, dan yang lebih (Goldman, 1994: 1).
Penerapan prinsip social berkaitan erat dengan adanya interaksi tuan rumah
dan tamu/wisatawan. hubungan antara tuan rumah (masyarakat lokal) dengan
pengujung/wisatawan di daerah tujuan wisata sangat tergantung pada durasi waktu,
intensitas, dan sifat kunjungan. Kedalaman hubungan inilah yang menentukan
dampak atau manfaat yang dapat diterima masyarakat di daerah destinasi wisata
(Murphy, 1985:117).
Page dan Hall (1999:122) merangkum dampak sosial-budaya pariwisata,
sebagai berikut. Pengembangan pariwisata membawa dampak positif pada aspek
sosial budaya antara lain: meningkatnya partsisipasi serta minat komunitas terhadap
kegiatan bersama dan menguatkan nilai tradisi setempat. Sedangkan dampak negatif
yang timbul, adalah komersialisasi aktivitas
Ada beberapa alasan dipilihnya lokasi penelitian yaitu (1) Kota Batu merupakan salah
satu ikon agrowisata
agrowisata yang bervariatif terutama dari aspek pengelolaan, dan (3) Kebijakan
pemerintah Kota Batu mengembangkan diri sebagai kota tujuan wisata berbasis
masyarakat.
6
Unit analisis penelitian ini mencakup dua spektrum: (1) individu yang terdiri
dari individu anggota
komunitas di
analisis kuantitatif (statistik) dan kualitatif (analisis konten dan interaktif). Analisis
statistik yang digunakan adalah analisis korelasi, korelasi parsial dan analisis regresi.
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Penerapan
dalam
persetujuan
pelabelan
Dalam proses
sebanyak 8,7% responden datang dari luar Jawa (Samarinda, Makasar dan Riau).
Interaksi budaya yang terjadi kompleks karena melibatkan budaya dan sub-budaya
yang beragam dengan sistem nilai, adat-istiadat, dan budaya fisik yang melekat pada
masing-masing.
Interaksi mereka pengetahuan baru bagi wisatawan, misalnya tentang cara
hidup petani yang berbeda dengannya. Pengetahuan tentang teknologi bertani
setempat, cara membudidayakan tanaman apel, dan lain-lain merupakan bagian dari
kearifan lokal masyarakat Batu. Kearifan lokal ini diadopsi wisatawan meningkatkan
kemampuan kognitifnya. Akibatnya wisatawan dapat berbagi pengetahuan yang sama
dengan orang lain pada lain kesempatan. Wisatawan juga mendapat pembelajaran dari
komunitas berupa pandangan hidup masyarakat petani yang sederhana, tidak bersikap
hidup ngoyo, pasrah, banyak merasa bersyukur. Aspek lain yang dipertukarkan saat
terjadi interaksi wisatawan-komunitas berkaitan dengan penggunaan bahasa termasuk
istilah, dialek, tempo dan nada suara yang digunakan saat berkomunikasi. Pertukaran
unsur budaya fisik atau artefak antara lain adanya perubahan cara menggunakan,
memilih model berpakaian, memilih penampilan wajah/rambut masyarakat lokal
khususnya generasi muda mengikuti gaya/cara/model wisatawan yang dianggap lebih
up to date namun kurang memperhitungkan kondisi setempat atau kurang didukung
budaya setempat. Dengan melihat barang yang dikenakan wisatawan anggota
komunitas local
dan penampilan
mini, celana pendek atau celana jeans yang sengaja diberi robekan yang bukan
merupakan kebiasaan masyarakat setempat.
4.1.4 Prinsip Politik
Aspek politik berkaitan
untuk mencapai tujuan bersama yaitu pengembangan agrowisata, dan (3) adanya
kesadaran atas hak masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Kekuasaan komunitas berkaitan erat dengan proses pengambilan keputusan di
desa terkait dengan stratifikasi sosial anggotanya. Di Kota Batu struktur masyarakat
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu struktur formal dan informal. Struktur formal
adalah pelapisan masyarakat berdasar kekuasaan formal dalam pemerintahan.
Struktur informal adalah pelapisan masyarakat berdasar penguasaan sumber daya
(khususnya sumber daya lahan). Di tingkat desa, kepala desa/lurah merupakan
pemegang kekuasaan tertinggi secara formal. Selain itu, kepala dusun dan perangkat
desa juga memiliki kekuasaan tersendiri dalam masyarakat. Selain melayani
masyarakat, kepala desa dan perangkat desa merupakan pusat informasi bagi anggota
masyarakat. Struktur masyarakat informal terkait dengan kepemilikan sumber daya
lahan pertanian. Kebanyakan tokoh masyarakat dari Kota Batu adalah petani pemilik
lahan seluas 1 hektar. Selain kepemilikan, penentu lain adalah profesi dan tingkat
pendidikan, seperti guru dan kiai.
Terdapat empat jenis pengelolaan agrowisata yang memiliki perbedaan
karakteristik dan sistem pengambilan keputusan di dalamnya, sebagai berikut. (1)
Pengelolaan oleh
wadah khusus di
tingkat des,
contoh
di Desa Bumiaji,
(3) Pengelolaan
agrowisata oleh perusahaan swasta (PT). (4) Pengelolaan agrowisata oleh petani
secara individual
kepuasan wisatawan. Rata-rata setiap pohon apel yang berbuah lebat dapat dipetik
oleh 25 orang wisatawan. Jika lebih dari angka tersebut, wisatawan tidak merasa
puas ketika memetik apel ataupun menikmatinya di lahan. Dalam keadaan normal,
seorang wisatawan dapat memetik 26 butir apel untuk dikonsumsi di lahan. Namun,
jika wisatawan bermaksud memetik apel untuk dibawa pulang, sebatang pohon cukup
untuk dipetik dua wisatawan saja, dengan rata-rata hasil petik yang bisa dibawa
pulang tersebut 3 - 4 kilogram per orang.
4.2 Faktor-faktor yang memengaruhi penerapan prinsip-prinsip Community
Based Tourism (CBT)
di Kota Batu.
12
industri kecil
(1)
Manajemen usaha bersifat informal, (2) kepemilikan usaha oleh individu anggota
komunitas, dan (3) lokasi usaha yang berdekatan dengan tempat tinggal pemilik dan
tenaga kerja.
Hasil uji korelasi menunjukkan variabel pendidikan (x) berpengaruh terhadap
variabel partisipasi sebagai tenaga kerja sektor pariwisata (y). Faktor lain yang
memengaruhi terciptanya lapangan pekerjaan sektor pariwisata di Kota Batu adalah
struktur
perekonomian
Kota
Batu
dan
peran
pemerintah
melalui
Selain aspek produksi, yang tidak kalah penting adalah aspek pasar
agrowisata. Persepsi wisatawan tentang agrowisata bisa menjadi indikator apakah
agrowisata merupakan atraksi yang cukup diminati konsumen dan berprospek baik ke
depan. Secara umum persepsi wisatawan tentang akses, sikap komunitas, pelayanan,
atraksi, harga tiket, dan harga apel di agrowisata positif.
Beberapa kondisi yang memengaruhi timbulnya kebanggaan komunitas di
Kota Batu adalah: (1)
sejarah
perjalanan
Kabupaten Malang hingga menjadi Kota; (2) Kekhususan Kota Batu berupa kekayaan
alam, yaitu pemandangan, iklim, kontur wilayah dan keanekaragaman flora-fauna
yang dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata; (3) Seni dan budaya yang beragam
sebagai bagian dari budaya Malang Raya; dan (4) Peran serta pemerintah ialah
mendorong komunitas untuk mengembangkan sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan organisasi. Pemerintah berperan besar dalam pengembangan kegiatankegiatam dan kampanye budaya di Kota Batu. Upaya mengintegrasikan program
pengembangan seni budaya dan pariwisata merupakan pendekatan yang tepat. Di
tingkat teknis, secara tidak langsung pemerintah ikut andil dalam mengampanyekan
seni budaya kota Batu melalui kegiatan yang digelar. Pemerintah dibantu sesepuh
lainnya juga ikut berperan membuat branding bagi Kota Batu yaitu sebagai Kota
Wisata Batu, yang berarti Kota Batu sebagai surga wisata di Jawa Timur.
Pengembangan agrowisata telah mendorong kepedulian komunitas pada
penguatan modal sosial. Agrowisata berperan dalam mendukung pengembangan
pariwisata dengan memaksimalkan peran individu dalam jaringan organisasi, aspek
resiprositas dalam komunitas, peningkatan trust, pemerkuatan nilai dan norma sosial,
dan peningkatan networking. Faktor-faktor yang berperan dalam pengembangan
modal sosial antara lain, adalah kekuatan internal berwujud motivasi internal dan
kepedulian tokoh masyarakat/agama dan adanya Peran pemerintah dalam
menyediakan kelembagaan yang mengakomodasi kepentingan bersama wilayahwilayah pengembang agrowisata, seperti Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Apel,
atau Asosiasi Petani Agrowisata akan meredam konflik yang timbul karena
kepentingan yang sama dalam pengembangan agrowisata.
Faktor yang memengaruhi proses pertukaran budaya adalah berkembangnya
budaya multikultur (keragaman etnis, agama, dan budaya) dan adanya kepentingan
komunitas dari proses pertukaran budaya.
mengenal konsep multukultur sehingga lebih bersifat terbuka dan apresiatif. Sejarah
14
panjang kota Batu yang membentuk sikap keterbukaan komunitas untuk menerima
budaya lain dalam interaksi industri pariwisata Kepentingan komunitas atas terjadinya
proses kontak pertukaran budaya menjadi dorongan tersendiri. Nilai-nilai budaya luar
yang dianggap positif dan bermanfaat menjadi salah satu faktor pendorong untuk
berkontak budaya. Nilai kewirausahaan, pengetahuan modern, pengembangan usaha,
gaya hidup dan budaya fisik (artefak) merupakan bagian unsur budaya luar yang
dianggap komunitas dapat memperkaya budaya setempat.
Faktor-Faktor yang memengaruhi partisipasi penduduk lokal dalam proses
pengambilan keputusan adalah (1) struktur kelembagaan masyarakat
yang
menyiratkan pembangian peran dalam masyarakat; (2) peran aktif aktor komunitas
sebagai social change agent di dalam komunitas; (3) sistem pelapisan social yang
bersifat
konservasi lingkungan.
7. Indikator prinsip teknologi: (1) penggunaan teknologi operasional pariwisata
; dan (2) penggunaan teknologi dalam fungsi manajerial agrowisata.
16
4.3.2
Modifikasi model
AGROWISATA
COMMUNITY BASED
TOURISM
(CBT)
AKSES
(KEBERLANJU
TAN POLITIK)
SKALA
USAHA
KECIL
KEPEMILIKAN
LAHAN
AGROWISATA
KEUNGGULAN
KOMUNITAS
MODAL
SOSIAL
PERAN
LEMBAGA
LOKAL
KETAHAN
BUDAYA
MANFAAT
(KEBERLANJUTAN
EKONOMI)
KEARI
FAN
LOKAL
PENYERAP
AN
TENAGA
KERJA
LOKAL
PENGEMBANG
AN USAHA
MANDIRI
TEKNOLOGI
AGROWISATA BERKELANJUTAN
PENDAPATAN
KOMUNITAS
17
agrowisata. Akses dapat diperoleh komunitas melalui kepemilikan lahan dan adanya
usaha kecil yang dimiliki/dikembangkan komunitas.
Aspek kontrol berkaitan erat dengan keterlibatan komunitas dalam proses
pengambilan keputusan, sebagai indikator adanya kekuasaan dan daya tawar secara
politis pada komunitas. Kontrol atas pengembangan agrowisata dapat dikembangkan
melalaui mekanisme pemeliharaan modal sosial, berperannya lembaga lokal,
ketahanan budaya dan kearifan lokal. Modal sosial adalah sumber daya internal, yang
diperkuat melalaui peran lembaga lokal sebagai simbol kekuasaan. Ketahanan budaya
adalah modal untuk beradaptasi dengan perubahan yang timbul dari kedatangan
wisatawan. Kearifan lokal merupakan instrument komunitas untuk beradaptasi
dengan perubahan namun tetap mempertahankan karakteristik lokal.
Aspek manfaat adalah output yang diharapkan dari pengembangan agrowisata
dimana komunitas yang lebih banyak menerima hasil kedatangan wisatawan.
Indikator manfaat yang dirasakan komunitas adalah partisipasi komunitas dalam
lapangan kerja dan lapangan usaha baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Agar
akses dan manfaat yang diperoleh dari kegiatan agrowisata sustainable komunitas
perlu mengintegrasikan teknologi dalam kegiatan operasional maupun manajerial
usaha.
BAB V: SIMPULAN, REKOMENDASI, DAN IMPLIKASI
5.1 SIMPULAN
Penerapan prinsip ekonomi CBT dalam pengembangan agrowisata di Kota
Batu ditandai dengan peningkatan usaha sektor pariwisata berskala kecil yang
menyerap tenaga kerja lokal lebih besar didukung kepemilikan usaha dan mekanisme
perekrutan tenaga kerja lokal. Karakteristik pekerjaan yang menyerap tenaga kerja
lokal umumnya berupa pekerjaan teknis, berada di level staf, kurang membutuhkan
skill, dan bergaji rendah di bawah UMR.
Model pengelolaan agrowisata oleh komunitas menumbuhkan usaha primer,
sekunder, dan tersier, yang lebih berdampak luas pada perekonomian komunitas.
Agrowisata yang dikelola swasta menumbuhkan usaha primer dan sekunder, yang
kurang berdampak luas pada peningkatan pendapatan komunitas.
Penerapan prinsip sosial CBT dalam pengembangan agrowisata telah
menghasilkan peningkatan kualitas hidup komunitas yang dapat diukur dari persepsi
positif komunitas yang mencerminkan preferensi terhadap pengembangan agrowisata,
18
keterbukaan komunitas sebagai host, dan derasnya arus informasi yang diterima
individu dalam komunitas.
Pengembangan agrowisata berdampak pada perubahan nilai sosial tentang
tamu, nilai menyambut tamu, perlakuan terhadap tamu, dan filosofi tentang
penerimaan tamu, dari yang bernilai sosial menjadi bernilai ekonomi atau terjadi
komersialisasi nilai sosial.
gender berupa segregasi tenaga kerja sektor pariwisata, pelabelan (stereotype), dan
beban kerja ganda pada perempuan.
konsumen,
pengetahuan
tentang
teknologi
peningkatan
komunikasi
(gadget),
komunitas terhadap kepentingan bersama yang harus dikelola bersama, (2) adanya
kesadaran komunitas akan pentingnya aspek kelembagaan untuk mencapai tujuan
bersama yaitu pengembangan agrowisata, dan (3) adanya kesadaran komunitas akan
hak masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Penerapan prinsip lingkungan ditandai dengan adanya pengembangan
tiga
dan (3)
perekonomian
Kota
Batu
dan
peran
pemerintah
melalui
Kepemilikan usaha
menghasilkan pola kerja berbasis kedekatan hubungan, kerja dekat sehingga turn over
tenaga kerja rendah, dan persaingan usaha tidak sehat. Motivasi usaha sebagai pintu
masuk pengembangan usaha mandiri pariwisata berciri khas yaitu didukung
mekanisme pembelajaran usaha oleh komunitas.
Dari hasil uji regresi dapat disimpulkan bahwa pendapatan wisata adalah
hasil kontribusi dari pengeluaran wisata dan pengeluaran agrowisata yang membentuk
persamaan linier Y = 46298,469 + 0,475 x1+0,547 x2 dimana x1 adalah variabel
pengeluaran agrowisata dan x2 adalah variabel pengeluaran wisata. Model regresi ini
dapat dipakai untuk memprediksi pendapatan masyarakat.
Besarnya pendapatan yang diperoleh komunitas tidak hanya tergantung pada
besar pendapatan, tetapi juga berkaitan dengan pola penggunaan produk lokal dalam
industri pariwisata, kecenderungan pasar terhadap agrowisata, dan proporsi
pengeluaran agrowisata dalam belanja wisata secara keseluruhan.
Faktor-faktor yang berperan dalam pengembangan modal sosial, antara lain,
adalah kekuatan internal. Kekuatan internal ini yang berwujud motivasi, kepedulian
tokoh masyarakat/agama, dan peran pemerintah dalam menyediakan kelembagaan
yang mengakomodasi kepentingan bersama wilayah-wilayah yang mengembangkan
agrowisata.
Faktor yang memengaruhi proses pertukaran budaya adalah berkembangnya
budaya multikultur, yaitu keragaman etnis, agama, dan budaya) dan adanya
kepentingan komunitas atas
wisata lainnya selain agrowisata. Oleh karena itu perlu sosialisasi pentingnya
pengembangan CBT bagi kesejahteraan masyarakat di destinasi wisata.
5. CBT sebagai mainstream pembangunan pariwisata perlu mendapat perhatian
khusus dengan cara mengakomodir konsep CBT ke dalam dokumen-dokumen
pembangunan
(RTRW,
Master
Plan
pembangunan
pariwisata,
dan
sebagainya).
6. CBT sebagai paradigm pembangunan masih terbuka untuk dikaji dalam
berbagai studi yang melibatkan akademisi multidisiplin.
21
dikembangkan
memihak pada komuntas sebagai bentuk investasi jangka panjang. CBT dapat
menjadi jalan alternatif bagi upaya menyejahterakan masyarakat serta
mencegah dan mengatasi permasalahan kemiskinan.
2. Untuk mengembangkan CBT sebagai mainstream diperlukan
niat baik
dapat merancang
22
DAFTAR PUSTAKA
Afandhi, A. 2001. Pengembangan dan Pembangunan Kawasan Agrowisata.Jakarta :
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Makalah. Tidak diterbitkan.
Agusta, I. 2003. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Kualitatif. Makalah yang
disampaikan dalam Pelatihan Metode Kualitatif di Pusat penelitian Sosial
Litbang Pertanian Bogor, 27 Februari 2003.
Andereck, K.L. and Nyaupane, G.P. 2011. Exploring the nature of tourism and
quality of life perceptions among residents. Journal of Travel Research, 50:
248-260.
Andereck, K.L. and Vogt, C. A., 2000, The Relation Between Resident Attitute
Toward Tourism and Tourism Development Option, Journal of Travel
Research , 27(1), 16 21
Anstrand, M. 2006. Community-Based Tourism and Socio-Culture Aspects Relating
to Tourism a Case Study of a Swedish Student Excursion to Babati
(Tanzania). Laporan. Tidak diterbitkan.
Arahi, Y. 2005. Rural Tourism in Japan: The Regeneration of Rural Communities.
Naskah diskusi dalam The Development of Rural Tourism.
Archer, B.H. 1989. Tourism and Island Economies: Impact Analysis. pp 125-134 in
Cooper, C.P. and Lockwood, A. (eds). Progress in Tourism, Recreation and
Hospitality Management. Vol. 1. London: Belhaven Press.
Aronsson, L. 2000, The Development of Sustainable Tourism, New York: Continuum.
Augustyn, M. National Strategies for Rural Tourism Development and
Sustainability: The Polish Experience, Journal of Sustainable Tourism, 6(3):
191 - 209.
Bahaire, T. and Martin E.W. 1999. Community Participation in Tourism Planning
an Development in the Historic City of York, England dalam Currennt Issues
in Tourism ( 2&3):243 - 265.
Barklin, D. 2003. Ecotourism: A Tool for Sustainable Development dalam www.
Planeta.Com.
Barry, J.J., and D. Hellerstain. . 2004. Chapter 9: Farm Recreation. In: Outdoor
Recreation for 21st Century America A Report to the Nation: The National
Survey on Recreation and the Environment . pp.149-167. USA: Venture
Publishing, Inc. State College, PA.
Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Beeton, S. 2006. Community Development Through Tourism. Australia: Landlinks
Press.
23
Bengen, G.D., 2002, Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut.
Pusat Kajian Pesisir dan Lautan IPB Bogor.
Blackstock, K. 2005. A Critical Look at Community Based Tourism
Cummunity Development Journal 40 (1): 39 - 48.
dalam
Cox, L.J. dan Fox, M., 1999. Agriculturally Based Leisure Attraction dalam The
Journal of Tourism Studies, 14 (1): 49 - 58.
DAmore, L. 1983. Guideline to Planning in Harmoni with the Host Community In
P.E. Murphy (Ed.) Tourism in Canada: Selected Issue and Option (pp. 135 159). Victoria, BC: University of Victoria, Departemen of Geography.
Dedina, S., and E. Young. 1995. Conservation as Communication: Local People and
Graywhale Tourism in Baja California Sur, Mexico. Whalewatcher.
Fall/winter: 8 - 13.
De Kadt. 1979. Tourism Passport to Development ?. New York: Oxford University
Press.
Denzin, N.K. dan Lincoln Y. 2009. Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Departemen Pertanian RI . 2004. Direktori Profil Agrowisata. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi Pertanian, Departemen Pertanian RI.
------------------------ 2005. Strategi Pengembangan Wisata Agro Indonesia dalam
www. Database. Deptan. go.id.
--------------------------. 2005. Agrowisata Meningkatkan Pendapatan Petani. dalam
www. Database. Deptan. go.id.
Douglas, N. and Douglas, N. (1996) "Tourism in the Pacific: Historical factors"
dalam Hall, C.M. and Page, S.J. (eds.) Tourism in the Pacific: Issues and
Cases. London: Thomson Learning.
Downward, P., Lumsdon, L. and Weston, R . 2009. Visitor Expenditure: The Case
of Cycle Recreation and Tourism, Journal of Sport & Tourism 14(1), pp.2542 http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/14775080902847397
Eadington, W.R., 1991, Economic and Tourism dalam Annals of Tourism Research
(8) 41 - 56.
Eadington, W.R., & Smith, V. L. 1992. Introduction: The Emergence of alternative
form of tourism. In. V.L. Smith & W.R. Eadington (Eds.) Tourism
Alternatives: Potential and Problems in the Development of Tourism.
Philadelphia: University of Pennsylvania Press.
ESCAP. 1996. The Economic Impact of Tourism in The Asian Region. New York:
United Nations.
Fandeli, C. (Eds). 1995. Dasar-Dasar Kepariwisataan Alam. Yogyakarta: Liberty.
Fandeli, C. dan Suyanto, A. 1999. Kajian Daya Dukung Lingkungan Objek Dan
Daya Tarik Wisata Taman Wisata Grojogan Sewu, Tawangmangu. Manusia
dan Lingkungan. 19 (tahun VII) 3247.
Fandeli, C. dan Mukhlison.(Eds.). 2000. Pengusahaan Ekowisata. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
25
26
Hatton, M.J. 1948, Community Based Tourism in the Asia-Pacific, Canada: School of
Media Studies a at Humber College.
Hausler, N. 2005. Definition of Community Based Tourism Tourism Forum
International at the Reisepavillon. Hanover 6 Pebruari 2005.
Hidayati, D., Mujiyani, L.R., dan Andi, Z. 2003. Ekowisata Pembelajaran dari
Kalimantan Timur. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan bekerja sama dengan
LIPI.
Iftikhar, A. 1997. Sustainable Utilization of Natural resources: A Community-based
Conservation Effort in Bar Valley. Gilgit Pakistan. Recoft Report No. 15,
RAP Publication: 1997:42.
Indecon. 2003. Ekowisata, Prinsip, dan Kriteria. Jakarta: Ecotourism Indonesia.
Inskeep, E. 1991. Tourism Planning: An Integrated and Sustainable Development
Approach. New York: Van Nostrand Reinhold.
Irawanto, R.2005. Konstruksi Nilai Sosial Budaya Arek dan Mataraman pada
Positioning Iklan Lokal di Jawa Timur. Laporan Penelitian. Tidak diterbitkan.
Khan, H. 1990. Tourism Effect on Singapore dalam Annals of Tourism Research.
(17) : 408 418.
Knudson, D.M. 1980. Outdoor Recreation. New York: Macmillan.
Koentjaraningrat . 1985. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru .
Kokko, J. and Guerrier, Y. 1994. Over Education, Underemployment, and Job
Satisfaction Hotel Recepsionist. International Journal Hospitality
Management. 13 (4): 375-386.
Kontogeorgopoulos, N. 2005. Community-Based Ecotourism in Phuket and Ao
Phangnga, Thailand: Partial Victories ad Bittersweet Remedies dalam
Journal of Sustainable Tourism 13 (1):
Kusmayadi dan, Sugianto, E. 2000. Metodologi Penelitian Dalam Bidang
Kepariwisataan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Laimer, P, Wei, J. (2006) Data sources on tourism expenditure The Austrian
experiences taking into account the TBop requirement. In. International
Workshop on Tourism Statistics, 17-20 July 2006, Madrid: UNWTO.
Lane, B. 1994. What is Rrural Tourism?. Journal of Sustainable Tourism. 2 (1): 7-21.
Leiper, N. 1990. Tourist Attraction System. Annals of Tourism Research. 17: 376384.
27
Li, Y. 2002. The Impact of Tourism in China on Lokal Communities dalam Asian
Studies Review 26 (4): 471-486.
Linberg, K. 1996. The Economic Impact of Ecotourism. www. unepie.org.
Lobo, R.E., G.E. Goldman, D.A. Jolly, B.D. Wallace, W.L. Schrader and S.A. Parker.
(1999) "Agricultural Tourism Benefits Agriculture in San Diego County."
California Agriculture. Volume 53 (6) 20-24.
Lobo, R. E. 2005. Definition of Agricultural Tourism. California Agriculture,
University of California.
Lopez, E.P., dan Garcia F.J.C.. 2006 Agrotourism, Sustainable Tourism and
Ultraperipheral Area: The Case of Canary Island dalam Pasos Revista de
Tourismo Patrimonio Cultural, Vol. 4 No. 1 page 85 97.
Mcgehee, N.G., dan Andereck, K.L., Factors Predicting Rural Tourism Resisdents
Support of Tourism dalam Journal of Travel Research, Vol. 43, November
2004, 131 - 140.
Mantra, I.B. 2001. Langkah-Langkah Penelitian Survai Usulan Penelitian dan
Laporan Penelitian. Yogyakarta: BPFG-UGM.
Mathieson, A. dan Wall, G. 1982. Tourism: Economic, Physical and Sosial Impacts.
London and New York: Longman.
McCloy,D.B. 1975. Employment Research in the Canadian Travel Industry,
Proceedings of the Travel Research Association. 6th Annual Conference San
Diego: 49-51.
Menteri Negara Lingkungan Hidup dan UNDP. 2000. Agenda 21 Sektoral Agenda
Pariwisata untuk Pengembangan Kualitas Hidup Secara Berkelanjutan.
Jakarta: Proyek Agenda 21 Sektoral Kerja sama Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup dan UNDP.
Miles, M.B. dan Huberman M. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI-Press.
Mill, R.C. and Morrison, A.M.. 1985. The Tourism System an Introductory Text.
New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Mann, Mark, 2000, The Community Tourism Guide, For Tourism Exciting Holidays
for Responsible Travellers. UK: Eartscan Publications ltd.
Morris, M.D. 1979. "The Physical Quality of Life Index (PQLI)". Development
Digest 1: 95 109
Moscardini, L. M, dan Lawler K., 2011. Using System Dynamics to analyse the
Economic Impact of Tourism Multipliers. procceding document, tidak
dipublikasikan.
28
Mowforth, M., dan I. Munt. 1998. Tourism and Sustainability New Tourism in the
World. London and New York: Routledge.
Murphy, P.E. 1983. Tourism as a Community Industry. Tourism Management. 4:
180-193.
Murphy, P.E. 1985. Tourism A Community Approach. London and New York:
Longman
Nainggolan, K. 2005. Pertanian Indonesia Kini dan Esok. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Nickerson, N.P., Rita B., and Stephen F. M. Agrotourism: Motivation Behind
Farm/Ranch Business Diversification dalam Journal of Travel Research
Vol. 40 Agustus 2001.
Nicolau J.L, Ms F.J. (2005) Heckit modeling of tourist expenditure: evidence from
Spain. International Journal of Service Industry Management 16(3): 271-293.
Nurhidayati, S. E. 2005. Persepsi Masyarakat pada Peluang kerja dan peluang Usaha
dalam Pengusahaan Agrowisata Wonosari Malang. Tesis. Tidak diterbitkan.
Olson, D.H (ed). 1992. Familiy Inventories (Manual) : Family Social Science. USA:
University Of Minnessota.
Pantin, D dan Francis, J. 2005. Community Based Sustainable Tourism. UK: UWISEDU.
Patilima, H. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alafabeta.
Paul D, Lumsdon L, Weston R (2009) Visitor Expenditure: The Case Of Cycle
Recreation And Tourism. Journal of Sport & Tourism 14(1): 25 - 42.
Pearce, P.L., Moscardo, G. & Ross, G.F., 1991, Tourism impact and community
perceptions : An equity-social representational perspective, Australian
Psychologist, 26(3): 147 - 152.
Perez, E.A., and Sampol, C.J. 2000. Tourist expenditure for mass tourism markets
Annals of Tourism Research, 27(3): 624637.
Picarrd, M. 2006. Bali: Tourisme Culturel et Culture Touristique diterjemahkan oleh
Jean Couteau dan Warih Wisatsana, dengan judul Bali Pariwisata Budaya dan
Budaya Pariwisata. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Pitana, I. G. 2004, Pariwisata dan kebudayaan: Antara Paratisme dan Simbiosis
Mutualisme. Makalah. Disampaikan dalam Seminar Internasional
Kebudayaan: Minangkabau Mulltikultural 24 Agustus 2004.
Poon, A. 1993. Tourism, Technology, and Competitive Strategies. USA: CAB
International.
29
Ramsey M., and Nathan A. Schaumleffel, 2006. Agritourism and Rural Economic
Development , Indiana Business Review, 81 (3): 27-42.
Riduwan dan Akdon. 2010. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Bandung:
Alfabeta.
Roberts, L. dan Hall, D. 2001. Rural Tourism and Recreation Principles to Practice,
UK: CABI Publishing.
Sandmeyer, A.E. 2005. Community Based Ecotourism and Sustainable Community
Development: Exploring the Relationship. Tesis. Dalhousie University
Halifax, Nova Scotia. Tidak diterbitkan.
Saptutyningsih, E.. 2003. Dampak perubahan pengeluaran wisatawan terhadap
pendapatan rumah tangga di Indonesia Pendekatan Structural Path Analysis
(SPA) dalam SNSE Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan 8(1): 1--18.
Scheyvens, R. 1999. Ecotourism and the Empowerment of Lokal Communities
dalam Tourism Management (20): 245 - 249.
Sempol C.J, Perez E.A. 2000. Tourist Expenditure Determinants in a Cross-Section
Data Model. Annuals of Tourism Research.27(3): 1-9.
Setia, T.H. 1999. Peraturan Perundang-Undangan Kepariwisataan di Indonesia.
Jakarta: Harvarindo.
Sharpe, A. 1999. A Survey of Indicators of Economic and Social Well-being. Paper.
tidak diterbitkan.
Sharpley, R. 2000. Tourism and Sustainable Development: Exploring the Theoretical
Divice..Journal Of Sustainable Tourism.8 (1): 1 - 19.
Shelson, P. J. 1997. Tourism Information Technology. USA: Cabi International.
Siagian, S.P. 1994. Administrasi Pembangunan. Jakarta : Gunung Agung.
Sinclair, M.T. 1997. Gender, Work, and Tourism. London and new York: Routledge.
Siregar, L. 2002. Antropologi dan Konsep kebudayaan. Papua Journal of Sosial
and Cultural Antropology. 1(1): 1-12.
Soba, H. 2003. Membidik Agrowisata Suara Pembaharuan, 6 Februari: 4.
Spillane, J. 1994. Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan prospeknya.Yogyakarta: Kanisius.
Suansri, P. 2003. Community Based Tourism Handbook. Thailand: REST Project
Sugiyono. 2003. Statistika untuk Penelitian.Bandung: CV. Alvabeta.
Sulaiman, W. 2002. Jalan Pintas Menguasai SPSS 10. Yogyakarta. Penerbit Andi.
30
Magister
Manajemen
Suwandi. 2005. Agropolitan Merentas Jalan menuju Harapan. Jakarta: Duta Karya
Swasta .
Strauss, A., dan Juliet , C. 2003. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif (terjemahan dari
Basic Of Qualitative Research Grounded Theory Procedure and Techniques),
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Swain, N. B. 1995. Gender in Tourism Annals of Tourism Research. 22 (2): 247266.
Taylor, S.J. dan Bogdan, R,. 1990. Quality of Life and the individuals Perception in
L.R. Schlock (Ed.) Quality of Life: Perspective and Issue. USA: American
Assosiasion on mental Retardation, special Publication.
Timothy, D.J. 1999. Participatory Planning: a View of Tourism in Indonesia
Annals of Tourism Research . 26 (2): 27-40.
Tosun, C. dan Timothy D.J. 2003. Arguments for Community Participation in The
Tourism Development Process The Journal of Tourism Studies 14 (2): 2 15.
Utama, I.G.B.Rai, 2009. Agrowisata Sebagai Pariwisata Alternatif. dalam
http://www.gdnet.org/CMS/fulltext/1164925881_Buku_Agrowisata.doc.)
diakses tanggal 10 Januari 2010
UNEP and WTO . 2005. Making Tourism More Sustainable: a Guide for Policy
Makers, tidak diterbitkan.
UNCTAD. 2007, Trade and Development Implications of International Tourism for
Developing Countries: Issues Note for Discussion www.unctad.org/ sections/
ditc_tncdb_comdip0017_en.pdf. diakses tanggal 12 Desember 2011.
Wall, G. dan Mathieson, A. 2006. Tourism, Change, Impact and Opportunities.
London: Pearson Prentice Hall.
31
Warpani, S.P., dan Warpani, I. 2007, Pariwisata dalam Tata Ruang Wilayah,
Bandung: Penerbit ITB.
Weaning, S, and Neil, J. 2000. Ecotourism: Impact, Potential, and Possibilities.
London: Butterworth Heinemann.
Windia, W., Wiratha, M. dan Suambi, K., 2003, Model Pengembangan Agrowisata
di Bali, dalam http//:ejurnal.unud.ac.id diakses tanggal 10 Februari, 2008.
Wood, M.E. 2002. Ecotourism, Principless, Practice, and Policies. USA: United
Nation Publication. (www.unepie.org).
Worldbank. 1999. The Initiative On Defining, Monitoring And Measuring Social
Capital, Working Paper. http://www.worldbank.org/socialdevelopment.
Yaman, A.R.
dan Abdullah, M. 2004. Community-based Ecotourism: New
Proposition for Sustainable Development and Environment Conservation in
Malaysia Journal of Applied Sciences 4 (4):583 - 589.
Yoeti. O.A. 2008. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata, Bandung: Pradnya
Paramita.
--------------. 2008. Ekonomi Pariwisata: Introduksi, Informasi, dan Aplikasi. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas.
--------------. 2010. Dasar-dasar Pengertian Hopitaliti dan Pariwisata. Bandung:
Alumni.
Young, E. 1999a. Balancing Conservation with Development in Small-scale
Fisheries : Is Ecotourism an Empty Promise?. J. Human Ecology :27(4):581620.
-----------. 1999b. Local People and Conservation in Mexicos El Vizcaino Biosphere
Reserve. The Geographical Review :89(3):364 - 390.
INTERNET:
http://wwwuwex.edu/ces/ag/sus/html diakses pada 31 Desember 2005
http://www.choike.org diakses pada Januari 2006
http://sfc.ucdavis.edu/agritourism/factsheets/what.html diakses pada 27 Juni 2006
http://www.wwf.no/pdf/tourism guidelines.pdf diakses pada 25 Juli 2006
http://www.panda.org diakses pada 25 Juli 2006
http://www.planeta.com diakses pada 29 Juli 2006
http://www.livinglands.org.hk/archive/c-b_tourism_for_Lantau.pdf diakses pada Juli
2007
http://www.farmstop.com/aboutagritourism.asp, diakses pada 14 Februari 2008
http://www.bahanamahasiswa.com, diakses pada 14 Desember 2011.
http://yasinta-sari.blogspot.com, diakses pada 22 Desember 2011
http://www.undp.org.sa , diakses pada 5 Desember 2011
http://perypatayat.wordpress.com diakses pada 6 Februari 2012
32
33