Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Isman Rahmani Yusron
Anggi Rumayanti
Indri Purwanti
Canda Putriandangis
A. Pengertian Homoseksual
1. Etimologi
Kata homoseksual adalah hasil pernikahan bahasa Yunani dan Latin dengan
elemen pertama berasal dari bahasa Yunani homos, 'sama' (tidak terkait dengan kata Latin
homo, 'manusia', seperti dalam Homo sapiens), sehingga dapat juga berarti tindakan
seksual dan kasih sayang antara individu berjenis kelamin sama, termasuk lesbianisme.
Gay umumnya mengacu pada homoseksualitas laki-laki, tetapi dapat digunakan secara
luas untuk merujuk kepada semua orang LGBT. Dalam konteks seksualitas, lesbian,
hanya merujuk pada homoseksualitas perempuan. Kata "lesbian" berasal dari nama pulau
Yunani Lesbos, di mana penyair Sappho banyak sekali menulis tentang hubungan
emosionalnya dengan wanita muda.
Banyak panduan penulisan modern di Amerika Serikat menyarankan untuk tidak
menggunakan kata homoseksual sebagai kata benda, tapi menggunakan kata pria gay atau
lesbian. Demikian pula, beberapa merekomendasikan untuk sepenuhnya menghindari
penggunaan kata homoseksual karena memiliki sejarah yang buruk dan karena kata
tersebut hanya merujuk pada perilaku seksual seseorang (berlawanan dengan perasaan
romantis) dan dengan demikian memiliki konotasi negatif. Gay dan lesbian adalah
alternatif yang paling umum. Huruf pertama sering dikombinasikan untuk menciptakan
inisial LGBT (terkadang ditulis sebagai GLBT), di mana B dan T mengacu pada orang
biseksual dan transgender.
Kemunculan istilah homoseksual pertama kali ditemukan pada tahun 1869 dalam
sebuah pamflet Jerman tulisan novelis kelahiran Austria Karl-Maria Kertbeny yang
diterbitkan secara anonim, berisi perdebatan melawan hukum anti-sodomi Prusia. Pada
tahun 1879, Gustav Jager menggunakan istilah Kertbeny dalam bukunya, Discovery of
The Soul (1880). Pada tahun 1886, Richard von Krafft-Ebing menggunakan istilah
homoseksual dan heteroseksual dalam bukunya Psychopathia Sexualis, mungkin
meminjamnya dari buku Jager. Buku Krafft-Ebing begitu populer di kalangan baik orang
awam dan kedokteran hingga istilah "heteroseksual" dan "homoseksual" menjadi istilah
yang paling luas diterima untuk orientasi seksual.
Dengan demikian, penggunaan istilah tersebut berakar dari tradisi taksonomi
kepribadian abad ke-19 yang lebih luas. Meskipun penulis awal juga menggunakan kata
sifat homoseksual untuk merujuk pada konteks seks-tunggal (seperti sekolah khusus
perempuan), sekarang istilah ini digunakan secara eksklusif dalam referensi untuk daya
tarik seksual, aktivitas, dan orientasi. Istilah homososial sekarang digunakan untuk
menggambarkan konteks seks-tunggal yang tidak secara khusus bersifat seksual. Ada juga
kata yang mengacu kepada cinta sesama jenis, homofilia.
2. Homoseksualitas
Homoseksualitas adalah rasa ketertarikan romantis dan/atau seksual atau perilaku
antara individu berjenis kelamin atau gender yang sama. Sebagai orientasi seksual,
homoseksualitas mengacu kepada "pola berkelanjutan atau disposisi untuk pengalaman
seksual, kasih sayang, atau ketertarikan romantis" terutama atau secara eksklusif pada
orang dari jenis kelamin sama, "Homoseksualitas juga mengacu pada pandangan individu
tentang identitas pribadi dan sosial berdasarkan pada ketertarikan, perilaku ekspresi, dan
keanggotaan dalam komunitas lain yang berbagi itu.
Homoseksualitas adalah salah satu dari tiga kategori utama orientasi seksual,
bersama dengan biseksualitas dan heteroseksualitas, dalam kontinum heteroseksualhomoseksual. Konsensus ilmu-ilmu perilaku dan sosial dan juga profesi kesehatan dan
kesehatan kejiwaan menyatakan bahwa homoseksualitas adalah aspek normal dalam
orientasi seksual manusia. Homoseksualitas bukanlah penyakit kejiwaan dan bukan
penyebab efek psikologis negatif; prasangka terhadap kaum biseksual dan homoseksuallah yang menyebabkan efek semacam itu. Meskipun begitu banyak sekte-sekte agama dan
organisasi "mantan-gay" serta beberapa asosiasi psikologi yang memandang bahwa
kegiatan homoseksual adalah dosa atau kelainan. Bertentangan dengan pemahaman
umum secara ilmiah, berbagai sekte dan organisasi ini kerap menggambarkan bahwa
homoseksualitas merupakan "pilihan".
Istilah umum dalam homoseksualitas yang sering digunakan adalah lesbian untuk
perempuan pecinta sesama jenis dan gay untuk pria pecinta sesama jenis, meskipun gay
dapat merujuk pada laki-laki atau perempuan. Bagi para peneliti jumlah individu yang
diidentifikasikan sebagai gay atau lesbian-dan perbandingan individu yang memiliki
pengalaman seksual sesama jenis-sulit diperkirakan atas berbagai alasan. Dalam
modernitas Barat, menurut berbagai penelitian, 2% sampai 13% dari populasi manusia
adalah homoseksual atau pernah melakukan hubungan sesama jenis dalam hidupnya.
Sebuah studi tahun 2006 menunjukkan bahwa 20% dari populasi secara anonim
melaporkan memiliki perasaan homoseksual, meskipun relatif sedikit peserta dalam
penelitian ini menyatakan diri mereka sebagai homoseksual. Perilaku homoseksual juga
banyak diamati pada hewan.
Banyak individu gay dan lesbian memiliki komitmen hubungan sesama jenis,
meski hanya baru-baru ini terdapat sensus dan status hukum/politik yang mempermudah
enumerasi dan keberadaan mereka. Hubungan ini setara dengan hubungan heteroseksual
dalam hal-hal penting secara psikologis. Hubungan dan tindakan homoseksual telah
dikagumi, serta dikutuk, sepanjang sejarah, tergantung pada bentuknya dan budaya
tempat mereka didapati. Sejak akhir abad ke-19, telah ada gerakan menuju hak pengakuan
keberadaan dan hak-hak legal bagi orang-orang homoseksual, yang mencakup hak untuk
pernikahan dan kesatuan sipil, hak adopsi dan pengasuhan, hak kerja, hak untuk
memberikan pelayanan militer, dan hak untuk mendapatkan jaminan sosial kesehatan.
3. Orientasi Seksual, Identitas, Perilaku
American Psychological Association, American Psychiatric Association, dan
National Association of Social Workers menyatakan orientasi seksual "tidak hanya
karakteristik pribadi yang dapat didefinisikan dalam isolasi. Sebaliknya, orientasi seksual
seseorang menentukan semesta dengan siapa orang tersebut mungkin menemukan
hubungan yang puas dan terpenuhi"
Orientasi seksual umumnya dibahas sebagai karakteristik individu, seperti jenis
kelamin biologis, identitas gender, atau usia. Perspektif ini tidak lengkap karena orientasi
seksual selalu didefinisikan dalam istilah relasional dan harus melibatkan hubungan
dengan orang lain. Tindakan seksual dan atraksi romantis dikategorikan sebagai
homoseksual atau heteroseksual sesuai dengan jenis kelamin biologis individu yang
terlibat di dalamnya, yang bersifat relatif satu sama lain. Individu-individu
mengungkapkan heteroseksualitas mereka, homoseksualitas, atau biseksual, memang,
didasarkan pada tindakan atau keinginan mereka untuk berbuat terhadap orang lain. Hal
dengan
orientasi
homoseksual
dapat
mengekspresikan
seksualitasnya dalam berbagai cara, dan dapat atau dapat tidak muncul dalam perilaku
mereka. Beberapa memiliki hubungan seksual dengan individu-individu dengan identitas
gender sama, lain gender, biseksual atau dapat juga berselibat. Penelitian menunjukkan
banyak pasangan lesbian dan gay yang menginginkan, dan berhasil dalam memiliki
komitmen dan hubungan yang bertahan lama. Sebagai contoh, data survei menunjukkan
bahwa antara 40% dan 60% pria gay dan antara 45% dan 80% dari lesbian saat ini terlibat
dalam hubungan percintaan. Data survei juga menunjukkan bahwa antara 18% dan 28%
dari pasangan gay dan antara 8% dan 21% dari pasangan lesbian di AS telah hidup
bersama selama sepuluh tahun atau lebih. Sejumlah penelitian telah mengungkapkan
bahwa pasangan homoseksual dan heteroseksual setara satu sama lain dalam ukuran
kepuasan dan komitmen dalam hubungan percintaan, bahwa usia dan gender lebih dapat
diandalkan sebagai alat ukur kepuasan dan komitmen hubungan percintaan, dan bahwa
individu heteroseksual atau homoseksual memiliki harapan dan impian hubungan
percintaan yang sebanding.
8. Ciri-ciri Perempuan Lesbian
Jika para gay lebih gampang dikenali secara fisik lewat penampilan mereka.
Namun lesbi sulit untuk dikenali. Memang, ada lesbian yang berpenampilan seperti lakilaki, yaitu sangat tomboy. Tapi, pengenalan ini bukan berarti ciri khas lesbi. Ada banyak
perempuan straight yang berpenampilan tomboy. Jadi, sulit mengenali perempuan lesbi.
Tidak semua lesbian berpenampilan tomboy. Kebanyakan lesbian yang tomboy ini
merasa, dirinya laki-laki tapi terjebak dalam tubuh perempuan. Banyak juga dijumpai
lesbian yang bergaya seperti perempuan normal, cenderung feminim, bahkan lebih
feminim dari perempuan straight. Tingkah lakunya mungkin bisa saja lebih halus dari
perempuan straight pada umumnya.
Menurut Prof Koentjoro PhD, Guru Besar Psikologi UGM. Lesbian sangat rentan
mengonsumsi narkoba. Awalnya, hanya untuk berfantasi dan mencari sensasi. Hal
tersebut dilakukan agar mengundang gairah bagi para lesbian lainnya. Namun ciri-ciri
khusus dari lesbian ini sukar dikenali, karena mereka masih tertutup. Takut dengan norma
yang ada.
Namun ciri umumnya bisa dikenali lewat 2 pribadi lesbi. Ada yang jadi butchy
(laki-laki), ada yang jadi femme (perempuannya). Jadi butchy itu biasanya berpenampilan
tomboy, memposisikan diri sebagai maskulin. Seluruh penampilannya sangat maskulin,
punya hobi maskulin pula. Kebanyakan cenderung posesif dan menunjukkan ketertarikan
pada wanita. Biasanya, kebanyakan butchy rambutnya potongan cepak.
Kalau yang menjadi femme, biasanya penampilannya terkesan dingin. Selalu
ketergantungan dengan pasangan, tidak mandiri, sering cemas, menjaga jarak dengan
wanita lain yang bukan pasangannya, sangat sensi dan bersikap dingin terhadap laki-laki.
Tetapi ini bukan ciri yang paten, hanya saja ciri inilah yang kebanyakan muncul.
9. Macam-macam homoseksual dan faktor penyebabnya
Menurut Dr. Rono Sulistyo (Willis : 2010), ada tiga macam homoseksual, yaitu:
a) aktif, bertindak sebagai pria dan tidak bergantung kepada teman seksnya.
b) pasif, yaitu bertindak sebagai wanita
c) campuran, yaitu kadang-kadang sebagai pria, kadang-kadang sebagai wanita
Adapun sebab-sebab terjadinya perbuatan homoseksual tersebut, yaitu:
a) faktor hereditas (dibawa sejak lahir). Ini jarang terjadi
b) adanya ketidakseimbangan hormon seks (seks hormonal imbalance)
c) pengaruh lingkungan:
1) terpisah dari lawan jenis dalam jangka waktu yang lama, misalnya di penjara
dan asrama
2) pengalaman hubungan seks dengan sesama jenis pada waktu kecil (masa
kanak-kanak), dengan istilah sodomi
3) kesalahan perlakuan, yakni anak laki-laki yang hidup di rumah tangga
dimana semua saudaranya perempuan. Jika anak ini diperlakukan sebgai anak
perempuan setiap harinya, misalnya dibedaki, diberi pakaian wanita, dan lainlain. Maka akan tumbuh sifat-sifat kewanitaan pada dirinya (merasa diri sebagai
jenis kelamin wanita).
A. Survei Penyimpangan Seksual pada Kalangan Pelajar di Indonesia
Hasil penelitian dan penelusuran Yayasan Priangan Jawa Barat di Bandung
menunjukkan tingginya kasus homoseksual terjadi di kalangan pelajar. Betapa tidak, dari
hasil survei didapat sebanyak 21% siswa SLTP dan 35% siswa SMU disinyalir telah
melakukan perbuatan homoseksual. Survei di tujuh kota besar di Jawa Barat semakin
memperjelas kondisi tersebut.
Survei ini dipertegas lagi dengan adanya temuan dari Pelajar Islam Indonesia
(PII) wilayah Jawa Barat. Setelah melakukan polling antara bulan September-November
2002 dengan menyebar angket sebanyak 400 lembar, hasilnya cukup mencengangkan.
Sekitar 75% pelajar dan mahasiswa di berbagai kota di Jawa Barat melakukan
penyimpangan kategori kenakalan remaja. Mereka terlibat tawuran, narkotika dan
penyimpangan perilaku seksual.
Survei menunjukkan 45% pelajar melakukan perilaku penyimpangan seksual dan
di antaranya 25% pelajar pria melakukan perbuatan homoseksual, PII menggunakan
responden berusia antara 12-24 tahun. Kendati kasus homoseksual tidak sebesar
tawuran dan narkotika, tapi bila dibiarkan hal ini tentu bisa menimbulkan kerawanan
sosial, terlebih perbuatan ini jelas-jelas melanggar aturan agama. Disinyalir pula ada
komunitas kaum homoseksual di kalangan pelajar tersembunyi dan mereka berada di
sekolah-sekolah favorit. Demikian menurut Ruslan Abdul Gani, Ketua Pll wilayah Jawa
Barat.
Selain itu, belakangan kegiatan seks bebas dikalangan remaja sudah semakin
parah dan menjadi-jadi, hampir semua remaja terkena imbas dari maraknya propaganda
pornografi dan pornoaksi yang melahirkan seks bebas di kalangan remaja, berikut
segelintir fakta yang terdapat di sekitar kita:
1. Sampai april 2009 tercatat ada 40-70.000 anak Indonesia yang terjerat ke dalam
bisnis seks. Kajian cepat yangg dilakukan ILO-EPEC di tahun 2003 lampau
tercatat jumlah pekerja seks komersial di bawah usia 18 tahun sekitar 1.244 anak di
Jakarta, bandung 2.511, Yogyakarta 520, Surabaya 4.990 dan Semarang 1.632, dan
akhir tahun 2001 diperkirakan meningkat lebih dari 4 kali lipat (www.eska.com)
2. Data BKKBN pada 2010 menyebutkan, 47 persen remaja di Jabar telah melakukan
seks bebas.
3. Media Indonesia (6/1) mengutip Kantor Berita Antara tertulis bahwa terdapat 85
Persen Remaja yang berumur 15 tahun telah berhubungan seks.
4. Warta Kota (11/2) menuliskan Separo Siswa Cianjur Ngesek. Kemudian, Harian
Republika terbitan 1 Maret 2007 menuliskan, Penyakit Menular Seksual Ancam
Siapa Pun. Dalam berita itu juga dituliskan bahwa hampir 50 persen remaja
perempuan Indonesia melakukan hubungan seks di luar nikah.
5. Penelitian lain dilakukan oleh Annisa Foundation, seperti dikutip Warta Kota.
Diberitakan bahwa 42,3% pelajar SMP dan SMA di Cianjur sudah melakukan
hubungan seksual. Mereka mengakui bahwa hubungan seks itu dilakukan atas suka
sama suka, dan bahkan ada yang berganti-ganti pasangan. Penelitian ini dilakukan
Annisa Foundation (AF) pada Juli-Desember 2006 terhadap 412 responden, yang
berasal dari 13 SMP dan SMA negeri serta swasta.
6. Peredaran film/gambar porno begitu mudah dan dapat diakses remaja melalu
ponselnya, dan banyak bertebaran di situs media sosial (fb,twitter,kaskus,dll)
B. Ilustrasi Kasus Siswi Lesbi di Salah Satu Sekolah Menengah Atas Swasta di
Bandung
konseli homoseksual terkait orientasi seksual mereka. Tahap ini telah diterima secara luas
oleh para profesional dan laki-laki gay serta perempuan lesbi. Antara lain:
1. Kesadaran Identitas. Titik ketika anak atau remaja mulai menyadari ia memiliki
perasaan yang berbeda dari orang lain dan berbeda dari apa yang sudah diajarkan.
2. Perbandingan Identitas. Individu mulai mengeksplorasi perasaannya sendiri untuk
dibandingkan dengan kepercayaan masyarakat, orang tua, dan teman sebaya.
3. Toleransi Identitas. Selama tahap ini, individu akan sering memberontak terhadap
dirinya atau perasaannya dan berusaha untuk menyangkal diri mereka. Setelah tahu,
tak seorang pun ingin menjadi gay di dunia lurus.
4. Penerimaan Identitas. Setelah menyadari bahwa seksualitas merupakan bagian dari
siapa mereka, mereka mulai menerimanya, mengeksplorasi perasaan dan keinginan
mereka, dan mulai mencari tempat di dunia di mana mereka diterima.
5. Kebanggan Identitas. Sering melibatkan kemarahan terhadap orang tua, masyarakat,
agama, atau aspek lain dari dunia yang memberitahu mereka bahwa mereka buruk,
salah, tidak bermoral, atau sakit jiwa hanya karena perasaan mereka diarahkan
menuju kelamin yang sama. Mereka merangkul 'gaya hidup homoseksual dan
mengeksplorasi seksualitas yang baru mereka temukan. Hal ini selama tahap ini
bahwa gay atau lesbian dapat mulai berjuang melawan apa yang masyarakat telah
mengajar mereka.
6. Sintesis Identitas. Tahap akhir dimana homoseksualitas menjadi bagian dari siapa
mereka bukan faktor yang menentukan. Alih-alih menjadi seorang gay atau lesbian,
mereka mulai melihat diri mereka sebagai orang tua, karyawan, pemimpin, guru,
pengawas, pelatih, dan sukarelawan yang hanya kebetulan gay. Pada tahap akhir,
mereka mampu menerima dirinya sepenuhnya lebih daripada melihat seksualitas
mereka sebagai terpisah dari sisa dari siapa mereka.
Saat konseling klien yang homoseksual, penting untuk memahami dimana mereka
dalam hal seksualitas mereka. Mereka mencoba untuk mengkonversi ke 'gaya hidup lurus'
mungkin dalam tahap dua atau tiga. Mereka belum menerima diri mereka sebagai gay dan
belum memiliki persahabatan yang saling memaklumi dan faham akan orientasi seksual
mereka. Sementara terapis telah melaporkan keberhasilan konversi yang terbatas, namun
keberhasilan ini hanya dalam hal perilaku dan bukan pikiran atau perasaan. Dengan kata lain,
seorang gay atau lesbian mungkin dapat menghindari kontak seksual dengan sesama jenisnya,
namun mereka masih memiliki perasaan dan pikiran yang berkaitan dengan menjadi gay.
Dan, karena seksualitas sering hadir pada awal masa remaja, penelitian telah menunjukkan
bahwa hal itu cenderung tidak dapat berubah. (Individu yang kembali ke kehidupan lurus
setelah mengubah perilaku seksual mereka karena trauma seperti perkosaan kemungkinan
besar bukan gay di tempat pertama Mereka hanya terlibat dalam perilaku homoseksual).
Pada tahap empat dan lima yang mungkin mencoba untuk menemukan kembali diri
dengan penerimaan ini baru ditemukan. Mereka mungkin mencari teman-teman gay, terlibat
dalam perilaku seksual kurang diskriminasi, atau 'berteriak dari puncak gunung, "sehingga
untuk berbicara. Mereka telah menerima seksualitas mereka, tetapi belum belajar untuk
mengintegrasikan aspek kehidupan mereka ke dalam rasa diri. Dalam perawatan, kekuatan
individu-individu merasa harus memeluk dan pengobatan harus berfokus pada apa yang
mereka dapat lakukan, bukan untuk membuat dunia menerima mereka, tetapi untuk
menunjukkan kepada dunia bahwa mereka layak penerimaan. Dengan kata lain, parade gay,
demonstrasi, kampanye email ke kongres, semua upaya yang layak, tetapi begitu juga
menjalani kehidupan yang jujur, membantu orang lain, berbagi, mencintai, dan menjadi
teman.
Individu dalam tahap enam sering dilihat sebagai tidak berbeda dengan kebanyakan klien
kita lihat dalam terapi. Mereka telah menerima seksualitas mereka, telah mengembangkan
hubungan, dan tidak melihat 'gay' sebagai masalah, melainkan sebagai salah satu dari banyak
masalah yang mereka hadapi dalam dunia yang tidak sempurna. Menjadi gay sering terlihat
dalam cahaya yang positif. Mereka sekarang dapat mulai memberikan kembali kepada orang
lain, menjadi mentor, relawan, jalankan untuk kantor, atau menggunakan seluruh diri mereka
sebagai alat untuk membuat dunia tempat yang lebih baik.
E. Prognosis Treatment Kuratif
Penanganan bagi klien yang lesbi atau gay mesti dimulai dengan menjauhkan terlebih
dahulu dari stigma-stigma negatif konselor terhadap klien. Penerimaan yang tulus dari
konselor terhadap konseli, mesti diutamakan dalam konseling terhadap gay dan lesbian.
Mereka sudah cukup ditolak oleh lingkungan sosialnya, sehingga penerimaan yang tulus
dari konselor merupakan pendekatan pertama yang ampuh untuk mengeksplorasi pengalaman
konseli.
Saat mengeksplorasi konseli, penting bagi konselor untuk mengidentifikasi jenis
homoseksual mana yang tengah dialami oleh konseli. Pasalnya, homoseksual yang genetis
atau hubungannya dengan faktor biologis dirinya, berbeda dengan homoseksual yang
disebabkan oleh faktor eksternal dirinya (misalnya karena korban pemerkosaan sesama jenis,
sodomi, karena sakit hati atau faktor eksternal lainnya yang menyebabkan konseli menjadi
Maka dapat diidentifikasi, bahwa yang menjadi pokok utama dari kasus AR ialah
keyakinannya. Maka, yang menjadi titik penanganan bagi kasus AR ialah merubah inti
keyakinannya yang telah berubah. Maka dari itu, untuk menangani kasus seperti ini, ada
beberapa tahap yang diperlukan :
1. Identifikasi dan Eksplorasi. Melihat sejauh mana dirinya memahami dirinya serta
keadaannya. Dalam tahap ini konseli difasilitasi untuk lebih dalam memahami kondisi
dirinya dan konselor mengarahkan pada eksplorasi permasalahan keyakinan konseli yang
menyebabkan dirinya merubah orientasi seksualnya. Tahap ini konseli dibantu untuk
melihat dirinya dari berbagai perspektif.
2. Menata keyakinannya yang irrasional. Pada tahap ini konseli diajak untuk memperbaiki
keyakinan-keyakinan irrasionalnya, karena pada dasarnya perubahan menjadi lesbian atau
gay merupakan pembenaran dari keyakinannya yang irrasional. Jika dilihat dari kacamata
positif, konseli sebenarnya memiliki fikiran serta perilaku yang normal seperti orang
kebanyakan, akan tetapi keyakinannya yang baru karena faktor eksternal yang merubah
pola perilaku dan orientasi seksualnya.
3. Perbandingan Identitas. Konseli difasilitasi untuk mengeksplorasi dirinya secara
menyeluruh serta membandingkan dirinya dengan masyarakat, orang tua, teman sebaya
dan lainnya. Pada tahap ini, konseli dibantu untuk memahami sisi lain dari kehidupan
masyarakat kebanyakan, sehingga konseli dapat melepaskan kacamatanya dalam melihat
masyarakat hingga hubungan antara lawan jenis. Dalam posisi ini, konseli dibantu untuk
menyadari bahwa apa yang difahaminya atau diyakininya selama ini tidak sepenuhnya
benar.
4. Menghentikan fikiran negatif. Pada tahap ini, disaat keyakinan konseli mulai longgar,
maka konseli cenderung melakukan penolakan-penolakan pada kenyataan yang
difahaminya. Maka dari itu, konselor membantu konseli untuk memandang segala hal dari
kacamata positif dan menghentikan fikiran-fikiran yang negatif.
5. Melatih keterampilan tegas. Dalam tahap ini, konseli dilatih untuk bertindak tegas
terhadap kecenderungan fikiran perilaku-perilaku dirinya yang tidak sesuai dengan
keyakinan barunya. Keyakinan yang baru ini hasil dari pemahaman baru yang lebih
rasional yang telah ditanamkan pada tahap sebelumnya.
6. Penugasan rumah. Mempraktikkan perilaku yang baru dan strategi penanggulangan
fikiran-fikiran lama yang mengikatnya pada keyakinan-keyakinan lama. Pada tahap ini
konseli dibantu untuk melakukan apa yang telah difahaminya hasil dari tahap-tahap
konseling yang telah dilaluinya.
laki-laki.
Tentang
menstruasi, mimpi basah dan sebagainya, sampai kepada timbulnya birahi karena
adanya
perubahan
pada
hormon-hormon.
yang sudah
beranjak dewasa atau remaja, baik melalui pendidikan formal maupun informal. Ini
penting untuk mencegah biasnya pendidikan seks maupun pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi di kalangan remaja.
Beberapa Hal Pentingnya Pendidikan Seks bagi Remaja:
1. Untuk mengetahui informasi seksual bagi remaja
2. Memiliki kesadaran akan pentingnya memahami masalah seksualitas
3. Memiliki kesadaran akan fungsi-fungsi seksualnya
4. Memahami masalah-masalah seksualitas remaja
5. Memahami
seksualitas
faktor-faktor
yang
menyebabkan
timbulnya
masalah-masalah
Selama ini, jika kita berbicara mengenai seks, maka yang terbersit dalam benak
sebagian besar orang adalah hubungan seks. Padahal, seks itu artinya jenis kelamin yang
membedakan pria dan wanita secara biologis. Seksualitas menyangkut beberapa hal
antara lain dimensi biologis, yaitu berkaitan dengan organ reproduksi, cara
merawat
konsensus
tersebut
ditekankan
tentang
upaya
untuk mengusahakan
dan
DAFTAR PUSTAKA
Azhari, Rama. 2008. Membongkar Rahasia Jaringan Cinta Terlarang Kaum Homoseksual.
Hujjah Press
Kencana, Putra. 2008. Membongkar Rahasia Kaum Homoseksual. Hujjah Press
Nurihsan, A. Juntika. (2005). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT.
Refika aditama.
Philips, Abu Ameenah. 2003. Islam dan Homoseksual. Zahra
Sciara, Daniel T. (2004). School Counseling, Foundation and Contemporary Issues. Belmont,
USA: Thomson Learning
Willis, Sofyan (2009). Remaja & Masalahnya. Bandung: Alfabeta
Putri, Gustia Martha. 2012. "Homoseksual Bukan Penyakit Menular". [Online].03/03/2012.
Tersedia: http://health.okezone.com/read/2012/ 03/03/485/586513/homoseksual-bukanpenyakit-menular (1 Mei 2012)
Comiskey, Andrew. Apakah Homoseksual Itu? [Online]. Tersedia: http://www.
pancarananugerah.org/index.php?option=com_content&view=article&id=21:apakahhomoseksual-itu&catid=24:-homoseksualitas (1 Mei 2012)
Wikipedia. 2012. Homoseksualitas. [Online]. 20 April 2012. Tersedia: http://id.wikipedia.
org/wiki/Homoseksualitas. (1 Mei 2012)
Husaini, Adian. 2010. Homoseksual dan Lesbian di Indonesia. [Online]. 26 Maret 2010.
Tersedia:
http://www.inpasonline.com/index.php?option=com_
content&view=article&id=417:beberapa-artikel-tentang-homoseksualdan
lesbian&catid=50: nasional&Itemid=1 (1 Mei 2012)
Buletin Gaul Islam. 2004. Jangan Bangga Jadi Homoseks! [Online]. 30 Agustus 2004.
Tersedia: http://www.dudung.net/buletin-gaul-islam/jangan-bangga-jadi-homoseks.html
(1 Mei 2012)
Inge. 2010. Homoseksual: Takdir atau Pilihan Hidup? [Online]. 23 September 2010. Tersedia:
http://filsafat.kompasiana.com/2010/09/23/homoseksual-takdir-atau-pilihan-hidup/ (1
Mei 2012)