You are on page 1of 40

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

BAB I. PENDAHULUAN
Pelvis adalah daerah batang tubuh yang letaknya dibawah cavum abdomen dan
merupakan daerah peralihan dari batang tubuh ke ekstremitas inferior. Pelvis dibatasi oleh
dinding yang dibentuk oleh tulang,ligamentum dan otot. Pelvis berfungsi untuk mentransmisi
berat badan melalui sendi sakro iliaka ke ilium ,asetabulum dan dilanjutkan ke femur .selain
itu panggul berfungsi melindungi struktur-struktur yang berada didalam rongga panggul.(1,4)
Melihat aktivitas pelvis yang begitu tinggi, sedang fleksibitas terbatas, maka dapat
kita pahami bila pelvis mengalami fraktur dapat berakibat terganggunya kemampuan
fisiologis dari pelvis.
Fraktur pelvis akibat trauma tumpul mempunyai angka mortalitas antara 6% sampai
50%. Walaupun hanya terjadi pada 5 % dari pasien dengan trauma, cedera yang terjadi
biasanya berat dan mengenai organ lain karena kekuatan yang dibutuhkan untuk
mematahkan tulang pelvis sangat besar.(14)
Fraktur pelvis menyebabkan kurang dari 5% pada semua cedera rangka, tetapi cedera
ini sangat penting karena tingginya insidensi cedera jaringan lunak yang menyertainya dan
risiko kehilangan darah yang hebat, syok, sepsis, serta sindroma gangguan pernapasan pada
orang dewasa (ARDS). Seperti halnya cedera berat lain, cedera ini membutuhkan pendekatan
gabungan dari beberapa ahli dari berbagai bidang. Sekitar 2/3 fraktur pelvis terjadi dalam
kecelakaan lalu lintas termasuk pejalan kaki ; lebih dari 10% pasien akan mengalami cedra
viseral, dan dalam berkelompok ini angka kematian mungkin lebih dari 10%.(4,5)
Diagnosa fraktur pelvis memerlukan pemeriksaan klinis dan radiologis yang teliti,
terutama pada penderita yang tidak sadar agar diperiksa secara menyeluruh.(4,12)
Dalam penanganan fraktur pelvis, selain penanganan fraktur, juga diperlukan
penanganan untuk komplikasi yang menyertainya yang dapat berupa perdarahan besar, ruptur
kandung kemih, atau cedera uretra.(12)
Melihat hal tersebut, dapat dimengerti pentingnya pemahaman anatomi dan fisiologis
pelvis; etiologi, diagnosa, tatalaksana, dan komplikasi fraktur pelvis dari seorang pemeriksa
dalam melakukan diagnosa dan penanganan di bagian Bedah Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Semarang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

BAB II. ANATOMI PELVIS


Pelvis (dalam bahasa Latin pelvis diterjemahkan sebagai basin) adalah bagian
terbawah dari abdomen dan rangkanya disebut bagian tulang dari pelvis atau rangka pelvis.
Rangka pelvis terdiri dari dua ossa coxae, os sacrum, dan os coccygis yang dipersatukan oleh
sejumlah jaringan ikat (ligamenta). Dinding pelvis diisi oleh sejumlah otot dan bangunan lain
sehingga bentuk pelvis pada manusia hidup sangat berbeda dari rangka pelvis. (1)

Keterangan :(1) sacrum,(2) ilium,(3) ischium,(4) pubis,(5) pubic symphisis,(6) acetabulum,(7)


obturator foramen,(8) coccyx, (red dotted line) linea terminali (15)
Rangka pelvis pada posisi anatomis miring ke depan sehingga didapatkan posisi
berikut (Gambar 1):
1. Spina iliaca anterior superior (SIAS) dan tuberculum pubicum berada pada bidang
coronalis yang sama
2. Posisi os. Coccygis sama tinggi dengan symphyis pubica
3. Bidang pelvic inlet dan outlet membentuk sudut 50-60 (inclinatio pelvis) dan sudut 15
terhadap bidang horizontalis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

Gelang panggul (Pelvic girdle) terdiri dari dua ossa coxae kanan dan kiri. Kedua
ossa coxae ke depan berhubungan sendi melalui symphysis pubica; ke belakang dengan os
sacrum melalui articulatio sacroiliaca. Pintu atas panggul (apertura pelvis superior/pelvic
inlet/pelvic brim) dibentuk oleh promontorium dan linea terminalis termasuk linea arcuata
ilei dan ileopectinealis (Halls and Craggs, 1986). Pintu bawah panggul (apertura pelvis
inferior/pelvic outlet)dibentuk oleh os coccygis di belakang, symphisis pubica di depan dan
pada kedua sisi dibentuk oleh ligamentum sacrotuberosum dan persatuan ramus, sehingga
bentuknya mirip dua buah segitiga yang bertemu pada alasnya di tengah-tengah panggul.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

Rangka pelvis dapat dibedakan dalam pelvis major (false/greater pelvis) dan pelvis
minor (true/lesser pelvis) yang terpisah oleh pintu atas panggul. Pelvis major dibentuk oleh
fossa iliaca kanan dan kiri, yang sebagian diisi oleh m. Iliopsoas. Pelvis minor merupakan
rongga di bawah belakang dari pintu atas panggul, sering disebut rongga pelvis saja. Rongga
pelvis major adalah bagian dari rongga abdomen yang dibawah dibatasi oleh peritoneum
parietale dai cavum abdominalis yang menjorok ke bawah sampai pelvis minor dan menutupi
sebagian dari rectum, vesica urinaria dan alat reproduksi interna dari wanita. (1)
Rongga pelvis (pelvis minor) dibatasi dibelakang atas oleh os sacrum dan os coccygis;
disebelah lateralis oleh otot, membrana obturatoria, permukaan dari ilium, ischium dan pubis
yang terletak di bawah linea terminalis dan celah antara os coxae dan os sacrum dan coccygis
yang sebagian diisi oleh ligamenta sacrotuberosum dan sacro spinosum, yang melengkapi
pembentukan foramina ischiadicum majus dan minus. Foramen ischiadicum majus sebagian
diisi oleh otot yaitu m. piriformis, sedang foramen ischiadicum minus oleh m. obturator
internus yang juga menutupi membrana obturatoria. Batas bawahnya dibentuk oleh otot-otot
dasar panggul yang ditembus oleh tractus urinarius, alat reproduksi dan rectum. (1)
Axis pelvis adalah garis yang ditarik melalui titik-titik pusat bidang-bidang mulai dari
pintu atas sampai pintu bawah panggul. Garis itu melengkung dan hampir sejajar dengan
permukaan os sacrum dan os coccygis. (1)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

DIAMETER PELVIS
Pintu atas panggul(1)

Conjugata (diameter anteroposterior) merupakan jarak antara bagian tengah


promontorium dan permukaan atas symphysis pubica; ukuran ini disebut juga conjugata
vera/anatomis. (11)

Diameter transversa merupakan jarak transversal yang paling lebar dari pintu atas
panggul. (13,5)

Diameter obliqua ialah jarak antara articulatio sacroiliaca dari satu sisi ke eminentia
iliopubica dari sisi lain dan juga melalui titik potong diameter transversa dan conjugata
vera. (12,5)
Pintu bawah panggul(2,8)

Diameter anteroposterior : merupakan jarak antara ujung os. Cocygeus sampai tepi
bawah symphysis pubica. (11,5)

Diameter transversa merupakan jarak antara kedua tube ischiadicum

Diameter obliqua ialah jarak pertemuan diameter antero-posterior dan diameter


tranversa dengan ujung coccygeus. (7,5)

Ukuran pada bagian tengah rongga panggul dan pintu bawah panggul untuk wanita
dan laki-laki adalah sebagai berikut (Romanes, 1981) :

Diameter

Wanita

Wanita

Rongga panggul

Pintu

Laki-laki
bawah Rongga panggul

panggul

Laki-laki
Pintu
panggul

Anteroposterior

13 cm

11 cm

11 cm

9 cm

Obliqua

14 cm

11 cm

11 cm

10 cm

Transversa

13 cm

12 cm

12 cm

9 cm

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

bawah

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

VARIASI BENTUK PELVIS DAN PERBEDAAN PELVIS LAKI-LAKI DAN


WANITA(1)
Pada tahun 1933 Caldwel & Moloy (Snell, 2000) membedakan 4 macam bentuk
pelvis berdasarkan bentuk pintu atas panggul, yaitu :
1. Pelvis gynecoid, terdapat pada 41% wanita, adalah tipikal pelvis wanita, bentuknya agak
membulat di mana diameter transversanya terletak seluruhnya di depan sacrum;
2. Pelvis android, terdapat pada 33% wanita kulit putih dan merupakan bentuk khas pelvis
laki-laki, berbentuk hati dan diameter transversanya terletak dekat pada sacrum;
3. Pelvis anthropoid, terdapat pada 24% wanita kulit putih, berbentuk oval, dengan
diameter conjugatanya panjang;
4. Pelvis platypelloid, terdapat pada 2% wanita, mempunyai diameter transversa yang
lebar.

LIGAMENTUM PELVIS (2,6)


Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

Bagian bagian sendi diubungkan oleh jaringan ikat fibrous yang disebut ligament,
untuk menambah kestabilan
Ligamentum sacroilliaca ventralia
Ligamentum sacroilliaca Dorsalia
Ligamentum sacroilliaca interossea
Ligamentum iliolumbar
Ligamentum sacrotuberus
Ligamentum sacrospinous
Ligamentum Posterosuperior interosseous

OTOT PELVIS(2,3)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

M. obturator internus membentuk sebagian dinding pelvis minor dan melekat pada
facies interna corpus ossis illii. M. Gluteus medius melekat diantara permukaan linea glutea
anterior dan posterior fascies eksterna alla ossis illii. M.gluteus minimus berada di dataran
yang terletak diantara linea glutea inferior dan anterior. M. rectus femoris melekat diantara
linea glutea inferior dan limbus acetabuli. M. Gluteus maximus melekat pada linea glutea
postreior alla ossis illii. M.Tensor fascialatta, M. Obligus internus abdominis, M.lattisimus
dorsi dan fascialatta melekat pada labium eksternum crista illiaca. Linea intermedia untuk
perlekatan M.obliquus internus abdominis. Labium internus untuk perlekatan fascia latta, M.
Tranversus abdominis, M.quadratus lumborum, M. Sacrospinalis dan M.illiacus.
Spina ischiadica anterior postreior sebagai tempat perlekatan fascialatta, M.
Illiopsoas. Medial bawah dari parit tesebut terdapat peninggian yang disebut eminentia
iliopubica yamng merupakan pertemuan antara os. Illium dan os.pubis.
Fascia interna corpus pubis ischii membentuk sebagian dinding pelvis minor dan
tempat perlekatan serabut M. Obturator internus. Pada dataran luar spina ischiadica untuk
perlekatan M.gemellus superior. Pada dataran dalam untuk perlekatan M. Coccygeus, M.
Levator dan arcus tendineus M. Levator ani.
M. obturator internus melekat pada fascies interna corpus ossis pubis. Pada
tuberculum pubicum melekat ligamentum inguinale, sedang ligamentum lacunare, falx
inguinale dan ligamentum reflexum melekat pada pecton ossis pubis
GERAKAN PELVIS (2,3,7)
Panggul sendi pangkal merupakan sendi peluru. Pita pita sendi yang mengelilingi
sendi tersebut merupakan pita pita sendi yang terkuat pada tubuh manusia
Gerakan yang dilakukan oleh sendi pangkal paha :
A. Flexio extensio
Flexio : dilakukan oleh M. Illiopsoas. Otot ini mempunyai origo pada jalur tulang
belakang bagian lumbal serta permukaan dasar os illium.
Ekstensio : dilakukan oleh M. Glueus maximus. Otot ini mempunyai origo pada
permukaan luar os. Illium.

B. Abduksio adduksio
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

Abduksio : dilakukan oleh M. Gluteus medisu dan minimus. Otot ini mempunyai origo
pada permukaan luar os. Illium.
Adduksio : dilakukan oleh musculi adduktores. Otot ini mempunyai origo pada
permukaan ventral os. Pubis dan os. Ischii.
C. Endorotasio eksorotasio
Endorotasio : tidak ada endorator yang spesifik
Eksorotasio : dilakukan oleh musculus piriformis, M. Quadratus femoris, M.
Obturatorius, dan muusculi gemelli. Semua otot ini berorigo pada permukaan dorsal os.
Ischii.
PEMBULUH DARAH DARI PELVIS (1,3)
Pembuluh darah dari pelvis berasal dari arteriae iliaca interna, sacralis media dan
rectalis superior (Basmajian, 1989).
1. Arteria rectalis superior merupakan cabang akhir dari a. mesentrica inferior, berjalan ke
bawah menyilang di depan a. iliaca communis kiri sampai setinggi vertebra sacralis 3
terbagi dua pada masing-masing sisi dari rectum.
2. Arteria sacralis media, cabang yang kecil, berasal dari bagian dorsal aorta abdominalis
kurang lebih 1 cm di atas bifurcatio aortae, lalu berjalan ke bawah ke os coccygis dan
mungkin memberi cabang pada masing-masing sisi, arteria lumbalis ima (arteria lumbalis
ke 5).
3. A. iliaca communis yang berasal dari bifurcatio aortae bercabang 2 pada apertura pelvis
menjadi a. iliaca interna dan externa. Selanjutnya a. iliaca interna berjalan ke bawah dari
daerah sendi lumbosacralis menuju ke incisura ischiadica major dan bercabang dua
menjadi cabang anterior dan cabang posterior.

I. Cabang anterior mempunyai cabang-cabang visceralis dan cabang parietalis sebagai


berikut :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

1. Arteria umbilicalis setelah memberi cabang a. vesicalis superior, lumennya menutup


dan menjadi tali fibrosa ke masing-masing sisi dari vesica urinaria dan selanjutnya
menuju ke umbilicus sebagai ligamentum umbilicale mediale (dahulu disebut sebagai lig.
Umbilicale laterale, Stedman, 1995) sepanjang permukaan sebelah dalam dari dinding
abdomen. A. vesicalis superior berjalan ke bagian atas kandung kemih
2. Arteria vesicalis inferior berjalan pada m. levator ani, menuju ke basis vesicae urinaria,
bagian bawah ureter, dan pada pria juga ke vesicula seminalis, ductus deferens, dan
kelenjar prostat
3. Arteria ductus deferentis (bisa juga berasal dari a. vesicalis superior atau inferior)
hanya ada pada pria, dan memberi darah pada ductus deferens, vesicula seminalis dan
testis
4. Arteria rectalis media berjalan ke medial menuju ke rectum, dan beranastomosis
dengan arteriae rectalis superior dan inferior
5. Arteria vaginalis (pada wanita sebagai pengganti atau merupakan cabang dari a.
vesicalis inferior) menuju ke cervix dan vagina, fundus vesicae urinariae dan rectum
6. Arteria uterina (pada wanita) berjalan ke medial menyilang di atas ureter menuju ke
batas antara cervix dan corpus uteri di atas fornix lateralis vagina, juga memberi darah
pada ligamentum teres uteri. Selanjutnya berjalan ke atas di dalam lapisan ligamentum
latum uteri sepanjang pinggir lateral uterus sampai pada bagian medialis tuba uterina
7. Arteria obturatoria berjalan mengelilingi dinding lateralis pelvis di bawah peritoneum,
keluar meninggalkan pelvis melalui foramen/canalis obturatorius bersama dengan nervus
obturatorius; disilang di sebelah medial oleh ureter dan pada pria juga oleh ductus
deferens
8. Arteria pudenda interna, menyilang plexus ischiadicus dan keluar meninggalkan pelvis
melalui foramen ischiadicum majus di bawah m. piriformis; selanjutnya melengkung di
belakang spina ischiadica dan masuk ke perineum melalui foramen ischiadicum minus
9. Arteria glutea inferior meninggalkan pelvis melalui foramen ischiadicum majus di
bawah m. piriformis masuk ke regio glutealis
6 pembuluh darah yang disebutkan pertama merupakan cabang-cabang visceralis dan 3
pembuluh darah terakhir merupakan cabang-cabang parietalis.
II. Cabang posterior, mempunyai 3 cabang yaitu :
1. Arteria iliolumbalis, berjalan ke atas fossa iliaca dan bercabang 2 menjadi ramus iliacus
yang memberi darah pada m. iliacus dan os ilium, dan ramus lumbalis yang menuju ke
belakang m. psoas major untuk berakhir pada m. quadratus lumborum
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

10

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

2. Arteria sacralis lateralis, berjalan ke medialis dan memberi cabang-cabang spinales


melalui foramina sacralia anteriores
3. Arteria glutea superior yang besar berjalan ke belakang meninggalkan pelvis melalui
foramen ischiadicum majus di atas m. piriformis masuk ke regio glutealis
PERSARAFAN DARI PELVIS(1,3)
Plexus sacralis terletak pada bagian belakang dinding pelvis di depan m. piriformis
dan dibentuk oleh rami anterior dan nervi lumbales 4 dan 5, serta nervi sacrales 1, ,2, 3, dan
4. Kontribusi dari nn. lumbales 4 dan 5 melalui tuncus lumbosacralis yang berjalan ke bawah
rongga pelvis bersatu dengan nervi sacrales. Cabang-cabang dari plexus sacralis adalah
1. Kelompok cabang yang menuju ke extermitas inferior, meninggalkan pelvis melalui
foramen ischiadicum majus, terdiri dari nervus ischiadicus, nervi glutea superior dan
inferior dan nervi yang mempersarafi otot-otot m. quadratus femoris dan m. obturator
internus, serta n. cutaneus femoris posterior
2. Cabang-cabang yang menuju ke otot-otot pelvis, viscera pelvis dan perineum, terdiri
dari n. pudendus, nervus untuk m. piriformis, dan nervi splanchnisi pelvici. Nn.
splanchnisi pelvici ikut membentuk bagian sacralis dari sistem parasimatis, berasal dari
segmen sacralis 2, 3, dan 4 dan mempersarafi alat-alat viscera pelvis.
3. N. cutaneus perforantes ke kulit bagian medial dari bokong

BAB III. FRAKTUR


DEFINISI
Fraktur adalah Putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi.
Fraktur tidak selalu disebabkan oleh trauma yang berat; kadang2 trauma ringan saja dapat
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

11

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

menimbulkan fraktur bila tulangnya sendiri terkena penyakit tertentu. Juga trauma ringan
terus menerus dapat menimbulkan fraktur.(4,5)
Terputusnya kontinuitas jaringan tulang, atau tulang rawan umumnya disebabkan oleh
rudapaksa. Penyebabnya bisa trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur terjadi jika
trauma yang terjadi kekuatannya melebihi kekuatan tulang(4)

2 faktor mempengaruhi terjadinya fraktur (4)


Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah
dan kekuatan trauma.

Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan,


kekuatan, dan densitas tulang.

PATOGENESIS FRAKTUR

KLASIFIKASI FRAKTUR
Berdasarkan luas atas penyebabnya : (10,11)
a. Dirrect trauma : fraktur yang terjadi pada tempat trauma
b. Indirrect trauma : fraktur yang terjadi pada tempat yang jauh dari trauma
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

12

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

c. Trauma oleh karena kerja otot berlebihan


Berdasarkan luas dan garis fraktur : (4,9,10,11)
d. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang).
e. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).
Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah : (4,9)
a. Fraktur kominitif (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan).
b. Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).
c. Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan tempatnya,
misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya).
Berdasarkan posisi fragmen : (4,9)
a. Undisplaced (tidak bergeser)/garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
b. Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur
1. Bersampingan
2. Angulasi
3. Rotasi
4. Distraksi
5. Over-riding
6. impaksi

Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar : (4,9)


Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

13

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

a. Tertutup (Simple fraktur) : tidak punya hubungan dengan dunia luar


b. Terbuka (adanya perlukaan dikulit) : Mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui
luka pada kulit dan jar. Lunak, dapat terbentuk dari dalam atau dari luar
Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma (4,9)
a. Tranversal/ Garis patah melintang.
b. Oblik / miring.
c. Spiral / melingkari tulang.
d. Komunitif : lebih dari 2 fragmen tulang.
e. Segmental : 2 fragmen tulang.
f. Kompresi
g. Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya. Missal pada patela.

BAB IV. FRAKTUR PELVIS


I.

DEFINISI
Fraktur pelvis termasuk fraktur tulang proksimal femur dan acetabulum. Fraktur

pelvis dapat mengenai orang muda dan tua. Biasanya, pasien yang lebih muda dapat
mengalami fraktur pelvis sebagai akibat dari trauma yang signifikan, sedangkan pasien lansia
dapat mengalami fraktur pelvis akibat trauma ringan.(16)
II.

INSIDENSI

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

14

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

Fraktur pelvis dan acetabulum dapat terjadi baik dengan trauma berat atau trauma
ringan atau trauma yang berulang.(16)
Berdasarkan deskriptif retrospektif dari rekam medik pasien dengan fraktur pelvis dari
bulan januari 2007 s.d Maret 2008.Didapatkan 31 pasien fraktur pelvis dengan kejadian
tertinggi pada usia 16-20 tahun (35%), dan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 7:3.
Mekanisme trauma tersering disebabkan oleh kecelakaan sepeda motor (77%). 58% pasien
datang dengan syok perdarahan, 87% pasien mengalami trauma lain terutama urogenital
(41%). Pasien yang meninggal adalah 29% dengan 13% meninggal kurang dari 4 jam setelah
masuk rumah sakit.(14)
High-Energy Fractures
Fraktur pelvis dengan taruma berat jarang terjadi.(17) 2/3 pasien juga memiliki cedera
muskuloskeletal lain,

(18)

dan lebih dari 1/2 pasien memiliki cedera pada multisistem.(19)

pada 75% kasus disertai dengan perdarahan,(20) 12% cedera urogenital,(21) dan 8% cedera
pleksus lumbosakral.(20) Dalam sebuah penelitian didapatkan 55% merupakan kasus fraktur
cincin pelvis stabil, 25% fraktur pelvis tidak stabil di rotasi, 21% tidak stabil pada tranlasi,
16% merupakan fraktur pelvis yang disertai fraktur acetabulum.(19)
Low-Energy Fractures
Fraktur pelvis dan acetabulum dengan trauma ringan lebih sering terjadi daripada
dengan trauma berat.(22) Wanita lebih sering terkena,(22) dan kebanyakan pasien tidak
mengalami cedera lainnya.(23) Dalam sebuah penelitian pada pasien usia 60 tahun dan lebih,
didapatkan cedera cincin pelvis stabil pada 45 dari 48 pasien; 87% pasien adalah wanita. (23)
Dalam 3/4 kasus disebabkan oleh jatuh dengan kekuatan ringan. Fraktur pelvis disertai
dengan fraktur acetabulum terjadi pada 25% kasus.(23)
III.

TIPE CEDERA (5,13)

1.

Fraktur Yang Terisolasi Dengan Cincin Pelvis Yang Utuh

Fraktur avulsi
Sepotong tulang tertarik oleh kontraksi otot yang hebat; fraktur ini biasanya
ditemukan pada para olahragawan dan atlet. Sartorius dapat menarik spina iliaka anterior
superior, rektus femoris menarik spina iliaka anterior inferior, adduktor longus menarik

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

15

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

sepotong pubis, dan urat-urat lutut menarik bagian-bagian iskium. Semua pada pokoknya
merupakan cedera otot, hanya memerlukan istirahat selama beberapa hari dan penentraman.
Nyeri dapat memerlukan waktu beberapa bulan agar hilang dan karena sering tak ada
riwayat cedera, biopsi pada kalus dapat mengakibatkan kekeliruan diagnosis dan disangka
tumor. Avulsi pada apofisis iskium oleh otot-otot lutut jarang mengakibatkan gejala menetap,
dan dalam hal ini reduksi terbuka dan fiksasi internal diindikasikan.
Fraktur langsung
Pukulan langsung pada pelvis, biasanya setelah jatuh dari tempat tinggi, dapat
menyebabkan fraktur iskium atau ala osis ilii. Biasanya diperlukan istirahat di tempat tidur
hingga nyeri mereda.
Fraktur tekanan
Fraktur pada rami pubis cukup sering ditemukan (dan sering tidak nyeri) pada pasien
osteoporosis atau osteomalasia yang berat. Yang lebih sulit didiagnosis adalah fraktur-tekanan
di sekitar sendi sakro-iliaka; ini adalah penyebab nyeri sakro-iliaka yang tak lazim pada
orang tua yang menderita osteoporosis. Fraktur tekanan yang tak jelas terbaik diperlihatkan
dengan scan radioisotop.
2.

Fraktur Pada Cincin Pelvis


Telah lama diperdebatka bahwa, karena kakunya pelvis, patah di suatu tempat pada

cincin pasti disertai kerusakan pada tempat kedua; kecuali fraktur akibat pukulan langsung
(termasuk fraktur pada lantai asetabulum), atau fraktur cincin pada anak-anak, yang simfisis
dan sendi sakro-iliakanya masih elastis. Tetapi, patahan kedua sering tidak kelihatan-baik
karena patah ini tereduksi dengan segera atau karena sendi-sendi sakro-iliaka hanya rusak
sebagian; dalam keadaan ini fraktur yang kelihatan tidak mengalami pergeseran dan cincin
bersifat stabil. Fraktur atau kerusakan sendi yang jelas bergeser, dan semua fraktur cincin
ganda yang jelas, bersifat tak stabil. Perbedaan ini lebih bernilai praktis daripada klasifikasi
ke dalam fraktur cincin tunggal dan ganda.
3.

Fraktur Pada Asetabulum

4.

Fraktur Sakrokoksigis

IV.

MEKANISME TRAUMA (4,5)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

16

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang besar atau
karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan osteoporosis atau osteomalasia dapat
terjadi fraktur stress pada ramus pubis. Oleh karena rigiditas panggul maka keretakan pada
salah satu bagian cincin akan disertai robekan pada titik lain, kecuali pada trauma langsung.
Sering titik kedua tidak terlihat dengan jelas atau mungkin terjadi robekan sebagian atau
terjadi reduksi spontan pada sendi sakro-iliaka.
Mekanisme trauma pada cincin panggul terdiri atas :

Kompresi anteroposterior
Hal ini biasanya terjadi akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki dengan kendaraan.
Ramus pubis mengalami fraktur, tulang inominata terbelah, dan mengalami rotasi
eksterna disertai robekan simfisis. Keadaan ini disebut sebagai open book injury. Bagian
posterior ligamen sakro-iliaka mengalami robekan parsial atau dapat disertai fraktur
bagian belakang ilium.

Kompresi lateral
Kompresi dari samping akan menyebabkan cincin mengalami keretakan. Hal ini
terjadi apabila ada trauma samping karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari
ketinggian. Pada keadaan ini ramus pubis bagian depan pada kedua sisinya mengalami
fraktur dan bagian belakang terdapat strain dari sendi sakri-iliaka atau fraktur ilium atau
dapat pula fraktur ramus pubis pada sisi yang sama.

Trauma vertikal
Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertikal disertai fraktur
ramus pubis dan disrupsi sendi sakro-iliaka pada sisi yang sama. Hal ini terjadi apabila
seseorang jatuh dari ketinggian pada satu tungkai.

Trauma kombinasi
Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan di atas

V.

1.

KLASIFIKASI (4,5,13)
Menurut Tile (1988)
a. Tipe A ; stabil :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

17

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

i. A1 ; fraktur panggul tidak mengenai cincin


ii. A2 ; stabil, terdapat pergeseran cincin yang minimal dari fraktur
Tipe A termasuk fraktur avulsi atau fraktur yang mengenai cincin panggul tetapi tanpa
atau sedikit sekali pergeseran cincin.
b. Tipe B ; tidak stabil secara rotasional, stabil secara vertikal :
i. B1 ; open book
ii. B2 ; kompresi lateral : ipsilateral
iii. B3 ; kompresi lateral : kontralateral (bucket handle)
Tipe B mengalami rotasi eksterna yang mengenai satu sisi panggul (open book) atau
rotasi interna atau kompresi lateral yang dapat menyebabkan fraktur pada ramus isiopubis pada satu atau kedua sisi disertai trauma pada bagian posterior tetapi simfisis
tidak terbuka (closed book).
iv. Tipe C ; tidak stabil secara rotasi dan vertikal :
i. C1 ; unilateral
ii. C2 ; bilateral
iii. C3 ; disertai fraktur asetabulum
Terdapat disrupsi ligamen posterior pada satu atau kedua sisi disertai pergeseran dari
salah satu sisi panggul secara vertikal, mungkin juga disertai fraktur asetabulum.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

18

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

Classification of pelvic fracture disruption. (A) Type B represents rotationally unstable


but vertically stable fractures; type B1 injuries are external rotation or open-book
injuries. (B) Type B2.1 injuries represent internal rotation of lateral compression
injuries on the ipsilateral side. (C) Type B2.2 injuries represent lateral compression
injuries with contralateral fracturing of the pubic rami and posterior structures. (D)
Type C fractures are rotationally and vertically unstable and are represented here as a
unilateral, unstable, vertically disrupted pelvis.(16)
2.

Menurut Key dan Conwell


a. Fraktur pada salah satu tulang tanpa adanya disrupsi cincin
i. Fraktut avulsi
1. Spina iliaka anterior superior
2. Spina iliaka anterior inferior
3. Tuberositas isium
ii. Fraktur pubis dan isium
iii. Fraktur sayap ilium (Duverney)
iv. Fraktur sakrum
v. Fraktur dan dislokasi tulang koksigeus

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

19

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

b. Keretakan tunggal pada cincin panggul


i. Fraktur pada kedua ramus ipsilateral
ii. Fraktur dekat atau subluksasi simfisis pubis
iii. Fraktur dekat atau subluksasi sendi sakro-iliaka
c. Fraktur bilateral cincin panggul
i. Fraktur vertikal ganda dan atau dislokasi pubis
ii. Fraktur ganda dan atau dislokasi (Malgaigne)
iii. Fraktur multipel yang hebat
d. Fraktur asetabulum
i. Tanpa pergeseran
ii. Dengan pergeseran
3.

Klasifikasi Young-Burgess 1990 (6)


Angka kematian : Lateral compression - 7%; Antero posterior - 20%; Vetikal shears0% (cause of death is usually MOF & ARDS).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

20

Fraktur Pelvis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

Emelia Wijayanti (406107080)

21

Fraktur Pelvis
4.

Emelia Wijayanti (406107080)

Klasifikasi lain
a. Fraktur isolasi dan fraktur tulang isium dan tulang pubis tanpa gangguan pada
cincin
i. Fraktur ramus isiopubis superior
ii. Fraktur ramus isiopubis inferior
iii. Fraktur yang melewati asetabulum
iv. Fraktur sayap ilium
v. Avulsi spina iliaka antero-inferior
b. Fraktur disertai robekan cicncin

5.

Klasifikasi berdasarkan stabilitas dan komplikasi


a. Fraktur avulsi
b. Fraktur stabil
c. Fraktur tidak stabil
d. Fraktur dengan komplikasi
Dengan menilai klasifikasi maka yang paling penting adalah stabilitas panggul apakah

bersifat stabil atau tidak stabil, karena hal ini penting dalam penanggulangan serta prognosis.

VI.

GAMBARAN KLINIK
Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel yang dapat

mengenai organ-organ lain dalam panggul. Keluhan berupa gejala pembengkakan, deformitas
serta perdarahan subkutan sekitar panggul. Penderita datang dalam keadaan anemi dan syok
karena perdarahan yang hebat. Terdapat gangguan fungsi anggota gerak bawah.(4)
Pada cedera tipe A pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri bila
berusaha berjalan. Terdapat nyeri tekan lokal tetapi jarang terdapat kerusakan pada visera
pelvis. Sinar-X polos dapat memperlihatkan fraktur.(5)
Pada tipe cedera B dan C pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan tak dapat
berdiri; dia mungkin juga tidak dapat kencing. Mungkin terdapat darah di meatus eksternus.
Nyeri tekan dapat bersifat lokal tetapi sering meluas, dan usaha menggerakkan satu atau
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

22

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

kedua ala osis ilii akan sangat nyeri. Salah satu kaki mungkin mengalami anestetik sebagian
karena cedera saraf skiatika dan penarikan atau pendorongan dapat mengungkapkan
ketidakstabilan vertikal (meskipun ini mungkin terlalu nyeri). Cedera ini sangat hebat,
sehingga membawa risiko tinggi terjadinya kerusakan viseral, perdarahan di dalam perut dan
retroperitoneal, syok, sepsis, dan ARDS; angka kematiannya cukup tinggi.(5)

VII.

DIAGNOSIS

Penilaian Klinik (5,13)


Fraktur pelvis harus dicurigai pada setiap pasien dengan cedera perut atau tungkai
bawah yang berbahaya. Mungkin terdapat riwayat kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari
ketinggian atau cedera benturan. Pasien sering mengeluh nyeri hebat dan merasa seolah-olah
dia telah terpisah-pisah, dan mungkin terdapat pembengkakan atau memar pada perut bawah,
paha, perineum, skrotum atau vulva. Semua daerah ini harus diperiksa dengan cepat, untuk
mencari bukti ekstravasasi urine. Tetapi prioritas utama adalah selalu menilai keadaan
umum pasien dan mencari tanda-tanda kehilangan darah. Resusitasi dapat dimulai sebelum
pemeriksaan selesai.
Perut harus dipalpasi dengan hati-hati. Tanda-tand iritasi menunjukkan kemungkinan
perdarahan intraperitoneal. Cincin pelvis dapat ditekan dengan pelan-pelan dari sisi ke sisi
dan kembali ke depan. Nyeri tekan pada daerah sakro-iliaka sangat penting dan dapat
menandakan adanya gangguan pada jembatan posterior.
Pemeriksaan rektum kemudian dilakukan pada semua kasus. Koksigis dan sakrum
dapat diraba dan diuji untuk mencari ada tidaknya nyeri tekan. Kalau prostat dapat diraba,
yang sering sukar dilakukan akibat nyeri dan pembengkakan, posisinya yang abnormal dapat
menunjukkan cedera uretra.
Tanyakan kapan pasien membuang urine terakhir kali dan cari perdarahan di meatus
eksterna. Ketidakmampuan untuk kencing dan adanya darah di meatus eksterna adalah tanda
klasik ruptur uretra. Tetapi, tiadanya darah di meatus tidak menyingkirkan cedera uretra,
karena sfingter luar mungkin mengalami spasme, sehingga menghentikan aliran darah dari
tempat cedera. Karena itu setiap pasien yang mengalami fraktur pelvis harus dianggap
menghadapi risiko cedera uretra.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

23

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

Pasien dapat dianjurkan untuk kencing; kalau dia dapat melakukannya, uretra itu utuh
atau hanya terdapat sedikit kerusakan yang tidak akan diperburuk oleh aliran urine. Jangan
mencoba untuk memasukkan kateter; karena ini dapat mengubah robekan uretra sebagian
menjadi robekan uretra lengkap. Kalau cedera uretra dicurigai, ini dapat didiagnosis dengan
lebih tepat dan lebih aman dengan uretrografi retrograd.
Ruptur kandung kemih harus dicurigai pada pasien yang tidak dapat kencing atau
pada pasien yang kandung kemihnya tidak teraba setelah diberi penggantian cairan yang
memadai. Palpasi sering sukar dilakukan karena terdapat hematoma dinding perut. Gambaran
fisik pada awalnya dapat sedikit sekali, dengan bising usus yang normal, karena ekstravasasi
urine yang steril tak banyak menimbulkan iritasi peritoneum. Hanya sebagian kecil pasien
dengan ruptur kandung kemih yang mengalami hipotensi; jadi kalau pasien itu hipotensif,
harus dicari penyebab lainnya.
Pemeriksaan neurologik sangat diperlukan; mungkin terdapat kerusakan pada pleksus
lumbalis atau sakralis.
Kalau pasien tak sadar, prosedur rutin yang sama diikuti. Tetapi, pemeriksaan sinar-X
dini penting pada kasus ini.

Pemeriksaan Radiologis (4)


Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan radiologis dengan
prioritas pemeriksaan foto rontgen posisi AP. Pemeriksaan rontgen posisi lain yaitu oblik,
rotasi interna dan eksterna apabila keadaan umum memungkinkan.

Sinar-X Pada Pelvis (5,13)


Sinar-X dapat memperlihatkan fraktur pada rami pubis, fraktur ipsilateral atau
kontralateral pada elemen posterior, pemisahan simfisis, kerusakan pada sendi sakro-iliaka
atau kombinasi dari cedera-cedera itu. Foto sering sulit dimengerti dan CT Scan merupakan
cara yang terbaik untuk memperlihatkan sifat cedera terutama kalau tersedia CT 3 dimensi.
Segera setelah keadaan pasien memungkinkan, foto polos AP pelvis harus diambil.
Pada umumnya foto ini akan memberi informasi yang cukup untuk membuat diagnosis
pendahuluan pada fraktur pelvis. Sifat cedera yang tepat dapat diperjelas dengan radiografi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

24

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

secara lebih rinci bila telah dipastikan bahwa pasien dapat tahan terhadap lamanya waktu
yang diperlukan untuk penentuan posisi dan reposisi di meja sinar-X. Diperlukan 5 foto :
anteroposterior, pandangan inlet (kamera sefalad terhadap pelvis dan dimiringkan 30 derajat
ke bawah), foto outlet (kamera kaudal terhadap pelvis dan dimiringkan 40 derajat ke ata), dan
foto oblik kanan dan kiri.
Kalau dicurigai adanya cedera apa saja yang berbahaya, CT Scan pada tingkat yang
tepat sangat bermanfaat ( beberapa ahli mengatakan harus dilakukan). Ini terutama berlaku
untuk kerusakan cincin pelvis posterior dan untuk fraktur asetabulum yang kompleks, yang
tidak dapat dievaluasi secara tepat dengan sinar-X biasa.
Reformasi CT 3 dimensi terhadap foto pelvis memberi gambaran cedera secara paling
tepat, ini adalah metode pilihan bila fasilitas itu tersedia.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

25

Fraktur Pelvis
VIII.

Emelia Wijayanti (406107080)

PENATALAKSANAAN

PENANGANAN DINI (4,5)


Terapi tidak boleh menunggu diagnosis yang lengkap dan rinci. Prioritas perlu
ditentukan dan bertindak berdasrkan setiap informasi yang sudah tersedia sementara beralih
ke pemeriksaan diagnostik berikutnya. Tata laksana dalam konteks ini adalah kombinasi
penilaian dan terapi.
6 pertanyaan harus ditanyakan dan jawabannya ditangani satu demi satu :
1. Apakah saluran nafas bersih ?
2. Apakah paru-paru cukup membuat ventilasi ?
3. Apakah pasien kehilangan darah ?
4. Apakah terdapat cedera di dalam perut ?
5. Apakah terdapat cedera kandung kemih dan uretra ?
6. Stabil atau tidakkah fraktur pelvis ini ?
Pada setiap pasien yang mengalami cedera berat, langkah yang pertama adalah
memastikan bahwa saluran nafas bersih dan ventilasi tak terhalang. Resusitasi harus dimulai
segera dan perdarahan aktif dikendalikan. Pasien dengan cepat diperikas untuk mencari ada
tidaknya cedera ganda dan, kalau perlu, fraktur yang nyeri dibebat. 1 foto sinar-X AP pada
pelvis harus diambil.
Kemudian dilakukan pemeriksaan yang lebih cermat, dengan memperhatikan pelvis,
perut, perineum, dan rektum. Liang meatus uretra diperiksa untuk mencari tanda-tanda
perdarahan. Tungkai bawah juga diperiksa untuk mencari tanda-tanda cedera saraf.
Kalau keadaan umum pasien stabil, pemeriksaan dengan sinar-X selanjutnya dapat
dilakukan. Kalau dicurigai adanya robekan uretra, dapat dilakukan uretrogram secara pelanpelan. Hasil penemuan sampai tahap ini dapat menentukan perlu tidaknya urogram intravena.
Sampai saat ini dokter yang memeriksa sudah mendapat gambaran yang baik
mengenai keadaan umum pasien, tingkat cedera pelvis, ada tidaknya cedera viseral dak
kemungkinan berlanjutnya perdarahan di dalam perut atau retroperitoneal. Idealnya, tim ahli
masing-masing menangani tiap masalah atau melakukan penyelidikan lebih jauh.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

26

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

Pengobatan harus dilakukan sesegera mungkin berdasarkan prioritas penanggulangan


trauma yang terjadi (ABC), yaitu:
1. Resusitasi awal
a. Perhatikan saluran nafas dan perbaiki hipoksia
b. Kontrol perdarahan dengan pemberian cairan Ringer dan transfusi darah
2. Anamnesis
a. Keadaan dan waktu trauma
b. Miksi terakhir
c. Waktu dan jumlah makan dan minum yang terakhir
d. Bila penderita wanita apakah sedang hamil atau menstruasi
e. Trauma lainnya seperti trauma pada kepala
3. Pemeriksaan klinik
a. Keadaan umum
i. Catat secara teratur denyut nadi, tekanan darah dan respirasi
ii. Secara cepat lakukan survey tentang kemungkinan trauma lainnya
b. Lokal
i. Inspeksi perineum untuk mengetahui adanya perdarahan, pembengkakan dan
deformitas
ii. Tentukan derajat ketidak-stabilan cincin panggul dengan palpasi pada ramus dan
simfisis pubis
iii. Adakan pemeriksaan colok dubur
4. Pemeriksaan tambahan
a. Foto polos panggul, toraks serta daerah lain yang dicurigai mengalami trauma
b. Foto polos panggul dalam keadaan rotasi interna dan eksterna serta pemeriksaan foto
panggul lainnya
c. Pemeriksaan urologis dan lainnya :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

27

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

i. Kateterisasi
ii. Ureterogram
iii. Sistogram retrograd dan postvoiding
iv. Pielogram intravena
v. Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal
5. Pengobatan
a. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat-alat dalam rongga panggul
b. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya traksi skeletal, pelvic sling, spika panggul

Penanganan Perdarahan Yang Hebat (5,13)


Upaya lain yang dapat diperlukan untuk menangani perdarahan masif mencakup
penggunaan pakaian antisyok pneumatik dan pemasangan segera fiksator luar.
Diagnosis perdarahan yang terus berlanjut sering sukar dilakukan, dan sekalipun
tampak jelas bahwa berlanjutnya syok adalah akibat perdarahan, tidaklah mudah untuk
menentukan sumber perdarahan itu. Pasien dengan tanda-tanda abdomen yang mencurigakan
harus diselidiki lebih jauh dengan aspirasi peritoneum atau pembilasan. Kalau terdapat
aspirasi diagnostik positif, perut harus dieksplorai untuk menemukan dan mengangani
sumber perdarahan. Tetapi, kalau terdapat hematoma retroperitoneal yang besar, ini tidak
boleh dievakuasi karena hal ini dapat melepaskan efek tamponade dan mengakibatkan
perdarahan yang tak terkendali.

Penanganan Uretra Dan Kandung Kemih (5)


Cedera urologi terjadi pada sekitar 10% pasien dengan fraktur cincin pelvis. Karena
pasien sering sakit berat akibat cedera yang lain, mungkin dibutuhkan kateter urine untuk
memantau keluaran urine, sehingga ahli urologi terpaksa membuat diagnosis kerusakan uretra
dengan cepat.
Tidak boleh memasukkan kateter diagnostik karena kemungkinan besar ini akan
mengubah robekan sebagian menjadi robekan lengkap. Untuk robekan yang tek lengkap,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

28

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

pemasukan kateter suprapubik sebagai prosedur resmi saja yang dibutuhkan. Sekitar setengah
dari semua robekan tak lengkap akan sembuh dan tak banyak membutuhkan penanganan
jangka panjang.
Terapi robekan uretra lengkap masih kontroversial. Penjajaran ulang (realignment)
primer pada uretra dapat dicapai dengan melakukan sistostomi suprapubik, mengevakuasi
hematoma pelvis dan kemudian memasukkan kateter melewati cedera untuk mendrainase
kandung kemih. Kalau kandung kemih mengambang tinggi, ini harus direposisi dan diikat
dengan penjahitan melalui bagian anterior bawah kapsul prostat, melalui perineum pada
kedua sisi uretra bulbar dan difiksasi pada paha dengan plester elastis. Suatu pendekatan
alternatif yang jauh lebih sederhana adalah melakukan sistostomi secepat mungkin, tidak
berusaha mendrainase pelvis atau membedah uretra, dan mengangani striktur yang
diakibatkan 4-6 bulan kemudian. Metode yang belakangan ini dikontraindikasikan kalau
terdapat dislokasi prostat yang hebat atau robekan hebat pada rektum atau leher kandung
kemih. Pada kedua metode itu terdapat cukup banyak insidensi pembentukan striktur,
inkontinensia dan impotensi di belakang hari.

Terapi Fraktur (5,13)


Untuk pasien dengan cedera yang sangat hebat, fiksasi luar dini adalah salah satu cara
yang paling efektif untuk mengurangi perdarahan dan melawan syok. Kalau tidak ada
komplikasi yang membahayakan jiwa, terapi pastinya adalah sebagai berikut.
Fraktur tipe A, Fraktur yang sedikit sekali bergeser dan fraktur pelvis yang terisolasi
hanya membutuhkan istirahat di tempat tidur, barangkali dikombinasi dengan traksi tungkai
bawah. Dalam 4-6 minggu pasien biasanya nyaman sehingga dapat diperbolehkan
menggunakan penopang.
Fraktur tipe B, Asalkan dapat dipastikan bahwa pergeseran posterior tidak terjadi,
cedera buku terbuka dengan celah kurang dari 2,5 cm biasanya dapat diterapi secara
memuaskan dengan beristirahat di tempat tidur; kain gendongan posterior atau korset elastis
yang bermanfaat untuk menutup buku. Celah yang lebih dari 2,5 cm sering dapat ditutup
dengan membaringkan pasien secara miring dan menekan ala osis ilii. Cara yang paling
efisien untuk mempertahankan reduksi adalah fiksasi luar dengan pen pada kedua ala osis ilii
yang dihubungkan oleh batang anterior; penutupan buku juga dapat mengurangi jumlah
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

29

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

perdarahan. Penempatan pen lebih mudah dilakukan kalau 2 pen sementara mula-mula
dimasukkan sehingga merengkuh permukaan medial dan lateral tiap ala osis ilii dan
kemudian mengarahkan pen-pen pengikat itu diantara keduanya. Fiksasi internal dengan
pemasangan plat pada simfisis harus dilakukan : (1) selama beberapa hari pertama setelah
cedera, hanya jika pasien memerlukan laparotomi dan (2) di belakang hari jika celah itu tidak
dapat ditutup dengan metode yang tidak begitu radikal.
Pada cedera buku tertutup penggunaan kain gendongan atau korset tidak tepat.
Beristirahat di tempat tidur selama sekitar 6 minggu tanpa fiksasi apapun biasanya memadai,
tetapi, kalau perbedaan panjang kaki melebihi 1,5 cm atau terdapat deformitas pelvis yang
nyata, reduksi dengan pen pada satu krista iliaka dapat dicoba dan, kalau berhasil,
dipertahankan dengan menghubungkan pen-pen itu dengan pen pada sisi yang lain sehingga
membentuk fiksator luar. Kerangka fiksasi biasanya diperlukan selama 6-8 minggu tetapi
pada stadium yang belakangan, kalau telah nyaman pasien diperbolehkan bangun dan
berjalan.
Fraktur tipe C, Cedera ini adalah yang paling berbahaya dan paling sulit diterapi.
Kemungkinan beberapa atau semua pergeseran vertikal dapat direduksi dengan traksi
kerangka yang dikombinasi dengan fiksator luar; meskipun demikian, pasien perlu tinggal di
tempat tidur sekurang-kurangnya 10 minggu. Kalau reduksi belum dicapai, fraktur dislokasi
dapat direduksi secara terbuka dan mengikatnya dengan satu plat kompresi dinamis atau
lebih. Operasi berbahaya bila dilakukan (bahayanya mencakup perdarahan masif dan infeksi)
dan harus dilakukan hanya oleh ahli bedah yang berpengalaman dalam bidang ini. Pemakaian
traksi kerangka dan fiksasi luar mungkin lebih aman, meskipun malposisi mungkin akan
meninggalkan nyeri di bagian posterior. Perlu ditekankan bahwa > 60% fraktur pelvis tidak
memerlukan fiksasi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

30

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

Fraktur pelvis terbuka ditangani dengan fiksasi luar. Kolostomi diversi mungkin
diperlukan.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

31

Fraktur Pelvis
IX.

Emelia Wijayanti (406107080)

KOMPLIKASI (4,5,13)
Nyeri sakro-iliaka menetap cukup sering ditemukan setelah fraktur pelvis yang tak

stabil dan kadang-kadang mengaharuskan dilakukannya artrodesis pada sendi sakro-iliaka.


Cedera saraf skiatika biasanya sembuh tetapi kadang-kadang ternyata memerlukan
eksplorasi. Cedera uretra yang berat dapat mengakibatkan striktur uretra, inkontinensia,atau
impotensi. (5,13)
Komplikasi dibagi dalam :
1. Komplikasi segera
a. Trombosis vena ilio-femoral
Komplikasi ini sering ditemukan dan sangat berbahaya. Apabila ada keraguan
sebaiknya diberikan antikoagulan secara rutin untuk profilaktik.
b. Robekan kandung kemih
Robekan dapat terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis atau tusukan dari bagian
tulang panggul yang tajam.
c. Robekan uretra
Robekan uretra terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada daerah uretra pars
membranosa
Ruptur uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis.
Frakttur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada
cincin pelvis dapat menyebabkan robekan uretra pars prostate-membranacea. Fraktur
pelvis dan robekan pembuluh darah yang berada di kavum pelvis menyebabkan
hematom yang luas di kavum retzius sehingga jika ligamentum pubo-prostatikum ikut
robek,

prostat

beserta

buli-buli

akan

terangkat

ke

cranial. (13)

Ruptur uretra anterior , cidera dari luar yang sering menyebabkan kerusakan
uretra anterior adalah straddle injury (cidera selangkangan) yaitu uretra terjepit
diantara tulang pelvis dan benda tumpul. Jenis kerusakan uretra yang terjadi berupa
kontusio dinding uretra, rupture parsial, atau rupture total dinding uretra. Pada
kontusio uretra pasien mengeluh adanya perdarahan per-uretram atau hematuria. Jika

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

32

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

terdapat robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya hematom pada penis atau
butterfly hematom. Pada keadaan ini seringkali pasien tidak dapat miksi. (13)
d. Trauma rektum dan vagina
e. Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan masif
sampai syok
f. Trauma pada saraf
i. Lesi saraf skiatik
Lesi saraf skiatik dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat operasi. Apabila
dalam jangka waktu 6 minggu tidak ada perbaikan, maka sebaiknya dilakukan
eksplorasi.
ii. Lesi pleksus lumbosakralis
Biasanya terjadi pada fraktur sakrum yang bersifat vertikal disertai pergeseran.
Dapat pula terjadi gangguan fungsi seksual apabila mengenai pusat saraf.
2. Komplikasi lanjut
a. Pembentukan tulang heterotrofik
Pembentukan tulang heterotrofik biasanya terjadi setelah suatu trauma jaringan lunak
yang hebat atau setelah suatu diseksi operasi. Dapat diberikan indometasin untuk
profilaktik.
b. Nekrosis avaskuler
Nekrosis avaskuler dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu setelah trauma.
c. Gangguan pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder
Apabila terjadi fraktur pada daerah asetabulum dan tidak dilakukan reduksi yang
akurat, sedangkan sendi ini menopang berat badan, maka akan terjadi ketidaksesuaian sendi yang akan memberikan gangguan pergerakan serta osteoartritis di
kemudian hari.
d. Skoliosis kompensatoar

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

33

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

X. CEDERA PADA SAKRUM DAN KOKSIGIS (4,5,13)


Fraktur sakrum dan tulang koksigeus dapat tejadi bila penderita jatuh dengan pantat
yang mengenai kedua tulang sakrum dan tulang koksigeus. Fraktur tulang sakrum dapat
bersifat transversal sedangkan fraktur tulang koksigeus umumnya pada bagian distal dan
mengalami angulasi ke depan. Wanita tampaknya lebih sering terkena daripada pria. (4,5,13)
Terjadi memar yang luas dan nyeri tekan muncul bila sakrum atau koksigi dipalpasi
dari belakang atau melalui rektum. Sensasi dapat hilang pada distribusi saraf sakralis.(5,13)
Sinar-X dapat memperlihatkan :
1.

fraktur melintang pada sakrum yang, meski jarang sekali, dapat disertai fragmen bawah
yang terdorong ke depan.

2.

fraktur koksigis kadang-kadang disertai fragmen bagian bawah yang menyudut ke depan.

3.

suatu penampilan normal kalau cedera hanya berupa sprain pada sendi sakrokoksigeal.(5)
Kalau fraktur bergeser, sebaiknya dicoba untuk melakukan reduksi. Fragmen bagian

bawah dapat terdesak ke belakang lewat rektum. Reduksi bersifat stabil, suatu keadaan yang
menguntungkan. Pasien dibiarkan untuk melanjutkan aktivitas normal, tetapi dianjurkan
untuk menggunakan suatu cincin karet atau bantalan Sorbo bila duduk. Kadang-kadang,
fraktur sakral disertai dengan masalah kencing, sehingga memerlukan laminektomi sakral.(5)
Nyeri yang menetap, terutama saat duduk, sering ditemukan setelah cedera koksigis.
Kalau nyeri tidak berkurang dengan penggunaan bantalan Sorbo atau oleh injeksi anestetik
lokal ke dalam daerah yang nyeri, eksisi koksigis dapat dipertimbangkan.(5)
PENGOBATAN (4)
Apabila tidak terjadi pergeseran pada fraktur sakrum, ditangani secara konservatif, tetapi
bila fraktur disertai dengan pergeseran sebaiknya dilakukan operasi. Keluhan pada fraktur
tulang koksigeus adalah nyeri menetap yang dapat diberikan analgetika dan apabila tidak
menolong dapat dipertimbangkan eksisi ujung tulang koksigeus.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

34

Fraktur Pelvis
XI.

Emelia Wijayanti (406107080)

FRAKTUR ASETABULUM (5)


Fraktur asetabulum terjadi bila kaput femoris terdorong ke dalam pelvis. Ini

disebabkan oleh pukulan pada sisi tersebut (seperti jatuh dari ketinggian) atau disebabkan
oleh pukulan pada bagian depan lutut, biasanya pada cedera dashboard di mana femur
mungkin juga mengalami fraktur.
Fraktur asetabulum menggabungkan kerumitan fraktur pelvis (terutama seringnya
cedera jaringan lunak yang menyertai) dengan kerusakan sendi (yaitu, kerusakan kartilago
artikular, pembebanan tak sesuai dan osteoartritis sekunder).
POLA FRAKTUR
Terdapat 4 tipe utama fraktur asetabulum; meskipun fraktur itu dibedakan berdasarkan
dasar anatomis, penting untuk diketahui bahwa tipe-tipe itu juga berbeda dalam kemudahan
reduksinya, stabilitasnya setelah reduksi dan prognosis jangka panjangnya.
Fraktur Kolumna Anterior
Fraktur berjalan melalui bagian anterior asetabulum yang tipis yang memisahkan
segmen di antara spina iliaka anterior inferior dan foramen obturatorius. Ini jarang
ditemukan, tidak melibatkan daerah penahan beban dan prognosisnya baik.
Fraktur Kolumna Posterior
Fraktur ini berjalan ke atas dari foramen obturatorius ke dalam insisura iskiadika,
memisahkan kolum tulang iskiopubik posterior dan memecahkan bagian asetabulum yang
menahan beban. Fraktur ini biasanya disertai dengan dislokasi posterior pinggul dan dapat
mencederai saraf skiatika. Terapi lebih mendesak dan biasanya melibatkan fiksasi internal
untuk memperoleh kestabilan sendi.
Fraktur Melintang
Ini adalah fraktur yang tidak kominutif yang berjalan melintang melalui asetabulum
dan memisahkan bagian ilium di atasnya dari pubis dan bagian iskium di bawahnya. Fraktur
ini biasanya cukup mudah direduksi dan dipertahankan tereduksi.
Fraktur Kompleks
Sebagian fraktur asetabulum merupakan cedera kompleks yang merusak segmen
anterior atau posterior (atau keduanya) di samping atap atau dinding asetabulum. Tidak ada
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

35

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

manfaatnya bila membagi fraktur kompleks ini ke dalam subbagian-subbagian, karena


pembedaan antara berbagai tipe ini tidak begitu penting dibandingkan kesamaannya.
Semuanya mempunyai tanda-tanda berikut (1) cedera bersifat lebih berat (2) permukaan
sendi rusak (3) fraktur ini biasanya membutuhkan reduksi lewat operasi dan fiksasi internal
dan (4) hasil akhirnya mungkin kurang sempurna
GAMBARAN KLINIK
Biasanya sudah terdapat cedera berat, baik akibat kecelakaan lalu-lintas atau jatuh
dari ketinggian. Frakur lain sering menyertai dan, mungkin karena cedera-cedera itu lebih
jelas, dapat mengalihkan perhatian dari cedera pelvis yang lebih mendesak. Bila femur
mengalami fraktur, cedera lutut yang berat atau fraktur kalkaneus didiagnosis, pinggul juga
harus difoto dengan sinar-X.
Pasien mungkin mengalami syok hebat, dan komplikasi yang diakibatkan oleh semua
fraktur pelvis harus dicari. Pemeriksaan rektum perlu dilakukan. Mungkin terdapat memar di
sekitar pinggul dan tungkai dapat berada dalam posisi internal (kalau pinggul berdislokasi).
Upaya menggerakkan pinggul tak boleh dilakukan. Pemeriksaan neurologik yang cermat
sangat diperlukan, untuk menguji saraf skiatika, femoris, obturatorius dan saraf pudendal.
sekurang-kurangnya 4 foto harus diambil pada semua kasus : foto anteroposterior
standard, foto inlet pelvis dan foto oblik dua derajat (untuk memperlihatka kolumna anterior
dan posterior secara terpisah). Tipe fraktur, tingkat kominusi dan jumlah pergeseran dicatat.
CT Scan dan reformasi 3 dimensi dapat memperjelas diagnosis.
TERAPI
Terapi Darurat
Hanya terdiri dari pemberantasan syok dan reduksi dislokasi. Traksi kemudian
dipasang pada tungkai (10 kg sudah cukup) dan selama 3-4 hari berikutnya keadaan umum
pasien diobservasi. Terapi pasti terhadap fraktur ditunda hingga pasien sehat dan fasilitas
operasi tersedia secara optimal tetapi penundaan tidak boleh melebihi 7 hari.
Terapi Non-Operatif
Di tahun-tahun belakangan pendapat ahli telah beralih lebih menyukai terapi lewat
operasi untuk fraktur asetabulum yang bergeser. Tetapi, terapi konservatif masih lebih baik
dalam situasi tertentu : (1) fraktur asetabulum dengan pergeseran minimal; (2) fraktur dengan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

36

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

pergeseran yang tidak melibatkan segmen penahan beban superomedial pada asetabulum (3)
fraktur pada pasien manula, di mana reduksi tertutp tampaknya dapat dilaksanakan; (4)
pasien dengan kontraindikasi medis terhadap terapi operasi (termasuk sepsis lokal).
Kominusi sendiri tidak merupakan kontaindikasi untuk terapi operasi, asalkan faslitasnya
memadai dan tersedia tenaga ahli.
Matta dan Merritt (1988) telah membuat daftar kriteria tertentu yang harus dipenuhi
kalau ingin berhasil dalam terapi konservatif: (1) bila traksi dilepaskan, pinggul harus tetap
kongruen; (2) bagian penahan beban pada atap asetabulum harus utuh; dan (3) fraktur dinding
posterior yang menyertai harus disingkirkan dengan CT. Terap non operasi lebih cocok untuk
pasien yang berumur > 50 tahun daripada untuk remaja dan orang dewasa muda.
Kalau terdapat kontraindikasi medis terhadap terapi operasi, diusahakan melakukan
reduksi tertutup di bawah anestesi umum. Pada semua pasien yang diterapi secara
konservatif, traksi longitudinal, kalau perlu ditambah dengan traksi lateral, dipertahankan
selama 6-8 minggu; ini akan menghindarkan beban pada kartilago arikular dan akan
membantu mencegah pergeseran faktur lebih jauh. Selama masa ini, dianjurkan melakukan
gerakan pinggul dan latihan. Pasien kemudian diperbolehkan bangun, menggunakan
penopang dengan pembebanan yang minimal selama 6 minggu lagi.
Terapi Operasi
Pasien dengan fraktur dinding posterior yang terisolasi dan dislokasi pada pinggul
dapat membutuhkan reduksi terbuka dan stabilisasi denga segera. Pada kasus yang lain
operasi biasanya ditunda selama 4/5 hari.
Matta dan Merritt telah menunjukkan hal yang penting bahwa reduksi terbuka
merupakan operasi pada pelvis dan tidak hanya pada mangkuk asetabulum. Pembukaan yang
memadai sangat diperlukan, kalau mungkin melalui suatu pendekatan tunggal yang dipilih
menurut tipe fraktur. Teknik yang paling bermanfaat diuraikan dalam tulisan yang dibuat oleh
Matta dan Merritt. Pemaparan posterolateral dipermudah dengan menggunakan distraktor
femur AO dan dengan melakukan osteotomi pada trokanter mayor. Fraktur (atau frakturfraktur) dapat difiksasi dengan dengan sekrup atau plat penahan khusus yang dapat dibentuk
dalam kamar bedah. Hal ini berguna untuk memantau evoked potential somatosensorik
selama operasi, untuk menghindari perusakan saraf skiatika (elektroda yang terpisah
dibutuhkan untuk cabang popliteal medial dan lateral).
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

37

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

Antibiotika profilaksis dapat digunakan, dan setelah operasi secepat mungkin


dilakukan gerakan pinggul, pasien diperbolehkan bangun, sebagian dengan kruk penopang,
setelah 7 hari, latihan dilanjutkan selama 3-6 bulan; sedangkan untuk memulihkan fungsi
secara penuh diperlukan waktu setahun/ lebih
KOMPLIKASI

Trombosis vena iliofemoralis cukup sering terjadi dan secara ptensial berbahaya.
Tetapi diragukan apakah antikoagulasi profilaksis rutin diperlukan.

Cedera saraf skiatika dapat terjadi pada saat fraktur/ selama operasi berikutnya.
Tidak perlu ada keraguan mengenai prognosis, kecuali kalau saraf ditemukan tanpa
cedera selama operasi. Pemantauan somato-sensorik intraoperatif dianjurkan sebagai
cara untuk mencegah kerusakan saraf yang berbahaya. Bila telah terjadi lesi,
sebaiknya menunggu selama 6 minggu untuk mengetahui apakah terdapat tanda
penyembuhan. Kalau tidak ada, saraf harus dieksplorasi untuk menetapkan diagnosis
dan memastikan bahwa saraf tidak mengalami tekanan.

Pembentukan tulang heterotropik sering ditemui setelah cedera jaringan lunak yang
hebat dan diseksi pembedahan yang luas. Pada kasus-kasus yang diduga akan
mengalami ini, indometasin profilaksis akan bermanfaat.

Nekrosis avaskular pada kapsul femoris dapat terjadi sekalipun pinggul tidak
berdislokasi sepenuhnya. Keadaannya mungkin terlewat dari diagnosis karena
penafsiran yang keliru pada gambar sinar-X setelah fraktur terimpaksi marginal pada
asetabulum.

Hilangnya gerakan sendi dan osteoartritis sekunder merupakan sekuele yang


sering ditemukan setelah fraktur pergeseran pada asetabulum yang melibatkan bagian
sendi yang menahan beban. Keadaan ini, pada akhirnya, dapat membutuhkan
penggantian sendi. Tetapi, operasi harus ditunda hingga fraktur itu telah
berkonsolidasi; implan asetabulum cenderung akan melonggar jika terdapat gerakan
segmen inominata.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

38

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

BAB V. KESIMPULAN
Pelvis adalah salah satu bagian dari tubuh manusia yang berfungsi penting, yaitu
menahan berat badan tubuh melalui sendi sakro iliaka ke ilium ,asetabulum dan dilanjutkan
ke femur . Selain itu panggul berfungsi melindungi struktur-struktur yang berada didalam
rongga panggul.
Fraktur pelvis dapat terjadi pada semua usia, baik dengan trauma berat atau trauma
ringan atau trauma yang berulang; trauma langsung maupun tak langsung. Tetapi pada orang
muda yang paling sering adalah fraktur dengan trauma berat, sedangkan pada orang tua,
fraktur biasanya disebabkan dengan trauma ringan.
Mekanisme trauma pelvis terdiri dari :

Kompresi anteroposterior

Kompresi lateral

Trauma vertikal

Trauma kombinasi

Klasifikasi fraktur pelvis menurut Tile 1988, secara garis besar terdiri dari :
a. Tipe A: stabil.
b. Tipe B : tidak stabil secara rotasional, stabil secara vertikal.
c. Tipe C : tidak stabil secara rotasi dan vertikal.
Gejala yang muncul pada fraktur pelvis adalah : pembengkakan, deformitas, serta
perdarahan subkutan sekitar panggul. Penderita datang dalam keadaan anemi dan syok karena
perdarahan yang hebat. Terdapat gangguan fungsi anggota gerak bawah.
Diagnosis fraktur pelvis ditegakkan melalui pemeriksaan fisik, pemeriksaan
radiologis, dan sinar-x.
Fraktur pelvis menyebabkan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi, sehingga
dibutuhkan penanganan tim yang baik untuk mencegah komplikasi yang diakibatkannya.
Untuk memperbaiki kualitas hidup pasien, harus dilakukan intervensi sedini mungkin.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

39

Fraktur Pelvis

Emelia Wijayanti (406107080)

DAFTAR PUSTAKA
1. Widjaja, Ignatius Harjadi. Buku ajar anatomi pelvis. FK UNTAR. Jakarta, 2006.
2. Universitas Dipenegoro Fakultas Kedokteran Bagian Anatomi. Myologia dan arthologis.
Semarang. FK UNDIP, 1981.
3. Basmajian JV. Grant Methods of Anatomyca 10th. Baltimore The Williams and Willkins
Company, 1981.
4. Chairuddin Rasjad. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone, 2007
5. Graham Apley & Louis Solomon, Buku Ajar Ortopedi Dsn Fraktur Sistem Apley,Edisi
Ketujuh. Tahun 1995, Widya Medika Jakarta.
6. http://www.orthoteers.com/pelvicfractures/html
7. Kuijjar, P.J. Chirurgisch Onderzork. Alih bahasa : Moelia Radja Siregar. EGC Jakarta.
8. Henderson, M.A. Ilmu bedah untuk perawat. Yayasan Essentia Medica, 1989.
9. http://www.blog.priyanta.com/fraktur/patah-tulang/html
10. Mangun Soedirdjo S. Ilmu Bedah Khusus. Semarang. Bagian Bedah FK UNDIP, 1978.
11. Mangun Soedirdjo S. Fraktur, Penyembuhan, Penanganan, dan Komplikasi.
Semarang. Bagian Bedah FK UNDIP, 1979.
12. Sjamsuhidajat, R. De Jong, Wim. Buku Ajar ilmu bedah, edisi 2, cetakan pertama,
penerbit : buku kedokteran EGC, 2005.
13. http://www.blog.rizkisuliyanto/frakturpelvis/html
14. http://www.scribd.com/doc/4001941/ABSTRAK-pelvis
15. http://www.scribd.com/doc/52302577/24/Fraktur-tulang-panggul
16. http://www.orthoassociates.com/SP11B26/pelvic-fractures
17. Pohlemann T, Tscherne H, Baumgartel F, et al. [Pelvic fractures: epidemiology, therapy
and long-term outcome. Overview of the multicenter study of the Pelvis Study Group.]
[Article in German.] Unfallchirurg 1996; 99:1607.
18. McCoy GF, Johnstone RA, Kenwright J. Biomechanical aspects of pelvic and hip
injuries in road traffic accidents.J Orthop Trauma 1989;3:11823.
19. Gansslen A, Pohlemann T, Paul C, et al. Epidemiology of pelvic ring injuries. Injury
1996;27 Suppl 1:S-A1320.
20. McMurtry R, Walton D, Dickinson D, et al. Pelvic disruption in the polytraumatized
patient: a management protocol. Clin Orthop 1980;(151):2230.
21. Colapinto, V. Trauma to the pelvis: urethral injury. Clin Orthop 1980;(151):4655.
22. Hill RM, Robinson CM, Keating JF. Fractures of the pelvic rami. Epidemiology and
five-year survival. J Bone Joint Surg Br 2001;83:11414.
23. Leung WY, Ban CM, Lam JJ, et al. Prognosis of acute pelvic fractures in elderly
patients: retrospective study. Hong Kong Med J 2001;7:13945.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 28 Mei 2011

40

You might also like