You are on page 1of 38

HIPOTESIS

Hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal. Dengan demikian, hipotesis
bisa benar ataupun tidak benar. Untuk menentukan apakah hipotesis itu benar ataupun tidak
benar, dapat ditempuh dengan melakukan pengujian hipotesis. Secara ilmiah, pengujian hipotesis
tentu harus dilakukan melalui penelitian.
Pelaksanaan penelitian dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain sensus, survei,
percobaan laboratorium, ataupun percobaan di lapangan. Pemilihan cara-cara ini sangat
tergantung pada banyak hal antara lain biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia. Cara sensus
tergolong yang paling mahal, memerlukan banyak tenaga dan waktu, karena sensus memerlukan
seluruh data populasi yang ada. Oleh karena itu, cara ini jarang sekali dipakai. Di Indonesia,
sensus hanya dipakai pada sensus penduduk
Pada umumnya, orang melakukan penelitian dengan menggunakan cara yang lebih
murah dan lebih mudah, yaitu dengan mengambil data sampel. Dengan menggunakan sampel,
peneliti cukup mengambil beberapa data saja dari keseluruhan data populasi, misalnya 30 murid
dari 500 orang murid SD. Namun demikian, pemilihan cara sampel ini akan menimbulkan
konsekuensi bahwa kesimpulan yang dibuat nanti tidak bisa membuktikan secara tegas apakah
hipotesis yang dibuat benar atau tidak benar. Hal ini disebabkan kesimpulan mengenai populasi
dibuat hanya dari beberapa data sampel saja. Jadi, ada kemungkinan kesimpulan tersebut bisa
saja salah.
Oleh karena itu, penelitian yang menggunakan data sampel tidak menggunakan istilah
hipotesis tersebut benar atau hipotesis tersebut salah. Sebagai gantinya, dalam statistika, kita
memakai istilah hipotesis diterima atau hipotesis ditolak.
Langkah atau prosedur untuk menentukan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak
dilakukan dengan pengujian hipotesis. Dari basil pengujian hipotesis ini, kita dapat menarik
kesimpulan mengenai hipotesis yang kita buat.
Dalam statistika, hipotesis itu ada dua macam, yaitu hipotesis nol, disingkat H 0 dan
hipotesis alternatif, disingkat H A, Kedua hipotesis ini saling terkait satu dengan yang lainnya.
Hipotesis nol adalah hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan di antara dua
peristiwa atau kejadian. Dengan kata lain perbedaan antara dua peristiwa adalah nol. Sedangkan
hipotesis alternatif adalah hipotesis yang menyatakan bahwa dua peristiwa atau kejadian adalah
berbeda. Jadi hipotesis alternatif ini tidak lain adalah lawan dari hipotesis nol.
Oleh karena kedua hipotesis ini terkait satu sama lain, maka kita tidak mungkin menerima
keduanya sekaligus. Yang mungkin terjadi adalah bila kita menolak Ho kita harus menerima HA
atau sebaliknya.
Pengujian hipotesis sering ditulis sebagai berikut:
1. Untuk uji dua pihak, maka hipotesis ditulis:
H0 : = 0
HA : # 0
2. Untuk uji satu pihak
H0 : = 0
HA : > 0 atau < 0
dapat berupa rata-rata, simpangan baku, varian dan lain-lain. Misalnya, rata-rata
produktivitas padi varietas Ciherang ( y)c dibandingkan dengan rata-rata produktivitas padi
varietas IR-64 (y) i. Maka hipotesisnya bisa ditulis sebagai berikut:
Untuk uji dua pihak, ditulis:
H0 : ( y)i = (y )c
HA : ( y)i # (y )c
Untuk uji satu pihak
H0 : (y)i = (y )c
HA : (y )i > (y )c atau: (y )i < (y )c

Mengenai jenis hipotesis, apakah memakai uji dua pihak atau uji satu pihak, maka ini sangat
tergantung pada seberapa kuat landasan teori atau seberapa besar pengetahuan si peneliti terhadap
obyek yang diteliti. Bila si peneliti tidak memiliki pengetahuan yang cukup kuat, maka uji dua
pihak adalah pilihannya. Sebaliknya, bila si peneliti memiliki pengetahuan atau landasan teori
yang cukup mendalam mengenai obyek yang diteliti, maka uji satu pihak akan lebih baik.
Seperti anda bisa lihat bahwa, perbedaan dari kedua jenis hipotesis ini hanya terletak pada
hipotesis alternatifnya. Pada uji dua pihak, pernyataan hipotesis alternatif tidak tegas. Bila tulis
dengan kalimat, maka pernyataannya tersebut menjadi rata-rata produktivitas padi varietas
Ciherang tidak sama dengan rata-rata produktivitas padi varietas IR-64. Kata-kata tidak sama
mengandung dua arti (dua pihak), yaitu produksi padi Ciherang bisa lebih tinggi tetapi juga bisa
lebih rendah. Ini menunjukkan ketidakyakinan apakah varietas Ciherang elbih tinggi
produksinya atau lebih rendah dibandingkan dengan varietas IR-64.
Sebaliknya, uji satu pihak, pernyataan hipotesis alternatifnya lebih tegas. Peneliti biasanya akan
dengan tegas membuat hipotesis yang menyatakan misalnya rata-rata produktivitas varietas padi
Ciherang lebih tinggi daripada rata-rata produktivitas varietas padi IR-64. Ini bisa dibuatnya
karena si peneliti tersebut mendasarkannya pada informasi ataupun pengetahuan yang ia punyai
tentang kedua varietas tersebut.
Penentuan pemilihan jenis hipotesis ini akan menentukan tingkat sensitivitas dari
penelitian. Uji satu pihak lebih sensitif dibanding uji dua pihak. Ini disebabkan alfa yang
digunakan dalam pengujian pada uji satu pihak hanya setengah alfa dari uji dua pihak. Misalnya,
bila alfa yang dipakai pada uji satu pihak adalah 2,5 persen, maka nilainya setara dengan alfa 5
persen untuk uji dua pihak.
Hipotesis yang telah dibuat dapat diuji dengan menggunakan berbagai macam bentuk uji statistik
seperti uji Z, uji t, uji 2, uji F atau lainnya. Pemilihan jenis uji ini sangat tergantung pada metode
penelitian yang dipilih dalam pengumpulan data. Dari hasil pengujian hipotesis ini kemudian
kita dapat menarik kesimpulan tentang hipotesis tersebut

Kekeliruan dan lpha


KEKELIRUAN DAN ALFA 5%

Sehubungan dengan pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan, kita kemungkinan


akan membuat dua macam kekeliruan. Pertama adalah kekeliruan tipe I dan kekeliruan
tipe II.
Kekeliruan tipe I terjadi ketika kita menolak hipotesis yang seharusnya kita
terima. Kekeliruan tipe I disebut juga dengan (alfa). Kedua adalah kekeliruan tipe II.
Kekeliruan tipe II ini terjadi ketika kita menerima hipotesis yang seharusnya kita tolak.
Kekeliruan tipe II disebut juga dengan (beta). Hipotesis yang dimaksud disini adalah
null hipotesis (H 0).
Secara diagramatis, hubungan antara kesimpulan dan kekeliruan dapat dilihat seperti
berikut ini.

Kenyataan

Kesimpulan
Terima H0

Tolak H0

Jika H0 benar
Jika H0 salah

Benar
Salah ()

Salah ()
Benar

Pertanyaan yang sering ditanyakan adalah apakah kita bisa menihilkan kekeliruan ini.
Jawabannya adalah tidak bisa. Ini disebabkan kesimpulan yang kita buat akan dibatasi
oleh alfa dan beta. Bila kita perkecil alfa, maka otomatis kita memperbesar beta.
Demikian pula sebaliknya, bila kita memperkecil beta, maka kita akan memperbesar
alfa.
Untuk keperluan praktis, para ahli membatasi alfa pada titik 5 persen, sementara beta
tidak diberi batasan tertentu. Alfa dipandang lebih perlu mendapat penekanan daripada
beta. Hal ini karena manusia berkecenderungan melakukan alfa daripada beta.
Jika kita gunakan alfa 5 peren, maka itu berarti bahwa peluang kita membuat
kekeliruan tipe I ialah 5 %. Ini mempunyai arti bahwa kekeliruan yang mungkin kita buat
untuk menolak hipotesis yang seharusnya kita terima adalah 1 dalam 20 percobaan.
Alfa () dipakai juga untuk sebutan tingkat signifikansi suatu pengujian. Alfa 5 persen
disebut signifikan (nyata) dan alfa 1 persen disebut sangat signifikan (sangat nyata).
Oleh karena itu, hasil kesimpulan dari suatu pengujian dengan statistik harus menyebut
alfa yang dipakai. Bila alfa yang dipakai adalah pada taraf 5 persen, maka kesimpulan
yang dibuat harus ditulis bahwa perbedaannya kedua hal yang dibandingkan adalah
nyata. Namun, bila alfa yang digunakan 1 persen, maka kita simpulkan bahwa perbedaan
keduanya sangat nyata

STANDAR ERROR
Standar error adalah standar deviasi dari rata-rata. Bila kita mempunyai beberapa kelompok
data, misalnya tiga kelompok, maka kita akan mempunyai tiga buah nila rata-rata. Bila kita
hitung nilai standar deviasi dari tiga buah nilai rata-rata tersebut, maka nilai standar deviasi
dari nilai rata-rata tersebut disebut nilai standar error. Simbol standar error untuk sampel
adalah atau kadang-kadang ditulis SE.
Rumus menghitung nilai standar error adalah sebagai berikut

Contoh:
Kita mempunyai data jumlah anakan padi varietas Pandan Wangi sbb:

Sampel

II

III

28

30

36

32

30

40

15

27

31

21

22

26

22

24

30

17

20

24

17

17

22

14

15

14

29

27

31

10

28

30

39

11

27

26

36

12

29

23

31

Rata-rata

23.25

24.25

30

Secara teori, standar error adalah standar deviasi dari nilai rata-rata. Dari contoh di atas, nilai
rata-rata ada 3 buah, yaitu 23,25 24,25 30. Oleh karenanya, bila kita hitung nilai standar
deviasi dari ke tiga nilai tersebut, maka nilai itu disebut juga nilai standar error dari
keseluruhan data di atas (lihat rumus menghitung standar deviasi di blog ini). Namun, untuk
keperluan praktis, maka perhitungan nilai standar error tidak dihitung dari nilai rata-ratanya,
tetapi langsung dihitung dari keseluruhan data dengan rumus seperti di atas.
Nilai standar error data di atas adalah

Untuk mencari nilai s2

RATA-RATA HITUNG
April 12, 2011

Rata-rata hitung kadang-kadang disebut juga rata-rata atau rerata. Selanjutnya, saya memilih
menggunakan kata rerata, agar hemat kata. Rerata adalah suatu nilai hasil dari membagi
jumlah nilai data dengan banyaknya data. Simbol rerata untuk populasi adalah (baca: mu),
sedangkan untuk sampel adalah (baca: ye garis). Karena, umumnya kita lebih banyak
terlibat dengan data sampel, maka rerata sampel akan lebih banyak digunakan. Rumus untuk
menghitung rerata adalah sebagai berikut.

Atau lebih sederhana lagi ditulis:

Contoh
Ada 5 buah tomat, yang beratnya (dalam gram) adalah 70 60 40 80 50, maka rerata berat
buah tomat tersebut adalah

STANDAR DEVIASI
Standar deviasi disebut juga simpangan baku. Seperti halnya varians, standar deviasi juga
merupakan suatu ukuran dispersi atau variasi. Standar deviasi merupakan ukuran dispersi
yang paling banyak dipakai. Hal ini mungkin karena standar deviasi mempunyai satuan
ukuran yang sama dengan satuan ukuran data asalnya. Misalnya, bila satuan data asalnya
adalah cm, maka satuan standar deviasinya juga cm. Sebaliknya, varians memiliki satuan
kuadrat dari data asalnya (misalnya cm2). Simbol standar deviasi untuk populasi adalah
(baca: sigma) dan untuk sampel adalah s.
Rumus untuk menghitung standar deviasi adalah sebagai berikut

Contoh:
Data umur berbunga (hari) tanaman padi varietas Pandan Wangi adalah sbb: 84 86 89 92
82 86 89 92 80 86 87 90
Berapakah standar deviasi dari data di atas?

Sampel

y2

84

7056

86

7396

89

7921

92

8464

82

6724

86

7396

89

7921

92

8464

80

6400

10

86

7396

11

87

7569

12

90

8100

Jumlah

1043

90807

Maka nilai standar deviasi data di atas adalah

VARIANS
Varians adalah salah satu ukuran dispersi atau ukuran variasi. Varians dapat menggambarkan
bagaimana berpencarnya suatu data kuantitatif. Varians diberi simbol 2 (baca: sigma
kuadrat) untuk populasi dan untuk s2 sampel. Selanjutnya kita akan menggunakan simbol s2
untuk varians karena umumnya kita hampir selalu berkutat dengan sampel dan jarang sekali
berkecimpung dengan populasi. Rumus untuk menghitung varians ada dua , yaitu rumus
teoritis dan rumus kerja. Namun demikian, untuk mempersingkat tulisan ini, maka kita
gunakan rumus kerja saja. Rumus kerja ini mempunyai kelebihan dibandingkan rumus
teoritis, yaitu hasilnya lebih akurat dan lebih mudah mengerjakannya.

Rumus kerja untuk varians adalah sebagai berikut

Contoh
Data jumlah anakan padi varietas Pandan Wangi pada metode SRI adalah sebagai berikut
28 32 15 21 30 30 27 22 36 40

Sampel

y2

28

784

32

1024

15

225

21

441

30

900

30

900

27

729

22

484

36

1296

10

40

1600

Jumlah

281

8383

Maka nilai varians data di atas adalah

KUARTIL
Jika sekumpulan data dibagi menjadi empat bagian yang sama banyak, sesudah disusun
menurut urutan nilainya, maka bilangan pembaginya disebut dengan kuartil. Simbol kuartil
adalah K. Dengan demikian, ada tiga buah kuartil, yaitu K1, K2, dan K3. Pemberian nama
dimulai dari nilai kuartil yang paling kecil. Untuk menentukan nilai kuartil, caranya adalah
sebagai berikut.
1. Susun data menurut urutan nilainya, dari terkecil ke terbesar
2. Tentukan letak kuartil
3. Tentukan nilai kuartil
Letak kuartil ke-i, diberi lambang Ki, ditentukan dengan rumus sbb.

Contoh
Sampel data
27 30 28 29 22 25 24 23 24 25 27 31 21 26
Setelah disusun,
21 22 23 24 24 25 25 26 27 27 28 29 30 31

yaitu antara data ke-3 dengan data ke-4 dan 0,75 unit jauhnya dari data ke-3
Dengan demikian,
nilai K1 = data ke-3 + 0,75(data ke-4 - data ke-3)
K1 = 23 + 0,75(24-23) = 23,75

yaitu antara data ke-7 dengan data ke-8 dan 0,5 unit jauhnya dari data ke-7
Dengan demikian,
nilai K2 = data ke-7 + 0,5(data ke-8 - data ke-7)
K2 = 25 + 0,5(26-25) = 25,5

yaitu antara data ke-11 dengan data ke-12 dan 0,25 unit jauhnya dari data ke-11
Dengan demikian,
nilai K3 = data ke-11 + 0,25(data ke-12 - data ke-11)
K3 = 28 + 0,25(29-28) = 28,25

MEDIAN
Median adalah nilai yang terletak di tengah dari suatu data yang telah disusun secara
berurutan. Jika banyaknya data adalah ganjil, maka median, setelah data disusun menurut
nilainya, merupakan data paling tengah.
Contoh 1.
Data panjang malai padi Varietas Pandan Wangi adalah sebagai berikut (dalam cm)
27 30 28 29 22 25 24 23 24

Setelah disusun, susunan data menjadi


22 23 24 24 25 27 28 29 30
Data paling tengah adalah 25,
dengan demikian,
median dari data di atas adalah 25
Jika banyaknya data adalah genap, maka median, setelah data disusun menurut nilainya,
merupakan rata-rata hitung dua data tengah.
Contoh 2.
Data jumlah butir per malai padi Varietas Pandan Wangi adalah sebagai berikut
181 144 162 139 145 184 138 100 170 141 151 107
Setelah disusun, susunan data menjadi
100 107 138 139 141 144 145 151 162 170 181 184
Data di tengah ada 2 buah, yaitu 144 dan 145,
dengan demikian,
median dari data jumlah butir padi per malai di atas adalah (144+145)/2 = 144,5

MODUS
Modus adalah fenomena yang paling banyak terjadi atau terdapat. Modus dapat digunakan
untuk data kuantitatif maupun data kualitatif. Namun demikian, dalam kehidupan sehari-hari,
modus lebih banyak dipakai pada data kualitatif. Sebagai contoh, kita sering mendengar
bahwa penyebab utama kematian di Indonesia adalah penyakit malaria. Ini menunjukkan
bahwa penyakit malaria adalah modus penyebab utama kematian di Indonesia.
Untuk data kuantitatif, modus ditentukan dengan cara melihat frekuensi dari data. Frekuensi
terbanyak dari suatu data merupakan modusnya.
Contoh,
Data diameter pohon karet adalah sebagai berikut.
50 52 50 48 56 50 45 52 53 48

Diameter pohon

Frekuensi

(cm)

(fi)

45

48

50

52

53

56

Dari data diameter pohon karet di atas, frekuensi terbanyak, yaitu fi = 3 adalah pohon karet
yang berdiameter 50 cm. Dengan demikian, modus dari data diameter pohon karet di a tas
adalah 50.

Menguji Independensi antara 2 faktor


Independensi (keterkaitan) antara 2 faktor dapat diuji dengan uji chi square. Masalah
independensi ini banyak mendapat perhatian hampir di semua bidang, baik eksakta maupun
sosial ekonomi. Kita ambil contoh di bidang ekonomi dan pendidikan. Kita bisa menduga
bahwa keadaan ekonomi seseorang tidak ada kaitannya dengan tingkat pendidikannya, atau
justru sebaliknya bahwa keadaan ekonomi seseorang terkait erat dengan tingkat
pendidikannya. Untuk menjawab dugaan-dugaan ini, kita bisa menggunakan uji chi square.
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
1. Buatlah hipotesis
H0: tidak ada kaitan antara keadaan ekonomi seseorang dengan pendidikannya
HA: ada kaitan antara keadaan ekonomi seseorang dengan pendidikannya
2. Lakukan penelitian dan kumpulkan data

Hasil penelitian adalah sebagai berikut (tentatif).

Kategori

Di bawah garis
kemiskinan

Di atas garis
kemiskinan

Total

Tidak tamat SD

12

SD

20

17

37

Kategori
SMP

Di bawah garis Di atas garis


15
16
kemiskinan
kemiskinan

SMA

Perguruan Tinggi 8
O

Tidak tamat SD

ETotal

48

4
4,43

Total

31

23

26

22

24

12
827,57

130

SD
O

20

17
37
23,34

13,66

SMP
O

15

3. Lakukan analisis

16
31
19,55

11,45

SMA
O

23
26
16,40

9,60

Nilai E (expected) adalah


nilai yang diharapkan,
dihitung sbb:

Perguruan Tinggi
O

E
Total

Nilai O (Observasi) adalah


nilai pengamatan di lapangan

22
24
15,14

8,86
48

82

130

1. Nilai E untuk kategori tidak tamat SD di bawah garis kemiskinan = (12 x 48)/130 = 4,43
2. Nilai E untuk kategori tidak tamat SD di atas garis kemiskinan = (12 x 82)/130 = 7,57
3. Nilai E untuk kategori SD di bawah garis kemiskinan = (37 x 48)/130 = 13,66
4. Nilai E untuk kategori SD di atas garis kemiskinan = (37 x 82)/130 = 23,34
5. Nilai E untuk kategori SMP di bawah garis kemiskinan = (31 x 48)/130 = 11,45
6. Nilai E untuk kategori SMP di atas garis kemiskinan = (31 x 82)/130 = 19,55
7. Nilai E untuk kategori SMA di bawah garis kemiskinan = (26 x 48)/130 = 9,60
8. Nilai E untuk kategori SMA di atas garis kemiskinan = (26 x 82)/130 = 16,40
9. Nilai E untuk kategori Perguruan Tinggi di bawah garis kemiskinan = (24 x 48)/130 = 8,86
10. Nilai E untuk kategori Perguruan Tinggi di atas garis kemiskinan = (24 x 82)/130 = 15,14

Hitung nilai Chi square (


=

++

2,875 + 1,683 + 2,941 + 1,721 + 1,103 + 0,646 + 4,538 + 2,656 + 5,313 + 3,110 = 26,586
=
=
pada blog ini)

Catatan: k = banyak kolom-1 b = banyak baris-1


4. Kriteria Pengambilan Kesimpulan
Terima H0, jika

<

Terima HA, jika

5. Kesimpulan

= 9,488 (lihat table chi-square

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai


= 26,586, yaitu lebih besar dari nilai
yang 9,488, sehingga kita harus menerima HA. Dengan demikian, kita simpulkan bahwa ada
kaitan yang signifikan antara keadaan ekonomi seseorang dengan tingkat pendidikannya
(lihat lagi hipotesis di atas, khususnya bunyi hipotesis HA).
Catatan: kata signifikan berasal dari = 0,05.

Uji Chi-Square
Uji Chi-square memiliki banyak kegunaan dalam pengujian. Setidaknya, uji ini dapat
digunakan untuk lima keperluan pengujian. Uji ini banyak digunakan baik dalam bidang
eksakta maupun dalam bidang sosial ekonomi. Berikut ini adalah beberapa penggunaan uji
chi-square.
1. Menguji varians untuk data berdistribusi normal
2. Menguji proporsi untuk data multinomial dan binomial
3. Menguji independensi antara 2 faktor
4. Menguji heterogenitas
5. Menguji kesesuaian antara data dengan suatu model distribusi

Dari lima kegunaan di atas, tiga di antaranya sangat populer di kalangan para peneliti, yaitu
menguji proporsi, menguji independensi, dan menguji heterogenitas. Oleh karena itu, di sini
akan diberikan contoh penggunaan tiga jenis uji yang populer tersebut saja.
1. Menguji proporsi
Contoh: Menurut teori genetika (Hukum Mendel I) persilangan antara kacang kapri
berbunga merah dengan yang berbunga putih akan menghasilkan tanaman dengan proporsi
sebagai berikut: 25% berbunga merah, 50% berbunga merah jambu, dan 25% berbunga
putih. Kemudian, dari suatu penelitian dengan kondisi yang sama, seorang peneliti
memperoleh hasil sebagai berikut, 30 batang berbunga merah, 78 batang berbunga merah
jambu, dan 40 batang berbunga putih. Pertanyaannya adalah apakah hasil penelitian si
peneliti tersebut sesuai dengan Hukum Mendel atau tidak?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita bisa menggunakan uji chi-square, sebagai berikut:
1. Buatlah hipotesis
H0: rasio penelitian adalah 1:2:1 atau 25%:50%:25%

HA: rasio penelitian adalah rasio lainnya


2. Lakukan analisis

Kategori

Merah

Merah Jambu

Putih

Jumlah

Pengamatan (O)

30

78

40

148

Diharapkan (E)

37

74

37

148

Proporsi diharapkan (E) dicari berdasarkan rasio 1:2:1, sebagai berikut:


Merah

= 1/4 x 148 = 37

Merah Jambu = 2/4 x 148 = 74


Putih

= 1/4 x 148 = 37
=
=

= 1,32 + 0,22 + 0,24 =1,78

= 5,99

Db = (kolom -1)(baris -1) = (3-1)(2-1) = 2


Kriteria Pengambilan Kesimpulan
Terima H0 jika
Tolak H0 jik

<

Kesimpulan
Dari hasil analisis data, diperoleh

<

, maka kita terima H0.

Artinya, rasio hasil penelitian si peneliti tersebut sesuai dengan rasio menurut Hukum Mendel
(lihat bunyi hipotesis pada H0).

Penggunaan Tabel Z
Contoh kasus adalah sebagai berikut

Rata-rata produktivitas padi di Aceh tahun 2009 adalah 6 ton per ha, dengan simpangan baku
(s) 0,9 ton. Jika luas sawah di Aceh 100.000 ha dan produktivitas padi berdistribusi normal
(data tentatif), tentukan
1. berapa luas sawah yang produktivitasnya lebih dari 8 ton ?
2. berapa luas sawah yang produktivitasnya kurang dari 5 ton ?
3. berapa luas sawah yang produktivitasnya antara 4 7 ton ?
Pertanyaan-pertanyaan di atas dapat dijawab dengan menggunakan sifat-sifat distribusi
normal sebagaimana yang telah disusun pada Tabel Z.
Pertanyaan no.1 dapat dijawab sbb:
1. Hitung nilai z dari nilai x = 8 ton dengan rumus

2. Hitung luas di bawah kurva normal pada z = 2,22. Caranya buka Tabel Z dan lihat sel
pada perpotongan baris 2,20 dan kolom 0,02. Hasilnya adalah angka 0,98679 dan bila
dijadikan persen menjadi 98,679%. Angka ini menunjukkan bahwa luas di bawah kurva
normal baku dari titik 2,22 ke kiri kurva adalah sebesar 98,679%. Karena luas seluruh di
bawah kurva normal adalah 100%, maka luas dari titik 2,22 ke kanan kurva adalah 100%
98,679% = 1,321% (arsir warna hitam pada gambar). Oleh karena itu, luas sawah yang
produktivitasnya lebih dari 8 ton adalah 1,321%, yaitu (1,321/100) x 100.000 ha = 1321 ha.

Pertanyaan no.2 dapat dijawab sbb:


1. Hitung nilai z dari nilai x = 5 ton, dengan rumus

2. Hitung luas di bawah kurva normal pada z = -1,11. Caranya buka Tabel Z dan lihat sel
pada perpotongan baris -1,10 dan kolom 0,01. Hasilnya adalah angka 0,13350 dan bila
dijadikan persen menjadi 13,35%. Angka ini menunjukkan bahwa luas di bawah kurva
normal baku dari titik -1,11 ke kiri kurva adalah sebesar 13,35% (diarsir warna hitam pada
gambar). Oleh karena itu, luas sawah yang produktivitasnya kurang dari 5 ton adalah
13,35%, yaitu (13,35/100) x 100.000 ha = 13350 ha.

Pertanyaan no.3 dapat dijawab sbb:


1. Hitung nilai z dari nilai x = 4 ton, dengan rumus

2. Hitung nilai z dari nilai x = 7 ton, dengan rumus

3. Hitung luas di bawah kurva normal pada z = 2,22. Caranya buka Tabel Z dan lihat sel
pada perpotongan baris 2,20 dan kolom 0,02. Hasilnya adalah angka 0,01321 dan bila
dijadikan persen menjadi 1,321%. Angka ini menunjukkan bahwa luas di bawah kurva
normal baku dari titik 2,22 ke kiri kurva adalah sebesar 1,321%.
4. Hitung luas di bawah kurva normal pada z = 1,11. Caranya buka Tabel Z dan lihat sel
pada perpotongan baris 1,10 dan kolom 0,01. Hasilnya adalah angka 0,86650 dan bila
dijadikan persen menjadi 86,65%. Angka ini menunjukkan bahwa luas di bawah kurva
normal baku dari titik 1,11 ke kiri kurva adalah sebesar 86,65%.
5. Luas sawah yang produktivitasnya antara 4 7 ton adalah 86,65%-1,321% = 85,329%
(diarsir warna hitam) atau (85,329/100) x 100.000 ha = 85329 ha.

Tabel Distribusi Frekuensi


Tabel distribusi frekuensi adalah salah satu bentuk penyajian data. Tabel distribusi frekuensi dibuat
agar data yang telah dikumpulkan dalam jumlah yang sangat banyak dapat disajikan dalam bentuk
yang jelas dan baik. Dengan kata lain, tabel distribusi frekuensi dibuat untuk menyederhanakan
bentuk dan jumlah data sehingga ketika disajikan kepada para pembaca dapat dengan mudah
dipahami atau dinilai.
sebagai contoh, berikut ini pada Tabel 1 disajikan data nilai mahasiswa dalam mata kuliah statistika
di suatu perguruan tinggi di Banda Aceh. Pada Tabel 1 di bawah, terdapat 60 data nilai mahasiswa.
Ini tentu bukan jumlah yang terlalu banyak, karena kadang-kadang data itu dapat berjumlah sampai
ribuan bahkan jutaan. Namun demikian, 60 buah data tersebut saja sudah dapat membuat kita repot
untuk melihatnya, apa lagi menilainya.
Misalnya saja, anda diberikan data sebagaimana yang tertera pada Tabel 1 dan diminta untuk
memberikan penilaian terhadap kinerja mahasiswa tersebut. Apakah mahasiswa di kelas tersebut
termasuk mahasiswa yang pintar, sedang, atau kurang pintar dalam mata kuliah statistika?. Tentu, kita
akan merasa agak kesulitan untuk memberikan penilaian, karena datanya banyak dan tidak tersusun.
Untuk membantu agar data ini bisa menjadi lebih sederhana, maka kita bisa menyajikannya dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi.
Tabel 1. Data nilai mata kuliah statistika mahasiswa STIK Pante Kulu Banda Aceh tahun 2011

52

56

62

48

93

88

42

53

61

61

71

64

53

51

58

63

71

57

58

63

88

62

67

56

56

47

63

78

67

53

33

80

45

55

37

42

50

42

56

58

67

22

28

56

31

71

50

25

50

41

35

79

69

46

47

26

47

51

67

42

Langkah-langkah dalam membuat tabel distribusi frekuensi adalah sebagai berikut:


1. Tentukan Rentang (R)
Rentang adalah selisih antara data terbesar dengan data terkecil. Untuk kasus ini, R = 93 22=71
2. Tentukan banyaknya Kelas Interval (KI)
Kelas Interval dapat ditentukan dengan aturan Sturges, yaitu
KI = 1 + 3,3 log n
Untuk kasus ini, n = 60, maka
KI = 1 + 3,3 x log 60 = 1 + 3,3 x 1,78 = 1 + 5,87 = 6,87 dibulatkan menjadi 7 kelas.
3. Tentukan Panjang Kelas Interval (PI)
Panjang Kelas Interval dapat ditentukan dengan cara membagi Rentang dengan Kelas Interval.
Untuk kasus ini, PI = R/KI = 71/7 = 10,14 dibulatkan menjadi 10.
4. Tentukan ujung bawah kelas pertama

Ujung bawah kelas pertama dapat ditentukan sbb:


a. ambil saja data yang paling kecil. Untuk kasus ini, 22
b. ambil data lebih kecil dari data terkecil, tetapi tidak melampaui panjang kelas. Untuk kasus ini
boleh 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, atau 21. Untuk kasus ini, kita pilih 21.
5. Tentukan selisih ujung atas suatu kelas dengan ujung bawah kelas berikutnya (S)
S adalah satuan terkecil dari data. Bila data ditulis tanpa desimal, maka S = 1, tetapi bila data
ditulis dalam bentuk desimal, misalnya 67,5 92,4 ,maka S = 0,1. Untuk kasus ini, S =1.
Berikut, Tabel Distribusi Frekuensi dari data pada Tabel 1. di atas.

Nilai Ujian

Frekuensi Absolut

Frekuensi relatif

21 30

(4/60 )x100 = 6,67

31 40

6,67

41 50

14

23,33

51 60

16

26,67

61 70

13

21,67

71 80

10,00

81 90

3,33

91 100

1,67

Jumlah

60

100

Catatan : Biasanya banyaknya kelas interval akan bertambah satu. Dari hitungan lngkah no. 2, KI =
7, tetapi kenyataannya KI = 8. Ini tidak mengapa.

Sajian data pada tabel distribusi frekuensi ini terlihat lebih ringkas dan lebih jelas. Dengan sangat
cepat kita bisa melihat bahwa sebagian besar mahasiswa ( 43 orang atau 71,67%) nilainya berada
pada rentang 41 70. Dengan demikian, mahasiswa kelas ini, kinerjanya berada pada kategori
sedang, tidak terlalu baik, tapi juga tidak terlalu buruk.

Distribusi Normal
Distribusi normal adalah distribusi dari variabel acak kontinu. Kadang-kadang distribusi
normal disebut juga dengan distribusi Gauss. Distribusi ini merupakan distribusi yang paling
penting dan paling banyak digunakan di bidang statistika.
Fungsi densitas distribusi normal diperoleh dengan persamaan sebagai berikut

dimana
= 3,1416
e = 2,7183
= rata-rata
= simpangan baku

Persamaan di atas bila dihitung dan diplot pada grafik akan terlihat seperti pada Gambar 1
berikut.

Gambar 1. kurva distribusi normal umum


Sifat-sifat penting distribusi normal adalah sebagai berikut:
1. Grafiknya selalu berada di atas sumbu x
2. Bentuknya simetris pada x =

3. Mempunyai satu buah modus, yaitu pada x =


4. Luas grafiknya sama dengan satu unit persegi, dengan rincian
a. Kira-kira 68% luasnya berada di antara daerah dan +
b. Kira-kira 95% luasnya berada di antara daerah 2 dan + 2
c. Kira-kira 99% luasnya berada di antara daerah 3 dan + 3
Membuat kurva normal umum bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Lihat saja rumus
untuk mencari fungsi densitasnya (nilai pada sumbu Y) begitu rumit. Oleh karena itu, orang
tidak banyak menggunakannya.
Orang lebih banyak menggunakan DISTIBUSI NORMAL BAKU. Kurva distribusi normal
baku diperoleh dari distribusi normal umum dengan cara transformasi nilai x menjadi nilai z,
dengan formula sbb:

Kurva distribusi normal baku disajikan pada Gambar 2 berikut ini.

Gambar 2. Kurva distribusi normal baku


Kurva distribusi normal baku lebih sederhana dibanding kurva normal umum. Pada kurva
distribusi normal baku, nilai = 0 dan nilai =1, sehingga terlihat lebih menyenangkan.
Namun, sifat-sifatnya persis sama dengan sifat-sifat distribusi normal umum.
Untuk keperluan praktis, para ahli statistika telah menyusun Tabel distribusi normal baku dan
tabel tersebut dapat ditemukan hampir di semua buku teks Statistika. Tabel distribusi normal
bakui disebut juga dengan Tabel Z dan dapat digunakan untuk mencari peluang di bawah
kurva normal secara umum, asal saja nilai dan diketahui. Sebagai catatan nilai dan
dapat diganti masing-masing dengan nilai dan S.

UJI Z
Pendahuluan

Uji Z adalah salah satu uji statistika yang pengujian hipotesisnya didekati dengan distribusi
normal. Menurut teori limit terpusat, data dengan ukuran sampel yang besar akan
berdistribusi normal. Oleh karena itu, uji Z dapat digunakan utuk menguji data yang
sampelnya berukuran besar. Jumlah sampel 30 atau lebih dianggap sampel berukuran besar.
Selain itu, uji Z ini dipakai untuk menganalisis data yang varians populasinya diketahui.
Namun, bila varians populasi tidak diketahui, maka varians dari sampel dapat digunakan
sebagai penggantinya.
Kriteria Penggunaan uji Z
1. Data berdistribusi normal
2. Variance (2) diketahui
3. Ukuran sampel (n) besar, 30
4. Digunakan hanya untuk membandingkan 2 buah observasi.
Contoh Penggunaan Uji Z
1. Uji-Z dua pihak

Contoh kasus
Sebuah pabrik pembuat bola lampu pijar merek A menyatakan bahwa produknya tahan
dipakai selama 800 jam, dengan standar deviasi 60 jam. Untuk mengujinya, diambil sampel
sebanyak 50 bola lampu, ternyata diperoleh bahwa rata-rata ketahanan bola lampu pijar
tersebut adalah 792 jam. Pertanyaannya, apakah kualitas bola lampu tersebut sebaik yang
dinyatakan pabriknya atau sebaliknya?
Hipotesis
H0 : = (rata ketahanan bola lampu pijar tersebut sama dengan yang dinyatakan oleh
pabriknya)
HA : (rata ketahanan bola lampu pijar tersebut tidak sama dengan yang dinyatakan oleh
pabriknya)
Analisis
Zhit = (y )/(/n) = (792-800)/(60/50) = 0,94
Ztabel = Z/2 = Z0,025 = 1,960
Nilai Ztabel dapat diperoleh dari Tabel 1. Dengan menggunakan Tabel 1, maka nilai Z0,025
adalah nilai pada perpotongan baris 0,02 dengan kolom 0,005, yaitu 1,96. Untuk
diketahui bahwa nilai Z adalah tetap dan tidak berubah-ubah, berapun jumlah sampel. Nilai
Z0,025 adalah 1,96 dan nilai Z0,05 adalah 1,645.

Tabel 1. Nilai Z dari luas di bawah kurva normal baku

0.00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
0.10

0
2.326
2.054
1.881
1.751
1.645
1.555
1.476
1.405
1.341
1.282

0.001
3.090
2.290
2.034
1.866
1.739
1.635
1.546
1.468
1.398
1.335
1.276

0.002
2.878
2.257
2.014
1.852
1.728
1.626
1.538
1.461
1.392
1.329
1.270

0.003
2.748
2.226
1.995
1.838
1.717
1.616
1.530
1.454
1.385
1.323
1.265

0.004
2.652
2.197
1.977
1.825
1.706
1.607
1.522
1.447
1.379
1.317
1.259

0.005
2.576
2.170
1.960
1.812
1.695
1.598
1.514
1.440
1.372
1.311
1.254

0.006
2.512
2.144
1.943
1.799
1.685
1.589
1.506
1.433
1.366
1.305
1.248

0.007
2.457
2.120
1.927
1.787
1.675
1.580
1.499
1.426
1.359
1.299
1.243

0.008
2.409
2.097
1.911
1.774
1.665
1.572
1.491
1.419
1.353
1.293
1.237

0.009
2.366
2.075
1.896
1.762
1.655
1.563
1.483
1.412
1.347
1.287
1.232

Kriteria Pengambilan Kesimpulan


Jika |Zhit| < |Ztabel|, maka terima H0
Jika |Zhit| |Ztabel|, maka tolak H0 alias terima HA

Kesimpulan
Karena harga |Zhit| = 0,94 < harga |Ztabel | = 1,96, maka terima H0
Jadi, tidak ada perbedaan yang nyata antara kualitas bola lampu yang diteliti dengan kualitas
bola lampu yang dinyatakan oleh pabriknya.
2. Uji Z satu pihak
Contoh kasus
Pupuk Urea mempunyai 2 bentuk, yaitu bentuk butiran dan bentuk tablet. Bentuk butiran
lebih dulu ada sedangkan bentuk tablet adalah bentuk baru. Diketahui bahwa hasil gabah
padi yang dipupuk dengan urea butiran rata-rata 4,0 t/ha. Seorang peneliti yakin bahwa urea
tablet lebih baik daripada urea butiran. Kemudian ia melakukan penelitian dengan ulangan
n=30 dan hasilnya adalah sebagai berikut:
Hasil gabah padi dalam t/ha
4,0
4,9

5,0
5,2

6,0
5,7

4,2
3,9

3,8
4,0

6,5
5,8

4,3
6,2

4,8
6,4

4,6
5,4

4,1
4,6

5,1

4,8

4,6

4,2

4,7

5,4

5,2

5,8

3,9

4,7

Hipotesis
H0 : = (rata-rata hasil gabah padi yang dipupuk dengan pupuk urea tablet sama dengan padi
yang dipupuk dengan urea butiran)
HA : > (rata-rata hasil gabah padi yang dipupuk dengan pupuk urea tablet lebih tinggi dari
padi yang dipupuk dengan urea butiran)
Analisis
= 4,0 t/h
= 4,9 t/h
S = 0,78 digunakan sebagai estimasi
Zhit = (yt yb)/(/n) = (4,0 4,9)/(0,78/30 = 6,4286
Ztabel = Z= Z0,05 = 1,645
Kriteria Pengambilan Kesimpulan
Jika |Zhit| < |Ztabel|, maka terima H0
Jika |Zhit| |Ztabel|, maka tolak H0 alias terima HA
Kesimpulan
Karena harga |Zhit| = 6,4286 > harga |Ztabel | = 1,645, maka tolak H0 alias terima HA. Jadi, ratarata hasil gabah padi yang dipupuk dengan pupuk urea tablet nyata lebih tinggi dari padi
yang dipupuk dengan urea butiran

Uji t Tidak Berpasangan


Uji t dikembangkan oleh William Sealy Gosset. Dalam artikel publikasinya, ia menggunakan
nama samaran Student, sehingga kemudian metode pengujiannya dikenal dengan uji t-

student. William Sealy Gosset menganggap bahwa untuk sampel kecil, nilai Z dari distribusi
normal tidak begitu cocok. Oleh karenanya, ia kemudian mengembangkan distribusi lain
yang mirip dengan distribusi normal, yang dikenal dengan distribusi t-student. Distribusi
student ini berlaku baik untuk sampel kecil maupun sampel besar. Pada n 30, distribusi t ini
mendekati distribusi normal dan pada n yang sangat besar, misalnya n=10000, nilai distribusi
t sama persis dengan nilai distribusi normal (lihat tabel t pada df 10000 dan bandingkan
dengan nilai Z).
Pemakaian uji t ini bervariasi. Uji ini bisa digunakan untuk objek studi yang berpasangan dan
juga bisa untuk objek studi yang tidak berpasangan. Berikut contoh penggunaan uji t.
Uji t tidak berpasangan
Contoh kasus
Kita ingin menguji dua jenis pupuk nitrogen terhadap hasil padi
1. Hipotesis
Ho : 1 =

HA : 1

2. Hasil penelitian tertera pada Tabel 1.


Tabel 1. Data hasil penelitian dua jenis pupuk nitrogen terhadap hasil padi (t/h)
Pupuk A
Pupuk B
Plot
Y1
Y2
7

1
2

6
6
5

3
4

6
8
5

5
6

4
6

7
8

6
7
6

9
10

7
7
6

11
12

6
5
7

3. Data analisis adalah sebagai berikut


Hitunglah
= 5.58

S1 = 0.996
2

= 6.92

S2 = 0.793
thit =(

)/(S12/n1) +(S22/n2)

=( 5.58 6.92)/(0.9962/12)+(0.7932/12)
= -1.34/0.367522 = -3.67
Setelah itu, kita lihat nilai t table, sebagai nilai pembanding. Cara melihatnya adalah sebagai
berikut. Pertama kita lihat kolom = 0.025 pada Tabel 2. Nilai ini berasal dari 0.05 dibagi
2, karena hipotesis HA kita adalah hipotesis 2 arah (lihat hipotesis). Kemudian, kita lihat baris
ke 22. Nilai 22 ini adalah nilai df, yaitu n1+n2-2. Nilai n adalah jumlah ulangan, yaitu masing
12 ulangan. Akhirnya, kita peroleh nilai t table = 2.074.
t table = t /2 (df) = t0.05/2 (n1+n2-2)=t0.025(12+12-2) = t0.025(22) = 2.074
Tabel 2. Nilai t

df

0.05

0.025

0.01

0.005

6.314

12.706

31.821

63.657

2.920

4.303

6.965

9.925

2.353

3.182

4.541

5.841

2.132

2.776

3.747

4.604

2.015

2.571

3.365

4.032

1.943

2.447

3.143

3.707

1.895

2.365

2.998

3.499

1.860

2.306

2.896

3.355

1.833

2.262

2.821

3.250

1.812

2.228

2.764

3.169

1.796

2.201

2.718

3.106

1.782

2.179

2.681

3.055

1.771

2.160

2.650

3.012

2
3

7
8

9
10

11
12

13

14

1.761

2.145

2.624

2.977

1.753

2.131

2.602

2.947

1.746

2.120

2.583

2.921

1.740

2.110

2.567

2.898

1.734

2.101

2.552

2.878

1.729

2.093

2.539

2.861

1.725

2.086

2.528

2.845

1.721

2.080

2.518

2.831

1.717

2.074

2.508

2.819

1.714

2.069

2.500

2.807

1.711

2.064

2.492

2.797

1.708

2.060

2.485

2.787

1.706

2.056

2.479

2.779

1.703

2.052

2.473

2.771

1.701

2.048

2.467

2.763

15
16

17
18

19
20

21
22

23
24

25
26

27
28

1.699

2.045

2.462

2.756

1.697

2.042

2.457

2.750

1.684

2.021

2.423

2.704

1.676

2.009

2.403

2.678

1.660

1.984

2.364

2.626

1.645

1.960

2.327

2.576

29
30

40
50

100
10000

4. Kriteria Pengambilan Kesimpulan


Terima H0, jika thit| < t table, sebaliknya
Tolak H0, alias terima HA, jika thit| > t table
5. Kesimpulan
Karena nila thit|= 3.67 (tanda minus diabaikan) dan nilai t table=2.074, maka kita tolak H0, alias
kita terima HA. Dengan demikian, 1 2, yaitu hasil padi yang dipupuk dengan pupuk A
tidak sama dengan hasil padi yang dipupuk dengan pupuk B. Lebih lanjut, kita lihat bahwa
rata-rata hasil padi yang dipupuk dengan pupuk B lebih tinggi daripada yang dipupuk dengan
pupuk A. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa pupuk B nyata lebih baik
daripada pupuk A untuk meningkatkan hasil padi.

Uji t berpasangan
Uji t dikembangkan oleh William Sealy Gosset. Dalam artikel publikasinya, ia menggunakan
nama samaran Student, sehingga kemudian metode pengujiannya dikenal dengan uji tstudent. William Sealy Gosset menganggap bahwa untuk sampel kecil, nilai Z dari distribusi
normal tidak begitu cocok. Oleh karenanya, ia kemudian mengembangkan distribusi lain
yang mirip dengan distribusi normal, yang dikenal dengan distribusi t-student. Distribusi
student ini berlaku baik untuk sampel kecil maupun sampel besar. Pada n 30, distribusi t ini
mendekati distribusi normal dan pada n yang sangat besar, misalnya n=10000, nilai distribusi
t sama persis dengan nilai distribusi normal (lihat tabel t pada df 10000 dan bandingkan
dengan nilai Z).
Pemakaian uji t ini bervariasi. Uji ini bisa digunakan untuk objek studi yang berpasangan dan
juga bisa untuk objek studi yang tidak berpasangan. Berikut contoh penggunaan uji t.

Uji t berpasangan
Contoh kasus. Kita ingin menguji metode pembelajaran baru terhadap tingkat penguasaan
materi ajar pada mahasiswa.
1. Hipotesis
Ho : 1 = 2
HA :

2. Data hasil penelitian dari penggunaan metode pembelajaran baru adalah sebagaimana
tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Data hasil penelitian dari penggunaan metode pembelajaran baru
Nilai Pre-test

Nilai post-test

70

75

`Mahasiswa

1
60
2

65
50

70
65

80
55

60

40

60

45

70

65

70

8
60
9

65

10

70
75

11

60
65

12

50
75

13

30
65

14

45
70

15

40
70

3. Data analisis adalah sebagai berikut


Tabel 2. Tabel analisis data

Mahasisw
a

Nilai Pretest

Nilai posttest

Perbedaan

y1

y2

70

75

D2

n
1

25
5
60

65

2
5
3

50

25

70
400
20

65

80

4
15

225

55

60
25
5

40

60

6
20
7

45

400

70
625
25

65

70

8
5
9

60

25

65
25
5

70

75

10
5
11

60

25

65
25
5

50

75

12
25
13

30

625

65
1225
35

45

70

14
25
15

40

625

70
900
30

Jumlah

5200
805

1035

53.67

69

230

Hitunglah
S2D = [D2 ((D)2/n)]/[n-1]
= [5200 ((230)2/15)]/[15-1] = (5200 1673.333)/14 = 119.5238

S = S2D/n = 119.5238/15 = 7.968254 =2.82281


thit =(

)/S = (53.67 69)/2.82281 = -15.33/2.82281= -5.43076

Setelah itu, kita lihat nilai t table, sebagai nilai pembanding. Cara melihatnya adalah sebagai
berikut. Pertama kita lihat kolom = 0.025 pada Tabel 3. Nilai ini berasal dari 0.05 dibagi
2, karena hipotesis HA kita adalah hipotesis 2 arah (lihat hipotesis). Kemudian, kita lihat baris
ke 14. Nilai 14 ini adalah nilai df, yaitu n-1. Nilai n adalah jumlah mahasiswa, yaitu 15 orang.
Akhirnya, kita peroleh nilai t table = 2.145.
t table = t /2 (df) = t0.05/2 (n-1)=t0.025(15-1) = t0.025(14) = 2.145
Tabel 3. Nilai t
df

0.05

0.025

0.01

0.005

6.314

12.706

31.821

63.657

2.920

4.303

6.965

9.925

2.353

3.182

4.541

5.841

2.132

2.776

3.747

4.604

2.015

2.571

3.365

4.032

1.943

2.447

3.143

3.707

1.895

2.365

2.998

3.499

1.860

2.306

2.896

3.355

1.833

2.262

2.821

3.250

1.812

2.228

2.764

3.169

5
6

7
8

9
10

1.796

2.201

2.718

3.106

1.782

2.179

2.681

3.055

1.771

2.160

2.650

3.012

1.761

2.145

2.624

2.977

1.753

2.131

2.602

2.947

1.746

2.120

2.583

2.921

1.740

2.110

2.567

2.898

1.734

2.101

2.552

2.878

1.729

2.093

2.539

2.861

1.725

2.086

2.528

2.845

1.721

2.080

2.518

2.831

1.717

2.074

2.508

2.819

1.714

2.069

2.500

2.807

1.711

2.064

2.492

2.797

1.708

2.060

2.485

2.787

11
12

13
14

15
16

17
18

19
20

21
22

23
24

25

26

1.706

2.056

2.479

2.779

1.703

2.052

2.473

2.771

1.701

2.048

2.467

2.763

1.699

2.045

2.462

2.756

1.697

2.042

2.457

2.750

1.684

2.021

2.423

2.704

1.676

2.009

2.403

2.678

1.660

1.984

2.364

2.626

1.645

1.960

2.327

2.576

27
28

29
30

40
50

100

10000
4. Kriteria Pengambilan Kesimpulan
Terima H0, jika thit| < t table, sebaliknya
Tolak H0, alias terima HA, jika thit| > t table
5. Kesimpulan
Karena nila |thit|= 5.431 (tanda minus diabaikan) dan nilai t table=2.145, maka kita tolak H0,
alias kita terima HA. Dengan demikian,
1 2, yaitu nilai pre-test tidak sama dengan nilai post-test. Lebih lanjut, kita lihat bahwa
rata-rata nilai post-test lebih tinggi daripada nilai pre-test. Secara lengkap, kita dapat
menyimpulkan bahwa metode pembelajaran baru secara nyata dapat meningkatkan
pemahaman mahasiswa terhadap materi ajar yang diberikan.

You might also like