Professional Documents
Culture Documents
Hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal. Dengan demikian, hipotesis
bisa benar ataupun tidak benar. Untuk menentukan apakah hipotesis itu benar ataupun tidak
benar, dapat ditempuh dengan melakukan pengujian hipotesis. Secara ilmiah, pengujian hipotesis
tentu harus dilakukan melalui penelitian.
Pelaksanaan penelitian dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain sensus, survei,
percobaan laboratorium, ataupun percobaan di lapangan. Pemilihan cara-cara ini sangat
tergantung pada banyak hal antara lain biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia. Cara sensus
tergolong yang paling mahal, memerlukan banyak tenaga dan waktu, karena sensus memerlukan
seluruh data populasi yang ada. Oleh karena itu, cara ini jarang sekali dipakai. Di Indonesia,
sensus hanya dipakai pada sensus penduduk
Pada umumnya, orang melakukan penelitian dengan menggunakan cara yang lebih
murah dan lebih mudah, yaitu dengan mengambil data sampel. Dengan menggunakan sampel,
peneliti cukup mengambil beberapa data saja dari keseluruhan data populasi, misalnya 30 murid
dari 500 orang murid SD. Namun demikian, pemilihan cara sampel ini akan menimbulkan
konsekuensi bahwa kesimpulan yang dibuat nanti tidak bisa membuktikan secara tegas apakah
hipotesis yang dibuat benar atau tidak benar. Hal ini disebabkan kesimpulan mengenai populasi
dibuat hanya dari beberapa data sampel saja. Jadi, ada kemungkinan kesimpulan tersebut bisa
saja salah.
Oleh karena itu, penelitian yang menggunakan data sampel tidak menggunakan istilah
hipotesis tersebut benar atau hipotesis tersebut salah. Sebagai gantinya, dalam statistika, kita
memakai istilah hipotesis diterima atau hipotesis ditolak.
Langkah atau prosedur untuk menentukan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak
dilakukan dengan pengujian hipotesis. Dari basil pengujian hipotesis ini, kita dapat menarik
kesimpulan mengenai hipotesis yang kita buat.
Dalam statistika, hipotesis itu ada dua macam, yaitu hipotesis nol, disingkat H 0 dan
hipotesis alternatif, disingkat H A, Kedua hipotesis ini saling terkait satu dengan yang lainnya.
Hipotesis nol adalah hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan di antara dua
peristiwa atau kejadian. Dengan kata lain perbedaan antara dua peristiwa adalah nol. Sedangkan
hipotesis alternatif adalah hipotesis yang menyatakan bahwa dua peristiwa atau kejadian adalah
berbeda. Jadi hipotesis alternatif ini tidak lain adalah lawan dari hipotesis nol.
Oleh karena kedua hipotesis ini terkait satu sama lain, maka kita tidak mungkin menerima
keduanya sekaligus. Yang mungkin terjadi adalah bila kita menolak Ho kita harus menerima HA
atau sebaliknya.
Pengujian hipotesis sering ditulis sebagai berikut:
1. Untuk uji dua pihak, maka hipotesis ditulis:
H0 : = 0
HA : # 0
2. Untuk uji satu pihak
H0 : = 0
HA : > 0 atau < 0
dapat berupa rata-rata, simpangan baku, varian dan lain-lain. Misalnya, rata-rata
produktivitas padi varietas Ciherang ( y)c dibandingkan dengan rata-rata produktivitas padi
varietas IR-64 (y) i. Maka hipotesisnya bisa ditulis sebagai berikut:
Untuk uji dua pihak, ditulis:
H0 : ( y)i = (y )c
HA : ( y)i # (y )c
Untuk uji satu pihak
H0 : (y)i = (y )c
HA : (y )i > (y )c atau: (y )i < (y )c
Mengenai jenis hipotesis, apakah memakai uji dua pihak atau uji satu pihak, maka ini sangat
tergantung pada seberapa kuat landasan teori atau seberapa besar pengetahuan si peneliti terhadap
obyek yang diteliti. Bila si peneliti tidak memiliki pengetahuan yang cukup kuat, maka uji dua
pihak adalah pilihannya. Sebaliknya, bila si peneliti memiliki pengetahuan atau landasan teori
yang cukup mendalam mengenai obyek yang diteliti, maka uji satu pihak akan lebih baik.
Seperti anda bisa lihat bahwa, perbedaan dari kedua jenis hipotesis ini hanya terletak pada
hipotesis alternatifnya. Pada uji dua pihak, pernyataan hipotesis alternatif tidak tegas. Bila tulis
dengan kalimat, maka pernyataannya tersebut menjadi rata-rata produktivitas padi varietas
Ciherang tidak sama dengan rata-rata produktivitas padi varietas IR-64. Kata-kata tidak sama
mengandung dua arti (dua pihak), yaitu produksi padi Ciherang bisa lebih tinggi tetapi juga bisa
lebih rendah. Ini menunjukkan ketidakyakinan apakah varietas Ciherang elbih tinggi
produksinya atau lebih rendah dibandingkan dengan varietas IR-64.
Sebaliknya, uji satu pihak, pernyataan hipotesis alternatifnya lebih tegas. Peneliti biasanya akan
dengan tegas membuat hipotesis yang menyatakan misalnya rata-rata produktivitas varietas padi
Ciherang lebih tinggi daripada rata-rata produktivitas varietas padi IR-64. Ini bisa dibuatnya
karena si peneliti tersebut mendasarkannya pada informasi ataupun pengetahuan yang ia punyai
tentang kedua varietas tersebut.
Penentuan pemilihan jenis hipotesis ini akan menentukan tingkat sensitivitas dari
penelitian. Uji satu pihak lebih sensitif dibanding uji dua pihak. Ini disebabkan alfa yang
digunakan dalam pengujian pada uji satu pihak hanya setengah alfa dari uji dua pihak. Misalnya,
bila alfa yang dipakai pada uji satu pihak adalah 2,5 persen, maka nilainya setara dengan alfa 5
persen untuk uji dua pihak.
Hipotesis yang telah dibuat dapat diuji dengan menggunakan berbagai macam bentuk uji statistik
seperti uji Z, uji t, uji 2, uji F atau lainnya. Pemilihan jenis uji ini sangat tergantung pada metode
penelitian yang dipilih dalam pengumpulan data. Dari hasil pengujian hipotesis ini kemudian
kita dapat menarik kesimpulan tentang hipotesis tersebut
Kenyataan
Kesimpulan
Terima H0
Tolak H0
Jika H0 benar
Jika H0 salah
Benar
Salah ()
Salah ()
Benar
Pertanyaan yang sering ditanyakan adalah apakah kita bisa menihilkan kekeliruan ini.
Jawabannya adalah tidak bisa. Ini disebabkan kesimpulan yang kita buat akan dibatasi
oleh alfa dan beta. Bila kita perkecil alfa, maka otomatis kita memperbesar beta.
Demikian pula sebaliknya, bila kita memperkecil beta, maka kita akan memperbesar
alfa.
Untuk keperluan praktis, para ahli membatasi alfa pada titik 5 persen, sementara beta
tidak diberi batasan tertentu. Alfa dipandang lebih perlu mendapat penekanan daripada
beta. Hal ini karena manusia berkecenderungan melakukan alfa daripada beta.
Jika kita gunakan alfa 5 peren, maka itu berarti bahwa peluang kita membuat
kekeliruan tipe I ialah 5 %. Ini mempunyai arti bahwa kekeliruan yang mungkin kita buat
untuk menolak hipotesis yang seharusnya kita terima adalah 1 dalam 20 percobaan.
Alfa () dipakai juga untuk sebutan tingkat signifikansi suatu pengujian. Alfa 5 persen
disebut signifikan (nyata) dan alfa 1 persen disebut sangat signifikan (sangat nyata).
Oleh karena itu, hasil kesimpulan dari suatu pengujian dengan statistik harus menyebut
alfa yang dipakai. Bila alfa yang dipakai adalah pada taraf 5 persen, maka kesimpulan
yang dibuat harus ditulis bahwa perbedaannya kedua hal yang dibandingkan adalah
nyata. Namun, bila alfa yang digunakan 1 persen, maka kita simpulkan bahwa perbedaan
keduanya sangat nyata
STANDAR ERROR
Standar error adalah standar deviasi dari rata-rata. Bila kita mempunyai beberapa kelompok
data, misalnya tiga kelompok, maka kita akan mempunyai tiga buah nila rata-rata. Bila kita
hitung nilai standar deviasi dari tiga buah nilai rata-rata tersebut, maka nilai standar deviasi
dari nilai rata-rata tersebut disebut nilai standar error. Simbol standar error untuk sampel
adalah atau kadang-kadang ditulis SE.
Rumus menghitung nilai standar error adalah sebagai berikut
Contoh:
Kita mempunyai data jumlah anakan padi varietas Pandan Wangi sbb:
Sampel
II
III
28
30
36
32
30
40
15
27
31
21
22
26
22
24
30
17
20
24
17
17
22
14
15
14
29
27
31
10
28
30
39
11
27
26
36
12
29
23
31
Rata-rata
23.25
24.25
30
Secara teori, standar error adalah standar deviasi dari nilai rata-rata. Dari contoh di atas, nilai
rata-rata ada 3 buah, yaitu 23,25 24,25 30. Oleh karenanya, bila kita hitung nilai standar
deviasi dari ke tiga nilai tersebut, maka nilai itu disebut juga nilai standar error dari
keseluruhan data di atas (lihat rumus menghitung standar deviasi di blog ini). Namun, untuk
keperluan praktis, maka perhitungan nilai standar error tidak dihitung dari nilai rata-ratanya,
tetapi langsung dihitung dari keseluruhan data dengan rumus seperti di atas.
Nilai standar error data di atas adalah
RATA-RATA HITUNG
April 12, 2011
Rata-rata hitung kadang-kadang disebut juga rata-rata atau rerata. Selanjutnya, saya memilih
menggunakan kata rerata, agar hemat kata. Rerata adalah suatu nilai hasil dari membagi
jumlah nilai data dengan banyaknya data. Simbol rerata untuk populasi adalah (baca: mu),
sedangkan untuk sampel adalah (baca: ye garis). Karena, umumnya kita lebih banyak
terlibat dengan data sampel, maka rerata sampel akan lebih banyak digunakan. Rumus untuk
menghitung rerata adalah sebagai berikut.
Contoh
Ada 5 buah tomat, yang beratnya (dalam gram) adalah 70 60 40 80 50, maka rerata berat
buah tomat tersebut adalah
STANDAR DEVIASI
Standar deviasi disebut juga simpangan baku. Seperti halnya varians, standar deviasi juga
merupakan suatu ukuran dispersi atau variasi. Standar deviasi merupakan ukuran dispersi
yang paling banyak dipakai. Hal ini mungkin karena standar deviasi mempunyai satuan
ukuran yang sama dengan satuan ukuran data asalnya. Misalnya, bila satuan data asalnya
adalah cm, maka satuan standar deviasinya juga cm. Sebaliknya, varians memiliki satuan
kuadrat dari data asalnya (misalnya cm2). Simbol standar deviasi untuk populasi adalah
(baca: sigma) dan untuk sampel adalah s.
Rumus untuk menghitung standar deviasi adalah sebagai berikut
Contoh:
Data umur berbunga (hari) tanaman padi varietas Pandan Wangi adalah sbb: 84 86 89 92
82 86 89 92 80 86 87 90
Berapakah standar deviasi dari data di atas?
Sampel
y2
84
7056
86
7396
89
7921
92
8464
82
6724
86
7396
89
7921
92
8464
80
6400
10
86
7396
11
87
7569
12
90
8100
Jumlah
1043
90807
VARIANS
Varians adalah salah satu ukuran dispersi atau ukuran variasi. Varians dapat menggambarkan
bagaimana berpencarnya suatu data kuantitatif. Varians diberi simbol 2 (baca: sigma
kuadrat) untuk populasi dan untuk s2 sampel. Selanjutnya kita akan menggunakan simbol s2
untuk varians karena umumnya kita hampir selalu berkutat dengan sampel dan jarang sekali
berkecimpung dengan populasi. Rumus untuk menghitung varians ada dua , yaitu rumus
teoritis dan rumus kerja. Namun demikian, untuk mempersingkat tulisan ini, maka kita
gunakan rumus kerja saja. Rumus kerja ini mempunyai kelebihan dibandingkan rumus
teoritis, yaitu hasilnya lebih akurat dan lebih mudah mengerjakannya.
Contoh
Data jumlah anakan padi varietas Pandan Wangi pada metode SRI adalah sebagai berikut
28 32 15 21 30 30 27 22 36 40
Sampel
y2
28
784
32
1024
15
225
21
441
30
900
30
900
27
729
22
484
36
1296
10
40
1600
Jumlah
281
8383
KUARTIL
Jika sekumpulan data dibagi menjadi empat bagian yang sama banyak, sesudah disusun
menurut urutan nilainya, maka bilangan pembaginya disebut dengan kuartil. Simbol kuartil
adalah K. Dengan demikian, ada tiga buah kuartil, yaitu K1, K2, dan K3. Pemberian nama
dimulai dari nilai kuartil yang paling kecil. Untuk menentukan nilai kuartil, caranya adalah
sebagai berikut.
1. Susun data menurut urutan nilainya, dari terkecil ke terbesar
2. Tentukan letak kuartil
3. Tentukan nilai kuartil
Letak kuartil ke-i, diberi lambang Ki, ditentukan dengan rumus sbb.
Contoh
Sampel data
27 30 28 29 22 25 24 23 24 25 27 31 21 26
Setelah disusun,
21 22 23 24 24 25 25 26 27 27 28 29 30 31
yaitu antara data ke-3 dengan data ke-4 dan 0,75 unit jauhnya dari data ke-3
Dengan demikian,
nilai K1 = data ke-3 + 0,75(data ke-4 - data ke-3)
K1 = 23 + 0,75(24-23) = 23,75
yaitu antara data ke-7 dengan data ke-8 dan 0,5 unit jauhnya dari data ke-7
Dengan demikian,
nilai K2 = data ke-7 + 0,5(data ke-8 - data ke-7)
K2 = 25 + 0,5(26-25) = 25,5
yaitu antara data ke-11 dengan data ke-12 dan 0,25 unit jauhnya dari data ke-11
Dengan demikian,
nilai K3 = data ke-11 + 0,25(data ke-12 - data ke-11)
K3 = 28 + 0,25(29-28) = 28,25
MEDIAN
Median adalah nilai yang terletak di tengah dari suatu data yang telah disusun secara
berurutan. Jika banyaknya data adalah ganjil, maka median, setelah data disusun menurut
nilainya, merupakan data paling tengah.
Contoh 1.
Data panjang malai padi Varietas Pandan Wangi adalah sebagai berikut (dalam cm)
27 30 28 29 22 25 24 23 24
MODUS
Modus adalah fenomena yang paling banyak terjadi atau terdapat. Modus dapat digunakan
untuk data kuantitatif maupun data kualitatif. Namun demikian, dalam kehidupan sehari-hari,
modus lebih banyak dipakai pada data kualitatif. Sebagai contoh, kita sering mendengar
bahwa penyebab utama kematian di Indonesia adalah penyakit malaria. Ini menunjukkan
bahwa penyakit malaria adalah modus penyebab utama kematian di Indonesia.
Untuk data kuantitatif, modus ditentukan dengan cara melihat frekuensi dari data. Frekuensi
terbanyak dari suatu data merupakan modusnya.
Contoh,
Data diameter pohon karet adalah sebagai berikut.
50 52 50 48 56 50 45 52 53 48
Diameter pohon
Frekuensi
(cm)
(fi)
45
48
50
52
53
56
Dari data diameter pohon karet di atas, frekuensi terbanyak, yaitu fi = 3 adalah pohon karet
yang berdiameter 50 cm. Dengan demikian, modus dari data diameter pohon karet di a tas
adalah 50.
Kategori
Di bawah garis
kemiskinan
Di atas garis
kemiskinan
Total
Tidak tamat SD
12
SD
20
17
37
Kategori
SMP
SMA
Perguruan Tinggi 8
O
Tidak tamat SD
ETotal
48
4
4,43
Total
31
23
26
22
24
12
827,57
130
SD
O
20
17
37
23,34
13,66
SMP
O
15
3. Lakukan analisis
16
31
19,55
11,45
SMA
O
23
26
16,40
9,60
Perguruan Tinggi
O
E
Total
22
24
15,14
8,86
48
82
130
1. Nilai E untuk kategori tidak tamat SD di bawah garis kemiskinan = (12 x 48)/130 = 4,43
2. Nilai E untuk kategori tidak tamat SD di atas garis kemiskinan = (12 x 82)/130 = 7,57
3. Nilai E untuk kategori SD di bawah garis kemiskinan = (37 x 48)/130 = 13,66
4. Nilai E untuk kategori SD di atas garis kemiskinan = (37 x 82)/130 = 23,34
5. Nilai E untuk kategori SMP di bawah garis kemiskinan = (31 x 48)/130 = 11,45
6. Nilai E untuk kategori SMP di atas garis kemiskinan = (31 x 82)/130 = 19,55
7. Nilai E untuk kategori SMA di bawah garis kemiskinan = (26 x 48)/130 = 9,60
8. Nilai E untuk kategori SMA di atas garis kemiskinan = (26 x 82)/130 = 16,40
9. Nilai E untuk kategori Perguruan Tinggi di bawah garis kemiskinan = (24 x 48)/130 = 8,86
10. Nilai E untuk kategori Perguruan Tinggi di atas garis kemiskinan = (24 x 82)/130 = 15,14
++
2,875 + 1,683 + 2,941 + 1,721 + 1,103 + 0,646 + 4,538 + 2,656 + 5,313 + 3,110 = 26,586
=
=
pada blog ini)
<
5. Kesimpulan
Uji Chi-Square
Uji Chi-square memiliki banyak kegunaan dalam pengujian. Setidaknya, uji ini dapat
digunakan untuk lima keperluan pengujian. Uji ini banyak digunakan baik dalam bidang
eksakta maupun dalam bidang sosial ekonomi. Berikut ini adalah beberapa penggunaan uji
chi-square.
1. Menguji varians untuk data berdistribusi normal
2. Menguji proporsi untuk data multinomial dan binomial
3. Menguji independensi antara 2 faktor
4. Menguji heterogenitas
5. Menguji kesesuaian antara data dengan suatu model distribusi
Dari lima kegunaan di atas, tiga di antaranya sangat populer di kalangan para peneliti, yaitu
menguji proporsi, menguji independensi, dan menguji heterogenitas. Oleh karena itu, di sini
akan diberikan contoh penggunaan tiga jenis uji yang populer tersebut saja.
1. Menguji proporsi
Contoh: Menurut teori genetika (Hukum Mendel I) persilangan antara kacang kapri
berbunga merah dengan yang berbunga putih akan menghasilkan tanaman dengan proporsi
sebagai berikut: 25% berbunga merah, 50% berbunga merah jambu, dan 25% berbunga
putih. Kemudian, dari suatu penelitian dengan kondisi yang sama, seorang peneliti
memperoleh hasil sebagai berikut, 30 batang berbunga merah, 78 batang berbunga merah
jambu, dan 40 batang berbunga putih. Pertanyaannya adalah apakah hasil penelitian si
peneliti tersebut sesuai dengan Hukum Mendel atau tidak?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita bisa menggunakan uji chi-square, sebagai berikut:
1. Buatlah hipotesis
H0: rasio penelitian adalah 1:2:1 atau 25%:50%:25%
Kategori
Merah
Merah Jambu
Putih
Jumlah
Pengamatan (O)
30
78
40
148
Diharapkan (E)
37
74
37
148
= 1/4 x 148 = 37
= 1/4 x 148 = 37
=
=
= 5,99
<
Kesimpulan
Dari hasil analisis data, diperoleh
<
Artinya, rasio hasil penelitian si peneliti tersebut sesuai dengan rasio menurut Hukum Mendel
(lihat bunyi hipotesis pada H0).
Penggunaan Tabel Z
Contoh kasus adalah sebagai berikut
Rata-rata produktivitas padi di Aceh tahun 2009 adalah 6 ton per ha, dengan simpangan baku
(s) 0,9 ton. Jika luas sawah di Aceh 100.000 ha dan produktivitas padi berdistribusi normal
(data tentatif), tentukan
1. berapa luas sawah yang produktivitasnya lebih dari 8 ton ?
2. berapa luas sawah yang produktivitasnya kurang dari 5 ton ?
3. berapa luas sawah yang produktivitasnya antara 4 7 ton ?
Pertanyaan-pertanyaan di atas dapat dijawab dengan menggunakan sifat-sifat distribusi
normal sebagaimana yang telah disusun pada Tabel Z.
Pertanyaan no.1 dapat dijawab sbb:
1. Hitung nilai z dari nilai x = 8 ton dengan rumus
2. Hitung luas di bawah kurva normal pada z = 2,22. Caranya buka Tabel Z dan lihat sel
pada perpotongan baris 2,20 dan kolom 0,02. Hasilnya adalah angka 0,98679 dan bila
dijadikan persen menjadi 98,679%. Angka ini menunjukkan bahwa luas di bawah kurva
normal baku dari titik 2,22 ke kiri kurva adalah sebesar 98,679%. Karena luas seluruh di
bawah kurva normal adalah 100%, maka luas dari titik 2,22 ke kanan kurva adalah 100%
98,679% = 1,321% (arsir warna hitam pada gambar). Oleh karena itu, luas sawah yang
produktivitasnya lebih dari 8 ton adalah 1,321%, yaitu (1,321/100) x 100.000 ha = 1321 ha.
2. Hitung luas di bawah kurva normal pada z = -1,11. Caranya buka Tabel Z dan lihat sel
pada perpotongan baris -1,10 dan kolom 0,01. Hasilnya adalah angka 0,13350 dan bila
dijadikan persen menjadi 13,35%. Angka ini menunjukkan bahwa luas di bawah kurva
normal baku dari titik -1,11 ke kiri kurva adalah sebesar 13,35% (diarsir warna hitam pada
gambar). Oleh karena itu, luas sawah yang produktivitasnya kurang dari 5 ton adalah
13,35%, yaitu (13,35/100) x 100.000 ha = 13350 ha.
3. Hitung luas di bawah kurva normal pada z = 2,22. Caranya buka Tabel Z dan lihat sel
pada perpotongan baris 2,20 dan kolom 0,02. Hasilnya adalah angka 0,01321 dan bila
dijadikan persen menjadi 1,321%. Angka ini menunjukkan bahwa luas di bawah kurva
normal baku dari titik 2,22 ke kiri kurva adalah sebesar 1,321%.
4. Hitung luas di bawah kurva normal pada z = 1,11. Caranya buka Tabel Z dan lihat sel
pada perpotongan baris 1,10 dan kolom 0,01. Hasilnya adalah angka 0,86650 dan bila
dijadikan persen menjadi 86,65%. Angka ini menunjukkan bahwa luas di bawah kurva
normal baku dari titik 1,11 ke kiri kurva adalah sebesar 86,65%.
5. Luas sawah yang produktivitasnya antara 4 7 ton adalah 86,65%-1,321% = 85,329%
(diarsir warna hitam) atau (85,329/100) x 100.000 ha = 85329 ha.
52
56
62
48
93
88
42
53
61
61
71
64
53
51
58
63
71
57
58
63
88
62
67
56
56
47
63
78
67
53
33
80
45
55
37
42
50
42
56
58
67
22
28
56
31
71
50
25
50
41
35
79
69
46
47
26
47
51
67
42
Nilai Ujian
Frekuensi Absolut
Frekuensi relatif
21 30
31 40
6,67
41 50
14
23,33
51 60
16
26,67
61 70
13
21,67
71 80
10,00
81 90
3,33
91 100
1,67
Jumlah
60
100
Catatan : Biasanya banyaknya kelas interval akan bertambah satu. Dari hitungan lngkah no. 2, KI =
7, tetapi kenyataannya KI = 8. Ini tidak mengapa.
Sajian data pada tabel distribusi frekuensi ini terlihat lebih ringkas dan lebih jelas. Dengan sangat
cepat kita bisa melihat bahwa sebagian besar mahasiswa ( 43 orang atau 71,67%) nilainya berada
pada rentang 41 70. Dengan demikian, mahasiswa kelas ini, kinerjanya berada pada kategori
sedang, tidak terlalu baik, tapi juga tidak terlalu buruk.
Distribusi Normal
Distribusi normal adalah distribusi dari variabel acak kontinu. Kadang-kadang distribusi
normal disebut juga dengan distribusi Gauss. Distribusi ini merupakan distribusi yang paling
penting dan paling banyak digunakan di bidang statistika.
Fungsi densitas distribusi normal diperoleh dengan persamaan sebagai berikut
dimana
= 3,1416
e = 2,7183
= rata-rata
= simpangan baku
Persamaan di atas bila dihitung dan diplot pada grafik akan terlihat seperti pada Gambar 1
berikut.
UJI Z
Pendahuluan
Uji Z adalah salah satu uji statistika yang pengujian hipotesisnya didekati dengan distribusi
normal. Menurut teori limit terpusat, data dengan ukuran sampel yang besar akan
berdistribusi normal. Oleh karena itu, uji Z dapat digunakan utuk menguji data yang
sampelnya berukuran besar. Jumlah sampel 30 atau lebih dianggap sampel berukuran besar.
Selain itu, uji Z ini dipakai untuk menganalisis data yang varians populasinya diketahui.
Namun, bila varians populasi tidak diketahui, maka varians dari sampel dapat digunakan
sebagai penggantinya.
Kriteria Penggunaan uji Z
1. Data berdistribusi normal
2. Variance (2) diketahui
3. Ukuran sampel (n) besar, 30
4. Digunakan hanya untuk membandingkan 2 buah observasi.
Contoh Penggunaan Uji Z
1. Uji-Z dua pihak
Contoh kasus
Sebuah pabrik pembuat bola lampu pijar merek A menyatakan bahwa produknya tahan
dipakai selama 800 jam, dengan standar deviasi 60 jam. Untuk mengujinya, diambil sampel
sebanyak 50 bola lampu, ternyata diperoleh bahwa rata-rata ketahanan bola lampu pijar
tersebut adalah 792 jam. Pertanyaannya, apakah kualitas bola lampu tersebut sebaik yang
dinyatakan pabriknya atau sebaliknya?
Hipotesis
H0 : = (rata ketahanan bola lampu pijar tersebut sama dengan yang dinyatakan oleh
pabriknya)
HA : (rata ketahanan bola lampu pijar tersebut tidak sama dengan yang dinyatakan oleh
pabriknya)
Analisis
Zhit = (y )/(/n) = (792-800)/(60/50) = 0,94
Ztabel = Z/2 = Z0,025 = 1,960
Nilai Ztabel dapat diperoleh dari Tabel 1. Dengan menggunakan Tabel 1, maka nilai Z0,025
adalah nilai pada perpotongan baris 0,02 dengan kolom 0,005, yaitu 1,96. Untuk
diketahui bahwa nilai Z adalah tetap dan tidak berubah-ubah, berapun jumlah sampel. Nilai
Z0,025 adalah 1,96 dan nilai Z0,05 adalah 1,645.
0.00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
0.10
0
2.326
2.054
1.881
1.751
1.645
1.555
1.476
1.405
1.341
1.282
0.001
3.090
2.290
2.034
1.866
1.739
1.635
1.546
1.468
1.398
1.335
1.276
0.002
2.878
2.257
2.014
1.852
1.728
1.626
1.538
1.461
1.392
1.329
1.270
0.003
2.748
2.226
1.995
1.838
1.717
1.616
1.530
1.454
1.385
1.323
1.265
0.004
2.652
2.197
1.977
1.825
1.706
1.607
1.522
1.447
1.379
1.317
1.259
0.005
2.576
2.170
1.960
1.812
1.695
1.598
1.514
1.440
1.372
1.311
1.254
0.006
2.512
2.144
1.943
1.799
1.685
1.589
1.506
1.433
1.366
1.305
1.248
0.007
2.457
2.120
1.927
1.787
1.675
1.580
1.499
1.426
1.359
1.299
1.243
0.008
2.409
2.097
1.911
1.774
1.665
1.572
1.491
1.419
1.353
1.293
1.237
0.009
2.366
2.075
1.896
1.762
1.655
1.563
1.483
1.412
1.347
1.287
1.232
Kesimpulan
Karena harga |Zhit| = 0,94 < harga |Ztabel | = 1,96, maka terima H0
Jadi, tidak ada perbedaan yang nyata antara kualitas bola lampu yang diteliti dengan kualitas
bola lampu yang dinyatakan oleh pabriknya.
2. Uji Z satu pihak
Contoh kasus
Pupuk Urea mempunyai 2 bentuk, yaitu bentuk butiran dan bentuk tablet. Bentuk butiran
lebih dulu ada sedangkan bentuk tablet adalah bentuk baru. Diketahui bahwa hasil gabah
padi yang dipupuk dengan urea butiran rata-rata 4,0 t/ha. Seorang peneliti yakin bahwa urea
tablet lebih baik daripada urea butiran. Kemudian ia melakukan penelitian dengan ulangan
n=30 dan hasilnya adalah sebagai berikut:
Hasil gabah padi dalam t/ha
4,0
4,9
5,0
5,2
6,0
5,7
4,2
3,9
3,8
4,0
6,5
5,8
4,3
6,2
4,8
6,4
4,6
5,4
4,1
4,6
5,1
4,8
4,6
4,2
4,7
5,4
5,2
5,8
3,9
4,7
Hipotesis
H0 : = (rata-rata hasil gabah padi yang dipupuk dengan pupuk urea tablet sama dengan padi
yang dipupuk dengan urea butiran)
HA : > (rata-rata hasil gabah padi yang dipupuk dengan pupuk urea tablet lebih tinggi dari
padi yang dipupuk dengan urea butiran)
Analisis
= 4,0 t/h
= 4,9 t/h
S = 0,78 digunakan sebagai estimasi
Zhit = (yt yb)/(/n) = (4,0 4,9)/(0,78/30 = 6,4286
Ztabel = Z= Z0,05 = 1,645
Kriteria Pengambilan Kesimpulan
Jika |Zhit| < |Ztabel|, maka terima H0
Jika |Zhit| |Ztabel|, maka tolak H0 alias terima HA
Kesimpulan
Karena harga |Zhit| = 6,4286 > harga |Ztabel | = 1,645, maka tolak H0 alias terima HA. Jadi, ratarata hasil gabah padi yang dipupuk dengan pupuk urea tablet nyata lebih tinggi dari padi
yang dipupuk dengan urea butiran
student. William Sealy Gosset menganggap bahwa untuk sampel kecil, nilai Z dari distribusi
normal tidak begitu cocok. Oleh karenanya, ia kemudian mengembangkan distribusi lain
yang mirip dengan distribusi normal, yang dikenal dengan distribusi t-student. Distribusi
student ini berlaku baik untuk sampel kecil maupun sampel besar. Pada n 30, distribusi t ini
mendekati distribusi normal dan pada n yang sangat besar, misalnya n=10000, nilai distribusi
t sama persis dengan nilai distribusi normal (lihat tabel t pada df 10000 dan bandingkan
dengan nilai Z).
Pemakaian uji t ini bervariasi. Uji ini bisa digunakan untuk objek studi yang berpasangan dan
juga bisa untuk objek studi yang tidak berpasangan. Berikut contoh penggunaan uji t.
Uji t tidak berpasangan
Contoh kasus
Kita ingin menguji dua jenis pupuk nitrogen terhadap hasil padi
1. Hipotesis
Ho : 1 =
HA : 1
1
2
6
6
5
3
4
6
8
5
5
6
4
6
7
8
6
7
6
9
10
7
7
6
11
12
6
5
7
S1 = 0.996
2
= 6.92
S2 = 0.793
thit =(
)/(S12/n1) +(S22/n2)
=( 5.58 6.92)/(0.9962/12)+(0.7932/12)
= -1.34/0.367522 = -3.67
Setelah itu, kita lihat nilai t table, sebagai nilai pembanding. Cara melihatnya adalah sebagai
berikut. Pertama kita lihat kolom = 0.025 pada Tabel 2. Nilai ini berasal dari 0.05 dibagi
2, karena hipotesis HA kita adalah hipotesis 2 arah (lihat hipotesis). Kemudian, kita lihat baris
ke 22. Nilai 22 ini adalah nilai df, yaitu n1+n2-2. Nilai n adalah jumlah ulangan, yaitu masing
12 ulangan. Akhirnya, kita peroleh nilai t table = 2.074.
t table = t /2 (df) = t0.05/2 (n1+n2-2)=t0.025(12+12-2) = t0.025(22) = 2.074
Tabel 2. Nilai t
df
0.05
0.025
0.01
0.005
6.314
12.706
31.821
63.657
2.920
4.303
6.965
9.925
2.353
3.182
4.541
5.841
2.132
2.776
3.747
4.604
2.015
2.571
3.365
4.032
1.943
2.447
3.143
3.707
1.895
2.365
2.998
3.499
1.860
2.306
2.896
3.355
1.833
2.262
2.821
3.250
1.812
2.228
2.764
3.169
1.796
2.201
2.718
3.106
1.782
2.179
2.681
3.055
1.771
2.160
2.650
3.012
2
3
7
8
9
10
11
12
13
14
1.761
2.145
2.624
2.977
1.753
2.131
2.602
2.947
1.746
2.120
2.583
2.921
1.740
2.110
2.567
2.898
1.734
2.101
2.552
2.878
1.729
2.093
2.539
2.861
1.725
2.086
2.528
2.845
1.721
2.080
2.518
2.831
1.717
2.074
2.508
2.819
1.714
2.069
2.500
2.807
1.711
2.064
2.492
2.797
1.708
2.060
2.485
2.787
1.706
2.056
2.479
2.779
1.703
2.052
2.473
2.771
1.701
2.048
2.467
2.763
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
1.699
2.045
2.462
2.756
1.697
2.042
2.457
2.750
1.684
2.021
2.423
2.704
1.676
2.009
2.403
2.678
1.660
1.984
2.364
2.626
1.645
1.960
2.327
2.576
29
30
40
50
100
10000
Uji t berpasangan
Uji t dikembangkan oleh William Sealy Gosset. Dalam artikel publikasinya, ia menggunakan
nama samaran Student, sehingga kemudian metode pengujiannya dikenal dengan uji tstudent. William Sealy Gosset menganggap bahwa untuk sampel kecil, nilai Z dari distribusi
normal tidak begitu cocok. Oleh karenanya, ia kemudian mengembangkan distribusi lain
yang mirip dengan distribusi normal, yang dikenal dengan distribusi t-student. Distribusi
student ini berlaku baik untuk sampel kecil maupun sampel besar. Pada n 30, distribusi t ini
mendekati distribusi normal dan pada n yang sangat besar, misalnya n=10000, nilai distribusi
t sama persis dengan nilai distribusi normal (lihat tabel t pada df 10000 dan bandingkan
dengan nilai Z).
Pemakaian uji t ini bervariasi. Uji ini bisa digunakan untuk objek studi yang berpasangan dan
juga bisa untuk objek studi yang tidak berpasangan. Berikut contoh penggunaan uji t.
Uji t berpasangan
Contoh kasus. Kita ingin menguji metode pembelajaran baru terhadap tingkat penguasaan
materi ajar pada mahasiswa.
1. Hipotesis
Ho : 1 = 2
HA :
2. Data hasil penelitian dari penggunaan metode pembelajaran baru adalah sebagaimana
tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Data hasil penelitian dari penggunaan metode pembelajaran baru
Nilai Pre-test
Nilai post-test
70
75
`Mahasiswa
1
60
2
65
50
70
65
80
55
60
40
60
45
70
65
70
8
60
9
65
10
70
75
11
60
65
12
50
75
13
30
65
14
45
70
15
40
70
Mahasisw
a
Nilai Pretest
Nilai posttest
Perbedaan
y1
y2
70
75
D2
n
1
25
5
60
65
2
5
3
50
25
70
400
20
65
80
4
15
225
55
60
25
5
40
60
6
20
7
45
400
70
625
25
65
70
8
5
9
60
25
65
25
5
70
75
10
5
11
60
25
65
25
5
50
75
12
25
13
30
625
65
1225
35
45
70
14
25
15
40
625
70
900
30
Jumlah
5200
805
1035
53.67
69
230
Hitunglah
S2D = [D2 ((D)2/n)]/[n-1]
= [5200 ((230)2/15)]/[15-1] = (5200 1673.333)/14 = 119.5238
Setelah itu, kita lihat nilai t table, sebagai nilai pembanding. Cara melihatnya adalah sebagai
berikut. Pertama kita lihat kolom = 0.025 pada Tabel 3. Nilai ini berasal dari 0.05 dibagi
2, karena hipotesis HA kita adalah hipotesis 2 arah (lihat hipotesis). Kemudian, kita lihat baris
ke 14. Nilai 14 ini adalah nilai df, yaitu n-1. Nilai n adalah jumlah mahasiswa, yaitu 15 orang.
Akhirnya, kita peroleh nilai t table = 2.145.
t table = t /2 (df) = t0.05/2 (n-1)=t0.025(15-1) = t0.025(14) = 2.145
Tabel 3. Nilai t
df
0.05
0.025
0.01
0.005
6.314
12.706
31.821
63.657
2.920
4.303
6.965
9.925
2.353
3.182
4.541
5.841
2.132
2.776
3.747
4.604
2.015
2.571
3.365
4.032
1.943
2.447
3.143
3.707
1.895
2.365
2.998
3.499
1.860
2.306
2.896
3.355
1.833
2.262
2.821
3.250
1.812
2.228
2.764
3.169
5
6
7
8
9
10
1.796
2.201
2.718
3.106
1.782
2.179
2.681
3.055
1.771
2.160
2.650
3.012
1.761
2.145
2.624
2.977
1.753
2.131
2.602
2.947
1.746
2.120
2.583
2.921
1.740
2.110
2.567
2.898
1.734
2.101
2.552
2.878
1.729
2.093
2.539
2.861
1.725
2.086
2.528
2.845
1.721
2.080
2.518
2.831
1.717
2.074
2.508
2.819
1.714
2.069
2.500
2.807
1.711
2.064
2.492
2.797
1.708
2.060
2.485
2.787
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
1.706
2.056
2.479
2.779
1.703
2.052
2.473
2.771
1.701
2.048
2.467
2.763
1.699
2.045
2.462
2.756
1.697
2.042
2.457
2.750
1.684
2.021
2.423
2.704
1.676
2.009
2.403
2.678
1.660
1.984
2.364
2.626
1.645
1.960
2.327
2.576
27
28
29
30
40
50
100
10000
4. Kriteria Pengambilan Kesimpulan
Terima H0, jika thit| < t table, sebaliknya
Tolak H0, alias terima HA, jika thit| > t table
5. Kesimpulan
Karena nila |thit|= 5.431 (tanda minus diabaikan) dan nilai t table=2.145, maka kita tolak H0,
alias kita terima HA. Dengan demikian,
1 2, yaitu nilai pre-test tidak sama dengan nilai post-test. Lebih lanjut, kita lihat bahwa
rata-rata nilai post-test lebih tinggi daripada nilai pre-test. Secara lengkap, kita dapat
menyimpulkan bahwa metode pembelajaran baru secara nyata dapat meningkatkan
pemahaman mahasiswa terhadap materi ajar yang diberikan.