You are on page 1of 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus
genus Flavivirus, family Flaviviradae yang disebarkan oleh nyamuk Aedes, virus ini terdiri dari 4
jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotipe dengue terdapat di
Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti
serotipe DEN-2.7
II.2. Epidemiologi
Dengue adalah penyakit virus dengan penyebaran paling cepat di dunia. Dalam 50 tahun
terakhir, insiden telah meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan ekspansi geografis ke negaranegara baru.9 Diperkirakan 50 juta infeksi dengue terjadi setiap tahun dan sekitar 2,5 miliar
orang hidup di negara-negara endemik dengue. Demam berdarah dengue di Indonesia pertama
kali dicurigai terjangkit di Surabaya pada tahun 1968, tetapi kepastian virologiknya baru
diperoleh pada tahun 1970.10 Demam berdarah dengue pada orang dewasa dilaporkan pertama
kali oleh Swandana pada tahun 1970 yang kemudian secara drastis meningkat dan menyebar ke
seluruh Dati I di Indonesia.4
Gambar: Countries and areas at risk of dengue transmission, 2008

Pada saat ini jumlah kasus dengue masih tetap tinggi rata-rata 10-25 per 100.000
penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna <2%. Umur terbanyak yang terkena
infeksi dengue adalah kelompok umur 4-10 tahun, walaupun makin banyak kelompok umur
lebih tua. Sepktrum klinis infeksi dengue dapat dibagi menjadi (1) gejala klinis paling ringan
tanpa gejala (silent dengue infection), (2) demam dengue (DD), (3) demam berdarah dengue
(DBD) dan (4) demam berdarah dengue disertai syok (DSS).5
II.3. Etiologi
Penyebab demam berdarah dengue adalah virus dengue yang termasuk kelompok B
Arthropod Borne Virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili
flaviviridae dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN 1 , DEN 2 , DEN 3, DEN 4. 9 Di
Indonesia pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit
menunjukkan keempat serotipe di temukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN 3
merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi
klinik yang berat.7
Virus-virus Dengue ditularkan oleh nyamuk-nyamuk dari famili Stegomya, yaitu Aedes
aegypti, Aedes albopticus, Aedes scuttelaris, Aedes polynesiensis dan Aedes niveus..4 Di
Indonesia Aedes aegypti dan Aedes albopticus merupakan vektor utama. Nyamuk Aedes aegypti
bersifat antropofilik (senang sekali menggigit manusia) dan hanya nyamuk betina yang
menggigit. Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters), yaitu
menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Keadaan ini menyebabkan
penyebaran virus dengue kepada beberapa orang sekaligus.7
Tabel: Perbedaan nyamuk Aedes aegepti dan Aedes albopictus
Aedes aegypti
Aedes albopictus
Hidup di daerah tropis, vektor di perkotaan, Di pedesaan, Habitatnya di air jernih,
terutama hidup dan berkembang biak di biasanya di sekitar rumah atau pohondalam rumah yaitu di tempat penampungan pohon, dimana tertampung air hujan yang
air jernih atau tempat penampungan air bersih seperti pohon pisang, pandan dsb.
sekitar rumah.
Menggigit pada waktu pagi dan sore hari

Menggigit pada waktu siang hari

Jarak terbang 100 m

Jarak terbang 50 m

II.4. Cara Penularan


Terdapat tiga faktor yang memegang peran penting pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu virus, manusia dan vektor perantara. Virus dengue memiliki genom 11 kb yang
mengkode 10 macam protein virus yaitu tiga protein struktural (C : protein core, M : protein
membrane, E : protein envelope) dan tujuh protein nonstruktural (NS-1, NS-2a, NS-2b, NS-3,
NS-4a, NS-4b, NS-5). Pada saat virus masuk ke sel melalui proses endositosis melalui reseptor,
genom virus yang terdiri dari RNA rantai tunggal akan dilepaskan ke dalam sitoplasma dan
digunakan sebagai cetakan atau template, untuk proses translasi menjadi prekursor protein yang
lebih besar. Pemotongan pada bagian terminal dari poliprotein ini oleh enzim-enzim sel inang
(signalase,furin) akan menghasilkan protein-protein struktural yang membentuk partikel virus
berselubung. Poliprotein yang tersisa dibutuhkan untuk menghasilkan lebih banyak virus yang
nantinya mengulang proses yang sama. RNA baru yang dihasilkan kemudian digunakan lagi
untuk proses translasi dan menghasilkan kembali protein-protein virus, untuk sintesis lebih
banyak RNA virus atau untuk ankapsidasi kedalam partikel virus. Pada akhirnya virion virion
meninggalkan sel melalui proses eksositosis.9
Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui nyamuk Aedes Aegypti, Aedes
Albopictus, Aedes Polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus
ini. Aedes tersebut mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam
waktu 8 10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat di tularkan kembali pada
manusia pada saat gigitan berikutnya. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di
dalam tubuh nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif).8
Ditubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4 6 hari (intrinsic
incubation period). Penularan dari manusia kepada nyamuk dapat terjadi bila nyamuk
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari
setelah demam timbul. Faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD
sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi (2) Urbanisasi yang tidak
terencana dan tidak terkendali (3) Tidak ada kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah
endemis dan (4) Peningkatan sarana transportasi.10
II.5. Patofisiologi
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan
4

demam dengue dengan demam berdarah dengue ialah meningginya permeabilitas dinding
kapiler karena pelepasan zat anafilatoksin, histamin dan serothin serta aktivasi sistem kalikrein
yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskular. Hal ini mengakibatkan berkurangnya volume
plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan syok. Plasma
merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam

dan mencapai

puncaknya pada saat syok.3


Bagan: Temuan klinis dan laboratorium yang terkait dengan derajat DBD

II.6. Patogenesis
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama
mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi yang amat berbeda akan tampak
bila seseorang mendapat infeksi yang berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan.
Hipotesis infeksi sekunder (the secomdary heterologous infection/ the sequential infection
hypothesis) menyatakan bahwa demam berdarah dengue dapat terjadi bila seseorang setelah
terinfeksi dengue pertama kali mendapat infeksi berulang dengue lainnya. Reinfeksi ini akan
menyebabkan suatu reaksi amnestif antibodi yang akan terjadi dalam beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limsofit dengan menghasilkan titik tinggi antibodi
5

Ig G antidengue.9 Disamping itu replikasi virus dengue terjadi juga dalam limsofit yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini

akan

mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen antibodi (virus antibody complex)


yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen pelepasan C3a dan
C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan

peningkatan

permeabilitas

dinding

pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.10
SECONDARY HETEROLOGOUS DENGUE INFECTION
Virus replication

Annamnestic antibody response

Virus antibody complex

Platelet aggregation
Impaired
platelet
function

Coagulation activation

Complement activation
plasmin

Platelet removal by res


Thrombocytopenia

Platelet factor III release

Activated hageman factor

Consumptive coagulopathy

Clotting factors

Kinin system
Kinin

FDP

EXCESSIVE HEMORRHAGE

Anaphylatoxin

Vascular
permeability

SHOCK

Gambar Patogenesis Perdarahan Pada DHF

Dengan terdapatnya kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi darah juga mengakibatkan


trombosit kehilangan fungsi agregasi dan mengalami metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh
sistem retikuloendotelial dengan akibat terjadi trombositopenia hebat dan perdarahan. Disamping itu
trombosit yang mengalami metamorfosis akan melepaskan faktor trombosit 3 yang mengaktivasi
sistem koagulasi.3

Kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi darah juga mengakibatkan aktivasi faktor Hagemann
(factor XII) yang selanjutnya juga mengaktivasi sistem koagulasi dengan akibat terjadinya pembekuan
intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini maka plasminogen akan berubah menjadi
plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi Fibrin
6

Degradation Product (FDP). Aktivasi faktor XII akan meningkatkan juga sistem kinin yang berperan
dalam proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah. Menurunnya faktor koagulasi oleh
aktivasi sistem koagulasi dan kerusakan hati akan menambah beratnya perdarahan.6
II.7. Gejala Klinis
1. Demam
Demam tinggi yang mendadak, berlangsung selama 2 7 hari, naik turun
(demam bifasik). Kadang kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40C dan dapat
terjadi kejang demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada demam berdarah
dengue. Pada saat fase demam mulai menurun dan pasien seakan sembuh hati hati
karena fase tersebut sebagai awal kejadian syok, biasanya pada hari ketiga dari demam.
2. Tanda tanda perdarahan
Penyebab

perdarahan

pada

pasien

demam

berdarah adalah vaskulopati,

trombositopenia gangguan fungsi trombosit serta koagulasi intravaskuler yang


menyeluruh. Jenis

perdarahan

terbanyak

adalah perdarahan bawah kulit seperti

Ptekia, purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva. Ptekia merupakan tanda


perdarahan yang sering ditemukan. Muncul pada hari pertama demam tetapi dapat pula
dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu, epistaksis, perdarahan gusi,
melena dan hematemesis.
3. Hepatomegali
Pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit bervariasi dari
hanya sekedar diraba sampai 2 4 cm di bawah arcus kosta kanan. Derajat
hepatomegali tidak sejajar dengan beratnya penyakit.

4. Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang
setelah demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan
tekanan darah. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai
akibat dari perembesan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara. Pada kasus
7

berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk setelah beberapa hari demam
pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara 3 7, terdapat tanda kegagalan
sirkulasi, akral teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di
sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah kecil sampai tidak teraba.
Bagan: Manifestasi klinis infeksi virus dengue

Gambar: Perjalanan penyakit DBD

Gambar: Perkiraan waktu infeksi virus dengue primer dan sekunder dan metode diagnostik yang
dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi

Tabel: Klasifikasi WHO infeksi dengue dan grading keparahan DBD

#: DHF III and IV are DSS

II.8. Pemeriksaan Laboratorium

Sel darah putih (WBC) mungkin normal atau dengan neutrofil dominan pada fase
9

demam awal. Setelah itu, ada penurunan jumlah sel darah putih dan neutrofil,
mencapai titik nadir pada akhir fase demam. Perubahan jumlah total putih sel
(5000 sel / mm3) dan rasio neutrofil : limfosit (neutrofil < limfosit) berguna
untuk memprediksi masa kritis kebocoran plasma. Temuan ini mendahului
trombositopenia atau peningkatan hematokrit. limfositosis relatif dengan
peningkatan limfosit atipikal umumnya dapat diamati pada akhir fase demam dan
masuk ke masa pemulihan. Perubahan ini juga terlihat di DF.9

Jumlah trombosit normal selama fase demam awal. Sebuah penurunan ringan
dapat diamati setelahnya. Penurunan tiba-tiba jumlah trombosit di bawah 100 000
terjadi pada akhir fase demam sebelum timbulnya shock atau penurunan demam.
Tingkat jumlah trombosit berkorelasi dengan keparahan DBD. Selain itu ada
gangguan fungsi trombosit. Perubahan ini berlangsung singkat dan kembali
normal selama masa pemulihan.9

Hematokrit normal pada fase demam awal. Sebuah sedikit peningkatan mungkin
karena demam tinggi, anoreksia dan muntah. Kenaikan tiba-tiba hematokrit
diamati secara bersamaan atau segera setelah penurunan jumlah trombosit.
hemokonsentasi atau naik hematokrit oleh 20% dari baseline, misalnya dari
hematokrit 35% menjadi 42% merupakan bukti obyektif terjadinya kebocoran
plasma.10

Trombositopenia dan hemokonsentasi temuan konstan dalam DBD. Penurunan


jumlah trombosit di bawah 100 000 sel / mm3 biasanya ditemukan antara 3 dan
hari ke-10 dari penyakit. Kenaikan hematokrit terjadi pada semua kasus DBD,
terutama dalam kasus-kasus shock. hemokonsentasi dengan hematokrit meningkat
20% atau lebih adalah bukti obyektif dari kebocoran plasma. Perlu dicatat bahwa
tingkat hematokrit dapat dipengaruhi oleh penggantian volume awal dan
pendarahan. 9

Temuan umum lainnya adalah hipoproteinemia / albuminuria (sebagai


konsekuensi dari plasma kebocoran), hiponatremia, dan tingkat serum aspartate
aminotransferase sedikit meningkat (200 U / L) dengan rasio AST: 2ALT. 9

Albuminuria ringan dapat ditemukan. 9


10

Darah samar sering ditemukan dalam tinja.9

Dalam kebanyakan kasus, tes koagulasi dan faktor fibrinolitik menunjukkan


penurunan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III.
Penurunan antiplasmin (plasmin inhibitor) telah dicatat dalam beberapa kasus.
Dalam kasus yang parah dengan disfungsi hati ditandai, pengurangan diamati
dalam vitamin tergantung K protrombin co-faktor, seperti faktor V, VII, IX dan
X.9

PTT dan PT yang berkepanjangan di sekitar setengah dan sepertiga dari kasus
DBD. TT juga berkepanjangan pada kasus yang berat.

Hiponatremia sering didapati pada DBD dan DSS. Hipokalsemia telah diamati
pada semua kasus DBD pada tingkatan lebih rendah di kelas 3 dan 4.

Asidosis metabolik sering ditemukan kasus dengan syok berkepanjangan.


Nitrogen urea darah meningkat pada syok berkepanjangan.

II.9. Diagnosis
Diagnosis demam

berdarah

ditegakkan

berdasarkan

kriteria

diagnosis

menurut WHO tahun 2012 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.
A. Kriteria Klinis

Demam: onset akut, tinggi dan terus menerus, dalam banyak kasus berlangsung
dua sampai tujuh hari.

Terdapat salah satu manifestasi perdarahan berikut : termasuk tes positif tourniquet
(yang paling umum), petechiae, purpura (di lokasi venapuncture), ecchymosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena.

Pembesaran hati (hepatomegali) diamati pada tahap penyakit pada 90% -98% anak.
Frekuensi bervariasi dengan waktu atau pemeriksa.

Syok, dimanifestasikan oleh takikardia, perfusi jaringan yang buruk dengan nadi
lemah dan tekanan nadi menyempit (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi dengan
kehadiran dingin, kulit lembab dan dingin, dan / atau kegelisahan.

B. Kriteria Laboratoris

Trombositopenia (100 000 sel/mm3 atau kurang).

Hemokonsentrasi; Peningkatan hematokrit 20% dari baseline pasien atau populasi


11

pada usia yang sama.


Dua kriteria klinis pertama, ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau
hematokrit meningkat, cukup untuk menetapkan diagnosis klinis DBD. Kemunculan
pembesaran hati di samping dua kriteria klinis pertama adalah sugestif dari DBD
sebelum timbulnya kebocoran plasma.
Kehadiran efusi pleura (rontgen dada atau USG) adalah bukti yang paling obyektif
kebocoran plasma sementara hipoalbuminemia memberikan bukti pendukung. Hal ini
sangat berguna untuk diagnosis DBD pada pasien berikut:

Anemia.

Perdarahan parah.

Dimana tidak ada dasar pemeriksaan hematokrit sebelumnya.

Kenaikan hematokrit sampai <20% karena terapi intravena awal.

Dalam kasus dengan syok, hematokrit tinggi dan ditandai trombositopenia mendukung
diagnosis DSS. LED (<10 mm / jam pertama) selama syok membedakan DSS dari syok
septik.
Uji labolatorium yang bisa dipakai untuk mendiagnosis DBD dan DHF adalah :
1. Isolasi Virus : menentukan karakteristik serotipik/genotip virus
2. Deteksi asam nukleus virus : Genom virus Dengue, yang terdiri dari ribonucleic
acid (RNA), dapat dideteksi dengan reverse transcripatse polymerase chain
reaction (RT-PCR) assay. RNA bersifat labil, oleh karena itu, spesimen untuk
deteksi asam nukleat harus ditangani dan disimpan sesuai dengan prosedur yang
benar.

3. Deteksi antigen virus : NS1 adalah glikoprotein yang diproduksi oleh semua
flavivirus dan sangat penting untuk replikasi dan kelangsungan hidup virus.
Protein disekresikan oleh sel mamalia tapi tidak oleh sel serangga. NS1 antigen
muncul pada hari 1 setelah onset demam dan menurun ke tingkat tidak terdeteksi
12

oleh 5-6 hari. Oleh karena itu, tes berdasarkan antigen ini dapat digunakan untuk
diagnosis dini. Uji ELISA dan tes blot dot assay ditujukan terhadap protein
membran (EM) antigen dan protein nonstruktural 1 (NS1) menunjukkan bahwa
antigen ini hadir dalam konsentrasi tinggi di serum pasien yang terinfeksi virus
dengue selama fase klinis awal penyakit.
4. Immunological response based tests / test serologi : terdapat lima tes serologis
dasar yang digunakan untuk diagnosis infeksi dengue, yaitu : haemagglutinationinhibition (HI), complement fixation (CF), neutralization test (NT), IgM capture
enzyme-linked immunosorbent assay (MAC-ELISA), and indirect IgG ELISA.
Sebagian besar uji serologis untuk mendeteksi empat antigen serotipe dengue,
juga bisa mendeteksi selain flavivirus,seperti Japanese ensefalitis, non-flavivirus
seperti chikungunya.

II.10. Diagnosa Banding


Diagnosis banding yang paling penting ialah Chikungunya haemorrhagic fever (CHF) yaitu
demam berdarah yang disebabkan virus Chikungunya yang termasuk Arbovirus kelompok A. Demam
Chikungunya sangat menular dan biasanya seluruh keluarga terkena dengan gejala demam mendadak,
masa demam lebih pendek,tapi suhu diatas 40C. Ruam makulopapular, injeksi conjungtiva dan rasa
nyeri pada sendi. Proporsi uji bendung positif, petekia, dan epistaksis hampir sama dengan demam
berdarah dengue. Pada demam Chikungunya tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.3

Tabel: diagnosis banding DBD

13

Tabel Perbandingan Kriteria Diagnosis Dengue Hemorrhagic Fever dan Chikungunya Fever

II.11. Penatalaksanaan
14

Pada dasarnya terdapat 3 tahap dalam manajemen pasien DBD, yaitu : (1) pengkajian
ulang pasien (2) diagnosis fase dan keparahan dari dengue (3) penatalaksanaan.
1.

Dalam pengkajian ulang pasien yang dilakukan adalah anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Hal yang harus ditanyakan saat anamnesis adalah onset
demam / sakit; Kuantitas asupan oral; warning signs; Diare; Perubahan kesadaran /
kejang / pusing; urine (frekuensi, volume dan waktu berkemih terakhir); riwayat lain
yang relevan penting, seperti keluarga atau lingkungan demam berdarah, perjalanan
ke daerah-daerah endemik demam berdarah, kondisi tertentu (misalnya bayi,
kehamilan, obesitas, diabetes mellitus, hipertensi), menjelajahi hutan dan berenang di
air terjun (mempertimbangkan leptospirosis, tifus, malaria ), seks tanpa kondom atau
penyalahgunaan narkoba (menganggap penyakit serokonversi HIV akut). Pada
pemeriksaan fisik yang harus diperiksa adalah penilaian keadaan umum; penilaian
status hidrasi; penilaian status hemodinamik; memeriksa takipnea / pernafasan
asidosis / efusi pleura; memeriksa perut nyeri / hepatomegali / asites; pemeriksaan
untuk ruam dan perdarahan; uji tourniquet (ulangi jika sebelumnya negatif atau jika
tidak ada manifestasi perdarahan). Pada pemeriksaan Penunjang yang harus
dilakukan adalah hitung darah lengkap harus dilakukan pada kunjungan pertama. Tes
tambahan harus dipertimbangkan sesuai indikasi. Ini harus mencakup tes fungsi hati,
glukosa, elektrolit serum, urea dan kreatinin, bikarbonat atau laktat, enzim jantung,
EKG dan berat jenis urine.9
Tabel: Warning signs
Klinis

Nyeri perut atau nyeri


muntah terus menerus
Akumulasi cairan Klinis
mukosa berdarah
Kelesuan, gelisah
Pembesaran hati> 2 cm

Laboratorium

Peningkatan HCT bersamaan dengan penurunan cepat dalam


jumlah trombosit

15

Tabel: Penilaian hemodinamik


Parameters

Stable circulation

Status mental

Compensated shock

Jelas

Waktu pengisian
kapiler

Cepat (<2 detik)

Ekstremitas

Jelas

Hypotensive shock
Perubahan kondisi mental (gelisah,
agresif)

Berkepanjangan (> 2 detik)

Sangat lama, kulit berbintik-bintik

Ekstremitas hangat
dan pink

perifer dingin

Dingin, ekstremitas berkeringat

Volume nadi perifer

Volume baik

Lemah dan teraba

Lemah atau tidak ada

Denyut jantung

Normal untuk usia

Takikardia

Takikardia berat dengan bradikardia


pada akhir syok

Tekanan darah

Tekanan sistolik normal tetapi


Normal untuk
tekanan nadi normal tekanan diastolik meningkatnya ,
tekanan nadi menurun, Hipotensi
usia untuk usia
postural

Tingkat pernapasan

2.

Normal untuk usia

Takipnea

Tekanan nadi menurun, tekanan darah


menurun (<20 mmHg) ,
Tekanan darah tak bisa di ukur

Asidosis metabolik hyperpnoea /


pernapasaan Kussmaul

Berdasarkan evaluasi dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


harus dapat menentukan diagnosis DBD pada fase (demam, kritis atau pemulihan),
16

apakah ada tanda-tanda peringatan , hidrasi dan status hemodinamik pasien, dan
apakah pasien memerlukan rawat.

kriteria pasien rawat :

warning sign (+)

Pasien dehidrasi, tidak dapat minum, pusing atau hipotensi postural


ekstremitas dingin, sianosis

Perdarahan spontan

Pembesaran hepar

Peningkatan hematokrit

Kehamilan, diabetes mellitus, obesitas

kriteria pasien pulang :

3.

tidak ada demam selama 48 jam, keadaan umum pasien baik

Peningkatan trombosit dan hematokrit yang stabil

Penatalaksanaan
Tergantung pada manifestasi klinis dan keadaan lainnya, pasien mungkin dikirim
pulang (Grup A), dirujuk untuk dirawat di rumah sakit (Grup B), atau memerlukan
perawatan darurat dan rujukan mendesak (Grup C).
A. Pasien mungkin di kirim pulang ke rumah
Pasien yang masuk ke dalam group ini adalah yang mampu intake volume oral
yang cukup dan buang air setidaknya sekali setiap enam jam, dan tidak memiliki
tanda-tanda warning sign, namun harus tetap memantau hasil labolatorium darah
dan tanda warning sign. Berikan parasetamol untuk demam tinggi. Dosis
parasetamol tidak boleh kurang dari enam jam. kompres hangat jika pasien masih
mengalami demam tinggi. Jangan memberikan asam asetilsalisilat (aspirin),
ibuprofen atau obat anti-inflamasi non-steroid (NSAIDs) obat-obatan seperti ini
dapat memperburuk gastritis atau perdarahan. Asam asetilsalisilat (aspirin) dapat
17

dikaitkan dengan Sindrom Reye. Pasien harus dibawa ke rumah sakit segera jika
salah satu dari berikut terjadi: tidak ada perbaikan klinis, sakit perut parah,
muntah terus menerus, ekstremitas dingin dan berkeringat, gelisah, perdarahan
(tinja berwarna hitam atau muntah darah), tidak BAK lebih dari 4-6 jam.9
B. Pasein dirujuk untuk dirawat di rumah sakit
Pasien yang masuk dalam group ini adalah pasien dengan warning sign, kondisi
khusus (seperti kehamilan, masa bayi, usia tua, obesitas, diabetes mellitus, gagal
ginjal, penyakit hemolitik kronik), dan keadaan sosial tertentu (seperti hidup
sendiri, atau yang tinggal jauh dari fasilitas kesehatan tanpa sarana transportasi
yang dapat diandalkan).9
Jika terdapat warning sign, rencana terapi sebagai berikut:

Mendapatkan hasil hematokrit sebelum terapi cairan. Berikan larutan


isotonik seperti salin 0,9%, Ringer laktat, atau larutan Hartmann.
Mulailah dengan 5-7 ml / kg / jam selama 1-2 jam, kemudian mengurangi
ke 3-5 ml / kg / jam selama 2-4 jam, dan kemudian mengurangi ke 2-3 ml
/ kg / jam atau kurang sesuai dengan respon klinis.

kemudian cek ulang hematokrit. Jika hematokrit tetap sama atau


meningkat hanya sedikit, lanjutkan dengan tingkat yang sama (2-3 ml / kg
/ jam) selama 2-4 jam. Jika tanda-tanda vital memburuk dan hematokrit
meningkat pesat, meningkatkan tingkat 5-10 ml / kg / jam selama 1-2
jam. Setelah itu nilai kembali status klinis, ulangi hematokrit.

Berikan volume cairan intravena minimal yang diperlukan untuk


mempertahankan perfusi dan urine output sekitar 0,5 ml / kg / jam. Cairan
intravena biasanya diperlukan hanya 24-48 jam. Mengurangi cairan
intravena secara bertahap bila tingkat kebocoran plasma menurun
menjelang akhir fase kritis. Hal ini dinilai dengan produksi urine dan /
atau asupan cairan mulut yang / memadai, atau hematokrit menurun di
bawah nilai dasar pada pasien yang stabil.

Pasien dengan warning sign harus dipantau oleh penyedia layanan


kesehatan sampai periode risiko berakhir. Keseimbangan cairan rinci
harus dipertahankan. Parameter yang harus dipantau meliputi tanda-tanda
18

vital dan perfusi perifer (1-4 jam sampai pasien keluar dari fase kritis),
output urine (4-6 jam), hematokrit (sebelum dan sesudah penggantian
cairan, kemudian 6-12 jam) , glukosa darah, dan fungsi organ lainnya
(seperti ginjal profil, profil hati, profil koagulasi).
Jika pasien tidak ada tanda warning sign, tindakan yang dilakukan sbagai
berikut :

Memberikan cairan oral. Jika tidak mau, memulai terapi cairan


intravena 0,9% saline atau Ringer laktat dengan atau tanpa dextrose.
Pasien mungkin dapat minum cairan oral setelah beberapa jam terapi
cairan intravena. Dengan demikian, perlu untuk merevisi infus cairan
sering.

Berikan

volume

minimum

yang

diperlukan

untuk

mempertahankan perfusi yang baik dan output urin. Cairan intravena


biasanya diperlukan hanya selama 24-48 jam.

Pasien harus dipantau oleh penyedia layanan kesehatan untuk pola


suhu, volume asupan cairan dan kerugian, produksi urine (volume dan
frekuensi), tanda-tanda peringatan, hematokrit, dan sel darah putih
dan jumlah trombosit. Tes laboratorium lainnya (seperti hati dan
fungsi ginjal tes) dapat dilakukan, tergantung pada gambaran klinis
dan fasilitas rumah sakit atau pusat kesehatan.

C. Pasien memerlukan perawatan darurat dan rujukan mendesak


Pasien yang termasuk dalam group ini adalah yang memerlukan perawatan
darurat dan rujukan mendesak ketika mereka berada dalam fase kritis penyakit,
yaitu ketika : Kebocoran plasma yang parah menyebabkan syok dengue dan /
atau akumulasi cairan dengan gangguan pernapasan; Perdarahan parah;
Gangguan organ berat (kerusakan hati, gangguan ginjal, kardiomiopati,
ensefalopati atau ensefalitis).9
Semua pasien dengan dengue berat harus dirawat di rumah sakit. Resusitasi
cairan intravena adalah intervensi penting dan biasanya satu-satunya yang
diperlukan. Solusi kristaloid harus isotonik dan volume hanya cukup untuk
mempertahankan sirkulasi yang efektif selama periode kebocoran plasma.
19

Kehilangan plasma harus segera diganti dan cepat dengan larutan kristaloid
isotonik atau, dalam kasus shock hipotensi atau larutan koloid. Tujuan resusitasi
cairan adalah meningkatkan sirkulasi pusat dan perifer (penurunan takikardia,
meningkatkan tekanan darah, volume nadi, ekstremitas hangat dan merah muda,
dan waktu pengisian kapiler <2 detik) dan meningkatkan perfusi organ akhir
tingkat kesadaran yaitu stabil (tidak gelisah ), output urine 0,5 ml / kg / jam,
penurunan asidosis metabolik.
Rencana tidakan untuk pasien shok dengan kompensasi adalah :

Mulai resusitasi cairan intravena dengan larutan kristaloid isotonik pada


5-10 ml / kg / jam selama satu jam. Kemudian menilai kembali kondisi
pasien (tanda-tanda vital, kapiler waktu isi ulang, hematokrit, produksi
urine). Langkah berikutnya tergantung pada situasi.

Jika kondisi pasien membaik, cairan intravena harus dikurangi secara


bertahap sampai 5-7 ml / kg / jam selama 1-2 jam, kemudian ke 3-5 ml /
kg / jam selama 2-4 jam, kemudian 2-3 ml / kg / jam, dan kemudian lebih
lanjut tergantung pada status hemodinamik, yang dapat dipertahankan
hingga 24-48 jam.

Jika tanda-tanda vital masih tidak stabil (yaitu syok berlanjut), periksa
hematokrit setelah bolus pertama. Jika kenaikan hematokrit atau masih
tinggi (> 50%), ulangi bolus kedua cairan kristaloid pada 10-20 ml / kg /
jam selama satu jam. Setelah bolus kedua ini, jika ada perbaikan,
mengurangi tingkat 7-10 ml / kg / jam selama 1-2 jam, dan kemudian
terus mengurangi seperti di atas. Jika hematokrit menurun dibandingkan
dengan hematokrit awal referensi (<40% pada anak-anak dan perempuan
dewasa, <45% pada laki-laki dewasa), ini menunjukkan perdarahan dan
kebutuhan untuk cross-match dan transfusi darah sesegera mungkin.

Bolus lebih lanjut dari larutan kristaloid atau koloid mungkin perlu
diberikan selama 24-48 jam berikutnya.

20

Pasien dengan shok hipotensif harus dikelola dengan lebih serius, rencana
terapinya adalah sebagai berikut :

Lakukan resusitasi cairan intravena dengan larutan kristaloid atau koloid


pada 20 ml / kg sebagai bolus diberikan tidak lebih dari 15 menit secepat
mungkin.

Jika kondisi pasien membaik, berikan kristaloid / koloid infus dari 10 ml /


kg / jam selama satu jam. Kemudian lanjutkan dengan infus kristaloid dan
secara bertahap mengurangi ke 5-7 ml / kg / jam selama 1-2 jam,
kemudian ke 3-5 ml / kg / jam selama 2-4 jam, dan kemudian 2-3 ml /
kg / jam atau kurang, yang dapat dipertahankan hingga 24-48 jam.

Jika tanda-tanda vital masih tidak stabil , tinjau hematokrit diperoleh


sebelum bolus pertama. Jika hematokrit rendah (<40% pada anak-anak
dan perempuan dewasa, <45% pada laki-laki dewasa), ini menunjukkan
perdarahan dan kebutuhan untuk silang pertandingan dan transfusi darah
sesegera mungkin (lihat pengobatan untuk komplikasi perdarahan).

Jika hematokrit yang tinggi dibandingkan dengan nilai dasar, mengubah


cairan infus untuk larutan koloid pada 10-20 ml / kg sebagai bolus kedua
selama 30 menit sampai satu jam. Setelah bolus kedua, menilai kembali
pasien. Jika kondisi membaik, mengurangi tingkat 7-10 ml / kg / jam
selama 1-2 jam, kemudian mengubah kembali ke cairan kristaloid dan
mengurangi tingkat infus sebagaimana disebutkan di atas. Jika kondisi
masih tidak stabil, ulangi hematokrit setelah bolus kedua.

Jika hematokrit menurun dibandingkan dengan nilai sebelumnya (<40%


pada anak-anak dan perempuan dewasa, <45% pada laki-laki dewasa), ini
menunjukkan perdarahan dan kebutuhan untuk cross-match dan transfusi
darah sesegera mungkin (lihat pengobatan untuk hemoragik komplikasi).
Jika kenaikan hematokrit dibandingkan dengan nilai sebelumnya atau
masih sangat tinggi (> 50%), lanjutkan larutan koloid pada 10-20 ml / kg
sebagai bolus ketiga lebih dari satu jam. Setelah dosis ini, kurangi tingkat
7-10 ml / kg / jam selama 1-2 jam, kemudian mengubah kembali ke
21

cairan kristaloid dan mengurangi tingkat infus sebagaimana disebutkan di


atas ketika kondisi pasien membaik.

Bolus lanjut cairan mungkin perlu diberikan selama 24 jam ke depan.


Tingkat dan volume masing-masing infus bolus harus dititrasi dengan
respon klinis.

Parameter yang harus dipantau meliputi tanda-tanda vital dan perfusi perifer
(setiap 15-30 menit sampai pasien keluar dari shock, kemudian 1-2 jam). Secara
umum, semakin tinggi tingkat infus cairan, semakin sering pasien harus dipantau
dan dikaji untuk menghindari kelebihan cairan. Output urine harus diperiksa
secara teratur (per jam sampai pasien keluar dari shok, kemudian 1-2 jam).
Sebuah kandung kemih kateter terus menerus memungkinkan pemantauan ketat
urin. Output urine diterima akan menjadi sekitar 0,5 ml / kg / jam. Hematokrit
harus dipantau (sebelum dan sesudah bolus cairan sampai stabil, kemudian 4-6
jam).
Selain itu, harus ada pengawasan dari arteri atau gas darah vena, laktat,
jumlah karbon dioksida / bikarbonat (setiap 30 menit sampai satu jam sampai
stabil, kemudian seperti yang ditunjukkan), glukosa darah (sebelum resusitasi
cairan dan ulangi seperti yang ditunjukkan), dan lainnya fungsi organ (seperti
profil ginjal, profil hati, profil koagulasi. Penurunan hematokrit bersama dengan
tanda-tanda vital yang tidak stabil (terutama penyempitan tekanan nadi,
takikardia, asidosis metabolik, urin sedikit) menunjukkan perdarahan utama dan
kebutuhan transfusi darah yang mendesak. Namun penurunan hematokrit
ditambah dengan status hemodinamik stabil dan output urine yang cukup
menunjukkan hemodilusi dan / atau reabsorpsi cairan extravasated, sehingga
dalam hal ini cairan intravena harus dihentikan segera untuk menghindari edema
paru.
Pengobatan komplikasi perdarahan :
Perdarahan mukosa dapat terjadi pada setiap pasien dengan demam berdarah
tetapi, jika pasien tetap stabil dengan cairan resusitasi / penggantian, itu harus
dianggap sebagai minor. Perdarahan biasanya membaik dengan cepat selama fase
pemulihan. Pada pasien dengan trombositopenia mendalam, memastikan istirahat
22

ketat dan melindungi dari trauma untuk mengurangi risiko perdarahan. Jangan
memberikan suntikan intramuskular untuk menghindari hematoma. Perlu dicatat
bahwa transfusi trombosit profilaksis untuk trombocitopenia pada pasien yang
hemodinamik stabil belum terbukti efektif dan tidak diperlukan. Jika pendarahan
besar terjadi biasanya dari saluran pencernaan, dan / atau vagina pada wanita
dewasa. Pasien yang beresiko pendarahan besar adalah mereka yang:
-

Telah lama / syok refrakter;

Memiliki kejutan hipotensi dan gagal ginjal atau hati dan / atau asidosis
metabolik yang berat dan persisten;

Diberikan agen non-steroid anti-inflamasi;

Memiliki pra-ada penyakit ulkus peptikum;

Yang memberikan terapi antikoagulan;

Memiliki bentuk trauma, termasuk injeksi intramuskular.

Pendarahan dapat didiagnosis dengan :


-

Perdarahan terbuka persisten dan / atau berat dengan adanya status


hemodinamik tidak stabil, terlepas dari tingkat hematokrit;

Penurunan hematokrit setelah resusitasi cairan ditambah dengan status


hemodinamik tidak stabil;

Syok refrakter yang gagal untuk menanggapi resusitasi cairan berturut-turut


40-60 ml / kg;

Syok hipotensi dengan hematokrit normal / rendah sebelum resusitasi cairan;

Persisten asidosis metabolik, terutama pada mereka nyeri dan distensi perut
yang parah.
Transfusi darah harus diberikan segera setelah dicurigai pendarahan parah.

Namun, transfusi darah harus diberikan dengan hati-hati karena risiko kelebihan
cairan. Jangan menunggu hematokrit untuk turun terlalu rendah sebelum
memutuskan transfusi darah. Perhatikan bahwa hematokrit <30% sebagai pemicu
transfusi darah. Alasannya adalah bahwa, dalam dengue, perdarahan biasanya
terjadi setelah masa syok berkepanjangan yang diawali dengan kebocoran
plasma. Selama kebocoran plasma, hematokrit meningkat relatif tinggi sebelum
23

timbulnya perdarahan hebat. Bila pendarahan terjadi, hematokrit kemudian akan


turun.
Rencana pengobatan komplikasi perdarahan adalah sebagai berikut:

Beri 5-10ml / kg sel darah merah segar dikemas atau 10-20 ml / kg dari
darah segar seluruh pada tingkat yang tepat dan mengamati respon klinis.
darah yang diberikan harus darah segar, karena pengiriman oksigen di
tingkat jaringan optimal dengan tingkat tinggi 2,3 di-fosfogliserat (2,3
DPG). penyimpanan yang terlalu lama, 2,3 DPG bisa rusak dan
mengakibatkan sedikitnya pengedaran oksigen ke jaringan sehingga
hipoksia jaringan fungsional. Sebuah respon klinis yang baik meliputi
peningkatan status hemodinamik dan keseimbangan asam-basa.

Pertimbangkan mengulangi transfusi darah jika ada kehilangan darah


lebih lanjut atau ada kenaikan hematokrit setelah transfusi darah. Ada
sedikit bukti yang mendukung transfusi trombosit atau plasma segar beku
untuk perdarahan. Hal ini dapat dilakukan saat perdarahan masif tidak
dapat dikelola dengan whole blood , karena dapat memperburuk overload
cairan.

Hati bila harus memasang selang dari hidung karena dapat menyebabkan
perdarahan yang parah dan dapat menghalangi jalan napas. Sebuah
tabung oro-gastric yang dilumasi gel dapat meminimalkan trauma.

Perawatan suportif dan terapi adjuvan mungkin diperlukan dalam dengue yang
parah yang terdiri dari :
- Renal replacement therapy, yaitu dengan cara continuous veno-venous
haemodialysis (CVVH), karena dialisis peritoneal memiliki risiko perdarahan;
- Vasopressor dan inotropik terapi adalah temporer yaitu bila mengancam jiwa
pada hipotensi shock dengue dan selama induksi untuk intubasi,
- Perawatan lebih lanjut dari penurunan organ, seperti keterlibatan hati yang berat
atau ensefalopati atau ensefalitis;
- Perawatan lebih lanjut dari kelainan jantung, seperti kelainan konduksi, dapat
terjadi.
Dalam konteks ini terdapat sedikit bukti yang mendukung penggunaan steroid
24

dan imunoglobulin intravena, atau rekombinan Activated Faktor VII.


II.12. Komplisasi
1. shok
2. encepalopati
3. konvulsi
4. encepalitis
5. kerusakan hepar
6. acute renal failure
II.13. Prognosis
Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibody yang didapat
secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah terjadi pada 40-50% pasien
dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat kematian dapat ditekan <1%
kasus. Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan awal dan intensif.
Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan syok berkepanjangan atau
perdarahan intracranial
II.14. Pencegahan
Memutuskan rantai penularan dengan cara :
1. Environmental changes : perbaiki dan menutup tempat penampungan air, membuang
secara baik sampah2 yang dapat menjadi sarang nyamuk.
2. Personal protection : pakaian2 yang melindungi, kassa penolak nyamuk, mosquito
repellent, dan insectiside dlm bentuk spray.
3. Biological control : dengan ikan yang dipelihara dalam kolam, bakteri yang
dikembangbiakkan pada air ( Bacillus thuringiensis H-14, Bacillus sphaericus).
4. Chemical control : butir2 abate/temephos 1% pada tempat penyimpanan air, fogging
dgn malathion/fenitrothion.

25

You might also like