You are on page 1of 176

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kabupaten Grobogan sebagai daerah industri dan perdagangan
yang berbasis pertanian diupayakan memiliki kemajuan pesat dan
keunggulan di bidang industri pengolahan produk pertanian dan juga
menjadi daerah penghasil komoditas perdagangan dari hasil pertanian
daerah Grobogan itu sendiri.
Perkembangan pembangunan Kabupaten Grobogan saat ini,
sesuai

Rencana

Pembangunan

Jangka

Panjang

Daerah

(RPJPD)

Kabupaten Grobogan Tahun 2005-2025 maupun Rencana Pembangunan


Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah Tahun 20082013, memiliki visi yang diterapkan dalam pembangunan Kabupaten
Grobogan pada periode lima tahun ke depan (tahun 2011-2016) yaitu:
"Terwujudnya Kabupaten Grobogan sebagai daerah industri dan
perdagangan yang berbasis pertanian, untuk mencapai masyarakat yang
sehat, cerdas dan lebih sejahtera."
Penjelasan di atas memberikan gambaran daerah Grobogan
merupakan daerah berpotensi bagi perkembangan kota kabupaten.
Dengan demikian, perubahan di daerah ini cukup pesat dan meningkat
akibat aktivitas pembangunan dan lahan yang mendukung sebagai salah
satu tempat strategis dalam perpindahan manusia dan barang. Berkaitan
dengan hal tersebut, bangunan-bangunan kuna yang ada dikhawatirkan
akan terkesampingkan atau cenderung dihilangkan untuk pembangunan
fasilitas-fasilitas yang dianggap lebih memenuhi permintaan kemajuan
jaman. Kondisi tersebut dapat mengancam keberadaan cagar budaya.
Di sisi lain, keberadaan cagar budaya perlu dilestarikan antara
lain

untuk

meningkatkan

harkat

dan

martabat

bangsa,

serta

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sesuai amanat Undang-undang


Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, maka
salah satu langkah awal pelestarian cagar budaya adalah registrasi. Oleh
karena itu, sebagai tindakan awal pelestarian, maka Balai Pelestarian
Cagar Budaya Jawa Tengah melakukan Inventarisasi Benda Cagar Budaya
tidak bergerak yang terdapat di Kabupaten Grobogan.

B. DASAR HUKUM
1. Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya
2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan
Undang-undang nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 52 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai
Pelestarian Cagar Budaya;
4. Peraturan

Menteri

Keuangan

Republik

Indonesia

Nomor

37/PMK.02/2012 tentang Standar Biaya Tahun Anggaran 2013.


5. DIPA

Balai

Pelestarian

Cagar

Budaya

Jawa

Tengah

Nomor

023.15.2.427832/2013 Tanggal 5 Desember 2012, revisi ke-2 tanggal 15


April 2013
6. Surat Keputusan Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah
nomor 850/401.KP/BPCB/P-IV/2013 tanggal 29 April 2013 tentang
Penunjukan Pelaksana Kegiatan Inventarisasi Cagar Budaya Tidak
Bergerak Kabupaten Grobogan Tahun 2013.
7. Surat Tugas Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah nomor
184/103.UM/BPCB/P-V/2013 tanggal 8 Mei 2013 tentang Inventarisasi
Cagar Budaya Tidak Bergerak Kabupaten Grobogan.

C. MAKSUD, TUJUAN, DAN SASARAN


Maksud kegiatan ini adalah sebagai upaya perekaman data
berupa visual, piktorial, maupun verbal terhadap bangunan yang diduga
sebagai cagar budaya di Kabupaten Grobogan.
Tujuan inventarisasi cagar budaya tidak bergerak adalah
1. Melakukan pendataan potensi cagar budaya
2. Melestarikan cagar budaya dengan cara penggalian data atau sumber
referensi penting dalam menentukan dan merencanakan kegiatan
pelestarian, pemanfaatan dan pengelolaan cagar budaya yang dapat
diakses oleh lembaga purbakala, lembaga non purbakala dan
masyarakat umum untuk pertimbangan konservasi kawasan Kabupaten
Grobogan.
Sasaran kegiatan meliputi :
1. Bangunan / Situs kategori cagar budaya tidak bergerak di wilayah
Kabupaten Grobogan.
2. Data arkeologis, teknis dan data lainnya yang memiliki kaitan dengan
peninggalan sejarah dan purbakala hasil pendataan / inventarisasi
Dengan kegiatan pendataan ini diharapkan dapat terwujud
cermin potensi cagar budaya di Kabupaten Grobogan.

D. ANGGARAN
Anggaran yang telah diserap melalui kegiatan ini sebesar Rp.
44.414.000,00 (Empat puluh empat juta empat ratus empat belas ribu
rupiah) yang berasal dari anggaran Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa
Tengah

Tahun Anggaran 2013 yang terdiri dari Belanja Bahan Rp

3.729.000,00, belanja honor output Rp 2.950.000,00, belanja perjalanan


transport dalam kota Rp 1.650.000,00, belanja perjalanan dan akomodasi

Rp 34.510.000,00, dan belanja jasa profesi Rp 1.575.000,00 dengan jangka


waktu pelaksanaan satu bulan, mulai tanggal 6 Mei hingga 5 Juni 2013.

E. TIM INVENTARISASI
1. Penanggung Jawab :

Dra. Sri Ediningsih, M. Hum.

2. Ketua Tim

Bagus Ujianto, SS.

3. Sekretaris Pelaksana :

Sutarto

4. Arkeolog

Winda Artista Harimurti, SS.

5. Arkeolog

Wahyu Broto Raharjo, SS.

6. Arsitek

Sulistyo Andayaningrum, ST.

7. Pengolah Data

Iwuk Trikiswarsiki, SS.

8. Fotografer

Sunarno

9. Juru Kamera Video

Sunardi

F. KOORDINASI
Pelaksanaan kegiatan diawali dengan koordinasi berupa
pertemuan antara Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak
Kabupaten Grobogan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah
yang telah diangkat melalui Surat Keputusan Balai Pelestarian Cagar
Budaya Jawa Tengah No. 850/401.KP/BP3/P-IV/2013 tanggal 29 April 2013,
beserta narasumber dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Grobogan yang telah ditunjuk melalui Surat Keputusan Balai Pelestarian
Cagar Budaya Jawa Tengah No. 851/401.KP/BP3/P-IV/2013 tentang
Penunjukan Narasumber Inventarisasi Benda Cagar Budaya Tidak
Bergerak Kabupaten Grobogan Tahun 2013 tanggal 29 April 2013.
Dalam kesempatan pertemuan ini, pihak Dinas Kebudayaan
Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Grobogan menyambut
gembira kegiatan yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya

Jawa Tengah karena kegiatan ini selaras dengan program pemerintah


kabupaten

untuk

lebih

mendayagunakan

peninggalan-peninggalan

budaya.
Selanjutnya, setelah menyampaikan salam serta maksud
pelaksanaan kegiatan, dijelaskan bahwa kegiatan ini akan dibantu oleh
para narasumber yang berasal dari unsur Dinas Kebudayaan Pariwisata,
Pemuda dan Olah raga kabupaten Grobogan. Diterangkan bahwa setelah
dilakukannya kegiatan inventarisasi berupa pendataan di lapangan,
laporan hasil inventarisasi juga akan disampaikan kepada Dinas
Kebudayaan Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Grobogan
untuk dilanjutkan kepada Bupati. Hal tersebut selaras dengan amanat
Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya bahwa ujung
dari kegiatan ini bukan hanya sebatas pendaftaran namun harus
ditindaklanjuti dengan penetapan Bupati. Dalam laporan juga akan
disampaikan rekomendasi bagi upaya tindak lanjut pengelolaan cagar
budaya yang berada di wilayah Kabupaten Grobogan.

II. SEJARAH GROBOGAN

A. LEGENDA
1. Asal Mula Nama Grobogan
Grobogan berasal dari kata Grobog yang dalam ucapnya menjadi
"grogol". yaitu alat penangkap binatang buas. Sejalan dengan
penjelasan tersebut, maka Grobogan adalah sebuah daerah yang
digunakan sebagai daerah perburuan. Daerah ini merupakan daerah
perburuan Sultan Demak (Atmodarminto, 1962 : 119) atau merupakan
daerah persembunyian para bandit dan penyamun zaman Kerajaan
Demak Pajang (Atmodarminto, 1955 : 123). Pada zaman Kartasura
daerah ini merupakan daerah tempat tinggal tokoh-tokoh peperangan
(Babad Kartasura, 79), misalnya : Adipati Puger, Pangeran Serang, dan
Ng. Kartodirjo.
Menurut legenda yang dikisahkan secara lisan di daerah
Grobogan, terdapat rombongan dari pasukan Kerajaan Demak dipimpin
oleh Sunan Ngudung dan Sunan Kudus menyerbu Kerajaan Majapahit.
Akibat dari penyerbuan tersebut, Kerajaan Majapahit mengalami
kekalahan hingga akhirnya runtuh. Sunan Ngudung memasuki Istana
Kerajaan Majapahit yang telah kosong, dia menemukan banyak pusaka
Majapahit yang ditinggalkan.
Setelah selesainya perampasan senjata tersebut, seluruh benda
rampasan dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam suatu wadah yang
dinamakan grobog yang nantinya digunakan sebagai barang boyongan
ke Kerajaan Demak. Demi kelancaran perjalanan menuju Demak
lgrobog tersebut harus ditinggal di suatu daerah. Grobog dititipkan
kepada penguasa daerah saat itu. Sebagai kenangan, maka tempat
tersebut diberi nama Grobogan, yaitu tempat grobog.

Grobog adalah sebuah tempat atau wadah yang digunakan


untuk menyimpan uang atau barang yang dibuat dari kayu agar benda
yang tersimpan lebih mudah dibawa. Di lain tempat, grobog juga
difungsikan untuk mengangkut hewan hasil buruan atau bahkan
biasanya grobog berbentuk persegi atau bulat dengan ukuran yang
bermacam-macam tergantung benda yang akan disimpan di dalamnya.1

2. Asal Mula nama Purwodadi


Purwodadi sebagai kota Kabupaten Grobogan mempunyai
arti yaitu "purwa" berarti "permulaan" (Jawa : kawitan). "dadi" artinya
"jadi" (Jawa : dumadi).

Selanjutnya dapat diterjemahkan dalam

bahasa Jawa, purwaning dumadi: sangkan paraning dumadi. Hal ini


dikaitkan dengan cerita Aji Saka dalam penciptaan aksara Jawa-nya
yang di dalamnya terkandung ajaran filsafat hidup dan kehidupan
manusia "manunggaling kawula gusti", dari sejak asal mula manusia di
dunia ini.2

B. GROBOGAN MASA KLASIK


Sejarah masa klasik di Kabupaten Grobogan terkait cerita rakyat
tentang Aji Saka dan Kerajaan Medang Kamulan. Sementara itu hasil
inventarisasi Cagar Budaya Kabupaten Grobogan Tahun 2013, ditemukan
pula situs Medang Kamulan yang terletak di Dusun Medang Kamulan, Desa
Banjarejo, Kecamatan Gabus. Masyarakat setempat percaya bahwa daerah
ini

merupakan

lokasi

kerajaan

Medang

Kamulan,

karena

nama

kampung/dusun tersebut adalah Medang Kamulan.


Saat ini lokasi tersebut banyak ditemukan fragmen keramik Cina
dan fragmen gerabah serta sebagian arealnya mengandung butir-butir
emas. Menurut informasi penduduk, di areal ini juga banyak ditemukan
1
2

http://mastonofisip.blog.uns.ac.id/files/2010/04/lokasi2.pdf
http://grobogan.8k.com/kabupaten.htm

artefak seperti patung/arca dan topeng yang terbuat dari emas, mata uang
kepeng serta tembikar dan keramik.
Perkataan Medang Kamulan terdiri dari dua kata: Medang dan
Kamulan. Perkataan Medang Medang) berarti "ibu kota". Buktinya :
1.

Prasasti Mantyasih berangka tahun 907 M ditemukan di desa Kedu.


Antara lain menyebutkan : "rahyangta rumuhun ri Medang ri Poh Pitu".
(Slametmulyana, Sriwijaya: hal. 147). Artinya pembesar-pembesar
terdahulu yang memerintah di Medang Poh Pitu, atau pembesarpembesar yang memerintah terdahulu yang beribu kota di Poh Pitu.

2.

Prasasti Tengaran yang ditemukan di Jombang, Jawa Timur bercerita


pemindahan Ibu kota Medang dari Poh Pitu ke Mamratipura, dan raja
Wawa mengatakan ibukotanya "ri Medang ri Bhumi Mataram", artinya
"di Medang di Bumi Mataram". Dan nama ibukota ini dalam prasasti
Tengaran tersebut disebut pula "Medang i Bumi Mat i Watu" yang
artinya "Ibukota di Bhumi Mat i Watu" (Casparis, I, 1950 : hal. 39-42).
Sedang Kamulan berasal dari kata dasar "mula" mendapatkan

awalan "ka" dan akhiran "an", membentuk kata benda. Arti "mula" adalah
awal, asal, atau akar. Untuk memperoleh penjelasan tentang kata "mula"
tersebut, dikemukakan contoh-contoh seperti yang diajukan oleh Casparis
dalam Prasasti Indonesia I (1950).
Batu dari Siman, Kediri (OJO 28) menyebutkan beberapa kali
"Sang Hyang Dharma Kamulan", yang artinya "Mula Sang Hyang Dharma"
Maksudnya adalah "pendahulu yang telah tiada, atau sebuah tempat
pemakaman nenek moyang". Selanjutnya dalam Prasasti Singasari
disebutkan (OJO 38) "apan ngakai gunung wangkali kamulan Kahyangan ia
pangawan" yang artinya "sebab inilah gunung Wangkali dari Kahyangan di
Pangawan". Jadi disini kata "mula" berhubungan dengan "gunung suci,
pendahulu, cikal bakal atau suci.

Dalam Prasasti Karangtengah (824 M) diceritakan bahwa Ratu


Pramodhawardhani (Prasasti Sri Kahulunan th 842) mendirikan "Kamulan"
di Bhumi Sambhara (Budhara). Di sini arti "Kamulan" adalah makam nenek
moyang dan tempat pemujaan. Dari penjelasan di atas kita dapat
menduga mungkin yang dimaksudkan dengan kata "mula" di sini adalah
"asal, cikal bakal, awal atau permulaan kejadian." Jadi Medang Kamulan
berarti ibukota yang pertama.
Melihat sebutan-sebutan ibukota seperti Medang i Poh Pitu,
Medang i Mat i Watu, Medang ri Mamratipura, ri Medang ri Bhumi
Mataram, bahwa agaknya ibukota tersebut selalu berpindah-pindah
tempat, sebab mungkin terdesak oleh penguasa lain, bencana alam dan
lain-lain. Sehingga ibukota kerajaan dari Majapahit ke Sengguruh; dari
Majapahit ke Bintara, Demak; Mataram Islam : dari Kerta ke Plered; dari
Plered ke Wanakerta atau Kartasura, dan dari Kartasura berpindah ke
Surakarta, dan sebagainya.
Beberapa ahli menunjuk letak kota Medang sebagai berikut :
1. Di sekitar Prambanan, karena terdapat peninggalan sejarah berupa
candi sehingga dapat diasumsikan sebagai pusat ibukota kerajaan
Medang. Inilah pendapat Krom (1957 : 40). Cerita Bandung Bandawasa
berperang dengan Prabu Baka di Prambanan dan cerita terjadinya
Candi Sewu dan Candi Rara Jonggrang berlokasi di Prambanan.
(Ranggawarsita, III, 1922).
2. Letaknya di Purwodadi, daerah Grobogan, sebab di situ terdapat desa
Medang Kamulan, Kesanga, dan sebagainya yang berkaitan dengan
Ceritera Aji Jaka Linglung. Serta di desa Kesanga terdapat puing-puing
bekas istana kerajaan yang diduga bekas istana kerajaan Medang.
(Raffles, 1978).
3. Purbatjaraka dalam bukunya "Enkele Oud platsnamen" dalam TBG,
1933, menyatakan bahwa letak Medang Kamulan di sekitar Bagelen

(Purworejo), sebab di daerah itu terdapat desa bernama Awu-awu


langit dan desa Watukura. Dyah Watukura adalah nama lain bagi
Balitung, salah seorang keturunan Raja Sanjaya. Desa Awu-awu Langit
artinya mendung atau Medang
Dari beberapa pendapat tersebut, yang jelas bahwa ibukota
kerajaan Mataram selalu berpindah-pindah. Sebagai ibukota permulaan
adalah Purwodadi, daerah Grobogan, kemudian berpindah ke sekitar
Prambanan, kemudian berpindah ke daerah Kedu, dan berpindah ke
Prambanan lagi, baru sesudah itu berpindah ke Jawa Timur.
Alasan menentukan ibukota pertama di Purwodadi adalah :
1. "Purwa" berarti "permulaan" (Jawa: kawitan). "Dadi" artinya "jadi"
(Jawa : dumadi). Hal ini dikaitkan dengan ceritera Aji Saka dengan
Carakan Jawanya yang mengandung hidup, dan kehidupaan manusia
"Manunggaling Kawula Gusti", dari sejak asal mula manusia di dunia.
2. Bila ditinjau letak geografisnya, memang lebih sesuai, sebab di daerah
tersebut mudah mencari air, padahal setiap makhluk membutuhkan air.
Daerah ini memanfaatkan air sungai Lusi dan beberapa anak sungainya
untuk lalu lintas, pengairan kebutuhan hidup sehari-hari.
Di dalam Primbon Jayabaya (hal.27) dikatakan bahwa Aji Saka
naik takhta di negara Sumedang Purwacarita. Perkataan "SuMedang" di
sini bukanlah kota Sumedang di Jawa Barat sekarang, tetapi dimaksudkan
kota Medang yang sangat baik. Jadi Sumedang Purwacarita artinya ibukota
Medang yang sangat baik bagi (negara) Purwacarita. Purwa berarti
permulaan; carita berarti cerita, kejadian. Dengan demikian Sumedang
Purwacarita identik dengan Medang Kamulan yang lahir di Mataram yang
pertama kali.
Keberadaan kerajaan Medang Kamulan dapat dikatakan setengah
mitologis karena belum ditemukan bukti-bukti arkeologis yang dapat
memberikan penjelasan akurat tentang kerajaan tersebut. Medang


Kamulan sendiri diceritakan sebelumnya diperintah oleh Prabu Dewata


Cengkar yang kejam, kemudian dapat dikalahkan oleh Aji Saka yang
kemudian menjadi raja di kerajaan tersebut. Aji Saka sendiri dipercaya oleh
masyarakat Jawa adalah tokoh yang melahirkan aksara Jawa Baru.
Cerita tentang Aji Saka ini diawali dari kisah Prabu Isaka yang
berkuasa di dataran Lampung berasal dari tanah Hindu. Prabu Isaka
tersebut turun tahta dan digantikan oleh patihnya yang bernama Patih
Belawan. Dalam kisah selanjutnya, Raja Isaka yang dikawal oleh empat
orang pergi ke tanah Jawa dan mendirikan sebuah perguruan. Sejak saat
itu dia bergelar Sang Mudhik Bathara Tupangku. Sang Bathara mengajarkan
berbagai ilmu, diantaranya ilmu kesusastraan, ilmu penitisan (inkarnasi),
dan ilmu keagamaan. Pengembaraan Sang Bathara berlanjut hingga ke
suatu daerah yang bernama Medang Kamulan dengan rajanya bernama
Prabu Dewata Cengkar.
Dalam Sekar Jangka Jagad dikisahkan bahwa Prabu Dewata
Cengkar adalah raja yang jahat dan kejam, karena suka makan daging
manusia. Sang Bathara akhirnya mampu mengalahkan Prabu Dewata
Cengkar dengan cara membentangkan ikat kepalanya hingga dapat
menutupi seluruh wilayah Medang Kamulan. Di sinilah pengikut Prabu
Dewata Cengkar harus mengakui kekalahan, dan harus menyingkir dari
negeri Medang Kamulan (dikiaskan dengan menyeburkan diri ke laut
menjadi seekor buaya putih). Sang Bathara menguasai daerah tersebut
dengan gelar Sri Maha Prabu Lobang Widayaka3 atau lebih dikenal dengan
sebutan Aji Saka. Ketika Aji Saka menjadi raja, ditandai dengan sengkalan
"nir wuk tanpa jalu" yang berarti angka tahun 1000 Saka atau 1078 Masehi.4
3

Primbon jayabaya dalam www.mastonofisip.blog.uns.id


Tahun Saka diciptakan berdasarkan peringatan penobatan Prabu Kanishka di India pada
tahun 79 M = 1 Saka. Tahun Saka mengikuti peredaran Matahari. Di Jawa terdapat tradisi
penggunaan sengkalan tersebut. Apabila menggunakan perhitungan tahun Matahari, disebut
Surya Sengkala, dan bila menggunakan perhitungan peredaran Bulan di sebut Candra
Sangkala. Dalam kisah yang lain, lahirnya Candra Sangkala adalah sejak masa Sultan Agung
Hanyakrakusuma (1613-1645) yaitu menciptakan Tahun Jawa dengan perhitungan peredaran
Bulan (sejak 1555 Saka atau tahun 1633 Masehi).
4

HIngga saat ini, data historis berupa prasasti atau data tertulis lain
mengenai Aji Saka belum ditemukan. Dimungkinkan tokoh Aji Saka
merupakan tokoh bayangan untuk menunjukkan keberadaan pengaruh
Agama Hindu di Tanah Jawa. Pengaruh Agama Hindu dikiaskan dalam
lambang desthar atau ikat kepala. Ikat kepala melambangkan otak
dimana manusia berfikir atau dimana sumber dari segala ilmu
pengetahuan.
Sementara itu sengkalan Nir Wuk Tanpa Jalu, memiliki arti
harafiah Hilang Rusak Tanpa Susuh (ayam jantan) atau Hilang Rusak
Tanpa Kekuatan Laki-Laki. Maksudnya negara atau masyarakat kacau
tanpa kekuatan laki-laki, karena tenaga laki-laki "dimakan" oleh Dewata
Cengkar. Ungkapan ini merupakan kias bagi mereka yang diperkerjakan
untuk membangun bangunan suci berupa candi-candi yang tidak sedikit
jumlahnya. Misalnya: candi Borobudur, Pawon, Mendut, Sari, Kalasan,
Sewu, dan Ratu Baka.
Pada masa berikutnya, pada akhir masa kekuasaan Majapahit,
wilayah Grobogan merupakan bagian dari Kerajaan Majapahit. Grobogan
mempunyai arti penting sebagai wilayah pemasok padi bagi Kerajaan
Majapahit. Terdapat nama Buyut Masharar di desa Getas yang menjadi
"juru sabin sang Prabu". Selain itu muncul pula beberapa nama di wilayah
Kabupaten Grobogan, seperti Ki Ageng Tarub dan Bondan Kejawan atau
Lembu Peteng yang dimakamkan di Desa Tarub, Desa Tawangharjo,
Kabupaten Grobogan.

Sengkalan adalah perhitungan tahun yang diwujudkan dalam bentuk rangkaian kata menjadi
kalimat atau berupa gambar yang menunjukkan angka tahun. Kalimat itu harus
menggambarkan keadaan pada waktu tahun itu. Tujuan untuk memperingati suatu peristiwa
penting dalam kehidupan manusia dalam masyarakat dan bernegara. Sengkalan dalam bentuk
kalimat disebut Sengkalan Lamba, sedang sengkalan yang diujudkan dalam bentuk gambar
atau benda, disebut Sengkalan Memet. Tiap kata dalam kalimat atau gambar diberi nilai yang
berbeda-beda antara 0 - 9 dengan mengingat akan adanya guru dasanama, guru karya, guru
jarwa, dan sebagainya.


C. GROBOGAN MASA ISLAM


1. Masa Akhir Kerajaan Majapahit
Pada awal masa Islam terdapat nama-nama seperti Ki Buyut
Masharar, Ki Ageng Tarub, dan Bondan Kejawan yang diindikasikan
merupakan tokoh-tokoh Islam dalam lingkungan istana Kerajaan
Majapahit. Ki Buyut Masharar merupakan juru sabin bagi Kerajaan
Majapahit yang telah beragama Islam. Sedangkan Ki Ageng Tarub
yang berada di Desa Tarub adalah tokoh Islam yang menjadi
kepercayaan Prabu Brawijaya.
Tokoh Bondan Kejawan merupakan putra Prabu Brawijaya dari
pernikahannya dengan Puteri Wandan Kuning. Karena menurut
ramalan ahli nujum anak ini akan membunuh ayahnya, maka oleh raja,
Bondan Kejawan dititipkan kepada juru sabin raja, Ki Buyut Masharar.
Setelah dewasa Bondan Kejawan diberikan kepada Ki Ageng Tarub
untuk berguru agama Islam dan ilmu kesaktian. Oleh Ki Ageng Tarub,
namanya diubah menjadi Lembu Peteng. Dia dikawinkan dengan putri
Ki Ageng Tarub bernama Dewi Nawangsih. Setelah Ki Ageng Tarub
meninggal

dunia,

Lembu

Peteng

menggantikan

kedudukan

mertuanya, dengan nama Ki Ageng Tarub II.


Perkawinan Bondan Kejawan atau Lembu Peteng dengan
Nawangsih berputera Ki Ageng Getas Pendawa. Dari Ki Ageng Getas
Pendawa lahirlah Bagus Sogom alias Syekh Abdurrahman alias Ki
Ageng Sela yang kemudian menurunkan Ki Ageng Henis. Dari data
sejarah Ki Ageng Henis ini nantinya berputera Ki Ageng Pemanahan
yang menurunkan Sutawijaya atau Mas Ngabehi Loring Pasar atau
Panembahan Senapati, yang nantinya menjadi raja pertama Kerajaan
Mataram.5

http://bagusharun.blogspot.com/2012/09/3-ki-ageng-selo-muhammad-abdurrohman_24.html


2. Masa Kerajaan Demak


Pada masa kerajaan Demak, wilayah Grobogan merupakan
daerah perdikan di mana muncul beberapa tokoh, antara lain Ki
Ageng Sela. Ki Ageng Sela mendirikan masjid di Desa Sela, Kecamatan
Tawang Harjo, Kabupaten Grobogan 10 km sebelah timur Kota
Purwodadi yang masih berdiri hingga sekarang. Dalam cerita, Ki
Ageng Sela

lebih dikenal sebagai tokoh sakti yang mampu

menangkap halilintar (bledheg). Ki Ageng Sela memiliki murid Joko


Tingkir yang nantinya menjadi raja di Kerajaan Pajang.

3. Masa Kerajaan Pajang


Pada masa Kerajaan Pajang, Jaka Tingkir yang bergelar
Sultan Hadiwijaya sang penguasa Pajang merupakan murid Ki Ageng
Sela. Sultan Hadiwijaya yang menjadi menantu Sultan Trenggono dari
Demak akhirnya mampu mengganti Dinasti Demak.
Kerabat dari Ki Ageng Sela banyak yang mengabdi di Pajang,
yaitu Ki Ageng Henis, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Penjawi (putra
angkat Ki Ageng Sela). Ikatan kerabat dari Sela tersebut dengan
Pajang bertambah erat dengan diangkatnya putera Ki Ageng
Pemanahan, yaitu Raden Bagus atau Bagus Srubut yang dalam Serat
Kanda di sebut Raden Mas Danang, menjadi putera angkat Sultan
Hadiwijaya. Putera angkat itu diberi nama Sutawijaya, dan karena
tempat tinggalnya di sebelah utara pasar Pajang maka disebut Mas
Ngabehi Loring Pasar. Pengangkatan ini dimaksudkan sebagai
"lanjaran" atau pengantar agar Sultan segera memperoleh putera
sendiri dari permaisuri.
Kisah selanjutnya, Kerajaan Pajang terjadi kerusuhan yang
dilakukan oleh Haryo Penangsang. Dalam kerusuhan tersebut peran
Grobogan sangat penting, karena tokoh-tokoh dari Sela seperti Ki
Ageng Pemanahan, Ki Ageng Panjawi, Ki Juru Martani dan Sutawijaya


mampu menumpas Haryo Penangsang. Sebagai hadiahnya maka Ki


Ageng Pemanahan memperoleh bumi Mataram, dan Panjawi
memperoleh daerah Pati. Sedang Juru Martani dan Sutawijaya
mengikuti Ki Ageng Pemanahan di Bumi Mataram.
Ki Ageng Pemanahan di Bumi Mataram menjabat setingkat
Kadipaten. Sepeninggal Ki Ageng Pemanahan pada tahun 1575,
kedudukan sebagai adipati Bumi Mataram digantikan oleh Sutawijaya.

4. Masa Kerajaan Mataram Islam


Sepeninggal Sultan Hadiwijaya, Kerajaan Pajang terjadi
perebutan kekuasaan antara Arya Pangiri dan Pangeran Benowo.
Tahun 1586 Arya Pangiri dibunuh oleh pangeran Benowo atas bantuan
Sutawijaya. Selanjutnya atas kerelaan Benowo, kekuasaan Pajang
diserahkan kepada Sutawijaya. Dengan demikian seluruh kekuasaan
Pajang, termasuk

wilayah Grobogan berada di bawah kuasa

Mataram.
Pada masa selanjutnya, tahun 1646 Sunan Amangkurat I
mengadakan perjanjian dengan Kompeni Belanda. Tindakan Sunan
inilah yang menjadi awal mula Mataram secara berangsur-angsur
jatuh di bawah kuasa Kompeni Belanda. Banyak bangsawan yang
tidak senang dan akhirnya melakukan pemberontakan. Pada masa
pemberontakan Trunajaya, Karaton Plered berhasil diduduki musuh.
Menurut kepercayaan Jawa, istana yang telah diduduki
musuh akan hilang kesaktiannya. Oleh karena itu Sunan Amangkurat II
tidak mau menempati istana Plered lagi. Akhirnya dipilihlah
Wanakerta sebagai istana baru dengan diberi nama Kartasura
Adiningrat.

D. MASA KOLONIAL6
1. Masa Mataram Kartasura
Kemenangan Mataram atas para pemberontakan Trunajaya
dibantu oleh Kompeni Belanda. Oleh karena itu Kerajaan Mataram
dengan Kompeni Belanda mengadakan perjanjian yang dikenal
dengan sebutan Kontrak Kendeng. Isinya pantai utara Jawa
digadaikan kepada Kompeni Belanda dan juga beberapa daerah
Mancanegari seperti Blora, Jipang, Grobogan, dan Cengkal Sewu.
Susuhunan

Ngalaga

tidak

senang

terhadap

tindakan

Sunan

Amangkurat tersebut. Maka dia bersiap-siap menyerbu Kartasura.


Pertentangan antara Sunan Ngalaga dengan Sunan Amangkurat II ini
dapat diselesaikan setelah keduanya mengetahui duduk perkaranya.
Sunan Ngalaga kembali menjadi P. Puger dan bertempat tinggal di
Kartasura dengan mendapatkan "lungguh" 4000 karya.
Pada tahun 1703 Sunan Amangkurat II mangkat dan diganti
oleh putranya Sunan Amangkurat III. Raja yang masih muda ini selalu
berbeda pendapat dengan P. Puger. Akhirnya pada Tahun 1708 P.
Puger minta bantuan kepada Kompeni Belanda agar diangkat menjadi
Sunan Kartasura. Oleh Kompeni permintaan tersebut dikabulkan dan
P. Puger diangkat menjadi Sunan Kartasura dengan gelar Susuhunan
Paku Buwono I. dengan upah daerah-daerah Demak, Grobogan, Sela
dan daerah sekitar Semarang sampai Ungaran diambil oleh Kompeni
sebagai wilayah Kompeni .
Pada masa Sunan Paku Buwono I, yaitu pada tahun 1709
diadakan perjanjian dengan Kompeni. Isi pokok perjanjian tersebut
antara lain daerah Semarang dan sekitarnya digadaikan kepada
Kompeni, termasuk didalamnya daerah-daerah Demak, kudus, Blora,
Jepara, Pati, Grobogan, Kendal.
6

http://grobogan.go.id/profil-daerah/sejarah/masa-mataram-kartosuro-surakarta.html


Pada masa Amangkurat IV terdapat seorang abdi pekatik


yang sangat dekat dengan raja bernama Wongso Dipo. Karena
jasanya dapat menyelamatkan jiwa Sunan ketika terjadi perang
dengan Pangeran Blitar dan P. Purboyo di Mataram, akhirnya dia
diangkat menjadi Bupati Grobogan dengan gelar Tumenggung
Martapura pada hari Senin, 21 Jumadilakir, tahun Jimakir, 1650 atau 4
Maret 1726. Dalam pengangkatan itu disebutkan daerah-daerah yang
menjadi wilayah kekuasaan Kabupaten Grobogan, adalah: Sela, Teras
Karas, Wirosari, Grobogan, Santenan, dan beberapa daerah di
Sukowati bagian utara Bengawan Sala.
Pada waktu itu wilayah Grobogan masuk dalam wilayah
Mancanagari. Mancanagari ialah daerah taklukan Raja. Pendudukan
sebagai daerah yang berkewajiban "seba" kepada raja setahun sekali
yaitu pada hari besar "Gerebeg". Daerah ini merupakan daerah vasal
yang terdiri dari daerah Mancanagari Kilen dan Mancanagari Wetan
serta pengangkatan Ng. Wongsodipo sebagai Bupati Grobogan
dengan gelarnya RTumenggung Martapura.
Dalam sejarah Jawa, jabatan Bupati adalah Bupati Prajurit,
Sebutannya Adipati. Tugasnya adalah menyediakan prajurit dan
tenaga untuk raja dan kerajaan sehingga Bupati ini harus bertempat
tinggal di Kutagara. Di samping tugas tersebut, maka dia harus pula
menyediakan kebutuhan istana, kain-kain, dan sebagainya. Pemimpin
dari beberapa Bupati tersebut diangkat Bupati Nayoko atau Wedono
Bupati Sepuh (Serat Adhel : 11-13).
Bupati jenis ini memiliki wilayah yang pasti dan sistem
pemerintahan yang tetap. Hal ini seperti pada zaman kerajaan yang
diketahui adanya Bupati Panekar, Bupati Numbak Anyar, Bupati Bumi
Gede, dan Bupati Penumping. Kota Kartasura pada waktu itu sedang
dalam keadaan kacau, maka Tumenggung Martapura masih tetap di


Kartasura.

Sedang

pengawasan

terhadap

daerah

Grobogan

diserahkan kepada kemenakan sekaligus menantunya, yaitu RT.


Suryonegoro (Suwandi). Tugasnya adalah menciptakan struktur
pemerintahan Kabupaten Pangreh Praja, seperti adanya Bupati Patih,
Kaliwon, Panewu, Mantri dan seterusnya, hingga jabatan Bekel di
desa-desa.
Setelah Sunan Amangkurat IV mangkat, maka digantikan oleh
putranya yang bergelar Sunan Paku Buwono (PB) II (1727 - 1749).
Sunan PB II masih terlalu muda sehingga sebagai penasehat ditunjuk
Patih Danurejo yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap
raja. Patih tersebut sangat membenci Belanda. Ia mendapatkan
dukungan Ibu suri raja Ratu Amangkurat. Demikian pula Tumenggung
Martapura, Bupati Grobogan, dapat mempengaruhi hati Sunan
sehingga membenci Belanda. Pada tahun 1731 Tumenggung
Martapura meminta kepada Bupati Demak. T. Joyoningrat untuk
mengusir Belanda dari Semarang. Usaha ini berhasil. Tumenggung
Joyoningrat melaporkan bahwa mereka telah bersepakat dengan
para Bupati pesisir. Sementara itu orang-orang Tionghoa mengangkat
seorang Kapten bernama Kapten Sinseh sebagai pemimpin mereka.
Mereka mengkoordinasi kekuatan Tionghoa di daerah Demak, Pati,
Santenan, dan Grobogan.
Oleh karena Sikap PB II yang kurang menguntungkan, maka
Tumenggung Martapura

kembali ke Grobogan dan mengangkat

dirinya sebagai Adipati Puger. Adipati Puger bekerjasama dengan


masyarakat Tionghoa di Kartasura untuk menghancurkan PB II.
Atas bantuan Kapitan Sepanjang, Bupati Pati, Tumenggung
Mangunonen, dan Bupati Grobogan, Adipati Martapura Puger, maka
Raden Mas Garendi, putera P. Teposono, dan salah seorang cucu
Sunan Amangkurat III, diangkat menjadi raja Kartasura dengan gelar


Susuhunan Kuning. Karaton Kartasura dapat dikuasai pada tanggal 30


Juni 1742. Peristiwa ini disebut Geger Pecinan yang berakibat PB II
menyingkir ke Laweyan dan akhirnya ke Ponorogo.
Atas bantuan pasukan Cakraningrat dari Madura, akhirnya
Karaton bisa direbut kembali oleh PB II. Sunan Kuning menyerah,
namun tidak halnya Adipati Martapura di Grobogan; RM Sahid atau
RM Suryokusumo di Nglaroh; P. Singosari di Keduwang, P. Buminoto
di Wiraka dan lain-lain. Dengan hancurnya Karaton Kartasura, maka
pusat kerajaan harus dipindah ke Solo7 dan digantinya namanya
menjadi Surakarta Hadiningrat.

2. Peran Grobogan dalam Perjuangan Pangeran Mangkubumi


dan Adipati Mangkunegara
Walaupun
Hadiningrat,

Karaton

negara

masih

sudah
tetap

dipindahkan
dalam

ke

Surakarta

keadaan

kacau.

Pemberontakan masih tetap merajalela. Salah satunya adalah Adipati


Martapura yang berganti nama menjadi Panembahan Puger. Sejak
saat itulah wilayah Grobogan dijadikan tempat perjuangan yang
berpusat di desa Glagah. Sayangnya pasukan Panembahan Puger
diserang oleh Kompeni dan mengalami kekalahan sampai harus
melarikan diri ke semarang.
Di lain pihak, Pangeran Mangkubumi, adik PB II, juga keluar
dari istana dan melakukan pemberontakan karena dihina oleh Patih
Pringgoloyo. Maka Panembahan Puger bergabung dengan Pangeran
Mangkubumi dan diangkat sebagai Adipati Puger (kembali pada
namanya yang lama). Sesudah penobatan itu, adipati Puger

Dalam beberapa referensi ditulis Desa Sala


diperintahkan kembali ke Grobogan untuk menaklukkan daerahdaerah sekitarnya dan selanjutnya menyerbu ke Surakarta.
Sementara itu pasukan Pangeran Mangkubumi di Sembuyan
sampai di Grobogan dan bertemu dengan Adipati Puger. Mereka
menghadap Pangeran Mangkubumi di desa Ramun, Grobogan. Tidak
lama kemudian mereka berangkat ke Sembuyan dengan membawa
1500 prajurit. Dari Sembuyan Pangeran Mangkubumi kembali ke
Jekawal, Sukowati. Dari Jekawal terus ke Barat lewat arah Wirosari,
Sela. Dari sini terus ke arah barat daya menyusuri lereng Merbabu dan
Merapi menuju ke Kedu terus ke Mataram. Di desa Banaran, daerah
Nanggulan, Gunung Gamping, Pangeran Mangkubumi mengangkat
diri menjadi Susuhunan Kabanaran (daerah Kulon Progo) pada
tanggal 11 Desember 1749. Sejak saat itu daerah Banaran dijadikan
pusat Perlawanan Mangkubumi. Sementara itu di Karaton Kasunanan
Surakarta, pada tanggal yang sama, Sunan PB II yang dalam keadaan
sakit keras menandatangani Surat Perjanjian yang dibawa oleh
Hogendorp. Namun Mangkubumi tidak memperdulikan sehingga
mampu menguasai Pantura.
Menghadapi perang Mangkubumi, Belanda melaksanakan
politik pecah belah (devide et empera). Usaha ini kelihatan hasilnya
saat Sunan Kabanaran dapat dipisahkan dari Pangeran Adipati
Mangkunegara. Di samping itu Mayor Hogendorp melalui utusannya
Syech Ibrahim dapat membujuk Sunan Paku Buwono II untuk
membagi kerajaannya untuk Sunan sendiri dan untuk Sunan
Kabanaran. Di lain pihak pada hari Ahad Legi, 4 Besar, Dai, 1679 atau
22 September 1754, Komisaris Jendral N Hartingh menghadap Sunan
Kabanaran di desa Padagangan, sebelah barat laut kota Surakarta,
untuk mengadakan pembicaraan perjanjian antara Sunan Surakarta
dengan Kabanaran. Selanjutnya pada hari kamis Kliwon, 29
Rabingulakir, Be, 1680 atau 13 Pebruari 1755 diadakan perjanjian di


desa Giyanti, wilayah Lebak Jatisari antara Sunan Paku Buwono II


dengan Sunan Kabanaran. Naskah perjanjian disahkan pada 1 Sapar,
Jumakir, 1682.
Dalam perjanjian tersebut, sebagai wilayah Mancanegara,
Grobogan termasuk wilayah Kasultanan bersama-sama dengan
Madiun, separuh Pacitan, Magetan, Caruban, Jipang (Bojanegara),
Teras Karas (Ngawen), Sela, Warung (Kuwu-Wirosari). Kompeni
meminta agar daerah Pesisir dan Madura tidak dibagi, sebab sudah
diserahkan kepada Kompeni berdasarkan perjanjian dengan Sunan
Paku Buwono II (1749) dan Sunan Paku Buwono III (1751). Daerah yang
dibagi adalah daerah Mancanagari Kilen dan Wetan. Daerah-daerah
mancanegara ini sebelumnya merupakan daerah koordinatif Bupati
Pati, Caruban, dan Kediri.

Namun Sunan juga memiliki daerah

kekuasaan di daerah Grobogan seluas 35000 karya.


Dalam perjanjian antara Daendels dengan Pangeran Adipati
Aryo Mangkunegara di Yogyakarta, tanggal 10 Januari 1811, ditetapkan
bahwa uang-uang pantai yang harus dibayar oleh Guperman Belanda
dihapus. Kedua, kepada Guperman Belanda diserahkan sebagian
Kedu, beberapa daerah di Semarang, Demak, Jepara, Salatiga, distrikdistrik Grobogan, Wirosari, Sesela, Warung, Jipang, dan Japan. Ketiga,
kepada Yogyakarta diberikan daerah sekitar Boyolali, Galo, dan distrik
Cauer Wetan.
Selanjutnya Pangeran Adipati Aryo Mangkunegara juga
mengadakan perjanjian di Salatiga pada hari Jumat Pon, 5 Jumadilakir,
Be, Windu Adi, 1681 atau 25 Maret 1757. Mangkunegara memperoleh
tanah lungguh 4000 karya, yang terdiri dari Laroh, Sembuyan,
Matesih, Wiraka, Keduwang, Ngawen, separuh kota Surakarta,
Karang Anyar, dan Baturetno.

Kemudian berdasarkan perjanjian dengan pemerintah Inggris,


pada hari sabtu, 1 Agustus 1812 daerah-daerah enclave di Salatiga,
Demak, dan Grobogan dikembalikan kepada Sunan, dan sebagai
gantinya Inggris mengambil seluruh kota pelabuhan, pasar-pasar,
sarang burung, Kedu, Wirasaba, Blora, Jombang, dan Pacitan. Sebagai
gantinya Sunan mendapatkan pajak pelabuhan, pasar, dan lain-lain
tersebut sebesar 120.000 ringgit tiap tahun.
Pada 22 Juni 1830 antara Sunan dengan Belanda diadakan
perjanjian, yang isinya antara lain: daerah Sela, Kuwu, dan Kradenan
dimasukkan ke dalam wilayah Sukowati. Pada masa Perang
Diponegoro, di beberapa daerah Grobogan, seperti Purwodadi,
Wirosari dan Mangor tenggelam dalam api peperangan melawan
Belanda.
Pada tahun 1848 di daerah Grobogan dilanda kemiskinan dan
kelaparan sehingga banyak masyarakat yang meninggal. Hal tersebut
dipicu adanya penyimpangan pelaksanaan Cultuur Stelsel (Sistem
Tanam Paksa), seperti tanah yang dipakai bisa lebih dari 1/5 bagian,
selisih harga tidak diberikan ke petani, kegagalan panen ditanggung
petani,

serta

rakyat

masih

diwajibkan

kerja

rodi.

Dengan

penyimpangan tersebut aparat pemerintah dan Bupati dapat


mengumpulkan Cultuur procenten8 yang banyak untuk memperkaya
diri di atas penderitaan rakyat9.
Pada tahun 1928, berdasarkan Staatsblad 1928 No. 117,
Kabupaten Grobogan mendapat tambahan dua distrik dari Kabupaten
Demak yaitu Distrik Manggar dengan ibukota di Godong dan Distrik
Singenkidul dengan ibukota di Gubug. Kemudian pada tahun 1933
memperoleh tambahan Asistenan Klambu dari Distrik Undaan Kudus.
8
cultuur procenten yaitu hadiah atau bonus bagi pelaksana sistem tanam paksa yang dapat
menyerahkan hasil tanaman melebihi ketentuan yang telah ditetapkan
9
http://www.pustakasekolah.com/sistem-tanam-paksa-culture-stelsel-di-indonesia.html


3. Eksploitasi Sumber Daya Alam


a. Minyak Bumi

Di Dusun Bapo, Desa Bendoharjo, Kecamatan Gabus


kabupaten Grobogan ditemukan beberapa kilang minyak yang
dibangun pada masa penjajahan Belanda. Lokasi yang oleh
masyarakat disebut Boran tersebut hingga kini masih digunakan
masyarakat dengan memanfaatkan sisa struktur bangunan yang
dibangun Belanda tersebut dengan cara yang masih tradisional.
Kandungan minyak di wilayah Cepu dan Grobogan tersebut
ditemukan pada tahun 1894 oleh Andrian Stoop. Andrian Stoop
melakukan

pengeboran

pertamanya

di

Desa

Ledok,

serta

menyimpulkan bahwa di sekitar Panolan terdapat ladang minyak


yang berkualitas tinggi dalam jumlah yang besar. Kilang Cepu
merupakan kilang minyak kedua yang dibangun de Dordtsche. Hasil
dari penambangan minyak digunakan sebagai bahan bakar lampu
gas untuk penerangan jalan di Jawa. De Dordtsche mengimpor
sendiri lampu gas yang ditawarkan untuk dijual kepada kotaprajakotapraja.
Untuk memanfaatkan kandungan lilin dalam residu, maka
pada tahun 1895 dibangun pabrik lilin di Cepu. Setelah proses
distilasi dihasilkan lilin parafin keras dan lilin parafin lunak. Lilin
parafin keras dijual sebagai lilin untuk penerangan, sedangkan lilin
parafin lunak harus dicampur dulu dengan lilin korek api Skotlandia
atau Amerika dan sedikit lilin Cina sebelum dapat dijual untuk
keperluan industri batik.

b. Kayu Jati

Penanganan terhadap hutan di wilayah Hindia Belanda telah


dilakukan oleh pemerintah Belanda sejak tahun 1849 dengan
mendatangkan ahli hutan dari Jerman. Aturan pengelolaan terus


mengalami perbaikan, hingga pada tahun 1865 lahir Staatblad


nomor 96

yang

dapat

dikatakan

sebagai

Undang-Undang

Kehutanan yang pertama, yang memuat pedoman dan petunjuk


yang mengelola atau mengeksploitasi hutan.
Kesatuan

Pengelolaan

Hutan

Purwodadi

diawali

pengelolaan Hutan Kradenan Utara yang dibentuk tahun 1917


bersamaan dengan dibentuknya Perusahaan Jati di Jawa Madura,
tahun 1918. Bagian Hutan Grobogan dibentuk Perusahaan Jati, dan
tahun 1922 Bagian Hutan Sambirejo juga dibentuk pula Perusahaan
Jati. Pengukuran lahan di Kesatuan pemangkuan Hutan Purwodadi
baru dilaksanakan tahun 1930 berdasarkan Gouvernements Besluit
Van Den Hoofd Insspecteur nomor : 6672/Ai tanggal 21 Nopember
1930 dan nomor 09/9072 tanggal 18 Desember 1930. Kesatuan
Pengelolaan Hutan Jati sempat dihentikan tahun 1938 dan tahun
1940 pengelolaan hutan jati diserahkan kembali dari Djatibedrijf
kepada Jawatan Kehutanan milik Pemerintah sampai tahun 1942.10

4. Masa Politik Etis11


Gagasan dasar politik etis berasal dari tulisan C. Th. van
Deventer yang dimuat dalam de Gids pada tahun 1899 yang berjudul
Een Ereschuld yang berarti Hutang Budi. Dalam tulisan ini
dikemukakan bahwa kemakmuran Negeri Belanda sebagai bangsa
yang bermoral harus membayar hutang dengan menyelenggarakan
trias atau trilogy antara lain irigasi, emigrasi dan edukasi.
Pelaksanaan politik Etis tetap tak lepas dari kepentingan
kolonial Belanda. Implementasi politik etis tidak pernah lepas dari
kolonialistis eksploitatis. Politik Etis dimaksudkan untuk mengakhiri
wingwest (daerah keuntungan), maka selama periode 1900 1925
10
11

http://perumperhutani.com/profil/sejarah/

A. Daliman., Prof., Sejarah Indonesia abad XIX Awal Abad, Sistem Politik Kolonial dan
Administrasi Pemerintah Hindia Belanda, Yogyakarta: Ombak Dua, 2012.


banyak dilakukan perubahan misalnya dalam pertanian, irigasi, lalu


lintas, peternakan, pendidikan dan emigrasi.
Di bidang irigasi, dibangun banyak bangunan-bangunan irigasi
dan bendungan. Di Grobogan terdapat Bendungan Glapan, Sedadi dan
Wilalung. Namun dalam kenyataannya bangunan-bangunan irigasi
tersebut bukan untuk kesejahteraan rakyat, namun lebih memenuhi
kebutuhan perkebunan (onderneming) dan kebutuhan ekonomi
kolonial lainnya.
Demikian pula halnya pembangunan jaringan Rel Kereta Api.
Pembangunan stasiun dan jaringan kereta api bukan semata untuk
kepentingan
pengangkutan

rakyat,

namun

bertujuan

tanaman-tanaman

ekspor

untuk
dari

memperlancar
pedalaman

ke

pelabuhan-pelabuhan. Bagi kepentingan pemerintahan, jaringan jalan


kereta api digunakan untuk mengendalikan pemerintahan dan
menjaga keamanan.
Di Grobogan juga didirikan beberapa Rumah Gadai dan Bank
Penyimpanan. Hal tersebut merupakan bagian dari rencana Politik Eis
agar rakyat terbebas dari cengkraman lintah darat.
Bidang pendidikan juga merupakan salah satu bagian utama
dari politik etis. Sebagai realisasinya, Pemerintah Hindia-Belanda
mendirikan sekolah-sekolah. Pada abad XX sistem Sekolah Desa atau
Volksschool diperkenalkan kepada masarakat. Volksschool memiliki
masa pendidikan 5 tahun. Pembangunan dan penyelenggaraan
Volksschool dipercayakan kepada masyarakat, sementara pemerintah
hanya memberikan subsidi dan bimbingan. Bagi siswa yang berprestasi
diberi kesempatan untuk melanjutkan ke Vervolgschool selama 2
tahun. Sekolah ini diperuntukkan untuk golongan rakyat biasa.
Guna memenuhi kebutuhan pendidikan bagi golongan
menengah, pemerintah mendirikan HIS (Holland Inlandse School)
setara dengan Sekolah Dasar. Bahasa pengantar yang digunakan

25

Bahasa Belanda. Masa pendidikan selama 7 tahun. Di wilayah


Grobogan, HIS didirikan di Desa Purwodadi, sebuah bangunan yang
sekarang difungsikan untuk SMP N 1 Purwodadi. Dari HIS, siswa bisa
meneruskan ke MULO dan berlanjut ke AMS.
Dari data tersebut terlihat bahwa pendidikan bersifat
diskriminatif. Pendidikan yang dilaksanakan hanya tingkat rendah
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pegawai rendahan seperti
mandor dan pelayan.

E. MASA PENDUDUKAN JEPANG


Pada

masa

pendudukan

Jepang,

terjadi

perubahan

tata

pemerintahan daerah, yaitu dengan Undang-undang No. 27 tahun 1942.


Menurut undang-undang ini seluruh Jawa kecuali daerah Vorstenlanden
dibagi atas : Syuu (Karesidenen), Si (Kotapraja), Ken (Kabupaten), Gun
(Distrik), Son (Onder Distrik), dan Ku (Kelurahan/Desa).
Pada Bulan Maret 1942 di masa Perang Dunia II daerah Grobogan
juga tidak luput dari pendudukan tentara Jepang. Pada waktu itu Bupati
Grobogan R. Adipati Ario Soekarman Martohadinagoro meninggalkan kota
(Purwodadi) dan mengungsi di Pesanggrahan Argomulyo (milik Perhutani).
Tetapi tidak lama kemudian oleh Jepang diserahkan kembali ke Purwodadi
dengan ditetapkan sebagai Kentyo (Bupati) Grobogan. Pada tahun 1944
Bupati Ario Soekarman di pindah ke Semarang, digantikan oleh R Soegeng
sampai Tahun 1946.

F. MASA KEMERDEKAAN
Tahun 1948, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-undang
No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 1 UU ini
menyatakan bahwa Daerah Negara Republik Indonesia tersusun dalam tiga
tingkatan, yaitu : Propinsi, Kabupaten, Desa (Kota Kecil). Selanjutnya
berdasarkan UU No. 13 Tahun 1950 dibentuk Daerah-daerah Tingkat II di

lingkungan Propinsi Jawa Tengah. Dengan demikian UU inilah yang


mendasari pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Grobogan.
Melalui Perda Kabupaten Dati II Grobogan No. 11 Tahun 1991
ditetapkan bahwa Hari Jadi Kabupaten Grobogan adalah : Hari Senin
Kliwon, 21 Jumadil Akhir 1650 atau 4 Maret 1726 atau 1 Rajab 1138 H yaitu
pada saat diangkatnya Raden Tumenggung Martapura sebagai Bupati
Mancanagari di Grobogan. Raden Tumenggung Martapura inilah yang
sampai sekarang dianggap sebagai Bupati Grobogan yang pertama.
Pengangkatan Bupati Grobogan atas diri Ng. Wongsodipo atau
Tumenggung Martapura atau Adipati Puger disertai dengan penyerahan
kekuasaan atas daerah-daerah yang menjadi wilayahnya. Ini berarti,
bahwa pengangkatan Bupati di sini adalah sebagai Bupati Kepala Daerah.
Sebagai Bupati Patih adalah RT Suryonegoro. Dalam perkembangan
selanjutnya sebagai Bupati Kepala Daerah, Adipati Puger menguasai
daerah-daerah Demak, Santenan, Cengkal Sewu, Wirosari, Sela, Teras,
Karas, Blora dan Jipang, serta daerah-daerah di Sukowati bagian utara
Bengawan Sala. Sedang sebutan Adipati merupakan sebutan bagi seorang
Bupati Mancanagari yang memiliki kedaulatan atas daerah-daerah yang
dikuasainya.
Penataan administrasi wilayah sudah barang tentu dilakukan
secara bertahap dan baru pada masa pembentukan Kabupaten Pangreh
Praja (1847) sistem administrasi Kabupaten sudah boleh dikatakan
mendekati sempurna, seperti Kabupaten Daerah Tingkat II sekarang. Di
samping itu Adipati Puger atau Tumenggung Martapura menjabat Bupati
Grobogan sampai meninggalnya (1753), dan nantinya dia digantikan oleh
menantunya : RT Suryonagoro dengan gelarnya RT Yudonagoro.
Dari penjelasan di atas, maka tanggal 4 Maret 1726 dapat
ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Grobogan telah ada dan jelas
memiliki perangkat yang diisyaratkan bagi adanya sebuah Kabupaten,

yaitu adanya : wilayah, rakyat, dan pemerintahan, walaupun belum


sempurna (Senin, 21 Jumadilakir, 1650).
Selanjutnya sebagai akhir uraian dari bab ini perlu disebutkan
para Bupati yang pernah memerintah di Kabupaten Grobogan. Menurut
data yang ada Kabupaten Grobogan dengan ibu kota Grobogan pindah ke
kota Purwodadi terjadi pada Tahun 1864. Peristiwa ini hanyalah
merupakan perpindahan pusat pemerintahan Kabupaten Grobogan. Jadi
tidak terjadi perubahan status daerah tersebut.
Dalam perkembangan selanjutnya kita ketahui bahwa pada 1928
(Staatbald, 1928 No. 117) Kabupaten Grobogan mendapatkan tambahan
dua distrik (Kawedanan) dari Kabupaten Demak, yaitu :
1. Kawedanan distrik Manggar dengan ibukotanya di Godong
2. Kawedanan distrik Singen Kidul dengan ibukotanya di Gubug.
Maka jumlah desa di dalam wilayah Kabupaten Grobogan
dengan tambahan dua Kawedanan tersebut yang semula terdiri atas 129
desa menjadi 280 desa sampai sekarang. Pada tanggal 1 Januari 1930
(Staatblad 1930, No. 3) berdirilah Regent Schapsraad (Dewan Katapaten)
Grobogan sebagai badan ekonomi dimana Regent (Bupati) sebagai
ketuanya.
Pada Bulan April 1932 asistenan Karangasem Kawedanan
Wirosari dihapus dan dalam Bulan September 1933, asistenan Gadoh
Kawedanan Manggar juga dihapus (Staatblad 1932, No. 16; Staatblad 1933,
No. 51). Kemudian mendapatkan tambahan asistenan Klambu Distrik
Undaan Kabupaten Kudus.
Pada Bulan Maret 1942 di masa Perang Dunia II daerah
Grobogan juga tidak luput dari pendudukan tentara Jepang. Pada waktu
itu Bupati Grobogan R. Adipati Ario Soekarman Martohadinagoro
meninggalkan kota (Purwodadi) dan mengungsi di Pesanggrahan

Argomulyo (milik Perhutani). Tetapi tidak lama kemudian oleh Jepang


diserahkan kembali ke Purwodadi dengan ditetapkan sebagai Kentyo
(Bupati) Grobogan. Pada tahun 1944 Bupati Ario Soekarman di pindah ke
Semarang, digantikan oleh R Soegeng sampai Tahun 1946.
Nama-nama Bupati yang pernah memerintah Kabupaten
Grobogan sejak Adipati Martapura Tahun 1726 adalah sebagai berikut :
a. Pada waktu ibukota Kabupaten menetap di Kota Grobogan
1.

Adipati Martapura atau Adipati Puger : 1726 -

2.

RT. Suryonagoro Suwandi atau RT. Yudonagoro.

3.

RT. Kartodirjo : 1761 - 1768

4. RT. Yudonagoro : 1768 - 1775


5.

R. Ng. Sorokerti atau RT. Abinaro : 1775 - 1787

6. RT. Yudokerti atau Abinarong II : 1787 - 1795.


7.

RM. T. Sutoyudo : 1795 - 1801.

8. RT. Kartoyudo : 1801 - 1815.


9. RT. Sosronagoro I : 1815 - 1840.
10. RT. Sosronagoro II : 1840 - 1864.

b. Setelah ibukota Kabupaten menetap di Kota Purwodadi Tahun 1864.


1.

Adipati Martonagoro : 1864 - 1875.

2.

RM. Adipati Ario Yudonagoro : 1875 - 1902.

3.

RM. Adipati Ario Haryokusumo : 1902 - 1908.

4. Pangeran Ario Sunarto : 1908 - 1933, Pencipta Trilogi Pedesaan


yaitu di desa-desa harus ada Sekolah Dasar, Balai Desa, dan
Lumbung Desa.
5.

R. Adipati Ario Sukarman Martohadinegoro : 1933 - 1944.

6. R. Sugeng : 1944 - 1946.


7.

R. Kaseno : 1946 -1948.

8. M. Prawoto Sudibyo : 1948 - 1949.

9. R. Subroto : 1949 - 1950.


10. R. Sadono : 1950 - 1954.
11. Haji Andi Patopoi : 1954 - 1957. Bupati Kepala Daerah.
12. H. Abdul Hamid sebagai Pejabat Bupati dan Ruslan sebagai Kepala
Daerah yang memerintah sama-sama; 1957-1958.
13. R. Upoyo Prawirodilogo, Bupati Kepala Daerah merangkap Ketua
DPRDGR

1958

1964.

Bupati

inilah

yang

memprakarsai

pembangunan monumen obor Ganefo I di Mrapen.


14. Supangat; Bupati Kepala Daerah merangkap Ketua DPRGR : 1964 1967.
15. R. Marjaban, Pejabat Bupati Kepala Daerah : 1967 - 1970.
16. R. Umar Khasan, Pejabat Bupati Kepala Daerah : 1970 - 1974
17. Kolonel Inf. H. Soegiri, Bupati Kepala Daerah : 11 Juli 1974 - 11 Maret
1986.
18. Kolonel H. Mulyono US : Bupati Kepala Daerah : 11 Maret 1986 - 11
Maret 1996.
19. Kolonel Inf. T. Soewito , Bupati Kepala Daerah : 11 Maret 1996 - 2001
20. Agus Supriyanto, SE. sebagai Bupati dan H.Bambang Pudjiono,SH
sebagai Wakil Bupati Grobogan : 11 Maret 2001 - 2006
21. H.Bambang Pudjiono, SH. sebagai Bupati dan H.Icek Baskoro,SH
sebagai Wakil Bupati Grobogan : 2006 - 2011.
22. H.Bambang Pudjiono, SH. sebagai Bupati dan H.Icek Baskoro,SH
sebagai Wakil Bupati Grobogan : 2011 - 2016.

G. DATA CAGAR BUDAYA


Kabupaten Grobogan yang terungkap baik dari sejarah, legenda,
maupun artefaktual memberikan gambaran peran penting daerah ini dari
masa Klasik Bindu-Budha, Islam, hingga Kolonial. Data artefaktual tersebut
perlu dilestarikan karena mempunyai nilai penting bagi perkembangan


daerah Grobogan. Data tersebut diinventarisasi sebagai data cagar budaya


karena memiliki kriteria :
1. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
2. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
3. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan,
agama, dan/atau kebudayaan; dan
4. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadianbangsa.
Dengan demikian dapat diperikan data yang diduga sebagai
cagar budaya seperti tabel berikut:

No

No. Inv.

Nama BCB / Situs

Alamat

Jenis
BCB

Periode

Posisi

11-15/
Gbo/2013/
TB/1

Masjid Ki Ageng
Sela

Ds. Sela , Kec.


Tawangharjo

Makam

Islam

S7 05 52.7
E111 00 02.8

11-15/
Gbo/2013/
TB/2

Gereja Kristen
Jawa Tengah
Utara

Dsn. Kaliceret, Ds.


Mrisi, Kec.
Tanggungharjo

Gereja

Kolonial

S7 06 42.2
E110 39 05.0

11-15/
Gbo/2013/
TB/4

Makam Bupati RT.


Adipati Mertohadi
Negoro

Kompl. Makam
Sedomukti,
Ngembak, Purwodadi

Makam

Islam

S7 05 41.6
E110 52 42.2

11-15/
Gbo/2013/
TB/6

Stasiun Kedungjati

Ds. Kedungjati, Kec.


Kedungjati

Stasiun

Kolonial

S7 09 49.25
E110 38 06.5

11-15/
Gbo/2013/
TB/7

Klenteng Hok An
Bio

Jl. Suhada No. 1


Purwodadi

Klenteng Kolonial

S7 04 49.4
E110 54 52.8

11-15/
Gbo/2013/
TB/9

Masjid Jami'
Baiturrahman

Dsn. Ngaringan, Ds.


Tawangharjo, Kec.
Wirosari

Masjid

Islam

S7 04 41.0
E111 05 25.2

11-15/
Gbo/2013/
TB/10

Masjid An Nur

Ds. Kuwu, Kec.


Kradenan

Masjid

Islam

S7 07 26.4
E111 07 42.1

No

No. Inv.

Nama BCB / Situs

Alamat

11-15/
Gbo/2013/
TB/11

Stasiun Tanggung

Ds. Tanggungharjo,
Kec. Tanggungharjo

Stasiun

Kolonial

S7 05 29.6
E110 36 12.6

Stasiun Gundih

Ds. Geyer, Kec. Geyer

Stasiun

Kolonial

S7 13 07.2
E110 54 00.7

Makam Ki Ageng
Sela

Ds. Sela , Kec.


Tawangharjo

Makam

Islam

S7 05 51.8
E111 00 01.6

Makam Ki Ageng
Tarub

Ds. Tarub, Kec.


Tawangharjo

Makam

Islam

S7 03 45.5
E111 00 55.1

Makam RM.
Bondan Kejawan

Ds. Tarub, Kec.


Tawangharjo

Makam

Islam

S7 03 45.5
E111 00 55.1

10

11

12

11-15/
Gbo/2013/
TB/12
11-15/
Gbo/2013/
TB/13
11-15/
Gbo/2013/
TB/14
11-15/
Gbo/2013/
TB/15

13

11-15/
Gbo/2013/
TB/16

Bak Kontrol
Saluran Air
Jatipohon

14

11-15/
Gbo/2013/
TB/17

Sumber Air
Jatipohon

Dsn. Sumber, Ds.


Jatipohon, Kec.
Grobogan

15

11-15/
Gbo/2013/
TB/18

Kolam Renang
Jatipohon

16

11-15/
Gbo/2013/
TB/19

17

Jenis BCB Periode

Dsn. Krajan RT 4 RW
2, Ds. Jatipohon, Kec. Reservoir Kolonial
Grobogan

Posisi

S6 59 34.8
E110 55 40.8

Kolonial

S6 59 07.7
E110 55 46.4

Dsn. Sumber, Ds.


Jatipohon, Kec.
Grobogan

Kolam
Kolonial
Renang

S6 59 08.1
E110 55 46.0

Rumah City View

Dsn. Sumber, Ds.


Jatipohon, Kec.
Grobogan

Rumah

Kolonial

S6 59 09.9
E110 55 46.4

11-15/
Gbo/2013/
TB/20

Pendapa
Kawedanan
Grobogan

Jl. Pangeran Puger


110, Kec. Grobogan

Pendapa Kolonial

S7 01 22.6
E110 55 20.7

18

11-15/
Gbo/2013/
TB/21

Rumah Dinas
Wedana Grobogan

Jl. Pangeran Puger


110, Kec. Grobogan

Rumah

Kolonial

S7 01 22.6
E110 55 20.7

19

11-15/
Gbo/2013/
TB/22

Bekas Penjara
Kawedanan
Grobogan

Jl. Pangeran Puger


110, Kec. Grobogan

Kantor

Kolonial

S7 01 22.6
E110 55 20.7

mata air

No

No. Inv.

Nama BCB / Situs

Alamat

20

11-15/
Gbo/2013/
TB/23

Makam Adipati
Puger Martapura

Jl. Pangeran Puger,


Kec. Grobogan

Makam

Islam

S7 01 21.1
E110 55 12.2

Pendapa
Kecamatan Gubug

Jl. Jendral A. Yani


No.24, Gubug

Kantor

Kolonial

S7 03 15.0
E110 39 57.9

Rumah Dinas
Camat Gubug

Jl. Jendral A. Yani


No.24, Gubug

Kantor

Kolonial

S7 03 15.0
E110 39 57.9

TK Bhayangkari 40
Gubug

Jl. Bhayangkara, Kec.


Gubug

Sekolah

Kolonial

S7 03 17.4
E110 40 08.9

Masjid An Nur
Gubug

Jl. Bhayangkara, Kec.


Gubug

Masjid

Islam

S7 03 11.5
E110 39 58.2

Kantor Balai
Pengelolaan
Sumberdaya Air
Serang Lusi Juana

Jl. Jenderal Sudirman,


Kec. Godong

Stasiun

Kolonial

S7 01 28.3
E110 46 35.2

Rumah Tinggal

Jl. Bhayangkara No.


62 Gubug

Rumah

Kolonial

S7 03 15.7
E110 40 04.0

SMP Keluarga
Gubug

Jl. Bhayangkara No.


63 Gubug

Sekolah

Kolonial

S7 03 17.3
E110 40 08.1

Stasiun Gubug

Ds. Kuwaron, Kec.


Gubug

Stasiun

Kolonial

S7 03 39.2
E110 40 10.2

Rumah Dinas KAI

Ds. Kuwaron, Kec.


Gubug

Rumah

Kolonial

S7 03 35.3
E110 40 05.8

Rumah Dinas KAI

Ds. Kuwaron, Kec.


Gubug

Rumah

Kolonial

S7 03 35.1
E110 40 05.1

Rumah Dinas KAI

Ds. Kuwaron, Kec.


Gubug

Rumah

Kolonial

S7 03 34.8
E110 40 04.8

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

11-15/
Gbo/2013/
TB/24
11-15/
Gbo/2013/
TB/25
11-15/
Gbo/2013/
TB/26
11-15/
Gbo/2013/
TB/27
11-15/
Gbo/2013/
TB/28
11-15/
Gbo/2013/
TB/29
11-15/
Gbo/2013/
TB/30
11-15/
Gbo/2013/
TB/31
11-15/
Gbo/2013/
TB/32
11-15/
Gbo/2013/
TB/33
11-15/
Gbo/2013/
TB/34

Jenis BCB Periode

Posisi

No

No. Inv.

Nama BCB / Situs

Alamat

32

11-15/
Gbo/2013/
TB/35

Rumah Dinas KAI

Ds. Kuwaron, Kec.


Gubug

Rumah

Kolonial

S7 03 33.8
E110 40 03.5

33

11-15/
Gbo/2013/
TB/36

Bekas Stasiun
Godong

Ds. Godong, Kec.


Godong

Stasiun

Kolonial

S7 01 21.2
E110 46 22.2

34

11-15/
Gbo/2013/
TB/37

Watu Bobot
Mrapen

Dsn. Mrapen, Ds
Manggarmas, Kec.
Godong

Petilasan

Islam

S7 01 21.4
E110 41 59.6

35

11-15/
Gbo/2013/
TB/38

Tugu Ganefo
Mrapen

Dsn. Mrapen, Ds
Manggarmas, Kec.
Godong

Tugu

Kemerdekaan

S7 01 21.4
E110 41 59.6

36

11-15/
Gbo/2013/
TB/39

Api Abadi Mrapen

Dsn. Mrapen, Ds
Manggarmas, Kec.
Godong

Cagar
budaya
alam

S7 01 21.4
E110 41 59.6

37

11-15/
Gbo/2013/
TB/40

SD Kristen
Kaliceret

Dsn. Kaliceret, Ds.


Mrisi, Kec.
Tanggungharjo

Gedung

Kolonial

S7 06 40.5
E110 39 05.6

38

11-15/
Gbo/2013/
TB/41

Rumah Pendeta
GKJ Kaliceret

Dsn. Kaliceret, Ds.


Mrisi, Kec.
Tanggungharjo

Gedung

Kolonial

S7 06 40.8
E110 39 07.8

39

11-15/
Gbo/2013/
TB/42

Gereja Kristen
Jawa Kaliceret

Dsn. Kaliceret, Ds.


Mrisi, Kec.
Tanggungharjo

Gereja

Kolonial

S7 06 40.0
E110 39 07,6

40

11-15/
Gbo/2013/
TB/43

BKPH Padas

Ds. Kedungjati, Kec.


Kedungjati

Gedung

Kolonial

S7 09 37.1
E110 37 59.1

41

11-15/
Gbo/2013/
TB/45

Gudang KAI
Kedungjati

Ds. Kedungjati, Kec.


Kedungjati

Gedung

Kolonial

S7 09 49.25
E110 38 06.5

42

11-15/
Gbo/2013/
TB/46

Rumah Dinas KAI

Ds. Kedungjati, Kec.


Kedungjati

Rumah

Kolonial

S7 09 49.25
E110 38 06.5

43

11-15/
Gbo/2013/
TB/47

Polsek Kedungjati

Ds. Kedungjati, Kec.


Kedungjati

Gedung

Kolonial

S7 09 43.8
E110 37 58.1

Jenis BCB Periode

Posisi

No

No. Inv.

Nama BCB / Situs

Alamat

Jenis BCB Periode

Posisi

44

11-15/
Gbo/2013/
TB/48

Rumah Dinas KAI

Ds. Tanggungharjo,
Kec. Tanggungharjo

Rumah

Kolonial

S7 05 29.6
E110 36 12.6

45

11-15/
Gbo/2013/
TB/49

Masjid Jami'
Zaidattut Taqwa

Dsn. Brebes, Ds.


Glapan, Kec. Gubug

Masjid

Islam

S7 06 41.0
E110 41 10.7

46

11-15/
Gbo/2013/
TB/50

Bendung Glapan

Ds. Glapan, Kec.


Gubug

Reservoir Kolonial

S7 06 34.1
E110 41 20.6

47

11-15/
Gbo/2013/
TB/51

Jembatan
Bendung Glapan

Ds. Glapan, Kec.


Gubug

Struktur Kolonial

S7 06 29.3
E110 41 18.7

48

11-15/
Gbo/2013/
TB/52

Stasiun Kradenan

Ds. Kradenan, Kec.


Kradenan

Stasiun

Kolonial

S7 08 59.2
E111 08 42.1

49

11-15/
Gbo/2013/
TB/53

Tugu Perang
Kemerdekaan
Kedungjati

Ds. Kradenan, Kec.


Kradenan

Tugu

Kolonial

S7 08 59.2
E111 08 42.1

50

11-15/
Gbo/2013/
TB/54

Rumah Dinas KAI

Ds. Kradenan, Kec.


Kradenan

Rumah

Kolonial

S7 09 00.7
E111 08 41.1

51

11-15/
Gbo/2013/
TB/55

Rumah Dinas KAI

Ds. Kradenan, Kec.


Kradenan

Rumah

Kolonial

S7 09 00.7
E111 08 41.1

52

11-15/
Gbo/2013/
TB/56

KANTOR UPT
RESORT SINTELIS
4.7. KRADENAN

Ds. Kradenan, Kec.


Kradenan

Rumah

Kolonial

S7 09 00.7
E111 08 41.1

53

11-15/
Gbo/2013/
TB/57

KPH Kradenan

Ds. Kradenan, Kec.


Kradenan

Kantor

Kolonial

S7 09 01.1
E111 08 45.8

54

11-15/
Gbo/2013/
TB/58

Rumah Dinas
Bupati Grobogan

Jl. S. Parman No. 1


Purwodadi

Kantor

Kolonial

S7 04 56.2
E110 55 03.0

55

11-15/
Gbo/2013/
TB/59

Pendapa Bupati
Grobogan

Jl. S. Parman No. 1


Purwodadi

Kantor

Kolonial

S7 04 56.2
E110 55 03.0

No

No. Inv.

Nama BCB / Situs

Alamat

Jenis
BCB

Periode

Posisi

56

11-15/
Gbo/2013/
TB/60

Kantor
Kesbanglinmas

Jl. DI. Panjaitan No. 6


Purwodadi

Kantor

Kolonial

S7 04 51.7
E110 55 10.4

57

11-15/
Gbo/2013/
TB/61

Kantor BKD
Purwodadi

Jl. Jend. Sudirman No.


83 Purwodadi

Kantor

Kolonial

S7 04 54.4
E110 54 59.9

58

11-15/
Gbo/2013/
TB/62

Kodim 0717
Purwodadi

Jl. Suhada No. 1


Purwodadi

Kantor

Kolonial

S7 04 48.2
E110 54 57.0

59

11-15/
Gbo/2013/
TB/63

SMPN 1 Purwodadi

JL. Mayjen Sutoyo


Siswomiharjo No. 6
Purwodadi

Kantor

Kolonial

S7 05 16.2
E110 55 05.2

Masjid Jami
Purwodadi

Jl. Jend. Sudirman


Purwodadi

Masjid

Islam

S7 04 51.7
E110 54 58.6

Kantor PMI
Grobogan

JL. Piere Tendean No.


5A Purwodadi

Kantor

Kolonial

S7 05 04.6
E110 55 08.8

Rumah Dinas
Polsek Purwodadi

Jl. Bhayangkara No. 5


Purwodadi

Kantor

Kolonial

S7 04 49.1
E110 55 06.8

Bekas Stasiun
Purwodadi

Jl. A. Yani PurwodadiGrobogan

Stasiun

Kolonial

S7 05 01.1
E110 54 41.0

Bank Panin

Jl. Letjen Suprapto


No. 30-31 Purwodadi

Kantor

Kolonial

S7 05 07.6
E110 54 52.0

Rumah Tinggal Go
Peng Hong

Jl. Letjen Suprapto


Purwodadi

Rumah

Kolonial

S7 05 10.5
E110 54 52.2

Rumah Tinggal

Jl. Suprapto No. 54


Purwodadi

Rumah

Kolonial

S7 05 13.6
E110 54 52.0

Rumah Tinggal

Jl. Bhayangkara No. 2


Purwodadi

Rumah

Kolonial

S7 04 49.1
E110 55 06.8

60

61

62

63

64

65

66

67

11-15/
Gbo/2013/
TB/64
11-15/
Gbo/2013/
TB/65
11-15/
Gbo/2013/
TB/66
11-15/
Gbo/2013/
TB/67
11-15/
Gbo/2013/
TB/68
11-15/
Gbo/2013/
TB/69
11-15/
Gbo/2013/
TB/70
11-15/
Gbo/2013/
TB/71

No

68

69

70

71

72

73

74

75

76

77

78

79

No. Inv.
11-15/
Gbo/2013/
TB/72
11-15/
Gbo/2013/
TB/73
11-15/
Gbo/2013/
TB/74
11-15/
Gbo/2013/
TB/75
11-15/
Gbo/2013/
TB/76
11-15/
Gbo/2013/
TB/77
11-15/
Gbo/2013/
TB/78
11-15/
Gbo/2013/
TB/79
11-15/
Gbo/2013/
TB/80
11-15/
Gbo/2013/
TB/81
11-15/
Gbo/2013/
TB/82
11-15/
Gbo/2013/
TB/83

Nama BCB / Situs

Alamat

Jenis
BCB

Periode

Posisi

Kantor Pemasaran
Hasil Hutan

Jl. Gatot Subroto No.


7 Purwodadi

Kantor

Kolonial

S7 04 53.7
E110 55 10.6

Rumah Dinas BRI


Purwodadi

Jl. DI. Panjaitan


Purwodadi

Rumah

Kolonial

S7 04 50.8
E110 55 09.2

GKJTU Purwodadi

Jl. Kartini No. 9


Purwodadi

Gereja

Kolonial

S7 05 03.3
E110 55 01.9

Rumah Pastur GKJ


Purwodadi

Jl. Kartini No. 11


Purwodadi

Rumah

Kolonial

S7 05 03.3
E110 55 01.9

Bekas Rumah
Dinas Bupati
Grobogan

Jl. DI. Panjaitan


Purwodadi

Rumah

Kolonial

S7 05 04.3
E110 55 10.2

Bangsal RSU
Purwodadi

Jl. DI. Panjaitan No.


36 Purwodadi

Kantor

Kolonial

S7 05 03.8
E110 55 10.8

Stasiun Ngrombo

Dsn. ngrombo, Ds.


Depok, Kec. Toroh

Stasiun

Kolonial

S7 08 43.0
E110 54 03.2

Rumah Dinas KAI

Dsn. ngrombo, Ds.


Depok, Kec. Toroh

Rumah

Kolonial

S7 08 42.9
E110 54 06.0

Situs Medang
Kamulan

Dsn. Medang
Kamulan, Ds.
Banjarejo, Kec. Gabus

Situs

Klasik

S7 06 45.8
E111 12 56.4

Stasiun Sulur

Ds. Sulursari, Kec.


Gabus

Stasiun

Kolonial

S7 10 27.1
E111 13 22.2

Rumah Dinas KAI

Ds. Sulursari, Kec.


Gabus

Rumah

Kolonial

S7 10 27.1
E111 13 22.2

KPH Sulursari

Ds. Sulursari, Kec.


Gabus

Gedung

Kolonial

S7 10 43.3
E111 13 08.4

No

80

81

82

83

No. Inv.
11-15/
Gbo/2013/
TB/84
11-15/
Gbo/2013/
TB/85
11-15/
Gbo/2013/
TB/86
11-15/
Gbo/2013/
TB/87

Nama BCB / Situs

Alamat

Jenis BCB Periode

Posisi

Tambang Minyak
Padas

Ds. Bendoharjo, Kec.


Gabus

Kilang
Minyak

Kolonial

S7 09 11.3
E111 14 09.7

Tambang Minyak
Padas

Ds. Bendoharjo, Kec.


Gabus

Kilang
Minyak

Kolonial

S7 09 11.3
E111 14 09.7

Tambang Minyak
Padas

Ds. Bendoharjo, Kec.


Gabus

Kilang
Minyak

Kolonial

S7 09 14.5
E111 14 08.9

Tambang Minyak
Padas

Ds. Bendoharjo, Kec.


Gabus

Kilang
Minyak

Kolonial

S7 09 10.6
E111 14 00.9

84

11-15/
Gbo/2013/
TB/88

Rumah Dinas
Perhutani Segara
Gunung

Ds. Segorogunung,
Kec. Gabus

Rumah

Kolonial

S7 12 45.2
E111 12 57.5

85

11-15/
Gbo/2013/
TB/89

Makam R.
Abdullah Kuwu

Ds. Kuwu, Kec.


Kradenan

Makam

Islam

S7 07 25.8
E111 07 41.0

86

11-15/
Gbo/2013/
TB/90

Klenteng Hok Ling


bio

Ds. Kuwu, Kec.


Kradenan

Klenteng

S7 07 23.6
E111 07 24.7

87

11-15/
Gbo/2013/
TB/91

Pendapa
Kawedanan
Wirosari

Dsn. Ngaringan, Ds.


Tawangharjo, Kec.
Wirosari

Pendapa Kolonial

S7 04 35.6
E111 05 29.1

88

11-15/
Gbo/2013/
TB/92

Stasiun
Gambringan

Dsn. Pucang, Ds.


Tambirejo, Kec. Toroh

Stasiun

Kolonial

S7 08 37.6
E110 54 53.9

89

11-15/
Gbo/2013/
TB/93

Tandon Air Stasiun


Gambringan

Dsn. Pucang, Ds.


Tambirejo, Kec. Toroh

Kantor

Kolonial

S7 08 37.9
E110 54 55.1

90

11-15/
Gbo/2013/
TB/94

Gedung Resort
Inspeksi Jalam Rel
Gambringan

Dsn. Pucang, Ds.


Tambirejo, Kec. Toroh

Kantor

Kolonial

S7 08 37.6
E110 54 58.7

91

11-15/
Gbo/2013/
TB/95

Rumah Dinas KAI

Dsn. Pucang, Ds.


Tambirejo, Kec. Toroh

Rumah

Kolonial

S7 08 37.6
E110 54 53.9

No

92

93

94

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

No. Inv.
11-15/
Gbo/2013/
TB/96
11-15/
Gbo/2013/
TB/97
11-15/
Gbo/2013/
TB/98
11-15/
Gbo/2013/
TB/99
11-15/
Gbo/2013/
TB/100
11-15/
Gbo/2013/
TB/101
11-15/
Gbo/2013/
TB/102
11-15/
Gbo/2013/
TB/103
11-15/
Gbo/2013/
TB/104
11-15/
Gbo/2013/
TB/105
11-15/
Gbo/2013/
TB/106
11-15/
Gbo/2013/
TB/107
11-15/
Gbo/2013/
TB/108

Nama BCB / Situs

Alamat

Jenis BCB Periode

Posisi

Rumah Dinas KAI

Dsn. Pucang, Ds.


Tambirejo, Kec. Toroh

Rumah

Kolonial

S7 08 37.6
E110 54 53.9

Rumah Dinas KAI

Dsn. Pucang, Ds.


Tambirejo, Kec. Toroh

Rumah

Kolonial

S7 08 37.6
E110 54 53.9

Rumah Dinas KAI

Dsn. Pucang, Ds.


Tambirejo, Kec. Toroh

Rumah

Kolonial

S7 08 37.6
E110 54 53.9

Rumah Dinas KAI

Dsn. Pucang, Ds.


Tambirejo, Kec. Toroh

Rumah

Kolonial

S7 08 37.6
E110 54 53.9

Rumah Dinas KAI

Dsn. Pucang, Ds.


Tambirejo, Kec. Toroh

Rumah

Kolonial

S7 08 37.6
E110 54 53.9

Gedong Papak

Ds. Geyer, Kec. Geyer

Rumah

Kolonial

S7 13 08.0
E110 54 06.3

Balai Pertemuan
KPH Gundih

Ds. Geyer, Kec. Geyer

Kantor

Kolonial

S7 12 42.6
E110 54 12.0

Rumah Dinas Adm


KPH Gundih

Ds. Geyer, Kec. Geyer

Rumah

Kolonial

S7 12 47.5
E110 54 11.8

Rumah Dinas KAI

Ds. Geyer, Kec. Geyer

Rumah

Kolonial

S7 12 42.6
E110 54 12.0

UPT Resor Sintelis


4.5 Gundih

Ds. Geyer, Kec. Geyer

Kantor

Kolonial

S7 13 07.2
E110 54 00.7

Reservoir Stasiun
Gundih

Ds. Geyer, Kec. Geyer Reservoir Kolonial

S7 13 08.5
E110 53 58.7

Rumah Dinas KAI

Ds. Geyer, Kec. Geyer

Rumah

Kolonial

S7 13 09.5
E110 54 06.0

Depo Loko

Ds. Geyer, Kec. Geyer

Kantor

Kolonial

S7 12 59.3
E110 53 58.6

1. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

: MASJID KI AGENG SELA

NAMA SEBELUMNYA

: Masjid Ki Ageng Sela

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/01

JENIS

: Masjid

PERIODE

: Islam

KELETAKAN

Astronomi

: S7 03 45.5 E111 00 55.1

DUSUN

DESA

: Sela

KECAMATAN

: Tawangharjo

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

BARU

: Karaton Surakarta Hadiningrat

STATUS PENGELOLAAN

: Karaton Surakarta Hadiningrat

TAHUN PEMBANGUNAN

: Abad XV

TAHUN RENOVASI

: Pada tahun 2012, Balai Pelestarian Peninggalan


Purbakala Jawa Tengah melakukan renovasi pada
bagian atap dan pengelupasan cat.

LATAR BELAKANG SEJARAH

: Nama asli Ki Ageng Ngabdurahman Sela, menurut


sebagian masyarakat adalah Bagus Sogom. Menurut
naskah-naskah babad ia dipercaya sebagai keturunan
langsung Brawijaya, raja terakhir Majapahit.
Dikisahkan, Brawijaya memiliki anak bernama Bondan
Kejawan , yang tidak diakuinya. Bondan Kejawan
berputra Ki Getas Pandawa. Kemudian Ki Getas
Pandawa berputra Ki Ageng Sela. Ki Ageng Sela
berputra beberapa orang putri dan seorang putra
bergelar Ki Ageng Ngenis. Ki Ageng Ngenis
berputra Ki Ageng Pemanahan, penguasa pertama
Mataram.

FUNGSI

: Masjid

UKURAN

PANJANG

: 16 m

LEBAR

: 25 m

TINGGI

: 9,5 m

LUAS AREA

: 5400 m2

BATAS-BATAS

UTARA

: Pemukiman dan makam

SELATAN

: Pemukiman

TIMUR

: Pemukiman

BARAT

: Komplek pemakaman

KONDISI LINGKUNGAN

: Berada di tengah pemukiman

ARAH HADAP

: Timur

DISKRIPSI

: Masjid memiliki atap tumpang dan sebagian besar


komponen bangunan terbuat dari kayu, terutama
bagian dinding ruang utama dan tiang. Penambahan
bangunan terdapat di bagian serambi yang diperlebar
ke arah timur dengan konstruksi beton cor. Masjid
telah mengalami renovasi pada tahun 2012 yaitu
perbaikan konstruksi atap, terutama bagian genting
dan kerangka serta pengelupasan cat yang
sebelumnya melapisi bagian dinding ruang utama.

NILAI PENTING

HISTORIS

Ki Ageng Sela merupakan leluhur dari raja-raja Pajang


: dan Mataram.

ILMU PENGETAHUAN

Ilmu pengetahuan mengenai arsitektur masjid kuna di


: Jawa

PENDIDIKAN

AGAMA/KEBUDAYAAN

: Salah satu tujuan wisata religi di Kabupaten Grobogan

AKSESIBILITAS

: Dapat diakses dengan menggunakan mobil, motor


dan jalan kaki

ANCAMAN

PROSES ALAM

: Pelapukan bahan karena rayap

AKTIFITAS MANUSIA

: Pengembangan tanpa konsep pelestarian keaslian

REKOMENDASI

: Perawatan rutin

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 10 Mei 2013
PETA KABUPATEN

MASJID KI AGENG SELA


Sela , Tawangharjo,
Grobogan

Pendapa dan Ruang Utama dilihat dari


arah utara

Pendapa Masjid Ki Ageng Sela

2. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

: GEREJA KRISTEN JAWA TENGAH UTARA KALICERET

NAMA SEBELUMNYA

: Salatiga Zending

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/02

JENIS

: Gereja

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S7 06 42.2 E110 39 05.0

DUSUN

: Kaliceret

DESA

: Mrisi

KECAMATAN

: Tanggung Harjo

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

: Salatiga Zending

BARU

: GKJTU Kaliceret

STATUS PENGELOLAAN

: GKJTU Kaliceret

TAHUN PEMBANGUNAN

: 1930an

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG SEJARAH

: Pertama-tama datanglah orang-orang dari Salatiga


Zending membangun rumah dari welit/ilalang yang
dulunya berlokasi di Pastori GKJ Kaliceret. Rumah
welit tersebut dipakai untuk mengabarkan Injil melalui
bidang kesehatan. Beberapa orang yang sembuh dari
penyakitnya tidak mau kembali ke daerah asalnya,
tetapi menetap di Kaliceret dan menjadi penganut
Kristen. Jadi tempat itu di samping sebagai balai
pengobatan juga dipakai sebagai tempat ibadah juga
sekaligus pastori. Mereka yang pernah tinggal di
tempat itu adalah Pdt. Steisen, Pdt. Prusdey, dan Pdt.
Panenga.

FUNGSI

: Gereja

UKURAN

PANJANG

: 19 m

LEBAR

: 12 m

TINGGI

: 8m

LUAS AREA

BATAS-BATAS

UTARA

: Pemukiman

SELATAN

: Pemukiman

TIMUR

: Jalan raya

BARAT

: Pemukiman

KONDISI LINGKUNGAN

: Pemukiman

ARAH HADAP

: Timur

DISKRIPSI

: Bangunan gereja dibangun sepenuhnya dari kayu


yang pada bagian bawah diperkuat dengan besi.
Bangunan utama dikelilingi dengan teras berkolom
balok kayu. Konstruksi atap terbuat dari kayu yang
ditutup dengan genteng pres. Lantai telah diganti
keramik. Bagian teras depan terdapat hiasan lisplang.
Pintu terbuat dari kayu berbentuk kupu tarung dan
jendela juga berbentuk kupu tarung dengan motif
krepyak.

NILAI PENTING

HISTORIS
ILMU PENGETAHUAN

Terkait dengan keberadaan zending atau misionaris


: Jerman pada masa kolonial Belanda
Pemakaian konstruksi kayu untuk bangunan pada
: areal dengan struktur tanah labil

PENDIDIKAN

Perpaduan penyebaran Kristen melalui media


: kesehatan dan pendidikan.

AGAMA/KEBUDAYAAN

: Penyebaran agama Kristen di wilayah Grobogan pada


masa Kolonial.

AKSESIBILITAS

: Berada di tepi jalan raya

ANCAMAN

PROSES ALAM

: Pelapukan kayu kalau tidak dilakukan treatment

AKTIFITAS MANUSIA

REKOMENDASI

: Konservasi dan rehabilitasi bangunan kayu

DATA INFORMAN

: Bp. Samuel (66 tahun)

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 11 Mei 2013

PETA KABUPATEN

GEREJA KRISTEN
JAWA TENGAH UTARA
KALICERET
Mrisi, Tanggung Harjo,
Grobogan

Faad Bangunan GKJTU Kaliceret

Dinding Barat GKJTU Kaliceret

3. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

NAMA SEBELUMNYA

NO. INVENTARISASI

11-15/Gbo/2013/TB/04

JENIS

Makam

PERIODE

Kolonial

KELETAKAN

MAKAM RT. ADIPATI MERTOHADI NEGORO

Astronomi

S7 05 41.6 E110 52 42.2

DUSUN

DESA

Ngembak

KECAMATAN

Purwodadi

KABUPATEN

Grobogan

PEMILIK

LAMA

BARU

Pemkab Grobogan

STATUS PENGELOLAAN

Pemkab Grobogan

TAHUN PEMBANGUNAN

1875

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG SEJARAH

RT. Adipati Mertohadi Negoro merupakan bupati


Grobogan yang memerintah antara tahun 1864 - 1875.

FUNGSI

Makam

UKURAN

PANJANG

1,8 m

LEBAR

0,8 m

TINGGI

0,6 m

LUAS AREA

100 m2

BATAS-BATAS

UTARA

Pemakaman

SELATAN

Hutan

TIMUR

Hutan

BARAT

Pekarangan

KONDISI LINGKUNGAN

Berada di sekitar pemakaman umum

ARAH HADAP

Selatan

DISKRIPSI

Makam Bupati RT Adipati Mertohadi Negoro berada di


tempat paling tinggi di area pemakaman Muktiharjo.
Terdapat paseban di sebelah selatan makam berupa
bangunan beratap kampung yang dilengkapi dengan
teralis besi. Atap dan dinding terbuat dari bahan seng.
Kondisi makam sudah mengalami perubahan di
antaranya lantai ditutup keramik baru. Bangunan
makam terdiri dari 2 makam dan terdapat beberapa
makam kecil di sekelilingnya. Makam utama bagian
jirat dan nisan terbuat dari marmer berwarna putih.
Kondisi cungkup cukup terawat, namun lingkungan
tidak terawat.

NILAI PENTING

HISTORIS

Sejarah pemerintahan di Kabupaten Grobogan

ILMU PENGETAHUAN

Ragam nisan dan jirat pada makam kuna

PENDIDIKAN

:
:

Tempat pemakaman seorang pemimpin diletakkan di


tempat tinggi atau bukit.

AKSESIBILITAS

Mobil, motor, jalan kaki

ANCAMAN

KEBUDAYAAN

PROSES ALAM

Berada di alam terbuka

Pembiaran dan Pengembangan kawasan tanpa


memperhatikan konsep pelestarian cagar budaya

REKOMENDASI

Perawatan rutin

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

17 Mei 2013

AKTIFITAS MANUSIA

PETA KABUPATEN

MAKAM RT. ADIPATI


MERTOHADI NEGORO
Ngembak, Purwodadi,
Grobogan

Cungkup dan Makam Bupati RT. Adipati


Mertohadi Negoro

Gambar Detail Makam Bupati RT. Adipati


Mertohadi Negoro

4. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

: STASIUN KEDUNGJATI

NAMA SEBELUMNYA

: Stasiun Kedung jati

NO. INVENTARISASI

: 183/04.58167/Kej/BQ
11-15/Gbo/2013/TB/06

SURAT KEPUTUSAN

JENIS

: Stasiun

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN
Astronomi

S 7 9 49,03 E 110 38 8.37

DUSUN

: Kedungjati

DESA

: Kedungjati

KECAMATAN

: Kedungjati

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK
LAMA

: NIS (Nederland Indische Spoorweg Maatschappij)

BARU

: PT. KERETA API INDONESIA

STATUS PENGELOLAAN

: PT. KERETA API INDONESIA

TAHUN PEMBANGUNAN

: 21 Mei 1873

TAHUN RENOVASI

: 1907

LATAR BELAKANG
SEJARAH

: Stasiun ini dibangun oleh perusahaan NIS (Nederland


Indische Spoorweg Maatschappij) setelah jalur kereta
api Samarang - Tanggung yang merupakan jalur
pertama di pulau Jawa beroperasi pada tahun 1867.
Jalur pertama tersebut diteruskan menjadi jalur
Semarang Yogyakarta melalui Solo agar lebih
menguntungkan bagi kepentingan militer Belanda pada
masa itu serta pengangkutan hasil perkebunan. Stasiun
Kedungjati mulai dioperasikan, bersamaan dengan
selesai dan dibukanya KA jalur Semarang Yogyakarta untuk umum.

RIWAYAT PENELITIAN

FUNGSI

: Stasiun

DOKUMENTASI

Studi Teknis Arkeologis Stasiun Kedung Jati, Balai


Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah, 2011

UKURAN
PANJANG

93 m

LEBAR

25 m

TINGGI

12 m

LUAS

BATAS-BATAS
UTARA

Pemukiman

SELATAN

Pemukiman

TIMUR

Pemukiman

BARAT

Pemukiman

KONDISI LINGKUNGAN

Pemukiman

ARAH HADAP

Barat

DISKRIPSI

: Stasiun Kedungjati semula dibangun dengan konstruksi


kayu dan tahun 1907 dibangun kembali dengan
konstruksi baja dan dinding bata. Arsitekturnya mirip
dengan Stasiun Willem I atau Stasiun Ambarawa yang kini
jadi Museum Kereta Api Ambarawa. Stasiun Kedungjati
memiliki emplasemen ganda dengan bangunan utama
berada di antara dua rel di sisi utara dan selatannya.
Salah satu sisi relnya tertutup atap yang menjadi satu
dengan bangunan stasiun. Stasiun ini terdiri dari satu
bangunan utama yang di dalamnya terdapat ruang
tunggu (peron), loket karcis, kantor pengelola dan lainlain. Bangunan utama berkonstruksi baja bentang lebar
yang menaungi ruang tunggu, ruang administrasi, ruang
kepala stasiun dan loket penjualan karcis. Penghawaan
bangunan dirancang teliti dengan ruang tunggu berupa
ruang setengah terbuka yang dibatasi tembok rendah
dan atap tinggi sehingga udara mengalir lancar. Fasilitas
stasiun (ruang kepala stasiun, administrasi, dan loket
penjualan karcis) disusun secara linier sepanjang
bangunan yang berbentuk empat persegi panjang sejajar
rel. Keunikan arsitektur Stasiun Kedungjati terutama
pada penggunaan bata ekspos sebagai ornamen dan
aksen pada tepian pintu, jendela dan dinding yang
inspirasinya berasal dari arsitektur Eropa abad 19. Ciri
khas tersebut saat ini dipertajam dengan finishing cat
yang menonjolkan karakter ornamen bata ekspos.
Konstruksi baja yang digunakan pada struktur bangunan
utama dan emplasemen masih kokoh hingga saat ini.

NILAI PENTING
HISTORIS

: salah satu stasiun tertua di Indonesia

ILMU PENGETAHUAN

: Perkembangan ilmu arsitektur pada pemanfaatan


sarana transportasi massal

PENDIDIKAN

KEBUDAYAAN

: Salah satu cikal bakal pemanfaatan sarana transportasi


massal untuk mobilitas pada masa kolonial.

AKSESIBILITAS

: Dapat diakses dengan mobil dan tidak jauh dari jalan


raya.

ANCAMAN
PROSES ALAM

AKTIVITAS MANUSIA

Pelapukan

REKOMENDASI

Konservasi bangunan kayu

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL / Waktu

: 12 Mei 2013

PETA KABUPATEN

STASIUN KEDUNGJATI
Kedungjati,
Kedungjati, Grobogan

Stasiun Kedungjati

Ruang PPKA Stasiun Kedungjati

Lantai Ruang Tunggu Kelas Eksekutif

Ruang Tunggu kelas Ekonomi

5. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

: TEMPAT IBADAH TRI DHARMA HOK AN BIO

NAMA SEBELUMNYA

: Hok An Bio

NO. INVENTARISASI

JENIS

: Klenteng

PERIODE

: Kolonial

11-15/Gbo/2013/TB/07

KELETAKAN
ASTRONOMI

: S7 04 49.4 E110 54 52.8

ALAMAT

: Jalan Suhada No. 1

KECAMATAN

: Purwodadi

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK
LAMA

BARU

STATUS PENGELOLAAN

TAHUN PEMBANGUNAN

TAHUN RENOVASI

Tahun 2013 dilakukan pengecatan seluruh


: bangunan

LATAR BELAKANG SEJARAH

FUNGSI

: tempat Ibadah Tri Dharma

sejak dahulu digunakan sebagai tempat ibadah


masyarakat Tionghoa di Grobogan

UKURAN
PANJANG

11,3 m

LEBAR

6,5 m

TINGGI

8,3 m

LUAS AREA

1800 m2

BATAS-BATAS
UTARA

: Jalan Raya (jalan Suhada)

SELATAN

: pemukiman

TIMUR

: pertokoan

BARAT

: pemukiman dan pertokoan

KONDISI LINGKUNGAN

: pemukiman dan pertokoan

ARAH HADAP

: timur

DESKRIPSI

: Bangunan sebagian besar terbuat dari kayu


didominasi warna merah dan kuning. Bagian teras
disangga dengan 4 buah tiang kayu yang masingmasing tiang terdapat tulisan cina. Di bagian atas
terdapat banyak ukiran dan tumbuhan serta hewan
mitologi dan dewa-dewa. Selain ukiran terdapat
juga lukisan cerita. Untuk masuk ke altar utama
terdapat pintu masuk berbentuk teralis yang
terbuat dari kayu. Di sisi kanan-kiri pintu masuk
terdapat gambar kilin dan ukiran relief cerita. Altar
utama ditempatkan arca Hok Tek Chen Sin (Dewa
Amurwabumi). Perubahan terdapat pada sebagian
dinding yang dilapisi dengan keramik, lantai diganti
dengan traso dan genting sudah diganti dengan
genting pres. Di sebelah selatan bangunan altar
utama terdapat bangunan untuk kantor pengurus
dan juga altar pemujaan. Bangunan ini sebagian
besar juga terbuat dari kayu serta terdapat banyak
ukiran. Pada bagian jendela dibuat bentuk teralis. Di
komplek ini terdapat prasasti berhuruf cina yang
sebagian hurufnya sudah aus.

NILAI PENTING
HISTORIS

sejarah keberadaan masyarakat Tionghoa di


: Grobogan

ILMU PENGETAHUAN

PENDIDIKAN

Pendidikan moral berlatar belakang agama


: Tridharma

AGAMA

Perkembangan agama konghucu dan Budha di


: Grobogan

AKSESIBILITAS

Ragam bangunan tridharma/ klenteng

: mobil, motor dan jalan kaki

ANCAMAN
PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

: pengembangan fungsi bangunan

REKOMENDASI

DATA INFORMAN

: Parjaka (45 Tahun)

PENINJAUAN

Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


: Grobogan Tahun 2013

SURVEYOR

Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


: Grobogan Tahun 2013

TANGGAL

15 May 2013

PETA KABUPATEN

KLENTENG HOK AN BIO


Jln. Suhada No. 1
Purwodadi, Grobogan

Ruang Pemujaan Utama Klenteng Hok An


Bio

Ruang kantor Klenteng Hok An Bio

6. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

: MASJID JAMI' BAITURRAHMAN WIROSARI

NAMA SEBELUMNYA

: Masjid Jami' Baiturrahman Wirosari

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/09

JENIS

: Masjid

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S7 04 41.0 E111 05 25.2

DUSUN

DESA

: Wirosari

KECAMATAN

: Wirosari

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

: Kyai Reso Ngulomo

BARU

: Pemerintah Kabupaten Grobogan

STATUS PENGELOLAAN

: Takmir Masjid

TAHUN PEMBANGUNAN

TAHUN RENOVASI

: -

LATAR BELAKANG
SEJARAH

: Masjid Dibangun oleh Kyai Reso Ngulomo. Tokoh Kyai


Reso Ngulomo merupakan putra dari Abdul Karim
(Pendiri Baitul Makmur Alun-alun Purwodadi) yang masih
keturunan dari Ki Ageng Panjawi dari Pati. Pada masanya,
masjid Wirosari merupakan masjid terbesar seKawedanan Wirosari.

FUNGSI

: Masjid

UKURAN

PANJANG

: 13,5 m

LEBAR

: 13 m

TINGGI

LUAS AREA

: 2600 m2

BATAS-BATAS

UTARA

: Pemukiman

SELATAN

: Pemukiman

TIMUR

: Jalan Raya

BARAT

: Jalan Raya

KONDISI LINGKUNGAN

: Di lingkungan pemukiman

ARAH HADAP

: Timur

DISKRIPSI

: Bangunan berdenah persegi. Sudah banyak mengalami


perubahan. Komponen-komponen pendukung
bangunan telah diganti tembok. Bangunan terdiri dari
ruang utama, pawestren dan serambi. Ruang utama
beratap tumpang yang ditopang oleh 4 (empat) buah
soko guru yang masih asli. Secara Faad , terdapat 3
(tiga) buah pintu kayu. Pintu yang terpasang di utara
dan selatan merupakan pintu lama. Dinding ruang
utama dilapisi dengan keramik. Bagian serambi sudah
direnovasi total. Pilar bagian serambi dirubah menjadi
pilar beton dengan atap bentuk limasan.

NILAI PENTING

HISTORIS

: Sejarah perkembangan Kabupaten Grobogan

ILMU PENGETAHUAN

: Ragam Arsitektur bangunan Masjid

PENDIDIKAN

AGAMA/KEBUDAYAAN : Sejarah perkembangan Islam di Grobogan


AKSESIBILITAS

: Berada di pinggir jalan raya

ANCAMAN

PROSES ALAM

: -

AKTIFITAS MANUSIA

: Pengembangan tanpa konsep pelestarian cagar budaya

REKOMENDASI

: Perawatan rutin

DATA INFORMAN

: M. Khaliq

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 17 Mei 2013

PETA KABUPATEN

MASJID JAMI'
BAITURRAHMAN
Wirosari, Wirosari,
Grobogan

Faad Bangunan Masjid Jami Wirosari

Ruang Utama Masjid Jami Wirosari

7. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

: MASJID AN-NUUR KUWU

NAMA SEBELUMNYA

: Masjid An-Nuur Kuwu

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/10

JENIS

: Masjid

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S7 07 26.4 E111 07 42.1

DUSUN

DESA

: Kuwu

KECAMATAN

: Kuwu

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

BARU

: Takmir masjid

STATUS PENGELOLAAN

: Takmir masjid

TAHUN PEMBANGUNAN

: 1818

TAHUN RENOVASI

: Masjid dibangun secara besar-besaran pada tahun 2000.


Mustaka diganti dengan bahan seng dengan bentuk yang
sama. Pawestren dibangun pada tahun 2003. Sementara
pagar masjid yang terbuat dari bahan tembok dibongkar
pada tahun 1998.

LATAR BELAKANG
SEJARAH

: Masjid An-Nur Kuwu didirikan pada tahun 1818 0leh R.


Abdullah yang sekarang dimakamkan di belakang Masjid.
Beliau semula sebagai penghulu. Pada masa dulu, seluruh
pernikahan se-Karesidenan Kradenan dilaksanakan di
Masjid Kuwu. Tokoh R. Abdullah adalah putra Abdul
Kharim (Pendiri Baitul Makmur Alun-alun Purwodadi)
yang masih keturunan dari Ki Ageng Panjawi dari Pati.

FUNGSI

: Masjid

UKURAN

PANJANG

: 25 m

LEBAR

: 15 m

TINGGI

LUAS AREA

: 1800 m2

BATAS-BATAS

UTARA

: Pasar (Kios dan pertokoan)

SELATAN

: Pasar (Kios dan pertokoan)

TIMUR

: Jl. Sura Jenggala / Pasar Kuwu

BARAT

: Pemukiman

KONDISI LINGKUNGAN

: Berada di lingkungan pasar Kuwu

ARAH HADAP

: Timur

DISKRIPSI

: Semula masjid ini seluruhnya terbuat dari bahan


kayu. Kondisi sekarang ini sebagian besar
komponen bangunan merupakan komponen baru
dengan dinding tembok. Bangunan terdiri dari
ruang utama, serambi dan pawestren. Bagian yang
masih asli di antaranya sebagian plafon ruang
utama dan mimbar. Ruang utama berdenah
persegi empat dengan atap berbentuk tajuk
tumpang dua dengan penutup atap yang telah
digantu dengan genteng pres. Atap disangga
dengan 4 buah saka guru berbahan kayu yang dicat
warna hijau. Lantai telah ditutup dengan keramik.

NILAI PENTING

HISTORIS

: Sejarah perkembangan Kabupaten Grobogan

ILMU PENGETAHUAN

: Ragam Arsitektur bangunan Masjid

PENDIDIKAN

AGAMA/KEBUDAYAAN

: Sejarah perkembangan Islam di Grobogan

AKSESIBILITAS

: Berada di tepi jalan raya

ANCAMAN

PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

: Pengembangan tanpa konsep pelestarian

REKOMENDASI

: Perawatan rutin

DATA INFORMAN

: M. Khaliq

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak


Kab. Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 17 Mei 2013

PETA KABUPATEN

MASJID AN-NUUR
Kuwu, Kuwu,
Grobogan

Faad Bangunan Masjid An Nuur Kuwu

Ruang Utama Masjid An Nuur Kuwu

8. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

: STASIUN TANGGUNG

NAMA SEBELUMNYA

: Stasiun Tanggoeng

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/11

JENIS

: Stasiun

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S 7 05 29,6 E 110 36 12,6

DUSUN

DESA

: Tanggung Harjo

KECAMATAN

: Tanggung Harjo

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

: NIS

BARU

: PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

STATUS PENGELOLAAN

: PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

TAHUN PEMBANGUNAN

: 1864

TAHUN RENOVASI

: 1910 diubah menjadi bangunan baru. Pada tahun


1996 terdapat penambahan bangunan yang
berfungsi sebagai rumah sinyal.

LATAR BELAKANG SEJARAH

: Stasiun Tanggung merupakan stasiun tertua di


Indonesia. Halte Tanggoeng mulai dikerjakan pada 17
Juni 1864. Pembukaan halte tersebut dilakukan oleh
Gubernur Jenderal LAJW Baron Sloet van Beel
Pembukaan Halte Tanggoeng bersamaan dengan
peresmian jalur kereta api pertama di Jawa,
Samarang-Tanggoeng sepanjang 25 km.
Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM)
alias Maskapai Kereta api Hindia Belanda yang
membangun jalur kereta api itu, menempatkan Halte
Tanggoeng sebagai halte pemberhentian kereta api
dari Stasiun Samarang (Semarang).

FUNGSI

: Stasiun

UKURAN

PANJANG

: 22 m

LEBAR

: 6,6 m

TINGGI

: 6,4 m

LUAS AREA

BATAS-BATAS

UTARA

: Rumah Dinas dan Pemukiman

SELATAN

: Rel

TIMUR

: -

BARAT

: -

KONDISI LINGKUNGAN

: Berada di tengah pemukiman

ARAH HADAP

: Selatan

DISKRIPSI

: Stasiun berdenah persegi empat dengan atap


bebentuk pelana yang ditutup dengan genteng pres.
Srawing terpasang di sisi barat dan timur terbuat dari
bahan kayu. Di sisi utara dan selatan terdapat
emperan yang disangga oleh 5 buah tiang besi
berbentuk lingkaran. Di sisi barat terdapat ruang
tunggu dengan tiang kayu. Lantai stasiun ditutup
dengan tegel kasar. Dinding bangunan stasiun terbuat
dari bahan kayu jati. Kondisi stasiun terawat dan
difungsikan dengan baik. Terdapat penambahan
rumah sinyal di emperan sisi barat

NILAI PENTING

HISTORIS

Stasiun Tanggung merupakan salah satu stasiun halte


pertama di Pulau Jawa dan bukti pemakaian sarana
: transportasi massal untuk mobilitas.

ILMU PENGETAHUAN

: Pemanfaatan tenaga mesin untuk sarana tranportasi

PENDIDIKAN

KEBUDAYAAN

: Pemanfaatan sarana transportasi massal pada masa


kolonial.

AKSESIBILITAS

: Terdapat akses jalan melalui stasiun yang dapat dilalui


mobil

ANCAMAN

PROSES ALAM

: Pelapukan bahan bangunan

AKTIFITAS MANUSIA

REKOMENDASI

: Konservasi bangunan kayu

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 12 Mei 2013
PETA KABUPATEN

STASIUN TANGGUNG
Tanggung Harjo,
Tanggung Harjo,
Grobogan

Stasiun Tanggung

Emplasemen Stasiun Tanggung

9. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

: STASIUN GUNDIH

NAMA SEBELUMNYA

: -

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/12

JENIS

: Stasiun

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN
ASTRONOMI

: S7 13 07.2 E110 54 00.7

DUSUN

DESA

: Geyer

KECAMATAN

: Geyer

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK
LAMA

: NIS

BARU

: PT. KERETA API INDONESIA

STATUS
PENGELOLAAN

: PT. KERETA API INDONESIA DAOP VI Yogyakarta

TAHUN
PEMBANGUNAN

: 1870

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG
SEJARAH

FUNGSI

Di masa lalu, stasiun ini adalah awal dimulainya jalur dengan


3 rel, yaitu rel lebar 1435 mm ditambah sebuah rel lagi di
dalamnya sehingga kereta dengan lebar sepur 1067 mm bisa
melewati jalur itu. Hal ini harus dilakukan supaya perjalanan
kereta dari dua arah tidak terhambat, karena pada saat itu
:
rel dari arah Gambringan berukuran 1067 mm sementara
dari Brumbung lebar relnya 1435 mm. Jalur 3 rel ini
terbentang sampai ke Stasiun
Lempuyangan di Yogyakarta sebelum dibongkar paksa
oleh Kekaisaran Jepang pada tahun 1942.
: stasiun

UKURAN
PANJANG

47,65 m

LEBAR

15 m

TINGGI

7m

LUAS AREA

BATAS-BATAS
UTARA

: pekarangan

SELATAN

: pekarangan

TIMUR

: Pemukiman

BARAT

: hutan

KONDISI
LINGKUNGAN

: Pemukiman

ARAH HADAP

: timur

DESKRIPSI

Stasiun Gundih merupakan stasiun dengan jenis stasiun


pulau, yaitu terletak di tengah-tengah jalur rel. Bangunan
memiliki arsitektur indis dengan atap berbentuk perisai.
Bagian Faad bangunan terdapat kuncungan yang
dilengkapi hiasan berupa list plang. Pintu masuk utama
: berada di tengah-tengah yang kanan-kiri terdapat jendela
kaca. Terdapat bangunan emplasemen di sisi kanan-kiri
bangunan stasiun. Di areal ini terdapat beberapa bangunan
yaitu Depo loko, rumah dinas pegawai, kantor resor Sinkel
4,5 Gundih, tangki air, rumah kepala stasiun dan kamar
mandi.

NILAI PENTING
HISTORIS

: sejarah transportasi di Kabupaten Grobogan

ILMU
PENGETAHUAN

awal dimulainya jalur dengan 3 rel dan dengan 2 jenis rel


: yang berbeda (1067 mm dan 1435 mm)

PENDIDIKAN

KEBUDAYAAN

pemanfaatan sarana transportasi massal pada masa kolonial


: di Kabupaten Grobogan

AKSESIBILITAS

: mobil, motor dan jalan kaki

ANCAMAN
PROSES ALAM

AKTIFITAS
MANUSIA

Perawatan yang kurang memadai

REKOMENDASI

: konservasi bangunan kayu

DATA INFORMAN

: Sapto - Kepala Stasiun Gundih

PENINJAUAN

Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab. Grobogan


: 2013

SURVEYOR

Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab. Grobogan


: 2013

TANGGAL

: 18-May-13

PETA KABUPATEN

STASIUN GUNDIH
Geyer, Geyer, Grobogan

Faad Stasiun Gundih

Emplasemen Stasiun Gundih

10. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

: MAKAM KI AGENG SELA

NAMA SEBELUMNYA

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/13

JENIS

: Makam

PERIODE

: Islam

KELETAKAN

Astronomi

: S7 03 45.5 E111 00 55.1

DUSUN

DESA

: Sela

KECAMATAN

: Tawangharjo

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

BARU

: Karaton Surakarta Hadiningrat

STATUS PENGELOLAAN

: Karaton Surakarta Hadiningrat

TAHUN PEMBANGUNAN

: Abad XV

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG
SEJARAH

: Nama asli Ki Ageng Ngabdurahman Sela, menurut


sebagian masyarakat adalah Bagus Sogom. Menurut
naskah-naskah babad ia dipercaya sebagai keturunan
langsung Brawijaya, raja terakhir Majapahit.
Dikisahkan, Brawijaya memiliki anak bernama Bondan
Kejawan , yang tidak diakuinya. Bondan Kejawan
berputra Ki Getas Pandawa. Kemudian Ki Getas
Pandawa berputra Ki Ageng Sela. Ki Ageng Sela
berputra beberapa orang putri dan seorang putra
bergelar Ki Ageng Henis. Ki Ageng Henis berputra Ki
Ageng Pemanahan yang kemudian berputera
Sutawijaya, penguasa pertama Mataram.

FUNGSI

: Makam

UKURAN

PANJANG

: 2,4 m

LEBAR

: 1,4 m

TINGGI

: 30 cm

LUAS AREA

BATAS-BATAS

UTARA

: Madrasah

SELATAN

: Pemakaman

TIMUR

: Masjid Ki Ageng Sela

BARAT

: Madrasah

KONDISI LINGKUNGAN

: Berada 1 komplek dengan Masjid Ki Ageng Sela

ARAH HADAP

: Selatan

DISKRIPSI

: Bangunan cungkup beratap tajug dengan dinding


sudah berupa tembok yang dilengkapi dengan teras
yang disangga dengan tiang kayu. Bagian lantai sudah
diganti dengan keramik. Bagian makam/ jirat juga
sudah dilapis dengan keramik, sedangkan nisan masih
asli dari batu andesit. Kondisi cungkup sebagian telah
rusak, terutama di bagian atap yang sedikit melesak,
dan beberapa bagian dinding serta lantai sudah retak.
Tiang penyangga teras yang terbuat dari kayu juga
sudah mulai keropos serta miring.

NILAI PENTING

HISTORIS

Ki Ageng Sela merupakan leluhur raja-raja Pajang dan


: Mataram.

ILMU PENGETAHUAN

Ilmu pengetahuan mengenai arsitektur makam kuna di


: Jawa

PENDIDIKAN

AGAMA

: Leluhur dari Kerajaan Pajang dan Mataram yang


berlatar belakang agama Islam

AKSESIBILITAS

: Mobil, motor, dan jalan kaki

ANCAMAN

PROSES ALAM

: Konstruksi kayu sudah banyak yang keropos

AKTIFITAS MANUSIA

REKOMENDASI

: Konservasi dan rehabilitasi bangunan cungkup

DATA INFORMAN

: -

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 11 Mei 2013

PETA KABUPATEN

MAKAM KI AGENG
SELA
Sela , Tawangharjo,
Grobogan

Cungkup Makam

Gapura Makam

Jirat dan Nisan Makam

11. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN/ SITUS

: MAKAM KI AGENG TARUB (JAKA TARUB)

NAMA SEBELUMNYA

: Makam Ki Ageng Tarub (Jaka Tarub)

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/14

JENIS

: Makam

PERIODE

: Islam

KELETAKAN
ASTRONOMI

: S7 03 45.5 E111 00 55.1

DUSUN

DESA

: Tarub

KECAMATAN

: Tawangharjo

KABUPATEN

: Grobogan

Tarub

PEMILIK
LAMA

BARU

: Karaton Surakarta Hadiningrat

STATUS PENGELOLAAN

: Karaton Surakarta Hadiningrat

TAHUN PEMBANGUNAN

: Abad XV

TAHUN RENOVASI

: Semula merupakan bangunan kayu. Pada tahun


1992 dinding kayu yang rusak diganti tembok
dengan lapisan keramik. Lantai semula merupakan
tatanan batu bata dengan ukuran besar. Plavon
diganti eternit pada tahun 1998. Pemasangan
teralis di bagian dalam cungkup dilakukan pada
tahun 2009.

LATAR BELAKANG SEJARAH

: Jaka Tarub dikisahkan merupakan putra dari Syekh


Maulana Maghribi, seorang ulama penyebar agama
Islam yang menikah dengan Dewi Retno Roso
Wulan, adik dari Sunan Kalijaga. Setelah dewasa,
Jaka Tarub menikah dengan seorang bidadari yang
turun dari kahyangan yang bernama Dewi Nawang
Wulan. Dari hasil pernikahannya lahir Dewi Nawang
Sih yang kelak menikah dengan Putra Brawijaya V.
Dari pernikahan tersebut kelak melahirkan raja-raja
yang berkuasa di tanah Jawa.

FUNGSI

: Makam

UKURAN
PANJANG

3,5 m

LEBAR

1,6 m

TINGGI

0,6 m

BATAS-BATAS
UTARA

: Pekarangan

SELATAN

: Pekarangan

TIMUR

: Pemukiman

BARAT

: pekarangan

KONDISI LINGKUNGAN

: Berada di areal yang banyak ditumbuhi pohon jati

ARAH HADAP

: Timur

DESKRIPSI

: Bangunan cungkup seluruhnya berupa bangunan


baru dengan dinding tembok. Atap tumpang
bergenting pres. Lantai bangunan telah diganti
dengan keramik. Bagian makam di dalam cungkup
berupa lapisan keramik, termasuk bagian jirat.
Sekeliling jirat diberi pengaman teralis besi.
Bagian yang masih asli yaitu nisan batu andesit.

NILAI PENTING
HISTORIS

: Jaka Tarub dipercaya sebagai leluhur raja-raja


Mataram Islam

ILMU PENGETAHUAN

Dapat dikaji sebagai bahan penulisan sejarah


: kerajaan Mataram Islam

PENDIDIKAN

KEBUDAYAAN

: Budaya ziarah kubur

AKSESIBILITAS

: Mobil, motor, jalan kaki

ANCAMAN
PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

Pengembangan tanpa konsep pelestarian cagar


: budaya

REKOMENDASI

Perawatan Rutin

DATA INFORMAN

: KRT. Hastana Adipura

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak


Kab. Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 10-May-13

PETA KABUPATEN

MAKAM KI AGENG
TARUB
Tarub, Tawangharjo,
Grobogan

Cungkup Makam

Jirat dan Nisan Makam

12. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

: MAKAM RM BONDAN KEJAWAN

NAMA SEBELUMNYA

: Makam RM Bondan Kejawan

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/15

JENIS

: Makam

PERIODE

: Islam

KELETAKAN
ASTRONOMI

: S7 03 45.5 E111 00 55.1

DUSUN

DESA

: Tarub

KECAMATAN

: Tawangharjo

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK
LAMA

: Karaton Surakarta Hadiningrat

BARU

: Karaton Surakarta Hadiningrat

STATUS PENGELOLAAN

: Karaton Surakarta Hadiningrat

TAHUN PEMBANGUNAN

: Abad XV

TAHUN RENOVASI

Pada tahun 1997 sampai 1998 dilakukan renovasi besar: besaran

LATAR BELAKANG
SEJARAH

: Bondan Kejawan merupakan anak kandung dari raja


Majapahit terakhir, yaitu Brawijaya V. Bondan Kejawan
kemudian diambil sebagai anak angkat dan menjadi
menantu Ki Ageng Tarub. Hasil pernikahan RM. Bondan
Kejawan dengan Nawangsih (Putri Jaka Tarub) nantinya
melahirkan raja-raja Mataram Islam

FUNGSI

: Makam

UKURAN
PANJANG

2,6 m

LEBAR

1,6 m

TINGGI

0,6 m

LUAS AREA

BATAS-BATAS
UTARA

: Pekarangan

SELATAN

: Pekarangan

TIMUR

: Pemukiman

BARAT

: pekarangan

KONDISI LINGKUNGAN

: Berada di areal yang banyak ditumbuhi pohon jati

ARAH HADAP

: Timur

DESKRIPSI

: Bangunan cungkup seluruhnya sudah berupa bangunan


baru dengan dinding tembok. Bangunan tersebut
memiliki atap tumpang bergenting pres. Lantai
bangunan juga telah diganti dengan keramik porselain.
Bagian makam yang berada di bagian dalam cungkup
juga telah mengalami perubahan dengan diberi lapisan
keramik, termasuk bagian jirat. Bagian yang masih asli
yaitu bagian nisan yang terbuat dari batu andesit.

NILAI PENTING
HISTORIS

Makam tokoh yang menurunkan keluarga penguasa


: Mataram Islam

ILMU PENGETAHUAN

Dapat dikaji sebagai bahan penulisan sejarah kerajaan


: Mataram Islam

PENDIDIKAN

KEBUDAYAAN

: Budaya ziarah kubur

AKSESIBILITAS

: Mobil, motor, jalan kaki

ANCAMAN
PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

Pengembangan tanpa konsep pelestarian cagar budaya

REKOMENDASI

Perawatan rutin

DATA INFORMAN

: KRT. Hastana Adipura

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 10-May-13

PETA KABUPATEN

MAKAM RM BONDAN
KEJAWAN
Tarub, Tawangharjo,
Grobogan

Cungkup Makam

Jirat dan Nisan Makam

13. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN / SITUS

: BAK KONTROL SALURAN AIR

NAMA SEBELUMNYA

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/16

JENIS

: Bak air

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S6 59 34.8 E110 55 40.8

DUSUN

: Krajan RT 4 RW 2

DESA

: Sumber

KECAMATAN

: Grobogan

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

BARU

: PDAM Kab. Grobogan

STATUS PENGELOLAAN

TAHUN PEMBANGUNAN

: 1925

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG SEJARAH

: bangunan ini adalah salah satu bagian sejarah


penyaluran air bersih di daerah Grobogan

FUNGSI

: kontrol penyaluran air bersih

UKURAN

PANJANG

: 2,45 m

LEBAR

: 2,4 m

TINGGI

: 1,7 m

LUAS AREA

BATAS-BATAS

UTARA

: pemukiman

SELATAN

: pemukiman

TIMUR

: jalan raya

BARAT

: pemukiman

KONDISI LINGKUNGAN

: berada di tepi jalan raya

ARAH HADAP

: Timur

DISKRIPSI

: Bangunan berbentuk tabung setengah lingkaran


yang di bagian atasnya dilengkapi pintu dan
cerobong. Di bagian dalam bangunan ini terdapat
pipa yang menyalurkan air bersih dari Pegunungan
Kapur Utara (pegunungan yang terletak di sebelah
utara Kabupaten Grobogan) serta pipa yang
menyalurkan air tersebut ke arah kota grobogan.

NILAI PENTING

HISTORIS

terkait dengan sejarah penyediaan air bersih untuk


: Grobogan dan sekitarnya

ILMU PENGETAHUAN

Teknologi distribusi air dari pegunungan ke wilayah


: perkotaan.

PENDIDIKAN

: Mengajarkan tentang pemanfaatan air bersih

AGAMA/KEBUDAYAAN

: Pemanfaatan air pegunungan untuk konsumsi


masyarakat perkotaan.

AKSESIBILITAS

: Mobil, motor, jalan kaki

ANCAMAN

PROSES ALAM

: Pencemaran lingkungan

AKTIFITAS MANUSIA

: penebangan hutan oleh masyarakat

REKOMENDASI

: Perawatan rutin

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Tahun 2013

TANGGAL

: 11-May-13

PETA KABUPATEN

BAK KONTROL
SALURAN AIR
Sumber, Grobogan,
Grobogan

Bangunan Bak kontrol Saluran air Jatipohon

Inskripsi angka tahun pendirian bangunan

Kondisi di dalam bangunan

14. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN / SITUS

: SUMBER AIR JATIPOHON

NAMA SEBELUMNYA

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/17

JENIS

: Mata Air

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S6 59 07.7 E110 55 46.4

DUSUN

: Sumber

DESA

: Jatipohon

KECAMATAN

: Grobogan

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

BARU

: PDAM Kab. Grobogan

STATUS PENGELOLAAN

TAHUN PEMBANGUNAN

: 1925

TAHUN RENOVASI

: 1990an

LATAR BELAKANG SEJARAH

: Merupakan sumber mata air yang pada masa


kolonial Belanda dimanfaatkan untuk sumber air
bersih yang disalurkan ke wilayah kota Grobogan
dan Purwodadi.

FUNGSI

: penyaluran air bersih

UKURAN

PANJANG

: 3,3 m

LEBAR

: 3,1 m

TINGGI

: 3m

LUAS AREA

: 220 m2

BATAS-BATAS

UTARA

: hutan

SELATAN

: Pemukiman

TIMUR

: Pemukiman

BARAT

: hutan

berada di lereng pegunungan yang masih banyak


hutan

KONDISI LINGKUNGAN

ARAH HADAP

: selatan

DISKRIPSI

: Berupa kolam mata air yang diberi pelindung berupa


bangunan berbentuk rumah yang di dalamnya
terdapat pipa yang dialirkan ke kolam untuk
kemudian diteruskan ke pipa yang mengarah ke
kota.

NILAI PENTING

HISTORIS

Terkait dengan sejarah penyediaan air bersih untuk


: Grobogan dan sekitarnya

ILMU PENGETAHUAN

Teknologi distribusi air dari pegunungan ke wilayah


: perkotaan.

PENDIDIKAN

: Mengajarkan tentang pemanfaatan air bersih

AGAMA/KEBUDAYAAN

: Pemanfaatan air pegunungan untuk konsumsi


masyarakat perkotaan

AKSESIBILITAS

: Mobil, motor, jalan kaki

ANCAMAN

PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

: Penebangan hutan dan pertambangan

REKOMENDASI

: Perawatan rutin

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 11-May-13

PETA KABUPATEN

MATA AIR JATIPOHON


Jatipohon, Grobogan,
Grobogan

Bangunan pelindung sumber air dan kolam


penyaluran

Kondisi di dalam bangunan


pelindung

15. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN / SITUS : KOLAM RENANG JATIPOHON
NAMA SEBELUMNYA

NO. INVENTARISASI

JENIS

: Kolam Renang

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

11-15/Gbo/2013/TB/18

Astronomi

: S6 59 08.1 E110 55 46.0

DUSUN

: Sumber

DESA

: Jatipohon

KECAMATAN

: Grobogan

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

BARU

: Perhutani Kab. Grobogan

STATUS PENGELOLAAN

: saat ini dikelola oleh pemerintah desa setempat

TAHUN PEMBANGUNAN

: 1925

TAHUN RENOVASI

: 1990

LATAR BELAKANG
SEJARAH

: Didirikan pada masa kolonial dimanfaatkan sebagai


kolam renang/pemandian yang mengambil sumber air
dari mata air samping timur kolam renang.

FUNGSI

: Kolam Renang

UKURAN

PANJANG

: 26 m

LEBAR

: 21 m

TINGGI

: 3m

LUAS AREA

BATAS-BATAS

UTARA

: hutan

SELATAN

: Pemukiman

TIMUR

: Pemukiman

BARAT

: hutan

KONDISI LINGKUNGAN

: berada di lereng pegunungan

ARAH HADAP

: timur

DISKRIPSI

: Terdiri dari satu kolam berukuran besar yang memiliki


kedalaman 2,5 - 3 meter. Kondisi kolam renang telah
mengalami perubahan yaitu dengan dilapisinya dinding
kolam dengan keramik.

NILAI PENTING

HISTORIS

Munculnya tempat rekreasi berupa pemandian


: buatan/kolam renang di daerah Grobogan

ILMU PENGETAHUAN

: Pemanfaatan air untuk sarana rekreasi dan olah raga

PENDIDIKAN

Mengajarkan hidup sehat dengan olah raga dan


: rekreasi.

KEBUDAYAAN

: Tempat peristirahatan dan bagian dari pengawasan


kawasan hutan lindung dan sumber air Jatipohon

AKSESIBILITAS

: Mobil, motor, jalan kaki

ANCAMAN

PROSES ALAM

: Berada di tempat terbuka

AKTIFITAS MANUSIA

: Pencemaran lingkungan dan penebangan pohon

REKOMENDASI

: Perawatan rutin

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 11-May-13

PETA KABUPATEN

KOLAM RENANG
JATIPOHON
Jatipohon, Grobogan,
Grobogan

Kolam renang dilihat dari arah tenggara

16. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN/ SITUS

: PENGINAPAN CITY VIEW

NAMA SEBELUMNYA

: Rumah tinggal milik Tionghoa

NO. INVENTARISASI

JENIS

: Rumah Tinggal

PERIODE

: Kolonial

11-15/Gbo/2013/TB/19

KELETAKAN
ASTRONOMI

: S6 59 09.9 E110 55 46.4

DUSUN

: Sumber

DESA

: Jatipohon

KECAMATAN

: Grobogan

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK
LAMA

: Warga Tionghoa

BARU

: Perhutani

STATUS PENGELOLAAN

: Perhutani

TAHUN PEMBANGUNAN

TAHUN RENOVASI

: Sejak tahun 1950-an, bangunan ditinggalkan dan tidak


difungsikan dengan baik. Pada tahun 2006
difungsikan kembali oleh Perhutani dengan
memperbaiki genteng, pembuatan kamar mandi
modern dan pengecatan ulang

LATAR BELAKANG SEJARAH

: Diperkirakan dibangun bersamaan dengan


pembuatan kolam renang yang berada di sebelah
utaranya. Bangunan semula milik warga Tionghoa
yang digunakan untuk rumah huni. Kemudian pada
tahun 1950, bangunan menjadi hak milik Perhutani
namun tidak difungsikan dengan baik. Mulai tahun
2006, bangunan digunakan untuk home stay bagi
para wisatawan Sumber Jatipohon.

FUNGSI

: Homestay

UKURAN
PANJANG

14,3 m

LEBAR

13,7 m

TINGGI

7,8 m

LUAS AREA

900 m2

BATAS-BATAS
UTARA

: Kolam renang

SELATAN

: Wisata Sumber Jatipohon

TIMUR

: Jalan kampung dan pemukiman

BARAT

: Pemukiman

KONDISI LINGKUNGAN

: Di lingkungan Sumber Air Jatipohon

ARAH HADAP

: Timur

DESKRIPSI

: Bangunan memiliki atap limasan kombinasi genteng


pres diteruskan dengan Plafon eternit. Pintu bahan
kaca bingkai kayu jati bentuk kupu tarung,
sedangkan jendela bahan kayu dilengkapi dengan
engsel putar. Di atas pintu dan jendela terdapat
lobang ventilasi. Rumah terbagi menjadi 4 kamar
yang masing-masing telah dibangun kamar mandi
baru. Lantai ditutup dengan tegel motif, sedang di
bagian dapur ditutup dengan keramik merah. Di
sebelah utara bangunan terdapat bangunan sebagai
Rumah jaga. Bangunan rumah jaga berdenah segi
lima dengan atap berbentuk limasan

NILAI PENTING
HISTORIS

: Dari dulu hingga sekarang merupakan rumah


peristirahatan sekaligus pengawasan kawasan hutan
lindung dan sumber air Jatipohon

ILMU PENGETAHUAN

Salah satu model arsitektur pada kawasan di lereng


: bukit yang menghadap ke arah Kota Grobogan.

PENDIDIKAN

Pemilihan material bangunan yang sesuai dengan


: lokasi sekitar.

KEBUDAYAAN

: Pemilihan lokasi peristirahatan

AKSESIBILITAS

: Mobil, motor, jalan kaki

ANCAMAN
PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

Pemanfaatan tanpa konsep pelestarian cagar


: budaya

REKOMENDASI

Perawatan rutin

DATA INFORMAN

: Penjaga

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 10-May-13

PETA KABUPATEN

PENGINAPAN CITY VIEW


Jatipohon, Grobogan,
Grobogan

Bangunan dilihat dari arah utara

Bangunan dilihat dari arah timur

Interior bangunan

Lantai ruang utama

17. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

: PENDAPA UPTD DISPORABUDPAR KEC. GROBOGAN

NAMA SEBELUMNYA

: Pendapa Kawedanan Grobogan

NO. INVENTARISASI

JENIS

: Kantor

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

11-15/Gbo/2013/TB/20

Astronomi

: S7 01 22.6 E110 55 20.7

DUSUN

: Jalan Pangeran Puger no. 110

DESA

: Grobogan

KECAMATAN

: Grobogan

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

: Kawedanan Grobogan

BARU

: Disporabudpar Kab. Grobogan

STATUS PENGELOLAAN

: Disporabudpar Kab. Grobogan

TAHUN PEMBANGUNAN

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG
SEJARAH

: Kawedanan adalah wilayah administrasi kepemerintahan


yang berada di bawah kabupaten dan di atas kecamatan
yang berlaku pada masa Hindia-Belanda. Menurut arsip
Kab. Grobogan berdasarkan babad Pecina, Hari Jadi
Kabupaten Grobogan jatuh pada hari Senin, 21
Jumadilakir, 1650 atau 4 Maret 1726. Pada saat itu
Susuhunan Amangkurat IV mengangkat seorang abdi
yang berjasa kepada Sunan, bernama Ng. Wongsodipo
menjadi Bupati Monconegari dengan nama Tumenggung
Martapura . Dalam pengangkatan ini ditetapkan pula
wilayah yang menjadi daerah kekuasaannya, yaitu Sela,
Teras, Karas, Wirosari, Santenan, Grobogan, dan
beberapa daerah di Sukowati bagian Utara Bengawan
Sala. Sampai pada tahun 1864 ibukota Kabupaten
Grobogan berada di wilayah Grobogan, sebelum akhirnya
dipindah di Purwodadi. Dengan demikian, kantor
kawedanan Grobogan tersebut tentu pernah digunakan
sebagai salah satu kantor pusat pemerintahan
Kabupaten Grobogan pada waktu itu.

FUNGSI

: Kantor

UKURAN

PANJANG

: 12 m

LEBAR

: 12 m

TINGGI

: 6,4 m

LUAS AREA

BATAS-BATAS

UTARA

: pemukiman

SELATAN

: pemukiman

TIMUR

: pemukiman

BARAT

: jalan raya (Jalan Pangeran Puger, Grobogan)

KONDISI LINGKUNGAN

: berada di lingkungan pemukiman

ARAH HADAP

: barat

DISKRIPSI

: Berupa satu komplek yang terdiri dari 4 (empat) buah


bangunan, yang terdiri dari Pendapa , bangunan utama,
dapur dan bekas penjara. Bangunan Pendapa belum
banyak mengalami perubahan. Bangunan Pendapa
memiliki konstruksi dari kayu dengan atap berbentuk
tajuk yang sudah diganti dengan genteng pres. Atap
disangga oleh 4 buah saka guru, 12 saka rawa dan 20
saka pangrawit. Lantai dilapisi dengan tegel kasar yang
masih asli namun beberapa bagian sudah melesak.

NILAI PENTING

HISTORIS
ILMU PENGETAHUAN

PENDIDIKAN

Sejarah struktur administrasi pemerintahan Kab.


: Grobogan pada masa kolonial
Ilmu pengetahuan tentang arsitektur bangunan
: perpaduan antara kolonial dan Jawa.
Memberikan pemahaman sistem pemerintahan yang
: dibangun pada masa kolonial

AGAMA/KEBUDAYAAN : Adanya ruang publik di lingkungan pemerintahan


AKSESIBILITAS

: Mobil, motor, jalan kaki

ANCAMAN

PROSES ALAM

: Tanah yang labil mengakibatkan lantai melesak

AKTIFITAS MANUSIA

: tidak terawat

REKOMENDASI

: Rehabilitasi bangunan kayu

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab. Grobogan


thn 2013

SURVEYOR

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab. Grobogan


thn 2013

TANGGAL

: 11-May-13
PETA KABUPATEN

UPTD DISPORABUDPAR
KEC. GROBOGAN
Jl. Pangeran Puger No.
110, Grobogan,
Grobogan

Pendapa Bekas Kawedanan Grobogan

18. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN / SITUS

: KANTOR UPTD DISPORABUDPAR KEC. GROBOGAN

NAMA SEBELUMNYA

: Kantor Kawedanan Grobogan

NO. INVENTARISASI

JENIS

: Kantor

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

11-15/Gbo/2013/TB/21

: S7 01 22.6 E110 55 20.7

DUSUN

: Jalan Pangeran Puger no. 110 Grobogan

DESA

: Grobogan

KECAMATAN

: Grobogan

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

: Kawedanan Grobogan

BARU

: Disporabudpar Kab. Grobogan

STATUS PENGELOLAAN

: Disporabudpar Kab. Grobogan

TAHUN PEMBANGUNAN

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG SEJARAH

: kantor kawedanan Grobogan pernah digunakan


sebagai kantor pusat pemerintahan Kabupaten
Grobogan.

FUNGSI

: Kantor

UKURAN

PANJANG

: 15,4 m

LEBAR

: 12 m

TINGGI

: 6780 m2

LUAS AREA

BATAS-BATAS

UTARA

: pemukiman

SELATAN

: pemukiman

TIMUR

: pemukiman

BARAT

: jalan raya (Jalan Pangeran Puger, Grobogan)

KONDISI LINGKUNGAN

: berada di lingkungan pemukiman

ARAH HADAP

: barat

DISKRIPSI

: Berupa satu komplek yang terdiri dari 4 (empat) buah


bangunan, yang terdiri dari Pendapa , bangunan
utama, dapur dan bekas penjara. Bangunan Pendapa
belum banyak mengalami perubahan. Bangunan
utama bergaya Indis yang terdiri dari 5 (lima) ruangan
dengan atap berbentuk perisai. Desain pintu dengan
model kuputarung yang terbuat dari kayu. Bagian
jendela juga terbuat dari kayu dengan bentuk krepyak
dan kuputarung. Di atas pintu terdapat ventilasi
dengan teralis besi. Kelengkapan bangunan lain yaitu
adanya kamar mandi dan dapur. Pada sisi selatan
bangunan terdapat sisa doorloop yang
menghubungkan dengan bangunan di selatan
bangunan kantor kawedanan. Akan tetapi sekarang
bangunan di sisi selatan kawedanan merupakan
bangunan baru yang berfungsi sebagai taman kanakkanak (TK).

NILAI PENTING

HISTORIS
ILMU PENGETAHUAN

sejarah struktur administrasi pemerintahan Kab.


: Grobogan pada masa kolonial
Model bangunan fasilitas untuk pegawai
: pemerintahan di tingkat kawedanan.

PENDIDIKAN

Bahan kajian ilmu pemerintahan yang dibangun pada


: masa kolonial

KEBUDAYAAN

: Budaya pembagian kekuasaan pemerintahan

AKSESIBILITAS

: Mobil, motor, jalan kaki

ANCAMAN

PROSES ALAM

: Berada di kawasan terbuka

AKTIFITAS MANUSIA

: tidak terawat

REKOMENDASI

: Rehabilitasi bangunan

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Tahun 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Tahun 2013

TANGGAL

: 11-May-13

PETA KABUPATEN

UPTD
DISPORABUDPAR KEC.
GROBOGAN
Jl. Pangeran Puger No.
110, Grobogan,
Grobogan

Rumah Dinas Bekas Kawedanan Grobogan

19. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN / SITUS

: BEKAS PENJARA KAWEDANAN GROBOGAN

NAMA SEBELUMNYA

: Penjara Kawedanan Grobogan

NO. INVENTARISASI

JENIS

: Kantor

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

11-15/Gbo/2013/TB/22

: S7 01 22.6 E110 55 20.7

DUSUN

: Jalan Pangeran Puger no. 110 Grobogan

DESA

: Grobogan

KECAMATAN

: Grobogan

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

: Kawedanan Grobogan

BARU

: Disporabudpar Kab. Grobogan

STATUS PENGELOLAAN

: Disporabudpar Kab. Grobogan

TAHUN PEMBANGUNAN

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG SEJARAH

: Bangunan dalam keadaan rusak dan tidak


dipergunakan tersebut merupakan bekas penjara
yang difungsikan saat pemerintahan Kabupaten
Grobogan beribukota di Grobogan.

FUNGSI

UKURAN

PANJANG

: 8,4 m

LEBAR

: 4m

TINGGI

: 4,5 m

LUAS AREA

BATAS-BATAS

UTARA

: pemukiman

SELATAN

: pemukiman

TIMUR

: pemukiman

BARAT

: jalan raya (Jalan Pangeran Puger, Grobogan)

KONDISI LINGKUNGAN

: berada di lingkungan pemukiman

ARAH HADAP

: barat

DISKRIPSI

: Berupa satu komplek yang terdiri dari 4 (empat)


buah bangunan, yang terdiri dari Pendapa ,
bangunan utama, dapur dan bekas penjara. Bekas
penjara terletak di sisi barat daya dari bangunan
kawedanan, semula bangunan ini digunakan
untuk TK. Namun kondisi sekarang sudah rusak.
Bangunan ini sudah tidak memiliki pintu dan
jendela karena sudah rusak, bahkan sebagian
atap juga sudah roboh.

NILAI PENTING

HISTORIS

sejarah struktur administrasi pemerintahan Kab.


: Grobogan pada masa kolonial

ILMU PENGETAHUAN

: Model bangunan yang memiliki fungsi khusus

PENDIDIKAN

: Penanaman kedisiplinan dan taat hukum.

AGAMA/KEBUDAYAAN

: Pembuatan bangunan khusus untuk orang-orang


yang melanggar hukum.

AKSESIBILITAS

: Mobil, motor, jalan kaki

ANCAMAN

PROSES ALAM

: Berada di kawasan terbuka

AKTIFITAS MANUSIA

: tidak terawat

REKOMENDASI

: Rehabilitasi bangunan dengan didahului kajian

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

SURVEYOR

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan

TANGGAL

: 11-May-13

PETA KABUPATEN

BEKAS PENJARA
KAWEDANAN
GROBOGAN
Jalan Pangeran Puger
no. 110, Grobogan,
Grobogan

Bekas Penjara Kawedanan Grobogan

20. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN / SITUS

: MAKAM ADIPATI PUGER MARTAPURA

NAMA SEBELUMNYA

: Makam Pangeran Puger

NO. INVENTARISASI

JENIS

: Makam

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

11-15/Gbo/2013/TB/23

: S7 01 21.1 E110 55 12.2

DUSUN

DESA

KECAMATAN

: Grobogan

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

Grobogan

LAMA

BARU

: Pemkab Grobogan

STATUS PENGELOLAAN

: Kasultanan Yogyakarta

TAHUN PEMBANGUNAN

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG SEJARAH

: Pada masa Amangkurat IV terdapat seorang abdi


bernama Wongso Dipo. Karena jasanya dapat
menyelamatkan jiwa Sunan ketika terjadi perang
dengan Pangeran Blitar dan P. Purboyo di
Mataram, akhirnya dia diangkat menjadi Bupati
Grobogan dengan gelar Tumenggung Martapura.
Peristiwa ini terjadi pada hari Senin, 21 Jumadilakir,
tahun Jimakir, 1650 atau 4 Maret 1726. Dalam
pengangkatan tersebut disebutkan wilayah
kekuasaan Kabupaten Grobogan, adalah : Sela,
Teras Karas, Wirosari, Grobogan, Santenan, dan
Sukowati bagian utara Bengawan Sala.

FUNGSI

: Makam

UKURAN

PANJANG

2m

LEBAR

1,8 m

TINGGI

0,5 m

LUAS AREA

BATAS-BATAS

UTARA

: Jalan kampung

SELATAN

: Pemukiman

TIMUR

: Masjid

BARAT

: Pemukiman

KONDISI LINGKUNGAN

ARAH HADAP

: utara

DISKRIPSI

: Makam telah diganti kayu jati. Di dalam cungkup


dimakamkan pula Kyai RM. Hasan Zaimul Abidin
(pendiri masjid), RM. Seco Pawiro dan RM. Seco
Taruno.

NILAI PENTING

HISTORIS

Terkait dengan sejarah perkembangan Kadipaten


: Grobogan

ILMU PENGETAHUAN

Sebagai bahan kajian penulisan sejarah


perkembangan Daerah Grobogan pada masa
: Mataram Islam.

PENDIDIKAN

AGAMA/KEBUDAYAAN

: Terkait dengan perkembangan wilayah perdikan di


luar pusat pemerintahan Mataram Islam

AKSESIBILITAS

: Terdapat akses jalan masuk

ANCAMAN

PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

Pengembangan tanpa konsep pelestarian cagar


: budaya

REKOMENDASI

Perawatan rutin

DATA INFORMAN

: Muhammad Ismail (73 Tahun)

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak


Kab. Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 12 Mei 2013

PETA KABUPATEN

MAKAM ADIPATI
PUGER MARTAPURA
Grobogan, Grobogan

Jirat dan Nisan Makam Adipati dan Istri

Cungkup makam

21. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

: PENDAPA KECAMATAN GUBUG

NAMA SEBELUMNYA

: Pendapa Kawedanan Gubug

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/25

JENIS

: Kantor

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S7 03 15.0 E110 39 57.9

DUSUN

: Jl. Jendral A. Yani No.24

DESA

KECAMATAN

: Gubug

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

BARU

: Pemkab Grobogan

STATUS PENGELOLAAN

: Kecamatan Gubug

TAHUN PEMBANGUNAN

: 1928

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG SEJARAH

: Kawedanan
adalah
wilayah
administrasi
kepemerintahan yang berada di bawah kabupaten
dan di atas kecamatan yang berlaku pada masa
Hindia-Belanda. Menurut arsip Kab. Grobogan
berdasarkan babad Pecina, Hari Jadi Kabupaten
Grobogan jatuh pada hari Senin, 21 Jumadilakir, 1650
atau 4 Maret 1726. Pada saat itu Susuhunan
Amangkurat IV mengangkat seorang abdi yang
berjasa kepada Sunan, bernama Ng. Wongsodipo
menjadi Bupati Monconegari dengan nama
Tumenggung Martapura . Dalam pengangkatan ini
ditetapkan pula wilayah yang menjadi daerah
kekuasaannya, yaitu Sela, Teras, Karas, Wirosari,
Santenan, Grobogan, dan beberapa daerah di
Sukowati bagian Utara Bengawan Sala. pada 1928
(Staatbald, 1928 No. 117) Kabupaten Grobogan
mendapatkan tambahan dua kawedanan dari
Kabupaten Demak, yaitu :
1. Kawedanan distrik Manggar dengan ibukotanya di
Godong
2. Kawedanan distrik Singen Kidul dengan ibukotanya
di Gubug.

FUNGSI

: Kantor kecamatan

UKURAN

PANJANG

: 17,25 m

LEBAR

: 15,6 m

TINGGI

: 9,6 m

BATAS-BATAS

UTARA

: Pemukiman

SELATAN

: Pemukiman

TIMUR

: Pemukiman

BARAT

: jalan raya

KONDISI LINGKUNGAN

berada di lingkungan pemukiman dan pertokoan di


: tepi jalan

ARAH HADAP

: barat

DISKRIPSI

: Terdiri dari 2 unit bangunan yaitu Pendapa dan


bangunan utama. Bangunan Pendapa memiliki atap
berbentuk joglo dengan konstruksi kayu. Kondisi
komponen Pendapa masih banyak yang asli.
Perubahan terjadi pada genteng yang diganti dengan
genting pres, lantai keramik dan adanya plafon serta
umpak yang menyangga tiang dan soko guru diganti
dengan bata semenan. Saka guru memiliki ukuran 24 x
24 cm dan saka rowo memiliki ukuran 18 x 18 cm.
Bangunan utama memiliki gaya arsitektur indis
dengan atap berbentuk tajuk. Perubahan terjadi pada
genteng yang diganti dengan genteng pres dan lantai
yang awalnya menggunakan tegel sekarang diganti
dengan keramik. Perubahan lainnya yaitu adanya
penambahan ruang dan jendela diganti dengan
jendela kaca. Penghubung antara Pendapa dengan
bangunan utama menggunakan talang yang terbuat
dari plat besi.

NILAI PENTING

HISTORIS
ILMU PENGETAHUAN

Sejarah struktur administrasi pemerintahan


: Kabupaten Grobogan pada masa kolonial
Ilmu pengetahuan tentang arsitektur bangunan
: perpaduan antara kolonial dan Jawa

PENDIDIKAN

Memberikan pemahaman sistem pemerintahan yang


: dibangun pada masa kolonial

AGAMA / KEBUDAYAAN

: Perubahan sistem pemerintahan pada masa kolonial

AKSESIBILITAS

: Mobil, motor, jalan kaki




ANCAMAN

PROSES ALAM

: Bangunan cukup terawat

AKTIFITAS MANUSIA

Pemanfaatan dan pengembangan tanpa konsep


: pelestarian kawasan cagar budaya

REKOMENDASI

: Konservasi bangunan kayu

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 11-May-13
PETA KABUPATEN

PENDAPA KECAMATAN
GUBUG
Jl. A. Yani 24 Gubug,
Grobogan

Pendapa Bekas Kawedanan Gubug

22. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

: RUMAH DINAS CAMAT GUBUG

NAMA SEBELUMNYA

: Rumah Dinas Wedana Gubug

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/25

JENIS

: Rumah Tinggal

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S7 03 15.0 E110 39 57.9

DUSUN

: Jl. Jendral A. Yani No.24

DESA

KECAMATAN

: Gubug

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

BARU

: Pemkab Grobogan

STATUS PENGELOLAAN

: Kecamatan Gubug

TAHUN PEMBANGUNAN

: 1928

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG SEJARAH

: Bangunan dipergunakan sebagai rumah tinggal


asisten Bupati/wedana setelah Kabupaten Grobogan
mendapatkan tambahan dua kawedanan dari
Kabupaten Demak, yaitu :
1. Kawedanan distrik Manggar dengan ibukotanya di
Godong
2. Kawedanan distrik Singen Kidul dengan ibukotanya
di Gubug.

FUNGSI

: Kantor kecamatan

UKURAN

PANJANG

: 17,25 m

LEBAR

: 16,7 m

TINGGI

: 9,6 m

BATAS-BATAS

UTARA

: Pemukiman

SELATAN

: Pemukiman

TIMUR

: Pemukiman

BARAT

: jalan raya

KONDISI LINGKUNGAN

berada di lingkungan pemukiman dan pertokoan di


: tepi jalan

ARAH HADAP

: barat

DISKRIPSI

: Terdiri dari 2 unit bangunan yaitu Pendapa dan


bangunan utama.. Bangunan utama memiliki gaya
arsitektur indis dengan atap berbentuk tajuk.
Perubahan terjadi pada genteng yang diganti dengan
genteng pres dan lantai yang awalnya menggunakan
tegel sekarang diganti dengan keramik. Perubahan
lainnya yaitu adanya penambahan ruang dan jendela
diganti dengan jendela kaca. Penghubung antara
Pendapa dengan bangunan utama menggunakan
talang yang terbuat dari plat besi.

NILAI PENTING

HISTORIS
ILMU PENGETAHUAN

Sebagai bangunan pendukung Kawedanan Gubug


: pada masa kolonial
Pendopo dan bangunan pendukung di sekitarnya
merupakan tipologi pusat pemerintahan pada tingkat
: kawedanan

PENDIDIKAN

Memberikan pemahaman tentang fasilitas bagi tokoh


: publik pada sistem pemerintahan masa kolonial

AGAMA / KEBUDAYAAN

: Perubahan sistem pemerintahan pada masa kolonial

AKSESIBILITAS

: Mobil, motor, jalan kaki

ANCAMAN

PROSES ALAM

: Pelapukan bangunan

AKTIFITAS MANUSIA

REKOMENDASI

: Rehabilitasi bangunan kayu

DATA INFORMAN

: Rehabilitasi bangunan

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 11-May-13

PETA KABUPATEN

RUMAH DINAS
KECAMATAN GUBUG
Jl. A. Yani 24 Gubug,
Grobogan

Dinding Utara Rumah dinas Bekas


Kawedanan Gubug

Dinding Selatan Rumah dinas Bekas


Kawedanan Gubug

23. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN / SITUS

TAMAN KANAK-KANAK KEMALA BHAYANGKARI


: 40 GUBUG

NAMA SEBELUMNYA

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/26

JENIS

: sekolahan

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S7 03 17.4 E110 40 08.9

DUSUN

: Jalan Bhayangkara No. 80 Gubug

DESA

: Gubug

KECAMATAN

: Gubug

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

BARU

: Yayasan Kemala Bhayangkari

STATUS PENGELOLAAN

: Yayasan Kemala Bhayangkari

TAHUN PEMBANGUNAN

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG SEJARAH

: Bekas rumah tinggal yang dimanfaatkan sebagai


sekolah.

FUNGSI

: sekolahan

UKURAN

PANJANG

: 14,3 m

LEBAR

: 13,4 m

TINGGI

: 7,2 m

LUAS AREA

: 900 m2

BATAS-BATAS

UTARA

: Pemukiman

SELATAN

: jalan raya

TIMUR

: jalan

BARAT

: SMP Keluarga

KONDISI LINGKUNGAN

: pertokoan dan pemukiman

ARAH HADAP

: selatan

DISKRIPSI

: bangunan bergaya arsitektur indis dengan bagian


depan/Faad berdenah menyerupai huruf "U"
(teras berada di tengah dengan diapit 2 ruang).
Bangunan sudah mengalami perubahan
diantaranya yaitu bagian lantai diganti dengan
keramik, jendela diganti dengan jendela kaca
berwarna gelap serta genting diganti dengan
genting pres.

NILAI PENTING

HISTORIS

Keberadaan permukiman kolonial di wilayah


: Kawedanan Gubug

ILMU PENGETAHUAN

: Bangunan rumah tinggal bergaya arsitektur indis

PENDIDIKAN

KEBUDAYAAN

: Terbentuknya permukiman baru yang terintegrasi


dengan Kawedanan, fasilitas umum, jalan,
sehingga membentuk pola kota di Kawedanan
Gubug

AKSESIBILITAS

: Mobil, motor, jalan kaki

ANCAMAN

PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

Pengembangan tanpa konsep pelestarian cagar


: budaya

REKOMENDASI

: Perawatan rutin

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak


Kab. Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 12-May-13

PETA KABUPATEN

TK KEMALA
BHAYANGKARI 40
Jalan Bhayangkara No.
80 Gubug, Grobogan

Faad TK Kemala Bhayangkari Gubug

24. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

: MASJID AN-NUUR GUBUG

NAMA SEBELUMNYA

: Masjid An-Nuur

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/27

JENIS

: Masjid

PERIODE

: Islam

KELETAKAN

Astronomi

7 3'12.01"S 11039'59.97"E

DUSUN

: Jl. Jendral A. Yani Gubug

DESA

: Gubug

KECAMATAN

: Gubug

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

BARU

: Takmir masjid

STATUS PENGELOLAAN

: Takmir masjid

TAHUN PEMBANGUNAN

: 1822

TAHUN RENOVASI

: 1903 dan 2013

LATAR BELAKANG
SEJARAH

: Berdasarkan prasasti pendirian masjid yang


ditempelkan di atas pintu masuk, Bangunan masjid
mulai didirikan tahun 1822 dan selanjutnya didirikan
menara pada tahun 1903. Gambar masjid dan menara
ini terekam dalam gambar foto tahun 1912 yang
diterbitkan oleh KITLV.

FUNGSI

: Tempat ibadah

UKURAN

PANJANG

: 25 m

LEBAR

: 45 m

TINGGI

: 25 m

LUAS AREA

: 1300 m2

BATAS-BATAS

UTARA

: Pemukiman

SELATAN
TIMUR

: Jl. A. Yani
: Pemukiman

BARAT

: Pemukiman

KONDISI LINGKUNGAN

: Pemukiman

ARAH HADAP

: Timur


DISKRIPSI

: Bangunan masjid lama yang hampir semua bagian


telah diperbarui. Jejak kekunaan didapatkan dari data
foto KITLV yang diterbitkan tahun 1912 berupa
sebuah masjid bangunan kayu dengan menara
semenan.

NILAI PENTING

HISTORIS

: Penyebaran Islam masa kolonial

ILMU PENGETAHUAN

: Merunut perkembangan arsitektur masa kolonial

PENDIDIKAN

: Pendidikan Islam

AGAMA/KEBUDAYAAN

: Perkembangan Islam di wilayah Gubug

AKSESIBILITAS

: Berada di tepi jalan raya

ANCAMAN

PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

Pengembangan tanpa konsep pelestarian cagar


: budaya

REKOMENDASI

: Perawatan rutin

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 17 Mei 2013

PETA KABUPATEN

MASJID AN-NUUR
Jl. A. Yani Gubug,
Grobogan

Faad Masjid An Nuur Gubug

Prasasti Pendirian Masjid

Masjid An Nuur Gubug, Foto Diambil tahun 1912, Koleksi Islam Stichting Leiden

25. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

KANTOR BALAI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR


: SERANG LUSI JUANA

NAMA SEBELUMNYA

: Rumah tinggal pengawas perairan Kali Lusi

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/28

JENIS

: kantor

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S7 01 28.3 E110 46 35.2

DUSUN

: Jalan Jenderal Sudirman

DESA

: Kemantren

KECAMATAN

: Godong

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

BARU

: Pemerintah Propinsi Jawa Tengah

STATUS PENGELOLAAN

: BPSDA Serang Lusi dan Juana

TAHUN PEMBANGUNAN

: 1918

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG
SEJARAH

: Sejak dahulu digunakan sebagai kantor pengelola air di


wilayah kabupaten Grobogan khususnya wilayah
kecamatan Godong dan sekitarnya. Keberadaan instansi
pengelolaan sumber daya air diperkuat dengan
diterbitkannya Algemeen Water Reglement, yang berisi
tentang pengaturan air. Adapun bendungan yang dibuat
antara lain di Sedadi, Wilalung dan Glapan yang sampai
sekarang masih difungsikan.

FUNGSI

: kantor

UKURAN

PANJANG

: 16,4 m

LEBAR

: 9,5 m

TINGGI

: 7,2 m

LUAS AREA

: 3000 m2

BATAS-BATAS

UTARA

: jalan raya (jalan Jenderal Sudirman)

SELATAN

: Pengairan kabupaten (Barat Daya)

TIMUR

: pemukiman dan pertokoan

BARAT

: Garasi

KONDISI LINGKUNGAN

: berada di lingkungan pemukiman di tepi jalan raya

ARAH HADAP

: utara

DISKRIPSI

: Berupa komplek perkantoran yang terdiri dari


beberapa komponen bangunan, akan tetapi hanya 1
(satu) bangunan yang masih asli, bangunan yang lain
merupakan bangunan tambahan. Bangunan ini
memiliki arsitektur indis dengan atap berbentuk
perisai dan genting sudah diganti dengan genting
pres. Bagian depan/Faad terdapat semacam teras
yang ditutup dengan kaca dengan bingkai kayu serta
terdapat pintu kaca. Di bagian bawah atap terdapat
angka tahun 1918, kemungkinan angka tahun tersebut
merupakan tahun didirikannya bangunan tersebut.
Bagian jendela menggunakan kayu dengan berbentuk
kupu tarung dengan model krepyak dengan ukuran
tinggi 2,2 m dan lebar 1,4 m. Masing-masing jendela
pada bagian atasnya diberi semacam tritisan
tambahan dengan bahan asbes. Perubahan terjadi
pada bagian atap yang diganti dengan genting, lantai
sudah diganti keramik dan tritisan jendela diganti
dengan asbes.

NILAI PENTING

HISTORIS
ILMU PENGETAHUAN

sejarah tentang tata kelola air di kabupaten Grobogan


: khususnya Kecamatan Godong
Instansi yang mengelola sumber daya air sudah dibuat
pada masa pemerintahan Hindia-Belanda. Termasuk
berkedudukan di wilayah Godong, yang dahulu
: berupa kawedanan.

PENDIDIKAN

Pendidikan pengelolaan dan pemanfaatan air di


Kabupaten Grobogan dan sekitarnya, khususnya
: Sungai Lusi

AGAMA/KEBUDAYAAN

: Bukti adanya institusi yang khusus menangani tata


kelola air

AKSESIBILITAS

: Mobil, motor, jalan kaki

ANCAMAN

PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

: Pembangunan tanpa konsep pelestarian

REKOMENDASI

: Perawatan rutin

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 12-May-13

PETA KABUPATEN

BALAI PENGELOLAAN
SUMBERDAYA AIR
SERANG LUSI JUANA
Jalan Jenderal Sudirman,
Godong, Grobogan

Faad Bangunan

Dinding sebelah barat

26. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

: RUMAH TINGGAL

NAMA SEBELUMNYA

: Penggilingan Padi

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/29

JENIS

: Rumah

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S7 03 15.7 E110 40 04.0

DUSUN

: Jl. Bhayangkara No. 62 Gubug

DESA

: Gubug

KECAMATAN

: Gubug

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

BARU

STATUS PENGELOLAAN

: Pribadi

TAHUN PEMBANGUNAN

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG
SEJARAH

: Dahulu digunakan sebagai tempat penggilingan padi


yang dibangun oleh warga Tionghoa

FUNGSI

: Rumah tinggal

UKURAN

PANJANG

: 21,7 m

LEBAR

: 10 m

TINGGI

: 7,3 m

LUAS AREA

: 6000 m2

BATAS-BATAS

UTARA

: Jalan Raya

SELATAN

: Pemukiman

TIMUR

: Pertokoan

BARAT

: Pertokoan

KONDISI LINGKUNGAN

: Di tepi jalan raya di pusat pertokoan

ARAH HADAP

: utara

DISKRIPSI

: Bangunan terdiri dari Rumah (bangunan utama) dan di


bagian belakang adalah bangunan bekas penggilingan
padi. Bangunan utama bergaya arsitektur indis beratap
berbentuk limasan dan ditutup dengan genteng. Di
bagian depan dan samping masih asli menggunakan
tegel. Kondisi bangunan secara umum tidak terawat,
baik bangunan depan maupun bangunan belakang.
Bangunan belakang sudah tidak digunakan lagi dan
beberapa bagian telah runtuh atau ditutupi semak
belukar. Halaman yang luas ditumbuhi semak belukar.
Beberapa bagian tembok telah mengalami kerusakan
dan retak. Rumah dilengkapi dengan pagar teralis besi

NILAI PENTING

HISTORIS

Sejarah perekonomian daerah Gubug dan sekitarnya


: terkait usaha di bidang sarana prasarana pertanian

ILMU PENGETAHUAN

Munculnya teknologi baru dalam pengelolaan padi dari


: alat tradisional ke mesin modern

PENDIDIKAN

KEBUDAYAAN

: Perubahan budaya dari tradisonal ke modern dalam


pengelolaan padi

AKSESIBILITAS

: Di tepi jalan dan dapat ditempuh dengan mobil

ANCAMAN

PROSES ALAM

: Pembiaran

AKTIFITAS MANUSIA

: Pembiaran hingga kerusakan alami

REKOMENDASI

: Perawatan dan perbaikan

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 12 Mei 2013

PETA KABUPATEN

RUMAH TINGGAL
Jl. Bhayangkara No. 62
Gubug, Grobogan

Faad Bangunan

Bangunan bagian belakang, bekas


penggilingan padi

27. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN / SITUS

: SMP KELUARGA

NAMA SEBELUMNYA

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/30

JENIS

: Sekolah

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S7 03 17.3 E110 40 08.1

DUSUN

: Jalan Bhayangkara No. 63 Gubug

DESA

: Gubug

KECAMATAN

: Gubug

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

BARU

: Yayasan Mardi Lestari

STATUS PENGELOLAAN

: Yayasan Mardi Lestari

TAHUN PEMBANGUNAN

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG SEJARAH

FUNGSI

: Sekolahan

UKURAN

PANJANG

: 14 m

LEBAR

: 6,4 m

TINGGI

: 10 m

LUAS AREA

: 900 m2

BATAS-BATAS

UTARA

: pemukiman

SELATAN

: jalan raya (Jalan Bhayangkara)

TIMUR

: TK Bhayangkari

BARAT

: pertokoan

KONDISI LINGKUNGAN

: pertokoan dan pemukiman

ARAH HADAP

: barat

DISKRIPSI

: Bangunan sudah banyak mengalami perubahaan,


yaitu adanya ruang tambahan yang digunakan untuk
ruang kelas. Bangunan asli terdiri dari 2 (dua) lantai
dengan bagian bawah/ lantai I menggunakan
tembok, sedangkan bagian lantai II menggunakan
kayu. Bangunan memiliki arsitektur indis dengan
bentuk atap berupa atap pelana, genting sudah
diganti asbes. Pada bagian atap terdapat hiasan
listplang dari kayu. Denah berbentuk persegi
panjang, jendela di lantai I berupa teralis besi dan
pintu terbuat dari kayu, sedangkan di bagian lantai 2
menggunakan jendela kayu dengan bentuk krepyak
kupu tarung.

NILAI PENTING

HISTORIS

ILMU PENGETAHUAN

Bangunan rumah tinggal yang dialihfungsikan


: menjadi bangunan sekolah

PENDIDIKAN

AGAMA/KEBUDAYAAN

: Terbentuknya permukiman baru yang terintegrasi


dengan Kawedanan, fasilitas umum, jalan, sehingga
membentuk pola kota di Kawedanan Gubug

AKSESIBILITAS

: Mobil, motor, jalan kaki

ANCAMAN

PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

pengembangan fungsi bangunan tanpa konsep


: pelestarian

REKOMENDASI

: Perawatan rutin

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 12-May-13

PETA KABUPATEN

SMP KELUARGA
Jl. Bhayangkara No. 63,
Gubug, Grobogan

Bangunan baru berdampingan dengan


bangunan lama

Bagian belakang bangunan lama

28. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

: STASIUN GUBUG

NAMA SEBELUMNYA

NO. INVENTARISASI

091/04.58164/GUB/ BD (inv. PT. KERETA API


INDONESIA)
: 11-15/Gbo/2013/TB/31

JENIS

: Stasiun

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S7 03 39.2 E110 40 10.2

DUSUN

: Kuwaron

DESA

: Gubug

KECAMATAN

: Gubug

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

: NIS

BARU

: PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

STATUS PENGELOLAAN

PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP IV


: Semarang

TAHUN PEMBANGUNAN

TAHUN RENOVASI

: Tahun 2007 lantai diganti keramik. Tahun 2013


didirikan bangunan persinyalan dan telekomunikasi
untuk kepentingan pembangunan jalan rel ganda

LATAR BELAKANG
SEJARAH

: Sejak masa kolonial berfungsi sebagai stasiun. Dahulu


Stasiun ini tidak memiliki emplasement karena
berfungsi untuk melayani persilangan. Stasiun Gubug
tidak melayani tiket penumpang sejak 1 Mei 2012.

FUNGSI

: Stasiun

UKURAN

PANJANG

: 32,3 m

LEBAR

: 4m

TINGGI

: 5,7 m

LUAS AREA

BATAS-BATAS

UTARA

: pemukiman

SELATAN

: pemukiman

TIMUR

: pekarangan

BARAT

: jalan raya

KONDISI LINGKUNGAN

: pemukiman

ARAH HADAP

: utara

DISKRIPSI

: Bangunan stasiun memiliki denah persegi panjang.


Terdiri dari 3 ruang yang terdiri dari 3 ruang kantor,
dan ruang tunggu penumpang. Ruang tambahan
berupa ruang pemantau sinyal dan ruang generator.
Bagian emplasement memakai konstruksi kayu,
beratap asbes yang terletak di samping stasiun serta
menaungi sepur/ jalur kereta api dan peron. Terdapat
hiasan listplang di ruang tunggu penumpang. Pintu
stasiun menggunakan pintu kayu kupu tarung dengan
model krepyak. Stasiun Gubug berfungsi untuk
persilangan kereta dan untuk menaikkan dan
menurunkan penumpang atau barang secara terbatas.

NILAI PENTING

HISTORIS

: Sejarah transportasi di Kabupaten Grobogan

ILMU PENGETAHUAN

penggunaan alat transportasi modern pada masa


: kolonial

PENDIDIKAN

AGAMA/KEBUDAYAAN

: pemanfaatan sarana transportasi massal pada masa


kolonial di Kabupaten Grobogan

AKSESIBILITAS

: Mobil, motor, jalan kaki

ANCAMAN

PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

pengembangan fungsi bangunan tanpa konsep


: pelestarian

REKOMENDASI

: Perawatan rutin

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 12-May-13

PETA KABUPATEN

STASIUN GUBUG
Kuwaron, Gubug,
Grobogan

Stasiun Gubug

Emplasemen Stasiun Gubug

29. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

: RUMAH DINAS STASIUN GUBUG

NAMA SEBELUMNYA

NO. INVENTARISASI

2/04.58164/GUB/ EMPL GUBUG (inv. PT. KERETA API


INDONESIA)
: 11-15/Gbo/2013/TB/32

JENIS

: Rumah

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S7 03 34.8 E110 40 04.8

DUSUN

: Kuwaron

DESA

: Gubug

KECAMATAN

: Gubug

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

BARU

: PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

STATUS PENGELOLAAN

PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP IV


: Semarang

TAHUN PEMBANGUNAN

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG
SEJARAH

: pada masa lalu digunakan sebagai rumah dinas pejabat


stasiun gubug

FUNGSI

: -

UKURAN

PANJANG

: 9,7 m

LEBAR

: 8,3 m

TINGGI

: 6,2 m

LUAS AREA

: 400 m2

BATAS-BATAS

UTARA

: pemukiman

SELATAN

: jalan

TIMUR

: jalan

BARAT

: pemukiman

KONDISI LINGKUNGAN

: pemukiman

ARAH HADAP

: selatan


DISKRIPSI

: Berupa bangunan dengan luas 70 m, dinding tembok


bata yang diberi perkuatan dengan kayu. Atap
berbentuk pelana/kampung dengan genting kripik.
Pintu masih menggunakan pintu kayu dan jendela juga
kayu.

NILAI PENTING

HISTORIS

: Bagian sejarah keberadaan Stasiun Gubug

ILMU PENGETAHUAN

Sebagai kajian tipologi kawasan stasiun, yang dilengkapi


: dengan rumah dinas dan fasilitas pendukung lainnya

PENDIDIKAN

KEBUDAYAAN

: Terbentuknya budaya efisiensi waktu dan keteraturan


di lingkungan stasiun

AKSESIBILITAS

: Mobil, motor, jalan kaki

ANCAMAN

PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

: rusak karena tidak terawat

REKOMENDASI

: Perawatan rutin

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 12-May-13

PETA KABUPATEN

RUMAH DINAS STASIUN


GUBUG
Kuwaron, Gubug,
Grobogan

Faad Bangunan

Bagian samping bangunan

30. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

: RUMAH DINAS STASIUN GUBUG

NAMA SEBELUMNYA

NO. INVENTARISASI

3/04.58164/GUB/ EMPL GUBUG (inv. PT. KERETA API


INDONESIA)
: 11-15/Gbo/2013/TB/33

JENIS

: Rumah

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S7 03 35.1 E110 40 05.1

DUSUN

: Kuwaron

DESA

: Gubug

KECAMATAN

: Gubug

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

BARU

: PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

STATUS PENGELOLAAN

PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP IV


: Semarang

TAHUN PEMBANGUNAN

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG
SEJARAH

: pada masa lalu digunakan sebagai rumah dinas pejabat


stasiun gubug

FUNGSI

: rumah tinggal

UKURAN

PANJANG

: 11 m

LEBAR

: 8m

TINGGI

: 6,2 m

LUAS AREA

: 362 m2

BATAS-BATAS

UTARA

: pemukiman

SELATAN

: jalan

TIMUR

: pemukiman

BARAT

: pemukiman

KONDISI LINGKUNGAN

: pemukiman

ARAH HADAP

: selatan

128

DISKRIPSI

: Rumah sudah banyak mengalami perubahan di bagian


Faad . Perubahan tersebut adalah penggantian jendela,
pintu dan tambahan teras. Atap bangunan utama
berbentuk pelana dengan genting kripik, sedangkan
atap teras menggunakan seng. Lantai juga sudah diganti
dengan keramik.

NILAI PENTING

HISTORIS

: Bagian sejarah keberadaan Stasiun Gubug

ILMU PENGETAHUAN

Sebagai kajian tipologi kawasan stasiun, yang dilengkapi


: dengan rumah dinas dan fasilitas pendukung lainnya

PENDIDIKAN

: Terbentuknya budaya efisiensi waktu dan keteraturan


AGAMA/KEBUDAYAAN
di lingkungan stasiun
AKSESIBILITAS

: Mobil, motor, jalan kaki

ANCAMAN

PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

: Pembiaran hingga kerusakan alami

REKOMENDASI

: Perawatan rutin

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 12-May-13

PETA KABUPATEN

RUMAH DINAS STASIUN


GUBUG
Kuwaron, Gubug,
Grobogan

Faad Bangunan

31. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

: RUMAH DINAS STASIUN GUBUG

NAMA SEBELUMNYA

: Rumah Dinas Stasiun Gubug

NO. INVENTARISASI

4/04.58164/GUB/ EMPL GUBUG (inv. PT. KERETA API


INDONESIA)
: 11-15/Gbo/2013/TB/34

JENIS

: Rumah

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

DUSUN

: Kuwaron

DESA

: Gubug

KECAMATAN

: Gubug

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

BARU

: PT. Kereta Api Indonesia

STATUS PENGELOLAAN

: PT. Kereta Api Indonesia DAOP IV Semarang

TAHUN PEMBANGUNAN

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG
SEJARAH

: pada masa lalu digunakan sebagai rumah dinas pejabat


Stasiun Gubug

FUNGSI

: rumah tinggal

UKURAN

PANJANG

: 7,6 m

LEBAR

: 6,3 m

TINGGI

: 6,2 m

LUAS AREA

: 245 m2

BATAS-BATAS

UTARA

: pemukiman

SELATAN

: jalan

TIMUR

: pemukiman

BARAT

: pemukiman

KONDISI LINGKUNGAN

: pemukiman

ARAH HADAP

: selatan

DISKRIPSI

: Rumah memiliki gaya arsitektur indis dengan tambahan


komponen berupa teras di bagian depan. Atap bangunan
berbentuk limasan dengan genting sudah diganti dengan
genting pres. Sebagian bangunan menggunakan komponen
kayu. Pintu dan jendela berbentuk kuputarung dengan
model krepyak. Bagian lantai sudah diganti dengan
keramik.

NILAI PENTING

HISTORIS

: Bagian sejarah keberadaan Stasiun Gubug

ILMU PENGETAHUAN

Sebagai kajian tipologi kawasan stasiun, yang dilengkapi


: dengan rumah dinas dan fasilitas pendukung lainnya

PENDIDIKAN

KEBUDAYAAN

: Terbentuknya budaya efisiensi waktu dan keteraturan di


lingkungan stasiun

AKSESIBILITAS

: Mobil, motor, jalan kaki

ANCAMAN

PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

: Pembiaran hingga kerusakan alami

REKOMENDASI

: Perawatan rutin

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab. Grobogan


Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 12-May-13

PETA KABUPATEN

RUMAH DINAS STASIUN


GUBUG
Kuwaron, Gubug,
Grobogan

Faad Bangunan

32. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN / SITUS

: RUMAH DINAS STASIUN GUBUG

NAMA SEBELUMNYA

NO. INVENTARISASI

1/04.58164/GUB/ EMPL GUBUG (inv. PT. KERETA API


INDONESIA)
: 11-15/Gbo/2013/TB/35

JENIS

: Rumah

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S7 03 33.8 E110 40 03.5

DUSUN

: Kuwaron

DESA

: Gubug

KECAMATAN

: Gubug

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

BARU

: PT. Kereta Api Indonesia

STATUS PENGELOLAAN

: PT. Kereta Api Indonesia DAOP IV Semarang

TAHUN PEMBANGUNAN

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG
SEJARAH

: pada masa lalu digunakan sebagai rumah dinas


pejabat stasiun gubug

FUNGSI

: rumah tinggal

UKURAN

PANJANG

: 13,75 m

LEBAR

: 8,75 m

TINGGI

: 6,2 m

LUAS AREA

BATAS-BATAS

UTARA

: pemukiman

SELATAN

: jalan

TIMUR

: pemukiman

BARAT

: jalan

KONDISI LINGKUNGAN

: pemukiman

ARAH HADAP

: selatan

DISKRIPSI

: Rumah memiliki gaya arsitektur indis dengan atap


berbentuk limasan bergenting kripik. Bagian Faad
terdapat teras yang diberi bingkai-bingkai kayu. Pintu
dan jendela berbentuk kuputarung dan terbuat dari
kayu. Untuk bagian jendela dengan model krepyak.
Perubahan terjadi di bagian lantai yang sudah diganti
keramik.

NILAI PENTING

HISTORIS

: Bagian sejarah keberadaan Stasiun Gubug

ILMU PENGETAHUAN

Sebagai kajian tipologi kawasan stasiun, yang


dilengkapi dengan rumah dinas dan fasilitas
: pendukung lainnya

PENDIDIKAN

KEBUDAYAAN

: Terbentuknya budaya efisiensi waktu dan keteraturan


di lingkungan stasiun

AKSESIBILITAS

: Mobil, motor, jalan kaki

ANCAMAN

PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

Pengembangan tanpa konsep pelestarian cagar


: budaya

REKOMENDASI

: Perawatan rutin

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 12-May-13

PETA KABUPATEN

RUMAH DINAS STASIUN


GUBUG
Kuwaron, Gubug,
Grobogan

Faad Bangunan

Interior ruang tamu

33. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

: BEKAS STASIUN GODONG

NAMA SEBELUMNYA

: Stasiun Godong

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/36

JENIS

: stasiun

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S7 01 21.2 E110 46 22.2

DUSUN

: Jalan Jenderal Sudirman

DESA

: Godong

KECAMATAN

: Grobogan

KABUPATEN

PEMILIK

LAMA

BARU

: PT. Kereta Api Indonesia

STATUS PENGELOLAAN

: PT. Kereta Api Indonesia

TAHUN PEMBANGUNAN

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG
SEJARAH

: Dahulu merupakan stasiun yang menghubungkan jalur


kereta api dari Demak menuju Purwodadi

FUNGSI

: Rumah Toko

UKURAN

PANJANG

: 63 m

LEBAR

: 9m

TINGGI

: 6,2 m

LUAS AREA

: 700 m2

BATAS-BATAS

UTARA

: pemukiman

SELATAN

: jalan raya

TIMUR

: pertokoan

BARAT

: pertokoan

KONDISI LINGKUNGAN

berada di lingkungan pemukiman dan pertokoan di tepi


: jalan raya

ARAH HADAP

: selatan

DISKRIPSI

: Dilihat dari sisa sisanya, bangunan stasiun dan bagian


emplasement dahulu kemungkinan besar terbuat dari
kayu dengan denah berbentuk persegi panjang, dengan
posisi emplasement berada satu garis lurus dengan
bangunan stasiun. Saat ini stasiun beralih fungsi sebagai
komplek pertokoan. Yang tersisa dari stasiun addalah
bagian atap, sedangkan bagian dinding saat ini sudah
disekat-sekat untuk dijadikan pertokoan.

NILAI PENTING

HISTORIS

pemanfaatan sarana transportasi massal pada masa


: kolonial di Kabupaten Grobogan

ILMU PENGETAHUAN

penggunaan alat transportasi modern pada masa


: kolonial

PENDIDIKAN

KEBUDAYAAN

: pemanfaatan sarana transportasi massal pada masa


kolonial di Kabupaten Grobogan

AKSESIBILITAS

: Mobil, motor, jalan kaki

ANCAMAN

PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

: alih fungsi bangunan dan pembiaran menuju kerusakan

REKOMENDASI

: Sosialisasi arti penting cagar budaya

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 12-May-13

PETA KABUPATEN

BEKAS STASIUN
GODONG
Jl. Jenderal Sudirman,
Godong, Grobogan

Bangunan dilihat dari arah barat

Bangunan dilihat dari arah timur

34. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN

: RUMAH WATU BOBOT

NAMA SEBELUMNYA

: Watu Bobot

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/37

JENIS

PERIODE

: islam

KELETAKAN

Astronomi

: S7 01 21.4 E110 41 59.6

DUSUN

: Mrapen

DESA

: Manggarmas

KECAMATAN

: Godong

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

: Ibu Parminah (Waris Wedana Masa kerajaan Demak)

BARU

: Pemprov. Jawa Tengah (Mulai Juni 2012)

STATUS PENGELOLAAN

: Keluarga Ibu parminah

TAHUN PEMBANGUNAN

: Bertahap

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG SEJARAH : Cerita rakyat tentang perjalanan Sunan Kalijaga saat
perjalanan pulang setelah merebut Kekuasaan
Kerajaan Majapahit. Di lokasi tersebut bersitirahat
sejenak. Sebagian rombongan kemudian mencoba
membuat masakan namun tidak dijumpai air dan api.
Sunan Kalijaga menancapkan tongkat ke tanah, ketika
tongkatnya dicabut keluarlah api. Kemudian berjalan
agak ke timur beliau menancapkan tongkatnya ketika
dicabut mengeluarkan air jernih. Api dan air tersebut
menjadi Api Abadi Mrapen dan Sendang Roso Wulan.
Ketika hendak berangkat melanjutkan perjalanan,
salah satu pembawa benda kerajaan mengeluh tetang
beratnya salah satu umpak bekas Kerajaan Majapahit.
Maka Sunan Kalijaga menyuruh meninggalkan benda
berupa umpak tiang kerajaan Majapahit. Sekarang
benda tersebut dinamakan Watu Bobot.
FUNGSI

: Petilasan

UKURAN

PANJANG

: 3,4 m

LEBAR

: 3m

TINGGI

: 6m

LUAS AREA

BATAS-BATAS

UTARA

: Pekarangan

SELATAN

: Api Mrapen

TIMUR

: Pekarangan

BARAT

: Rumah Ibu Parminah

KONDISI LINGKUNGAN

: Di lingkungan Api Abadi Mrapen

ARAH HADAP

: Selatan

DISKRIPSI

: Pendapa terbuat dari bahan kayu yang sudah dicat.


Bebepapa bagian diukur. Bangunan memiliki atap
berbentuk joglo dengan konstruksi kayu dan ditutup
dengan genteng kodok. Atap disangga dengan tiang
kayu berukir. Plavon terbuat dari bahan eternit.
Bagian lantai ditutup dengan keramik warna merah
berukuran 30 x 30 Cm.

NILAI PENTING

HISTORIS

Jejak perjalanan sejarah pergantian masa klasik


: menuju Islam

ILMU PENGETAHUAN

Dapat dikaji terkait dengan perjalanan syiar Islam


: Sunan Kalijaga

PENDIDIKAN

: Penyebaran agama Islam di Grobogan

KEBUDAYAAN

: Pelestarian nilai kepercayaan masyarakat

AKSESIBILITAS

: Kendaraan roda dua dan empat

ANCAMAN

PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

: Pengembangan tanpa konsep pelestarian kawasan

REKOMENDASI

: Penataan kawasan wisata

DATA INFORMAN

: Ibu Rubi

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 13 Mei 2013

PETA KABUPATEN

RUMAH WATU BOBOT


Manggarmas, Godong,
Grobogan

Pendapa Watu Bobot

Watu Bobot

35. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN / SITUS

: TUGU GANEFO I

NAMA SEBELUMNYA

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/38

JENIS

: Tugu

PERIODE

KELETAKAN

Astronomi

: S7 01 21.4 E110 41 59.6

DUSUN

: Mrapen

DESA

: Manggarmas

KECAMATAN

: Godong

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

: Ibu Parminah (Waris Wedana masa kerajaan Demak)

BARU

: Pemprov. Jawa Tengah (Mulai Juni 2012)

STATUS PENGELOLAAN

: Keluarga Ibu Parminah

TAHUN PEMBANGUNAN

: 1963

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG SEJARAH

: Desa Mrapen telah memberikan andil dalam sejarah


keolahragaan nasional. GANEFO tanggal 1 Nopember
1963 menggunakan api dari kompleks api abadi
Mrapen sebagai sumber obornya.

FUNGSI

: Tugu peringatan

UKURAN

PANJANG

: 1,6 m

LEBAR

: 1,6 m

TINGGI

: 3,6 m

LUAS AREA

BATAS-BATAS

UTARA

: Pekarangan

SELATAN

: Api Mrapen

TIMUR

: Pekarangan

BARAT

: Rumah Ibu Parminah

KONDISI LINGKUNGAN

: Di lingkungan Api Abadi Mrapen

ARAH HADAP

: Selatan

DISKRIPSI

: Berupa tugu peringatan berbentuk obor. Tugu ini


terletak di komplek api abadi Mrapen. Tugu ini
didirikan dalam rangka pelaksanaan Ganefo I.
Terdapat Prasasti yang berbunyi, " Pada hari
Djumuat Tg. 11-11-1963 Djam 14.20 Telah diambil Api
Abadi dari tempat ini untuk digunakan menjalankan
obor Ganefo I".

NILAI PENTING

HISTORIS
ILMU PENGETAHUAN

Peringatan sejarah peristiwa pada masa


: pemerintahan Orde Lama
Sebagai bukti pelaksanaan event olahraga
: internasional pada masa orde lama/Ganefo

PENDIDIKAN

Mengajarkan spirit perjuangan dalam mencapai


: kemenangan

AGAMA/KEBUDAYAAN

: Budaya menghormati sejarah melalui monumen dan


prasasti Ganefo

AKSESIBILITAS

: Kendaraan roda dua dan empat

ANCAMAN

PROSES ALAM

: Berada di alam terbuka

AKTIFITAS MANUSIA

: Pembiaran

REKOMENDASI

: Perawatan rutin

DATA INFORMAN

: Ibu Rubi

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 13 Mei 2013

PETA KABUPATEN

TUGU GANEFO I
Manggarmas, Godong,
Grobogan

Tugu Ganefo I

36. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN / SITUS

: API ABADI MRAPEN

NAMA SEBELUMNYA

: -

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/39

JENIS

: Cagar Budaya bentukan alam

PERIODE

KELETAKAN

Astronomi

: S7 01 21.4 E110 41 59.6

DUSUN

: Mrapen

DESA

: Manggarmas

KECAMATAN

: Godong

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

: Ibu Parminah (Waris Wedana Masa kerajaan Demak)

BARU

: Pemprov Jawa Tengah (Mulai Juni 2012)

STATUS PENGELOLAAN

: Keluarga Ibu Parminah

TAHUN PEMBANGUNAN

: 1963

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG SEJARAH

: Desa Mrapen telah memberikan andil dalam sejarah


keolahragaan nasional. GANEFO tanggal 1 Nopember
tahun 1963 menggunakan api dari kompleks api
abadi Mrapen sebagai sumber obornya. Selanjutnya
hingga saat ini, semua peristiwa olah raga
menggunakan api Mrapen sebagai sumber api obor
yang dibawa berkeliling hingga kegiatan
berlangsung di istana olah raga.

FUNGSI

: Tempat pengambilan api berbagai peristiwa nasional

UKURAN

PANJANG

: 1m

LEBAR

: 1m

TINGGI

: 40 cm

LUAS AREA

: 1 ha

BATAS-BATAS

UTARA

: Pekarangan

SELATAN

: Api Mrapen

TIMUR

: Pekarangan

BARAT

: Rumah Ibu Parminah

KONDISI LINGKUNGAN

: Di lingkungan Api Abadi Mrapen

ARAH HADAP

: Selatan

DISKRIPSI

: Berupa api yang keluar dari tanah. Api ini tidak pernah
padam. Lingkungan Sumber Api Mrapen saat ini
dimanfaatkan sebagai area wisata terdiri dari sumber
api, sumber air panas, dan tugu peringatan berbentuk
obor.

NILAI PENTING

HISTORIS
ILMU PENGETAHUAN

Berkait cerita rakyat tentang bagian sejarah kerajaan


: Demak
Merupakan cagar budaya alam terkait berbagai
: peristiwa nasional terutama dalam bidang olah raga

PENDIDIKAN

Mengajarkan spirit perjuangan dalam mencapai


: kemenangan

KEBUDAYAAN

: Ritual pengambilan api untuk event olahraga nasional


hingga saat ini

AKSESIBILITAS

: Dapat dicapai dengan kendaraan roda empat

ANCAMAN

PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

: Pemeliharaan yang kurang memadai

REKOMENDASI

: Konservasi lingkungan

DATA INFORMAN

: Ibu Rubi

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 13 Mei 2013

PETA KABUPATEN

API ABADI MRAPEN


Manggarmas, Godong,
Grobogan

Api Abadi Mrapen

37. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN / SITUS

: SD KRISTEN KALICERET

NAMA SEBELUMNYA

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/40

JENIS

: Gedung Sekolah

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S7 06 40.5 E110 39 05.6

DUSUN

: Kaliceret

DESA

: Mrisi

KECAMATAN

: Tanggungharjo

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

: PI Salatiga Zending

BARU

: GKJTU

STATUS PENGELOLAAN

: GKJTU

TAHUN PEMBANGUNAN

: 1930-an

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG SEJARAH

: Mulai dibuka sebagai sekolah Ongko Loro/angka


dua atau Sekolah Dasar kelas Dua di Balai Pelatihan
Perawat Pribumi (belakang loji) berdasarkan
pertimbangan sebagai tempat mendidik/melatih
calon-calon perawat pribumi, pendidikan dasar
sangat penting bagi masyarakat. Pada masa Jepang,
sekolah berhenti, karena baik gereja, loji, maupun
balai perawat pribumi dikuasai oleh Jepang. Jaman
kemerdekaan sekolah dimulai lagi dan pada jaman
perang kemerdekaan tahun 1947-1948 sekolah
sempat dipindahkan ke desa Mliwang. Baru tahun
1970 oleh Bp.Sutrisno Yuwono sekolah diminta agar
diselenggarakan lagi di Kaliceret dan menempati loji
kembali. Pada rumah kapandhitan/loji juga pernah
dikembangkan sekolah tehnik (ST) dan kemudian
menjadi SMP PGRI. Untuk saat ini kompleks SD
Kristen Kaliceret ditambah local baru ditambah
gedung TK Kristen Kaliceret.

FUNGSI

: Sekolah

UKURAN

PANJANG

: 19 m

LEBAR

: 12 m

TINGGI

: 9m

LUAS AREA

: 4020 m2

BATAS-BATAS

UTARA

: Perpustakaan

SELATAN

: Sekolah Inpres

TIMUR

: Jalan Raya

BARAT

: Pemukiman

KONDISI LINGKUNGAN

: Timur

ARAH HADAP

: Timur

DISKRIPSI

: Bangunan utama berupa rumah panggung yang


sebagian besar komponen bangunan terbuat dari
bahan kayu termasuk bagian dinding, plavon dan
lantai. Bagian faade terdapat kuncungan yang
diberi hiasan lisplank. Pintu dan jendela terbuat dari
kayu dengan bentuk kupu tarung bermotif krepyak.
Pada tiap-tiap atas pintu terdapat ventilasi yang
diberi hiasan panah. Secara umum kondisinya kurang
terawat. Banyak papan yang sudah melengkung dan
keropos. Bagian talang dan plavon juga sebagian
sudah keropos. Umpak memiliki lebar 0,8 M
memanjang sepanjang lebar bangunan.

NILAI PENTING

HISTORIS

Penyebaran Kristen di Grobogan melalui media


: pendidikan

ILMU PENGETAHUAN

: Kontruksi bangunan panggung bahan kayu

PENDIDIKAN

Perkembangan pendidikan berlatar belakang Agama


: Kristen

AGAMA/KEBUDAYAAN

: Perkembangan Agama Kristen di Grobogan

AKSESIBILITAS

: kendaraan roda dua dan empat, dekat jalan raya

ANCAMAN

PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

: Kurang terawat

REKOMENDASI

: Perbaikan bagian yang rusak

DATA INFORMAN

: Ibu Ester (60 Th)

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 12 Mei 2013
PETA KABUPATEN

SD KRISTEN KALICERET
Mrisi, Godong,
Grobogan

Faad Bangunan

38. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN / SITUS

: RUMAH PENDETA GKJ KALICERET

NAMA SEBELUMNYA

: Kantor dan Ruang Obat RS. Kristen Kaliceret

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/41

JENIS

: Gedung

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S7 06 40.5 E110 39 05.6

DUSUN

: Kaliceret

DESA

: Mrisi

KECAMATAN

: Tanggungharjo

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

: Pekabaran Injili Salatiga Zending

BARU

Yayasan Pergerakan Kristen Widya Wacana


: Salatiga

STATUS PENGELOLAAN

Yayasan Pergerakan Kristen Widya Wacana


: Salatiga

TAHUN PEMBANGUNAN

: 1930-an

TAHUN RENOVASI

: -

LATAR BELAKANG SEJARAH

: Pertama-tama datanglah orang-orang dari


Salatiga Zending membangun rumah dari
welit/ilalang yang dulunya berlokasi di Pastori GKJ
Kaliceret yang sekarang ini. Rumah welit tersebut
oleh orang-orang asing tersebut dipakai untuk
mengabarkan Injil melalui bidang kesehatan.
Beberapa orang yang sembuh dari penyakitnya
tidak mau kembali ke daerah asalnya, tetapi
menetap di Kaliceret dan menganut Kristen. Lama
kelamaan balai pengobatan juga semakin
berkembang, sehingga dibuatlah rumah sakit
Kaliceret yang menjadi satu-satunya rumah sakit
di grobogan waktu itu. Tetapi karena keberadaan
jalan yang menuju ke kaliceret waktu itu rusak,
maka rumah sakit Kaliceret berangsur-angsur
mengalami kemunduran dan akhirnya mati.

FUNGSI

: Rumah Pendeta

UKURAN

PANJANG

: 9,2 m

LEBAR

: 8m

TINGGI

: 6,2 m

LUAS AREA

BATAS-BATAS

UTARA

: Pemukiman

SELATAN

: Kantor

TIMUR

: Pemukiman

BARAT

: Jalan Raya

KONDISI LINGKUNGAN

: Berada di lingkungan pemukiman Kristiani

ARAH HADAP

: Barat

DISKRIPSI

: Bangunan berdenah segi empat dengan atap


berbentuk pelana

NILAI PENTING

HISTORIS
ILMU PENGETAHUAN

Penyebaran agama Kristen di Grobogan melalui


: media sarana pengobatan
Pengetahuan tentang pengobatan modern pada
: masa kolonial

PENDIDIKAN

Memberikan pemahaman kepada masyarakat


: akan ilmu pengobatan modern

AGAMA

: Penyebaran Agama Kristen di Grobogan

AKSESIBILITAS

: Dapat diakses dengan mobil dan tidak jauh dari


jalan raya.

ANCAMAN

PROSES ALAM

: Pelapukan kayu dan lapisan tanah yang melesak

AKTIFITAS MANUSIA

: Kurang dirawat

REKOMENDASI

: Perawatan rutin

DATA INFORMAN

: Bp. Samuel (66 Tahun)

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak


Kab. Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 12 Mei 2013

PETA KABUPATEN

RUMAH PENDETA GKJ


KALICERET
Mrisi, Godong,
Grobogan

Faad Bangunan

39. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN / SITUS

: GEREJA KRISTEN JAWA KALICERET

NAMA SEBELUMNYA

: Gereja Rumah Sakit Kristen

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/42

JENIS

: Gereja

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S7 06 40.5 E110 39 05.6

DUSUN

: Kaliceret

DESA

: Mrisi

KECAMATAN

: Tanggungharjo

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

: Pemberitaan Injil Salatiga Zending

BARU

: Yayasan Pergerakan Kristen Widya Wacana Salatiga

STATUS PENGELOLAAN

: Yayasan Pergerakan Kristen Widya Wacana Salatiga

TAHUN PEMBANGUNAN

: 1930-an

TAHUN RENOVASI

: -

LATAR BELAKANG SEJARAH

: kitab Babad Zending di Tanah Jawi karangan J.D.


WOLTERBEEK, bahwa gereja dibangun oleh
perkumpulan Salatiga Zending (S Z) dalam misinya
mengembangkan agama Kristen di tanah Jawa. pada
tahun 1892 pendeta C.R.Kuhnen diangkat menjadi
pendeta di Kaliceret. Saat itu di Kaliceret sudah ada
beberapa warga yang memeluk agama Kristen, dan
sudah melaksanakan kegiatan pertemuan jamaah
setiap hari Minggu pagi. Sebagai pemimpin jamaah
kadang pendeta yang datang dari Salatiga, atau
kadang dipimpin warga setempat. Selama menjadi
pendeta di wilayah Kaliceret, beliau tinggal di dusun
Kaliceret. Sepeninggal pendeta Kuhnen, yang
bertugas menjadi pendeta di Kaliceret adalah tuan
Kabelitz yang bertugas sampai tahun 1927.
Diperkirakan gereja Kristen, kantor rumah sakit serta
rumah sakit Kristen yang ada di dusun Kaliceret
didirikan antara tahun 1904 sampai tahun 1927.
Melihat cukup lama pendeta Kabelitz bertugas di
wilayah dusun Kaliceret, sehingga diperkirakan
ketiga bangunan tersebut didirikan secara
berurutan. Adapun yang didirikan pertama kali tentu


bangunan gereja Kristen, mengingat sebagian besar


penduduk dusun Kaliceret adalah pemeluk agama
Kristen. Adapun sebagai tempat pelaksanaan
pasamuan (doa kebaktian bersama) waktu itu
berada di rumah milik penduduk, sehingga
dibutuhkan sebuah gereja. Dengan kebutuhan itu,
maka pembangunan gereja tersebut dilaksanakan.
Pada tahun 1930, Gereja dibagi menjadi dua utara
dan selatan
FUNGSI

: Gereja

UKURAN

PANJANG

: 18 m

LEBAR

: 6m

TINGGI

: 8,5 m

LUAS AREA

: 3250 m2

BATAS-BATAS

UTARA

: Pemukiman

SELATAN

: Kantor

TIMUR

: Pemukiman

BARAT

: Jalan Raya

KONDISI LINGKUNGAN

: Berada di lingkungan pemukiman Kristiani

ARAH HADAP

: Barat

DISKRIPSI

: Bangunan berdenah segi empat dengan atap


berbentuk pelana tumpang 2 dengan kuncugan di
bagian faade. Konstruksi atap dari bahan kayu yang
ditutup dengan genteng keripik. Di bagian emperan
terdapat tiang penyangga yang terbuat dari bahan
kayu. Pintu dan jendela dengan bahan kayu jati
berbentuk kupu tarung. Lantai ditutup dengan tegel
abu-abu. kondisi tegel sudah banyak yng melesak

NILAI PENTING

HISTORIS

Penyebaran Kristen di Grobogan melalui media


: pendidikan dan sarana kesehatan

ILMU PENGETAHUAN

PENDIDIKAN

: Penyebaran nilai-nilai moral

AGAMA/KEBUDAYAAN

: Perkembangan Agama Kristen di Grobogan

AKSESIBILITAS

: Dapat diakses dengan mobil dan tidak jauh dari jalan


raya.

ANCAMAN

PROSES ALAM

: Pelapukan kayu dan lapisan tanah yang melesak

AKTIFITAS MANUSIA

: Kurang dirawat

REKOMENDASI

Perbaikan kerusakan pada komponen kayu dan


: lantai

DATA INFORMAN

: Bp. Samuel (66 Tahun)

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 12 Mei 2013
PETA KABUPATEN

GEREJA KRISTEN JAWA


KALICERET
Mrisi, Godong,
Grobogan

Faad Bangunan

40. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN / SITUS

: BKPH PADAS

NAMA SEBELUMNYA

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/43

JENIS

: Gedung

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S7 09 37.1 E110 37 59.1

DUSUN

: Jl. Perintis Kemerdekaan Kedung Jati

DESA

: Kedungjati

KECAMATAN

: Kedungjati

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

: Perum Perhutani

BARU

: Perum Perhutani

STATUS PENGELOLAAN

TAHUN PEMBANGUNAN

: -

TAHUN RENOVASI

: Sejak masa kolonial dimanfaatkan sebagai pos


pemanfaatan hasil hutan.

LATAR BELAKANG SEJARAH

FUNGSI

: kantor

UKURAN

PANJANG

: 12 m

LEBAR

: 11 m

TINGGI

: 8m

LUAS AREA

: 1650 m2

BATAS-BATAS

UTARA

: Pemukiman

SELATAN

: Pekarangan

TIMUR

: Jalan Raya

BARAT

: Pekarangan

KONDISI LINGKUNGAN

: Berada di lingkungan pertanian / perkebunan

ARAH HADAP

: Timur

DISKRIPSI

: Berupa rumah panggung dengan denah persegi 4


yang komponen bangunan terbuat dari kayu.
Bangunan memiliki arsitektur indis dengan atap
bentuk perisai bergenting kripik. Bagian depan
terdapat teras yang disangga dengan tiang kayu.
Luas Umpak bagian bawah 110 x 95 dan bagian atas
40 x45 Cm dengan tinggi 1 M

NILAI PENTING

HISTORIS

: sejarah eksploitasi sumberdaya alam di Grobogan

ILMU PENGETAHUAN

pembuatan rumah panggung dan berbahan kayu


: untuk daerah dengan struktur tanah yang labil.

PENDIDIKAN

Memberikan pemahaman kepada masyarakat


: tentang eksploitasi masa kolonial

KEBUDAYAAN

AKSESIBILITAS

: berada di tepi jalan utama kec. Kedungjati

ANCAMAN

PROSES ALAM

: sebagian kayu sudah lapuk

AKTIFITAS MANUSIA

REKOMENDASI

: konservasi bangunan kayu

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 12 Mei 2013

PETA KABUPATEN

PERUM PERHUTANI
UNIT I JAWA TENGAH
Jl. Perintis Kemerdekaan
Kedung Jati, Grobogan

Faad Bangunan

Pintu masuk utama

41. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN / SITUS

: GUDANG STASIUN KEDUNG JATI

NAMA SEBELUMNYA

: Rumah Dinas

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/45

JENIS

: Rumah Tinggal

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

7 9'47.31"S 11038'5.77"E

DUSUN

: Kedungjati

DESA

: Kedungjati

KECAMATAN

: Kedungjati

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

BARU

: PT. KERETA API INDONESIA

STATUS PENGELOLAAN

: PT. KERETA API INDONESIA

TAHUN PEMBANGUNAN

: 1873

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG SEJARAH

FUNGSI

: Rumah Tinggal

UKURAN

PANJANG

: 21 m

LEBAR

: 8m

TINGGI

: 8m

LUAS AREA

BATAS-BATAS

UTARA

: Jalan Kampung

SELATAN

: Pekarangan

TIMUR

: Pekarangan

BARAT

: Pekarangan

KONDISI LINGKUNGAN

Berada di lingkungan Pemukiman kawasan


: Stasiun Kereta Api Kedungjati

ARAH HADAP

: Utara

DISKRIPSI

: Dua buah Bangunan gudang dalam keadaan rusak dan


sudah dipergunakan lagi. Gudang pertama berada
mepet dengan jalan rel, sementara gudang kedua
berdampingan dengan pemukiman.

NILAI PENTING

HISTORIS

Bagian Sejarah transportasi masa kolonial di


: Grobogan

ILMU PENGETAHUAN

PENDIDIKAN

AGAMA/KEBUDAYAAN

AKSESIBILITAS

: Dapat diakses dengan mobil dan tidak jauh dari jalan


raya.

ANCAMAN

PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

: Pembiaran menuju kerusakan

REKOMENDASI

: Perbaikan komponen yang rusak

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 12 Mei 2013

PETA KABUPATEN

GUDANG STASIUN
KEDUNG JATI
Kedungjati, Kedungjati,
Grobogan

Gudang I

Gudang II

42. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN / SITUS

: RUMAH DINAS STASIUN KEDUNGJATI

NAMA SEBELUMNYA

: Rumah Dinas Stasiun Kedungjati

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/46

JENIS

: Rumah Tinggal

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

7 9'45.32"S 11038'9.15"E

DUSUN

: Kedungjati

DESA

: Kedungjati

KECAMATAN

: Kedungjati

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

BARU

: PT. KERETA API INDONESIA

STATUS PENGELOLAAN

: PT. KERETA API INDONESIA

TAHUN PEMBANGUNAN

: 1873

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG SEJARAH

: Stasiun Kedungjati merupakan salah satu stasiun


tertua di Indonesia setelah Stasiun Tanggung.

FUNGSI

: Rumah Tinggal

UKURAN

PANJANG

: 12,8 m

LEBAR

: 21 m

TINGGI

: 8m

LUAS AREA

: 1500 m

BATAS-BATAS

UTARA

: Jalan Kampung

SELATAN

: Pekarangan

TIMUR

: Pekarangan

BARAT

: Pekarangan

KONDISI LINGKUNGAN

Berada di lingkungan Pemukiman kawasan


: Stasiun Kereta Api Kedungjati

ARAH HADAP

: Utara

DISKRIPSI

: Bangunan bergaya indis dengan model setangkup


kembar ruangan kiri kanan mengapit teras model
terbuka yang diberikan dua buah pintu yang tampak
tinggi pada sudut kiri dan kanannya. Ruang tengah
merupakan bagian inti yang terdiri dari 3 ruang untuk
kamar tidur, dan ruang keluarga. Di bagian belakang
merupakan bangunan terpisah yang dihubungkan
sebuah doorlop digunakan sebagai fasilitas untuk
dapur dan kamar mandi. Kontruksi bangunan adalah
bangunan permanen semenan dengan atap genting
yang telah mengalami pergantian.

NILAI PENTING

HISTORIS

: Bagian sejarah Stasiun Kedungjati

ILMU PENGETAHUAN

Tahan lamanya bangunan tembok buatan Belanda di


: daerah dengan tanah yang cukup labil.

PENDIDIKAN

KEBUDAYAAN

: Pemberian fasilitas rumah dinas bagi pegawai


pemerintah

AKSESIBILITAS

: Dapat diakses dengan mobil dan tidak jauh dari jalan


raya.

ANCAMAN

PROSES ALAM

Faktor cuaca membuat sebagian dinding dan


: komponen kayu menjadi lapuk

AKTIFITAS MANUSIA

REKOMENDASI

: Perbaikan komponen yang rusak

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 12 Mei 2013

PETA KABUPATEN

RUMAH DINAS STASIUN


KEDUNGJATI
Kedungjati, Kedungjati,
Grobogan

Faad Bangunan

Ruang Tamu di teras depan

43. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN / SITUS

: KANTOR KEPOLISIAN SEKTOR KEDUNGJATI

NAMA SEBELUMNYA

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/47

JENIS

: Gedung Kantor

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

: S7 09 43.8 E110 37 58.1

DUSUN

: Kedungjati

DESA

: Kedungjati

KECAMATAN

: Kedungjati

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

BARU

: Polsek Kedungjati

STATUS PENGELOLAAN

: Kepolisian RI Sektor Kedungjati

TAHUN PEMBANGUNAN

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG SEJARAH

: Bangunan rumah tinggal yang kemudian


dialihtangankan kepada kepolisian

FUNGSI

: Kantor Polisi

UKURAN

PANJANG

: 14,7 m

LEBAR

: 14,1

TINGGI

: 6,8 m

LUAS AREA

: 1200 m2

BATAS-BATAS

UTARA

: Pemukiman

SELATAN

: Pertokoan

TIMUR

: Pertokoan

BARAT

: Jalan Peritis Kemerdekaan

KONDISI LINGKUNGAN

: Berada di tepi jalan

ARAH HADAP

: Timur

DISKRIPSI

: Bangunan indis dengan sebagian besar


menggunakan bahan kayu, termasuk di bagian
dinding. Genteng telah diganti genteng pres dan
lantai telah ditutup dengan keramik. Bangunan
berbentuk U. bagian teras disangga dengan tiang
kayu. Terdapat alih fungsi dan modifikasi bentuk di
bagian sisi selatan. Plafon di bagian teras diganti
dengan asbes. Sebagian dinding diganti dengan
tembok karena pelapukan kayu. Pintu dan jendela
dengan bahan kayu model kupu tarung. Di atas pintu
terdapat ventilasi yang terbuat dari teralis besi
berbentuk sulur suluran.

NILAI PENTING

HISTORIS

ILMU PENGETAHUAN

: Bangunan arsitektur kayu untuk keperluan publik

PENDIDIKAN

: Contoh penggunaan material kayu pada bangunan

AGAMA/KEBUDAYAAN

AKSESIBILITAS

: Di tepi jalan raya dan Dapat diakses mobil.

ANCAMAN

PROSES ALAM

: Pelapukan kayu

AKTIFITAS MANUSIA

: Penggantian komponen kayu menjadi tembok

REKOMENDASI

: Perbaikan komponen yang rusak

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 12 Mei 2013

PETA KABUPATEN

POLSEK KEDUNGJATI
Kedungjati, Kedungjati,
Grobogan

Faad Bangunan

Dinding Selatan

44. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN / SITUS : RUMAH DINAS STASIUN TANGGUNG
NAMA SEBELUMNYA

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/48

JENIS

: Rumah Tinggal

PERIODE

: Kolonial

KELETAKAN

Astronomi

DUSUN

DESA

: Tanggung Harjo

KECAMATAN

: Tanggung Harjo

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

: NIS

BARU

: PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

STATUS PENGELOLAAN

: PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

TAHUN PEMBANGUNAN

: 1864

TAHUN RENOVASI

LATAR BELAKANG
SEJARAH

: Stasiun Tanggung yang dibangun pada tahun 1864


membutuhkan Rumah Dinas Kepala Stasiun yang
dibangun di belakang bangunan stasiun

FUNGSI

: Rumah Dinas

UKURAN

PANJANG

: 7m

LEBAR

: 7m

TINGGI

: 6m

LUAS AREA

BATAS-BATAS

UTARA

: Pemukiman

SELATAN

: Stasiun Tanggung

TIMUR

: Pemukiman

BARAT

: Pemukiman

KONDISI LINGKUNGAN

: Berada di tengah pemukiman

ARAH HADAP

: Timur

DISKRIPSI

: bangunan panggung yang berdenah segi empat. Atap


berbentuk limasan dengan penutup genteng kripik. Di
tepi atap terdapat lisplang berukir. Dinding terbuat dari
papan kayu jati. Pintu dan jendela di bagian faade
terbuat dri kaya yang dibingkai dengan kayu. Namun
jendela di beberapa kamar terbuat dari bahan kayu
dengan bentuk kuputarung motif krepyak. Bangunan
disangga dengan umpak semen. Tangga terdapat di
bagian depan dengan bahan kayu. Bangunan cukup
terawat, namun tidak dengan halaman rumah.

NILAI PENTING

HISTORIS

Fasilitas di Stasiun Tanggung, yang merupakan salah


: satu stasiun tertua di Pulau Jawa

ILMU PENGETAHUAN

PENDIDIKAN

KEBUDAYAAN

: Terbentuknya budaya efisiensi waktu dan keteraturan


di lingkungan stasiun

AKSESIBILITAS

: Terdapat akses jalan melalui stasiun yang dapat dilalui


mobil

ANCAMAN

PROSES ALAM

: Pelapukan kayu

AKTIFITAS MANUSIA

REKOMENDASI

: Perbaikan komponen yang rusak

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 12 Mei 2013

PETA KABUPATEN

RUMAH DINAS STASIUN


TANGGUNG
Tanggung Harjo,
Tanggung Harjo,
Grobogan

Faad Bangunan

Dinding bagian depan

45. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK


NAMA BANGUNAN / SITUS

: MASJID JAMI BAIDATUT TAQWA

NAMA SEBELUMNYA

NO. INVENTARISASI

: 11-15/Gbo/2013/TB/49

JENIS

: Masjid

PERIODE

KELETAKAN

Astronomi

: S7 06 41.0 E110 41 10.7

DUSUN

: Brebes

DESA

: Glapan

KECAMATAN

: Gubug

KABUPATEN

: Grobogan

PEMILIK

LAMA

: Desa

BARU

: Desa

STATUS PENGELOLAAN

: Takmir Masjid

TAHUN PEMBANGUNAN

TAHUN RENOVASI

: 2012

LATAR BELAKANG SEJARAH

FUNGSI

: Masjid

UKURAN

PANJANG

: 7,7 m

LEBAR

: 7,5 m

TINGGI

: 6,7 m

LUAS AREA

: 726 m

BATAS-BATAS

UTARA

: Pemukiman

SELATAN

: Pemukiman

TIMUR

: Pemukiman

BARAT

: Pemukiman

KONDISI LINGKUNGAN

: Berada di tengah pemukiman

ARAH HADAP

: Timur

173

DISKRIPSI

: Bangunan masjid mengalami perubahan dengan


adanya penambahan serambi dan teras di sisi timur
maupun kanan kiri masjid. Pembangunan masjid
masih mempertahankan keaslian bangunan utama
masjid. Atap masjid berbentuk tajuk tumpang 2 yang
ditutup dengan genteng pres. Atap disangga dengan
4 buah soko guru yang terbuat dari kayu jati dengan
ukuran 26 x 26 Cm dengan umpak dari bahan batu.
Sementara itu di bagian mihrab terlihat lebih
menonjol ke arah barat. Ruangan mihrab berbentuk
panggung dimana penyangganya telah diganti
dengan semen. Dinding mihrab masih menggunakan
bahan kayu jati. Dinding ruang utama masjid terbuat
dari kayu, demikian pula lantai masjid terbuat dari
bahan yang sama. Pintu masuk ruang utama
dimodifikasi menjadi pintu geser, sedangkan jendela
telah diganti dengan bahan kaca. Komponen kayu
dilapisi polytur dengan warna kuning kecoklatan.Di
dalam masjid ditemukan bedug dan kentongan serta
di dalam mihrab terdapat yoni.

NILAI PENTING
HISTORIS

: Bukti sejarah perkembangan Islam di wilayah Gubug

ILMU PENGETAHUAN

Penggunaan konstruksi kayu dan bentuk panggung


: untuk daerah dengan tanah yang labil

PENDIDIKAN

:
: sebagai sarana peribadatan di wilayah Gubug

AGAMA/KEBUDAYAAN
AKSESIBILITAS

: Dapat diakses dengan mobil dan di tepi jalan raya.

ANCAMAN

PROSES ALAM

AKTIFITAS MANUSIA

: Pengembangan tanpa konsep pelestarian

REKOMENDASI

: Perbaikan komponen yang rusak

DATA INFORMAN

PENINJAUAN

: Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

SURVEYOR

: Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.


Grobogan Thn. 2013

TANGGAL

: 12 Mei 2013

PETA KABUPATEN

ERROR: stackunderflow
OFFENDING COMMAND: ~
STACK:

You might also like