You are on page 1of 12

METODE DAN TEKHNIK PEMERIKSAAAN PEREDARAN USAHA

Pengertian Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan Dalam


Perhitungan SPT Tahunan PPh Badan
Pengertian Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan Dalam
Perhitungan SPT Tahunan PPh Badan Untuk Tahun Pajak 2013
Pengertian Peredaran Bruto bagi Wajib Pajak Badan untuk Tahun
Pajak 2013 memiliki dua pengertian, yaitu :

Peredaran Bruto berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor


46 Tahun 2013, adalah sebagai berikut :
Peredaran Bruto adalah penghasilan dari usaha, tidak termasuk :
1.
penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan
bebas.
2.
penghasilan selain dari usaha atau penghasilan luar
usaha/penghasilan lain-lain.
3.
penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan
yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan di bidang perpajakan.
4.
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar
negeri.
5.
penghasilan yang dikecualikan sebagai objek
pajak/bukan objek pajak.
Peredaran Bruto berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2013 digunakan untuk perhitungan PPh Badan sebagai
berikut :
1.
Peredaran Bruto dengan pengertian tersebut diatas
digunakan untuk melihat apakah Peredaran Bruto Tahun
Pajak 2012 berjumlah tidak melebihi Rp.4.800.000.000,- atau
melebihi.
2.
Apabila Peredaran Bruto Tahun Pajak 2012 berjumlah
tidak melebihi Rp.4.800.000.000,- , maka perhitungan PPh

Pasal 25 untuk masa pajak Juli sampai dengan Desember


2013 dihitung sebagai PPh Pasal 4 ayat (2) yaitu sebesar 1 %
dari Peredaran Bruto tersebut diatas.

Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU No.36


Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, adalah sebagai :
Peredaran Bruto adalah Semua penghasilan bruto yang diterima atau
diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan baik yang berasal
dari Indonesia maupun luar Indonesia, meliputi :
1.
Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan Final.
2.
Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan Tidak
Bersifat Final.
3.
Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.
Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU No.36 Tahun
2008 Tentang Pajak Penghasilan digunakan untuk perhitungan PPh
Badan sebagai berikut :
1.
Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU
No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan digunakan
untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan Badan yang
terutang bagi Wajib Pajak Badan yang tidak termasuk dalam
Kriteria PP Nomor 46 Tahun 2013 untuk masa pajak Januari
sampai dengan Desember 2013.
2.
Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU
No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan digunakan
untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan Badan yang
terutang bagi Wajib Pajak Badan yang termasuk dalam
Kriteria PP Nomor 46 Tahun 2013 untuk masa pajak Januari
sampai dengan Juni 2013.
Cara perhitungan Pajak Penghasilan Badan dengan Peredaran Bruto
berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan adalah sama dengan perhitungan Pajak Penghasilan Pajak
Badan untuk Tahun Pajak 2010, 2011 dan 2012.

Pengertian Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan Dalam


Perhitungan SPT Tahunan PPh Badan Untuk Tahun Pajak 2010,
2011 dan 2012
Dalam perhitungan PPh Badan untuk SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2012,
Tahun Pajak 2011, dan Tahun Pajak 2010 pengenaan tarif pajak Pasal 17 dan 31E UU
No.36 Tahun 2008 adalah berdasarkan besarnya Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan
yang bersangkutan.
Pengertian Peredaran Bruto/Omzet/Pendapatan tersebut adalah :
Semua penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum
dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan baik yang
berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, meliputi :
1.
Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan Final
2.
Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan Tidak Bersifat Final
3.
Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak
Penghasilan tersebut adalah penghasilan dari usaha pokoknya saja tidak termasuk
penghasilan luar usaha/penghasilan lain-lain.
Contoh :
Untuk Tahun Pajak 2012 PT.Maju Jaya Selalu memiliki kegiatan usaha sebagai
berikut :
1.
Peredaran Usaha Bruto/Pendapatan Bruto/Omzet Bruto dari Usaha
Percetakan selama tahun 2012 adalah sebesar Rp.3.000.000.000,2.
Peredaran Usaha Bruto/Pendapatan Bruto/Omzet Bruto dari Usaha Jasa
Konstruksi selama tahun 2012 adalah sebesar Rp.1.500.000.000,3.
Pada bulan Mei Tahun 2012 PT.Maju Jaya Selalu mendapatkan Dividen
dari PT.Muara Mesin Abadi senilai Rp.1.000.000.000,- (penyertaan modal 40 %)
Maka peredaran usaha bruto/pendapatan bruto/omzet bruto PT.Maju Jaya Selalu
untuk Tahun Pajak 2012 adalah sebesar :
a. Peredaran Usaha Bruto Usaha Percetakan (non final)
= 3.000.000.000
b. Peredaran Usaha Bruto Jasa Konstruksi (Final)
= 1.500.000.000
c. Pendapatan dari Dividen (bukan objek pajak)
= 1.000.000.000 +
Total Peredaran Usaha Bruto
= 5.500.000.000

Pokok Sengketa

: 1. Koreksi Peredaran Usaha Dagang Eceran Sebesar Rp25.175.000,00.

2. Koreksi peredaran usaha yang tidak dilaporkan yaitu usaha jasa angkutan sebesar
Rp24.960.000,00 dan usaha penggilingan padi dengan peredaran usaha sebesar
Rp600.000,00.

1. Koreksi Peredaran Usaha Dagang Eceran Sebesar Rp25.175.000,00.

Menurut Terbanding

: Perhitungan kembali peredaran usaha dagang eceran menjadi Rp39.000.000,00


berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan tahun 1991, karena Pemohon tidak
memberikan alasan atau menunjukkan data pendukung berupa buku catatan harian dan
data pendukung lainnya tentang menurunnya omset tahun 1992 sampai dengan tahun
1994.

Koreksi dilakukan karena Pemohon tidak memberikan alasan atau menunjukkan data
pendukung berupa buku catatan harian dan data pendukung tentang menurunnya omset
untuk tahun 1994, sehingga peredaran usaha dagang eceran untuk tahun 1994
disesuaikan dengan peredaran usaha eceran tahun 1991.

Menurut Pemohon

: Pemohon dalam Surat Bandingnya memohon untuk dapat dihapuskan hutang pajaknya.
Dan peredaran usaha dagang eceran menurut lampiran Surat Pemberitahuan pajak
penghasilan tahun pajak 1994 adalah sebesar Rp13.825.000,00.

Berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan tahun 1994, peredaran usaha


dagang eceran menurut Pemohon adalah sebesar Rp13.825.000,00, sedangkan menurut
Terbanding peredaran usaha dagang eceran adalah sebesar Rp39.000.000,00 sehingga
terdapat koreksi sebesar Rp25.175.000,00.

Pendapat Majelis

: Berdasarkan keterangan tersebut diatas, oleh karena Terbanding didalam menghitung


peredaran usaha dagang eceran tahun 1994 berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak
Penghasilan Tahun Pajak 1991 sebesar Rp39.000.000,00, Majelis berkesimpulan bahwa
koreksi peredaran usaha dagang eceran sebesar Rp25.175.000,00 dilakukan hanya
berdasarkan taksiran, oleh karenanya tersebut tidak dapat dipertahankan.

2. Koreksi peredaran usaha yang tidak dilaporkan yaitu usaha jasa angkutan
sebesar Rp24.960.000,00 dan usaha penggilingan padi dengan peredaran usaha
sebesar Rp600.000,00

Menurut Terbanding

: Terbanding menyatakan ada objek pajak yang belum dilaporkan oleh Pemohon yaitu
usaha angkutan (truck) dan mesin penggilingan padi.

Untuk menghitung peredaran usaha tahun 1994 dari angkutan (truck), Terbanding
menggunakan dasar Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan tahun 1990 yaitu sebesar
Rp24.960.000,00, sedangkan untuk menghitung peredaran usaha mesin penggilingan
padi, Terbanding hanya menggunakan asumsi yaitu sebesar Rp600.000,00.

Pemohon dalam Surat Banding menyatakan angkutan (truck) dan mesin penggilingan
padi telah Pemohon jual pada tahun 1992, sehingga Pemohon hanya melaporkan
penghasilan usaha dagang eceran sebesar Rp13.825.000,00.

Terbanding didalam menghitung peredaran usaha angkutan (truck) tahun 1994 sebesar
Rp24.960.000,00 berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun
1990, sedangkan menghitung peredaran usaha mesin penggilingan padi berdasarkan
asumsi sebesar Rp600.000,00.

Menurut Pemohon

: Pemohon dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun 1994 melaporkan peredaran
usaha dagang sebesar Rp13.825.000,00.

Pemohon memang pada awalnya melakukan usaha angkutan (truck) dan mesin
penggilingan padi, namun angkutan (truck) telah dijual pada tanggal 3 Juni 1992 dan
mesin penggilingan padi sudah Pemohon jual pada tanggal 15 Agustus 1992.

Di dalam berkas banding terdapat Surat Keterangan Nomor : EK.019.6/358/XI/1998


tanggal 14 Nopember 1992 dari Pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Mangarai
yang menyatakan bahwa mesin penggilingan padi Pemohon telah dijual tahun 1992,
beserta fotocopy kwitansi penjualan angkutan (truck) dan mesin penggilingan padi yang
telah Pemohon jual.

Pendapat Majelis

: Berdasarkan keterangan tersebut diatas, Majelis berkesimpulan koreksi peredaran usaha


angkutan (truck) sebesar Rp24.960.000,00 dan koreksi peredaran usaha mesin
penggilingan padi sebesar Rp600.000,00 tahun 1994 dilakukan tidak berdasarkan data
yang sebenarnya, melainkan hanya berdasarkan taksiran belaka.

Oleh karena itu, koreksi peredaran usaha angkutan (truck) sebesar Rp24.960.000,00 dan
koreksi peredaran usaha mesin penggilingan padi sebesar Rp600.000,00 tidak dapat
dipertahankan.

Prosedur Pemeriksaan thd PPh Badan


Tujuan Pemeriksaan: Untuk memastikan bahwa seluruh peredaran usaha telah
dicatat dan dilaporkan pada SPT PPh Badan atau PPh Orang Pribadi.
Langkah-langkah dalam Prosedur Pemeriksaan thd Pajak Badan:
1. Pelajari pengisian SPT dar Badan tsb. Apakah sudah diisi dengan lengkap dan
berkas induknya lengkpap.
2. Hitung kembali perhitungan menurut SPT/ WP mengenai:
a. Peredaran Usaha
b. Harga Pokok Penjualan
c. Laba Kotor
d. Biaya-biaya
e. Pendapatan diluar usaha
f. Laba bersih
g. untuk orang pribadi dikurangi PTKP
h. untuk pembukuan dikurangi kompensasi kerugian
i. Penghasilan Kena Pajak
j. PPh terutang
k. PPh Kurang/ lebih bayar
l. Kredit Pajak:
PPh yang dipotong atau dipungut pihak ketiga:
1. PPh pasal 21 (untuk pengurang SPT PPh orang pribadi)
2. PPh pasal 22 (Badan/OP)
3. PPh pasal 23 (Badan/OP)
4. PPh pasal 24 (Badan/OP yang memiliki penghasilan dari LN)
PPh yang dibayarkan sendiri:
1. PPh pasal 25 (angsuran bulanan)
2. STP (Surat Tagihan Pajak) PPh pasal 25 yang pokoknya saja
3. Fiskal Luar Negeri
4. PPHTB (Pajak Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan) untuk WP Badan uang
usaha pokoknya tidak menjual tanah dan bangunan

3. Bandingkan dengan peredaran usaha, harga pokok, biaya, PPh dan kredit pajak
yang disajikan dalam laporan laba rugi atau neraca
4. Pastikan untuk laporan laba rugi telah dilakukan koreksi fiskal oleh WP
5. Hitung kembali penghitungan meneurut pemerikasa dari data SPT WP, beserta
tarif PPh yang benar.
6. Untuk PPh yang dibayar, pastikan jumlah kredit pajak telah disajikan dalam
neraca sisi aktiva dan PPh Badan/ PPh OP yang menggunakan pembukuan, PPh
terutang akhir tahun telah disajikan dalam neraca sisi pasiva
7. Lakukan konfirmasi atas pembayaran PPh pasal 25,STP Pokok Pasal 25 dll, yang
telah dibayarkan oleh WP
Prosedur Pemeriksaan thd PPh Badan
Tujuan Pemeriksaan: Untuk memastikan bahwa seluruh peredaran usaha telah
dicatat dan dilaporkan pada SPT PPh Badan atau PPh Orang Pribadi.
Langkah-langkah dalam Prosedur Pemeriksaan thd Pajak Badan:
1. Pelajari pengisian SPT dar Badan tsb. Apakah sudah diisi dengan lengkap dan
berkas induknya lengkpap.
2. Hitung kembali perhitungan menurut SPT/ WP mengenai:
a. Peredaran Usaha
b. Harga Pokok Penjualan
c. Laba Kotor
d. Biaya-biaya
e. Pendapatan diluar usaha
f. Laba bersih
g. untuk orang pribadi dikurangi PTKP
h. untuk pembukuan dikurangi kompensasi kerugian
i. Penghasilan Kena Pajak
j. PPh terutang
k. PPh Kurang/ lebih bayar
l. Kredit Pajak:
PPh yang dipotong atau dipungut pihak ketiga:
1. PPh pasal 21 (untuk pengurang SPT PPh orang pribadi)
2. PPh pasal 22 (Badan/OP)
3. PPh pasal 23 (Badan/OP)
4. PPh pasal 24 (Badan/OP yang memiliki penghasilan dari LN)
PPh yang dibayarkan sendiri:
1. PPh pasal 25 (angsuran bulanan)
2. STP (Surat Tagihan Pajak) PPh pasal 25 yang pokoknya saja
3. Fiskal Luar Negeri
4. PPHTB (Pajak Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan) untuk WP Badan uang
usaha pokoknya tidak menjual tanah dan bangunan

4. Bandingkan dengan peredaran usaha, harga pokok, biaya, PPh dan kredit
pajak yang disajikan dalam laporan laba rugi atau neraca
4. Pastikan untuk laporan laba rugi telah dilakukan koreksi fiskal oleh WP
5. Hitung kembali penghitungan meneurut pemerikasa dari data SPT WP,
beserta tarif PPh yang benar.
6. Untuk PPh yang dibayar, pastikan jumlah kredit pajak telah disajikan dalam
neraca sisi aktiva dan PPh Badan/ PPh OP yang menggunakan pembukuan,
PPh terutang akhir tahun telah disajikan dalam neraca sisi pasiva
7. Lakukan konfirmasi atas pembayaran PPh pasal 25,STP Pokok Pasal 25 dll,
yang telah dibayarkan oleh WP.

Latar Belakang Pemeriksaan


Sistem perpajakan yang kita anut adalah self assessment system di mana wajib
pajak diberi kepercayaan penuh untuk menghitung, memperhitungkan,
menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. Dalam system self assessment
murni, yang dimaksud dengan kepercayaan penuh adalah segala sesuatunya
telah dipercayakan kepada Wajib Pajak tanpa adanya suatu kecurigaan atau
semacam pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan lagi. Dengan
demikian, sebenarnya tindakan pemeriksaan yang tujuannya adalah untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain
sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan, tidak ada dalam penerapan
system self assessment murni.
Akan tetapi, dalam rangka mewujudkan system self assessment itu sendiri agar
berjalan efektif, perlu dilakukan pemeriksaan pada tahap awal pemberlakukan
system self assessment karena tidak semua Wajib Pajak patuh akan kewajiban
perpajakanya. Mungkin setelah Wajib Pajak semuanya patuh, pemeriksaan tidak
diperlukan lagi tetapi entah kapan dan kemungkinan besar tak pernah terjadi
karena kecenderungan Wajib Pajak adalah selalu memeinimalisir beban pajak
dan memperlambat pembayaran pajak.
Karena kecenderungan Wajib pajak yang demikian itu tetap ada dari dulu
sampai sekarang, maka tindakan pemeriksaan pun menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari system self assessment ini meskipun dapat dikatakan bahwa
system self assessment yang ada sudah tidak murni lagi.
Pemeriksaan Efektif
Pemeriksaan yang efektif adalah pemeriksaan yang dilakukan sesuai prosedur
formil maupun substansial dan yang terpenting adalah disesuaikan dengan
kondisi Wajib pajak yang diperiksa, serta dilakukan oleh pemeriksa yang
mengerti tentang pemeriksaan pajak itu sendiri.
Pemeriksaan dilakukan melalui tahapan-tahapan yang yang harus dilalui dengan
baik serta metode dan teknik pemeriksaan yang harus dipilih dan dipilah secara

tepat. Dengan memperhatikan waktu pemeriksaan yang hanya 4 bulan dan


diperpanjang 4 bulan untuk pemeriksaan lapangan, serta hanya 3 bulan dan
dapat diperpanjang 3 bulan untuk pemeriksaan kantor, pemeriksa harus dapat
memanfaatkan waktu itu secara efektif dan efisien. Jangan sampai pemeriksa
melakukan pemeriksaan atas seluruh perkiraan dan meminta seluruh dokumen,
tidak tahu kondisi usaha Wajib Pajak, dan sebagaianya sehingga banyak waktu
yang terbuang di situ, bahkan dengan waktu yang terbuang itu, atas perkiraan
yang sangat penting tidak dilakukan pemeriksaan.
Tahapan Pemeriksaan meliputi

Persiapan Pemeriksaan

Pelaksanaan Pemeriksaan

Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan

Menyusun Laporan Pemeriksaan

Tahapan pemeriksaan ini saya lakukan dengan dengan penuh pertimbangan dan
kehati-hatian karena suatu tahap akan menentukan kualitas tahap berikutnya.
Di dalam pemeriksaan dikenal adanya dua metode dan beberapa teknik
pemeriksaan. Karena PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk adalah perusahaan
yang menyelenggarakan pembukuan secara lengkap, kami menggunakan
metode Langsung.
Pentingnya Analisa Laporan Keuangan
Wajib pajak mempunyai kewajiban untuk melaporkan SPT-nya yaitu surat yang
oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau
pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Untuk dasar penghitungan atau pembayaran pajak, WP memiliki kewajiban
pembukuan atau pencatatan. Dalam pembukuan terdapat laporan keuangan WP
yang disusun sedemikian rupa sesuai standar akuntansi atau sederhana seperti
pencatatan biasa. Laporan keuangan ini disertakan dalam SPT sebagai dasar
perhitungan pajak WP. WP dipercaya untuk menghitung, memperhitungkan dan
menyetor dan melaporkan pajaknya (self assessment). Namun dalam hal
pemenuhan kewajiban ptersebut WP tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan, Direktur jenderal pajak berhak untuk menetapkan jumlah
pajak yang terutang melalui pemeriksaan.
Jangka waktu pemeriksaan yang terbatas membuat pemeriksa pajak harus
menelaah pos-pos mana dalam laporan keuangan yang menjadi perhatian
khusus untuk diperiksa. Artinya, tidak seluruh pos di laporan keuangan wajib
pajak terperiksa akan diuji. Untuk menentukan pos-pos mana yang perlu

diperiksa tersebut, di sinilah analisis atas laporan keuangan memegang peranan


penting.
Ada beberapa jenis analisis terhadap laopran keuangan untk menguji kewajaran
dan kepatuhan terkait dengan kewajiban perpajakan WP. Analisisnya hampir
sama degan perusahaan ketika menganalisis laporan keuangannya untuk
menilai kinerjanya, tetapi dalam pemeriksaan analisis yang digunakan
disesuaikan untuk menentukan kewajarannya terkait dengan pos-pos yang
tersembunyi atau sengaja disembunyikan.
Latar Belakang Pemeriksaan
Sistem perpajakan yang kita anut adalah self assessment system di mana wajib
pajak diberi kepercayaan penuh untuk menghitung, memperhitungkan,
menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. Dalam system self assessment
murni, yang dimaksud dengan kepercayaan penuh adalah segala sesuatunya
telah dipercayakan kepada Wajib Pajak tanpa adanya suatu kecurigaan atau
semacam pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan lagi. Dengan
demikian, sebenarnya tindakan pemeriksaan yang tujuannya adalah untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain
sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan, tidak ada dalam penerapan
system self assessment murni.
Akan tetapi, dalam rangka mewujudkan system self assessment itu sendiri agar
berjalan efektif, perlu dilakukan pemeriksaan pada tahap awal pemberlakukan
system self assessment karena tidak semua Wajib Pajak patuh akan kewajiban
perpajakanya. Mungkin setelah Wajib Pajak semuanya patuh, pemeriksaan tidak
diperlukan lagi tetapi entah kapan dan kemungkinan besar tak pernah terjadi
karena kecenderungan Wajib Pajak adalah selalu memeinimalisir beban pajak
dan memperlambat pembayaran pajak.
Karena kecenderungan Wajib pajak yang demikian itu tetap ada dari dulu
sampai sekarang, maka tindakan pemeriksaan pun menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari system self assessment ini meskipun dapat dikatakan bahwa
system self assessment yang ada sudah tidak murni lagi.
Pemeriksaan Efektif
Pemeriksaan yang efektif adalah pemeriksaan yang dilakukan sesuai prosedur
formil maupun substansial dan yang terpenting adalah disesuaikan dengan
kondisi Wajib pajak yang diperiksa, serta dilakukan oleh pemeriksa yang
mengerti tentang pemeriksaan pajak itu sendiri.
Pemeriksaan dilakukan melalui tahapan-tahapan yang yang harus dilalui dengan
baik serta metode dan teknik pemeriksaan yang harus dipilih dan dipilah secara
tepat. Dengan memperhatikan waktu pemeriksaan yang hanya 4 bulan dan

diperpanjang 4 bulan untuk pemeriksaan lapangan, serta hanya 3 bulan dan


dapat diperpanjang 3 bulan untuk pemeriksaan kantor, pemeriksa harus dapat
memanfaatkan waktu itu secara efektif dan efisien. Jangan sampai pemeriksa
melakukan pemeriksaan atas seluruh perkiraan dan meminta seluruh dokumen,
tidak tahu kondisi usaha Wajib Pajak, dan sebagaianya sehingga banyak waktu
yang terbuang di situ, bahkan dengan waktu yang terbuang itu, atas perkiraan
yang sangat penting tidak dilakukan pemeriksaan.
Tahapan Pemeriksaan meliputi

Persiapan Pemeriksaan

Pelaksanaan Pemeriksaan

Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan

Menyusun Laporan Pemeriksaan

Tahapan pemeriksaan ini saya lakukan dengan dengan penuh pertimbangan dan
kehati-hatian karena suatu tahap akan menentukan kualitas tahap berikutnya.
Di dalam pemeriksaan dikenal adanya dua metode dan beberapa teknik
pemeriksaan. Karena PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk adalah perusahaan
yang menyelenggarakan pembukuan secara lengkap, kami menggunakan
metode Langsung.
Pentingnya Analisa Laporan Keuangan
Wajib pajak mempunyai kewajiban untuk melaporkan SPT-nya yaitu surat yang
oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau
pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Untuk dasar penghitungan atau pembayaran pajak, WP memiliki kewajiban
pembukuan atau pencatatan. Dalam pembukuan terdapat laporan keuangan WP
yang disusun sedemikian rupa sesuai standar akuntansi atau sederhana seperti
pencatatan biasa. Laporan keuangan ini disertakan dalam SPT sebagai dasar
perhitungan pajak WP. WP dipercaya untuk menghitung, memperhitungkan dan
menyetor dan melaporkan pajaknya (self assessment). Namun dalam hal
pemenuhan kewajiban ptersebut WP tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan, Direktur jenderal pajak berhak untuk menetapkan jumlah
pajak yang terutang melalui pemeriksaan.
Jangka waktu pemeriksaan yang terbatas membuat pemeriksa pajak harus
menelaah pos-pos mana dalam laporan keuangan yang menjadi perhatian
khusus untuk diperiksa. Artinya, tidak seluruh pos di laporan keuangan wajib
pajak terperiksa akan diuji. Untuk menentukan pos-pos mana yang perlu

diperiksa tersebut, di sinilah analisis atas laporan keuangan memegang peranan


penting.
Ada beberapa jenis analisis terhadap laopran keuangan untk menguji kewajaran
dan kepatuhan terkait dengan kewajiban perpajakan WP. Analisisnya hampir
sama degan perusahaan ketika menganalisis laporan keuangannya untuk
menilai kinerjanya, tetapi dalam pemeriksaan analisis yang digunakan
disesuaikan untuk menentukan kewajarannya terkait dengan pos-pos yang
tersembunyi atau sengaja disembunyikan.

You might also like