You are on page 1of 21

KOGNISI DAN BAHASA

(DISARIKAN DARI BUKU LANGUAGE DEVELOPMENT:


KNOWLEDGE AND USE KARYA PAULA MENYUK)
Ni Made Rai Wisudariani
Program Studi Pendidikan Bahasa
Program Doktor Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha

I PENDAHULUAN
Pada masa kanak-kanak mengucapkan Aku sayang kamu adalah sesuatu
yang biasa dan bahkan seolah-olah kata itu terucap tanpa berpikir. Namun ketika
beranjak dewasa, ketika kata itu diucap kepada lawan jenis, kata itu menjadi
sesuatu yang luar biasa dan keluar melalui pemikiran yang amat dalam.
Bayangkan pula pada saat Anda berjalan-jalan dengan suami dan anak di sebuah
kebun binatang dan melihat seekor binatang. Anda berkata, Wah, badaknya besar
sekali ya. Suatu saat yang lain, ketika Anda berada di sebuah restoran, Anda
berkata, Kita pesan bakso saja, ya. Dari contoh tuturan ini, kita harus bertanya
mengapa kita berpikir mengatakan aku sayang kamu, mengapa memilih kata
badak, mengapa pula kita memilih kata bakso padahal dalam minda (mind) kita
pastilah terdapat ribuan kata yang kita simpan.
Pertanyaan yang juga menarik untuk dikaji adalah bagaimana kita dapat
mengeluarkan kata-kata itu. Kalau kita keliru dalam berbicara, pilihan kata yang
keliru pastilah tidak jauh dari kata yang kita inginkan. Dalam perjalanan ke kebun
binatang ketika kita menunjuk Badak, tidak mungkin kita akan mengatakan Lihat
tuh, tasnya besar sekali. Kemungkinan kita mengatakan Lihat Tapirnya besar
sekali. Hal ini pastilah memiliki alasan. Dardjowidjojo (2005:2) menjelaskan
bahwa orang tidak membuat kekeliruan pemilihan kata secara sembarangan,
pastilah ada aturan yang diikuti oleh manusia.
Keadaan ini menunjukkan bahwa dalam kita berbahasa. Kita melakukan
aktivitas mental yang kemudian tertuang dalam wujud bahasa yang kita pakai.
Setakat dengan hal ini, Cassier dalam (Widhiarso, 2005) menyatakan bahwa
keunikan manusia sebenarnya bukanlah sekedar terletak pada kemampuan

Kognisi dan Bahasa/ Ni Made Rai Wisudariani

15

berpikirnya melainkan terletak pada kemampuannnya berbahasa. Berangkat dari


pemikiran ini, hubungan antara bahasa dan pikiran adalah sebuah tema yang
sangat menantang untuk ditelaah lebih lanjut.
Menyuk (1988) dalam buku Language Development: Knowledge and Use
pada bagian ketiga memaparkan tentang kognisi dan bahasa. Ada tiga hal penting
yang dipaparkan dalam bagian ini. Yang pertama adalah hubungan antara kognisi
dan bahasa. Yang kedua, Pengolahan informasi dan memori. Dan yang ketiga,
kognisi dan bahasa dari anak yang memiliki kondisi yang berbeda. Ketiga pokok
bahasan ini akan dikaji dalam tulisan ini dengan beberapa pengembangan
berdasarkan hasil-hasil penelitian dan kajian yang relevan.
II. PEMBAHASAN
2.1 Hubungan antara Kognisi dan Bahasa
Perkembangan bahasa jelas bergantung pada kemampuan mental anak.
Walaupun ada faktor lain yang juga berperan terhadap cara bagaimana anak
berpikir dan mengembangkan pikiran itu. Terkait dengan hal ini, ada sejumlah
pertanyaan dan fakta yang dapat dipaparkan. Mengapa terdapat banyak sekali
kontroversi tentang hubungan antara kognisi dan bahasa. Masalah hubungan
antara bahasa dan kognisi merupakan hal yang pelik dan menjadi perdebatan yang
tidak ada habis-habisnya. Ada beberapa orang yang menyatakan bahasa itu
bergantung pada kognisi. Pernyataan lainnya menegaskan bahwa bahasa dan
kognisi bergantung satu sama lainnya, dan yang lainnya menyatakan bahwa
kognisi bergantung pada bahasa. Banyak dari kontraversi yang muncul, jauh dari
fakta yang ada.. Terkait dengan hubungan antara kognisi dan bahasa, Menyuk
(1988) dalam bukunya memaparkan tiga tokoh penting yang memaparkan
hubungan antara kognisi dan bahasa. Ketiga tokoh ini, yakni Jean Piaget, Heinz
Werner, dan Lev Vygotsky. Pandangan dari ketiga tokoh ini akan dipaparkan
berikut ini.
Pandangan Jean Piaget
Kemampuan manusia berpikir (kognisi) muncul lebih awal dibandingkan
kemampuan manusia menggunakan bahasa. Jean Piaget menyatakan bahwa ada

Kognisi dan Bahasa/ Ni Made Rai Wisudariani

15

keterkaitan antara kognisi dan bahasa. Bahasa adalah representasi dari kognisi.
Jean Piaget mengklaim bahwa perkembangan bahasa tergantung pada kognisi.
Kognisilah yang membentuk bahasa. Tanpa kognisi, bahasa tidak akan ada.
Kognisilah yang menentukan aspek-aspek sintaksis dan leksikon bahasa, bukan
sebaliknya. Anak-anak mempelajari segala sesuatu mengenai dunia melalui
tindakan-tindakan maupun perilakunya dan kemudian baru melalui bahasa.
Bahasa hanyalah satu alat yang dapat digunakan untuk menyatakan pikiran.
Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognisi terjadi secara bertahap,
mulai dari tahap sensorimotor, praoperasional, operasional konkret, dan
operasional formal. Pada setiap tahapan, kemampuan seseorang anak mudah
untuk dilihat. Selama tahap perkembangan, periode operasional konkret,
pencapaian terbesar anak adalah konservasi. Namun, anak tidak mampu
berkembang dalam semua domain (berat, volume, dan waktu) pada waktu yang
sama. Anak berkembang dalam satu domain, dan kemudian berkembang lagi
dalam domain yang lain dalam waktu berikutnya. Misalnya, anak mampu
menghitung

berat badan jauh sebelum ia dapat menghitung waktu. Urutan

akuisisi dari operasi konservasi untuk setiap domain adalah hasil dari
kompleksitas tugas. Mengatur waktu jelas merupakan masalah yang lebih abstrak
dari mengatur berat badan.
Tahap akhir pembangunan, operasi formal, ditandai dengan kemampuan
untuk memanipulasi mental sejumlah tindakan (atau operasi) dari objek dan
peristiwa yang memungkinkan konsekuensi dari tindakan tersebut. Hasil kognitif
pada masing-masing periode adalah hasil dari perubahan dalam cara di mana
anak merasakan dunia, mengatur persepsi ini, menyimpannya, dan kemudian
berpikir tentang objek dan peristiwa di dunia menggunakan representasi yang
tersimpan. Pengembangan bahasa dianggap oleh Piaget sebagai salah satu produk
dari pertumbuhan ini dalam pemikiran logis.

Melalui observasi yang dilakukannya terhadap perkembangan aspek


kognitif anak. Ia melihat bahwa perkembangan aspek kognitif anak akan
memengaruhi bahasa yang digunakannya. Semakin tinggi aspek tersebut semakin

Kognisi dan Bahasa/ Ni Made Rai Wisudariani

15

tinggi bahasa yang digunakannya. Sebelum anak-anak menggunakan bahasanya


secara efektif, anak-anak memperlihatkan kemampuan kognitif yang cukup bearti
dan beragam.
Bahasa baru muncul ketika anak sudah mencapai tahap perkembangan
yang sudah lebih maju. Sehingga menurut Piaget, perkembangan kognitif
mempengaruhi

perkembangan

bahasa

anak.

Perkembangan

kognisi

dan

perkembangan bahasa akan menghasilkan pengembangan kemampuan dalam


berpikir logis. Itulah sebabnya anak bisa berpikir tentang kategori dan hubungan
dengan dunia nyata. Perkembangan kognitif tertentu menjadi prasyarat tertentu
bagi kematangan anak.
Terkait dengan hal ini, Piaget menguraikan tiga posisi yang berbeda untuk
menjelaskan hubungan antara perkembangan bahasa dan perkembangan kognisi.
Posisi pertama, antara perkembangan kognisi dan perkembangan bahasa terjadi
hampir bersamaan. Posisi kedua dan ketiga menggambarkan perkembangan
kognisi menjadi prasyarat awal pemerolehan bahasa. Ketiga posisi ini memiliki
tahapan yang berbeda.
Posisi pertama menyarankan agar perkembangan kognitif dan lingkungan
terjadi secara bersamaan. Skema tindakan logis seperti meletakkan boneka ke
tempat tidur dan menutupinya. agak mirip dengan memproduksi aktor-tindakan,
aktor-objek, dan kalimat aktor-aksi-objek. Posisi kedua, menjelaskan bahwa
perkembangan kognitif selalu mendahului perkembangan linguistik. contohnya
ketika kita memproduksi kata maka proses awal kita adalah berpikir terlebih
dahulu. Sedangkan posisi ketiga, menunjukkan bahwa perkembangan kognisi
terjadi terlebih dahulu sebelum memproduksi tuturan namun

kadang-kadang

simbol itu mendahului tuturan, seperti menggeleng atau mengangguk. Ketiga


posisi tersebut digambarkan sebagai berikut.
Posisi 1
Tahap 1 Berpikir Logis

Produk Kognitif , (Objek)

Produk Linguistik (Hub. Kata)

Kognisi dan Bahasa/ Ni Made Rai Wisudariani

15

Tahap 2 Berpikir Logis

Produk Linguistik (PelakuTindakan Objek- Tuturan)

Produk Kognitif (Berpikir)

Dst

Posisi 2

Posisi 3

Tahap 1, Produk Kognitif (Objek)


Produk awal dlm berpikir
(sarana dan tujuan)
Produk Linguistik ( Hub. Kata)

Produk Kognitif (Berpikir)

Produk Linguistik (PertanyaanPernyataan/ Nonverbal ke


Verbal)

Produk Linguistik (PelakuTindakan-Objek-Tuturan)


Selain mengembangkan posisi hubungan antara kognisi dan bahasa. Piaget
juga mengembangkan tahapan awal dari kognisi dan perilaku linguistik. Piaget
berpandangan bahwa perkembangan kognitif dipengaruhi oleh

maturasi

(kematangan), aktivitas dan transmisi sosial. Maturasi atau kematangan berkaitan


dengan perubahan biologis yang terprogram secara genetik. Aktivitas berkaitan
dengan kemampuan untuk menangani lingkungan dan belajar darinya. Transmisi
sosial berkaitan dengan interaksi dengan orang-orang di sekitar dan belajar
darinya.

Kognisi dan Bahasa/ Ni Made Rai Wisudariani

15

Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga
dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui
diferensiasi refleks bawaantersebut. Piaget mengusulkan 4 tahapan perkembangan
awal kognitif (sensorimotor) yang tiap tahapannya berhubungan dengan usia. Usia
1-4 bulan perilaku linguistic anak berada pada tahap fokalisasi, pertukaran dan
perbedaan fokalisasi dengan perilaku kognitif berupa gerak refleks. Bayi umur 4-8
bulan, anak mulai mencampur konsonan dengan vocal sehingga membentuk
babbling atau suara mengoceh (celotehan) dengan perilaku kognitif sudah
mampu mengkoordinasi antara tangan dan mulut. Umur 8-12 bulan anak mulai
memahami hubungan sebab akibat dengan perilaku linguistik pengurangan
panjang suara mengoceh dan pemerhatian ujaran pada kata-kata yang panjang.
Umur 12-18 bulan, anak mulai memahami tuturan 2 kata atau ujaran holofrastik.
Ujaran holofrastik merupakan ujaran satu sampai dua kata yang mempunyai
berbagai interpretasi makna. Berikut dipaparkan tabel tahapan awal kognitif dan
perilaku linguistik.
Umur
(Bulan)
1-4

Perilaku Linguistik

Kognitif

Fokalisasi

Refleks, koordinasi antara tangan


dan mulut, dan mampu melacak

4-8

Suara Mengoceh (Babbling)

keberadaan suara
mengidentifikasi

8-12

Pengurangan

mengulangi kebiasaan motorik.


Memahami hubungan sebab

suara

mengoceh

dan

objek

dan

akibat

memperhatikan ujaran kata12-18

kata panjang
Pemahaman tuturan 1-2 kata

Pengetahuan terhadap benda

dan tuturan holofrastik


Pandangan Heinz Werner
Ada

persamaan

gagasan

antara

Piaget

dan

Werner

dalam

mendeskripsikan perkembangan kognitif, tetapi ada pula beberapa perbedaan


penting di antara keduanya. Selain menggambarkan tahap perkembangan, yang
sangat mirip dengan tahap yang digagas oleh Piaget, Werner menekankan peran

Kognisi dan Bahasa/ Ni Made Rai Wisudariani

15

bahasa dan peran masyarakat dalam perubahan perkembangan bahasa. Werner


berpandangan bahwa perilaku mungkin saja diakibatkan oleh lingkungan yang
terjadi. Perkembangan kognitif dan linguistik sangat tergantung pada persepsi dan
pengalaman. Pengalaman ini mengarah pada pengembangan dari simbolisasi atau
representasi.
Dalam pandangan Werner, tahap awal perkembangan, baik kognitif dan
bahasa, tergantung pada pengalaman motor perseptual. Pengalaman ini mengarah
pada pengembangan dari simbolisasi atau representasi. Misalnya, tindakan
motorik dan denotasi vocal yang berasal dari hasil menunjuk atau memanggil.
Tahap selanjutnya dari perkembangan kognitif, menurut Werner, sangat
tergantung dari bahasa. Tahap ini disebut tahap konseptual dan analitis. Tahap ini
membutuhkan pemikiran dan logika matematika operasi abstrak. Dari sudut
pandang Werner, manipulasi mental yang terlibat dalam kedua jenis pemikiran ini
memerlukan sistem simbol abstrak berupa bahasa. Representasi persepsi berupa
visual, auditori, dan motorik tidak dapat dimanipulasi secara mental.
Penelitian yang dilakukan oleh Werner dan Kaplan (1963) mendukung
gagasan bahwa perkembangan konsep-konsep abstrak semestinya dibantu melalui
bahasa atau setidaknya melalui

proses penamaan. Hasil penelitian yang

mendukung ketergantungan ini dikarenakan desain dari penelitian itu sendiri di


mana bahasa dibutuhkan untuk menyatakan pemikiran. Manipulasi dalam bentuk
kata dibutuhkan saat anak menemukan makna dalam kalimat atau diberikan kata
untuk mengembangkan konsep.

Dalam situasi yang berbeda anak mungkin

menggunakan konteks situasi untuk menemukan makna kata dan parameter visual
untuk mengembangkan konsep.
Tulisan Werner menyiratkan bahwa konsep dan penggunaan kata-kata
untuk mewakili konsep kelas kata dan hubungannya merupakan kemampuan anak
untuk me pengalaman motorik perseptual. Posisi ini menunjukkan bahwa
perkembangan kognitif yang bergantung pada kemampuan pemrosesan yang sama
muncul pada saat yang sama, dan penggunaan bahasa adalah satu-satunya cara
untuk pengembangan konsep.
Salah satu kasus yang bisa menjelaskan hal ini secara logis adalah berpikir
analitis. Berpikir analitis adalah penting dan bergantung pada bahasa. Kaum

Kognisi dan Bahasa/ Ni Made Rai Wisudariani

15

Wernier mengatakan bahwa bentuk pemikiran terdiri atas kemampuan untuk


berpikir tentang kemungkinan serta aktualitas dan kemampuan untuk menjadi
sadar akan pikiran sendiri. Kemampuan dalam berhipotesa dan kesadaran pikiran,
benar-benar memerlukan bahasa.

Orang-orang yang menyatakan bahwa

perkembangan kognitif tergantung pada bahasa mempercayai bahwa bahasa


memainkan peran yang sangat penting dalam pemikiran analitik, seperti dalam
pengembangan konsep, di mana pemikiran tersebut tidak dapat berlangsung tanpa
bahasa. Satu-satunya hal yang dapat dijelas adalah bahwa seseorang tidak dapat
berbicara tentang pikiran seseorang tanpa bahasa.
Hipotesa dan kesadaran telah disebut sebagai meta-kemampuan.
Kemampuan ini secara sadar terkait dengan pikiran seseorang dalam
merencanakan alasan dan memecahkan masalah atas dasar kesadaran.
Kemampuan ini dianggap sudah mencapai kemampuan tingkat tinggi baik dalam
ranah kognitif maupun linguistik. Saat ini, ada banyak dukungan untuk gagasan
perkembangan pada masing-masing ranah. Hal ini mungkin tergantung pada
cepat lambatnya perkembangan dalam pengolahan informasi. Berpikir benarbenar tergantung pada bahasa.
Pengembangan pemikiran Werner sebagai proses yang ditentukan oleh
interaksi anak dengan lingkungan merupakan fungsi dari karakteristik biologis
dan psikologis yang unik yang dimiliki oleh manusia. Sifat fisik dan sosial dari
lingkungan anak itu berada, dan juga skema untuk berinteraksi sangat ditentukan
oleh sikap anak. Kondisi inilah yang membuat sikap anak lebih atau kurang
sensitif terhadap rangsangan atau peristiwa tertentu dalam lingkungan. Misalnya,
anak mungkin menganggap aspek-aspek tertentu dari urutan suara yang hewan
lain tidak akan melihat karena anak dan binatang lainnya
Lingkungan akan memberikan urutan suara tertentu kepada anak dan
bukan orang lain dan memberikan mereka dalam konteks tertentu dan tidak lain
karena budaya organisasi lingkungan tertentu. Akhirnya, karena anak santai dan
bahagia, dia akan sangat teliti tentang aspek yang penting dari urutan suara. Jika
anak tegang dan tidak bahagia dia mungkin mengabaikan beberapa parameter.
Pandangan proses perkembangan ini merupakan awal pemikiran dari kaum Piaget.

Kognisi dan Bahasa/ Ni Made Rai Wisudariani

15

Fokus penelitian mereka yang pertama adalah faktor pentingnya interaksi, dasar
biologis memproses informasi dengan cara tertentu, dan evolusi dari proses ini.
Kaum Werner menunjukkan bahwa peran faktor-faktor yang kedua dan
ketiga dalam perkembangan kognitif, latar belakang budaya anak dan keadaan
afektif, dapat dipahami dengan membandingkan faktor-faktor yang berbeda dari
sebuah polulasi (Langer, 1970). Perbandingan tingkat berpikir dari berbagai
kelompok budaya (yang masih primitif), normal dan sakit mental, menunjukkan
perbedaan peran struktur sosial dan efeknya pada perkembangan kognitif anak.
Hal ini mengaburkan kedua jenis perbandingan itu. Namun, orang dapat melihat
bagaimana kedua faktor dapat memengaruhi perkembangan kognitif dan bahasa.
Yang tidak jelas adalah bagaimana faktor-faktor ini berhubungan dengan dua
bidang pengembangan, bahasa dan kognisi. Terkait dengan hal ini, Vygotsky
memberikan gambaran yang masuk akal, bagaimana anak menemukan jati diri
dalam masyarakat dan dapat memainkan peran dalam hubungan di antara
keduanya.
Lev Vygotsky
Buku Vygotsky Pemikiran dan Bahasa (1962) menyajikan posisi terbaik tentang
hubungan antara pikiran dan bahasa. Dia menunjukkan bahwa pemikiran anak dan
bahasa tidak memiliki hubungan sampai anak berusia dua tahun. Pada waktu itu
pemikiran dan bahasa menjadi tumpang tindih. Proses ini terjadi karena
lingkungan menyediakan pajanan untuk benda-benda dan peristiwa pada pikiran
anak. Pajanan ini kemudian menjadi petunjuk atau wadah untuk generalisasi
tentang benda atau peristiwa yang dijadikan kata-kata. Menurut Vygotsky, hal ini
sangat penting untuk mengembangkan konsep abstrak. Pandangan ini mirip
dengan Werner, yang juga menyarankan bahwa pengembangan konsep tergantung
pada penamaan.
Ada banyak bukti dalam penelitian Vygotsky sendiri bahwa penggunaan
bahasa memainkan peran penting dalam pengembangan konsep. Penelitian
tentang kemampuan anak untuk mendapatkan konsep untuk satu set fitur
( misalnya, ukuran, bentuk, dan warna) yang memikirkan pergerakan
menunjukkan bahwa anak-anak jauh lebih mampu membentuk konsep-konsep
tersebut ketika kata-kata disediakan daripada ketika mereka tidak disediakan.

Kognisi dan Bahasa/ Ni Made Rai Wisudariani

15

Selain itu, tampaknya logis bahwa kata-kata yang disediakan, membuat anak
memiliki kata-kata, sehingga anak mampu menempatkan dan mencari fitur yang
mengkategorikan benda dan peristiwa yang sama atau berbeda.
Bahasa memainkan peran cursial tidak hanya dalam pengembangan
konsep, tetapi juga dalam perencanaan dan pemecahan masalah. Ia menyimpulkan
bahwa tahap ini merupakan tahap egosentris, di mana anak-anak berbicara untuk
diri mereka sendiri tentang apa yang mereka lakukan atau harus melakukan apa
ketika mereka terlibat dalam tugas. Perilaku ini akan menonjol dalam situasi di
mana masalah muncul. Banyak peneliti menemukan bahwa bahasa memainkan
peran dalam tugas pemecahan masalah atau pencarian solusi. Vygotsky
mengklaim bahwa kita semua menyadari fakta di mana kita sering berbicara
untuk diri kita sendiri ketika kita menghadapi masalah. Selain itu, kita menyadari
peran bahasa dalam mengingat, seperti kita berlatih dengan bahasa untuk
menyimpan informasi, menggunakan perangkat warna linguistik, dan isyarat diri
kita dengan bahasa untuk mengingat.
Temuan ini ditafsirkan sebagai pembuktian bahwa bahasa diperlukan
untuk berpikir. Vygotsky menjelaskan hubungan antara pikiran dan bahasa dalam
bentuk matang (ketika pidato menjadi "batin") sebagai dua domain sebagian
tumpang tindih. sebagai tokoh 3-2 menunjukkan, di Vygotsky melihat bahasa dan
kognisi tumpang tindih untuk beberapa tujuan. Bagi orang lain, bahasa digunakan
tanpa pemikiran (misalnya, dalam menghafal hafalan) dan pikiran terjadi tanpa
bahasa (pemikiran murni imaginal).
Meskipun fakta bahwa Vygotsky mengacu pada pemikiran tanpa bahasa
(tidak semua pemikiran dapat dibahasakan), banyak psikolog kognitif (misalnya,
Wertsch, 1979; Clark 1978) menempatkan banyak penekanan pada peran
verbalisasi dalam budaya Barat dalam mensosialisasikan anak. Hal ini dilakukan
dalam interaksi komunikatif cara memecahkan masalah yang ditunjukkan kepada
anak. Masyarakat harus menyesuaikan diri dengan anak-anak. Bahasa tidak
memainkan peran penting dalam berpikir.
Vygotsky telah meneliti perkembangan cara di mana bahasa pertama kali
digunakan oleh lingkungan untuk mengarahkan anak dan kemudian digunakan
oleh anak secara langsung, pertama dalam tindakannya dan kemudian

Kognisi dan Bahasa/ Ni Made Rai Wisudariani

15

pemikirannya. Tahap-tahap perkembangan yakni: pertama, tuturan sosial; dan


kemudian, kata-kata hati. Sebelum usia dua tahun, tuturan (atau vokalisasi)
digunakan untuk mengekspresikan kebutuhan dan perasaan dan untuk
bersosialisasi. Sekitar usia 2-3 tahun, tindakan anak dapat diarahkan pada tuturan
yang disampaikan oleh orang lain. Dalam tahap selanjutnya, anak mulai mencari
tahu tentang kepercayaan dan adat istiadat masyarakatnya melaui tindakan orang
lain baik dari cara berbicara dan dengan cara yang lain. Secara bertahap, anak
mulai menggunakan tuturan untuk mengarahkan tindakannya. Anak mulai terlibat
pada saat tuturan namun sifatnya masih egosentris:. yaitu, tidak komunikatif,
karena anak masih berbicara dengan dirinya sendiri.
Vygotskyites mengambil posisi bahwa bahasa sangat penting untuk
perkembangan kognitif. Namun, pada beberapa kasus di mana masyarakat tempat
anak sedang dibesarkan memiliki pengaruh terhadap perkembangannya. Beberapa
masyarakat menekankan pentingnya interaksi verbal dan penggunaan bahasa
untuk memecahkan masalah. Ini menjadi isu yang sangat penting untuk
memahami perkembangan anak-anak yang secara sosial dan atau biologis yang
berbeda dari apa yang disebut anak-anak "normal". Melalui kajian ini bahasa
anak mungkin tidak atau tidak dapat memainkan peran yang sama seperti yang
dijelaskan oleh Vygotsky. Kajian ini sangat penting dalam perencanaan
pendidikan anak-anak.
Ringkasan Piaget, Wernerian, dan Teori Vygotskyite
Ada tiga posisi dasar mengenai hubungan antara kognisi dan bahasa yakni:
-

bahasa tergantung pada kognisi


kognisi dan bahasa saling bergantung
kognisi tergantung pada bahasa
Tidak satu pun dari tiga psikolog perkembangan yang telah kita bahas -

Piaget, werner, dan Vygotsky menjatuhkan pilihan pada salah satu dari tiga
posisi ini.
Piaget menunjukkan bahwa perkembangan kognitif dan linguistik sama-sama
produk dari perkembangan pemikiran logis. Werner percaya bahwa perkembangan
awal dalam kedua ranah kognitif dan linguistik bergantung pada pengembangan
persepsi. Perkembangan ini mengarah pada pemikiran kontemplatif dan analitik.,

Kognisi dan Bahasa/ Ni Made Rai Wisudariani

15

Werner menyatakan bahwa kognisi sangat bergantung pada penggunaan bahasa.


Namun, semua perkembangan adalah hasil dari faktor biologis, afektif, dan
kondisi sosial. Vygotsky sangat menekankan pada peran masyarakat dalam
menyampaikan tuturan kepada anak agar anak-anak mampu memikirkan dan
memecahkan masalah. Bahasa dan pikiran menyatu dalam pengembangan konsep.
Bahasa juga digunakan dalam perencanaan dan pemecahan masalah. Namun,
perlu juga diingat bahwa pemikiran dapat berlangsung tanpa bahasa, dan
penggunaan bahasa dapat berlangsung tanpa berpikir.
Menempatkan salah satu psikolog tersebut ke salah satu posisi tetap
tampaknya hanya hasil dari imajinasi penerjemah mereka. Tiga psikolog
mengambil pandangan yang jauh lebih bijaksana dari hubungan antara kognisi
dan bahasa. Namun, pandangan mereka masih meninggalkan kita dengan banyak
pertanyaan tentang apa penjelasan terbaik dari hubungan antara perkembangan
kognitif dan linguistik. Satu bidang teori saat ini menunjukkan bahwa harus ada
penjelasan secara rinci tentang langkah-demi-langkah analisis di mana informasi
dapat dibentuk, dapat diproses dan disimpan.
Proses Informasi dan Penyimpanan
Model pemrosesan informasi merupakan usaha untuk menjelaskankan
bagaimana cara saraf sensorik kita menerima secara langsung berbagai informasi
sehingga proses ini disebut juga sebagai proses on-line. Proses informasi juga
dimaknai sebagai proses menampung dan menyerap berbagai informasi yang
diubah untuk membangun ingatan jangka panjang. Selain itu, model ini juga
dapat digunakan untuk menjelaskan di jalur mana penyimpanan ingatan jangka
panjang digunakan dalam memproses informasi di dalam ingatan jangka pendek.
Kita dapat melihat beberapa bagian yang digunakan dalam

model ini sama

dengan apa yang diaplikasikan dalam model pembelajaran komputer. Contohnya,


sebuah teori baru diskusi dari perolehan anak-anak dari pengetahuan luar bahasa
bawaan diberikan dengan tujuan ingatan anak-anak untuk kemampuan yang lain
dan lebih kompleks adalah berdasarkan dari kemampuan untuk memformulasikan
dan menjalankan yang lainnya dan rencana yang lebih kompleks. Kemampuan itu
disarankan berdasarkan dalam proses dari informasi kompilasi dan kemudian

Kognisi dan Bahasa/ Ni Made Rai Wisudariani

15

menafsirkan itu (Hamburger & Crain, 1984). Meskipun, frekuensi analogika dan
solusi akan mencapai pembangunan yang pasti dan dari kemampuan memproses
informasi dan penyimpanan didasarkan dalam belajar anak-anak. Di dalam proses
menyepakati dengan informasi dan mengingat.

Gambaran dari tahap proses informasi dapat dilihat seperti gambar 3-3.
Tahap pertama adalah perhatian gambar. Berbagai macam definisi dari
kemampuan berfikir termasuk kenyataan bahwa perhatian kedua konsep definisi
untuk menstimulasi pemikiran dan fakta bahwa efek manusia di kelahiran, itu
dialami siap untuk diperhatikan dan untuk mendatangkan sensasi di dalamnya.
Bayi mempunyai cara special untuk dilihat (Haith, 1980) dan dalam belajar
(Eimas, 1975). Kemudian tahap pertama dalam proses informasi dan tahapan
dalam membangun, perhatian proses aktif dan pasif.

Perhatian

Diskriminasi
(tindakan)

Tempat
Penyimpanan

dikategorikan

Gambar 3-3 Tahap dalam proses informasi


Tempat
Memori jangka
penyimpanan
pendek
Gambarsensorik
4-3 Tahap dalam proses penyimpanan

Memori jangka
panjang

Semua tahapan itu dikategorikan diskriminasi,, dan diaktifkan secara


bersamaan.

Diskriminasi

termasuk

menganalisis

lebih

maju

dari

yang

dikontruksikan termasuk berpikir ke depan dari kategori umumnya dimasukkan


dalam memori adalah langkah terakhir di dalam proses informasi model
dipersembahkan di dalam gambar 3-3 faktanya itu dipersembahkan dan
dibandingkan dengan informasi yang lain. Sehingga kita dapat melihat gambar 34 yang memberikan informasi dan ditampung dalam memori jangka panjang.
Sebagai contoh, sebuah diskusi teoretis terkini mengenai
pemerolehan pengetahuan bahasa anak jauh melampaui dari
apa yang telah diberikan secara bawaaan, bahwa kemampuan
anak-anak untuk memproduksi banyak bentuk bahasa kompleks

Kognisi dan Bahasa/ Ni Made Rai Wisudariani

15

berdasarkan pada kemampuan untuk memformulasikan dan


menyelesaikan banyak rencana-rencana kompleks. Kemampuan
ini didasarkan pada proses mengumpulkan informasi dan
kemudian menginterpretasikannya (Hamburger & Crain, 1984).
Walaupun analogi sering berkesimpulan bahwa perkembangan
dari kemampuan memproses informasi dan memori adalah
berdasarkan pada studi anak-anak dalam memproses yang
berkaitan dengan informasi dan mengingat.
Jika kita menggambar sebuah gambar tahapan dalam
pemrosesan informasi, maka akan tampak seperti pada gambar
3-3. Tingkatan pertama disebut perhatian (attention). Semua
bermacam-macam definisi mengenai istilah ini merangkum fakta
yang melibatkan dua konsep, yaitu konsep kehadiran terhadap
rangsangan sensorik dan fakta bahwa bayi manusia, pada saat
lahir, secara biologis telah siap untuk menghadapi sensasi yang
datang dalam cara-cara tertentu. Bayi memiliki cara yang
special dalam melihat (Haith, 1980) dan mendengar (Elimas,
1975). Oleh karena itu, meski dalam tingkatan pertama dalam
pemrosesan informasi, bahkan saat tingkatan yang paling awal
dari perkembangan, perhatian (attention) adalah sebuah proses
yang aktif bukan proses pasif semata.
Dengan jelas tahapan tersebut diikuti oleh, pembedaan
(discrimination) dan kategorisasi (categorization), yang juga
merupakan proses yang aktif. Pembedaan (discrimination)
membutuhkan analisis dar fitur input sensori, dan kategorisasi
membutuhkan dimasukkannya masukan sensori ke dalam kelas
yang mengandung fitur tertentu. Penyimpanan (storage) dari
kategorisasi, atau-lebih akrab- dimasukkan dalam memori,
merupakan tahapan terakhir dalam model pemrosesan informasi
yang ditunjukkan pada gambar 3-3. tahapan terakhir ini akan
memainkan peranan yang krusial dalam pemrosesan informasi
yang selanjutnya. Fakta ini direpresentasikan pada gambar 3-4.

Informasi itu di dapat dari menampung memori jangka pendek, hasil dari
berbagai proses yang diregistrasikan ke penampungan memori di dalam pemikiran
yang lain. Menurut Piaget, Werner, dan Vygotsky, perkembangan bahasa adalah
lebih dari menerima dan memproduksi lebih kompleks dari informasi. Kita akan
mengambil beberapa contoh dari panologikal pembangunan untuk mengindikasi
apa yang mungkin untuk menjelaskan dan mungkin untuk dijadikan model
pembelajaran.

Kognisi dan Bahasa/ Ni Made Rai Wisudariani

15

Sehingga bayi, kemampuannya untuk membedakan antara suku kata yang


memiliki fitur lebih halus dalam perbedaan yang diamati. Bayi yang lebih tua
umurnya dapat membedakan antara misalnya dua suku kata tersebut berbeda
dalam hal tingkat transisi dari konsonan ke vokal sehingga tidak muncul dalam
semua bahasa. juga bayi muda hanya dapat mengamati perbedaan antara orangorang yang tiga suku kata panjang. Perilaku bayi yang lebih tua menunjukkan
peningkatan kompleksivitas dan jumlah informasi tata ucapan yang dapat
memproses.
Pada usia delapan bulan, ada perubahan pada pola. Seperti bukti
pergeseran dasar informasi pengolahan tata ucapan dari pengolahan persepsi
hingga pengolahan komunikatif. Misalnya, bayi sekitar delapan bulan tidak
membedakan antara ucapan yang frekuensi dasarnya terus naik dan turun tetapi
hanya antara mereka dengan pertanyaan dan pernyataan yang disampaikan dengan
intonasi yang

lembut. Sehingga dapat membedakan antara ucapan yang

intonasinya terus naik dan turun, begitu pula perubahan frekuensi yang mendasar
adalah persepsi diferensiasi. Yang membedakan antara ucapan dengan pertanyaan
dan pernyataan (misalnya, "melihat kucing" versus "melihat kucing?") dengan
melibatkan beberapa pengetahuan tentang perbedaan dalam maksud komunikasi
yang disampaikan oleh dua perubahan yang signifikan.
Pada usia ke sepuluh bulan, pola bayi memerankan atau menggunakan
bahasa yang spesifik sehingga bunyi ujaran bersifat diskriminasi, dan bayi pada
usia ke dua belas bulan memberikan bukti bahwa bayi mampu mengenali katakata yang lebih sulit. Dalam konteks, sejumlah bukti persepsi dari bayi dan
produksi ucapan yang menunjukkan bahwa bayi telah mengalihkan perhatian dari
koneksi suara, atau kata-kata dari apa yang didengar, dengan fonologi dan
penataan kalimat dengan apa yang disampaikan.
Dalam proses
dipertanggungjawabkan

pergeseran informasi
oleh

peningkatan

ini tidak

sederhana

begitu saja bisa

dalam

jumlah

dan

kompleksitas koneksi yang dapat diproses dalam beberapa waktu. "Lompatan


kognitif" terjadi dan itu terjadi ketika, persepsi dasar bayi dari suara yang
diucapkan adalah arti dari unit koneksi suara, bukan karakteristik akustik mereka.
Pertanyaannya adalah: Apa penyebab dari lompatan kognitif dan hal yang terjadi

Kognisi dan Bahasa/ Ni Made Rai Wisudariani

15

di seluruh pembangunan? sumber yang mungkin untuk lompatan kognitif seperti


ini mungkin baik perubahan biologis (seperti peningkatan jumlah informasi yang
menjadi penting bagi anak dari waktu ke waktu) faktor-faktor yang disebabkan
dari perkembangan ini yaitu, biologi dan masukan.
Dalam pengolahan informasi dan pemikiran yang telah dikembangkan
dengan dewasa dalam aspek pemikiran, sehingga diambil untuk diberikan bahwa
kategori penataan kalimat yang dimainkan memiliki peran penting. Pertanyaannya
adalah: bagaimana cara mendidik anak menjadi lebih mandiri?
Kognisi dan Bahasa pada Anak-Anak "Yang Berbeda"
Ada tiga populasi anak-anak yang sering diamati untuk menguji hubungan
antara perkembangan kognitif dan linguistik. Populasi anak yang diamati meliputi
anak yang memiliki kelainan atau kekurangan yang ada dalam diri sang anak
seperti tuna rungu, terbelakang, dan anak-anak bilingual. Kelompok-kelompok ini
dipilih oleh para peneliti untuk melihat hubungan antara perkembangan kognitif
dan linguistik.
Para peneliti yang bekerja mengamati anak tuna rungu ingin membuktikan
bahwa bahasa itu tidak berpengaruh terhadap perkembangan kognitif. Jika
indikasi ini benar, para peneliti akan menemukan teori tentang perkembangan
kognitif pada anak. Banyak peneliti yang melakukan penelitian dengan
menggunakan anak keterbelakangan, sebagai subjek penelitian. Mereka khawatir
hubungan antara tingkat keterbelakangan mental dan tingkat tata ucapan bahasa
(keterlambatan dalam mencapai tahap dan keterlambatan awal) yang terjadi pada
anak keterbelakangan sesuai dengan pernyataan Piaget dalam perkembangan
bahasa.
Dalam waktu yang lama pendidik sangat prihatin dengan kemampuan
anak tuna rungu dalam berbahasa lisan. Uji eksperimen dalam beberapa
pembelajaran menyatakan bahwa anak tuna rungu tidak dapat berkembang secara
kognitif seperti anak pada umumnya, karena mereka kesulitan untuk
mengembangkan kemampuan berbahasa lisannya.
Anak Tuna Rungu

Kognisi dan Bahasa/ Ni Made Rai Wisudariani

15

Menanggapi hal tersebut Furth (1973) dengan rekannya melakukan


pengujian mengenai beberapa pembelajaran dalam perkembangan kognitif anak
tuna rungu dari perpektif Piaget. Hipotesis Furth menyatakan bahwa anak tuna
rungu dalam belajar tidak menggunakan bahasa tertulis, tetapi bahasa lisan dan
isyarat.
Dia mengikutsertakan anak tuna rungu dalam konservasi dan tes formal.
Dia menemukan bahwa sebagian besar anak dan remaja yang tuna rungu memiliki
kemiripan dengan anak dan remaja yang dapat mendengar dari segi pola
pertumbuhan kognitif mereka. Dia juga menyimpulkan bahwa secara keseluruhan
anak tuna rungu memiliki perkembangan kognitif yang tertunda, tetapi tidak
signifikan dibandindingkan dengan anak normal yang seusia. Hal ini merupakan
simpulan yang masuk akal. Fakta menyatakan bahwa banyak anak tuna rungu
yang belajar di sekolah khusus.
Dari data tersebut, Furth juga menyediakan bukti-bukti bahwa bahasa
tidak begitu dibutuhkan untuk perkembangan kognitif. Furth menyusun fakta
tersebut dan menyatakan bahwa terdapat kemiripan di antara anak tuna rungu
dengan anak normal dalam perkembangan kognitif. Bagaimanapun juga terdapat
masalah mengenai anggapan bahwa anak tuna rungu tidak memiliki bahasa yang
sesuai untuknya. Data anekdot mengindikasikan bahwa dalam sekolah khusus di
AS tidak dipaparkan tentang bahasa isyarat yang standar. Hasil dari pembelajaran
ini mengindikasikan bahwa anak mengembangkan sistem bahasa tubuh dan
menggunakan bahasa tubuh secara terstruktur, di mana sedikit mirip dengan
struktur dan kata yang digunakan oleh anak normal.
Furth menemukan kenyataan bahwa tidak ada hubungan dalam pemecahan
masalah yang berhubungan dengan kesadaran dan bahasa. Walaupun demikian,
hipotesis yang dia temukan dan penemuan mengenai akuisisi dan penggunaan
tanda bahasa dan penggunaan tanda bahasa bagi anak yang tuna rungu memiliki
kapasitas dalam mengembangkan kesadaran kemandirian dalam mendengar,
berkata, dan menguasai ke lima indrinya.
Anak-anak Keterbelakangan Mental

Kognisi dan Bahasa/ Ni Made Rai Wisudariani

15

Perkembangan bahasa anak-anak cacat mental harus diperhatikan secara


akurat. Hal ini penting dalam menggambarkan hubungan antara perkembangan
kognisi dan linguistik. Dalam hal ini, keterbatasan kognitif tertentu dapat
ditentukan dengan tes standar atau melalui langkah-langkah percobaan. Efek dari
keterbatasan kognitif pada pengembangan bahasa harus jelas. Meneliti masalah
ini, bukanlah pekerjaan mudah, apalagi dalam membuat suatu simpulan.
Dari sudut pandang pengolahan informasi, anak cacat mental memiliki
semua panca indera tetapi tidak memiliki kemampuan yang normal untuk
memproses informasi dari indera yang mereka miliki. Ketidaknormalan ini
mempengaruhi perkembangan kognitif dan bahasa. Anak-anak yang mengalami
keterbelakangan mental bermasalah dalam satu atau semua bidang pengolahan
informasi. Oleh karena itu, studi pembangunan mereka harus menjelaskan
hubungan antara pembangunan di kognitif dan bahasa.
Banyak penelitian tentang perkembangan bahasa anak-anak cacat mental.
Simpulan dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa anak-anak cacat
mental tidak mampu memperoleh bahasa dengan cara normal karena mereka
mengalami cacat dalam pengolahan informasi. Aspek yang berbeda dari
pengolahan bahasa telah diukur pada anak-anak ini, dan mereka telah ditemukan
untuk kurang dan mungkin berbeda dalam beberapa aspek pengetahuan bahasa
structural, misalnya Cromer (1972) meneliti kemampuan untuk memahami
kalimat (contoh : "Ikan baik untuk kucing") anak-anak ini. Ia menemukan bahwa
anak-anak cacat mental dalam proses memperoleh pengetahuan struktur ini tidak
membuat pengetahuan lainnya tentang hal yang biasanya berkembang anak-anak
lakukan. Ia menyimpulkan bahwa walaupun anak-anak cacat mental akhirnya
mendapatkan struktur ini, itu mungkin diwakili dalam hal bentuk permukaan
struktur lainnya terkait.
Naremore dan Dever (1975) menganalisa contoh bahasa anak-anak cacat
mental pada usia enam sampai sepuluh tahun. Mereka menemukan bahwa sampai
pada usia sepuluh tahun, anak-anak terbelakang tidak mampu mengucapkan
klausa, sedangkan pada anak-anak normal, hal ini sudah mulai berkembang pada
usia enam sampai sepuluh tahun. Temuan lainnya menunjukkan bahwa anak-anak
terbelakang

mengalami

kesulitan

tertentu

dalam

pengolahan

struktur

Kognisi dan Bahasa/ Ni Made Rai Wisudariani

15

kompleks.Untuk menguji hipotesis ini, peneliti melakukan sebuah studi


longitudinal tentang perkembangan bahasa pada anak-anak terbelakang. Dalam
pengujian ini, ditemukan bahwa pola akuisisi struktur sintaksis pada anak-anak
terbelakang dipelajari cukup mirip dengan yang ditemukan tersebut, bertindak
ketika anak-anak terbelakang dan anak-anak dengan IQ normal. Skor yang cocok
untuk usia mental, atau ketika berarti panjang ucapan dan berbagai aspek bahasa
diukur, ada kesamaan dalam pola bahasa yang diperoleh, baik dari segi kosa kata
dan struktur sintaksis yang digunakan.
Tampak dari studi ini bahwa laju perkembangan bahasa. Tetapi tidak pada pola
perkembangan bahasa, yang terbaik diprediksi oleh skor IQ pada tes kecerdasan
standar. Pola pembangunan yang mungkin diatur perangkat akuisisi anak
manusia.Dengan demikian, oleh perangkat pemerolehan bahasa bawaan anak
manusia. Oleh karena itu, para peneliti menyatakan bahwa semua anak cacat
mental akan memperoleh bahasa hingga tingkat tertentu. Lebih jauh, mereka
berpendapat bahwa tingkat pertumbuhan ditentukan bukan oleh kompetensi
kognitif anak, tetapi oleh tingkat di yang kompetensi kognitif anak
memungkinkan perangkat akuisisi bahasa untuk melakukan tugasnya. Pubertas
merupakan penanda akhir dari periode ketika kompetensi khusus untuk akuisisi
bahasa yang sangat dimodifikasi. Setelah pubertas tercapai dan kritikus periode,
anak akan melanjutkan dengan kecepatan yang lebih lambat.
Dua posisi dibahas sejauh ini akan berdebat dalam arah hampir berlawanan
tentang hubungan antara kognisi dan bahasa. Hubungan antara perkembangan
kognitif dan bahasa pada anak-anak terbelakang belum dapat diklarifikasikan
dengan jelas. Masih ada keadaan yang telah berpusat di sekitar anak-anak cacat
mental. Keadaan di sekolah menunjukkan bahwa sampai anak-anak terbelakang
mencapai tahap tertentu dalam perkembangan kognitif, mereka tidak akan dapat
memperoleh bahasa sama sekali. Casby dan Ruder (1983) berpendapat bahwa
perkembangan bahasa dan bermain simbolik keduanya tergantung pada
pencapaian sarana kausalitas oleh anak-anak cacat mental dan normal. Bricker
dan Bricker (1974) menunjukkan bahwa mental anak-anak terbelakang sebaiknya
diberikan pelatihan dalam pengembangan sensorik psikmotor untuk mendukung
pengembangan bahasa. Seperti yang telah kita lihat, banyak bukti tentang

Kognisi dan Bahasa/ Ni Made Rai Wisudariani

15

hubungan antara kognitif dan linguistik yang menunjukkan bahwa keduanya


tergantung pada kemampuan anak untuk menangani informasi dengan cara
tertentu. Oleh karena itu, sangat disarankan dan diharapkan agar program yang
dirancang untuk mengajarkan anak belajar harus mengarahkan anak

pada

pemerolehan bahasa. Menyajikan bahasa dengan cara yang lebih mudah seperti
bernyanyi untuk beberapa anak terbelakang memiliki efek yang lebih positif pada
perkembangan bahasa daripada mengajar mereka untuk mencapai tingkat tertentu
pada perkembangan kognitif.
Anak-anak Bilingual
Anak dwibahasawan sering menjadi subyek perdebatan terkait hubungan antara
kognisi dan bahasa. Memiliki dua bahasa telah dilihat oleh satu kelompok sebagai
penyebab defisit kognitif:, oleh yang lain sebagai menanamkan keuntungan
kognitif. Membandingkan basis untuk dua argumen ini dan melihat penelitian
yang dirancang untuk menentukan efek kognitif memiliki dua bahasa tidak
memberi penjelasan tentang hubungan antara dua domain pembangunan.
Itu positif ini yang pertama memimpin sejumlah peneliti untuk meneliti
apakah, sebenarnya anak-anak bilingual tidak kognitif dirugikan.bahkan mereka
menunjukkan keuntungan di daerah tertentu salah satu keuntungan kognitif anak
bilingual yang dalam proses sedang dipelajari adalah di bidang metaprocessing.
hipotesis bahwa untuk alasan yang sama dikutip di atas-yaitu, pengetahuan
tentang kesewenang-wenangan label bahasa dan representasi struktural, anak-anak
bilingual mampu "berdiri kembali" dan berpikir tentang data bahasa.
Apa data pada anak-anak ini menunjukkan bahwa keadaan pengetahuan tentang
bahasa bahwa seorang anak memiliki dapat mempengaruhi cara di mana ia proses
bahasa. Perbedaan ini dalam pengolahan bahasa dapat, pada gilirannya,
mempengaruhi membaca, misalnya tidak ada diklarifikasi dengan mempelajari
anak-anak bilingual.Meskipun fakta bahwa hasil penelitian tersebut tidak
menyelesaikan

masalah,

mereka

memberikan

wawasan

penting.Mereka

menunjukkan bahwa beberapa jenis pengalaman dalam domain (dalam hal ini,
domain bahasa) menyebabkan keuntungan tertentu dalam domain tersebut.ini
akan menjadi benar aspek lain dari pembangunan juga. Lebih lanjut, temuan

Kognisi dan Bahasa/ Ni Made Rai Wisudariani

15

tentang proses linguistik dan kognitif anak-anak bilingual menunjukkan fakta


bahwa tidak ada keputusan sederhana harus dibuat tentang pendidikan anak-anak
yang berasal dari latar belakang bahasa yang berbeda. Keputusan didasarkan pada
gagasan bahwa memiliki dua hasil bahasa menunjukkan kerugian kognitif.
Hubungan Pengertian Antara Bahasa dan Kognisi
Gagasan yang sangat sederhana tentang hubungan antara perkembangan kognitif
dan linguistik telah membantu oleh beberapa peneliti dan pendidikgagasan yang
sangat sederhana tentang hubungan antara perkembangan kognitif dan linguistik
telah membantu oleh beberapa peneliti dan pendidik.Beberapa gagasan ini karena
kotor interpretasi dari tiga raksasa pembangunan. Piaget, werner, dan Vygotsky,
gagasan lain, tampaknya, karena prasangka intuitif telah menyebabkan keputusan
mengenai pendidikan "cacat" anak-anak yang belum menguntungkan anak-anak.
Misalnya, pandangan bahwa anak-anak cacat mental harus memiliki pelatihan
bermain simbolik untuk membantu mereka belajar bahasa resultan dari salah tafsir
Piaget.pandangan kontradiktif bahwa anak-anak tuna rungu harus memiliki
bahasa lisan untuk mengembangkan kognitif dan bahwa mereka tidak perlu
bahasa untuk mengembangkan kognitif keduanya tampaknya interpretasi kotor
dari segala sesuatu psikolog perkembangan dibahas. Akhirnya, pandangan bahwa
anak-anak bilingual akan cacat di kedua perkembangan kognitif dan linguistic
mencerminkan kesalahpahaman berprasangka sifat baik perkembangan kognitif
dan linguistic.
Resultan dari penelitian tentang hubungan antara kognitif dan linguistik titik
pengembangan untuk fakta bahwa dua program pengembangan keduanya saling
bergantung dan tergantung pada perubahan perkembangan informasi kemampuan
pengolahan dan strategi. Tampak jelas bahwa anak-anak perlu untuk
mengkategorikan benda-benda dan peristiwa-peristiwa di lingkungan sebelum
mereka dapat mempelajari hubungan antara

Kognisi dan Bahasa/ Ni Made Rai Wisudariani

15

You might also like