Professional Documents
Culture Documents
ATAS
PEMANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI DPR RI
TERHADAP
RUU TENTANG APBN 2015 BESERTA
NOTA KEUANGANNYA
eksternal maupun internal serta dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi sebagai
landasan yang solid bagi terciptanya pertumbuhan yang berkelanjutan.
Dari sisi eksternal, berdasarkan World Economic Outlook 2014, kinerja
ekonomi global memang diperkirakan mengalami perbaikan, khususnya di
negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan sejumlah negara di Eropa.
Namun, masih terdapat risiko yang perlu diwaspadai, yaitu: (1) terkait kinerja
ekonomi Tiongkok sebagai salah satu mitra dagang terbesar Indonesia, yang
selanjutnya akan berpotensi menjadi kendala dalam mendorong laju
pertumbuhan ekspor Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi; (2) perkembangan
harga komoditas internasional yang cukup fluktuatif dengan tren yang masih
menunjukkan pelemahan; (3) implikasi berlanjutnya normalisasi kebijakan
moneter di Amerika Serikat seiring dengan penguatan kinerja perekonomiannya;
Dari sisi internal, kebijakan menjaga stabilitas ekonomi domestik saat ini
menjadi fokus dari kebijakan ekonomi makro, khususnya dalam rangka
memperbaiki posisi keseimbangan eksternal Indonesia, yakni neraca transaksi
berjalan yang mengalami defisit dalam beberapa tahun terakhir yang imbasnya
juga pada pergerakan nilai tukar Rupiah. Oleh karena itu, stance kebijakan makro
Indonesia baik fiskal maupun moneter cenderung lebih konservatif dan berhatihati (prudent). Stabilitas ekonomi mutlak perlu dijaga, mengingat hal tersebut
akan memberikan landasan yang solid serta menjadi prasyarat (necessary
condition) bagi pertumbuhan yang berimbang dan berkelanjutan (balanced and
sustainable growth).
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa,
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan mengenai tax ratio Indonesia yang masih belum optimal,
sehingga diharapkan dapat ditingkatkan pada level 13-16 persen, dapat kami
sampaikan penjelasan sebagai berikut.
Pemerintah menyadari bahwa potensi penerimaan perpajakan di Indonesia
masih cukup besar. Untuk itu Pemerintah sependapat dengan anggota Dewan
Yang Terhormat untuk melakukan upaya-upaya optimalisasi penerimaan
perpajakan yang dapat mendorong meningkatnya tax ratio Indonesia. Dari tahun
ke tahun, Pemerintah terus berupaya untuk mengoptimalkan penerimaan
perpajakan dengan melakukan berbagai kebijakan, terutama melalui perluasan
basis pajak dan perbaikan administrasi perpajakan.
Sementara itu, terkait dengan besaran tax ratio sebesar 12,32 persen yang
diajukan Pemerintah dalam RAPBN Tahun 2015, kami berpendapat bahwa
penyusunan angka tersebut telah mempertimbangkan dengan kemampuan dan
kondisi perekonomian Indonesia saat ini. Dengan mempertimbangkan adanya
4
tekanan yang cukup kuat pada sektor-sektor tertentu pada tahun 2015, kami
berpendapat bahwa target penerimaan perpajakan pada tahun 2015 dirasa sudah
cukup optimal. Ke depan, Pemerintah akan tetap berupaya untuk meningkatkan
penerimaan perpajakan sehingga angka tax ratio dapat ditingkatkan secara
berkesinambungan.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat
Menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, Fraksi Gerindra, dan Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan mengenai pemenuhan anggaran kesehatan sebesar minimal 5
persen dari APBN di luar gaji, dapat dijelaskan bahwa Pemerintah terus berupaya
untuk meningkatkan anggaran kesehatan dan terus meningkatkan efektivitas
penggunaan anggaran secara lebih fokus dan tepat sasaran. Jumlah anggaran
kesehatan dalam RAPBN tahun 2015 adalah sebesar Rp68,1 triliun, yang tidak
hanya dialokasikan melalui Kementerian Kesehatan, namun juga pada kegiatan
lain di bidang kesehatan, diantaranya Badan Pengawas Obat dan Makanan, Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Askes PNS dan tunjangan
kesehatan Veteran, serta DAK.
Pemanfaatan anggaran kesehatan tersebut digunakan untuk mendorong
upaya optimalisasi pembangunan kesehatan dalam mencapai target-target yang
ditetapkan, serta meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat melalui
pendekatan preventif dan kuratif. Sementara itu, Pemerintah akan melanjutkan
dan meningkatkan kualitas pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Kesehatan, termasuk kewajiban terhadap penerima bantuan iuran Jaminan
Kesehatan Nasional.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) agar kebijakan anggaran
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mendapatkan prioritas yang tinggi, besaran
iuran PBI agar perlu dikaji ulang agar layak dan memadai, serta persiapan
beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan dapat kami sampaikan hal-hal sebagai
berikut.
Pemerintah menyadari dan berkomitmen untuk terus meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat, terutama untuk masyarakat
miskin dan tidak mampu melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Berbagai upaya yang telah dan
akan terus dilakukan pemerintah diantaranya adalah dengan meningkatkan
jumlah fasilitas layanan kesehatan untuk peserta PBI dengan menambah jumlah
5
Puskesmas dan ruang rawat inap kelas III di rumah sakit-rumah sakit
pemerintah, termasuk di daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar yang
berpenduduk, serta memperluas jaringan pelayanan kesehatan JKN dengan
rumah sakit-rumah sakit swasta. Hal ini perlu dilakukan agar ketersediaan
fasilitas kesehatan untuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin dan
tidak mampu tersebut dapat mencukupi.
Selanjutnya, terkait dengan besaran premi PBI JKN, Pemerintah juga tetap
memperhatikan kesesuaian antara anggaran yang disediakan dengan layanan
yang diberikan. Dalam RAPBN 2015, alokasi anggaran untuk PBI JKN sebesar
Rp19,9 triliun bagi 86,4 juta jiwa PBI peserta JKN cukup memadai dengan
mempertimbangkan pengaruhnya terhadap ketahanan fiskal, khususnya untuk
RAPBN tahun 2015 dan keseimbangan dengan besaran iuran jaminan kesehatan
bagi non PBI agar tidak menjadi masalah sosial dalam penerapannya.
Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah tidak menutup kemungkinan untuk
melakukan penyesuaian anggaran PBI tersebut apabila alokasi anggaran yang
disediakan dipandang masih belum memadai untuk pemberian pelayanan
kesehatan yang optimal. Namun demikian, penyesuaian besaran premi PBI harus
dilakukan setelah dilakukan evaluasi secara menyeluruh.
Selanjutnya, terkait dengan mulai beroperasinya BPJS ketenagakerjaan
pada bulan Juli tahun 2015 dapat pula kami sampaikan penjelasan sebagai
berikut.
Pada tanggal 1 Juli 2015 BPJS Ketenagakerjaan akan menyelenggarakan 4
program, yaitu: (1) jaminan kecelakaan kerja (JKK); (2) jaminan hari tua (JHT);
(3) jaminan pensiun (JP); dan (4) jaminan kematian (JKM) yang dulunya
diselenggarakan oleh PT Jamsostek. Saat ini, PT Jamsostek telah berubah
menjadi BPJS Ketenagakerjaan dan PT Jamsostek telah dinyatakan bubar tanpa
likuidasi. Semua aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Jamsostek
menjadi aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS
Ketenagakerjaan, serta semua pegawainya menjadi pegawai BPJS
Ketenagakerjaan. Keempat program tersebut akan diselenggarakan bagi seluruh
pekerja, yang dilaksanakan secara bertahap.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat
Mengenai strategi dan kebijakan pelaksanaan anggaran, Pemerintah
sependapat dengan Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan, bahwa kebijakan yang bersifat ekspansif harus diimbangi
dengan optimalisasi penyerapan anggaran, sehingga memberikan dampak
multiplier yang tinggi bagi perekonomian nasional. Permasalahan penyerapan ini
juga disampaikan Fraksi PAN dan Fraksi PKB. Pemerintah sepenuhnya
menyadari permasalahan penyerapan anggaran yang belum optimal dan pola
penyerapan yang cenderung tinggi di akhir tahun, menyebabkan efektivitas dan
6
hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan (c) lain-lain
pendapatan Desa yang sah.
Dengan demikian, secara keseluruhan sumber dana yang tersedia untuk
desa baik dari APBN dan APBD, relatif memadai setiap tahunnya untuk
melaksanakan kewenangan desa.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat
Terhadap pandangan Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai
Demokrat, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai kebijakan
defisit anggaran, dapat disampaikan tanggapan sebagai berikut.
Kebijakan defisit anggaran pada RAPBN tahun 2015 diarahkan untuk
memperkuat stimulus fiskal dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan dan berkeadilan dengan tetap mengendalikan risiko dan
menjaga kesinambungan fiskal. Langkah-langkah yang akan dilakukan untuk
mengendalikan risiko dan menjaga kesinambungan fiskal diantaranya, (1)
mengendalikan defisit sesuai ketentuan UU, (2) pengendalian rasio utang
terhadap PDB, dan (3) mengendalikan risiko fiskal dalam batas aman.
Selanjutnya, untuk menjaga kesinambungan fiskal jangka menengah,
Pemerintah konsisten untuk menjaga defisit kumulatif APBN dan APBD di bawah
ambang batas 3 persen terhadap PDB, agar Indonesia dapat terhindar dari krisis
utang seperti yang melanda beberapa negara Uni Eropa sebagai akibat kekurang
disiplinan dalam pengelolaan fiskalnya.
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera untuk
lebih memprioritaskan penerbitan sukuk negara dengan underlying proyek
(project based sukuk), Pemerintah sependapat dengan pandangan tersebut.
Untuk itu, pada RAPBN tahun 2015 akan memanfaatkan instrumen project based
sukuk sebesar Rp7,5 triliun, antara lain untuk membiayai pembangunan jalan di
beberapa propinsi/kabupaten/kota, pembangunan proyek Railway Electrification
and Double-Double Tracking of Java Main Line Project Phase I, serta
pembangunan revitalisasi asrama haji, kantor urusan agama (KUA), dan
perguruan tinggi Islam negeri. Untuk tahun mendatang, Pemerintah berusaha
agar pendanaan proyek melalui project based sukuk dapat semakin meningkat.
Saudara Ketua dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Demikianlah tanggapan Pemerintah atas Pemandangan Umum DPR RI
berkenaan dengan RUU tentang APBN Tahun 2015 beserta Nota Keuangannya.
Akhirnya, atas nama Pemerintah, kami menyambut baik persetujuan
Anggota Dewan yang terhormat untuk membahas RUU APBN 2015 beserta
10
Nota Keuangannya dalam tahap berikutnya. Atas dasar prinsip kemitraan dan
tanggung jawab bersama dalam mengemban amanat rakyat, maka kami percaya
bahwa kewajiban konstitusional yang diamanatkan kepada Pemerintah dan
Dewan ini dapat diselesaikan secara tepat waktu sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan.
Kita berdoa kepada Allah S.W.T, Tuhan Yang Maha Esa, agar kita
senantiasa diberi kekuatan dan kemampuan dalam menjalankan dan
menyelesaikan tugas dan tanggung jawab kepada negara ini.
Sekian dan terima kasih.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, Agustus 2014
A.N. PEMERINTAH
MENTERI KEUANGAN
11
LAMPIRAN
A. PEREKONOMIAN GLOBAL
DASAR EKONOMI MAKRO
DAN
DOMESTIK,
SERTA
ASUMSI
-L.1-
-L.2-
-L.3-
-L.4-
-L.6-
-L.7-
-L.8-
Meskipun demikian, Pemerintah akan terus bekerja sama dengan otoritas moneter
terutama dalam menjaga persepsi positif pasar melalui berbagai upaya menjaga
stabilitas dan perbaikan fundamental ekonomi. Upaya pendalaman pasar keuangan
melalui berbagai strategi kebijakan seperti financial inclusion dan financial
deepening diharapkan akan berdampak positif bagi peningkatan sumber
pembiayaan dalam negeri dan selanjutnya menjadi insentif penurunan suku bunga
dalam negeri. Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, rata-rata suku bunga
SPN 3 bulan pada tahun 2015 diperkirakan akan berada pada kisaran 6,2 persen.
Menanggapi pandangan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi
Partai Kebangkitan Bangsa terkait dengan harga minyak mentah (ICP) dapat
kami sampaikan bahwa Pemerintah sepakat asumsi harga minyak mentah harus
didasarkan pada hasil analisis dan mempertimbangkan variabel-variabel yang dapat
mempengaruhi fluktuasi harga minyak mentah dunia. Berkenaan dengan hal
tersebut, dalam menentukan asumsi harga minyak mentah RAPBN 2015,
Pemerintah telah mempertimbangkan berbagai variabel fundamental, sebagai
berikut:
(a) penawaran dan permintaan minyak mentah (faktor fundamental harga), dengan
melihat perkembangan pasokan minyak mentah dari negara-negara OPEC (Timur
Tengah), Amerika Selatan, Amerika, Rusia dan sekitarnya, dan kawasan Laut Utara
serta permintaan minyak mentah dari negara-negara OECD dan non-OECD;
(b) kondisi ekonomi global dengan memperhatikan perkembangan pertumbuhan
ekonomi di Amerika dan negara-negara Eropa; dan (c) kondisi geopolitik dengan
mempertimbangkan kondisi negara-negara produsen minyak yang sedang dilanda
konflik keamanan (peperangan) seperti Suriah dan Iran.
Selain faktor-faktor fundamental dan non-fundamental tersebut, hal lain yang harus
diperhatikan adalah kemungkinan adanya spekulasi harga minyak yang dilakukan
oleh pihak-pihak yang ingin memperoleh keuntungan, mengingat minyak mentah
merupakan komoditi ekonomi yang sangat liquid dan strategis dalam
perekonomian. Untuk itu, mekanisme lindung nilai dipandang sebagai salah satu
upaya yang dapat dipertimbangkan oleh Pemerintah untuk meminimalkan dampak
fluktuasi harga minyak mentah internasional terhadap harga minyak mentah
Indonesia. Namun, strategi lindung nilai terhadap harga ICP masih perlu dikaji dari
sisi biaya dan manfaat, payung hukum dan akuntabilitas apabila kebijakan lindung
nilai tersebut menimbulkan kerugian.
Selanjutnya, Pemerintah terus mencermati dinamika pergerakan harga minyak
dunia dan kecenderungannya ke depan, serta mempertimbangkan perkiraan harga
minyak oleh berbagai lembaga/institusi internasional.Dengan demikian, asumsi
-L.9-
harga minyak mentah Indonesia tahun 2015 sebesar US$105 per barel dinilai cukup
realistis.
Sehubungan dengan pandangan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Hanura, dan
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa terkait lifting minyak mentah dapat kami
sampaikan bahwa Pemerintah sepakat target lifting minyak mentah tahun 2015
harus dihitung secara realistis dan perlu dilakukan upaya serius untuk mencapai
target tersebut. Usulan target lifting minyak mentah sebesar 845 ribu barel per hari
dalam RAPBN tahun 2015 telah mempertimbangkan dan memperhitungkan potensipotensi serta kendala dalam operasional produksi. Pemerintah akan serius dan
bekerja keras untuk mempercepat berproduksinya lapangan Cepu. Pada tahun 2015,
dari lapangan Cepu diperkirakan akan terdapat tambahan produksi minyak mentah
sebesar 165 MBOPD. Pemerintah juga secara kontinyu akan menjalankan program
dan penerapan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) di lapangan-lapangan
existing untuk mengoptimalkan tingkat produksi dari lapangan-lapangan minyak
tersebut. Beberapa pilot project dalam implementasi EOR telah dilakukan pada
lapangan migas PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), PT Pertamina EP, dan PT
Medco E&P Indonesia. Teknologi EOR yang digunakan untuk mempertahankan laju
produksi lapangan migas tersebut meliputi penggunaan chemical compound
(senyawa kimia/surfactant), water injection, dan steam injection.
Selain upaya-upaya teknis, Pemerintah juga akan secara konsisten dan terpadu
menyempurnakan kebijakan dan regulasi di sektor kegiatan usaha hulu migas untuk
memberikan kepastian hukum dan memperbaiki iklim investasi yang lebih kondusif
guna mendorong investasi di sektor migas. Dengan masuknya investasi di sektor
migas, diharapkan dapat lebih meningkatkan kegiatan survei (seismik) dan
eksplorasi migas untuk menemukan cadangan-cadangan migas yang baru.Salah satu
regulasi yang sedang disiapkan penyempurnaannya oleh Pemerintah adalah
masukan pasal-pasal dalam revisi UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas.
Pemerintah juga sependapat dengan anggota Dewan mengenai perlunya dilakukan
audit kinerja terhadap SKK Migas dan kontraktor migas. Pada tahun 2014,
Pemerintah telah meminta BPKP untuk melakukan audit dengan tujuan tertentu
terhadap SKK Migas terkait dengan lifting dan cost recovery. Selain itu, Pemerintah
juga berpandangan bahwa pengawasan terhadap produksi dan lifting perlu
dilakukan secara manual dengan menempatkan pengawas di lapangan maupun
pengawasan menggunakan sistem informasi online. Dengan demikian diharapkan
kebocoran produksi dan lifting dapat dideteksi secara dini dan diambil langkahlangkah antisipasi secara cepat dan tepat. Untuk itu, Pemerintah bersama SKK
-L.10-
Migas saat ini sedang membangun mengembangkan sistem informasi migas yang
terintegrasi untuk memonitor produksi dan lifting migas nasional secara real time.
Menanggapi pendapat Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai lifting gas bumi, kiranya dapat
dijelaskan bahwa Pemerintah juga sangat menaruh perhatian terhadap peningkatan
produksi gas sebagai salah satu sumber energi alternatif dan sumber penerimaan
negara. Mengingat produksi minyak bumi yang cenderung menurun, kegiatan hulu
minyak dan gas bumi Indonesia telah mengalami transformasi dari era minyak
menuju era gas. Hasil eksplorasi lapangan-lapangan migas pada tahun-tahun
terakhir lebih banyak menemukan cadangan gas bumi. Secara kumulatif, tren
penurunan produksi minyak terkompensasi dengan peningkatan produksi gas bumi
yang dilakukan dengan memperhatikan terjaminnya kebutuhan gas dalam negeri
yang semakin meningkat. Peningkatan penggunaan gas dalam negeri merupakan
prioritas kebijakan Pemerintah terutama untuk bahan baku pupuk, pembangkit
listrik, industri dan masyarakat lainnya dalam rangka mendukung penguatan
perekonomian nasional secara keseluruhan.
Dalam rangka meningkatkan produksi gas nasional, Pemerintah akan berupaya
secara serius dan maksimal untuk mempercepat realisasi produksi pada beberapa
lapangan gas baru seperti South Mahakam 3 dan Bekapai Redevelopment Phase 2B
pada tahun 2015. Pemerintah sependapat bahwa produksi gas nasional tidak hanya
semata-mata untuk penerimaan negara dengan diekspor, tetapi tetap harus
memperhitungkan pemenuhan kebutuhan domestik bagi industri, PT. PLN, dan
rumah tangga. Pemerintah telah dan sedang mengupayakan agar produksi gas yang
saat ini diekspor dapat dialihkan untuk kebutuhan dalam negeri. Selain itu, untuk
memperkuat supply bagi kebutuhan gas di dalam negeri, produksi yang dihasilkan
dari lapangan-lapangan gas yang baru akan digunakan untuk memasok kebutuhan
gas domestik.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Golkar terkait neraca perdagangan, kiranya
dapat kami sampaikan bahwa dalam beberapa tahun terakhir kondisi neraca
perdagangan mengalami tekanan yang bersumber pada defisit neraca migas,
khususnya akibat peningkatan kebutuhan dalam negeri untuk mendukung aktivitas
ekonomi dan konsumsi. Di sisi lain, pada saat yang bersamaan kapasitas produksi
migas dalam negeri mengalami penurunan produktivitas akibat usia yang semakin
tua. Meski demikian, kinerja neraca perdagangan nonmigas masih mencatat surplus.
Di samping itu, tekanan neraca perdagangan pada saat ini juga dipengaruhi oleh
dampak pelemahan ekonomi global. Akibat pelemahan ekonomi global dan
permintaan dunia, surplus pada neraca nonmigas semakin menyusut dan tidak
-L.11-
mampu menutupi defisit neraca migas. Perkembangan kinerja neraca migas juga
tidak dapat lepas dari karakteristik ekspor Indonesia yang masih didominasi produk
primer (bahan tambang dan hasil pertanian) yang relatif bernilai tambah rendah dan
rentan pada perubahan harga. Di samping itu, kapasitas produksi nasional yang
masih terbatas saat ini perlu terus ditingkatkan.
Dengan pertimbangan faktor-faktor tersebut, Pemerintah akan terus menjalankan
beberapa strategi dasar, yaitu terus meningkatkan kapasitas produksi nasional ke
depan, mengarahkan perekonomian pada sektor-sektor yang lebih produktif dan
bernilai tambah tinggi, dan pada saat yang sama terus menjaga stabilitas ekonomi,
baik dari sisi inflasi, maupun dari sisi nilai tukar. Di sisi ekspor, Pemerintah akan
mendorong peningkatan ekspor untuk produk non-migas yang bernilai tambah
tinggi serta mendorong ekspor jasa yang lebih kompetitif di pasar internasional.
Strategi tersebut juga diimbangi dengan arah kebijakan pembangunan industri yang
mampu mengurangi ketergantungan pada produk-produk impor melalui substitusi
dengan produk dalam negeri, termasuk impor bahan baku dan barang modal. Di
samping itu, peningkatan efektivitas pengamanan perdagangan, lebih diarahkan
untuk mendorong efisiensi dan daya saing sisi produksi, serta tidak menyebabkan
timbulnya rente ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dunia yang secara umum
diperkirakan akan meningkat di tahun 2015 juga memberi harapan positif bagi
membaiknya kinerja ekspor domestik.
B. PENDAPATAN NEGARA
Menanggapi pernyataan Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golkar, dan
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terkait kebijakan perluasan basis pajak dan
perluasan wajib pajak orang pribadi (WP OP) dapat disampaikan bahwa Pemerintah
sependapat dengan anggota Dewan yang terhormat untuk terus melanjutkan
kebijakan perluasan basis pajak, mengingat masih besarnya potensi pajak dalam
perekonomian.
Dalam tahun 2015, Pemerintah akan melakukan kebijakan perluasan basis pajak
melalui perbaikan regulasi, penggalian potensi pajak berdasarkan sektor usaha, dan
penggalian potensi pajak WP OP. Penyempurnaan peraturan perpajakan dilakukan
agar Pemerintah dapat menyesuaikan peraturan perpajakan dengan perkembangan
perekonomian terkini sehingga diharapkan akan tercipta objek-objek pajak baru
sebagai penyumbang penerimaan perpajakan. Selanjutnya, dalam rangka melakukan
penggalian potensi pajak berdasarkan sektor usaha, Pemerintah akan
mengintensifkan penggalian pada sektor-sektor ekonomi nontradable (misalnya
sektor properti, jasa keuangan, dan perdagangan) dan sektor-sektor di bidang
-L.12-
sumber daya alam dan perkebunan. Selain itu, Pemerintah akan menggali potensi
pajak secara langsung dari beberapa transaksi ekonomi strategis melalui
pengembangan sistem online dengan institusi yang mengadministrasikan transaksi
ekonomi strategis tersebut. Khusus untuk WP OP, Pemerintah akan melakukan
upaya perluasan basis pajak melalui ekstensifikasi WP OP berpendapatan tinggi dan
menengah ke atas dengan memperhatikan sektor ekonomi dan perkembangan
wilayah yang potensial. Upaya perluasan basis pajak tersebut akan didukung oleh
peningkatan infrastruktur administrasi perpajakan serta peningkatan kualitas dan
kuantitas SDM. Melalui berbagai upaya tersebut diharapkan mampu memperluas
basis perpajakan nasional sehingga mampu meningkatkan penerimaan pajak.
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia
dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera bahwa rencana penerimaan perpajakan
pada tahun 2015 masih belum memperlihatkan upaya maksimal (extra effort)
karena hanya tumbuh sebesar pertumbuhan alamiahnya, dapat diberikan penjelasan
sebagai berikut. Penerimaan perpajakan pada RAPBN 2015 ditargetkan mencapai
Rp1.370,8 triliun, meningkat Rp124,7 triliun atau 10,0 persen bila dibandingkan
dengan target penerimaan perpajakan pada APBNP tahun 2014. Penetapan target
penerimaan perpajakan didasarkan pada perkembangan perekonomian tahun 2014
dan proyeksi perekonomian tahun 2015. Melambatnya perekonomian nasional pada
semester I tahun 2014 dan pertumbuhan PDB yang relatif moderat pada tahun 2015
yang dipengaruhi menurunnya kegiatan ekspor impor serta relatif rendahnya harga
komoditas akan berdampak terhadap target pertumbuhan penerimaan perpajakan.
Namun, Pemerintah terus berupaya untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan
melalui langkah-langkah kebijakan ekstensifikasi, intensifikasi dan penggalian
potensi. Sekilas angka pertumbuhan tersebut memang hanya sebesar angka
pertumbuhan alamiahnya, sehingga belum mencerminkan adanya upaya maksimal
dalam penghimpunan pajak. Namun, apabila dicermati lebih jauh dengan
mempertimbangkan struktur PDB Indonesia yang masih didominasi oleh sektor
usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), maka pertumbuhan penerimaan
perpajakan pada tahun 2015 masih tergolong cukup tinggi. Hal tersebut mengingat
sektor UMKM yang memberikan kontribusi sekitar 59 persen terhadap total PDB
Indonesia (data tahun 2012), masih didominasi oleh sektor informal yang masih sulit
terjangkau oleh sistem perpajakan Indonesia.
Pemerintah menyadari bahwa penggalian potensi penerimaan perpajakan pada
sektor informal menjadi suatu tantangan dalam upaya meningkatkan penerimaan
perpajakan pada tahun-tahun mendatang. Untuk itu, Pemerintah akan tetap
melakukan berbagai langkah kebijakan untuk memperbaiki sistem perpajakan, baik
dari sisi administrasi maupun regulasi, agar dapat menjangkau sektor informal.
-L.13-
-L.14-
-L.15-
grup, minimal 1 grup untuk setiap Kanwil; (d) peningkatan kualitas penanganan
transfer pricing yang dilakukan dalam bentuk pemberian bimbingan kepada setiap
level penanganan masalah transfer pricing, yaitu di tingkatan analisis risiko,
pemeriksaan, keberatan dan banding, serta penyediaan sarana pendukung dalam
penanganan transfer pricing (pengadaan database pembanding dan industrial
report dari perusahaan penyedia commercial database); dan (e) melakukan
penyempurnaan format SPT terkait pelaporan transaksi afiliasi, sehingga WP lebih
transparan dalam melaporkan transaksi afiliasinya.
Dalam upaya mengantisipasi kebocoran, Pemerintah telah mengambil kebijakan
teknis yaitu: (a) mengoptimalkan mekanisme whistle blowing system dalam rangka
mengefektifkan pengawasan internal, dan (b) memaksimalkan peran unit
pengawasan kepatuhan internal DJP.
Terkait fungsi kontrol pengawasan internal dalam pengelolaan keuangan negara,
Pemerintah akan terus melakukan upaya peningkatan kontrol dan pengawasan
internal dalam rangka meminimalkan kebocoran dan meningkatkan penerimaan
negara, baik dari sektor pajak maupun non pajak. Upaya tersebut dilakukan dengan
mengidentifikasi aspek-aspek pengendalian intern yang masih lemah untuk
selanjutnya diperbaiki oleh setiap manjemen yang bertanggung jawab terhadap
pengelolaan penerimaan negara. Selain itu, Pemerintah juga terus mengintensifkan
pengawasan intern melalui audit kepatuhan dan audit kinerja oleh aparat
pengawasan intern masing-masing kementerian negara/lembaga, terutama pada
proses bisnis yang rawan terhadap kebocoran. Sesuai dengan amanat Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, aparat pengawasan internal Pemerintah telah
membentuk asosiasi profesi dalam bidang pengawasan intern Pemerintah. Melalui
asosiasi tersebut Pemerintah berharap gerak langkah pengawasan intern akan lebih
professional dan seragam dalam menjalankan peran untuk melakukan pengawasan
terhadap pengelolaan keuangan negara.
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi
Partai Persatuan Pembangunan mengenai langkah-langkah terobosan
optimalisasi perpajakan dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. Pemerintah
sependapat dengan anggota Dewan yang terhormat untuk melakukan langkahlangkah terobosan optimalisasi penerimaan perpajakan. Terkait hal tersebut,
Pemerintah telah dan akan melakukan langkah-langkah optimalisasi perpajakan
antara lain dengan: (a) meningkatkan penggalian potensi pajak wajib pajak orang
pribadi (WP OP) dengan sasaran orang pribadi golongan pendapatan tinggi dan
menengah atas; (b) mengintensifkan penggalian sektor ekonomi non-tradable
(misalnya properti, jasa keuangan, dan perdagangan) serta kegiatan ekonomi di
bidang sumber daya alam dan perkebunan; (c) menyempurnakan sistem
-L.16-
-L.17-
-L.18-
Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah juga terus berupaya untuk melakukan
pembenahan dan restrukturisasi BUMN secara efektif dan berkelanjutan dan
mengarahkannya menjadi korporasi modern dan world class company. Pemerintah,
dalam hal ini Kementerian BUMN, telah melaksanakan pembenahan dan
restrukturisasi BUMN. Arah kebijakan utama terkait dengan pembenahan dan
restrukturisasi BUMN adalah rightsizing. Rightsizing adalah kebijakan untuk
melakukan restrukturisasi BUMN menuju jumlah yang ideal berdasarkan 2 prinsip
utama yaitu (a) perlu tidaknya kepemilikan negara mayoritas dipertahankan pada
BUMN tertentu dan (b) jenis tindakan yang akan dilakukan. Skenario pelaksanaan
rightsizing BUMN tahun 20122014 adalah rightsizing sektor kertas, percetakan,
dan penerbitan, sektor perkebunan, sektor kehutanan, sektor pertambangan, sektor
farmasi, sektor pengerukan, dan sektor aneka industri sehingga jumlah BUMN pada
akhir tahun 2012 menjadi sekitar 116 BUMN. Pada tahun 2013, akan dilakukan
rightsizing pada sektor kebandarudaraan, sektor angkutan darat dan kereta api,
sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor energi, sektor konstruksi dan konsultan
konstruksi, sektor logistik, dan sektor jasa penilai sehingga jumlah BUMN akan
menjadi sekitar 105 BUMN. Selanjutnya, pada tahun 2014, akan dilakukan
rightsizing pada sektor pertahanan, sektor industri berbasis teknologi, sektor dok
dan perkapalan, sektor baja dan konstruksi baja, sektor asuransi, dan sektor
konstruksi sehingga jumlah BUMN pada akhir tahun 2014 diperkirakan akan
menjadi sekitar 95 BUMN.
Sehubungan dengan pandangan umum dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
terkait dengan optimalisasi PNBP SDA Non Migas serta pandangan Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa terkait dengan PNBP SDA Perikanan, dapat kami sampaikan
bahwa Pemerintah terus melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan PNBP
SDA, baik migas maupun nonmigas. Optimalisasi PNBP SDA nonmigas dilakukan
melalui langkah-langkah sebagai berikut:
PNBP SDA Pertambangan Mineral dan Batu Bara
1. Intensifikasi dan ekstensifikasi PNBP SDA Pertambangan Mineral dan Batubara
dilakukan melalui:
Review PP No. 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang
berlaku pada Kementerian ESDM;
Renegosiasi Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batubara (PKP2B);
Melakukan kerja sama dengan instansi terkait dalam rangka mengatasi
permasalahan pengelolaan PNBP Minerba. Hal tersebut merupakan hasil
kajian Sistem Pengelolaan PNBP Minerba oleh KPK.
-L.19-
-L.20-
baik dari sisi penyempurnaan regulasi maupun dari sisi peningkatan pengawasan
terhadap pembebanan biaya operasi oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2010 tentang
Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakukan Pajak Penghasilan Di
Bidang Usaha Hulu Migas, sehingga memberikan kejelasan dan ketegasan mengenai
jenis biaya operasi yang dapat dibebankan sebagai cost recovery. Pengaturan
mengenai pembebanan jenis biaya operasi tersebut juga memberikan kepastian
mengenai perhitungan pajak penghasilan dari sektor migas. Pengendalian cost
recovery juga terus dilakukan oleh SKK Migas selaku pelaksana dan pengawas
kegiatan usaha hulu migas melalui monitoring dan evaluasi terhadap Work Program
& Budget (WP&B) KKKS pada awal, pelaksanaan (current), dan post audit.
Selain oleh SKK Migas, audit terhadap cost recovery juga dilakukan oleh auditor
Pemerintah (BPKP dan DJP) dan auditor BPK RI dalam rangka menilai kepatuhan
KKKS dalam pelaksanaan Kontrak Kerja Sama dan perhitungan penerimaan bagian
negara dari sektor migas, yaitu PNBP migas dan PPh migas.
Pemerintah menyadari bahwa pengendalian dan pengawasan terhadap cost recovery
harus dilakukan secara konsisten dan terus menerus, seperti update negative list,
dan peningkatan governance perusahaan. Namun, pengendalian dan pengawasan
tersebut harus dilakukan secara cermat dan hati-hati agar tidak memberikan
dampak yang negatif terhadap investasi di sektor hulu migas. Penentuan besaran
cost recovery memiliki sensitivitas terhadap investasi di sektor hulu migas karena
dapat mempengaruhi pendanaan untuk kegiatan survei, eksplorasi, dan eksploitasi
migas dalam rangka penemuan cadangan-cadangan baru dan pengembangan
lapangan untuk peningkatan produksi migas di masa yang akan datang.
Terkait dengan efisiensi cost recovery dapat kami jelaskan sebagai berikut. Dalam
mengupayakan efisiensi cost recovery, Pemerintah tetap akan berpedoman pada
peraturan yang ada yakni PP Nomor 79 tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang
Dapat Dikembalikan dan Perlakuan PPh di Bidang Usaha Hulu Migas. Namun,
Pemerintah juga tetap mempertimbangkan kondisi terkini sektor hulu migas. Saat
ini, secara umum menghadapi kondisi natural declining dimana dibutuhkan biaya
yang tinggi dalam menghasilkan produksi migas. Biaya-biaya untuk eksplorasi juga
telah diberikan guna mendukung upaya peningkatan produksi dan meningkatkan
efisiensi cost recovery, terutama melalui pembebasan bea masuk atas barang modal
yang diimpor untuk mendukung kegiatan eksplorasi migas. Sementara itu, terhadap
penurunan penerimaan negara dari sektor migas perlu menjadi perhatian semua
stakeholder terkait agar segala hambatan, khususnya dalam upaya peningkatan
-L.21-
produksi, dapat diminimalisir dan diikuti dengan efisiensi produksi, serta penerapan
transparansi dan tata kelola yang baik dalam industri migas.
Pemerintah terus berkomitmen untuk mendorong peningkatan produksi migas
melalui pemberian fasilitas fiskal dan non fiskal. Kebijakan insentif fiskal dilakukan
melalui pemberian fasilitas bebas bea impor dan PPN impor bagi barang modal
untuk kegiatan eksplorasi hulu migas. Di samping itu, Pemerintah juga telah
menerbitkan Inpres Nomor 2 Tahun 2012 tentang Peningkatan Produksi Minyak
Mentah Nasional yang memberikan pedoman untuk mengambil langkah-langkah
yang diperlukan secara terkoordinasi dan terintegrasi sesuai tugas, fungsi, dan
kewenangan kementerian negara/lembaga masing-masing untuk mencapai produksi
minyak bumi nasional.
Terkait penerimaan royalti, Pemerintah sependapat dengan pandangan anggota
Dewan bahwa dibutuhkan pembenahan yang serius untuk meningkatkan PNBP.
Pembenahan tersebut telah dan akan terus dilaksanakan guna memberikan manfaat
yang optimal bagi perekonomian nasional dan penerimaan negara. Upaya
optimalisasi penerimaan dari SDA terutama dari penerimaan royalti batubara secara
intensif terus dilakukan. Saat ini beberapa instansi terkait telah bekerjasama dengan
aparat penegak hukum, baik Kepolisian maupun KPK untuk melakukan penagihan
atas tunggakan pembayaan royalti beberapa pengusaha tambang. Upaya tersebut
disamping akan menaikkan penerimaan dari PNBP SDA, juga akan meningkatkan
penerimaan perpajakan atas kegiatan tambang.
Terhadap pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menilai adanya
penurunan penerimaan PNBP SDA tahun 2015 sebesar Rp5 triliun dari APBNP 2014
dapat kami sampaikan bahwa hal tersebut berkaitan dengan adanya penurunan
penerimaan SDA gas sebagai akibat dari adanya perubahan alokasi pasokan gas dari
ekspor ke domestik, yang telah menyebabkan lebih rendahnya gross revenue gas
untuk tahun 2015 dibandingkan dengan gross revenue gas untuk tahun 2014. Selain
itu, penurunan gross revenue juga disebabkan oleh adanya perbedaan harga gas
yang cukup signifikan antara harga gas untuk tujuan ekspor sebesar rata-rata
berkisar $13/MMBTU karena dipengaruhi oleh asumsi harga minyak mentah
$105/barel dibandingkan dengan harga gas untuk tujuan domestik yang rata-rata
mencapai $6/MMBTU.
Menanggapi pernyataan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa agar penetapan
ICP berdampak positif bagi penerimaan negara dapat kami sampaikan bahwa
penetapan ICP saat ini didasarkan pada perkembangan terkini atas harga minyak
mentah di pasaran internasional dan informasi terkait dengan proyeksi beberapa
publikasi internasional. Proyeksi dari publikasi tersebut memperhitungkan beberapa
-L.22-
-L.23-
Meminta K/L yang sudah mempunyai PP tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis
PNBP untuk menginventarisir kembali seluruh potensi jenis PNBP dan
menempatkannya dalam PP
Mengevaluasi jenis dan besaran tarif atas jenis PNBP yang sudah tidak
relevan.
Menanggapi penyataan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, pada
dasarnya Pemerintah sepakat dengan pernyataan dari anggota Dewan bahwa review
dan reformulasi tarif harus dilakukan untuk mengoptimalkan PNBP. Saat ini,
Pemerintah sedang merevisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP.
Revisi tersebut dilakukan untuk disesuaikan dengan perkembangan situasi aktual
dan untuk menghadapi tantangan-tantangan di masa depan. Pemerintah
berpendapat revisi tersebut merupakan langkah yang paling tepat untuk
mengharmonisasikan dan menyesuaikan regulasi PNBP serta dalam rangka
mengantisipasi kebijakan PNBP ke depan. Di samping itu, Pemerintah juga akan
terus mereviu dan menyempurnakan peraturan pemerintah di bidang PNBP untuk
disesuaikan
dengan
perekembangan
situasi
terkini,
sekaligus
untuk
menyempurnakan mekanisme penagihan, penyetoran, dan tertib administrasi
PNBP. Saat ini revisi RUU PNBP tersebut telah dilaksanakan harmonisasi peraturan
perundangan-undangan dan telah diserahkan kepada Sekretariat Negara untuk
dimintakan paraf kepada pimpinan kementerian terkait.
-L.24-
obligation) dengan tujuan untuk memberikan jaminan supply pasar dalam negeri
atas kebutuhan energi (minyak mentah, gas bumi, dan batubara).
Pemerintah memahami bahwa peningkatan kegiatan eksploitasi sumber daya alam
terutama yang sifat non renewable akan mengancam ketahanan energi pada masa
mendatang. Untuk itu, memang perlu untuk dipertimbangkan adanya upaya untuk
melakukan pembatasan terutama ekpor atas beberapa komoditi energi. Hal tersebut
juga dimaksudkan sebagai upaya untuk lebih mengedepankan terjaminya kebutuhan
dalam negeri dan upaya untuk melindungi kelestarian lingkungan mengingat bahwa
kegiatan eksplotasi di sektor energi terkait erat dengan kawasan hutan.
C. BELANJA PEMERINTAH PUSAT
Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengenai
capaian program prioritas yang telah berhasil dicapai beserta tantangan dan
hambatannya, Pemerintah dapat disampaikan penjelasan untuk beberapa bidang
sebagai berikut.
Pendidikan Nasional
Hingga berakhirnya pelaksanaan RPJMN 2010-2014, Pemerintah telah berhasil
meningkatkan taraf pendidikan penduduk. Hal ini tercermin dari meningkatnya
rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas, yang semula 7,7 tahun
(2009) meningkat menjadi 8,1 tahun (2012). Selain itu, jumlah siswa untuk jenjang
SD/MI/sederajat meningkat dari 30.542 ribu pada tahun 2009 menjadi 31.009 ribu
pada tahun 2013. Namun demikian, upaya yang telah dilakukan belum sepenuhnya
menghilangkan kesenjangan partisipasi pendidikan antarkelompok masyarakat.
Selain itu, masih terdapat kesenjangan kualitas antar satuan pendidikan. Faktorfaktor yang menyebabkan kualitas masih rendah, antara lain adalah lingkungan dan
budaya sekolah belum terbangun dengan baik, fasilitas pendidikan (laboratorium,
perpustakaan) yang mendukung proses belajar mengajar yang berkualitas belum
tersedia merata serta kompetensi guru pendidikan menengah yang masih belum
mumpuni. Selanjutnya tingginya angka pengangguran lulusan Sekolah Menengah
Kejuruan menunjukkan bahwa pengetahuan dan keterampilan lulusan belum
sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Oleh karena itu , tantangan yang
dihadapi adalah meningkatkan kemampuan kognitif, karakter, dan soft-skills
lulusan, dan peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan menengah sesuai dengan
kebutuhan pembangunan dan lapangan pekerjaan.
-L.25-
Ketahanan Pangan
Tantangan yang dihadapi oleh Pemerintah adalah pertambahan jumlah penduduk,
tingkat pendapatan, dan berkembangnya kelas menengah, diperkirakan akan
meningkatkan permintaan bahan pangan yang cukup besar dan beragam serta
kualitas yang semakin tinggi. Sementara produksi pangan sebagian besar masih
dilakukan oleh petani kecil dengan lahan olahan yang sempit dan kebutuhan non
pertanian. Selanjutnya, ketersediaan pangan berpengaruh terhadap gejolak harga
pangan dan inflasi, sementara inflasi mempengaruhi aksesibilitas pangan
masyarakat. Hal ini diperparah oleh dampak iklim ekstrim serta bencana alam yang
dialami oleh petani akan mempengaruhi ketersediaan pangan masyarakat. Untuk itu
Pemerintah mengambil langkah strategi antara lain: (1) peningkatan produksi padi
dan sumber pangan protein dari dalam negeri; (2) peningkatan kelancaran distribusi
dan penguatan stok pangan dalam negeri; dan (3) perbaikan kualitas konsumsi
pangan dan gizi masyarakat. Selain itu, usaha Pemerintah untuk mengahadapi
tantangan stabilitas harga pangan antara lain dengan melakukan pemantauan
perkembangan fluktuasi harga pangan pokok dan peningkatan peranan Perum
Bulog serta pengaturan impor ekspor bahan pangan untuk stabilisasi harga pangan
tanpa mengganggu produksi.
Pertahanan Keamanan
Pada tahun 2015, moderenisasi alutsista TNI merupakan salah satu kebijakan yang
diambil oleh Pemerintah. Hal ini berdampak meningkatnya daya penggentar militer
Indonesia yang tercermin dari menurunnya intensitas upaya gangguan kewibawaan
dan kedaulatan NKRI. Konsekuensi dari peningkatan kekuatan militer tersebut
adalah penyediaan anggaran pemeliharaan dan perawatan alutsista yang harus
dialokasikan pembiayaannya. Hal ini merupakan salah satu tantangan bagi
Pemerintah. Selain itu, tantangan lain yang dihadapi Pemerintah adalah
kesejahteraan prajurit TNI yang harus diperhatikan untuk meningkatkan
profesionalisme prajurit TNI. Konsepsi kesejahteraan prajurit TNI dikelompokkan
dalam empat komponen, yaitu pendapatan minimal, perumahan, kesehatan dan
purna tugas.
Kesehatan
Salah satu program prioritas Pemerintah adalah pengembangan jaminan kesehatan
nasional. Pada tahun 2013, penduduk yang tercakup dalam sistem jaminan
kesehatan nasional diperkirakan mencapai 64,58 persen. Hal ini akan terus
ditingkatkan dengan dilaksanakannya skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di
bawah pengelolaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Tantangan utama dari program ini adalah mengembangkan mekanisme peningkatan
-L.26-
-L.27-
negeri. Beberapa hasil yang telah dicapai sampai dengan tahun 2013 antara lain:
meningkatnya kemantapan jalan nasional, pembangunan dan peningkatan kondisi
jalur kereta api, pembangunan dan rehabilitasi bandara, serta pembangunan dan
peningkatan pelabuhan.
Selanjutnya, menanggapi pertanyaan mengenai infrastruktur, pada prinsipnya
Pemerintah sepakat dengan pandangan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
terkait dengan peningkatan alokasi belanja modal, khususnya belanja infrastruktur
dalam mendorong perekonomian. Pemerintah sangat menyadari akan pentingnya
peran infrastruktur tersebut. Namun, kemampuan keuangan negara dalam
mewujudkan infrastruktur yang menjangkau seluruh wilayah dan dapat dinikmati
oleh seluruh golongan masyarakat masih relatif terbatas, disamping kebijakan
bahwa RAPBN tahun 2015 adalah baseline budget. Upaya perbaikan struktur dan
postur keuangan terus diupayakan, antara lain dengan meningkatkan porsi belanja
modal dan infrastruktur pemerintah, serta mendorong keterlibatan BUMN dan
pihak swasta dalam penyediaan infrastruktur (Skema Public Private PartnershipPPP).
Pemerintah tetap secara konsisten terus berkomitmen untuk meningkatkan belanja
produktif melalui belanja infrastruktur. Alokasi anggaran pada belanja modal antara
lain akan difokuskan pada pembangunan infrastruktur yang mempunyai daya
dorong kuat dan multiplier yang tinggi terhadap pertumbuhan dan aktivitas
ekonomi seperti listrik, jalan, dan pelabuhan. Pembangunan infrastruktur antara
lain untuk: pengembangan infrastruktur pada 6 (enam) koridor ekonomi berupa
pembangunan infrastruktur dasar dan perbaikan kesejahteraan rakyat;
pembangunan infrastruktur pertanian untuk mendukung pencapaian program
ketahanan pangan; serta pembangunan infrastruktur energi dan komunikasi.
Melalui kebijakan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI), Pemerintah telah berkomitmen untuk mengurangi kesenjangan
infrastruktur antar wilayah dengan memprioritaskan antara lain program domestic
connectivity, ketahanan pangan dan energi.
Pemerintah juga sependapat dengan pandangan Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera untuk memprioritaskan dan mengalokasikan anggaran transportasi
masal yang terintegrasi, terkoneksi dan user friendly untuk moda transportasi kereta
api, angkutan laut dan udara, serta meningkatkan kinerja dalam pembangunan
infrastruktur sektor transportasi. Pemerintah dalam hal ini Kementerian
Perhubungan terus berusaha meningkatkan pelayanan transportasi berbasis
transportasi masal yang terintegrasi, terkoneksi, dan user friendly melalui
kebijakan-kebijakan antara lain sebagai berikut:
-L.28-
a.
Penambahan kapasitas mass transit yaitu Bus Rapid Transit (BRT) di kota
metropolitan dan kota-kota besar.
b. Pengembangan dan pembangunan bandara baru dalam coverage area
(jangkauan pelayanan) untuk mengatasi kepadatan arus penumpang.
c. Sistem intra dan suprastruktur bandara termasuk IT dan control system
bandara.
d. Penambahan armada dalam negeri untuk mengangkut barang dalam negeri
untuk ekspor dan impor
e. Peremajaan kapal-kapal tua dengan scrapping/pembangunan kapal baru di
galangan kapal Indonesia.
f. Pembangunan 2 pelabuhan hub internasional pada sisi barat (Alki 1) dan sisi
timur (Alki 3) : Pelabuhan Kuala Tanjung dan Pelabuhan Bitung.
g. Penambahan fasilitas perkeretaapian; jalur kereta api, gerbong lokomotif,
gerbong kereta, gerbong barang, gerbong kereta kota.
Mengenai masalah eksekusi atau penyerapan belanja modal yang rendah dapat
disampaikan bahwa Pemerintah telah mengambil beberapa langkah strategis untuk
mengoptimalkan tingkat realisasi penyerapan anggaran pada Kementerian
Negara/Lembaga, dengan pendekatan fleksibilitas dalam pelaksanaan anggaran dan
mengurangi jalur birokrasi. Secara umum, permasalahan penyerapan ini antara lain
dipengaruhi oleh: (1) kendala dalam proses pengadaan tanah; (2) kehati-hatian
pejabat/pegawai yang terkait dalam pengelolaan keuangan atau kegiatan; dan (3)
dokumen pelaksanaan anggaran yang tidak lengkap sehingga perlu proses revisi.
Secara teknis, Pemerintah telah dan akan terus melakukan upaya terobosan untuk
percepatan peningkatan penyerapan anggaran dengan langkah-langkah yang
meliputi antara lain: (1) penyempurnaan mekanisme pengadaan barang dan jasa;
(2) penyempurnaan mekanisme pelaksanaan anggaran; (3) penyederhanaan
prosedur revisi anggaran; (4) percepatan penagihan kegiatan proyek oleh pihak
kontraktor; (5) penyederhanaan format DIPA untuk meningkatkan fleksibilitas bagi
K/L dalam pelaksanaan anggaran; serta (6) pengintegrasian database RKA-KL dan
DIPA sehingga mempercepat penerbitan DIPA.
Dapat disampaikan pula, pendorong pertumbuhan (investasi pemerintah) bukan
hanya tercermin dari anggaran belanja modal, mengingat terdapat bagian jenis
belanja lainnya yang berkarakteristik modal, seperti: belanja barang yang diserahkan
kepada masyarakat/pemerintah daerah, anggaran PNPM, serta investasi yang
bersifat penanaman modal.
Selanjutnya, pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
-L.29-
-L.31-
menurun dari urutan 89 dari 125 negara pada tahun 2005 menjadi 96 dari 134
negara pada tahun 2009. Namun demikian, daya saing tersebut akhirnya mengalami
peningkatan yang cukup signifikan menjadi urutan 82 dari 148 negara pada tahun
2013. Kenaikan peringkat daya saing infrastruktur terutama disebabkan peningkatan
yang cukup signifikan pada sektor transportasi dan telekomunikasi. Untuk
infrastruktur jalan mengalami peningkatan dari urutan ke 105 pada tahun 2009
menjadi urutan ke 78 pada tahun 2013. Sedangkan pelabuhan dari urutan ke 104
pada tahun 2009 menjadi urutan ke 89 pada tahun 2013. Pada sektor
telekomunikasi dari urutan ke 100 pada tahun 2009 menjadi urutan ke 62 pada
tahun 2013. Perbaikan peringkat infrastruktur transportasi tersebut karena selama
kurun waktu tersebut, pemerintah berusaha meningkatkan investasi untuk
pembangunan transportasi. Sedangkan infrastruktur telekomunikasi lebih banyak
didorong oleh dunia usaha yang sangat responsif terhadap deregulasi dan liberalisasi
sektor telekomunikasi sehingga tidak banyak anggaran pemerintah yang
dialokasikan.
Salah satu kendala bagi pembangunan infrastruktur adalah masalah pendanaan.
Terkait hal ini dapat disampaikan bahwa pendanaan pembangunan infrastruktur
tidak hanya bersumber dari APBN, tetapi juga dilakukan melalui skema pendanaan
BUMN dan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Beberapa kebijakan akan
dilakukan terkait dengan skema KPS di bidang infrastruktur untuk mengurangi celah
pembiayaan infrastruktur yang tidak dapat tertutupi oleh anggaran Pemerintah,
antara lain: (1) Pembukaan peluang usaha bagi badan usaha secara kompetitif, tidak
diskriminatif, dan transparan; (2) Penyiapan proyek KPS bankable; (3) Peningkatan
kapasitas dukungan viability gap fund (VGF) dan jaminan Pemerintah serta
lembaga pembiayaan; dan (4) Penyederhanaan dan harmonisasi regulasi terkait
penyediaan infrastruktur melalui skema KPS.
Sebagai langkah lanjut, Pemerintah telah menawarkan banyak proyek-proyek
infrastruktur untuk dapat dibiayai swasta melalui skema KPS. Pemerintah pun telah
mengembangkan berbagai macam kebijakan guna mendukung pelaksanaan
pembangunan infrastruktur dengan skema KPS dan memastikan implementasinya
sesuai dengan prinsip transparansi, akuntabilitas dan kompetisi. Pemerintah juga
telah memberikan dukungan terhadap skema KPS dalam bentuk dukungan fiskal
dan/atau non fiskal, diantaranya adalah pemberian Jaminan Pemerintah yang
diberikan dengan mekanisme single window policy melalui Badan Usaha
Penjaminan Infrastruktur.
Ke depan, untuk terus mendorong pembangunan infrastruktur, Pemerintah tetap
konsisten dan terus meningkatkan komitmen dalam mendukung pengembangan
-L.32-
-L.33-
negara penerima tenaga kerja Indonesia yang dapat menjadi payung perlindungan
hukum guna menjamin hak-hak TKI di negara tujuan.
Berkaitan dengan anggaran pendidikan, Pemerintah sependapat terhadap
pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan, dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan agar
peningkatan anggaran pendidikan harus mampu mendorong peningkatan kualitas
pendidikan. Oleh karena itu, kebijakan dalam tahun 2015 akan diarahkan untuk
mendukung prioritas pembangunan pendidikan, antara lain: Pertama, peningkatan
kualitas wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, dengan memberikan
perhatian yang lebih besar pada kelompok miskin, anak-anak yang tinggal di wilayah
perdesaan dan daerah terpencil, terluar, dan tertinggal (3T), agar meningkatkan
pemerataan kesempatan belajar. Kedua, peningkatan kualitas dan relevansi
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi terhadap dunia kerja. Ketiga,
peningkatan akses pendidikan dengan pembangunan sekolah-sekolah satu atap
terutama di daerah 3T dan daerah padat penduduk, serta rehabilitasi ruang kelas
yang rusak, sehingga kualitas infrastruktur pendidikan meningkat. Keempat,
peningkatan profesionalisme dan
pembenahan distribusi guru dan tenaga
kependidikan. Disamping itu, Pemerintah juga memberikan perhatian terhadap
peningkatan pendidikan agama melalui peningkatan kemampuan guru, peningkatan
kapasitas dan fasilitas penyelenggara pendidikan, serta pengembangan metodologi
pembelajaran pendidikan agama yang efektif, sehingga dapat meningkatkan
pemahaman peserta didik terhadap ajaran agama dan nilai akhlak mulia serta budi
pekerti.
Dengan dukungan anggaran pendidikan yang semakin meningkat dan berbagai
upaya yang ditempuh Pemerintah tersebut diharapkan dapat meningkatkan taraf
pendidikan penduduk yang dicerminkan dengan rata-rata lama sekolah penduduk
usia 15 tahun keatas menjadi 8,37 tahun dan angka melek aksara kelompok usia yang
sama menjadi 94,5 persen. Di samping itu, juga diharapkan target angka partisipasi
murni (APM) SD/MI dapat mencapai sekitar 90,63 persen, APM SMP/MTs sekitar
80,79 persen, APM SMA/SMK/MA sekitar 58,18 persen, dan angka partisipasi kasar
(APK) pendidikan tinggi sekitar 29,68 persen. Selain itu, juga diharapkan target
SMA/SMK yang memiliki sarana dan prasarana sesuai standar nasional pendidikan
(SNP) masing-masing dapat mencapai sekitar 75 persen, jumlah guru yang
berkualifikasi S1/D-IV masing-masing mencapai sekitar 1,0 juta guru SD, 504 ribu
guru SMP dan 251 ribu guru SMA, serta jumlah dosen program sarjana yang
berkualifikasi minimal S2 sekitar 150 ribu dosen dan dosen program pascasarjana
yang berkualifikasi minimal S3 sekitar 29,5 ribu dosen.
-L.35-
-L.36-
-L.37-
tahun 2019. Jumlah alokasi anggaran yang relatif tidak meningkat tajam tersebut
karena tahun 2015 ini adalah baseline budget.
Untuk itu, anggaran Kementerian Pertanian tahun 2015 dikonsentrasikan pada
kegiatan-kegiatan yang menjadi faktor pengungkit bagi pencapaian sasaran
pembangunan nasional. Pembangunan pertanian akan fokus pada pengembangan
komoditas di lokasi kawasan andalan. Pendekatan kawasan dibangun dengan
mengembangkan kawasan yang sudah ada maupun mengembangkan kawasan baru.
Pengembangan kawasan diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
kawasan secara terpadu dan multiyears. Pendekatan kawasan ini juga dilakukan
dalam rangka mendukung koridor pengembangan ekonomi Indonesia (KPEI) yaitu
pengembangan sentra kelapa sawit dan karet di koridor Sumatera dan koridor
Kalimantan, industry pangan di koridor pulau Jawa, sentra padi, singkong, jagung
dan kakao di koridor Sulawesi, sentra jagung di koridor Bali-Nusa Tenggara serta
sentra pangan dan perkebunan di koridor Papua-Maluku. Selama lima tahun ke
depan, dalam membangun pertanian di Indonesia, Kementerian Pertanian
mencanangkan empat sasaran strategis yaitu: (1) peningkatan ketahanan pangan; (2)
pengembangan ekspor dan substitusi impor produk pertanian; (3) pengembangan
penyediaan bahan baku bio industri dan bio energi; dan (4) peningkatan
kesejahteraan petani.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Fraksi
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) agar kebijakan anggaran Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) mendapatkan prioritas yang tinggi, besaran iuran PBI
agar perlu dikaji ulang agar layak dan memadai, serta persiapan beroperasinya BPJS
Ketenagakerjaan dapat kami sampaikan hal-hal sebagai berikut. Pemerintah
menyadari dan berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan bagi masyarakat terutama untuk masyarakat miskin dan tidak mampu
melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagaimana diamanatkan
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial. Berbagai upaya yang telah dan akan terus dilakukan Pemerintah
diantaranya adalah dengan meningkatkan jumlah fasilitas layanan kesehatan untuk
peserta PBI dengan menambah jumlah Puskesmas dan ruang rawat inap kelas III di
rumah sakit-rumah sakit Pemerintah, termasuk di daerah perbatasan dan pulaupulau kecil terluar yang berpenduduk, serta memperluas jaringan pelayanan
kesehatan JKN dengan rumah sakit-rumah sakit swasta. Hal ini perlu dilakukan agar
ketersediaan fasilitas kesehatan (supply side) untuk pelayanan kesehatan kepada
masyarakat miskin dan tidak mampu tersebut dapat mencukupi.
-L.38-
Selanjutnya, terkait dengan besaran premi PBI peserta JKN, Pemerintah juga tetap
memperhatikan kesesuaian antara anggaran yang disediakan dengan layanan yang
diberikan. Dalam RAPBN 2015, alokasi anggaran untuk PBI JKN sebesar Rp 19,9
triliun bagi 86,4 juta jiwa PBI peserta JKN cukup memadai dengan
mempertimbangkan pengaruhnya terhadap ketahanan fiskal, khususnya untuk
RAPBN 2015 dan keseimbangan dengan besaran iuran jaminan kesehatan bagi non
PBI agar tidak menjadi masalah sosial dalam penerapannya. Berdasarkan hal
tersebut, Pemerintah tidak menutup kemungkinan untuk melakukan penyesuaian
anggaran PBI tersebut apabila alokasi anggaran yang disediakan dipandang masih
belum memadai untuk pemberian pelayanan kesehatan yang optimal.
Namun demikian, penyesuaian besaran iuran PBI harus dilakukan setelah dilakukan
evaluasi secara menyeluruh sesuai dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 111
Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013
tentang Jaminan Kesehatan dan kebutuhan untuk memperbaiki penyelenggaraan
program jaminan kesehatan itu sendiri. Melalui evaluasi menyeluruh ini, akan
diketahui apakah iuran PBI dan bahkan iuran kelompok peserta yang lain sudah
memadai. Selain hal tersebut, Pemerintah juga terus melakukan evaluasi terhadap
pelaksanaan SJSN Kesehatan, baik terhadap fasilitas kesehatan (Puskesmas, Klinik
Kesehatan dan lain sebagainya) maupun Rumah Sakit Pemerintah.
Selanjutnya, terkait dengan mulai beroperasinya BPJS ketenagakerjaan pada bulan
Juli tahun 2015 dapat pula kami sampaikan penjelasan sebagai berikut.
Pada tanggal 1 Juli 2015 BPJS Ketenagakerjaan akan menyelenggarakan 4 program,
yaitu: (1) jaminan kecelakaan kerja (JKK); (2) jaminan hari tua (JHT); (3) jaminan
pensiun (JP); dan (4) jaminan kematian (JKM) yang dulunya diselenggarakan oleh
PT Jamsostek. Saat ini, PT Jamsostek telah berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan
dan PT Jamsostek telah dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan semua aset dan
liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Jamsostek menjadi aset dan liabilitas
serta hak dan kewajiban hukum BPJS Ketenagakerjaan, serta semua pegawainya
menjadi pegawai BPJS Ketenagakerjaan. Keempat program tersebut akan
diselenggarakan bagi seluruh pekerja, yang dilaksanakan secara bertahap.
Kepesertaan wajib dalam program tersebut akan meliputi peserta penerima upah,
baik pekerja yang bekerja pada penyelenggara negara maupun bukan penyelenggara
negara, serta peserta bukan penerima upah, seperti antara lain pekerja di luar
hubungan kerja atau pekerja mandiri.
Dengan berdirinya BPJS Ketenagakerjaan tersebut, Pemerintah sebagai pemberi
kerja juga berkewajiban untuk mendaftarkan seluruh pegawainya (Penerima
Penghasilan dari Pemerintah) sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Untuk itu,
-L.39-
-L.40-
-L.41-
-L.42-
2008 tentang SPIP, serta melakukan identifikasi dan penilaian terhadap risiko
atas setiap kegiatan sehingga risiko yang timbul dapat dihindari atau
diminimalkan.
Terkait dengan pandangan Fraksi Partai Amanat Nasional mengenai sistem
penganggaran terintegrasi, dapat disampaikan bahwa pada tahun 2014 Pemerintah
melakukan melakukan evaluasi atas perubahan proses bisnis penganggaran dan
perbaikan atas proses penyusunan RKA-K/L melalui penerbitan PMK Nomor
136/PMK.02/2014 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana kerja dan
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Dengan adanya PMK tersebut, Aparat
Pengawas Internal Pemerintah (APIP) K/L memiliki peran besar untuk memperkuat
governance dan akuntabilitas atas proses perencanaan pada masing-masing unit
kerja di lingkungannya. Adapun tujuan pengaturan tersebut antara lain:
(1) standardisasi format dan dokumen yang digunakan dalam penyusunan RKA-K/L,
dokumen penelaahan, lembar persetujuan Komisi DPR, dan dokumen hasil
penelaahan RKA-K/L, dan (2) penyesuaian proses bisnis berkaitan dengan proses
validasi, penelaahan RKA-K/L (antara tatap muka dan on-line), proses persetujuan
(approval), dan penetapan DHP RKA-K/L. Selain itu, dapat disampaikan bahwa
dalam rangka penyederhanaan proses penelaahan RKA-K/L, telah dikembangkan
penelaahan RKA-K/L secara on-line dan penerapannya dilaksanakan secara
bertahap. Untuk TA 2015, telah ditetapkan sebanyak 43 K/L yang akan
melaksanakan penelaahan RKA-K/L secara online.
Disamping itu, saat ini Pemerintah sedang melaksanakan piloting Sistem
Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), yakni sistem yang mengintegrasikan
sistem
perbendaharaan
dan
anggaran
negara
sampai
dengan
pertanggungjawabannya. Implementasi Integrated Financial Management System
dimaksud akan segera dilakukan secara penuh. SPAN bukan saja mengintegrasikan
keseluruhan fase keuangan negara mulai dari penganggaran, pencairan dan
pertanggungjawaban, namun juga telah menyederhanakan proses bisnis sehingga
lebih efisien, cepat, transparan dan akuntabel. Data dapat diambil secara cepat,
namun valid dengan sistem informasi yang terintegrasi. Penyederhanaan proses
bisnis dapat mendorong percepatan pelaksanaan anggaran yang pada gilirannya
diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perbaikan tingkat penyerapan
anggaran. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 45 Tahun
2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
Peraturan Menteri Keuangan nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara
Pembayaran dalam Rangka Pelaksanaan APBN. Kedua peraturan tersebut telah
mengatur sistem pengelolaan keuangan negara yang sangat sederhana, fleksibel
namun tetap mengedepankan akuntabilitas dan governance yang baik.
-L.43-
-L.44-
-L.45-
-L.46-
-L.47-
untuk pembiayaan kegiatan operasional SKK Migas tahun 2015, telah dicadangkan
dalam RAPBN 2015 yang menjadi bagian dari belanja pemerintah pusat.
Sehubungan dengan pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai
Pembayaran Bunga Utang, dapat kami sampaikan penjelasan sebagai berikut.
Pembayaran Bunga Utang merupakan konsekuensi yang harus dipenuhi oleh
Pemerintah sebagai akibat dari pengadaan/penerbitan utang yang baru ataupun
utang yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya, baik yang bersumber dari
dalam negeri maupun luar negeri. Dalam RAPBN 2015, Pembayaran Bunga Utang
direncanakan sebesar Rp154,0 triliun. Meskipun Pembayaran Bunga Utang secara
nominal terlihat meningkat, akan tetapi secara rasio Pembayaran Bunga Utang
terhadap alokasi belanja Pemerintah Pusat mengalami kecenderungan penurunan
yang terlihat dalam beberapa tahun terakhir, yaitu dari sebesar 12,67 persen
terhadap realisasi APBNP tahun 2010 menjadi 11,2 persen terhadap RAPBN tahun
2015. Penurunan rasio tersebut utamanya disebabkan oleh pengelolaan utang yang
dilakukan dengan penuh kehati-hatian (prudent), termasuk ketepatan waktu dan
ketepatan jumlah pembayaran kewajiban/bunga utang, penerbitan SBN dengan
pemilihan tenor pendek. Di samping itu, perbaikan rating Indonesia dari level Ba1
menjadi Baa3 dengan outlook stable pada tahun 2013 menunjukkan kepercayaan
pasar akan prospek perekonomian Indonesia yang lebih baik dan penurunan imbal
hasil (yield) penerbitan SBN yang cukup signifikan. Pemerintah berupaya
mengendalikan beban bunga utang antara lain melalui restrukturisasi utang (debt
switching dan buyback SBN yang memiliki tingkat kupon yang tinggi yang ditujukan
untuk mengurangi jumlah biaya yang akan ditanggung Pemerintah), pemilihan seri
dan waktu yang tepat dalam melakukan penarikan/penerbitan utang, dan
mengutamakan pembiayaan luar negeri dari kreditur multilateral dan bilateral yang
berbunga relatif rendah.
Dapat pula disampaikan bahwa Pembayaran Bunga Utang setiap tahunnya
mengalami fluktuasi. Hal ini disebabkan oleh penyesuaian yang harus dilakukan
terkait dengan jadwal Pembayaran Bunga Utang dan realisasi asumsi makro
ekonomi yang mempengaruhinya, seperti nilai tukar mata uang rupiah terhadap
mata uang asing utamanya dolar AS dan tingkat bunga referensi yang digunakan.
Terkait dengan penerbitan SBN neto, hal tersebut dalam jangka pendek sangat
ditentukan oleh kesepakatan penetapan besaran defisit antara DPR RI dengan
Pemerintah, dan ketersediaan sumber-sumber pembiayaan nonutang. Oleh karena
itu, sepanjang DPR RI dan Pemerintah menyepakati pembiayaan utang untuk
menutup defisit APBN dan asumsi ekonomi makro yang mempengaruhi
berfluktuasi, maka Pembayaran Bunga Utang akan ikut mengalami perubahan.
-L.48-
-L.49-
-L.50-
-L.51-
surya khususnya di pulau-pulau terdepan yang berbatasan dengan negara lain dan
mensubstitusi PLTD di daerah-daerah terisolasi; (viii) melakukan pengawasan
terhadap kegiatan investasi pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan; dan (ix)
melakukan transisi formulasi perhitungan subsidi listrik, dari cost plus margin
menjadi performance based regulatory untuk meningkatkan akuntabilitas
pemberian subsidi dan efisiensi PT PLN (Persero).
Dengan berbagai kebijakan tersebut, anggaran subsidi energi diharapkan dapat
dikendalikan pada tingkat yang aman sehingga APBN lebih terjaga dan sustainable.
Pemerintah sependapat dengan pandangan dari Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera yang menghendaki agar Pemerintah ke depan harus serius
merealisasikan program ketahanan dan kedaulatan pangan dengan alokasi anggaran
yang memadai. Dalam RAPBN 2015, Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk
subsidi pupuk sebesar Rp35,7 triliun. Jumlah tersebut lebih tinggi Rp14,7 triliun bila
dibandingkan pagunya dalam APBNP tahun 2014 sebesar Rp21,0 triliun. Penyediaan
anggaran subsidi pupuk tersebut ditujukan dalam rangka mendukung program
ketahanan pangan nasional dan membantu petani mendapatkan pupuk dengan
harga terjangkau.
Menanggapi pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengenai kuota
subsidi energi, diversifikasi energi, dan kebijakan subsidi BBM terkait supply-side
management dan demand-side management, dapat disampaikan penjelasan sebagai
berikut. Pemerintah berupaya agar anggaran subsidi energi dapat dikendalikan pada
kondisi yang manageable melalui efisiensi anggaran subsidi dan diversifikasi energi
melalui pengembangan energi baru terbarukan (misalnya: Bahan Bakar Nabati
(BBN) dan Bahan Bakar Gas (BBG)). Pemerintah menyadari bahwa pola subsidi
BBM yang ada pada saat ini, masih perlu terus disempurnakan agar subsidi BBM
lebih dapat dinikmati oleh masyarakat yang kurang mampu. Untuk itu, dari sisi
supply, volume konsumsi BBM bersubsidi perlu dikendalikan dan dikurangi secara
bertahap. Dalam kaitan ini, Pemerintah telah dan sedang melakukan beberapa upaya
agar volume konsumsi BBM bersubsidi dapat dikurangi, antara lain dengan
mengurangi volume minyak tanah bersubsidi melalui program konversi minyak
tanah (mitan) bersubsidi ke LPG tabung 3 Kg. Program konversi mitan ke LPG
tabung 3 Kg, di satu sisi, dapat lebih tepat sasaran karena dapat dinikmati oleh
masyarakat kurang mampu, di sisi lain juga menghasilkan penghematan atas beban
belanja subsidi.
Di samping itu, Pemerintah juga melakukan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi
dengan diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2013, antara lain
melarang kendaraan dinas, sektor perkebunan, dan sektor pertambangan
-L.52-
-L.53-
dengan subsidi BBM dan subsidi listrik antara lain melalui: (i) penyesuaian harga
BBM bersubsidi; (ii) peningkatan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi, antara
lain melalui pelarangan BBM bersubsidi untuk kendaraan dinas, sektor perkebunan
dan pertambangan; (iii) kebijakan pemanfaatan bahan bakar nabati dan pemakaian
bahan bakar gas untuk transportasi terus ditingkatkan baik dari sisi regulasi maupun
aspek teknis; (iv) peningkatan pengawasan penyaluran BBM bersubsidi bekerjasama
dengan pemerintah daerah dan aparat hukum yang berwenang, serta penggunaan
teknologi tertentu untuk meningkatkan pengawasan penggunaan BBM bersubsidi;
dan, (v) penghapusan subsidi listrik untuk pelanggan pada berbagai kelompok tarif
tertentu secara bertahap sehingga lebih tepat sasaran.
Sementara itu, untuk subsidi non energi terdapat beberapa kebijakan yang dilakukan
antara lain: (i) subsidi pangan (subsidi raskin) ada pengaturan kembali jumlah
Rumah Tangga Sasaran (RTS) berdasarkan basis data terpadu yang dikeluarkan oleh
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), (ii) subsidi pupuk
dengan penyempurnaan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), dan (iii)
subsidi benih yang dialokasikan berdasarkan Daftar Usulan Pembeli Benih
Bersubsidi (DUPBB).
D. DESENTRALISASI
DAERAH
FISKAL
DAN
PENGELOLAAN
KEUANGAN
-L.54-
-L.55-
-L.56-
Pengalihan bagian anggaran K/L yang membiayai urusan daerah ke DAK sejak tahun
2008 sampai dengan tahun 2013 yang mencapai Rp6,5 triliun. Pada Tahun 2008
anggaran yang dialihkan berasal dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Rp1,7 triliun, Kementerian Kesehatan Rp0,5 triliun, Kementerian Pekerjaan Umum
Rp2,0 triliun, serta BKKBN dan Kementerian Kehutanan masing-masing Rp0,1
triliun. Selanjutnya pada tahun 2009 dialihkan anggaran dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian
Pembangunan Daerah Tertinggal masing-masing Rp1,0 triliun, Rp0,05 triliun, dan
Rp0,09 triliun. Pada tahun 2010 juga dialihkan bagian anggaran dari Kementerian
Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertanian, dan Kementarian Pembangunan
Daerah Tertinggal, masing-masing sebesar Rp0,275 triliun, Rp0,2 triliun, dan Rp0,1
triliun. Sementara itu pada tahun 2013 juga dialihkan anggaran dari Kementerian
Pertanian sebesar Rp0,417 triliun ke DAK. Pada proses pengalihan untuk tahun
anggaran 2014, Pemerintah telah melakukan identifikasi pada berbagai anggaran
dekonsentrasi/tugas pembantuan yang masih mendanai urusan Daerah pada 33
K/L. Dari hasil identifikasi tersebut tidak ada lagi anggaran dekonsentrasi/tugas
pembantuan yang dialihkan menjadi DAK karena sebagian besar anggaran
dekonsentrasi/tugas pembantuan sudah tidak lagi mendanai urusan daerah.
Selain pengalihan anggaran K/L yang membiayai urusan daerah ke DAK, juga
dialihkan bagian anggaran dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu
Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD sejak tahun 2009, Dana Tunjangan Profesi
Guru PNSD sejak tahun 2010, dan Bantuan Operasional Sekolah sejak tahun 2011.
Beberapa kendala yang dihadapi terkait dengan pengalihan dana dekonsentrasi dan
Tugas Pembantuan ke DAK adalah sebagai berikut:
a. Aturan Pembagian urusan yang dianggap kurang jelas (PP No. 38/2007) bagi
Kementerian Negara/Lembaga dan DPR Komisi terkait serta pemangku
kepentingan lainnya.
b. Adanya kekhawatiran beberapa pihak akan kurang efektifnya pengalihan karena
adanya indikasi Pemerintah Daerah tidak menjalankan program kerja sesuai
rencana yang menjadi target/prioritas KL serta menjadi prioritas nasional,
dimana hal tersebut terkait dengan kontrak kinerja Kementerian
Negara/lembaga yang bersangkutan.
c. Adanya kewajiban cost sharing pada DAK yang kemungkinan memberatkan kas
daerah (APBD).
d. Selain itu peraturan perundangan yang mengatur bahwa DAK merupakan
kegiatan fisik juga menjadi penghambat pengalihan dana dekonsentrasi karena
sebagian dana dekonsentrasi bersifat non fisik.
-L.57-
Selanjutnya, untuk menjaga agar tidak ada lagi urusan-urusan daerah yang masih
didanai oleh K/L melalui mekanisme dekonsentrasi/tugas pembantuan, maka saat
ini Pemerintah telah mengajukan RUU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
sebagai pengganti UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam RUU tersebut diatur larangan
dan pemberian sanksi kepada K/L yang masih mendanai urusan daerah. Dengan
penerapan sanksi tersebut diharapkan proses pengalihan tersebut berjalan lebih
efektif.
Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Kebangkitan
Bangsa, dan Fraksi Partai Gerindra berkaitan dengan alokasi Dana Desa yang
sangat tidak memadai dan perlu ditingkatkan dalam RAPBN 2015, serta
implementasi pelaksanaan Dana Desa bisa dilakukan secara baik dan agar tidak
terjadi penyimpangan dimana Dana Desa tersebut ditujukan untuk dapat
mendorong kemandirian desa dan kesejahteraan masyarakat desa pada umumnya.
Perkembangan desentralisasi fiskal yang dinamis telah menjadikan desa menjadi
berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan
agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis. Kondisi tersebut diharapkan
dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan
pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Atas dasar itu,
pada tahun 2014 Pemerintah bersama-sama dengan DPR telah menetapkan UU
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. UU tersebut antara lain ditujukan untuk
meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat
perwujudan kesejahteraan umum, memajukan perekonomian masyarakat desa serta
mengatasi kesenjangan pembangunan nasional, dan memperkuat masyarakat desa
sebagai subjek pembangunan.
Dapat kami sampaikan bahwa, alokasi Dana Desa yang bersumber dari APBN
merupakan belanja pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis desa secara
merata dan berkeadilan. Besaran alokasi anggaran yg peruntukannya langsung ke
desa ditentukan 10% dari dan diluar dana transfer ke daerah (on top) secara
bertahap. Berkaitan dengan hal tersebut, Dana Desa mulai dialokasian dalam
RAPBN Tahun Anggaran 2015 sebagai tahun pertama dan tahun transisi
pengalokasian dengan mempertimbangkan kemampuan APBN dan kesesuaian
belanja Kementerian Negara/Lembaga yang berbasis desa dengan tetap
memperhatikan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program yang direalokasikan.
Alokasi Dana Desa yang bersumber dari RAPBN dalam tahun 2015 adalah sebesar
Rp9,1 triliun.
-L.58-
Dalam tahap awal masa transisi pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
alokasi Dana Desa sebesar Rp9,1 triliun merupakan pola PNPM Mandiri yang
berasal dari pengalihan Program/Kegiatan K/L dari Kementerian Dalam Negeri dan
Kementerian Pekerjaan Umum, dimana dokumen yang digunakan dalam proses
identifikasi tersebut adalah dokumen Kesepakatan Tiga Pihak dan Renja K/L TA
2015, karena pada tahap Pagu Indikatif belum terdapat dokumen RKA-K/L.
Pengalihan anggaran PNPM Mandiri tersebut, dilakukan dengan pertimbangan
bahwa selama ini program tersebut cukup efektif untuk meningkatkan
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa, dengan melibatkan masyarakat
desa dalam proses perencanaan dan pelaksanaan, serta didukung dengan pola
pendampingan teknis pelaksanaan kegiatan dari K/L teknis terkait. Untuk itu
pelaksanaan Dana Desa dalam RAPBN 2015 akan mengadopsi pola PNPM Mandiri
tersebut. Dalam RAPBN 2015 juga diperlukan adanya dana pendukung pada K/L
teknis terkait untuk melakukan pendampingan kepada perangkat desa dalam
melakukan perencanaan, penganggaran program dan kegiatan, dan pengelolaan
keuangan desa, termasuk pelaksanaan pelaporan kegiatan. Diharapkan apabila
perangkat desa dan masyarakat desa sudah mempunyai kesiapan yang memadai,
baik dari sisi pengelolaan keuangan dan kegiatan yang mencakup aspek
perencanaan, penganggaran program/kegiatan, pelaksanaan kegiatan, pelaporan
dan pertanggungjawaban, maupun dari sisi kelembagaan, alokasi Dana Desa dapat
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan kemampuan fiskal nasional sehingga dapat
memenuhi amanat UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Selain Dana Desa yang bersumber dari APBN, setiap desa juga mendapat alokasi
dana yang bersumber dari APBD kabupaten/kota berupa: a). Bagian hasil Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Kabupaten/Kota paling sedikit 10%; b).
Alokasi Dana Desa (ADD) paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang diterima
kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus; dan c). Bantuan keuangan
dari APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota. Dapat kami sampaikan juga bahwa,
Dana Desa juga bersumber dari; a) pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha,
hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli
Desa; b) hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan c) lainlain pendapatan Desa yang sah. Dengan demikian, secara keseluruhan sumber dana
yang tersedia untuk desa baik dari APBN dan APBD, relatif memadai setiap
tahunnya untuk melaksanakan kewenangan desa.
Dalam rangka implementasi pelaksanaan Dana Desa agar bisa dilakukan secara baik
dan tidak terjadi penyimpangan dan sesuai dengan amanat UU Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, Pemerintah telah menerbitkan 2 (dua) Peraturan Pemerintah, yaitu:
a) PP Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
-L.59-
-L.60-
-L.61-
3) PDAM
-L.62-
-L.64-
pendapatan dalam negeri, menjaga komposisi utang dalam batas aman; dan (iv)
memprioritaskan pengembangan pasar perdana SBN domestik, pengembangan
pasar sekunder SBN, serta pengembangan instrumen SBN.
Sementara itu untuk mengahadapi faktor risiko dari luar maka Pemerintah
mengupayakan antara lain: (a) mengendalikan pinjaman luar negeri melalui
kebijakan negative net flow secara konsisten; (b) komitmen pinjaman kegiatan
(project loan) baru diarahkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan
energi serta membiayai pembelian barang yang belum dapat diproduksi di dalam
negeri dalam rangka alih teknologi; dan (c) meningkatkan kualitas persiapan
kegiatan dan pengadaan pinjaman luar negeri.
Terkait pemenuhan pembiayaan utang yang bersumber dari domestik, kiranya dapat
dijelaskan bahwa Pemerintah sependapat dengan pendapat dari Fraksi Partai
Gerakan Indonesia Raya dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.
Upaya yang dilakukan Pemerintah dalam mendukung kebijakan tersebut adalah
mengupayakan agar porsi pembiayaan utang dari dalam negeri lebih dominan dari
waktu ke waktu. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong upaya pencapaian
kemandirian bangsa dengan mengoptimalkan potensi dalam negeri, dan untuk
meningkatkan pengelolaan makro ekonomi yang sehat dengan memaksimalkan
partisipasi investor dalam negeri, termasuk untuk mendorong program financial
inclusion.
Mengenai pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terkait dengan
pemanfaatan instrumen sukuk negara untuk membiayai proyek-proyek pemerintah
serta untuk meningkatkan country ownership kiranya dapat dijelaskan bahwa sukuk
berbasis proyek atau sukuk proyek dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pertama,
sukuk yang diterbitkan dengan menggunakan DIPA proyek sebagai underlying asset
atau project underlying; dan kedua, sukuk yang diterbitkan untuk mendanai proyek
baru dalam APBN atau project financing. Pemerintah telah mulai menerbitkan
sukuk dengan skema underlying project pada tahun 2012. Untuk tahun 2013,
Pemerintah telah menerbitkan SBSN berbasis proyek (project financing sukuk)
sebesar Rp800 miliar untuk membiayai proyek infrastruktur transportasi, yakni
proyek pembangunan jalur ganda (double track) Lintas CirebonKroya.Untuk tahun
2014, jumlah penerbitan SBSN berbasis proyek meningkat menjadi Rp1.571,0 miliar
yang digunakan untuk membiayai kelanjutan pembangunan jalur ganda (double
track) lintas CirebonKroya sebesar Rp745,0 miliar, pembangunan railway
electrification and double-double tracking of Java main line project sebesar
Rp626,0 miliar, dan untuk proyek revitalisasi asrama haji sebesar Rp200,0 miliar.
Untuk tahun 2015, Pemerintah merencanakan untuk menerbitkan SBSN berbasis
proyek sebesar Rp7.459,8 miliar untuk membiayai berbagai proyek pembangunan di
-L.65-
-L.66-
upaya-upaya yang telah dan akan dilakukan Pemerintah untuk mengurangi Obligasi
Rekap tersebut antara lain program penukaran Obligasi (debt switch) maupun
pelunasan sebelum jatuh tempo (cash buyback) yang dilakukan sekaligus dalam
rangka peningkatan likuiditas SUN.
Pemerintah sependapat dengan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang meminta
agar Pemerintah menjaga kesinambungan pembiayaan dalam negeri dan
mengoptimalkan hasil pengelolaan aset dan investasi serta piutang-piutang negara
yang bermasalah agar dapat menjadi penerimaan negara. Pemerintah senantiasa
berupaya agar porsi pembiayaan dalam negeri lebih dominan dari waktu ke waktu.
Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong upaya pencapaian kemandirian bangsa
dengan mengoptimalkan potensi dalam negeri, dan dalam rangka meningkatkan
pengelolaan makro ekonomi yang sehat dengan memaksimalkan partisipasi investor
dalam negeri.
Selain itu Pemerintah juga telah berupaya untuk melakukan optimalisasi sumbersumber pembiayaan dalam negeri, antara lain: (1) Hasil Pengelolaan Aset, melalui
optimalisasi pengelolaan aset yang ada sesuai dengan kebijakan pengelolaan aset
yang berlaku saat ini sekaligus secara simultan mengupayakan berbagai penyelesaian
yang ada melalui koordinasi dengan pihak-pihak terkait khususnya Badan
Pertanahan Nasional, serta penyusunan ketentuan pengelolaan aset yang baru dalam
rangka mengakomodir perkembangan yang ada, (2) Piutang Negara yang berasal
dari Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman (NPPP)/Subsidiary Loan Agreement
(SLA) dan Perjanjian Pinjaman Rekening Dana Investasi (RDI), melalui penagihan,
penyelesaian piutang negara, konversi piutang negara menjadi PMN BUMN,
konversi utang menjadi investasi pada Pemerintah Daerah dan PDAM, dan
penyerahan pengurusan piutang kepada PUPN, (3) Piutang negara yang telah
diserahkan pengurusannya melalui PUPN, melalui mekanisme penyitaan dan
pelelangan atas barang jaminan, penebusan barang jaminan milik penjamin hutang,
penjualan barang jaminan milik penanggung hutang di luar lelang, dan pemberian
keringanan hutang.
Terkait pandangan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat yang tidak menyetujui
terhadap penetapan defisit pada setiap penyusunan postur APBN termasuk RAPBN
2015, kiranya dapat dijelaskan sebagai berikut. Sesuai dengan amanat UndangUndang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara, APBN disusun sesuai
dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam
menghimpun pendapatan negara. Dalam menyusun RAPBN setiap tahun,
Pemerintah selalu berupaya untuk mengoptimalkan pendapatan dan meningkatkan
efisiensi di dalam pengeluaran negara, termasuk belanja pegawai. Namun,
Pemerintah menyadari bahwa kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara
-L.67-
-L.68-