You are on page 1of 7

Tumor Klatskin merupakan suatu cholangiocarcinoma tipe ekstrahepatik.

Tumor ini
merupakan tumor yang terdapat pada sistem duktus biliaris.
Cholangiocarcinoma adalah suatu keganasan dari sistem duktus biliaris yang berasal dari
hati dan berakhir pada ampulla vateri. Jadi proses keganasan ini dapat terjadi sepanjang
sistem saluran biliaris, baik intrahepatik atau ekstrahepatik. Penyakit ini merupakan jenis
tumor hati terbanyak kedua di Indonesia setelah karsinoma hepatoseluler. Semua
cholangiocarcinoma pertumbuhannya lambat, infiltratif lokal, dan metastasenya lambat.
Setiap tahun di AS tercatat 2.500 kasus penyakit tumor Klatskin dibandingkan dengan
5.000 kasus untuk kanker kandung empedu dan 15.000 kasus untuk kanker
hepatoseluler. Prevalensi tertinggi terdapat di kalangan orang Asia (10 kali lebih banyak)
yang diakibatkan oleh infeksi parasit kronik endemik.
Peranan pemeriksaan radiologis sebagai salah satu komponen penunjang diagnosis
sangatlah penting. Beberapa teknik yang sering digunakan adalah USG abdomen, CTscan, cholangiography dan ERCP.
Dengan teknik pemeriksaan radiologi yang semakin berkembang, diharapkan diagnosa
untuk tumor Klatskin dapat ditegakkan secara dini, sehingga dapat meningkatkan
derajat keberhasilan terapi dan menurunkan angka mortalitas pada pasien-pasien
dengan tumor Klatskin.
1. Defenisi
Cholangiocarcinoma adalah suatu tumor ganas dari duktus biliaris atau saluran empedu.
Hal ini ditandai dengan perkembangan yang abnormal dari saluran empedu intrahepatik
dan ekstrahepatik. Tumor keras dan berwarna putih, merupakan tumor kelenjar yang
berasal dari epitel saluran empedu. Sel-sel tumor mirip dengan epitel saluran empedu.
Lebih dari 90 % kasus merupakan adenokarsinoma dan sisanya adalah tumor sel
squamosa. Cholangiocarcinoma ditemui dalam 3 daerah, yaitu intrahepatik,
ekstrahepatik (perihiliar) dan distal ekstrahepatik. Dari semuanya, tumor perihilar yang
disebut dengan tumor Klatskin (terjadi pada bifurcatio duktus hepatica/biliaris kanan dan
kiri), adalah yang paling sering dan tumor intrahepatik adalah yang paling jarang.
2. Epidemiologi
Angka kejadian tertinggi terdapat pada pria, dengan angka perbandingan pria : wanita =
5:1, dengan usia 60 tahun. Setiap tahun di AS tercatat 2.500 kasus penyakit tumor
Klatskin dibandingkan dengan 5.000 kasus untuk kanker kandung empedu dan 15.000
kasus untuk kanker hepatoseluler. Prevalensi tertinggi terdapat di kalangan orang Asia
(10 kali lebih banyak) yang diakibatkan oleh infeksi parasit kronik endemik.
3. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Faktor penyebab dari semua kanker saluran empedu masih tetap tidak dapat ditentukan
dengan pasti. Proses inflamasi kronis, seperti padaPrimary Sclerosing Cholangitis (PSC)
atau infeksi parasit kronis diduga mempunyai peranan dalam menginduksi hyperplasia.
Proliferasi kronis diduga mempunyai peranan dalam menginduksi hiperplasia, proliferasi

seluler dan terutama transformasi maligna. Sedangkan batu empedu, hepatitis kronis
dan sirosis bukan merupakan faktor resiko terjadinya penyakit ini.
a. Sclerosing Primer Cholangitis (PSC)
Merupakan suatu penyakit autoimun yang menyebabkan cacat jaringan sehingga terjadi
penyempitan duktus biliaris dan menghambat aliran empedu ke usus. Kalau proses ini
terjadi berulang-ulang maka akan terjadi proses iritasi kronis sehingga kecenderungan
untuk terjadinya kanker akan menigkat.
Pasien yang mengalami pencangkokan hati untuk PSC, 10-30% mempunyai tumor
Klatskin tak terduga pada spesimen hepatektomi. Antigen Carcinoembryonic (CEA) dan
karbohidrat antigen 19-9 di dalam kombinasi mempunyai suatu kepekaan 66% dan
spesifitas 100% dalam mendiagnosis cholangiocarcinoma pada pasien dengan PSC.
b. Inflamatory Bowel Disease
Ada hubungan antara tumor Klatskin dengan kolitis ulseratif. Biasanya tumor ini dapat
ditemukan pada pasien-pasien dengan kolitis ulseratif kronis. Mayoritas pasien dengan
PSC yang memiliki tumor Klatskin, mempunyai ulseratif radang usus besar. Timbulnya
tumor Klastkin pada pasien dengan ulceratif radang usus besar dan PSC, meningkat
lebih lanjut jika mereka memiliki malignansi kolorektal. Pasien dengan PSC secara klinis
mengalami pembusukan lebih cepat, jaundice, kehilangan berat/beban, dan kegelisahan
abdominal (pada kasus dilatasi biliaris intrahepatic dengan USG
abdomen suspect cholangiocarcinoma).
c. Infestasi Parasit
Di negara-negara Asia Timur (China, Hongkong, Korea, Jepang),Clonorchis
sinensis (suatu cacing trematoda hati pada domba) merupakan penyebab terjadinya
tumor Klatskin (20% dari tumor hati primer).
Di Asia Tenggara, infeksi kronis cacing pita, Clonorchis sinensis danOpisthorochis
viverrini (sering ditemukan di Thailand, Laos, dan Malaysia Barat) mempunyai hubungan
kausal yang erat dengan tumor Klatskin.
Infeksi parasit biasanya terjadi ketika seseorang mengkonsumsi ikan yang mengandung
kista cacing pipih. Cacing pipih dewasa bermigrasi ke duktus biliaris dimana cacing ini
akan merusak dinding duktus. Jenis cacing yang paling banyak menyebabkan sumbatan
adalah Clonorchis sinensis.
d. Paparan Material Beracun dan Obat-Obatan
Paparan zat kimia telah berimplikasi dalam perkembangan kanker saluran empedu
ekstrahepatik. Biasanya hal ini terjadi pada pekerja di bidang penerbangan, plastik dan
industri wood finishing. Tumor Klastkin juga dapat terjadi beberapa tahun setelah
penggunaan thorium dioxide(thorofrast) yaitu suatu zat yang digunakan pada sinar X,
pemaparan radionuklida, obat kontrasepsi oral, methyldopa, dan isoniazid, serta segala
zat karsinogenik (misalnya, arsenic, dioxin, nitrosamine, polychlorinated biphenyls).
e. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital dari cabang-cabang bilier termasuk kista koledokal dan Carolis
disease (dilatasi kistik) juga berhubungan dengan tumor Klatskin.
4. Tipe Morfologi
a.

Tipe Obstruktif/Nodular Thickening (obstruksi berbentuk huruf u/v, saluran

empedu secara fokal menebal, bila terlihat adanya massa mural).


b.

Tipe Stenotik/Infiltratif (tipe ini dapat terdiagnosa bila saluran empedu

menyempit dan dindingnya irregular/ lumen kaku berstriktur dengan batas


irregular dan dilatasi pre-stenotik).
c.

Tipe Polipoid/Papilare (diagnosa dapat ditegakkan bila terdapat massa

intraluminar yang umumnya menyebabkan pelebaran saluran empedu/


filling defect intraluminal dengan batas irregular).
5. Klasifikasi
Tumor Klatskin diklasifikasikan menurut Klasifikasi Bismuth-Corlette. Adapun
pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut :
a. Bismuth-Corlette type I
Tumor terbatas pada duktus hepatica komunis, dibawah percabangan. Pasien dapat
diterapi dengan reseksi beserta rekonstruski duktus bilaris karena percabangannya
masih normal
b. Bismuth-Corlette type II
Lesi tumor meluas ke percabangan di muara awal duktus hepatica kanan dan kiri. Tumor
ini masih memiliki potensial untuk direseksi.
c. Bismuth-Corlette type III-a dan III-b
Lesi tipe tumor III-a meluas ke duktus hepatica kanan dan tipe III-b meluas ke duktus
hepatica kiri.
Pasien dapat diterapi dengan reseksi lobus kanan liver.
d. Bismuth-Corlette type IV
Lesi tumor meluas ke duktus hepatica kanan dan kiri. Tumor ini tidak dapat direseksi.
6. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis
Pada gambaran makroskopis, dapat terlihat adanya massa keras berwarna putih yang
sulit dikenali dengan jelas, adanya atrofi lobus, dilatasi duktus dan invasi vascular.
Pada gambaran mikroskopis, terjadi perubahan dari epitel columnar menjadi
adenocarcinoma, yang memiliki karakteristik berupa kelenjar maligna dengan stroma
desmoplastik. Tumor ini memiliki pola pertumbuhan infiltratif dan tidak memiliki kapsul.
7. Gejala Klinis
1. Jaundice
Jaundice adalah manifestasi klinik yang paling sering ditemukan dan umumnya paling
baik dideteksi langsung dibawah sinar matahari. Obstruksi dan kolestasis cenderung
terjadi pada tahap awal jika tumor berlokasi di duktus hepatikus komunis dan duktus

koledokus. Jaundiceyang terjadi pada tahap akhir bila tumor berlokasi di perihilar atau
intrahepatik ini merupakan tanda bahwa penyakit sudah berada dalam tahap yang
parah. Hal ini terjadi oleh karena peningkatan kadar bilirubin oleh karena obstruksi.
2. Faeces berwarna kuning dempul
3. Urin berwarna gelap
4. Pruritus
5. Rasa sakit pada perut kuadran kanan atas (abdomen) dengan rasa sakit yang
menjalar ke punggung.
6. Penurunan berat badan.
8. Pemeriksaan dan Diagnosa
Selain berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang baik, maka untuk
menegakkan diagnosis tumor Klatskin diperlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut
yaitu pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.
Pada pemeriksaaan laboratorium dapat ditemukan peningkatan kadar bilirubin, alkaline
fosfatase, glutamiltransferase (GGT) dan SGOT-SGPT.
Pada pemeriksaan radiologi, beberapa teknik yang memberikan gambaran yang potensial
telah dikembangkan. Umumnya USG ataupun CT-scan dilakukan lebih dahulu diikuti
dengan salah satu tipe pemeriksaan cholangiografi.
a. USG
Tumor tampak sebagai suatu struktur yang kompleks, regular, akan lebih mudah
dipelajari bila masih agak kecil, karena batas saluran empedu masih terlihat sebagian
atau seluruhnya. Bila sudah besar dan tumbuh merusak dinding saluran empedu akan
lebih sulit untuk menegakkan diagnosis, karena sulit dibedakan dengan tumor di luar
saluran empedu.
Penyebaran dari tumor di dalam duktus biliaris ditentukan oleh pola obstruksi dari duktus
biliaris dan lokasi dimana terdapat massa di duktus. Yang dievaluasi adalah duktus
hepatikus komunis, sinistra, dekstra, dan duktus cabang dekstra/sinistra.
Berdasarkan penelitian massa tumor memberikan gambaran 65 % isoechoik, 21 %
hipoechoik dan 15 % hiperechoik dibandingkan dengan parenkim hepar.
Pada pemeriksaan USG, tumor Klatskin yang klasik bermanifestasi dalam bentuk dilatasi
segmental dan tidak menyatunya duktus hepatikus kanan dan kiri pada porta hepatica.
Untuk tipe Papilare, menyerupai massa Polipoid intraluminal; sedangkan tipe Noduler
memberikan gambaran massa halus berbatas tegas yang dihubungkan dengan
penebalan mural.
b. CT-Scan

Gambaran yang dihasilkan pada pemeriksaan CT-Scan tergantung pada lokasi dan
morfologi dari tumor. Kunci untuk menegakkan diagnosis dari lesi ekstrahepatik atau lesi
konfluens adalah dengan melihat adanya dilatasi duktus biliaris pada lokasi tumor. Massa
tumor pada tingkat obstruksi bilier dapat terlihat dengan pemeriksaan CT-Scan, tapi
kemungkinan ukurannya kecil dan tidak diidentifikasi. Untuk kasus-kasus seperti ini,
penilaian secara kasar dari dilatasi duktus tanpa terlihatnya massa, dapat mengarah ke
diagnosis yang benar untuk tumor Klatskin walaupun benign stricture atau batu
empedu kolesterol dapat memberikan gambaran yang sejenis. Tapi karena batu
umumnya menyebabkan obstruksi distal, maka saat tingkat obstruksi terjadi di bagian
bifurkasio duktus hepatikus dan bagian pancreas, maka tumor Klatskin patut dicurigai.
Bila massa tumor kecil atau terletak di sebelah distal pada sistem ekstrahepatik,
biasanya akan memberikan gambaran pendesakan jaringan lunak. Massa tumor yang
besar dapat memiliki daerah-daerah nekrosis dan densitas yang rendah. Seringkali
bagian leher dari tempat obstruksi duktus akan memberikan gambaran pendesakan dari
dinding duktus koledokus yang eksentrik sehingga mengarahkan diagnosa ke tumor
Klatskin.
Gambaran yang dihasilkan oleh CT-Scan mirip dengan USG :

Dilatasi duktus intrahepatik tanpa dilatasi dari duktus ekstrahepatik.

Terdapat massa di dalam / mengelilngi duktus pada lokasi obstruksi.

Dapat mendeteksi adanya tumor yang infiltratif.

Dapat melihat adanya tumor eksofitik

Tumor polipoid intraluminal terlihat sebagai massa isoechoik di dalam cairan


empedu.

c. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography)


ERCP adalah suatu cara pemeriksaan invasif, yang hanya dilakukan apabila ada indikasi
positif yang kuat. Biasanya merupakan langkah terakhir dari suatu seri pemeriksaan dan
dipakai untuk deteksi atau diferensiasi suatu penyakit saluran empedu atau pankreas.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk visualisasi dengan bahan kontras secara retrograde dan
mengetahui langsung saluran empedu eferen dan duktus pankreatikus dengan memakai
suatu duodenoskop yang mempunyai pandangan samping.
Duodenoskop dimasukan peroral, oleh karena itu kemungkinan adanya divertikel dan
stenosis harus dipertimbangkan kembali berdasarkan tanda-tanda klinis. Duodenoskop
ini dimasukkan sampai ke duktus biliaris lalu disemprotkan kontras (Conray-60 atau
Urografin 60%) dengan pengawasan fluoroskopi lalu dilakukan pengambilan foto X-ray.
Adapun gambaran radiologisnya :

Massa tumor intraduktal yang eksofitik (46 % ) dengan diameter 2-5mm

Sering didapatkan striktur fokal konsentrik yang panjang atau terkadang pendek
pada tipe kolangitis sklerotik infiltratif dengan yang irreguler.

Dilatasi prestenotik difus/fokal dari sistem bilier.

Striktur pada duktus yang progresif

Gambaran di atas menunjukkan dilatasi ringan dari duktus biliaris intrahepatik dan
striktur irregular pada bifurcation duktus biliaris intrahepatik
Selain itu, ERCP dapat juga digunakan untuk mendapatkan bahan kepentingan
pemeriksaan histologi antara lain sitologi hapusan, biopsi, dan aspirasi dengan jarum.
9. Terapi dan Prognosis
Tujuannya untuk mengobati kanker dan obstruksi yang diakibatkan oleh tumor ini. Bila
mungkin tindakan bedah/operasi adalah pilihan dan kemungkinan akan didapatkan hasil
yang memuaskan. Kemoterapi atau radiasi dapat dilakukan setelah operasi untuk resiko
kekambuhan tetapi keuntungan yang didapat dari tindakan ini belum jelas benar.
Terapi dengan menggunakan endoskopi atau operasi dapat membebaskan obstruksi
pada duktus biliaris dan menghilangkanjaundice pada pasien bila memang tumornya
tidak dapat direseksi
Pasien-pasien dengan tumor yang tidak dapat direseksi, radioterapi mungkin
bermanfaat. Kemoterapi juga dapat melengkapi radioterapi bila tumor telah menyebar
keluar saluran empedu, tapi bagaimanapun juga hal ini kurang efektif.
Gambaran proses reseksi tumor Klatskin
Terapi pilihan dan prognosis sangat dipengaruhi oleh lokasi tumor. Prognosis lebih baik
pada kasus tumor distal saluran empedu, histologi yang berbeda, dan tumor tipe
polipoid. Faktor menyebabkan prognosis yang kurang baik adalah menyangkut
pembengkakan KGB, invasi vaskularisasi, garis tepi tumor positif pada bagian yang
pernah direseksi, dan adanya mutasi gen P53 .
Tumor yang dapat direseksi sempurna akan meningkatkan survival rateselama 5 tahun
pada sekitar 30 %-40% pasien dengan kemungkinan sembuh sempurna. Bila tumor
tidak dapat direseksi sempurna, maka kesembuhan tidak dapat diharapkan. Dalam
situasi seperti ini , dengan pengobatan, sekitar separuh dari penderita dapat mencapai 1
tahun kehidupan dan sisanya dapat mencapai waktu lebih lama lagi.
Peran radioterapi dan kemoterapi masih kontroversial. Penggunaan hormon dalam
perawatan, mencakup somatostatin analog, cholecystokinin, dan cholecystokinin
antagonis, yang sekarang ini sedang diteliti.
Preoperative ERCP dengan pengeringan biliaris pada pasien dengan tumor Klatskin telah
diusulkan untuk meningkatkan resiko implantasi metastases setelah reseksi tumor. Oleh
karena itu, preoperative radioterapi didukung dalam pasien tersebut , tetapi manfaat
belum terbukti dengan pasti.
Transarterial chemoembolisasi (TACE), infusion 5-fluorouracil dan gemcitabine ke dalam
artery hepatic atau duktus biliaris, dan suntikan percutaneous ethanol (PEI) ke dalam
lesi adalah cara lain yang masih dalam tahap percobaan.

Terapi Photodynamic mungkin bermanfaat dalam membebaskan obstruksi, terutama


ketika obstruksi terjadi sebagai hasil perkembangan tumor ke dalam suatu
endoprosthesis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mert A, Ozaras R, Tabak F, Ozturk R, Bilir M. Tumor Klatskin. Eur J Intern Med
2003;14:511.
2. Purl AS, Nayyar AK, Vij JC. Cholangiocarcinoma. Indian J Tub 1994;41:131
3. Bikhchandani J, Malik VK, Kumar V, Sharma S. Carcinoma gall bladder. Indian J
Gastroenterol 2005;24:25.
4. Hersch C. Tuberculosis of the liver. A study of 200 cases. S Afr Med J
1964;38:906.
5. Brookes MJ, Field M, Dawkins DM, Gearty J, Wilson P. Massive primary hepatic
tuberculoma mimicking hepatocellular carcinoma in an immunocompetent host.
Medscape Gen Med 2006;8:11.
7. Xing X, Li Hong, Liu WG. Hepatic segmentectomy for treatment of hepatic
tuberculous pseudotumor. Hepatobiliary Pancreat Dis Int 2005;4:565-8.
8. Buxi TB, Vohra RB, Sujatha Y, Chawla D, Byotra SP, Gupta PS, et al. CT a
ppearances in macronodular hepatosplenic tuberculosis: A review with five
additional new cases. Comput Med Imaging Graph 1992;16:381-7.
9. Shizaki Y, Wakayama T, Okada Y, Kobayashi T. Magnetic resonance
cholangiography for evaluation of obstructive jaundice. Am J Gastroenterol
1993;88:2072-7.
10. Venkatesh SK, Tan LK, Siew EP, Putti TC. Macronodular: Hepatic tuberculosis
associated with portal vein thrombosis and portal hypertension. Australas Radiol
2005;49:322-4.

You might also like