You are on page 1of 18

pengembangan

sumber daya
manusia
Pelatihan sebagai
Pengembangan Sumber Daya
Manusia - Suatu Perspektif
Syariah

Willson Gustiawan | Yulyanti Fahruna


2009
0

TUGAS MATA KULIAH P ENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN


KEPEMIMPINAN
PROF. DR. HJ. ERNI TISNAWATI SULE, S.E., M.SI. DAN DR. YUNIZAR, S.E., M.S.

Pengembangan Sumber Daya


Manusia
Pelatihan sebagai Pengembangan Sumber Daya
Manusia
Suatu Perspektif Syariah

oleh:

WILLSON GUSTIAWAN
120120080021
http://willson.polinpdg.ac.id
willson@polinpdg.ac.id, wgustiawan@gmail.com

YULYANTI FAHRUNA
120120080012
sassy.yuly@gmail.com

Program Pascasarjana
Fakultas Ekonomi
Universitas Padjadjaran
Bandung
2009
1

Pengembangan SDM
| Willson Gustiawan |120120080021| Yulyanti Fahruna |120120080012|
Isi
Pendahuluan.............................................................................................. 1
Pengembangan Sumber Daya Manusia.....................................................3
Pelatihan................................................................................................... 5
Kedudukan Pelatihan dalam Manajemen Sumber Daya Manusia...........6
Beberapa Pengertian Pelatihan..............................................................7
Pelatihan dan Pengembangan................................................................9
Tujuan Pelatihan................................................................................... 10
Pelatihan yang Efektif..........................................................................11
Pelatihan dalam Perspektif Islam.........................................................16
Pola Pembinaan dan Pendidikan Rasulullah......................................16
Teknik Dasar Proses Pendidikan........................................................18
Rujukan................................................................................................... 21

Gambar-Gambar

Gambar 1 Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Daya Manusia..........4


Gambar 2 Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia dan
Kedudukan Pelatihan dan Pengembangan.................................................7
Gambar 3 Perbandingan antara Pelatihan dan Pengembangan................9
Gambar 4 Proses Desain Pelatihan..........................................................13

Pengembangan SDM
Pendahuluan
Pengembangan sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan hal
yang penting. Investasi dalam pengembangan sumber daya manusia merupakan
pengeluaran yang ditujukan untuk memperbaiki kapasitas produktif dari manusia.
Dengan sumber daya manusia yang baik, organisasi bisnis akan memiliki kekuatan
kompetitif. Keunggulan kompetitif merupakan posisi unik yang dikembangkan
perusahaan dalam menghadapi para pesaing, bahkan organisasi dapat mengungguli
mereka. Untuk itu perlu diterjemahkan berbagai strategi, kebijakan dan praktik
MSDM menjadi keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Oleh karena itu tidak
salah kiranya jika agenda selanjutnya dalam era kompetitif adalah sumber daya
manusia.
Meraih keunggulan kompetitif tersebut, pengembangan sumber daya
manusia berbasis kompetensi merupakan suatu paradigma baru. MSDM yang
berbasis kompetensi meyakinkan bahwa organisasi memiliki orang dengan
kepemimpinan yang tepat, mengetahui apa yang akan dilakukan untuk semua
informasi yang diterima dan kompetensi yang dibutuhkan untuk keberhasilan
organisasi.
Pemikiran bahwa kompetensi menjadi wahana untuk komunikasi tentang
nilai (values) dalam organisasi mendorong kita untuk sampai pada kesimpulan
bahwa pendekatan ini bermanfaat untuk manajemen SDM khususnya untuk
merealisasikan budaya organisasi yang menghargai inisiatif, dan berani mengambil
resiko. Karakteristik kompetensi dan keterkaitan penerapannya dengan seleksi,
perencanaan suksesi, pengembangan, sistem penghargaan dan manajemen kinerja
sangat membantu keberhasilan organisasi dan individu.
Perubahan paradigma dari persaingan berdasarkan materi menjadi
persaingan berdasarkan pengetahuan menuntut organisasi untuk memiliki sumber
daya manusia yang berkualitas tinggi untuk mendapatkan keunggulan kompetitif.
Sumber daya manusia harus kreatif dan inovatif dalam merespon lingkungan yang
berubah. Pemberdayaan adalah salah satu strategi untuk memperbaiki sumber daya
manusia dengan pemberian tanggung jawab dan kewenangan terhadap mereka yang
nantinya diharapkan dapat memungkinkan mereka mencapai kinerja yang lebih
tinggi di era yang selalu berubah ini.
Respon perusahaan terhadap perubahan dapat dimulai dengan
memformulasikan kembali visi, misi dan nilai-nilai korporat, yang kemudian diikuti
oleh perubahan strategi perusahaan, struktur organisasi, sistem dan prosedur,
staffing, keahlian, dan gaya kepemimpinan serta pembuatan keputusan. Hal ini
berkaitan dengan revitalisasi sumber daya manusia. Pengeloaan sumber daya
1

manusia berbasis kompetensi merupakan suatu tren baru dalam revitalisasi tersebut.
Dengan pendekatan kompetensi itu, sumber daya manusia dilihat sebagai aset yang
berharga dengan keunikan yang perlu dikembangkan menuju era human capital
yang sesungguhnya.
Era human capital menghendaki lebih memperlakuan manusia sebagai aset
yang berharga dibandingkan sebagai biaya. Organisasi harus memanusiakan
manusia sebagai elemennya, bukannya dehumanizes.

Pengembangan Sumber Daya Manusia


Aspek-aspek dalam pengembangan sumber daya manusia melingkupi
beberapa hal yang cukup luas dalam organisasi. Werner dan DeSimone (2009:4)
mendefinisikan pengembangan sumber daya manusia (human resources
development) sebagai serangkaian aktivitas yang sistematis dan terencana yang
dirancang oleh organisasi untuk memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk
mempelajari keahlian yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan kerja saat ini
dan yang akan datang.
Pengembangan sumber daya manusia tersebut setidak-tidaknya meliputi
kepemimpinan transformasional, manajemen perubahan, motivasi, manajemen
waktu, manajemen stres, program pemdampingan karyawan, pembentukan tim,
pengembangan organisasi, pengembangan karir, serta pelatihan dan pengembangan.
Aspek-aspek tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan pembelajaran dan kinerja
tempat kerja.
Konsep pengembangan sumber daya manusia telah berkembang cukup lama.
Perkembangan itu dapat dijejaki dari program pelatihan pemagangan pada abad
kedelapanbelas pada industri kecil. Kemudian berkembang menjadi program
pendidikan vokasi yang diikuti dengan program pelatihan mekanikal atau dikenal
dengan factory scholls pada waktu revolusi industri. Setelah itu berkembang
program pelatihan bagi pekerja yang semiterdidik dan tidakterdidik. Kondisi pekerja
pada masa itu mendorong lahirnya gerakan hubungan manusia (human relation)
yang melihat manusia sebagai sesuatu yang kompleks, bukan sekedar sama dengan
faktor produksi lain. Setelah Perang Dunia II, berkembanglah program-prgoram
pelatihan baru dalam organisasi yang besar, seperti Training Within Industry (TWI).
Sejak tahun 1960-an dan 1970-an muncullah program-program pelatihan yang lebih
profesional dalam ruangan kelas. Sedemikian pentingnya, organisasi telah
memasukkan dan merumuskan pengembangan sumber daya manusia ini dalam
perencanaan strategisnya.
Gambar 1 Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Daya Manusia

Sumber: Werner dan DeSimone, 2009: 29

Dari sekian banyak aspek pengembangan sumber daya manusia dan melihat
perkembangannya, pelatihan merupakan satu aspek yang menempati posisi yang
penting. Makalah ini akan meninikberatkan pembahasan pada aspek pelatihan.
Sebagai suatu upaya Islamisasi pengetahuan, makalah ini memperkenalkan
perspektif syariah Islam dalam hal pelatihan.

Pelatihan
Dalam Manajemen Sumber Daya Manusia, pelatihan termasuk bagian dari
pengembangan karyawan (development of personnel) sebagai satu satu unsur untuk
memenuhi syarat dasar kemampuan kerja (ability to work) untuk mencapai prestasi
kerja. Hal tersebut ditujukan pada sasaran akhir yaitu pendayagunaan SDM secara
optimal dengan tepat orang, tepat jabatan dan tepat waktu.
Pelatihan merupakan usaha untuk menghilangkan terjadinya kesenjangan
atau gap antara unsur-unsur yang dimiliki oleh seorang karyawan dengan unsurunsur yang dikehendaki organisasi. Usaha tersebut dilakukan melalui peningkatan
kemampuan kerja yang memiliki karyawan dengan cara menambah pengetahuan
dan keterampilan. Perusahaan atau organisasi selalu akan menempatkan sumber
daya manusia sebagai bagian dari strategi menghadapi kompetisi yang semakin luas.
Salah satu strategi di bidang pengembangan SDM adalah dengan melakukan training
secara terstruktur dan in-line dengan program organisasi.
3

Pelatihan sangat diperlukan, tetapi banyak manajer yang merasa pesimis


akan hasil yang diperoleh dari pelatihan. Oleh karena itu diperlukan program
pelatihan diposisikan secara utuh dengan perencanaan manajemen strategik dan
dilakukan dengan tahap-tahap yang teratur. Studi yang dilakukan Tall dan Hall (A.
Usmara, Editor, 2007: 157) menyimpulkan bahwa kombinasi berbagai faktor seperti
teknik pelatihan, persiapan dan perencanaan yang matang, serta komitmen terhadap
esensi pelatihan, perusahaan dapat mencapai a greater competitive advantage di
dalam pasar yang sangat ketat.

Kedudukan Pelatihan dalam Manajemen Sumber Daya


Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia, sebagai ilmu terapan dari ilmu
manajemen memiliki fungsi-fungsi yang sama dengan fungsi manajemen, yaitu
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian. Disamping fungsifungsi pokok tersebut, MSDM memiliki beberapa fungsi-fungsi operasional.
Bambang Wahyudi mengemukakan tiga lingkup kegiatan dalam MSDM yang
didasarkan berbagai pandangan beberapa ahli tentang fungsi-fungsi operasional
tersebut.
Tiga lingkup kegiatan tersebut adalah pengadaan, pengembangan dan
pemeliharaan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran akhir yaitu
pendayagunaan SDM secara optimal. Pengadaan dan pengembangan SDM
diarahkan untuk menjamin syarat dasar kemampuan kerja (ability to work),
sedangkan pemeliharaan SDM diarahkan untuk menjamin syarat dasar kemauan
kerja (willingness to work). Kedua-duanya diperlukan untuk mencapai prestasi kerja
yang baik.
Dalam ruang lingkup MSDM yang dikemukakan oleh Bambang Wahyudi
tersebut, Pelatihan dan Pengembangan (Training and Development) merupakan
subfungsi dari Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resources
Development). Subfungsi yang lainnya adalah Pengembangan Karir (Career
Development). Dengan demikian jelaslah bahwa pelatihan diperlukan untuk
menjamin aspek kemampuan kerja seorang tenaga kerja untuk menunjukkan prestasi
kerja yang diharapkan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Makalah ini akan membahas lebih lanjut mengenai pelatihan (training)
terutama lagi dari perspektif syariah Islam , sebagai bagian dari subfungsi Pelatihan
dan Pengembangan. Perbedaan antara pelatihan di suatu sisi dan pengembangan di
sisi lain, akan dijelaskan pada bagian lain di bawah ini.
Gambar 2 Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia dan Kedudukan
Pelatihan dan Pengembangan

Sumber : Bambang Wahyudi, 2002: 19

Beberapa Pengertian Pelatihan


Selanjutnya, dikemukakan terlebih dahulu pengertian-pengertian pelatihan
menurut beberapa ahli. Bernardin (2003: 146) menyatakan training is defined as any
attemp to improve employee performance on current held job or one related to it,
bahwa pelatihan adalah segala usaha untuk meningkatkan kinerja karyawan pada
jabatan yang dipegangnya atau sesuatu yang berhubungan dengan itu.
Gomez-Meija (2004: 260) mendifinisikan pelatihan sebagai the process of
providing employee with specific skill or helping them correct deficiencies in their
performance, disebutkan bahwa pelatihan adalah suatu proses memberikan keahlian
tertentu kepada karyawan atau membantu mereka menanggulangi kekurangan dalam
kinerja mereka.
Bambang Wahyudi (2002: 124) mengemukakan definisi pelatihan menurut
Cascio sebagai a process that enables an individual to acquire the necessary skills
or knowledges to meet job requirement. Cascia menyatakan bahwa pelatihan adalah
suatu proses yang memungkinkan seseorang memperoleh keahlian atau pengetahuan
yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan jabatan.
Noe, et al. (2003: 251) menyebutkan training is a planned effort to facilitate
the learning of job related knowledge, skill and behavior by employees, pelatihan
5

adalah usaha terencana untuk memfasilitasi karyawan dalam pembelajaran


pengetahuan, keahlian dan prilaku yang berhubungan dengan pekerjaan.
Selaras dengan itu Noe (2002: 4) menyatakan training is a planned effort by
a company to facilitate employees learning of job-related competencies, pelatihan
adalah usaha terencana oleh perusahaan untuk memfasilitasi karyawan mempelajari
kompetensi yang berhubungan dengan pekerjaan.
Kompetensi yang dimaksud termasuk knowledge (pengetahuan), skill
(keahlian) dan behavior (prilaku). Dari beberapa pengertian yang dikemukakan
diatas, pelatihan merupakan suatu realita yang dalam paradigma ilmu digolongkan
sebagai sebuah proses.

Pelatihan dan Pengembangan


Pelatihan sering dihubungkan dengan pengembangan (development), tetapi
secara konsep kedua istilah tersebut tidak bersinonim. Pengembangan adalah usaha
untuk menyiapkan karyawan dengan kemampuan tertentu yang dibutuhkan
organisasi dimasa yang akan datang. Pengembangan lebih fokus pada baik pekerjaan
sekarang dan yang akan datang, cakupannya kelompok atau organisasi, jangka
waktu lebih panjang, dan bertujuan untuk persiapan kebutuhan kerja masa yang akan
datang (Gomez-Mejia, 2004, 260). Pengembangan mengacu pada pendidikan
formal, pengalaman kerja, hubungan, serta penilaian kepribadian dan kemampuan
yang membantu karyawan mempersiapkan masa depannya (Noe, 2002: 282).
Gambar 3 Perbandingan antara Pelatihan dan Pengembangan

Training
Focus
Use of work experience
Goal
Participation

Current
Low
Preparation for current job
Required

Development
Future
High
Preparation for changes
Voluntary

Sumber : Noe, 2002:283

Dengan demikian dapat diketahui bahwa pelatihan fokus pada waktu


sekarang, penggunaan pengalaman kerja yang rendah, tujuannya untuk pekerjaan
sekarang dan partisipasinya diharuskan. Sedangkan pengembangan fokus pada masa
depan, penggunaan pengalaman kerja yang tinggi, tujuan untuk
mempersiapkan/menghadapi perubahan, dan partisipasinya bersifat kerelaan.
Pengembangan lebih berorientasi masa depan yang berjangka waktu lebih
panjang. Sementara pelatihan terfokus pada pekerjaan sekarang, cakupannya
individu karyawan, dimensi dalam waktu dekat atau mendesak dan bertujuan untuk
meningkatkan keahlian pada pekerjaan saat ini (Gomez-Mejia, 2004: 260).

Tujuan Pelatihan
Secara umum, pelatihan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan prilaku karyawan, kemudian mengaplikasikannya dalam pekerjaan
6

sehari-hari. Dalam mencapai keunggulan bersaing, harus dipandang lebih luas


sebagai suatu cara menciptakan modal intelektual (intelectual capital). Modal
intelektual meliputi keterampilan kognitif (know what), keterampilan lanjutan (know
how), kreatifitas dan pemahaman tentang sistem (know why) dan care why atau
kreatifitas atas dorongan sendiri (Noe, 2002: 4,51).
Secara khusus, suatu organisasi berkeyakinan bahwa investasi dalam
pelatihan dapat membantu mereka mencapai keunggulan bersaing. Berkaitan dengan
ini pelatihan dapat :
meningkatkan pengetahuan karyawan dalam hal budaya dan pesaing
mancanegara yang diperlukan untuk sukses di pasar internasional,
membantu meyakinkan bahwa karyawan memiliki keterampilan dasar
dalam teknologi atau komputer,
membantu karyawan dalam memahami bagaimana bekerja dengan
efektif untuk meningkatkan kualitas produk,
menekankan budaya organisasi dalam inovasi, kreatifitas dan
pembelajaran,
memastikan ketentraman bekerja karena kontribusi karyawan kepada
organisasi telah berubah
mempersiapkan karyawan dapat bekerja lebih efektif sesama karyawan
(Noe, 2003: 250-251)
Sedangkan sifat-sifat unsur proses dari pelatihan merupakan tantangan bagi
manajer dalam menjawab pertanyaan apakah pelatihan merupakan solusi atas
masalah kesenjangan pengetahuan, tujuan pelatihan jelas dan realistik, pelatihan
merupakan investasi yang baik, dan keafektifan dari pelatihan itu sendiri, apakah ia
berhasil atau tidak (Gomez-Mejia, 2002: 261).
Pelatihan merupakan satu diantara proses yang signifikan dalam fungsi
manajemen sumber daya manusia suatu organisasi. Pelatihan memainkan peran
dalam memelihara dan mengembangkan kemampuan individu dan organisasi secara
keseluruhan (Valle, et al. 2000: 287). Penelitian lain menyatakan bahwa perubahan
pada pengetahuan dan kebiasaan merupakan hasil dari pelatihan. Reaksi atas
program pelatihan berkaitan dengan karakter personal dan situasional dalam
persepsi peserta perihal dukungan manajemen, isi pelatihan berkaitan dengan
pekerjaan mereka serta otoritas dan kebebasan mereka untuk memulai perubahan
yang disarankan dalam pelatihan (Carrol and Nash, 1970: 187). Hal ini sejalan
dengan penelitian Mathieu dkk. tentang pengaruh karakteristik individual dan
situasional dalam pengukuran keefektifan pelatihan berdasarkan teori valenceinstrumentality-motivation (Mathieu, et al.,1992: 828).

Pelatihan yang Efektif


Pentingnya program pelatihan, organisasi akan mengusahakan suatu
7

pelatihan yang efektif. Keefektifan pelatihan dilihat dari keuntungan yang diperoleh
organisasi dan peserta dari suatu program pelatihan. Keuntungan bagi peserta dapat
berupa pengetahuan akan keahlian atau prilaku baru. Keuntungan bagi perusahaan
dapat berupa peningkatan laba atau kepuasan pelanggan. Hasil-hasil pelatihan
kemudian dievaluasi apakah pelatihan tersebut efektif atau tidak (Noe, 2002: 178).
Dalam kajian tentang pelatihan, terdapat berbagai macam argumentasi yang
menjelaskan mengapa perusahaan tidak memiliki komitmen terhadap pelatihan.
Argumentasi tersebut mengarah pada persepsi manajer yang dikonsepkan oleh
Krause (1996) dalam lima mitos pelatihan.
Menurut Krause (A. Usmara, Editor, 2007:158-159), kelima mitos pelatihan
tersebut dikemukakan sebagai berikut. Pertama. manajer beranggapan bahwa semua
pekerja yang ada sudah memilki pengalaman yang memadai, sehingga tidak
memerlukan pelatihan lagi. Kedua, pelatihan sudah pernah diadakan, namun tidak
memiliki hasil yang positif bagi kemajuan perusahaan, sehingga pelatihan ditiadakan
karena dianggap sebagai pemborosan. Ketiga, manajer beranggapan bahwa
organisasi yang dipimpinnya terlalu kecil untuk mengadakan pelatihan. Keempat,
kenyataan pelatihan berbiaya sangat mahal, sehingga mengurangi kekuatan
perusahaan atau bahkan mengganggu struktur anggaran. Mitos terakhir, bahwa
manajer selalu berfikir bahwa perusahaan tidak memiliki waktu lagi untuk melatih
karyawan.
Persepsi manajer terhadap pelatihan yang dirumuskan dalam kelima mitos
tersebut, harus diubah sedemikian rupa, agar manajer menyadari bahwa peran
pelatihan sangat penting bagi perusahaan. Dengan demikian, pelatihan harus
dirancang seefektif mungkin.
Oleh karena pentingnya pelatihan yang efektif, suatu organisasi akan
melakukan proses desain training yang efektif. Menurut Noe (2002: 5) proses desain
pelatihan merupakan pendekatan yang sistematis dalam mengembangkan suatu
program pelatihan.
Langkah pertama dalam proses desain pelatihan tersebut adalah melakukan
penilaian pelatihan yang dibutuhkan. Langkah kedua adalah meyakinkan bahwa
karyawan/peserta memiliki motivasi dan keahlian dasar yang diperlukan. Langkah
ketiga meliputi penciptaan lingkungan belajar sebagai hal yang perlu bagi
terlaksananya pelatihan. Langkah keempat adalah memastikan bahwa peserta
mengaplikasikan pelatihan tersebut dalam pekerjaan mereka. Langkah kelima adalah
mengembangan rencana evaluasi termasuk mengidentifikasi hasil yang diharapkan,
memilih desain evaluasi merencanakan efek pelatihan. Langkah keenam meliputi
pemilihan metode pelatihan berdasarkan tujuan dan lingkungan belajar. Langkah
terakhir adalah mengevaluasi dan memonitor program pelatihan. Gambar berikut
memperlihatkan tujuh langkah dalam proses desain pelatihan.
Gambar 4 Proses Desain Pelatihan

Sumber: Noe, 2002: 6

Proses desain pelatihan diatas didasarkan pada prinsip desain sistem


instuksional (principles of instructional system design). Asumsi yang digunakan
adalah:
1. Desain pelatihan akan efektif bila pelatihan tersebut membantu karyawan
dalam mencapai tujuan instruksional atau tujuan pelatihan
2. Tujuan pembelajaran yang terukur harus teridentifikasi sebelum pelatihan
3. Evaluasi merupakan bagian penting dalam perencanaan dan pemilihan
metode pelatihan, pemantauan program pelatihan dan perubahan pada
proses desain pelatihan.
Berkaitan dengan perkembangan teknologi masa kini, Richardson (1996)
menyarankan agar pelatihan seharusnya diposisikan sebagai bagian integral dari
setiap perencanaan strategi manajemen dengan basis teknologi. Menurut Richardson
(A. Usmara, Editor, 2007:161) perencanaan strategi yang melinatkan pelatihan
meliputi berbagai komponen yaitu:
menentukan tingkat skill karyawan saat ini
9

menyeleksi tempat yang paling feasible dan menjadwalkan program


memilih metode pelatihan yang tepat
mengumpulkan dan mengembangkan materi pelatihan
mengevaluasi pelatihan
Dalam pandangan yang lain, Gomez-Mejia (2004: 265)menyatakan bahwa
pelatihan yang efektif dapat meningkatkan kinerja, moral dan potensi organisasi.
Pelatihan yang tidak tepat, tidak mencukupi dan tidak berkualitas dapat menjadi
sumber keputusasaan bagi peserta yang terlibat. Untuk memaksimalkan keuntungan
dari sebuah program pelatihan, manajer harus memantau secara dekat proses
pelatihan.
Proses pelatihan terdiri atas tiga fase: (1) fase penilaian kebutuhan, (2) fase
pengembangan dan pelaksanaan pelatihan dan (3) fase evaluasi. Pada fase penilaian
pelatihan, manajer menentukan permasalahan atau kebutuhan bahwa pelatihan
diperlukan. Dalam fase pengembangan dan pelaksanaan, ditentukan tipe pelatihan
yang tepat dan menawarkannya pada peserta. Sedangkan dalam fase evaluasi dinilai
keefektifan program pelatihan. Setelah fase ketiga ini dilakukan, berdasarkan
informasi evaluasi tersebut, pelatihan berikutnya dapat dimulai kembali pada fase
pertama (Gomez-Mejia, 2004: 265). Selengkapnya fase tersebut terdiri atas:
1. Needs Assessment
a. organizational needs
b. task needs
c. person needs
2. Development and Conduct of Training
a. location
b. presentation
c. type
3. Evaluation
Tinjauan konsep dasar pelatihan yang dipaparkan diatas, dapat disimpulkan
bahwa pelatihan merupakan sarana ampuh mengatasi bisnis masa depan yang penuh
dengan tantangan dan mengalami perubahan yang demikian cepat. Hambatan
internal berupa mispersepsi manajer terhadap substansi pelatihan perlu diubah
dengan penyadaran betapa pentingnya peran pelatihan dalam mengingkatkan
kapabilitas karyawan. Pelatihan yang efektif dapat dicapai dengan memosisikan
program pelatihan secara utuh dalam kerangka perencanaan manajemen strategik
dan dilakukan dengan tahap-tahap yang teratur.

Pelatihan dalam Perspektif Islam


Dalam khazanah pengetahuan Islam, secara formal tidak ditemukan secara
pasti pola pelatihan atau pembinaan karyawan di zaman Rasulullah. Dalam sejarah
Islam, sejak zaman jahiliyah, telah ada pengambilan budak sebagai buruh, pembantu
atau pekerja, walaupun setelah zaman Islam perbudakan mulai dikurangi. Hal ini
10

menandakan adanya tradisi pelatihan dan pembinaan dalam Islam. Ketika Islam
datang, Rasulullah membawa sejumlah prinsip etika dan melakukan perubahan
radikal dalam memperlakukan pekerja dalam pekerjaan dan pendidikannya.
Berdasarkan Al Quran Surat Jumuah 62:2 yang menyatakan Dialah yang
mengutus kepada kaum yang buta huruf (ummy) seorang Rasul diantara mereka,
yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan
mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah. Dan sesungguhnya mereka
sebelumnya benar-beanr dalam kesesatan yang nyata.
Pola Pembinaan dan Pendidikan Rasulullah

Pola pembinaan dan pendidikan Rasulullah diwujudkan dalam empat jenis,


yaitu (Cecep Darmawan, 2006: 94):
1. Metode Tilawah
Tilawah, memiliki makna membaca yang diarahkan untuk membaca ayat-ayat
Allah. Ayat Allah tersebut bisa diartikan dalam bentuk kauniyah (ciptaan, alam)
dan qauliyyah (Al Quran). Tilawah diartikan sebagai kemampuan manusia
membaca ayat Allah secara luas, termasuk dalam kejadian alam, sejarah
manusia, ata kondisi psikologis manusia itu sendiri. Implikasinya adalah
membudayakan membaca Al Quran sebagai bentuk pembinaan psikologis untuk
meningkatkan kesalehan pribadi, dan dalam arti sosial dengan mengajak
karyawan untuk membaca ayat Allah, misalnya dengan studi banding atau
widyawisata sesuai dengan teori penguatan (reinforcement theory)
2. Metode Taklim
Taklim artinya proses pengajaran, dalam hal ini pengajaran kitab. Pengajaran
adalah proses transfer dar pihak pertama kepada pihak kedua, sedangkan kitab,
sebagaimana Arkoun, dimaknai sebagai sumber hukum. Implikasinya ialah
dengan mengajarkan kepada karyawan perihal etos kerja, sosialisasi nilai-nilai,
teori-teori, kiat-kiat sukses, kiat kerja produktif, aturan, atau tata tertib, visi, misi
perusahaan serta tugas/kewajiban karyawan. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan kinerja atau mengingatkan kembali motivasi kerja yang
sebenarnya.
3. Metode Tazkiyyah
Konsep tazkiyyah adalah kemampuan pembersihan atau penyucian terhadap halhal yang masih bercampur baur dengan kritis dan retrospeksi dalam bentuk
tazkiyatun nafs (membedakan hasrat jiwa yang baik dan buruk) dan tazkiyatun
fikr (membedakan pola pikir yang baik dan buruk). Implikasinya pelatihan untuk
mengubah prilaku dan kinerja yang perlu diperbaiki.
4. Metode Hikmah
Metode hikmah adalah kemampuan untuk menarik suatu pelajaran tersembunyi
atau pengetahuan filosofis dari suatu kejadian. Hal ini merupakan suatu
kecerdasan kearifan alam memaknai sebuah gejala atau kenyataan yang ada.
11

Teknik Dasar Proses Pendidikan

Adapun teknik dasar dalam proses pendidikan adalah (Cecep Darmawan,


2006: 98):
1. Rasa Empati
Dalam Al Quran Surat At Taubah:128 disebutkan,Sesungguhnya telah datang
kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri.... Konteks ayat ini adalah,
seorang pembimbing/pembina/pelatih perlu memosisikan diri sebagai pemimpin
yang datang seolah-olah berasal dari kaum yang sama. Seorang pembina
diharapkan memiliki sifat (a) arif dan tahu standar kualitas masalah dan
kesulitan belajar peserta, (b) jiwa empatis terhadap kondisi psikologis peserta,
(c) orientasi kesuksesan terlatih, bukan suksesnya mengajar, (d) pola pendidikan
yang penuh jiwa kasih sayang dengan menciptakan suasana belajar yang penuh
ketundukan pada mekanisme belajar dan saling memenuhi kewajiban masingmasing.
2. Adanya Pengulangan
Potensi insani yang memilki jiwa, rasa dan pikiran mempengaruhi kualitas
kehendak dan kekuasaan dalam mengaktualkan potensi tersebut. Oleh karena itu
pelatihan perlu dilakukan secara berulang-ulang. Dan sesungguhnya dalam Al
Quran ini Kami telah ulang-ulangi (peringatan-peringatan) agar mereka selalu
ingat (QS Al Isra 17:14). Al Quran mengisyaratkan harus adanya proses
pengulangan (up grading) dan pemantapan hasil pembinaan. Dalam praktiknya,
evaluasi kritis pelatihan perlu dilakukan untuk menguji kualitas keberhasilan
sebuah pelatihan.
3. Perumpamaan dan Cerita
Dan Allah membuat (pula) perumpamaan ... (QS. An Nahl 16:76). Demikian
Al Quran menegaskan tentang perlunya perumpamaan atau cerita dalam
pelatihan sebagai model kritik dan evaluasi sendiri atas refleksi kehidupannya
sendiri. Implkasinya adalah pentingnya sebuah pemberian mekanisme belajar
untuk dapat menarik kesimpulan atau hikmah dari suatu cerita. Sebagaimana
disebutkan dalam Al Quran, ...Sesungguhnya dalam kisah mereka itu terdapat
pelajaran bagi orang yang mempunyai akal... (QS. Yusuf 12:11).
4. Widyawisata
Al Quran memberikan suatu metode praktis dalam proses pelatihan, yaitu
berwidyawisata. Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka
bumi dan memperhatikan bagaimana akibat yang diderita orang-orang sebelum
mereka... (QS. Ar Rum 30:9, lihat juga AL Hajj 22:30 dan Ali Imran 3:190).
Ayat-ayat tersebut memberikan pelajaran bahwa widyawisata dapat memberikan
pengalaman langsung, empiris, aktual dan objektif. Aplikasinya dalam masa
sekarang dikenal sebagai outbond training.
5. Uswah
Adanya keteladanan dari pemimpin di lingkungan kerja merupakan metode yang
12

efektif dalam proses pelatihan dan pembinaan. Keberhasilan proses pelatihan


bisa dipengaruhi oleh uswah positif yang ada dilingkungan kerja yang akan
membentuk budaya organisasi. Sebagaimana dinyatakan dalam Al Quran,
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagimu... (QS Al Ahzab 33:21, lihat juga Al Mumtahanah 60:4 dan Ash Shaff
61:2-3)
6. Memberikan Ruang Praktikal
Memberikan ruang praktik kepada peserta pelatihan merupakan satu jenis
metode pelatihan yang relevan untuk dikedepankan menrut Syaibany dalam
buku Falsafah Pendidikan Islam. Hadits Nabi menyatakan bahwa,Bukanlah
iman dengan berangan-angan, tetapi yang menetap dalam hati dan dibuktikan
oleh amal. Pernyataan Rasul ini sesai dengan pentingnya mental istiqamah
dalam memegang prinsip dan amal (praktik) dalam kehidupan sehari-hari.
Aplikasinya dapat berupa praktik lapangan, magang dan tugas kerja.
Konsep pendidikan Islami tidak akan dapat sepenuhnya dipahami tanpa
terlebih dahul memahami penafsiran Islam tentang pengembangan individu (Ali
Ashraf, 1996:1). Dari pernyataan tersebut dapat ditegaskan bahwa proses pendidikan
merupakan sebuah proses aktualisasi atau pemberdayaan potensi-potensi
keinsaniahan. Pola pendidikan yang perlu dikembangkan sesuai dengan hakikat
insaniyah itu adalah (a) pendidikan jismiyyah yaitu terhadap potensi jasmani, (b)
pendidikan ruhiyah untuk mengembangkan semangat/ghirah atau mental insani, dan
(c) pendidikan filiyyah, yaitu teroptimalisasikannya seluruh potensi indrawi
manusia.
Dengan demikian, dalam pelatihan dan pengembangan perlu diperhatikan
dimensi keterampilan, wawasan teoritis, dan dimensi ruhiyah. Dimensi terakhir
inilah yang merupakan bahan pertimbangan dasar dalam proses pengembangan
sumber daya manusia.

13

Rujukan

1) A. Usmara, Editor, 2007, Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya


Manusia, Amara Books, Yogyakarta.
2) Bambang Wahyudi, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid
1, CV.Sulita, Bandung
3) Baron, Angela dan Amstrong, Michael, 2007, Human Capital
Management: Achieving Added Value Through People, Kogan page
Ltd., London and Philadelphia
4) Bernardin, H. John, 2003, Human Resources Management: An
Experiential Approach, 3rd Edition, McGraw-Hill/Irwin, New York
5) Carrol, Stephen J., and Nash, Allan N., 1970, Some Personal and
Situational Correlates of Reaction to Management Development
Training, The Academy of Management Journal Vol.13, No.2:187196
6) Cecep Darmawan, 2006, Kiat Sukses Manajemen Rasulullah:
Manajemen Sumber Daya Insasni Berbasis Nilai-Nilai Ilahiyah,
Penerbit Khazanah Intelektual, Bandung
7) Gomez-Mejia, Luis R., et.al., 2004, Managing Human Resources, 4th
Edition, Pearson Education, Inc., Upper Saddle River.
8) Malthis, Robert L. dan Jackson, John H., 2004, Human Resources
Management, 10th Edition, South-Western, Ohio Penerjemah:
Diana Angelica, 2006, Penerbit Salemba Empat, Jakarta
9) Mathieu, John E., 1992, Influences of Individual and Situational
Characteristic on Measures of Training Effectiveness, The Academy
of Management Journal Vol.35, No.4:828-847
10) Noe, Raymond A., 2002, Employee Training and Development, 2nd
Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc., New York
11) Noe, Raymond A., et al., 2003, Human Resources Management :
Gaining A Competitive Advantage, 4th Edition, The McGraw-Hill
Companies, Inc., New York

14

12) Ulrich, Davis, 1997, Human Resources Champions: The Next


Agenda for Adding Value and Delivering Results, Harvard Business
School Press, Boston
13) Valle, Ramon, et al., 2000, Business strategy, work process and
human resources training: are they congruent?, Journal of
Organizational Behavior Vol 21:283-297
14) Werner, Jon M., dan DeSimone, Randy L., 2009, Human Resources
Development, 5th Edition, South-Western Cengage Learning, Mason

15

You might also like