You are on page 1of 42

TUGAS

TERSTRUKTUR
OBAT BAHAN ALAM
PROPOSAL PENELITIAN
FORMULASI GARGARISMA EKSTRAK KULIT BUAH RAMBUTAN
(Nephelium lappaceum L.) SEBAGAI ANTIKARIES GIGI DAN UJI
EFEKTIVITASNYA PADA PROBANDUS

KELAS

: A

DISUSUN OLEH

: Michiko Tanadi

(2011210156)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA

2014

PROPOSAL PENELITIAN

FORMULASI GARGARISMA EKSTRAK KULIT


BUAH RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)
SEBAGAI ANTIKARIES GIGI DAN UJI
EFEKTIVITASNYA PADA PROBANDUS

Diajukan oleh

MICHIKO TANADI
NPM : 2011210156

UNIVERSITAS PANCASILA
FAKULTAS FARMASI

JAKARTA
April 2014
UNIVERSITAS PANCASILA
FAKULTAS FARMASI
JAKARTA

PERSETUJUAN PROPOSAL PENELITIAN


NAMA

MICHIKO TANADI

NPM

2011210156

PEMINATAN

FARMASI SAINS DAN TEKNOLOGI

JUDUL

FORMULASI GARGARISMA EKSTRAK KULIT


BUAH RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)
SEBAGAI

ANTIKARIES

GIGI

DAN

UJI

EFEKTIVITASNYA PADA PROBANDUS

Disetujui oleh:
Pembimbing

(Dra. Risma M. Tambunan, M.Si, Apt.)


Tanggal :

April 2014

(Prof. Dr. Shirly Kumala, M.Biomed., Apt.)


Tanggal :

April 2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit gigi dan mulut merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi di
masyarakat. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007,
prevalensi penyakit gigi dan mulut di Indonesia sebesar 23,5%, di mana 43,4%
merupakan penderita karies (1). Angka tersebut tidak dapat diabaikan karena secara
signifikan mempengaruhi produktivitas masyarakat. Karies merupakan suatu
kerusakan jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan
oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan (2). Bakteri
yang menyebabkan karies cukup banyak macamnya, seperti Veillonella,
Lactobacillus, dan Streptococcus. Walaupun demikian, Streptococcus mutans
disebutkan

sebagai

penyebab

utama

karies

karena

bersifat

asidogenik

(menghasilkan asam), asidurik (resisten terhadap asam), dan menghasilkan suatu


polisakarida lengket yang disebut dextran sehingga dapat menyebabkan lubang
pada gigi (3).
Bahan alam dapat dipilih sebagai salah satu alternatif pencegahan karies
gigi. Bahan alam disukai masyarakat karena jarang menimbulkan efek samping
dibandingkan dengan obat-obatan sintesis. Salah satu bahan alam yang dapat
dimanfaatkan sebagai pencegahan karies gigi adalah kulit buah rambutan
(Nephelium lappaceum L.). Tanaman rambutan tersebar di seluruh daerah
Indonesia, sesuai dengan habitatnya di daerah beriklim tropis. Buah rambutan
banyak ditanam, dibudidayakan, dan digemari oleh masyarakat Indonesia tapi
limbah kulit buahnya belum dimanfaatkan. Kulit buah rambutan dapat
dipertimbangkan sebagai sumber alami antibakteri yang murah dan mudah didapat.

Penelitian yang telah dilakukan secara in vitro (4) menyimpulkan bahwa


pemberian ekstrak metanol kulit buah rambutan memiliki efek antibakteri terhadap
Streptococcus mutans dengan nilai Kadar Bunuh Minimum (KBM) sebesar 1,25%.
Kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.) mengandung senyawa tanin
geraniin, asam ellagat, dan corilagin yang berkhasiat sebagai antibakteri (5). Ketiga
senyawa ini termasuk dalam golongan tanin terhidrolisis yang dikenal memiliki
aktivitas antibakteri yang kuat (6).
Penggunaan kulit buah rambutan sebagai gargarisma adalah dengan cara
kulit buah dicuci, diiris tipis-tipis, dikeringkan kemudian direbus dan disaring. Cara
tersebut dirasa kurang praktis, air rebusan tidak dapat disimpan dalam waktu yang
lama, dan terasa pahit. Oleh karena itu kulit buah rambutan dibuat dalam bentuk
sediaan gargarisma yang praktis, nyaman digunakan, memiliki waktu simpan yang
lama, menutupi rasa pahit dari kulit buah rambutan, dan dapat meningkatkan
efektivitasnya sebagai antikaries gigi. Bentuk sediaan gargarisma secara efektif
dapat menjangkau tempat yang sulit dibersihkan dengan sikat gigi. Penggunaan
gargarisma dapat menghambat pembentukan plak gigi secara cepat dan mudah.
Dalam penelitian ini akan digunakan rancangan faktorial 23 dengan 3
faktor yang diduga berperan penting dalam mutu dan efektivitas sediaan
gargarisma, yaitu ekstrak kulit buah rambutan sebagai bahan aktif, natrium lauril
sulfat sebagai surfaktan, serta etanol 96% sebagai kosolven masing-masing pada
konsentrasi tinggi dan rendah sehingga dapat diketahui konsentrasi optimum dari
masing-masing faktor untuk menghasilkan sediaan gargarisma yang memenuhi
syarat mutu fisika dan kimia, serta efektif sebagai antikaries gigi.
B. PERUMUSAN MASALAH
Kulit buah rambutan mengandung senyawa tanin geraniin, asam ellagat,
dan corilagin yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus mutans
sebagai penyebab utama karies gigi. Oleh karena itu, ekstrak kulit buah rambutan
akan

diformulasikan

menjadi

sediaan

gargarisma

untuk

mengoptimalkan

penggunaan, meningkatkan kenyamanan, estetika, mutu fisika dan kimia, serta


efektivitasnya. Pada sediaan gargarisma, bahan yang diduga berperan penting dalam
mutu fisika dan kimia serta efektivitasnya adalah variasi konsentrasi ekstrak kulit
buah rambutan, natrium lauril sulfat, dan etanol 96%. Berdasarkan uraian di atas
maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah ekstrak kulit buah rambutan dapat diformulasikan menjadi sediaan
gargarisma yang memenuhi syarat mutu fisika dan kimia?
2. Apakah sediaan gargarisma yang dihasilkan efektif dalam menghambat
pertumbuhan Streptococcus mutans dalam rongga mulut probandus?
3. Apakah dapat diperoleh formula optimum gargarisma ekstrak kulit buah
rambutan yang memenuhi syarat mutu fisika dan kimia, serta efektif sebagai
antikaries gigi?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan umum
Memanfaatkan dan mengembangkan potensi kulit buah rambutan (Nephelium
lappaceum L.) menjadi sediaan gargarisma yang dapat mencegah karies gigi.
2. Tujuan khusus
a. Memformulasikan ekstrak kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.)
menjadi sediaan gargarisma yang memenuhi syarat mutu fisika dan kimia,
serta efektif sebagai antikaries gigi.
b. Menentukan formula optimum gargarisma ekstrak kulit buah rambutan yang
memenuhi syarat mutu fisika dan kimia, serta efektif sebagai antikaries gigi.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai
pemanfaatan kulit buah rambutan menjadi sediaan gargarisma untuk membantu
peningkatan kesehatan rongga mulut yang murah dan mudah didapat, serta menjadi
masukan bagi penelitian lainnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)


1. Tinjauan botani
a. Klasifikasi tanaman.

Gambar II.1 Rambutan (9)

Gambar II.2 Buah rambutan (9)

Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Rosidae
Ordo
: Sapindales
Marga
: Sapindaceae
Genus
: Nephelium
Spesies
: Nephelium lappaceum L. (10)
b. Nama simplisia.
Nephelii lappacei Pericarpium (kulit buah rambutan)
c. Nama lain
Sumatera: rambutan, rambot, rambut, rambuteun, rambuta, jailan, folui,
bairabit, puru biancak, p. biawak, hahujam, kakapas, likis, takujung alu.
Jawa: rambutan, corogol, tundun, bunglon, buwa buluwan.
Nusa Tenggara: buluan, rambuta. Kalimantan: rambutan, siban, banamon,
beriti, sanggalaong, sagalong, beliti, malit;, kayokan, bengayau, puson.
Sulawesi: rambutan, rambuta, rambusa, barangkasa, bolangat, balatu,
balatung, walatu, wayatu, wilatu, wulangas, lelamu, lelamun, toleang.
Maluku: rambutan, rambuta.
Nama asing: Shao tzu (China), rambutan (Tagalog), ramboutan (Portugis),
ramustan (Spanyol).
d. Uraian tumbuhan.
Rambutan banyak ditanam sebagai pohon buah dan kadang-kadang ditemukan
tumbuh liar. Tumbuhan tropis ini memerlukan iklim lembab dengan curah
hujan tahunan paling sedikit 2000 mm. Rambutan merupakan tanaman dataran

rendah yang ketinggiannya mencapai 300-600 m dpl. Pohon dengan tinggi 1525 m ini mempunyai banyak cabang. Rambutan berbunga pada akhir musim
kemarau dan membentuk buah pada musim hujan, sekitar November sampai
Februari. Ada banyak jenis rambutan, seperti rapiah, simacan, sinyonya, lebak
bulus, dan binjai (11).
2. Habitat dan Penyebaran
Rambutan dapat tumbuh subur pada dataran rendah dengan ketinggian antara 30500 m dpl. Pada ketinggian dibawah 30 m dpl rambutan dapat tumbuh namun
tidak begitu baik hasilnya. (9)
3. Kandungan kimia
Kulit buah rambutan mengandung tanin dan saponin (11). Penelitian yang telah
dilakukan oleh Thitilerdecha et al. tahun 2010 berhasil mengisolasi senyawa
yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antimikroba dari kulit buah rambutan,
yaitu senyawa tanin geraniin, asam ellagat, dan corilagin dari ekstrak metanol
kulit buah rambutan (5).
a. Karakteristik geraniin.

Gambar II.3 Struktur kimia geraniin (12)

Geraniin merupakan elagitanin, termasuk dalam kelompok tanin terhidrolisa.


Geraniin diidentifikasi sebagai komponen bioaktif utama dari ekstrak etanol

kulit buah rambutan. Geraniin memiliki aktivitas sebagai antibakteri,


antioksidan, dan antihiperglikemia (12). Geraniin memiliki rumus molekul
C41H28O27, larut dalam alkohol dan air (13).
b. Karakteristik asam ellagat.

Gambar II.4 Struktur kimia asam ellagat (14)

Asam ellagat merupakan derivat elagitanin. Biosintesa asam ellagat di


tanaman berasal dari hidrolisis tanin seperti elagitanin dan geraniin. Asam
ellagat memiliki aktivitas sebagai antibakteri, antioksidan, dan antiproliferatif
(14). Asam ellagat memiliki rumus molekul C14H6O8, agak sukar larut dalam
air atau alkohol; larut dalam alkali dan piridin; praktis tidak larut dalam eter
(13).
c. Karakteristik corilagin.

Gambar II.5 Struktur kimia corilagin (15)

Corilagin merupakan derivat elagitanin. Biosintesa corilagin di tanaman


berasal dari hidrolisis tanin seperti elagitanin dan geraniin. Corilagin memiliki
aktivitas sebagai antibakteri, antioksidan, dan astringen (15). Corilagin
memiliki rumus molekul C27H22O18, sangat mudah larut dalam air, alkohol, dan
aseton; mudah larut dalam gliserol panas; praktis tidak larut dalam benzen,
kloroform, dan eter. Pada suhu 2100 - 2150C terdekomposisi menjadi pirogalol
dan CO2 (13).

10

4. Khasiat dan penggunaan


Penggunaan kulit buah rambutan secara tradisional memberikan khasiat:
a. Obat demam.
Cuci kulit buah rambutan yang telah dikeringkan (15 gram). Tambahkan 3
gelas air minum, lalu rebus sampai airnya mendidih selama 15 menit. Setelah
dingin, saring dan minum sehari tiga kali, masing-masing sepertiga bagian.
b. Obat disentri.
Cuci kulit buah rambutan (10 buah), potong-potong seperlunya. Tambahkan 3
gelas air minum, lalu rebus sampai airnya tersisa separuhnya. Setelah dingin,
saring dan minum sehari dua kali, masing-masing tiga perempat gelas (11).

5. Karakteristik kulit buah yang digunakan


Pada penelitian ini, kulit buah yang digunakan adalah kulit dari buah rambutan
varietas Lebak Bulus yang telah matang. Ciri-ciri buah yang telah matang yaitu
kulit buah berwarna merah kekuningan hingga merah tua, tercium aroma khas
rambutan, dan rasanya manis.
B. KARIES GIGI
Karies gigi merupakan penyakit pada jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan
sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik atau mikroba yang ada dalam suatu
karbohidrat yang diragikan. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi
pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan penyebaran infeksi ke jaringan dan
menimbulkan rasa nyeri (2).

11

Gambar II.6 Karies gigi (7)

Karies gigi merupakan penyakit multifaktorial, yaitu adanya beberapa


faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Menurut Keyes dan Jordan
(1962), terdapat tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host (inang)
yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai, dan waktu
yang lama, di mana ketiga faktor saling tumpang tindih (2).

Gambar II.7 Lingkaran Keyes (2)

C. Streptococcus mutans
1. Klasifikasi

Gambar II.8 Streptococcus mutans dengan perbesaran 6500x (8)

Kingdom

: Monera

Divisi

: Firmicutes

Kelas

: Bacili

Ordo

: Lactobacilalles

Marga

: Streptococcaceae

Genus

: Streptococcus

12

Spesies

: Streptococcus mutans

(3)

2. Karakteristik
Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat nonmotil (tidak
bergerak), berbentuk kokus, tunggal maupun berkelompok. Metabolismenya
secara anaerob fakultatif. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu 37 0C
selama 24-48 jam dalam media selektif.
Streptococcus mutans merupakan bakteri utama penyebab karies karena
bersifat bersifat asidogenik, asidurik, dan menghasilkan suatu polisakarida
lengket yang disebut dextran. Streptococcus mutans memproduksi kandungan
asam yang dapat menghancurkan jaringan-jaringan pada gigi sehingga
menyebabkan lubang pada gigi (3).
D. EKSTRAKSI
1. Ekstraksi dan ekstrak
Ekstraksi adalah penyarian senyawa yang terdapat dalam larutan campuran
atau campuran padatan dengan menggunakan pelarut yang cocok. Ekstraksi
dapat dilakukan dengan pelarut organik terhadap bahan segar atau bahan
kering.
Pada dasarnya prinsip ekstraksi adalah melarutkan komponen yang
berada dalam campuran secara selektif dengan pelarut yang sesuai. Pelarut
polar melarutkan senyawa polar, pelarut semipolar melarutkan senyawa
semipolar, pelarut non polar melarutkan senyawa non polar.
Sediaan yang diperoleh dari hasil ekstraksi dinamakan ekstrak. Ekstrak
adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa
atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang
telah ditetapkan (16).
2.

Metode ekstraksi

13

Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke


dalam golongan alkaloid, minyak atsiri, flavonoid, dan lain-lain. Dengan
diketahuinya

senyawa

aktif

yang

terkandung

dalam

simplisia

akan

mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Berikut ini cara
ekstraksi dengan menggunakan pelarut:
a. Cara dingin.
1) Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan.
2) Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu
baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruangan.
b. Cara panas.
1) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur didihnya
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konsisten
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan
proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk
proses ekstraksi sempurna.
2) Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
berkelanjutan dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
3) Digesti
Digesti ialah maserasi kinetik pada temperatur yang lebih tinggi dari
temperatur ruangan yaitu dilakukan sekitar 400 500 C.
4) Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air pada temperatur terukur 960980C) selama waktu tertentu (15-20 menit).
5) Dekok

14

Dekok adalah infus pada waktu lebih lama ( 30 menit) dengan


temperatur sampai titik didih air (16).
E.

Kosmetik
Kosmetik berasal dari kata Yunani kosmetikos yang berarti keterampilan
menghias dan mengatur. Definisi kosmetik dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.445/Men.Kes/Permenkes/1998 adalah sebagai berikut. Kosmetik adalah
sediaan atau paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (epidermis,
rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk
membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya
tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk
mengobati atau menyembuhkan penyakit (28).
Kosmetik berbeda dengan obat farmasetik. Kosmetik tidak dirancang
untuk mengobati suatu penyakit serta aman dan tidak mempunyai efek samping
sedangkan obat farmasetik dirancang untuk mengobati suatu penyakit, harus
mempunyai efek terapetik, dan terkadang timbul efek samping yang tidak bisa
dihindari.
Tujuan utama penggunaan kosmetik pada masyarakat modern adalah
untuk kebersihan pribadi, meningkatkan daya tarik melalui make-up, meningkatkan
rasa percaya diri dan perasaan tenang, melindungi kulit dan rambut dari kerusakan
sinar UV, polusi dan faktor lingkungan lain, mencegah penuaan dan secara umum
membantu seseorang lebih menikmati dan menghargai hidup (29).
New Cosmetics Science mengklasifikasikan kosmetik berdasarkan
penggunaannya yaitu kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetics), kosmetik
perawatan tubuh (body cosmetics), kosmetik perawatan rambut (hair care
cosmetics), kosmetik untuk mulut (oral cosmetics) dan wangi-wangian (fragrances)

(29).
F.
Gargarisma
1. Definisi dan penggunaan
Gargarisma

adalah

larutan

yang

digunakan

sebagai

pembersih

untuk

meningkatkan kesehatan rongga mulut, estetika, dan kesegaran nafas (17).


Secara umum, penggunaan gargarisma dapat dibagi menjadi 4, yaitu antibakteri,

15

fluoride, kosmetik, dan prebrushing rinses. Sebagai antibakteri, gargarisma


mengandung germisid untuk mengurangi populasi bakteri di dalam rongga
mulut. Kandungan fluoride dalam gargarisma berfungsi untuk memperkuat
enamel gigi. Penggunaan sebagai kosmetik berfungsi untuk menghilangkan bau
nafas tidak sedap. Prebrushing rinses memperlunak plak sehingga mudah
dibersihkan dengan menggunakan sikat gigi (18).
2. Komposisi gargarisma (18)
Beberapa bahan beserta fungsinya secara umum dapat dijumpai dalam
gargarisma, antara lain:
a. Zat aktif.
Zat aktif yang terkandung dalam gargarisma umumnya bersifat antiseptik.
Beberapa zat aktif yang dapat ditemukan di dalam gargarisma adalah sebagai
berikut:
1) Antibakteri dan antijamur yang berfungsi untuk mengurangi jumlah
mikroorganisme

dalam

rongga

mulut

seperti

heksilresorsinol,

klorheksidin, timol, benzetonium, asam borat, asam benzoat, dan fluor.


2) Astringen yang menyebabkan pembuluh darah lokal berkontraksi sehingga
dapat mengurangi pembengkakan jaringan seperti alkohol, seng klorida,
seng asetat, asam asetat, dan asam sitrat.
3) Anodin yang berfungsi mengurangi rasa nyeri dan sakit seperti turunan
fenol dan minyak eukaliptol.
4) Dapar yang berfungsi mengurangi keasaman dalam rongga mulut akibat
hasil fermentasi sisa makanan seperti natrium perborat dan natrium
bikarbonat.
b. Zat tambahan.
Zat tambahan sediaan gargarisma dapat berupa:
1) Pelarut

16

Pelarut yang digunakan dipilih berdasarkan sifat-sifat kelarutan dari zat


aktif, kemurnian, toksisitas, viskositas, rasa, bau, dan warna yang menarik
ataupun faktor ekonomis lainnya. Pelarut yang paling sering digunakan
adalah air, sedangkan untuk membantu kelarutan dari zat aktif biasanya
ditambahkan zat pembantu pelarut seperti alkohol, propilen glikol,
sorbitol, dan gliserin.
2) Humektan
Humektan berfungsi untuk mencegah penguapan zat aktif dan bahan lain
yang mudah menguap dalam sediaan gargarisma. Humektan yang biasa
digunakan adalah sorbitol, propilen glikol, dan gliserin.
3) Surfaktan
Surfaktan berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan dan
memungkinkan pembersihan sampai ke sela-sela gigi, serta digunakan
untuk mencapai produk akhir yang jernih. Surfaktan yang biasa digunakan
adalah surfaktan nonionik seperti tween 80 dan surfaktan anionik seperti
natrium lauril sulfat.
4) Pemanis
Pemanis yang biasa digunakan dalam gargarisma adalah natrium sakarin,
sorbitol, dan gliserin. Sorbitol sering digunakan karena mempunyai rasa
yang lebih baik daripada pemanis sintetik seperti sakarin dan turunannya.
5) Pewarna
Penggunaan pewarna dalam gargarisma hanya bertujuan untuk estetika,
pembantu sensori untuk rasa yang digunakan, dan kekhasan produk.
6) Pengharum atau pewangi
Pengharum termasuk zat tambahan yang menjadi faktor pertimbangan
konsumen untuk memiliki suatu produk gargarisma. Pengharum yang
biasa digunakan adalah minyak permen, minyak cengkeh, dan mentol.
3. Evaluasi sediaan gargarisma
a. Uji parameter mutu fisika.

17

1) Pemeriksaan organoleptik
Pemeriksaan organoleptik meliputi pengamatan terhadap warna, bau, dan
rasa dari sediaan gargarisma.
2) Uji kejernihan
Kejernihan ditentukan dengan cara memendarkan suatu berkas cahaya
terfokus ke dalam larutan gargarisma yang telah dibuat. Suatu cairan
dinyatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang
digunakan atau jika okupalensinya tidak lebih nyata dari suspensi
padanan I.
3) Uji bobot jenis
Penentuan bobot jenis dilakukan menggunakan piknometer dan
didasarkan pada perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25 0C
terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama.
b. Uji parameter mutu kimia.
1) Uji pH
Harga pH ditentukan dengan menggunakan alat potensiometrik (pH
meter) yang telah dikalibrasi dengan larutan dapar pH 4 dan 7. Elektroda
dibilas air suling dan dicelupkan ke dalam sediaan gargarisma (19).
G. UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI
Aktivitas antibakteri suatu zat dapat ditetapkan melalui kadar minimal yang
diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuhnya masingmasing dikenal sebagai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi
Bunuh Minimum (KBM). Pada uji aktivitas antibakteri terdapat 2 metode yang
dapat digunakan, yaitu:
1. Metode dilusi (cara pengenceran tabung)
Pengujian cara ini dilakukan dengan mencampur zat antibakteri dalam
konsentrasi yang bervariasi dalam media yang kemudian diinokulasi dengan
bakteri, diinkubasi pada suhu 370C selama 18-24 jam. Umumnya pengenceran
dilakukan dengan kelipatan dua.
2. Metode difusi agar

18

Pada metode ini zat antibakteri diletakkan pada perbenihan padat yang telah
diinokulasi dengan bakteri yang akan diuji, kemudian diinkubasi pada suhu
370C selama 18-24 jam. Setelah diinkubasi, adanya zona jernih di sekeliling zat
antibakteri menunjukkan daya hambat zat antibakteri terhadap bakteri uji.
Metode ini dibedakan menjadi 3, yaitu cara cakram, cara silinder, dan cara
sumur (20).
H. HITUNGAN CAWAN
Pengukuran kuantitatif populasi mikroba amat diperlukan di dalam berbagai macam
penelaahan mikrobiologis. Terdapat 2 macam pengukuran dasar, yaitu penentuan
jumlah sel dan penentuan massa sel. Pengukuran jumlah sel dilakukan bagi
organisme bersel tunggal misalnya bakteri, sedangkan penentuan massa sel
dilakukan untuk organisme bersel tunggal dan juga bagi organisme berfilamen
misalnya kapang. Pengukuran jumlah sel dapat dilakukan dengan cara hitungan
cawan (plate count) atau dengan cara hitungan mikroskopik langsung.
Metode hitungan cawan didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang
dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Teknik yang harus dikuasai
dalam metode ini adalah mengencerkan sampel dan mencawankan hasil
pengenceran tersebut. Setelah inkubasi, jumlah koloni masing-masing cawan
diamati, nyatakan rata-rata jumlah mikroba tiap gram atau mL spesimen. Untuk
memenuhi persyaratan statistik, cawan yang dipilih untuk perhitungan koloni adalah
yang mengandung antara 30 300 koloni karena jumlah mikroorganisme dalam
sampel tidak diketahui sebelum penuangan. Jika tidak ditemukan koloni mikroba di
dalam cawan dengan enceran awal (1 : 10), nyatakan hasil pengujian sebagai
kurang dari 10 mikroba per gram atau mL spesimen (20,21).
I.

FORMULA SEDIAAN GARGARISMA


1. Formula standar sediaan gargarisma
Air

76,18%

Asam benzoat

0,04%

Natrium benzoat

0,10%

19

Gliserin

8,00%

Natrium sakarin

0,08%

Setilpiridinium klorida

0,05%

FD&C Blue No.1

0,0002%

SDA alkohol 38-B

15,00%

Perasa

0,25%

Polysorbate 80

0,30%

(18)

2. Pengembangan formula standar

J.

Ekstrak etanol kulit buah rambutan

1x KHM dan 3x KHM

Natrium lauril sulfat

1% dan 2%

Etanol 96%

4% dan 8%

Sorbitol

10%

Propilen glikol

15%

Mentol

0,5%

Air suling

ad 100 ml

MONOGRAFI KOMPONEN SEDIAAN GARGARISMA


1. Natrium lauril sulfat
Sinonim

: Dodecyl alcohol hydrogen sulfate; lauryl sodium


sulfate; natrii laurilsulfas; sodium dodecyl
sulfate; sodium laurilsulfate; sulfuric acid
monododecylsulfate.

Nama kimia

: Sulfuric acid monododecyl ester sodium salt

Rumus kimia

: C12H25NaO4S

Bobot molekul

: 288,37

Rumus struktur

:
Gambar II.9 Rumus struktur natrium lauril sulfat (22)

Pemerian

: Hablur, kecil, berwarna putih atau kuning muda;


agak berbau khas.

20

Kelarutan

: Mudah larut dalam air, membentuk larutan


opalesen.

pH

: 7,0 9,5 (dalam larutan 1% dalam air)

Konsentrasi misel kritik

: 8,2 mmol/L (2,365 g/L) pada 200C

Stabilitas

: Pada pH 2,5 atau kurang terhidrolisis menjadi


lauril alkohol dan natrium bisulfat.

Inkompatibel

Inkompatibel dengan surfaktan kationik yang


menyebabkan presipitasi dan hilangnya aktivitas,
garam alkaloid, garam kalium.

Aktivitas antimikroba

Bersifat bakteriostatik terhadap bakteri Gram


positif, namun tidak efektif terhadap bakteri
Gram negatif.

Fungsi dan konsentrasi

: Sebagai surfaktan dengan konsentrasi 1 2%

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat (19,22).

2. Etanol
Sinonim

: Ethanolum; etil alkohol; etil hidroksida; metil


karbinol; grain alcohol.

Nama kimia

: Etanol

Rumus kimia

: C2H5OH

Bobot molekul

: 46,07

Rumus struktur

Pemerian

Gambar II.10 Rumus struktur etanol (22)

: Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna,


berbau khas, dan menyebabkan rasa terbakar
pada lidah. Mudah menguap walaupun pada suhu
rendah dan mendidih pada suhu 780C. Mudah
terbakar.

21

Kelarutan

: Bercampur dengan air dan praktis bercampur


dengan semua pelarut organik.

Bobot jenis

: Antara 0,812 dan 0,816

Sisa penguapan

: Tidak lebih dari 1 mg

Inkompatibel

: Dalam suasana asam, etanol dapat bereaksi


dengan

oksidator,

dengan

senyawa

alkali

bereaksi dan berubah warna menjadi gelap,


inkompatibel dengan wadah aluminium.
Aktivitas antimikroba

: Bersifat bakterisid pada konsentrasi 60% sampai


95% v/v, optimal pada konsentrasi 70% v/v.
Aktivitas antimikroba tidak aktif dengan adanya
surfaktan nonionik.

Fungsi dan konsentrasi

: Sebagai kosolven dengan konsentrasi 10 20%;


sebagai pengawet dengan konsentrasi 10%

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat, jauh dari api (19,22).

3. Sorbitol cair
Sinonim

: E420; 1,2,3,4,5,6-hexanehexol; Hydex; Neosorb;


sorbite; D-sorbitol; Sorbitol instant.

Nama kimia

: D-Glucitol

Rumus kimia

: C6H14O6

Bobot molekul

: 182,17

Rumus struktur

Gambar II.11 Rumus struktur sorbitol (22)

Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa


manis.

Kelarutan

: Bercampur dengan air dan etanol.

Indeks bias

: Antara 1,455 1,461

22

pH

: 4,5 7,0 (dalam larutan 10% dalam air)

Stabilitas

: Stabil di udara, asam, maupun basa. Tidak


mengalami perubahan warna atau terdekomposisi
pada kenaikan suhu.

Inkompatibel

: Sorbitol akan membentuk suatu kelat dengan ion


logam di- dan tri-valen dalam suasana asam dan
basa kuat.

Fungsi dan konsentrasi

: Sebagai humektan, pemanis, dan kosolven 3


15%

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat (19,22).

4. Propilen glikol
Sinonim

: 1,2-dihidroksipropan; 2-hydroxypropanol; metil


etilen glikol; metil glikol; propane-1,2-diol.

Rumus kimia

: C3H8O2

Bobot molekul

: 76,09

Rumus struktur

:
Gambar II.12 Rumus struktur propilen glikol (22)

Pemerian

: Cairan kental, jernih, tidak berwarna; rasa khas;


praktis tidak berbau; menyerap air pada udara
lembab.

Kelarutan

: Dapat bercampur dengan air, etanol (95%), dan


gliserin; tidak bercampur dengan minyak mineral

Indeks bias
Bobot jenis
Stabilitas

tetapi larut dalam minyak esensial.


: 1.431-1.433
: 1.035-1.037 g/ml
: Bersifat higroskopis dan stabil apabila dicampur
dengan etanol (95%), gliserin, atau air.

Inkompatibel

: Oksidator seperti kalium permanganat.

Aktivitas antimikroba

: Merupakan antiseptik yang bersifat seperti etanol

23

Fungsi dan konsentrasi

: Sebagai humektan 15-20%; pengawet 15%-30%;


sebagai kosolven 10%-25%

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat (19,22).

5. Mentol
Sinonim

: Hexahydrothymol;

2-isopropyl-5

methlcyclohexano;

4-isopropyl-1-

methylcyclohexan-3-ol; 3-menthanol ; p-methan3-ol; dl-menthol; peppermint camphor; racemic


methanol.
Nama kimia

: 5-metil-2-(1-metiletil)-sikloheksanol

Rumus molekul

: C10H20O

Bobot molekul

: 156,27

Rumus struktur

Gambar II.13 Rumus struktur mentol (22)

Pemerian

: Hablur heksagonal atau serbuk hablur; tidak


berwarna; biasanya berbentuk jarum; bau enak
seperti minyak permen.

Kelarutan

: Sukar larut dalam air; sangat mudah larut dalam


etanol(95%), kloroform, eter; mudah larut dalam
asam asetat glasial, minyak atsiri, minyak lemak,
dan minyak mineral.

Jarak lebur

: 41-44oC

Inkompatibel

: Kamfer, kloralhidrat,

kalium permanganat,

pirogalol, fenol, resorsinol, timol.


Fungsi dan konsentrasi

: Memberikan rasa segar pada sediaan gargarisma


dengan konsentrasi 0,1-2,0%

Penyimpanan

: Penyimpanan pada wadah tertutup rapat (19,22).

24

6. Air suling
Sinonim
Rumus molekul
Bobot molekul
Pemerian

:
:
:
:

Aquadest, Aqua destilata


H2O
18,20
Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, dan

Kelarutan

tidak berasa.
: Dapat bercampur dengan pelarut polar, tidak

pH
Stabilitas

bercampur dengan pelarut non polar.


: 5-7
: Merupakan bahan kimia yang stabil pada semua

Fungsi

bentuk fisik.
: Sebagai pelarut dengan konsentrasi sampai
100%
: Dalam wadah tertutup baik (19,22).

Penyimpanan
K. RANCANGAN FAKTORIAL
Rancangan faktorial merupakan aplikasi persamaan garis regresi berupa teknik yang
memberikan gambaran model hubungan antara variabel respon dengan salah satu
atau lebih variabel bebas yang digunakan untuk menentukan secara simulasi efek
dari beberapa faktor dan interaksinya yang signifikan. Rancangan penelitian dengan
menggunakan rancangan faktorial digunakan untuk melihat pengaruh dari masingmasing faktor dan interaksinya terhadap respon. Setelah dilakukan analisis data
menggunakan rancangan faktorial maka akan diperoleh persamaan polinomial yang
menggambarkan efek yang ditimbulkan oleh masing-masing faktor. Keuntungan
dari rancangan faktorial adalah lebih efisien dalam menggunakan sumber-sumber
yang ada, informasi yang diperoleh lebih komprehensif karena dapat mempelajari
berbagai interaksi yang ada, dan hasil percobaan dapat diterapkan dalam suatu
kondisi yang lebih luas karena dipelajari kombinasi dari berbagai faktor (23).
Dalam penelitian ini, digunakan rancangan faktorial 23 (2x2x2) dengan 3
faktor meliputi ekstrak kulit buah rambutan, natrium lauril sulfat, dan etanol 96%,
masing-masing level pada 2 konsentrasi yang berbeda sehingga akan terbentuk 8
formula.
Tabel II.1 Level faktor

25

Faktor
A = ekstrak kulit buah rambutan
B = natrium lauril sulfat
C = etanol 96%

Kombinasi
(1)
A
B
C
AB
AC
BC
ABC
Keterangan:

Level rendah
1x KHM
1%
5%

Level tinggi
3x KHM
2%
10%

Tabel II.2 Desain faktorial


Konsentrasi
Ekstrak kulit buah rambutan
Natrium lauril sulfat
F1
F2
+
F3
+
F4
F5
+
+
F6
+
F7
+
F8
+
+
(-) : Faktor pada level rendah

Formulasi

Etanol 96%
+
+
+
+

(+): Faktor pada level tinggi

L. LANDASAN TEORI
Kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.) memiliki aktivitas
antibakteri terhadap Streptococcus mutans dengan nilai Konsentrasi Bunuh
Minimum sebesar 1,25% (4) sehingga dapat digunakan sebagai antikaries. Ekstrak
kulit buah rambutan dibuat dalam bentuk sediaan gargarisma yang praktis, memiliki
waktu simpan yang lama, menutupi rasa pahit dari kulit buah rambutan, dan dapat
meningkatkan efektivitasnya sebagai antikaries gigi.
Mutu fisika dan kimia sediaan gargarisma dilihat dari kejernihan dan
perubahan pH. Kejernihan dipengaruhi oleh kelarutan komponen dalam formulasi,
terutama ekstrak kulit buah rambutan, dan mentol. Upaya peningkatan kelarutan
dilakukan melalui mekanisme kosolvensi (penggunaan kosolven) dan solubilisasi
miselar (penggunaan surfaktan). Efektivitas sediaan dipengaruhi oleh aktivitas

26

antibakteri dari ekstrak kulit buah rambutan. Oleh karena itu dalam penelitian ini
digunakan variasi konsentrasi ekstrak kulit buah rambutan, natrium lauril sulfat, dan
etanol 96% yang diduga mempengaruhi mutu fisika, kimia, dan efektivitas sediaan.
Natrium lauril sulfat berperan dalam menurunkan tegangan permukaan
sehingga memungkinkan pembersihan sampai ke sela-sela gigi. Natrium lauril sulfat
juga berperan dalam meningkatkan kelarutan bahan melalui mekanisme solubilisasi
miselar. Penggunaan surfaktan nonionik seperti tween 80 inkompatibel dengan tanin
karena menyebabkan terjadinya presipitasi (22). Kosolven berperan dalam
meningkatkan kelarutan bahan dalam sediaan sehingga diperoleh produk yang
jernih. Kosolven yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol 96%, sorbitol,
dan propilen glikol. Etanol dibutuhkan untuk melarutkan bahan, terutama mentol.
Penggunaan gargarisma yang mengandung alkohol dengan konsentrasi 10% atau
lebih (24) dalam jangka panjang dapat meningkatkan resiko kanker mulut (25)
sehingga dalam penelitian ini, konsentrasi etanol diturunkan hingga 8%. Sorbitol
berfungsi sebagai kosolven, pemanis untuk menutupi rasa pahit dari kulit buah
rambutan (tingkat kemanisannya 60% sukrosa), humektan untuk mencegah
penguapan zat aktif dan bahan lain yang mudah menguap dalam sediaan, dan
bersifat nonkariogenik. Propilen glikol berperan sebagai kosolven, humektan, dan
pengawet untuk mencegah kontaminasi mikroba sehingga dapat meningkatkan
stabilitas sediaan. Penelitian sebelumnya (26) menyimpulkan bahwa kombinasi
natrium lauril sulfat dan gliserin menghasilkan sediaan yang kurang jernih. Bahan
tambahan lain adalah mentol sebagai flavoring agent yang memberikan efek segar
saat berkumur untuk meningkatkan penerimaan konsumen.
Ekstrak kulit buah rambutan mengandung senyawa tanin yang
menyebabkan lisis pada membran sel bakteri (27). Penambahan bahan tambahan
dalam formulasi akan mempengaruhi efektivitas sediaan. Bahan tambahan yang
diduga mempengaruhi efektivitas sediaan adalah natrium lauril sulfat, etanol 96%,
dan propilen glikol yang memiliki aktivitas antimikroba (22).
Untuk melihat pengaruh faktor (ekstrak kulit buah rambutan, natrium
lauril sulfat, etanol 96%) dan interaksinya terhadap respon yang meliputi

27

organoleptik, kejernihan, bobot jenis, pH, dan angka lempeng total maka digunakan
rancangan faktorial 23. Selanjutnya, masing-masing respon dibuat persamaan
polinomial, contour plot, dan superimposed contour plot untuk memperoleh formula
optimum. Formula optimum yang diperoleh disimpan selama 1 bulan pada suhu
400C untuk melihat pengaruh waktu penyimpanan pada suhu yang ditingkatkan
terhadap mutu fisika, kimia, dan efektivitas sediaan.
M. HIPOTESIS
1. Ekstrak kulit buah rambutan dapat diformulasikan menjadi sediaan gargarisma
yang memenuhi syarat mutu fisika dan kimia.
2. Sediaan gargarisma yang dihasilkan efektif dalam menghambat pertumbuhan
Streptococcus mutans dalam rongga mulut probandus.
3. Diperoleh formula optimum gargarisma ekstrak kulit buah rambutan yang
memenuhi syarat mutu fisika dan kimia, serta efektif sebagai antikaries gigi.

BAB III
RENCANA PENELITIAN

28

A. PRINSIP PENELITIAN
Kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.) dikeringkan, diblender,
dimaserasi, dan dikentalkan dengan rotavapor. Ekstrak ditentukan nilai Konsentrasi
Hambat Minimum (KHM), diformulasikan dalam bentuk sediaan gargarisma yang
dirancang menggunakan rancangan faktorial 23 dengan faktor ekstrak kulit buah
rambutan, natrium lauril sulfat, dan etanol 96%. Sediaan gargarisma dibiarkan
berkesetimbangan selama 3 hari pada suhu kamar, dilakukan evaluasi parameter
mutu fisika, kimia, dan efektivitas meliputi uji organoleptik, kejernihan, bobot jenis,
pH, dan angka lempeng total bakteri rongga mulut probandus. Hasil evaluasi dibuat
persamaan polinomial, contour plot, dan superimposed contour plot sehingga
diperoleh formula optimum. Formula optimum dibuat berdasarkan analisa data,
disimpan selama 1 bulan pada suhu 400C, dilakukan evaluasi parameter mutu fisika,
kimia, dan efektivitas pada minggu ke 0, 2, dan 4. Hasil evaluasi formula optimum
dianalisis menggunakan ANOVA 1 arah.
B. TEMPAT PENELITIAN
Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Skripsi, Laboratorium Teknologi
Bahan Alam, Laboratorium Teknologi Farmasi Sediaan Setengah Padat dan Cair,
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta.
C. RANCANGAN PENELITIAN
1. Tinjauan pustaka
Meliputi penelaahan literatur.
2. Pengumpulan dan penyiapan bahan penelitian
Bahan yang digunakan adalah kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.)
yang diperoleh dari sentra budidaya rambutan di Subang. Kulit buah rambutan
dicuci, diiris tipis-tipis, dikeringkan di oven pada suhu 40oC 50oC selama 24
jam.
3. Determinasi tanaman
Determinasi kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.) dilakukan di
Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor.
4. Pemeriksaan bahan tambahan
5. Pembuatan serbuk simplisia kulit buah rambutan

29

6. Identifikasi tanin dalam simplisia kulit buah rambutan


7. Pembuatan ekstrak kulit buah rambutan
8. Karakterisasi ekstrak kulit buah rambutan
Karakterisasi meliputi organoleptik, ketercampuran ekstrak, dan rendemen.
9. Penentuan nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
10. Formula sediaan gargarisma ekstrak kulit buah rambutan
11. Pembuatan sediaan gargarisma ekstrak kulit buah rambutan
12. Evaluasi parameter mutu dan efektivitas sediaan
Sediaan gargarisma dibiarkan berkesetimbangan selama 3 hari pada suhu kamar,
dilakukan evaluasi parameter mutu fisika, kimia, dan efektivitas meliputi uji
organoleptik, kejernihan, bobot jenis, pH, dan angka lempeng total bakteri
rongga mulut probandus untuk menentukan formula optimum.
13. Analisis data (penentuan formula optimum)
14. Evaluasi parameter mutu dan efektivitas formula optimum
Formula optimum dibuat berdasarkan hasil analisa data, disimpan pada suhu
400C selama 1 bulan, dilakukan evaluasi parameter mutu fisika, kimia, dan
efektivitas meliputi uji organoleptik, kejernihan, bobot jenis, pH, dan angka
lempeng total bakteri rongga mulut probandus pada minggu ke 0, 2, dan 4.
15. Analisis data (pengaruh waktu penyimpanan terhadap respon)

BAB IV
BAHAN, ALAT, DAN METODE PENELITIAN
A. BAHAN
Kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.); Etanol 96% (Brataco); Natrium
lauril sulfat (Brataco); Sorbitol (Lokal); Propilen glikol (Brataco); Mentol (China);
Air suling (Brataco); Ferri(III)klorida 1%; Formaldehid 30%; HCl pekat; Natrium
asetat; Hidrazin sulfat P (Merck); Heksamina P (Merck); Agar Darah; Kaldu pepton;
Nutrient Agar; Bakteri Streptococcus mutans ATCC 67371 (Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia).
B. ALAT

30

Alat-alat gelas laboratorium (Pyrex); Alat-alat volumetrik (Pyrex); Timbangan


analitik (Mettler AG 204); Oven (Memmert); Blender (Phillips); Pengayak; Orbital
shaker; Rotavapor (Buchi R-205); Pengaduk magnetik (Thermolyn); pH meter
(Denver); Piknometer (Iwaki); Termometer; Autoklaf (Hirayana); Vortex Mixer
(Thermolyne); Laminar Air Flow (Gelman Sciences); Inkubator (Memmert);
Spektrofotometer UV-VIS (Genesys 10UV); Lampu spiritus; Rak tabung; Tabung
reaksi (Pyrex); Cawan Petri; Jarum ose.
C. METODE PENELITIAN
1. Pengumpulan dan penyiapan bahan penelitian
Bahan yang digunakan adalah kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.)
yang diperoleh dari sentra budidaya rambutan di Subang. Kulit buah rambutan
dicuci, diiris tipis-tipis, dikeringkan di oven pada suhu 40oC 50oC selama 24
jam. Cara pengeringan ini dipilih daripada pengeringan dengan sinar matahari
langsung karena panas sinar matahari tidak konstan suhunya.
2. Determinasi tanaman
Determinasi kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.)

dilakukan di

Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor.


3. Pemeriksaan bahan tambahan
Pemeriksaan bahan tambahan yang terdiri dari natrium lauril sulfat, etanol 96%,
sorbitol, propilen glikol, mentol, dan air suling dilakukan sesuai monografi
masing-masing bahan.
4. Pembuatan serbuk simplisia kulit buah rambutan
Kulit buah rambutan yang telah kering diserbukkan dengan blender hingga
diperoleh serbuk dengan derajat halus 4/18.
5. Identifikasi tanin dalam simplisia kulit buah rambutan
Sejumlah 2 gram serbuk simplisia ditambahkan 100 mL air, dididihkan selama
15 menit, didinginkan dan disaring dengan kertas saring. Filtrat dibagi menjadi
dua bagian. Ke dalam filtrat pertama ditambahkan larutan Fe(III)klorida 1%,
timbul warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukan adanya senyawa
golongan tanin. Ke dalam filtrat kedua ditambahkan 15 mL pereaksi Stiasny,

31

yaitu formaldehid 30% dan HCl pekat (2:1), dipanaskan diatas penangas air,
terbentuk endapan merah muda menunjukan adanya tanin katekuat (tanin
terkondensasi). Selanjutnya endapan disaring, filtrat dijenuhkan dengan natrium
asetat, ditambahkan beberapa tetes larutan Fe(III)klorida 1%, timbul warna biru
tinta menunjukkan adanya tanin galat (tanin terhidrolisa).
6. Pembuatan ekstrak kulit buah rambutan
a. Maserasi.
Serbuk kulit buah rambutan dimaserasi menggunakan etanol 96% (1:10 b/v)
selama 24 jam dengan bantuan orbital shaker pada 220 rpm.
b. Pengentalan dengan rotavapor.
Ekstrak dikentalkan dengan rotavapor pada suhu 400C, kecepatan putar 70
rpm, dan tekanan 175 mbar.
7. Karakterisasi ekstrak kulit buah rambutan
Karakterisasi bertujuan untuk reproduksibilitas dari ekstrak etanol kulit buah
rambutan. Karakterisasi ekstrak etanol kulit buah rambutan yang dilakukan pada
penelitian ini meliputi :
1. Pemeriksaan organoleptik.
Diamati warna, bau, dan rasa dari ekstrak.
2. Ketercampuran ekstrak.
Dilakukan dengan mencampurkan ekstrak kental kulit buah rambutan
dengan air, etanol 96%, sorbitol, dan propilen glikol.
3. Rendemen.
Rendemen ekstrak kulit buah rambutan merupakan perbandingan jumlah
total simplisia kulit buah rambutan yang dimaserasi dengan jumlah ekstrak
kental kulit buah rambutan yang dihasilkan.
8. Penentuan nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
a. Sterilisasi alat
1) Sterilisasi menggunakan autoklaf
Alat volumetrik disterilkan pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15
menit.
2) Sterilisasi menggunakan oven
Alat non volumetrik disterilkan pada suhu 1500C selama 60 menit.
b. Pembuatan media

32

1) Media kaldu pepton


Bahan dicampur dengan air suling, dipanaskan, diaduk hingga homogen,
dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 mL, mulut tabung ditutup
dengan kapas. Media disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 0C selama
15 menit.
2) Media Nutrient Agar
Bahan dicampur dengan air suling, dipanaskan, diaduk hingga homogen.
Media disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.
c. Peremajaan bakteri
Streptococcus mutans diinokulasikan pada agar darah miring, diinkubasi
pada suhu 370C selama 24 jam.
d. Pembuatan suspensi bakteri
Dari biakan bakteri pada agar darah miring, diambil 1 ose bakteri dan
diinokulasikan ke dalam 3 mL kaldu pepton, diinkubasi kembali pada suhu
370C selama 24 jam. Setelah diinkubasi, suspensi bakteri disamakan
kekeruhannya dengan 25%T (108 CFU/mL).
e. Pembuatan larutan induk
Ekstrak kental kulit buah rambutan diencerkan dengan etanol 96% hingga
konsentrasi 5% (2,5 gram ekstrak dalam 50 ml etanol 96%).
f. Pembuatan larutan uji
Dari larutan induk, dibuat ekstrak dengan konsentrasi 1,25%, 1,0%, 0,75%,
0,5%, 0,25%.
1) Konsentrasi 1,25%

: 2,5 ml larutan induk ditambah kaldu pepton

2) Konsentrasi 1,0%

hingga 10 mL
: 2 ml larutan induk ditambah kaldu pepton hingga

3) Konsentrasi 0,75%

10 mL
: 1,5 ml larutan induk ditambah kaldu pepton

4) Konsentrasi 0,5%

hingga 10 mL
: 1 ml larutan induk ditambah kaldu pepton hingga

5) Konsentrasi 0,25%

10 mL
: 0,5 ml larutan induk ditambah kaldu pepton

hingga 10 mL
g. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum

33

1)

Disiapkan tabung berisi 3 mL larutan uji pada masing-masing


konsentrasi, ditambahkan 1 mL suspensi bakteri, divortex, kemudian
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Sebagai kontrol positif
digunakan campuran 1 mL etanol 96%, 2 mL kaldu pepton, dan 1 mL

2)
3)

suspensi bakteri.
Nutrient Agar dituangkan ke cawan Petri, didiamkan hingga memadat.
Dengan menggunakan jarum ose steril, hasil uji dari setiap tabung
diinokulasikan pada media Nutrient Agar di cawan Petri, diinkubasi

4)

pada suhu 370C selama 24 jam.


Diperoleh konsentrasi terendah yang dapat menghambat mikroba yang
merupakan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) yang akan digunakan
sebagai dosis ekstrak kulit buah rambutan dalam formulasi sediaan
gargarisma.

9. Formula sediaan gargarisma ekstrak kulit buah rambutan


BAHAN
Ekstrak kulit

Tabel IV.1 Formula gargarisma ekstrak kulit buah rambutan


FORMULA (%)
F1
F2
F3
F4
F5
F6
F7
(1)
(a)
(b)
(c)
(ab)
(ac)
(bc)
1x
3x
1x
1x
3x
3x
1x

F8
(abc)
3x

buah rambutan
Natrium lauril

KHM
1

KHM
1

KHM
2

KHM
1

KHM
2

KHM
1

KHM
2

KHM
2

sulfat
Etanol 96%
Sorbitol
Propilen glikol
Mentol
Air suling ad

4
10
15
0,1
20

4
10
15
0,1
20

4
10
15
0,1
20

8
10
15
0,1
20

4
10
15
0,1
20

8
10
15
0,1
20

8
10
15
0,1
20

8
10
15
0,1
20

Sediaan dibuat sebanyak 100 ml untuk 5 kali pemakaian


10. Pembuatan sediaan gargarisma ekstrak kulit buah rambutan
a. Bahan-bahan yang akan digunakan ditimbang.
b. Ekstrak kulit buah rambutan dilarutkan dalam sebagian etanol 96%. (larutan
1)
c. Natrium lauril sulfat dilarutkan dalam air suling. (larutan 2)
d. Mentol yang telah dilarutkan dengan sebagian etanol 96%, dicampurkan ke
larutan 2, diaduk hingga homogen.
e. Propilen glikol dicampurkan ke larutan 2, diaduk hingga homogen.
f. Sorbitol dicampurkan ke larutan 2, diaduk hingga homogen. (larutan 3)

34

g. Larutan 1 dicampurkan ke dalam larutan 3, diaduk hingga homogen.


h. Ditambahkan air suling, dicampur hingga homogen.
11. Evaluasi parameter mutu dan efektivitas sediaan
Sediaan gargarisma dibiarkan berkesetimbangan selama 3 hari pada suhu kamar,
dilakukan evaluasi parameter mutu fisika, kimia, dan efektivitas meliputi uji
organoleptik, kejernihan, bobot jenis, pH, dan angka lempeng total bakteri
rongga mulut probandus untuk menentukan formula optimum.
a. Evaluasi fisika.
a. Pemeriksaan organoleptik
a) Warna
Pengamatan warna dilakukan secara visual dengan mata biasa
terhadap sediaan gargarisma yang dikemas dalam botol bening.
b) Bau
Bau dari sediaan gargarisma yang telah disimpan dalam wadah yang
sesuai dengan cara membuka tutup botol dan mencium aromanya.
c) Rasa
Rasa dari sediaan gargarisma diuji dengan cara mencicipi berkumur
sesuai takaran (20 mL).
b. Kejernihan
Baku opalesen dibuat dengan cara: Dilarutkan 1,0 gram hidrazin sulfat P
dalam air secukupnya hingga 100,0 mL, dibiarkan selama 4 - 6 jam. Pada
25,0 mL larutan ditambahkan larutan 2,5 gram heksamina P dalam 25,0
mL air, dicampur dan dibiarkan selama 24 jam. Sebanyak 15,0 mL
suspensi diencerkan dengan air 1000 mL. Suspensi harus digunakan
dalam waktu 24 jam setelah pembuatan.
Suspensi padanan dibuat dengan cara seperti pada tabel IV.2.
Masing-masing suspensi harus bercampur baik dan dikocok sebelum
digunakan.
Tabel IV.2 Komposisi suspensi padanan baku menurut Farmakope Indonesia Ed.IV
Bahan
Suspensi padanan
I
II
III
IV
Baku opalesen (mL)
5,0
10,0
30,0
50,0

35

Air (mL)

95,0

90,0

70,0

50,0

Penentuan kejernihan sediaan gargarisma dengan cara sebagai berikut:


a) Disiapkan dua tabung reaksi alas datar dengan diameter 15 25 mm,
tidak berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca netral.
b) Dimasukkan ke dalam dua tabung reaksi tersebut masing-masing
suspensi padanan dan larutan uji secukupnya sehingga volume
larutan dalam tabung reaksi tepat 40 mm.
c) Setelah 5 menit pembuatan suspensi padanan, dibandingkan kedua
isi tabung dengan latar belakang hitam.
d) Diamati di bawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke arah bawah
tabung. Difusi cahaya harus sedemikian rupa sehingga suspensi
padanan I dapat langsung dibandingkan dengan suspensi padanan II.
Suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air atau
pelarut yang digunakan bila diamati di bawah kondisi di atas atau jika
okupalensinya tidak lebih nyata dari suspensi padanan I.
c. Bobot jenis
Penentuan bobot jenis menggunakan piknometer dan didasarkan pada
perbandingan bobot cairan di udara pada suhu 250C terhadap bobot air
dengan volume dan suhu yang sama.
Prosedur pengukuran bobot jenis adalah sebagai berikut:
a) Piknometer yang akan digunakan dibersihkan terlebih dahulu dan
dikeringkan
b) Piknometer tersebut dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer
dan bobot air yang baru dididihkan dan didinginkan pada suhu 250C.
c) Sediaan gargarisma yang suhunya telah diatur 250C dimasukkan ke
dalam piknometer.
d) Suhu piknometer yang telah diisi kemudian diatur hingga 250C.
e) Kelebihan zat uji dibuang kemudian ditimbang.
f) Bobot jenis dihitung berdasarkan rumus:
Bobot jenis =
b. Evaluasi kimia.

36

1) pH
Penentuan pH sediaan gargarisma menggunakan pH meter dengan
prosedur sebagai berikut:
a) Elektrode dicuci dan dibilas dengan air suling.
b) pH meter dikalibrasi dengan larutan dapar pH 4 dan 7.
c) Sediaan gargarisma yang akan diukur disiapkan.
d) Elektrode pH meter dicelupkan sampai ujung elektrode tercelup ke
dalam sediaan.
e) pH yang didapat dicatat, pembacaan dilakukan 3 kali.
c. Evaluasi efektivitas.
Efektivitas dari gargarisma diuji dengan cara membandingkan angka
lempeng total bakteri dalam rongga mulut probandus sebelum dan sesudah
menggunakan gargarisma.
1) Penentuan probandus
Probandus ditentukan sebanyak 3 orang wanita berusia 20-25 tahun,
sehat, tidak sedang mengandung, tidak menderita penyakit sistemik, dan
tidak mengkonsumsi obat antimikroba yang dapat mempengaruhi flora
normal rongga mulut. Probandus diminta menandatangani informed
consent.
2) Sterilisasi alat
a) Sterilisasi menggunakan autoklaf
Alat volumetrik disterilkan pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama
15 menit.
b) Sterilisasi menggunakan oven
Alat non volumetrik disterilkan pada suhu 1500C selama 60 menit.
3) Pengambilan sampel bakteri dari rongga mulut probandus
a) Satu jam sebelum menggunakan gargarisma, probandus diminta
berpuasa untuk menyamakan kondisi rongga mulut.
b) Pengambilan sampel sebelum penggunaan gargarisma : probandus
diminta kumur-kumur dengan 20 mL aquadest steril selama 30 detik
(larutan induk 1)
c) Probandus diberikan gargarisma sebanyak 20 mL, dikumur selama 30
detik, dibuang, kemudian kumur dengan menggunakan 20 mL
aquadest selama 30 detik, dibuang.
d) Pengambilan sampel setelah 1 jam penggunaan gargarisma :
probandus berpuasa selama 1 jam, kemudian segera kumur-kumur

37

dengan menggunakan 20 mL aquadest steril selama 30 detik (larutan


induk 2)
4) Perhitungan jumlah koloni bakteri (metode angka lempeng total)
a) Dipipet masing-masing 0,5 mL dari larutan induk 1 dan 2 hasil
kumur-kumur probandus, dilakukan deret pengenceran mulai dari 10 -1
sampai 10-6 dengan menggunakan aquadest steril.
b) Dipipet 1 mL dari masing-masing pengenceran ke dalam cawan Petri
steril.
c) Ke dalam setiap cawan Petri steril dituangkan 20 mL media Nutrient
Agar yang telah dicairkan pada suhu 4520C.
d) Cawan Petri digoyang dengan hati-hati sehingga sampel dan media
perbenihan tercampur rata. Biarkan hingga campuran dalam cawan
Petri memadat.
e) Pemeriksaan blangko dilakukan dengan cara mencampur gargarisma
tanpa ekstrak kulit buah rambutan, aquadest steril, dan perbenihan
untuk setiap sampel yang diperiksa. Sebagai kontrol positif digunakan
larutan gargarisma yang beredar di pasaran.
f) Semua cawan Petri dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi
terbalik dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24-48 jam.
g) Dihitung pertumbuhan koloni pada setiap cawan Petri yang
mengandung 30-300 koloni.
h) Dihitung angka lempeng total dalam 1 gram sampel dengan
mengalikan jumlah rata-rata koloni pada cawan dengan faktor
pengenceran yang digunakan.
12. Analisis data (penentuan formula optimum)
Data hasil uji kejernihan, bobot jenis, pH, dan angka lempeng total dianalisis
dengan menggunakan program komputer Minitab 16 untuk melihat efek faktor
dan interaksinya yaitu konsentrasi ekstrak kulit buah rambutan, natrium lauril
sulfat, dan etanol 96% terhadap respon. Masing-masing respon dibuat persamaan
polinomial dan contour plot. Analisis dilanjutkan dengan menggunakan
superimposed contour plot untuk memperoleh formula optimum.
13. Evaluasi parameter mutu dan efektivitas formula optimum

38

Formula optimum dibuat berdasarkan hasil analisa data, disimpan pada suhu
400C selama 1 bulan, dilakukan evaluasi parameter mutu fisika, kimia, dan
efektivitas meliputi uji organoleptik, kejernihan, bobot jenis, pH, dan angka
lempeng total bakteri rongga mulut probandus pada minggu ke 0, 2, dan 4.

14. Analisis data (pengaruh waktu penyimpanan terhadap respon)


Untuk melihat signifikansi pengaruh waktu penyimpanan pada suhu yang
ditingkatkan terhadap respon yang diuji (kejernihan, bobot jenis, pH, dan angka
lempeng total bakteri rongga mulut probandus) pada formula optimum, hasil
evaluasi dianalisis menggunakan metode analisis statistik ANOVA 1 arah pada
tingkat kepercayaan 95%.

39

DAFTAR PUSTAKA

1. Soendoro T. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2008.
2. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan: USU Press;
2008. h. 4-6.
3. Nugraha AW. Streptococcus mutans, si plak dimana-mana. Yogyakarta:
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma; 2008. h. 1-4.
4. Subagio EW. Uji efektivitas ekstrak kulit rambutan (Nephelium lappaceum
L.) sebagai antibakteri terhadap Streptococcus mutans secara in vitro
(skripsi). Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, 2012.
5. Thitilertdecha N, Teerawutgurlag A, Killburn JD, Rakariyatham N.
Identification of major phenolic compounds from Nephelium lappaceum L.
and their antioxidant activities. Molecules. 2010;15(1):1453-1465.
6. Funatogawa K, Hayashi S, Shimomura H, Yoshida T, Ito H, Hatano T, et al.
Antibacterial activity of hydrolizable tannins derived from medicinal plants
against Helycobacter pylori. Microbiol Immunol. 2004;48(4):251-261.
7. Apa itu karies gigi. 2013; Diambil dari: http://klinikgigisahabat.com/?p=105.
Diakses 17 Oktober 2013.
8. Streptococcus mutans. Diambil dari: http://www.saishika.jp/biofilm/aa.html.
Diakses 17 Oktober 2013.

40

9. Rambutan. Diambil dari: http://www.rambutan.com/. Diakses 17 Oktober


2013.
10. Klasifikasi
rambutan.
Diambil
dari:
http://www.biologionline.info/2013/08/klasifikasi-rambutan.html. Diakses 17
Oktober 2013.
11. Dalimartha S. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3. Jakarta: Puspa Swara;
2005. h.115-7.
12. Palanisamy UD, Manaharan T, Appleton D. Rapid isolation of geraniin from
Nephelium lappaceum rind waste and its anti-hyperglycemic activity. Journal
of Food Chemistry. 2011; 127(1):21-27.
13. Maryadele J, editor. The merck index Vol II. 14th ed. USA: Merck & Co;
2006. p.3549,9052.
14. Ellagic acid. Diambil dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Ellagic_acid. Diakses
17 Oktober 2013.
15. Corilagin. Diambil dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Corilagin. Diakses 17
Oktober 2013.
16. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Panduan teknologi ekstrak.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 2000. h.6, 13-4.
17. Power JM, Sakaguchi RL, Craig RG. Craigs restorative dental materials 12th
edition. St.Louis: Elsevier; 2006.
18. Rieger M. Harrys Cosmeticology 8th ed. New York: Chemical publishing
Co.Inc; 2000. p.745-50.

41

19. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi IV.


Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 1995. h.634,529-0,756-7,998,1039-0.
20. Cappucino JG, Sherman N. Microbiology a laboratory manual 8th edition.
New York: Addision-Wesley Publishing Co; 2008.
21. Dewan Standarisasi Nasional. Standar nasional Indonesia cara uji cemaran
mikroba. Jakarta; 1992, h.2-18.
22. Rowe RC, Sheskey PJ, Weller PJ. Handbook of pharmaceutical excipients.
6nd ed. London: The Pharmaceutical Press; 2009. p.17-9, 433-5, 651-3, 67982.
23. Armstrong A. Pharmaceutical experimental design and interpretation.
London: Taylor dan Francis Group; 2001. p.83-131.
24. Haq et al. Alcohol use in mouthwash and possible oral health concern, J Pak
Med Assoc. 2009;59(3):186-190.
25. McCullough MJ, Farah CS. The role of alcohol in oral carcinogenesis with
particular reference to alcohol-containing mouthwashes. Australian Dental
Journal. 2008;53(1):302-305.
26. Rosvita. Pengaruh natrium lauril sulfat dan gliserin terhadap sifat fisik
larutan gargarisma ekstrak propolis lebah madu (Apis mellifera L.) (skripsi).
Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Pancasila; 2008.
27. Akiyama H, Fuji K, Yamasaki O, Oono T, Iwatsuki K. Antibacterial action of
several tannins against Staphylococcus aureus. Journal of antimicrobial
chemotherapy. 2001;48:487-491.
28. Ditjen POM. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI; 1985. h.22-33,141,356-410,459,63.
29. Messina, Mark J. Legumes and soybean: overview of their nutritional
profiles and health effects. Am J Clin Nutr. 1998;7:439S-446S.

42

You might also like