Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Sirosis hepatis adalah suatu penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya nekrosis, pembentukan jaringan ikat/fibrosis disertai nodul.1 Istilah sirosis
diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826. diambil dari bahasa
Yunani Scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan dipakai untuk
menunjukkan warna oranye atau kuning kecoklatan pada permukaan hati yang
tampak pada otopsi.2
Sedangkan yang dimaksud dengan fibrosis sendiri adalah penumpukan
berlebihan matriks ekstraseluler (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam
hati. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversible. Namun pada
sebagian besar pasien sirosis, proses fibrosis biasanya irreversible.2,3
Sekitar 35.000 kematian per tahun terjadi di Amerika Serikat akibat dari
sirosis dan penyakit hati kronis. Sirosis merupakan penyebab kematian utama
kesembilan di Amerika Serikat. Setiap tahun ada tambahan 2000 kematian yang
disebabkan karena gagal hati fulminan (fulminant hepatic failure).4,5 Penyakit ini
dapat disebabkan oleh hepatitis virus (A dan B), obat (asetaminofen), toksin, hepatitis
autoimun, penyakit Wilson, dan berbagai macam penyebab lain yang jarang
ditemukan.
Di Indonesia belum ada data resmi nasional tentang sirosis hepatis. Beberapa
laporan rumah sakit umum pemerintah Indonesia dapat dilihat prevalensi sirosis
hepatis di bangsal penyakit dalam umumnya berkisar 3,6%-8,4% di Jawa dan
Sumatera hanya berdasarkan dari diagnosis klinis saja, sedang di Sulawesi dan
Kalimantan di bawah 1%.6
Salah satu komplikasi pada sirosis hepatis yang sering terjadi adalah
ensefalopati hepatik, yang merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati.
Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapattimbul
gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.
BAB II
STATUS PASIEN
2.1 Identitas Pasien
-
Nama
: Tn. E
Umur
: 62 tahun
Jenis Kelamin
: Laki - laki
Pekerjaan
:-
Alamat
Ruangan / Kelas
Tanggal MRS
: 02 Februari 2015
2.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama :
Pasien datang dengan penurunan kesadaran sejak + 1 hari SMRS.
2. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
Seminggu SMRS, pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama. Setelah 3
hari dirawat, pasien pulang ke rumah dengan keluhan yang sudah berkurang.
Dan + 1 hari SMRS, pasien mengalami penurunan kesadaran dan menjadi
seperti orang bingung, sulit berkomunikasi dengan keluarga, tampak gelisah,
lemas, mual, nafsu makan tidak ada sejak pulang dari rumah sakit, tidur malam
kurang nyenyak.
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sirosis hepatis dan pernah dirawat dengan keluhan yang sama pada
: Sedang
: Tampak sakit sedang
: Delirium, GCS 12 (E3, M5, V4)
: 90/70 mmHg
: 103 x/menit
: 26 x/menit
: 37 C
: TB : 165 cm, BB : 60 kg
Status gizi
(normal)
Sianosis (-), dispeneu (-), dehidrasi (-), edema umum (-),
Cara berbaring
: normal.
Kulit
Warna
Efloresensi
Pigmentasi
Jaringan parut
Pertumbuhan Rambut
Pertumbuhan darah
: Sawo matang
: tidak ada
: Hipo/hiperpigmentasi (-)
: tidak ada
: normal
: normal
: IMT 22,04
Submandibula
Submental
Jugularis Superior
Jugularis Interna
: normal
: normal
: normal
: normal
Kepala
: 37 0C
: lembab
: cukup
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
Kelenjar
Suhu
Lembab kering
Turgor
Ikterus
Edema
Lain-lain
Bentuk
Ekspresi
Simetris muka
Rambut
Deformitas
Perdarahan temporal
Nyeri tekan saraf
Lain-lain
: normochepal
: normal
: simetris
: normal
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
Mata
Exopthalmus/ennopthalmus
Palpepbra
Kelopak
Conjungtiva
Sklera
Kornea
Pupil
Lensa
Visus
Gerakan kedua belah mata
Lap. Pandang
: tidak ada
: normal
: normal
: tidak anemis
: sklera ikterik (+)
: normal
: isokor, refleks cahaya +/+
: tidak keruh
: normal
: simetris
: normal
: tidak ada
: normal
: tidak ada
: tidak ada
: normal
: normal
: tidak ada
Bagian luar
Septum
Ingus
Selaput lendir
Sumbatan
Perdarahan
Lain-lain
: normal
: normal
: tidak ada
: normal
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
Mulut
Tophi
Lubang
Cairan
Nyeri tekan
Selaput lendir
Pendengaran
Lain-lain
Hidung
: tidak ada
Telinga
Lain lain
Bibir
Gigi geligi
Gusi
Lidah
Selaput lendir
Bau pernafasan
Lain lain
Faring
Tonsil
Lain-lain
: Tidak sianosis
: normal
: normal
: kotor
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: T1-T1
: tidak ada
Leher :
: normal
: normal
: 5-2 CmH20
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
Dada
Bentuk
Spider nevi
Buah dada
: normal
: tidak ada
: normal
Paru-paru
Anterior
Dextra
Inspeksi :
Palpasi :
Sinistra
simetris
vokal fremitus simetris
Nyeri tekan (-)
Perkusi :
sonor
batas paru hati ICS VI
Auskultasi :
simetris
vokal fremitus simetris
nyeri tekan (-)
sonor
batas paru lambung
ICS VII
Vesikuler, W(-), R(-)
Posterior
Dextra
Inspeksi :
Palpasi :
Sinistra
simetris
vokal fremitus simetris
Nyeri tekan (-)
Perkusi :
sonor
Auskultasi :
Vesikuler, W(-), R(-)
simetris
vokal fremitus simetris,
nyeri tekan (-)
sonor
Vesikuler, W(-), R(-)
Jantung
Inspeksi
Tempat
:-
Luas
:-
Lain-lain :
Palpasi
Luas
: 1 jari
Perkusi
: tidak ada
: Batas-batas Jantung
Kiri
Kanan
Atas
Pinggang
: reguler
Frekuensi
: normal
Bising Jantung
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
teraba
Perkusi
: shiffting dullness (+), asites (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung
Inspeksi
: simetris
Genitalia
Palpasi
Perkusi
Gerakan
Lain-lain
Ekstremitas
Superior
: deformitas (-), sianosis (-), edem (-), palmar eritem (-), ujung
jari pucat (-), flapping tremor (+), reflex fisiologis normal, reflex
patologis tidak ada.
Inferior
: deformitas (-), sianosis (-), pucat (-), nyeri (-), edema (+/+),
gerakan keduanya aktif, reflex fisiologis normal, reflex patologis tidak ada.
2.3
Berikut hasil pemeriksaan yang telah dilakukan di RSUD Raden Mattaher Jambi :
1 Pemeriksaan Darah Rutin pada tanggal 2 Februari 2015
WBC
: 9,1 103/mm3
(3,5-10,0 103/mm3)
RBC
: 2,67 106/mm3
(3,80-5,80 106/mm3)
HGB
: 10,1 g/dl
(11,0-16,5 g/dl)
HCT
: 27,8 %
(35,0-50%)
PLT
: 372 103/mm3
(150-390 103/mm3)
PCT
: .242 %
(0,100-0,500 %)
MCV
: 104 m3
(80-97 m3)
MCH
: 38,0 pg
(26,5-33,5 pg)
MCHC
: 36,4 g/dl
(31,5-35,0 g/dl)
RDW
: 16,8 %
(10,0-15,0 %)
MPV
: 6,5 m3
(6,5-11,0 m3)
PDW
: 9,1 %
(10,0-18,0 %)
Belum dilakukan.
2.4 Diagnosis Kerja
Prekoma Hepatikum ec Sirosis Hepatis Dekompensata dengan pre shock.
2.5 Diagnosis Banding
- Pre Shock
- Koma Hepatikum ec sirosis hepatis
- Koma Uremikum
- Koma Hiperglikemi
- Koma Hiponatremia
2.6 Pemeriksaan yang Dianjurkan
- Faal ginjal : ureum, kreatinin
- Faal Hati : bilirubin, protein total, albumin, globulin, SGOT,SGPT, alkali
-
fosfatase
Elektrolit : Natrium, Kalium, Chlorida, Kalsium
Serologi: HBsAg, Anti HBsAg
Gula Darah
USG Abdomen
10
Ureum
Kreatinin
PO :
-
2.9 Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
: dubia ad malam
2.10 Follow Up
Tanggal / Jam
3 Februari 2015
Perjalanan Penyakit
Pengobatan / Tindakan
S : tampak gelisah, kesadaran - Aminoleban 500 cc/24 jam
lemah, sakit perut
- Inj. Omeprazole 1x1gr iv
GCS: 12 E3 M5 V4
- Mucogard syrup 3x10cc
- Inj. Cefotaxime 3x1gr iv
O:
- Laxadin syrup 1x10cc
- TD = 90/70mmHg
- NGT (keluarga menolak)
- N = 103 x/mnt
- Diet hati lunak
- RR = 26x/mnt
- T = 37C
Hasil DDR:
- Akral dingin
(-) negatif
A: Prekoma Hepatikum ec sirosis GDS: 140
11
hepatis dekompensata
preshock.
dengan
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
ENSEFALOPATI HEPATIKUM
2.1 PENGERTIAN
Ensefalopati adalah keadaan kebingungan akut yang berhubungan dengan
perubahan tingkat kesadaran (dari mengantuk, stupor atau koma) 1 Sering dikelirukan
dengan delirium yang merupakan keadaan kebingungan fluktuatif yang diakibatkan
disfungsi serebral yang difus atau multifokal dengan ciri gangguan atensi,
konsentrasi, orientasi dan memori, kesadaran berfluktuasi, gangguan berfikir,
halusinasi, pembicaraan yang inkoheren dan agitasi.1
Ensefalopati dapat disebabkan berbagai faktor,diantaranya : penyakit sistemik
berat terutama pada pasien berusia tua dan demensia; zat toksik baik yang sistemik
seperti benzodiazepine, propofol, steroid, dan sebagainya, maupun zat industri seperti
organofosfat dan toksin dari lingkungan. Sering juga timbul akibat gejala withdrawal
zat tertentu seperti : alkohol, yang dikenal dengan delirium tremens dan bentuk lain
ensefalopati yang terkenal dengan istilah ensefalopati Wernicke. Penyebab metabolik
diantaranya berupa : gangguan elektrolit seperti hiponatremia, gangguan kadar
glukosa baik hipoglikemia maupun hiperglikemia (ketotik atau non-ketotik) dan
gangguan respirasi yang menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia. Sedangkan
ensefalopati septik dapat disebabkan berbagai infeksi diluar SSP, diantaranya :
12
dan
infeksi
gastrointestinal.
Ensefalopati
akibat
gangguan
hepatikum
menurut
The
Working
Party
on
Hepatic
bahan-bahan
seperti
glikogen
dan
vitamin,serta
memelihara
keseimbangan aliran darah splanknikus. Apabila terjadi kerusakan hati, maka fungsifungsi tersebut akan terganggu sehingga menyebabkan terjadinya gangguan sistem
saraf otak akibat akumulasi zat-zat toksik. Gambaran klinis gangguan sistem saraf
otak pada penyakit hati ini bermanifestasi dalam bentuk gangguan neuropsikiatri
yang dikenal sebagai koma hepatikum atau EH.
Gangguan pada otak yang diakibatkan oleh penyakit hati terjadi melalui
beberapa cara. Gagal hati akut akan menyebabkan evolusi cepat menjadi koma,
kejang dan tingginya angka mortalitas akibat herniasi serebral yang berkaitan dengan
hipertensi intrakranial dan hipoksia. Bentuk kedua EH tampil dengan onset yang
lebih lambat dan gejala yang lebih ringan dan dapat pulih. Bentuk ketiga EH
memperlihatkan evolusi kronis dengan gejala neuropsikiatrik yang persisten.
2.2 KLASIFIKASI
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, EH dibedakan atas:9,10
13
Lain-lain :
14
2.4 PATOGENESIS
Patogenesis EH belum diketahui secara pasti. Sebagai konsep umum,
dikemukakan EH terjadi akibat akumulasi sejumlah zat neuroaktif dan kemampuan
komagenik dari zat-zat tersebut dalam sirkulasi sistemik. Saat ini telah dipastikan
bahwa terdapat perubahan multi organ perifer seiring perubahan komunikasi intrasel
15
otak yang dihasilkan oleh perubahan dalam astrosit. Perubahan perifer, diantaranya
terdapat pada:9
a. Usus halus
Terdapat kontroversi tentang peranan Helycobacter pylori, yang menghasilkan
amonium
di
lambung
dalam
patogenesis
EH.
Sebagian
penelitian
16
17
18
metabolik
lainnya
(seperti
pada
uremia,
retensi
CO2
dan
dikembangkan
19
pada
posisi
dorsofleksi
pada
reflek pupil dan reflek okulovestibuler pada gagal hati akut. Pada
degenerasi
hepatoserebral
dan
berupa
serebelar
acquired
yang
hepatolenticular
terutama
terlihat,
nafas yang busuk (fetor hepatikus). Bisa juga dijumpai hiperventilasi akibat
stimulasi pusat
1. Stadium 1 (prodromal)
a. Terjadi perubahan mental, berupa (1) kepandaian menurun, (2) tidur
terganggu atau tidak teratur, (3) euforia dan kadangkala depresi, (4)
20
kebingungan yang ringan dan berfluktuasi, (5) bereaksi lambat, (6) bicara
tidak jelas, dan (7) suara monoton.
b. Tremor ada, tapi sedikit
c. Tidak ada perubahan pada rekaman EEG
2. Stadium 2 (impending koma atau prekoma)
a. Perubahan mental sama dengan stadium 1, tapi lebih nyata
b. Terdapat flapping tremor. Kadang dapat terjadi tremor pada kelopak mata
yang tertutup, pada bibir yang dikatupkan dan pada lidah yang dijulurkan.
c. Pada EEG terlihat kelainan berupa perlambatan gelombang otak
3. Stadium 3 (stupor)
a. Mulai tampak seperti tidur, tetapi kadang masih ada reaksi. Berbicara
inkoheren dan kekacauan pikiran makin nyata.
b. Flapping tremor biasanya ada bila pasien masih bisa kooperatif
c. EEG abnormal
4. Stadium 4 (koma dalam)
a. Terlihat seperti orang tidur yang dalam dan nyenyak. Bisa atau tidak bereaksi
terhadap rangsangan
b. Tremor tidak ada
c. EEG abnormal
2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan
penunjang:5,12,13
1. Tentukan stadium dari EH, yang merupakan kombinasi dari penilaian perubahan
derajat kesadaran, perubahan perilaku dan gangguan neuromuskular
2. Pemeriksaan kadar amoniak darah. Ini penting diperiksa pada pasien dengan
gagal hati akut. Kadar > 200g/dL mengindikasikan risiko tinggi terjadinya
herniasi serebral
21
ini
khas
namun
tidak
spesifik,
dapat
membantu
dalam
22
SIROSIS HEPATIS
2.2 DEFINISI
Sirosis adalah suatu keadaan patologi yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat
nekrosis hepatoseluler. 1
2.2 EPIDEMIOLOGI
Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang
berusia 4546 tahun (setelah penyakit jantung dan kanker) di negara maju. Sirosis
menempati urutan ke tujuh penyebab kematian di seluruh dunia di mana sekitar
25.000 orang meninggal setiap tahun. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang
sering ditemukan dalam ruang perawatan bagian penyakit dalam. Perawatan di rumah
sakit sebagian besar terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang
ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum, sindrom
hepatorenal, asites, spontaneous bacterial peritonitis serta karsinoma hepatosellular.1,2
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Keseluruhan insidensi sirosis di
Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat
penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di Indonesia, data prevalensi
sirosis hati belum ada, hanya laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS
Dr.SardjitoYogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1 % dari pasien yang
23
dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Di Medan
dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien
dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.1
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1, dengan umur rata-rata terbanyak
antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun.
2.3 ETIOLOGI3,4
Sebagian besar dari sirosis hati dapat diklasifikasikan secara etiologis dan
morfologis menjadi:
a. Alkohol
Sirosis ini paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis dan merupakan
tipe sirosis yang paling sering ditemukan di negara Barat. Sirosis yang disebabkan
oleh alkohol juga disebut sirosis portal Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana
jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Ingesti alkohol yang kronik
dapat menyebabkan terjadinya sirosis hati. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari
penyakit-penyakit hati; dari hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis),
ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic
hepatitis), ke sirosis. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan
dari konsumsi alkohol. Konsumi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis
melukai sel-sel hati. 30% dari individu yang meminum setiap harinya paling sedikit 8
-16 ounces minuman keras (hard liquor) atau yang sama dengannya untuk 15 tahun
atau lebih akan mengembangkan sirosis.
b. Post Hepatitis dan kriptogenik
Penyebab sirosis yang dikelompokkan termasuk penderita post hepatitis
(terutama hepatitis B dan C) dan yang penyebab terjadinya sirosis yang tidak
teridentifikasi, misalnya untuk pencangkokan hati). Mayoritas dari pasien-pasien
yang terinfeksi dengan hepatitis A sembuh secara penuh dalam waktu berminggu-
24
25
Sirosis dapat terjadi akibat daripada gagal jantung kongestif kanan yang
berpanjangan, Ini terjadi disebabkan adanya perubahan fibrotik dalam hati yang
terjadi sekunder terhadap anoksi dan nekrosis sentrilibuler.
e. Metabolik, keturunan dan terkait obat
Penyakit metabolik dan keturunan :
Sindrom Fanconi
Defisiensi 1-antitripsin
Galaktosemia
Penyakit Gaucher
Hemokromatosis
Tirosinemia Herediter
Penyakit Wilsona.
2.4 KLASIFIKASI
Klasifikasi sirosis dikelompokkan secara konvensional sebagai, yaitu :
1. Mikronodular ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa
parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata di seluruh lobus.
Pada sirosis mikronodular, besar nodulnya tidak melebihi 3 mm. Tipe ini
biasanya disebabkan alkohol atau penyakit saluran empedu.1,2,5
26
2. Makronodular ditandai
dengan
terbentuknya
septa
dengan
ketebalan
bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar
didalamnya, ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi
regenerasi parenkim. Ti p e i n i biasanya tampak pada perkembangan
hepatitis seperti infeksi virus hepatitis B.1,2,5
27
28
pada hati. Namun, ada beberapa parakrine faktor yang menyebabkan sel stellata
menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh
hepatocytes, sel Kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap cedera
berkepanjangan. Sebagai contoh peningkatan kadar sitokin transforming growth
factor beta 1 ( TGF-beta1) ditemukan pada pasien dengan Hepatitis C kronis dan
pasien sirosis.TGF-beta1 kemudian mengaktivasi sel stellata untuk memproduksi
kolagen tipe 1 dan pada akhirnya ukuran hati menyusut.
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari
fenestra endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel
kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi
yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal Adanya kapilarisasi dan
kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di
hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati
mati, kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya
fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari
vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan
utama penyebab terjadinya manifestasi klinis. 3,4
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala
awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan
berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki
dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, serta menurunnya
dorongan seksualitas.2
Manifestasi klinis dari sirosis hati yang lanjut terjadi akibat dua tipe gangguan
fisiologis: kegagalan parenkim hati dan hipertensi portal. Kegagalan perenkim hati
memperlihatkan gejala klinis berupa :
Ikterus
29
1. Asites
2. Edema perifer
3. Kecenderungan perdarahan
4. Eritema Palmaris
5. Spider nevi
6. Fetor hepatikum
7. Ensefalopati hepatik 2,6
Sedangkan gambaran klinis yang berkaitan dengan hipertensi portal antara
lain:
1. Varises oesophagus dan lambung
2. Splenomegali
3. Perubahan sum-sum tulang
4. Caput medusa
5. Asites
6. Collateral vein hemorrhoid
7. Kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)2,6
2.7 DIAGNOSIS
Pada saat ini, penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,
laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau
peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan
sirosis hati dini.1
Temuan Klinis pada Pemeriksaan Fisik
1. Hati : perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis, bila hati
mengecil artinya, prognosis kurang baik. Pada sirosis hati, konsistensi hati
biasanya kenyal, pinggir hati biasanya tumpul dan ada nyeri tekan pada
perabaan hati.
2. Limpa : pembesaran limpa/splenomegali.
30
3. Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan ascites.
4. Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy pada tubuh bagian
atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae, dan tubuh bagian bawah.
Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis
pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.1
Laboratorium
1. Aminotransferases - AST dan ALT meningkat cukup tinggi, dengan
AST>ALT. Namun, aminotransferase normal tidak menyingkirkan sirosis.
2. Fosfatase alkali - biasanya sedikit lebih tinggi.
3. GGT - berkorelasi dengan tingkat AP. Biasanya jauh lebih tinggi pada
penyakithati kronis karena alkohol.
4. Bilirubin - dapat meningkat sebagai tanda sirosis sedang berlangsung.
5. Albumin - rendah akibat dari menurunnya fungsi sintetis
o l e h h a t i d e n g a n sirosis yang semakin memburuk.
6. Waktu prothrombin - meningkat sejak hati mensintesis faktor pembekuan.
7. Globulin - meningkat karena shunting antigen bakteri jauh dari hati ke
jaringan limfoid.
8. Serum natrium - hiponatremia karena ketidakmampuan untuk mengeluarkan
air bebas akibat dari tingginya ADH dan aldosteron.
9. Trombositopenia - karena splenomegali kongestif dan menurunnya sintesis
thrombopoietin
dari
jarang
menyebabkan jumlah
platelet<50.000/ mL.
10. Leukopenia dan neutropenia - karena splenomegali dengan marginasi limpa.
11. Defek koagulasi - hati memproduksi sebagian besar faktor-faktor
koagulasidan dengan demikian koagulopati berkorelasi dengan memburuknya
penyakit hati.2
31
diagnosis
sirosis
hati
terutama
stadium dekompensata,
spontan),
sel
tumor,
perdarahan
dan
eksudat,
dilakukan
dan
mortalitas
sirosis
sangat
tinggi
akibat
Peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis
bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien
ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.1,2
32
neuropsikiatrik akibat
disfungsi
tidur
hati.
Mula-mula
ada
gangguan
(insomnia
dan
Sindrom
hepatopulmonal,
terdapat
hidrothoraks
dan
hipertensi
portopulmonal.1
2.9 PENATALAKSANAAN
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Tetapi ditujukan
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa
menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana
tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1 gr/KgBB
dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.1
Tatalaksana pasien sirosis kompensata
Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien
ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya:
Alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati
dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat
herbal bisa menghambat kolagenik.
33
34
sefotaksim
IV,
amoksilin, atau
aminoglikosida.
5. Sindrom hepatorenal
- Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan
garam dan air.
6. Transplantasi hati
- Terapi defenitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum
dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi
resipien dahulu.1
2.10 PROGNOSIS
Klasifikasi Child-Pugh juga dapat digunakan untuk menilai prognosis pasien
sirosis yang akan menjalani operasi.1,6
Klasifikasi Child-Pugh Pasien Sirosis Hati 1,6
Derajat Kerusakan
Minimal (1)
Bil. Serum (mg/dL)
< 2,0
Alb. Serum (gr/dL)
> 3,5
Asites
Tidak ada
Ensefalopati
Tidak ada
Nutrisi
Sempurna
Interpretasi:
Grade A: 5-6, prognosis 10-15%
Grade B: 7-9, prognosis 30%
Grade C: 10-15, prognosis > 60%
35
Sedang (2)
2,0-3,0
2,8-3,5
Terkontrol
Minimal
Baik
Berat(3)
> 3,0
< 2,8
Sukar
Koma
Kurang
BAB IV
ANALISIS KASUS
3.1 PEMBAHASAN
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti
belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai
gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan
kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat
perbedaannya secara klinis, tetapi dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati.1
36
Manifestasi klinis stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga
kadang ditemukan waktu pasien melakukan pemeriksaan rutin atau kelainan karena
penyakit lain. Gejala awal biasanya berupa perasaan mudah lelah dan lemas, selera
makan berkurang, perasaan perut kembung, mual dan berat badan yang menurun,
sedangkan pada keadaan lanjut (dekompensata) gejala lebih menonjol terutama bila
timbul komplikasi berupa kegagalan hati, hipertensi portal, hilangnya rambut
kemaluan, gangguan tidur dan demam yang tidak begitu tinggi. Dapat disertai adanya
gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid,
ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan melena serta
perubahan mental meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi sampai
koma.1
Dari hasil anamnesis didapatkan
kuning, mual, nafsu makan tidak ada, perut semakin membesar, lemas. Pemeriksaan
fisik didapatkan sclera ikterik, nyeri tekan ulu hati, shifting dullness (+) oleh asites,
flapping tremor, edema pada tungkai. Pemeriksaan laboratorium didapatkan
penurunan eritrosit 2,67 106/mm3, hemoglobin 10,1 g/dl, Hematokrit 27,8 %albumin
2,1 g/dl, dan protein total 5,9 g/dl. Selain itu juga terjadi peningkatan globulin 3,8
g/dl, SGOT 66 U/L , SGPT 64 U/L. Disimpulkan pada pasien telah terjadi infeksi
ditandai gangguan fungsi hati dengan peningkatan enzim hati, namun tidak terdapat
infeksi virus hepatitis sebelumnya.
Asites dan edema ditandai dengan adanya keluhan perut membuncit yang
semakin lama semakin membesar hingga ada penonjolan di umbilicus, pada perkusi
abdomen didapatkan adanya tanda shifting dullness yang mana merupakan tanda khas
dari asites. Asites yang terjadi dapat dipikirkan pada kelainan pada organ paru,
jantung, ginjal, hati, dan malnutrisi. Asites bisa terjadi disebabkan penimbunan cairan
dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Dari hasil
pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya suara jantung yang menjauh, untuk
membuktikannya disarankan dilakukan foto thorak.
37
Sedangkan edema pada kelainan ginjal seperti pada kondisi gagal ginjal
kronik, edema yang terjadi disebabkan karena adanya penurunan kadar albumin di
dalam darah sehingga mengurangi tekanan onkotik pembuluh darah, akibatnya terjadi
perpindahan cairan dari pembuluh darah ke ruang intersisial. Akan tetapi, pada pasien
ini tidak ada ditemukan tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal, seperti adanya
keluhan buang air kecil menjadi sedikit, adanya pernafasan kusmaul, dan lain
sebagainya. Dari pemeriksaan penunjang juga tidak ditemukan adanya penurunan
dari LFG pasien tersebut. Oleh karena itu, terjadinya asites dan edema lebih
diarahkan kepada kelainan hati yaitu sirosis hepatis.
Pada pasien dengan sirosis hepatis, edema yang pertama akan muncul adalah
pada bagian abdomen. Hal ini dapat dijelaskan karena pada sirosis hepatis terjadi
jaringan fibrosis yang mengakibatkan terjadinya tahanan pada vena porta akibatnya
terjadi peningkatan tekanan dari vena tersebut. Akibat dari peningkatan ini, terjadi
pengalihan aliran darah ke pembuluh darah mesenterika sehingga terjadi filtrasi
bersih cairan keluar dari pembuluh darah ke rongga peritoneum. Cairan tersebut
mengandung albumin yang tinggi sehingga pada darah terjadi penurunan kadar
albumin. Pada keadaan lanjut karena ada kerusakan pada hepatosit yang
menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi hati, salah satunya adalah gagalnya sintesis
dari albumin. Akibat ketidakseimbangan yang terjadi, lama kelamaan asites yang
terjadi akan semakin jelas hingga mendorong ke lokus minorus sehingga terjadi
edema hingga hernia pada skrotum, umbilikus, atau diafragma.1,2,6
Komplikasi yang sering dijumpai pada pasien dengan sirosis hepatis antara
lain peritonitis bakrerial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri
tanpa ada bukti infeksi sekunder intraabdominal. Biasanya tanpa gejala, namun dapat
timbul demam dan nyeri abdomen. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan
fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan
organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang
berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus. Salah satu manifestasi hipertensi porta
38
adalah varises esofagus, 20-40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang
menimbulkan perdarahan.1
Pada pasien ini diagnosis differensialnya adalah hepatoma karena mempunyai
gejala yang hampir mirip, dan untuk membedakannya disarankan dilakukan USG
abdomen. Terapi yang diberikan adalah tirah baring karena dapat membantu
memperbaiki efektifitas diuretika, Inj. Omeprazole 1x1gr iv, Inj. Cefotaxime 3x1gr iv,
Mucogard syrup 3x10cc, Laxadin syrup 1x10cc, Curcuma diberikan sebagai
multivitamin untuk hati.
3.2 KESIMPULAN
Telah dilaporkan pasein dengan diagnosa prekoma hepatikum et causa sirosis
hepatis stadium dekompensata dengan differensial diagnosis suspect hepatoma
dengan anamnesa: keluhan mata kuning, mual, muntah, perut semakin membesar,
nyeri ulu hati dan perut kanan atas, terasa menyesak, lemas. Sedangkan pada
pemeriksaan fisik ditemukan sclera ikterik dan asites. Pada pemeriksaan penunjang
ditemukan peningkatan enzim hati dan hipoalbunimemia.
39