You are on page 1of 6

Ada tiga unsur penting dalam setiap sistem.

Pertama, adanya beberapa komponen atau


bagian dari suatu sistem tersebut. Kedua, adanya interelasi dan interaksi atau hubungan
yang saling terkait antara semua komponen tersebut. Dan ketiga, adanya tujuan yang
hendak dicapai dalam proses interrelasi dan interaksi dari semua komponen tersebut.
Demikian yang terjadi dengan sistem apa pun, mulai dari sistem tata surya, sistem
kekebalan dalam tubuh kita, sistem lalu lintas, dan sistem-sistem yang lain, termasuk
Sistem Pendidikan Nasional kita. Itulah sebabnya, pengertian sistem dalam UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan Sistem pendidikan nasional adalah
keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional. Definisi ini menjelaskan bahwa sistem pendidikan nasional
adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu.
Keterpaduan komponen-komponen pendidikan tersebut tidak lain adalah untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional.
Dalam sitem pendidikan nasional, kita mengenal adanya tiga komponen utama
pendidikan, yakni peseta didik, guru, dan kurikulum. Di samping itu ada beberapa
komponen lainnya, seperti sarana prasarana pendidikan, lingkungan pendidikan, mulai
dari keluarga, masyarakat dan peranan negara dalam penyelenggaraan pendidikan.
Keseluruhan komponen pendidikan tersebut bekerja saling terkait secara terpadu untuk
mencapai tujuan pendidikan. Komponen peserta didik akan saling terkait secara terpadu
dengan komponen lainnya, mulai dari keluarga, masyarakat, guru dengan kurikulumnya,
dan komponen sarana dan prasarana pendidikan. Tidak satu pun komponen dalam sistem
pendidikan nasional yang bekerja tanpa dipengaruhi oleh komponen yang lainnya. Meski
guru menjadi salah satu komponen utama dalam sistem pendidikan, namun
keberadaannya akan dipengaruhi oleh komponen sarana dan prasarana pendidikan,
lingkungan pendidikan, serta komponen lainnya. Interaksi saling terkait secara terpadu
antara semua komponen pendidikan tersebut pada hakikatnya untuk mencapai tujuan
pendidikan yang dicita-citakan. Tidak ada satu pun komponen yang bebas dan lepas dari
pengaruh dari komponen yang lainnya.
Dalam sejarah perkembangan pendidikan di negeri tercinta Indonesia, kita telah memiliki
tiga undang-undang yang mengatur tentang sistem pendidikan nasional. Ketiga undangundang sistem pendidikan nasional tersebut adalah 1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1950 jo. UU Nomor 12 Tahun 1954, 2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 dan 3)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.
Tulisan singkat ini akan menjelaskan tentang sejarah perkembangan tujuan pendidikan
sebagai komponen pendidikan yang tertuang dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional yang pernah digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan di
Indonesia sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai dengan saat ini.
Alhamdulillah, sejak Indonesia merdeka, para pendiri republik ini telah berhasil
menorehkan karyanya berupa Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang
mengatur tentang antarrelasi secara terpadu dari semua komponen dalam sistem
pendidikan nasional tersebut.
UU Nomor 4 Tahun 1950
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 jo. UU Nomor 12 Tahun 1954 merupakan UndangUndang tentang Sistem Pendidikan Nasional yang pertama di Indonesia. Tentu saja,
penyelenggaraan pendidikan tidak lahir begitu saja tanpa melalui proses perjalanan
panjang proses pendidikan itu sendiri. Pendidikan adalah bukan persiapan hidup, tetapi
pendidikan adalah kehidupan itu sendiri. Education is not a preparation of life, but its life
itself. Demikianlah pendapat John Dewey, seorang tokoh pendidikan yang terkenal. Oleh

karena itu, meski Undang-Undangnya telah terbentuk pada tahun 1950, tetapi proses
pendidikan masih berlangsung dengan sistem kolonial, dan baru mengalami perubahan
setelah undang-undangnya mulai berlaku, dari UUD RIS menjadi UUD Negara Kesatuan,
dari sistem pendidikan menjadi sistem pendidikan bagi negara kesatuan.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 4 Tahun 1950 inilah yang telah
mengatur proses pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia pada awal
kemerdekaannya. Perubahan adalah hukum kehidupan. Tidak ada yang tidak berubah
dalam kehidupan, kecuali kata perubahan itu sendiri. Undang-Undang Sistem Pendidikan
yang kita miliki baru terbit setelah Indonesia berusia lima tahun. Inilah undang-undang
tentang sistem pendidikan nasional yang pertama kita miliki. Undang-undang ini secara
revolusi dapat direvisi setelah nagara ini berjalan selama empat tahun, karena UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional lahir dengan Undang-Undang tentang Pendidikan
dan Pengajaran Nomor 12 Tahun 1954 dalam masa pergolakan untuk mengubah sistem
pemerintahan dari negara serikat kembali menjadi negara kesatuan. Perubahan UndangUndang, dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 sampai dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1954, pendidikan di Indonesia memang mengalami perubahan dari
sistem pendidikan kolonial menjadi sistem pendidikan yang lebih memperhatikan rakyat
yang baru saja merdekka. Meski setelah mencapai kemerdekaan pada tahun 1945, dengan
sistem pendidikan kolonial yang masih berkokol kuat pemerintah berusaha sekuat tenaga
untuk memenuhi amanat proklamasi hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan
lain-lain akan dilaksanakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkatsingkatnya. Dalam urusan pendidikan, pada tanggal 29 Desember 1945 BPKNIP (Badan
Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat) telah mengusulkan kepada Kementerian
Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP dan K) satu rencana pokok pendidikan dan
mengajaran baru yang akhirnya melahirkan UU Nomor 4 Tahun 1950 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. BPKNIP telah membuat Surat Keputusan Tanggal 1 Maret 1946
Nomor 104/Bg. 0, untuk membentuk Panitia Penyelidik Pengajaran RI di bawah
pimpinan Ki Hajar Dewantara yang dibantu seorang penulis Soegarda Poerbakawatja
yang menghasilkan kurikulum baru bagi sistem pendidikan yang masih berbau
kolonialistik pada saat itu.
Hasil karya Panitia Penyelidik Pengajaran inilah yang kemudian manjadi cikal bakal
kurikulum pertama di Indonesia yang ketika itu istilah kurikulum belum diadopsi dalam
Bahasa Indonesia. Itulah sebabnya kurikulum pertama terkenal dengan nama Rencana
Pelajaran 1947, yang kemudian menjadi cikal bakal tersusunnya Undang-Undang Nomor
4 Tahun 1950 yang sekaligus menjadi Undang-Undang Sistem Pendikan dan Pengajaran
yang pertama di Indonesia pada tanggal 2 April 1950. Tanggal kelahiran Undang-Undang
Sistem Pendidikan dan Pengajaran ini ternyata persis sama dengan tanggal kelahiran
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, yakni tanggal 2 April 2002.
Dalam Bab II Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950, dasar pendidikan
dirumuskan sebagai berikut manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
Lalu, apakah tujuan pendidikan yang hendak dicapai berdasarkan Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1950? Dalam Bab III Pasal 3 disebutkan bahwa tujuannya pendidikan
nasional adalah Membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Inilah kata-kata berlian penting rumusan tujuan pendidikan nasional yang kita miliki

pada saat republik ini mulai bernafas lega setelah revolusi kemerdekaan dan setelah
pernah berpaling dari negara kesatuan ke negara serikat pada tahun 1949, karena dengan
Perjanjian Linggarjati, dan Konferensi Meja Budar (KMB), penjajah hanya mengakui
negeri yang masih bernama Indonesia hanyalah pulau-pulai Jawa, Madura, dan
Sumatera (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996: 71). Indonesia telah terpecah
belah menjadi negara-negara kecil seperti negara Pasundan, negara Sumatera Timur,
negara Jawa Timur, negara Madura, dan sebagainya.
Dalam kondisi negara yang baru mengalami era revolusi kemerdekaan, rumusan tujuan
pendidikan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan dan Pengajaran Tahun 1950 ini
ternyata tidak terlalu konsekuen dengan rumusan tujuan negara yang telah dirumuskan
dalam Pembukaan UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Membentuk
manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis, sesungguhnya hanya
merupakan respon dari keadaan negara yang terpecah belah tersebut, tetapi kurang
mewadahi amanat Pembukaan UUD 1945 tersebut, yakni mencerdaskan kehidupan
bangsa. Para pendiri republik ini harus kita akui kenegarawanan dan kearifan
intelektualnya karena rumusan mencerdaskan kehidupan bangsa, karena ternyata
konsep kecerdasan majemuk baru lahir dari Howard Gardner, penggagas teori multiple
intelligence atau kecerdasan majemuk pada tahun 1983 dalam bukunya Frames of Mine:
the Theory of Multiple Intelligences. Dengan demikian, sesungguhnya nilai kesusilaan
itu hanyalah merupakan bagian kecil dari konsep manusia cerdas sebagaimana yang
diharapkan dalam Pembukaan UUD 1945. Manusia susila adalah hubungan interpersonal
yang baik, yang hanya menjadi satu aspek dari kecerdasan bangsa yang dirumuskan
dalam Pembukaan UUD 1945. Sementara kecerdasan yang telah dirumuskan dalam
Pembukaan UUD 1945 secara komprehensif meliputi delapan tipe kecerdasan, yakni
kecerdasan spasial/visual, bahasa, musik, natural, raga, dan intelektual, serta kecerdasan
lainnya. Rumusan mencerdaskan kehidupan bangsa sebenarnya harus menjadi sumber
untuk merumuskan tujuan pendidikan secara komprehensif di negeri tercinta ini.
Rumusan manusia susila hanya menyangkut akan lebih tepat jika disebut manusia yang
cerdas, karena manusia yang cerdas secara komprehensif pada hakikatnya telah termasuk
manusia susila. Dengan mengacu kepada teori kecerdasan ganda tersebut, dalam Renstra
Departemen Pendidikan Nasional 2005 2009 merumuskan tujuan pendidikan sebagai
kecerdasan komprehensif.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989
Tambahan tujuan yang harus dicapai adalah warga negara yang bertanggung jawab
tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air merupakan rumusan yang sangat
perspektif, yakni merupakan semangat yang sejak lama yang masih tetap menyala dan
menjadi semangat untuk mencapai tujuan negara yang kedua dalam Pembukaan UUD
1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum. Meski sampai pada era teknologi
komunikasi dan informasi ini tujuan tersebut ternyata belum kunjung dapat dicapai.
Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional pada saat itu, dibandingkan dengan UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional berikutnya, dasar Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1989 (Bab II Pasal 2) adalah: Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945.
Sedangkan tujuan pendidikan disebutkan dalam Bab II Pasal 4 adalah Pendidikan
Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

kemasyarakatan dan kebangsaan.


Ada dua bagian tujuan pendidikan nasional dalam undang-undang ini, yakni
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya.
Apa yang dimaksud manusia seutuhnya? Sebenarnya manusia seuutuhnya itu dapat
dimaknai sama dengan manusia cerdas secara komprehensif sebagaimana yang telah
dirumuskan dalam Renstra Kementerian Pendidikan 2004 2009 sebagaimana yang
telah dijelaskan, yakni memiliki delapan tipe kecerdasan secara utuh. Dalam UndangUndang ini meliputi manusia yang:
1. Beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME;
2. Berbudi luhur;
3. Memiliki pengetahuan dan keterampilan;
4. Memiliki kesehatan jasmani dan rohani;
5. Memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta
6. Memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989
Kalau disejajarkan dengan konsep kecerdasan ganda, lagi-lagi konsep yang telah
dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, dan secara saintifik telah dijelaskan dalam
konsep Multiple Intelligences menurut Howard Gardner (Suparlan, Mencerdaskan
Kehidupan Bangsa, 2004: 35), maka tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1989 sebenarnya sudah cukup memadai, jika dibandingkan dengan
tujuan pendidikan nasional pada era sebelumnya. Lalu, bagaimana dengan rumusan
tujuan pendidikan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003?
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
Dalam Bab II Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan tentang dasar
pendidikan nasional sebagai berikut: Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Secara normatif,
ketentuan tentang dasar pendidikan ini sama dengan undang-undang sebelumnya.
Selanjutnya, dalam Bab II Pasal 3 disebutkan tentang tujuan pendidikan nasional, yakni
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Jika tujuan pendidikan nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989
tersebut kita analisis, maka substansinya sebenarnya hampir sama dengan tujuan
pendidikan nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.
Pertama, sebelum menyebutkan karakteristik manusia yang akan dibentuk, kedua
Undang-Undang tersebut menyebutkan tentang outcome (hasil akhir) tujuan pendidikan
nasional, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam rumusan tersebut kemudian
disebutkan karakteristik manusia Indonesia yang akan dicapai, yakni manusia yang:
1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2. Berakhlak mulia;
3. Sehat;
4. Berilmu;
5. Cakap;
6. Kreatif;
7. Mandiri, dan

8. Warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.


Delapan karakteristik manusia Indonesia yang akan dibentuk tersebut sebenarnya telah
memenuhi delapan tipe kecerdasan, lagi-lagi seperti katakteristik yang sesuai dengan
konsep mencerdaskan kehidupan bangsa dalam Pembukaan UUD 1945 pada khususnya,
dan tipe kecerdasan sebagaimana yang dijelaskan dalam konsep kecerdasan ganda atau
kecerdasan majemuk (multiple intelligence) menurut Howard Gardner.
Jika ketiga tujuan pendidikan nasional tersebut kita sejajarkan, untuk melihat sisi
persamaan dan perbedaannya, maka tiga tujuan tersebut dapat dijelaskan dalam tabel
berikut:
Tabel 1: Perbedaan Rumusan Tujuan Pendidikan Nasional
Aspek UU Nomor 4 Tahun 1950 jo UU Nomor 12 Tahun 1959 UU Nomor 2 Tahun 1989
UU Nomor 20 Tahun 2003
Nama Sistem Pendidikan dan Pengajaran Sistem Pendidikan dan Kebudayaan Sistem
Pendidikan dan Kebudayaan
Daar Pendidikan dan pengajaran berdasarkan asas-asas yang termaktub dalam Pancasila,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, dan asas kebudayaan Indonesia (Bab
III, Pasal 4) Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
(Bab II Pasal 2) Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Bab II Pasal 2)
Fungsi Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa,
Tujuan Tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah membentuk manusia susila yang
cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan
masyarakat dan tanah air. Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan. bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Akhir Kata
Butir-butir kesimpulan tentang rumusan sejarah perkembangan rumusan tujuan
pendidikan dalam tiga Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 dinamakan Sistem Pendidikan dan Pengajaran,
sedang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 disebut sebagai Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2. Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1989 tidak disebutkan adanya fungsinya, sedang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 terdapat rumusan fungsi dan sekaligus tujuan pendidikan Nasional.
3. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 belum
menyebutkan keseluruhan tujuan pendidikan yang seluruhnya sesuai dengan konsep
mencerdaskan kehidupan bangsa atau konsep yang sesuai dengan konsep kecerdasan
menurut menurut Howard Gardner, dengan delapan tipe kecerdasan ganda..

Depok, 25 Mei 2004.


Di update tanggal 2 Oktober 2014.

You might also like