Professional Documents
Culture Documents
karena itu, meski Undang-Undangnya telah terbentuk pada tahun 1950, tetapi proses
pendidikan masih berlangsung dengan sistem kolonial, dan baru mengalami perubahan
setelah undang-undangnya mulai berlaku, dari UUD RIS menjadi UUD Negara Kesatuan,
dari sistem pendidikan menjadi sistem pendidikan bagi negara kesatuan.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 4 Tahun 1950 inilah yang telah
mengatur proses pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia pada awal
kemerdekaannya. Perubahan adalah hukum kehidupan. Tidak ada yang tidak berubah
dalam kehidupan, kecuali kata perubahan itu sendiri. Undang-Undang Sistem Pendidikan
yang kita miliki baru terbit setelah Indonesia berusia lima tahun. Inilah undang-undang
tentang sistem pendidikan nasional yang pertama kita miliki. Undang-undang ini secara
revolusi dapat direvisi setelah nagara ini berjalan selama empat tahun, karena UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional lahir dengan Undang-Undang tentang Pendidikan
dan Pengajaran Nomor 12 Tahun 1954 dalam masa pergolakan untuk mengubah sistem
pemerintahan dari negara serikat kembali menjadi negara kesatuan. Perubahan UndangUndang, dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 sampai dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1954, pendidikan di Indonesia memang mengalami perubahan dari
sistem pendidikan kolonial menjadi sistem pendidikan yang lebih memperhatikan rakyat
yang baru saja merdekka. Meski setelah mencapai kemerdekaan pada tahun 1945, dengan
sistem pendidikan kolonial yang masih berkokol kuat pemerintah berusaha sekuat tenaga
untuk memenuhi amanat proklamasi hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan
lain-lain akan dilaksanakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkatsingkatnya. Dalam urusan pendidikan, pada tanggal 29 Desember 1945 BPKNIP (Badan
Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat) telah mengusulkan kepada Kementerian
Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP dan K) satu rencana pokok pendidikan dan
mengajaran baru yang akhirnya melahirkan UU Nomor 4 Tahun 1950 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. BPKNIP telah membuat Surat Keputusan Tanggal 1 Maret 1946
Nomor 104/Bg. 0, untuk membentuk Panitia Penyelidik Pengajaran RI di bawah
pimpinan Ki Hajar Dewantara yang dibantu seorang penulis Soegarda Poerbakawatja
yang menghasilkan kurikulum baru bagi sistem pendidikan yang masih berbau
kolonialistik pada saat itu.
Hasil karya Panitia Penyelidik Pengajaran inilah yang kemudian manjadi cikal bakal
kurikulum pertama di Indonesia yang ketika itu istilah kurikulum belum diadopsi dalam
Bahasa Indonesia. Itulah sebabnya kurikulum pertama terkenal dengan nama Rencana
Pelajaran 1947, yang kemudian menjadi cikal bakal tersusunnya Undang-Undang Nomor
4 Tahun 1950 yang sekaligus menjadi Undang-Undang Sistem Pendikan dan Pengajaran
yang pertama di Indonesia pada tanggal 2 April 1950. Tanggal kelahiran Undang-Undang
Sistem Pendidikan dan Pengajaran ini ternyata persis sama dengan tanggal kelahiran
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, yakni tanggal 2 April 2002.
Dalam Bab II Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950, dasar pendidikan
dirumuskan sebagai berikut manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
Lalu, apakah tujuan pendidikan yang hendak dicapai berdasarkan Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1950? Dalam Bab III Pasal 3 disebutkan bahwa tujuannya pendidikan
nasional adalah Membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Inilah kata-kata berlian penting rumusan tujuan pendidikan nasional yang kita miliki
pada saat republik ini mulai bernafas lega setelah revolusi kemerdekaan dan setelah
pernah berpaling dari negara kesatuan ke negara serikat pada tahun 1949, karena dengan
Perjanjian Linggarjati, dan Konferensi Meja Budar (KMB), penjajah hanya mengakui
negeri yang masih bernama Indonesia hanyalah pulau-pulai Jawa, Madura, dan
Sumatera (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996: 71). Indonesia telah terpecah
belah menjadi negara-negara kecil seperti negara Pasundan, negara Sumatera Timur,
negara Jawa Timur, negara Madura, dan sebagainya.
Dalam kondisi negara yang baru mengalami era revolusi kemerdekaan, rumusan tujuan
pendidikan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan dan Pengajaran Tahun 1950 ini
ternyata tidak terlalu konsekuen dengan rumusan tujuan negara yang telah dirumuskan
dalam Pembukaan UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Membentuk
manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis, sesungguhnya hanya
merupakan respon dari keadaan negara yang terpecah belah tersebut, tetapi kurang
mewadahi amanat Pembukaan UUD 1945 tersebut, yakni mencerdaskan kehidupan
bangsa. Para pendiri republik ini harus kita akui kenegarawanan dan kearifan
intelektualnya karena rumusan mencerdaskan kehidupan bangsa, karena ternyata
konsep kecerdasan majemuk baru lahir dari Howard Gardner, penggagas teori multiple
intelligence atau kecerdasan majemuk pada tahun 1983 dalam bukunya Frames of Mine:
the Theory of Multiple Intelligences. Dengan demikian, sesungguhnya nilai kesusilaan
itu hanyalah merupakan bagian kecil dari konsep manusia cerdas sebagaimana yang
diharapkan dalam Pembukaan UUD 1945. Manusia susila adalah hubungan interpersonal
yang baik, yang hanya menjadi satu aspek dari kecerdasan bangsa yang dirumuskan
dalam Pembukaan UUD 1945. Sementara kecerdasan yang telah dirumuskan dalam
Pembukaan UUD 1945 secara komprehensif meliputi delapan tipe kecerdasan, yakni
kecerdasan spasial/visual, bahasa, musik, natural, raga, dan intelektual, serta kecerdasan
lainnya. Rumusan mencerdaskan kehidupan bangsa sebenarnya harus menjadi sumber
untuk merumuskan tujuan pendidikan secara komprehensif di negeri tercinta ini.
Rumusan manusia susila hanya menyangkut akan lebih tepat jika disebut manusia yang
cerdas, karena manusia yang cerdas secara komprehensif pada hakikatnya telah termasuk
manusia susila. Dengan mengacu kepada teori kecerdasan ganda tersebut, dalam Renstra
Departemen Pendidikan Nasional 2005 2009 merumuskan tujuan pendidikan sebagai
kecerdasan komprehensif.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989
Tambahan tujuan yang harus dicapai adalah warga negara yang bertanggung jawab
tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air merupakan rumusan yang sangat
perspektif, yakni merupakan semangat yang sejak lama yang masih tetap menyala dan
menjadi semangat untuk mencapai tujuan negara yang kedua dalam Pembukaan UUD
1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum. Meski sampai pada era teknologi
komunikasi dan informasi ini tujuan tersebut ternyata belum kunjung dapat dicapai.
Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional pada saat itu, dibandingkan dengan UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional berikutnya, dasar Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1989 (Bab II Pasal 2) adalah: Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945.
Sedangkan tujuan pendidikan disebutkan dalam Bab II Pasal 4 adalah Pendidikan
Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab