You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Benteng Somba Opu adalah benteng utama Kerajaan Gowa. Didirikan atas
perintah raja Gowa IX , Karaeng Tumaparisi Kallonna. Untuk memmbentengi kota Somba Opu
dengan dinding tanah liat. Pembangunan itu dilanjutkan oleh Sultan Hasanuddin dan raja-raja
sesudahnya. Sehimgga Benteng Somba Opu menjadi sebuah benteng yang sangat kuat.
Benteng somba opu berbentuk segi empat, tiap sisinya berykuran kurang lebih 2 kilo meter
dengan tinggi 7-8 meter, tebalnya rata-rata 12 kaki. Terdapat 4 buah selokoh berbentuk setengah
lingkaran untuk menempatkan senjata-senjata berat, seperti meriam.
Sebuah selokoh paling besar terdapat pada sudut barat laut yang diberi nama Baluwara Agung.
Di Baluwara Agung inilah di tempatkan meriam besar yang dimiliki oleh Kerajaan Gowa yang
dikenal dengan nama Meriam Anak Makassar. Serangan Belanda di bawah pimpinan C.J.
Speelma pada tanggal 15 Juni 1669 terhadap Benteng Somba Opu menyebabkan terjadinya
perang besar antara Kerajaan Gowa dengan Belanda.
Kmudian pada tanggal 24 Juni 1669, Benteng Somba Opu akhirnya benar-benar jatuh ke tangan
Belanda dan oleh Speelman , Benteng Somba Opu dihancurkan dengan ribuan pon bahan
peledak.
Pada tahun 1980-an, benteng ini ditemukan kembali oleh sejumlah ilmuan. Pada tahun 1990,
bangunan benteng yang sudah rusak direkonstruksi sehingga tampak lebih indah. Kini, Benteng
Somba Opu menjadi sebuah obyek wisata yang sangat menarik, yaitu sebagai sebuah museum
bersejarah.
Ilmuwan Inggris, William Wallace, menyatakan, Benteng Somba Opu adalah benteng terkuat
yang pernah dibangun orang nusantara. Benteng ini adalah saksi sejarah kegigihan Sultan
Hasanuddin serta rakyatnya mempertahankan kedaulatan negerinya.
Pernyataan Wallace bisa jadi benar. Begitu memasuki kawasan Benteng Somba Opu, akan segera
terlihat tembok benteng yang kokoh. Menggambarkan sistem pertahanan yang sempurna pada
zamannya. Meski terbuat dari batu bata merah, dilihat dari ketebalan dinding, dapatlah
terbayangkan betapa benteng ini amat sulit ditembus dan diruntuhkan.

Benteng Fort Rotterdam dibangun oleh raja ke sembilan dari kerajaan Gowa yaitu I
manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna pada tahun 1545. Pada awal
pembuatanya konstruksi benteng terbuat dari tanah liat. Namun pada masa pemerintahan Sultan
Allaudin yaitu raja gowa ke-14, konstruksi benteng yang awalnya menggunakan tanah liat
diganti menjadi batu padas. Benteng Fort rotterdam ini jika dilihat dari atas sangat unik, karena
menyerupai penyu. Hal ini tidak semata-mata untuk keindahan saja. Pada waktu itu penyu
mempunyai filosofi, yaitu hewan yang bisa hidup didarat maupun di laut. Demikian juga dengan
kerajaan Gowa yang berjaya baik didarat maupun dilaut.

Jika Dilihat dari namanya, memang terlihat bukan seperti dari indonesia. Benteng yang letaknya
di pinggir pantai sebelah barat kota makassar ini, awalnya memang bernama Benteng Ujung
Pandang. Kedatangan Belanda pada masa itu membuat perubahan besar di kerajaan gowa.
Sebuah perjanjian antara belanda dan kerajaan gowa yang bernama perjanjian bungaiyya
mengharuskan kerajaan gowa menyerahkan benteng ujung pandang ke belanda. Kemudian oleh
belanda benteng tersebut diganti menjadi benteng Fort Rotterdam. Itu tadilah sejarah panjang
mengenai berdirinya benteng fort rotterdam di makassar.
B. Permasalahan
1. Bagaimana sejarah Benteng Somba Opu?
2. Bagaimana sejarah Benteng Roterdam?
3. Apa saja fungsi Benteng Roterdam?
4. Bagaimana sejarah Museum La Galigo?
C. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui sejarah Benteng Somba Opu
2. Untuk mengetahui sejarah Benteng Roterdam
3. Untuk mengetahui sejarah Museum La Galigo

BAB II
PEMBAHASAN
A. BENTENG SOMBA OPU
1. Sejarah Benteng Somba Opu
Benteng yang dibangun oleh Sultan Gowa ke IX, Daeng Matanre Karaeng Tumaparisi Kallonna
tahun 1545. Percaya atau tidak bangunan itu dibangun dari tanah liat dan putih telur sebagai
pengganti semen. Benteng kokoh ini berbentuk segi empat, dengan panjang sekitar 2 kilometer,
tinggi 7-8 meter, dan luasnya sekitar 1.500 hektar. Seluruh bangunan benteng dipagari dengan
dinding yang cukup tebal. Pada abad ke 16, benteng ini sempat menjadi pusat perdagangan dan
pelabuhan rempah-rempah yang ramai dikunjungi pedagang asing dari Asia dan Eropa. Benteng
inilah sejarah kerajaan Makassar terbentuk.
Sejarah ini berawal dari persekutuan kerajaan kembar Gowa-Tallo, berbasis pada keinginan
Kerajaan Gowa untuk mengubah orientasi kehidupan kerajaannya dari agraria ke dunia maritim
pada periode pemerintahan Raja Gowa IX, Tumapa'risi' Kallonna Daeng Matanre Karaeng
Manguntungi (1510-1546). Kebijakan itu dilaksanakan mengingat semakin banyak arus migran
pedagang Melayu ke kawasan ini setelah Malaka diduduki oleh Portugis pada 1511. ''Setelah
melakukan persekutuan dua kerajaan itu, yang secara kesejarahan diperintah oleh raja dari
keturunan yang sama, Kerajaan Kembar itu melaksanakan perluasan kekuasaan dengan
menaklukkan kerajaan-kerajaan pesisir dan memaksa mereka untuk melakukan perdagangan
dengan bandar niaga Tallo dan Sombaopu,'' tutur sejarawan dari Unhas, Edward L
Poelinggomang.
Kemudian, Raja Gowa ke-10, I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipallangga
Ulaweng (1546-1565), yang menjadi pelanjut Raja Gowa ke-9, memandang kebijakan itu kurang
memberikan peluang bagi kemajuan bandar niaga kerajaan kembar Gowa-Tallo. Ia kemudian
merancang penaklukan kerajaan-kerajaan pesisir dan kerajaan-kerajaan yang memiliki potensi
ekonomi dengan kebijakan baru, yaitu memaksa kerajaan-kerajaan taklukan untuk tunduk dan
patuh kepada Raja Gowa X, serta mengangkut orang dan barang dari negeri taklukan, khususnya
yang bergiat dalam dunia perdagangan maritim ke bandar Kerajaan Gowa-Tallo. Akibat
kebijakan itu, bandar-bandar niaga yang berada di pesisir jazirah selatan menjadi sirna, dan
hanya ada dua bandar niaga, yakni bandar niaga Tallo dan bandar niaga Sombaopu. Kedua
bandar niaga itu secara fisik seolah-olah sudah menyatu dan membentang dari muara Sungai
Bira (Sungai Tallo) hingga muara Sungai Jeneberang yang dipenuhi oleh para pedagang dari
berbagai bandar niaga yang sebelumnya disebut Makassar.
Itulah yang kemudian mendasari para pedagang menyebut bandar niaga Tallo dan Sombaopu
dengan sebutan Bandar Makassar, dan tidak menyebut Tallo Makassar atau Sombaopu Makassar.
Kerajaan kembar Gowa-Tallo juga kemudian disebut dengan nama Kerajaan Makassar, di mana
Raja Gowa diangkat menjadi Raja, sedangkan Raja Tallo menjadi Mangkubumi atau Kepala
3

Pemerintahan Kerajaan. Bandar Makassar kemudian berkembang dan menjadi pusat kegiatan
bagi para pelaut dan pedagang, termasuk pelaut dan pedagang dari Portugis pada 1532, Belanda
(VOC) pada 1603, Inggris pada 1613, Spanyol pada 1615, Denmark pada 1618, dan China pada
1618. ''Berkumpulnya para pedagang di bandar Makassar, berhasil meningkatkan kegiatan
perdagangan di kota pelabuhan itu,'' urai Edward. Untuk melindungi kegiatan perdagangan di
kota pelabuhan itu, pemerintah Kerajaan Makassar membangun sejumlah benteng pertahanan
sepanjang pesisir dari yang paling utara Benteng Tallo hingga yang paling selatan Benteng
Barombong. Selain benteng, sepanjang wilayah pesisir kota juga dibangun tembok yang di
depannya berjejer perahu dan kapal dagang dari berbagai kerajaan di Asia Tenggara, China, dan
dari Eropa, sedangkan di balik tembok juga berlangsung kegiatan perdagangan, baik di pasar
tradisional, maupun di rumah-rumah dagang Ilmuwan Inggris, William Wallace, menyatakan,
Benteng Somba Opu adalah benteng terkuat yang pernah dibangun orang nusantara. Benteng ini
adalah saksi sejarah kegigihan Sultan Hasanuddin serta rakyatnya mempertahankan kedaulatan
negerinya.
Pernyataan Wallace bisa jadi benar. Begitu memasuki kawasan Benteng Somba Opu, akan segera
terlihat tembok benteng yang kokoh. Menggambarkan sistem pertahanan yang sempurna pada
zamannya. Meski terbuat dari batu bata merah, dilihat dari ketebalan dinding, dapatlah
terbayangkan betapa benteng ini amat sulit ditembus dan diruntuhkan. Ada tiga bastion yang
masih terlihat sisa-sisanya, yaitu bastion di sebelah barat daya, bastion tengah, dan bastion barat
laut. Yang terakhir ini disebut Buluwara Agung. Di bastion inilah pernah ditempatkan sebuah
meriam paling dahsyat yang dimiliki orang Indonesia namanya Baluwara Aung. Meriam ini
Bobotnya mencapai 9.500 kg, dengan panjang 6 meter, dan diameter 4,14 cm. Sebenarnya,
Benteng Somba Opu sekarang ini lebih tepat dikatakan sebagai reruntuhan dengan sisa-sisa
beberapa dinding yang masih tegak berdiri. Bentuk benteng ini pun belum diketahui secara persis
meski upaya ekskavasi terus dilakukan. Tetapi menurut peta yang tersimpan di Museum
Makassar, bentuk benteng ini adalah segi empat. Sayangnya, pada 24 Juni 1669 benteng ini
dikuasai oleh VOC dan kemudian dihancurkan hingga terendam ombak pasang. Di beberapa
bagian terdapat patok-patok beton yang memberi tanda bahwa di bawahnya terdapat dinding
yang belum tergali. Memang, setelah berhasil mengalahkan pasukan Kerajaan Gowa yang
dipimpin Sultan Hasanuddin, Belanda menghancurkan benteng ini. Selama ratusan tahun, sisasisa benteng terbenam di dalam tanah akibat naiknya sedimentasi dari laut.
Secara arsitektural, begitu menurut peta dokumen di Museum Makassar, benteng ini berbentuk
segi empat dengan luas total 1.500 hektar. Memanjang 2 kilometer dari barat ke timur.
Ketinggian dinding benteng yang terlihat saat ini adalah 2 meter. Tetapi dulu, tinggi dinding
sebenarnya adalah antara 7-8 meter dengan ketebalan 12 kaki atau 3,6 meter. Benteng Somba
Opu sekarang ini berada di dalam kompleks Miniatur Budaya Sulawesi Selatan. Wisatawan
dapat menikmati bentuk-bentuk rumah tradisional Sulawesi Selatan seperti rumah tradisional
Makassar, Bugis, Toraja, dan Mandar tak jauh dari benteng. Kini, Benteng Somba Opu berupa
reruntuhan. Benteng yang dulu kokoh dan gagah hanya tinggal kenangan. Sebagai gantinya,
4

dibangun saukang yang digunakan untuk tempat berdoa dan pemujaan bagi masyarakat setempat.
Biasanya, tiap warga yang datang memberi sesaji seperti, nasi putih, nasi merah, atau nasi
kuning, ayam bakar, dan bunga. Setelah berdoa, warga menghabiskan sesaji itu bersama
keluarga. Benteng Somba Opu terletak di Jl Daeng Tata, Kelurahan Benteng Somba Opu,
Kecamatan Barombong, Kabupaten Gowa. Jaraknya sekitar enam kilometer sebelah selatan
pusat Kota Makassar.

B. BENTENG ROTTERDAM
1. Sejarah Benteng Rotterdam
Benteng Rotterdam.Di Makassar ada satu benteng besar yang berdiri megah, namanya Fort
Rotterdam. Jangan bayangkan lokasi benteng ini berada jauh diluar kota, dan kita harus
menghabiskan waktu sekian jam untuk duduk dimobil berkecepatan tinggi, karena lokasi benteng
ini terletak didalam kota Makassar sehingga cukup mudah untuk mencapainya.
Benteng dengan halaman seluas dua kali Museum Fatahilah Jakarta ini letaknya didepan
pelabuhan laut kota Makasar atau ditengah pusat perdagangan sentral kota. Apabila kita
menginap di area seputar pantai Losari, maka jaraknya dalam kisaran radius 2 km-an saja. Dari
jalan raya, Fort Rotterdam yang juga akrab disebut benteng Ujungpandang (nama lain dari
Makassar) akan mudah dikenali karena sangat mencolok dengan arsitektur era 1600 an yang
berbeda dengan rumah dan kantor diseputarnya. Temboknya hitam berlumut kokoh menjulang
hampir setinggi 5 meter, dan pintu masuknya masih asli seperti masa jayanya. Dari ketinggian,
bentuk benteng seperti bentuk totem penyu yang bersiap hendak masuk kedalam pantai.
Memasuki pintu utamanya yg berukuran kecil, kita akan segera disergap oleh nuansa masa lalu.
Tembok yang tebal sangat kokoh, pintu kayu, gerendel kuno, akan terlihat jelas. Masuk ke
benteng sebetulnya tidak dipungut bayaran, karena area didalam benteng tidak dijadikan museum
cagar budaya yg kosong melompong. Benteng Rotterdam dijadikan kantor pemerintah yakni
Pusat Kebudayaan Makassar, sehingga suasana seram yang biasa kita jumpai dilokasi tua
semacam ini tidak begitu kental karena masih dijumpai manusia berseliweran kian kemari.
Karena area ini dipakai sebagai kantor, sehingga kebersihan dan kerapihan lingkungan disana
masih terawat cukup baik.
Benteng ini awalnya dibangun tahun 1545 oleh raja Gowa ke X yakni Tunipallangga Ulaweng.
Bahan baku awal benteng adalah tembok batu yang dicampur dengan tanah liat yang dibakar
hingga kering. Bangunan didalamnya diisi oleh rumah panggung khas Gowa dimana raja dan
keluarga menetap didalamnya. Ketika berpindah pada masa raja Gowa ke XIV, tembok benteng
lantas diganti dengan batu padas yang berwarna hitam keras.
Kehadiran Belanda yang menguasai area seputar banda dan maluku, lantas menjadikan Belanda
memutuskan untuk menaklukan Gowa agar armada dagang VOC dapat dengan mudah masuk
dan merapat disini. Sejak tahun 1666 pecahlah perang pertama antara raja Gowa yang berkuasa
5

didalam benteng tersebut dengan penguasa belanda Speelman. Setahun lebih benteng digempur
oleh Belanda dibantu oleh pasukan sewaan dari Maluku, hingga akhirnya kekuasaan raja Gowa
disana berakhir. Seisi benteng porak poranda, rumah raja didalamnya hancur dibakar oleh tentara
musuh. Kekalahan ini membuat Belanda memaksa raja menandatangani perjanjian Bongaya
pada 18 Nov 1667.
Dikemudian hari Speelman memutuskan utk menetap disana dengan membangun kembali dan
menata bangunan disitu agar disesuaikan dengan kebutuhan dalam selera arsitektur Belanda.
Bentuk awal yg mirip persegi panjang kotak dikelilingi oleh lima bastion, berubah mendapat
tambahan satu bastion lagi di sisi barat. Nama benteng diubah pula menjadi Fort Rotterdam,
tempat kelahiran Gub Jend Belanda Cornelis Speelman.
Salah satu obyek wisata yang terkenal disini selain melihat benteng, adalah menjenguk ruang
tahanan sempit Pangeran Diponegoro saat dibuang oleh Belanda sejak tertangkap ditanah Jawa.
Perang Diponegoro yg berkobar diantara tahun 1825-1830 berakhir dengan dijebaknya Pangeran
Diponegoro oleh Belanda saat mengikuti perundingan damai. Diponegoro kemudian ditangkap
dan dibuang ke Menado, lantas tahun 1834 ia dipindahkan ke Fort Rotterdam. Dia seorang diri
ditempatkan didalam sebuah sel penjara yang berdinding melengkung dan amat kokoh. Diruang
itu ia disedikana sebuah kamar kosong beserta pelengkap hidup lainnya seperti peralatan shalat,
alquran, dan tempat tidur. Banyak kemudian yang meyakini bahwa Diponegoro wafat di
Makassar, lalu ia dikuburkan disitu juga. Tapi ada pendapat lain mengatakan, mayat Diponegoro
tidak ada di Makassar. Begitu ia wafat Belanda memindah ia ketempat rahasia agar tidak memicu
letupan diantara pengikut fanatiknya di Jawa atau disitu.

3. Fungsi Benteng Ujung Pandang


Fungsi Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang ini awalnya adalah sebagai tempat
pertahanan rakyat Makassar melawan penjajahan Belanda. Namun, ketika Belanda berhasil
menguasai benteng ini, fungsinya berubah menjadi gudang penyimpanan rempah-rempah.
Benteng Ujung Pandang ini pun kemudian berubah nama menjadi Fort Rotterdam yang diambil
dari nama tempat kelahiran pemerintah Belanda saat itu.

4. Sejarah Museum La Galigo


Museum bersejarah yang terdapat di kota Makassar, Sulawesi Selatan ini diberi nama La
Galigo atas saran seorang seniman, karena nama ini sangat terkenal di kalangan masyarakat
Sulawesi Selatan. La Galigo adalah salah satu putra Sawerigading Opunna Ware, seorang tokoh
masyhur dalam mitologi Bugis, dari perkawinannya dengan We Cudai Daeng Risompa dari
Kerajaan Cina Wajo. Setelah dewasa, La Galigo dinobatkan menjadi Pajung Lolo (Raja Muda) di
Kerajaan Luwu pada abad ke-14.
La Galigo juga nama sebuah karya sastra klasik dalam bentuk naskah tertulis bahasa Bugis yang
terkenal dengan nama Sure La Galigo, dengan panjang 9.000 halaman, dan La Galigo sendiri
dianggap sebagai pengarangnya (studi mengungkapkan kemungkinan penulisnya adalah
perempuan bangsawan). Isinya mengandung cerita-cerita, tatanan, dan tuntunan hidup orang
Sulawesi Selatan dulu, seperti sistem religi, ajaran kosmos, adat-istiadat, bentuk, dan tatanan
masyarakat/pemerintahan tradisional, pertumbuhan kerajaan, sistem ekonomi/perdagangan,
keadaan geografis, dan peristiwa penting yang pernah terjadi. Pada masa dahulu naskah atau
Sure yang dipandang suci ini disakralkan dan hanya dapat dibaca pada waktu-waktu tertentu
sambil dilagukan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Benteng Somba Opu dibangun oleh Sultan Gowa ke-IX yang bernama Daeng Matanre Karaeng
Tumaparisi Kallonna pada tahun 1525. Pada pertengahan abad ke-16, benteng ini menjadi
pusat perdagangan dan pelabuhan rempah-rempah yang ramai dikunjungi pedagang asing dari
Asia dan Eropa. Pada tanggal 24 Juni 1669, benteng ini dikuasai oleh VOC dan kemudian
dihancurkan
hingga
terendam
oleh ombak
pasang.
Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah benteng peninggalan
Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar,
Sulawesi Selatan.
Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke IX yang bernama I manrigau Daeng
Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat,
namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke XIV Sultan Alauddin konstruksi benteng ini
diganti dengan sedimen endesit.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kita semua dapat mencintai dan melestarikan
peninggalan-peninggalan sejarah khususnya Benteng Somba Opu dan Benteng Ujung Pandang
(Fort Rotterdam) yang pada saat ini menjadi salah satu potensi wisata sejarah yang terabaikan.
Dan juga diharapakan kepada Pemerintah agar tidak tinggal diam dan ikut ambil andil dalam
pelestarian keduanya agar situs-situs sejarah ini tidak terabaikan. Dan diharapkan ke depan situssitus sejarah ini dapat menjadi objek wisata sejarah yang terkenal di kanca Nasional dan
Internasional.

DAFTAR PUSTAKA

Pegelola Benteng Somba Opu, UPTD, 2012. Museum Karaeng Pattingalloang Benteng Somba
Opu. Makassar: DISBUDPAR Provinsi Sulawesi selatan.
Pengelola Museum La Galigo, 2012. Manusia Sepanjang Sejarah: Manusia dan
Kebudayaannya, Sejarah Benteng Ujung Pandang, Koleksi Sejarah. Makassar: Museum La
Galigo.

You might also like