Professional Documents
Culture Documents
Definisi Malaria
B. Mekanisme Patogenesis
Setelah sporozoit dilepas sewaktu nyamuk anopeles betina
menggigit manusia,
skizogoni intra
sekuestrasi.
Sitoadherens
Sitoadherens adalah melekatnya EP matang di permukaan
endotel vaskular. Sitoaherens merupakan proses spesifik yang hanya
terjadi di kapiler dan venula post
kapiler. Penumpukan EP di
mikrovaskular sehingga
mengalami sekustrasi.
malaria
serebral.
Rosetting
Rosetting adalah perlekatan antara satu buah EP matang yang
diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit sehingga
berbentuk seperti bunga. Rosetting
C. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya
transmissi infeksi malaria. Berat ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium
(p. falciparum sering memberikan komplikasi). Daerah asal infeksi (pola resistensi
terhadap pengobatan), umur (usia lanjut dan bayi sering lebih berat), ada dugaan
konstitusi genetik, keadaan kesehatan dan nutrisi, kemo profilaktis dan pengobatan
sebelumnya.
Menurut berat atau ringannya gejala malaria dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu
Gejala malaria berat (malaria dengan komplikasi), untuk malaria berat akan saya
paparkan pada posting saya yang lain, untuk saat ini akan saya bahas tentang gejala
klinis pada malaria yang ringan tanpa komplikasi.
Gejala malaria tanpa komplikasi
Secara klinis, gejala malaria infeksi tunggal pada pasien non-imun terdiri atas
beberapa serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme), yang diselingi oleh
suatu periode (periode laten) bebas demam. Meskipun disebut malaria ringan, sebenarnya
gejala yang dirasakan penderitanya cukup menyiksa.
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
Masa inkubasi
o Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit
(terpendek untuk P. falciparum dan terpanjang untuk P.malariae), beratnya
infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes.
Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau
secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium aseksual)
Keluhan utama
o Malaria
sebagai
penyebab
infeksi
yang
disebabkan
merozoit
atau
skizon),
pengaruh
GPI (glycosyl
Keluhan-keluhan prodromal
o Keluhan-keluhan prodromal (keluhan penyerta yang timbul bersama keluhan
utama) dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa:
malaise (rasa tidak enak), lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang,
nyeri pada tulang dan otot,anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan
kadang-kadang merasa dingin di punggung.
Gigi gemeretak, kulit dingin, dan kering, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan
jari- jari pucat atau sianosis, pasien mungkin muntah pada anak sering terjadi
kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperatur suhu tubuh.
Gejala klasik (trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria vivax,
sedangkan pada malaria falciparum, gejala menggigil dapat berlangsung berat atau
malah tidak ada.
Diantara 2 periode demam terdapat periode tidak demam yang berlangsung
selama 12 jam pada malaria falciparum, 36 jam pada malaria vivax dan ovale, dan 60
jam pada malaria malariae.
Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih
sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3
hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis.
Manifestasi Klinik
Gejala
Laboratorium
Penurunan
GCS < 11
kesadaran
Anemia
berat
Konjuntiva, lidah, Hb <7 g/dl jika ada
bibir,
keluhan, atau <5
pucat
g/dl jika
tanpa keluhan
Anuria atau
Urine <30 ml/jam Serum
kreatinin >3
oliguria
Gejala malaria beratpada
dengan komplikasimg/dl
dewasa, dan
pada dewasa dan
<0,5
>1,5
Manifestasi malaria berat bervariasi, dari
kelainan kesadaran
ml/kg/jam
pada
mg/dl pada
anakIkterik
Sklera
ikterik
Serum
bilirubin
>3
sampai
gangguan
organ-organ
tertentu
dan
gangguan
mg/dl
Syok
Ektremitas dingin,
nadiini dapat berbeda
metabolisme. Manifestasi
menurut umur
lemah,
(anak/dewasa),
pada daerah
tertentu
berdasarkan
endemisitas
hipotension
Asidosis
Metabolik
Sesak
nafas (TD
Plasma
bikarbonat
( Pernapasan
> 15
setempat.
Kussmaulsesak
)
mmol/l bilateral
Udem paru / ARDS Takipnu,
Infiltrat
nafas,
pada
Tabel 1. Manifestasi klinik
laboratorium
malaria
berat
ronkhidan
basah
basal CSF
rongsen
thorak
Kejang berulang
untuk
membedakan
Manifestasi Klinik Gejala Laboratorium
dengan meningitis
Perdarahan
Perdarahan gusi,
Periksa
hidung,
kemungkinan
saluran
untuk
pencernaan
Disseminated
intravascularurin
Hemoglobinuria
Urin berwarna
Hemoglobin
gelap
positif
(hitam)
Hipoglikemia
Keringat
Gula darah <40
dingin,
mg/dl
palpitasi,
penurunan
I.
Malaria Serebral
Terjadi kira-kira 2% kasus dan salah satu penyebab kematian
pada malaria
Sulawesi
Utara, Maluku, dan Irian Jaya. Secara sporadik juga ditemui pada
beberapa kota besar di Indonesia umumnya sebagai kasus impor.
Penelitian di Minahasa mortalitasnya sampai 30,5%.4 Pada
penelitian 235 penderita malaria serebral (1983-1998) dijumpai 41%
dengan hiperbilirubinema, 26% dengan kreatinemia dan 10,7%
dengan hipoglikemia. Mortalitas penderita malaria serebral dengan
3 kegagalan organ 88,9%, dengan 2 gagal organ 47,6% dan hanya 1
gagal organ (serebral saja) 10,5%.
Malaria serebral merupakan keadaan gawat darurat yang harus
segera ditangani. Sebagian penderita terjadi gangguan kesadaran
yang lebih ringan seperti apatis, somnolen, delirium dan perubahan
tingkah laku.
Kelainan neurologik pada orang dewasa berupa kejang di
Thailand dilaporkan 20-50%, di Indonesia lebih jarang. Retraksi leher
dan hilangnya fleksibilitas leher dapat terjadi, tetapi kaku kuduk dan
photophobia tidak pernah terjadi pada malaria serebral. Reaksi pupil
normal, funduskopi normal atau dapat terjadi perdarahan retina 635 % kasus. Papil edema jarang. Mata deviasi kesatu arah
dilaporkan pada kasus di Afrika.
Gejala sisa (sequele) sering dijumpai (khususnya bila terjadi
hipoglikemia), yang sering terjadi ialah hemiplegia, kebutaan
kortikal, ataxia, perubahan tingkah laku dan gejala neurologik fokal.
Pada penelitian Richie dkk di Minahasa tahun 1998 yang meliputi
52 kasus adalah malaria cerebral yang terdiri dari 25 penderita (48%)
dengan GCS 3-8
III.
IV.
Hipoglikemi
Hipoglikemi dilaporkan sebagai keadaan terminal pada binatang
dengan malaria berat. Hal ini disebabkan karena kebutuhan
metabolik dari parasit telah menghabiskan cadangan glikogen
dalam hati. Pada orang dewasa sering berhubungan dengan
pengobatan kina. Hipoglikemi juga sering pada wanita hamil
khususnya pada primipara. Hipoglikemia dapat tanpa gejala pada
penderita dengan keadaan umum yang berat ataupun penurunan
kesadaran.
Penyebab terjadinya hipoglikemi yang paling sering ialah karena
pemberian terapi kina (dapat terjadi 3 jam setelah infus kina).
Penyebab lainnya ialah kegagalan glukoneogenesis pada penderita
dengan ikterik, hiperparasitemia oleh karena parasit mengkonsumsi
karbohidrat, dan karena TNF alfa yang meningkat.
Gejala hipoglikemia dapat terjadi karena sekresi adrenalin
berlebihan dan akibat disfungsi susunan saraf pusat (SSP). Gejala
akibat sekresi adrenalin berupa pusing, nyeri kepala, pandangan
mata gelap, kebingungan, kejang dan gangguan/penurunan
VI.
Malaria Algid
Adalah terjadinya syok vaskuler, ditandai dengan hipotensi
(tekanan sistolik kurang dari 70 mmHg), perubahan tahanan perifer
dan berkurangnya perfusi jaringan. Gambaran klinik berupa
perasaan dingin dan basah pada kulit, temperatur rektal tinggi,
pernafasan dangkal, nadi cepat, tekanan darah turun. Parasitemia
biasanya padat dan sering dijumpai bentuk skizon.
Adanya hipotensi sering dihubungkan dengan terjadinya
septisemia gram negatif, karena kultur darah merupakan hal yang
penting dilakukan. Selain itu perlu dikesampingkan pengaruh
kekurangan cairan (muntah, panas), edema paru, asidosis
metabolik, perdarahan gastro-intestinal dan efek dari pemberian
obat malaria. Hipotensi biasanya berespon dengan pemberian NaCI
0,9% dan obat inotropik disamping pemberian obat malaria.
VII.
Edema Paru
Sering terjadi pada malaria dewasa dan jarang pada anak.
Edema paru merupakan komplikasi yang paling berat dari malaria
tropika dan sering menyebabkan kematian. Ada dua tipe edema
paru yang dapat terjadi : pertama karena kelebihan cairan, keadaan
ini bila diketahui secepatnya dapat diobati dengan pemberian
diuretika, bentuk yang kedua ialah adult respiratory distress
syndrome, pada keadaan ini tekanan vena sentral normal dan
pulmonary wedhe pressure menurun. Dahulu keadaan ini diduga
disebabkan karena peningkatan permeabilitas membran kapiler,
terjadinya emboli mikrovaskuler, koagulasi intravaskuler atau
disfungsi mikrosirkulasi pulmonal. Akhir-akhir ini diduga terjadinya
edema paru disebabkan karena peningkatan TNF-alfa.
Beberapa faktor yang memudahkan timbulnya edema paru ialah
kelebihan cairan, kehamilan / postpartum, malaria cerebral,
hiperparasitemia, hipoglikemia, hipotensi, asidosis dan uremia.
Adanya peningkatam respirasi merupakan gejala awal, bila frekuensi
Perdarahan
Perdarahan spontan berupa perdarahan gusi, epistaksis, petekie,
purpura, hematoma dapat terjadi karena trombositopenia akibat
infeksi malaria tropika. Gangguan koagulasi intravaskuler yang
menyebabkan terjadinya perdarahan jarang terjadi (<10%), dan bila
terjadi biasanya pada penderita yang tidak imun. Tes fungsi
koagulasi seperti waktu protrombin, waktu tromboplastin partial,
fibrinogen, biasanya normal. Adanya perdarahan dengan
parasitemia berat dan uremia menunjukkan prognosa yang jelek.
IX.
Hiperparasitermia
Hiperparasitemia didefenisikan bila hitung parasit >5%
(225.000/L). Ada hubungan yang erat antara hiperparasitemia dan
mortalitas khususnya untuk penderita yang tidak imun. Bila
parasitemia kurang dari 100.000/L angka kematian ialah 1% dan
bila parasitemia 500.000/L angka kematian ialah 50%.
Umumnya penderita dengan parasitemia >20% hampir selalu
memberikan kematian. Penderita tersebut memburuk dengan cepat,
memberikan gejala malaria serebral, gagal ginjal akut, ikterik,
anemia, asidosis, hipoglikemia dan gagal respirasi akut dalam
beberapa jam. Bila terjadi hiperparsitemia biasanya dijumpai bentuk
skizon didarah tepi. Kebalikan dari hiperparasitemia (hitung parasit
rendah), tidak selalu berarti penderita tidak mengalami manifestasi
berat. Hal ini disebabkan adanya sekuestrasi parasit yang
mengakibatkan pemeriksaan parasit di darah tepi tidak cocok
dengan adanya parasit sebenarnya di dalam jaringan.
X.
Manifestasi Gastro-Intestinal
Manifestasi gastro-intestinal sering dijumpai pada malaria,
adalah perasaan tak enak diperut, flatulensi, mual, muntah, kolik,
diare dan konstipasi. Kadang-kadang gejala menjadi berat berupa
sindroma bilious remittent fever yaitu gejala gastro-intestinal
dengan hepatomegali, ikterik (hiperbilirubinemia dan peningkatan
SGOT/SGPT) dan gagal ginjal.
Hiponatremia sering dijumpai pada penderita malaria falsiparum.
Terjadinya hiponatremia dapat disebabkan karena kehilangan cairan
melalui muntah dan mencret ataupun terjadinya sindroma
abnormalitas hormon antidiuretik (SAHAD).
XI.
Asidosis metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan hiperventilasi (pernafasan
Kussmaul), auskultasi lapangan paru normal, peningkatan asam
laktat, pH turun (<7.25) dan penurunan bikarbonat (<15 mmol/L).
asidosis biasanya disertai edema paru, hiperparasitemia, syok,
gagal ginjal dan hipoglikemia.
XII.
Hiperpireksi (hipertermi)
Hiperpireksi dapat terjadi pada semua bentuk malaria, tetapi
0
paling sering dijumpai pada malaria tropika.Suhu > 38 C sering
menimbulkan kejang.
XIII.
Anemia
Anemia sering pada malaria, pada 30% kasus anemia diperlukan
transfusi darah (Thailand). Derajat anemia berkorelasi dengan
parasitemia. Pada malaria akut, anemia berat sering memberikan
gejala serebral seperti tampak bingung, kesadaran menurun sampai
koma, dan gejala kardio-pulmonal.
XIV.
Limpa Ruptur
1-4
5-9
10-14
> 15
bulan
tahun tergantung
tahun manifestasi
tahun
tahun
Diagnosa banding dari
malaria berat
organ
yang terlibat
seperti:
Artesunate
1
2
3
4
Amodiakuin
1
2
3
1.1 Penurunan
kesadaran karena
ensefalopati
yang
disebabkan
oleh3-4
1
2
3
4
infeksiArtesunate
2
Amodiakuin
1
2
3
3-4
2. bakteri,
virus, jamur, metabolik,
trauma
kepala,
alkoholisme
Artesunate
1
2
3
4
3. Leptospirosis.
Amodiakuin
4.3 Demam
tifoid, demam kuning,
sindrom
Primakuin
*)
2-3
D. Penatalaksanaan
Pengobatan malaria falciparum ringan tanpa komplikasi lini
pertama dengan kombinasi artesunate dan amodiakuin dan lini
kedua dengan kina dan tetracycline atau doxycycline
2-7
Jenis obat
0-1
2-11
1-4
5-9
1014
> 15
bulan
bulan
tahun
tahun
tahun
tahun
Kina
*)
*)
3x
3x1
3 x 1
3x2
Tetrasiklin /
doksisiklin
4 x 1/1x1
Primakuin
23
Kina
*)
*)
3x
3x1
3 x 1
3x2
Tabel 1. Pengobatan lini pertama untuk malaria falsiparum
Tetrasiklin /
4 x 1/1x1
doksisiklin
Komposisi obat :
Artesunat : 50 mg/ tablet
Amodiakuin : 200 mg/ tablet 153 mg amodiakuin base / tablet
Semua pasien (kecuali ibu hamil dan anak usia < 1 tahun) diberikan tablet Primakuin (1 tablet
berisi: 15 mg primakuin basa ) dengan dosis 0,75 mg basa/kgBB/oral, dosis tunggal pada hari
I (hari pertama minum obat).
Dosis pada tabel diatas merupakan perhitungan kasar bila penderita tidak ditimbang berat
badannya. Dosis yang direkomendasi berdasarkan berat badan adalah:
Artesunat: 4 mg/kgBB dosis tunggal/hari/oral, diberikan pada hari I, hari II dan hari III
ditambah Amodiakuin: 25 mg basa/kgBB selama 3 hari dengan pembagian dosis: 10 mg
basa/kgBB/hari/oral pada hari I dan hari II, serta 5 mg basa/kgBB/oral pada hari III.
Bila terjadi gagal pengobatan lini pertama, maka diberikan pengobatan lini kedua seperti
tabel 2 di bawah ini.
Keterangan:
*) Kina:
Pemberian kina pada anak usia < 1 tahun harus berdasarkan berat badan
(ditimbang berat badannya). Dosis kina: 30 mg/kgbb/hari (dibagi 3 dosis).
I.
Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia < 8 tahun
II.
Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan anak usia < 1
tahun.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
Alimudiarnis. 2009. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Malaria Berat.
blog.tp.ac.id/wp-content/uploads/3998/download-malaria-berat.pdf, diakses tanggal
10 Oktober 2012.
Depkes RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria Di Indonesia. Jakarta: Depkes RI
Departemen Parasitologi FKUI. 2008. Parasit Malaria. Dalam: Buku Ajar Parasitologi
Kedokdteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.