You are on page 1of 19

A.

Definisi Malaria

Malaria tropika, disebabkan plasmodium falciparum merupakan jenis


penyakit malaria yang terberat atau paling ganas dan penyebab sebagian besar
kematian akibat malaria. Satu-satunya parasit malaria yang menimbulkan penyakit
mikrovaskular, karena Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke
otak (malaria otak), menyebabkan koma, mengigau dan kematian selain itu juga dapat
menyebabkan berbagai komplikasi berat lainnya seperti, syok, gagal ginjal akut,
perdarahan, sesak nafas, dll
Malaria berat adalah penyakit malaria akibat infeksi Plasmodium falciparum
aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut (WHO 2006):
Definisi Malaria Berat (WHO 2006)
1. Malaria serebral: koma tidak bisa dibangunkan, derajat penurunan kesadaran
dilakukan penilaian GCS (Glasgow Coma Skale) < 11 , atau lebih dari 30 menit setelah
serangan kejang yang tidak disebabkan oleh penyakit lain.
2. Anemia berat (Hb < 5 gr% atau hematokit < 15%) pada hitung parasit >10.000/L, bila
anemianya hipokromik / mikrositik dengan mengenyampingkan adanya anemia
defisiensi besi, talasemia/ hemoglobinopati lainya.
3. Gagal ginjal akut (urin < 400 ml/ 24 jam pada orang dewasa atau < 12 ml/kgBB pada anak
setelah dilakukan rehidrasi, dan kreatinin >3 mg%).
4. Edema paru / ARDS ( Adult Respitatory Distress Syndrome).
5. Hipoglikemi: gula darah <40 mg%.
6. Gagal sirkulasi atau Syok, tekanan sistolik <70 mmHg disertai keringat dingin
atau perbedaan tamperatur kulit-mukosa >10o C.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, traktus disgestivus atau disertai kelainan
laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
8. Kejang berulang lebih dari 2x/24 jam setelah pendinginan pada hipertemia.
9. Asidemia (pH <7.25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15 mmol/L).
10. Makroskopik hemoglobinuri (black water fever) oleh karena infeksi padamalaria akut
(bukan karena obat anti malaria pada kekurangan G-6-PD).
11. Diagnosa post- mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler
pada jaringan otak.
Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai malaria berat sesuai dengan
gambaran klinik daerah setempat ialah:

1. Gangguan kesadaran ringan (GCS <15) di Indonesia sering dalam keadaan


2.
3.
4.
5.

delirium dan somnolen.


Kelemahan otot (tak bisa duduk / berjalan) tanpa kelainan neurologik.
Hiperparasitema >5% pada daerah hipoendemik atau daerah tak stabil malaria.
Ikterik (bilirubin >3 mg%).
Hiperpireksia (temperatul rektal >400 C) pada orang dewasa /anak.

B. Mekanisme Patogenesis
Setelah sporozoit dilepas sewaktu nyamuk anopeles betina
menggigit manusia,

akan masuk kedalam sel hati dan terjadi skizogoni

ektsra eritrosit. Skizon hati yang

matang akan pecah dan selanjutnya

merozoit akan menginvasi sel eritrosit dan terjadi

skizogoni intra

eritrosit, menyebabkan eritrosit mengalami perubahan seperti


pembentukan knob, sitoadherens, sekuestrasi dan rosseting.

Gambar 1. Lingkaran Hidup Plasmodium Falsiparum


Eritrosit Parasit (EP)
EP memulai proses patologik infeksi malaria falsiparum
dengankemampuan

adhesi dengan sel lain yaitu endotel vaskular,

eritrosit dan menyebabkan sel ini sulit

melewati kapiler dan filtrasi

limpa. Hal ini berpengaruh terjadinya sitoadherens dan

sekuestrasi.

Sitoadherens
Sitoadherens adalah melekatnya EP matang di permukaan
endotel vaskular. Sitoaherens merupakan proses spesifik yang hanya
terjadi di kapiler dan venula post

kapiler. Penumpukan EP di

mikrovaskular menyebabkan gangguan aliran

mikrovaskular sehingga

terjadi anoksia/hipoksia jaringan.


Sekuestrasi
Sitoadherens menyebabkan EP bersekuestrasi dalam
mikrovaskular organ

vital. Parasit yang bersekuestrasi menumpuk di

otak, paru, usus, jantung, limpa,

hepar, otot dan ginjal. Sekuestrasi

menyebabkan ketidak sesuaian antara parasitemia

di perifer dan jumlan

total parasit dalam tubuh.


Penelitian di Vietnam melaporkan bahwa sekuestrasi di otak
terjadi baik pada kasus malaria serebral maupun non serebral dengan
jumlah kuantitatif lebih tinggi

pada malaria serebral. Dilaporkan juga

tidak ada kasus malaria serebral yang tidak

mengalami sekustrasi.

Dengan demikian sekuentrasi diperlukan dalam patogenesa

malaria

serebral.
Rosetting
Rosetting adalah perlekatan antara satu buah EP matang yang
diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit sehingga
berbentuk seperti bunga. Rosetting

berperan dalam terjadinya

obstruksi mikrovaskular. Meskipun demikian peranan rosetting dalam


patogenesis malaria berat masih belum jelas.
Sitokin
Kadar TNF-alfa di daerah perifer meningkat secara nyata pada
penderita

malaria terutama malaria berat. Kadar IFN-gamma, IL-1, IL-6,

LT dan IL-3 juga

meningkat pada malaria berat. Sitokin-sitokin ini saling

berinteraksi dan menghasilkan efek patologi Meskipun demikian peranan


sitokin dalam patogenesis

malaria berat masih dalam perdebatan.

C. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya
transmissi infeksi malaria. Berat ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium
(p. falciparum sering memberikan komplikasi). Daerah asal infeksi (pola resistensi
terhadap pengobatan), umur (usia lanjut dan bayi sering lebih berat), ada dugaan
konstitusi genetik, keadaan kesehatan dan nutrisi, kemo profilaktis dan pengobatan
sebelumnya.
Menurut berat atau ringannya gejala malaria dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu

Gejala malaria ringan (malaria tanpa komplikasi) dan

Gejala malaria berat (malaria dengan komplikasi), untuk malaria berat akan saya
paparkan pada posting saya yang lain, untuk saat ini akan saya bahas tentang gejala
klinis pada malaria yang ringan tanpa komplikasi.
Gejala malaria tanpa komplikasi
Secara klinis, gejala malaria infeksi tunggal pada pasien non-imun terdiri atas
beberapa serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme), yang diselingi oleh

suatu periode (periode laten) bebas demam. Meskipun disebut malaria ringan, sebenarnya
gejala yang dirasakan penderitanya cukup menyiksa.
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:

Masa inkubasi
o Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit
(terpendek untuk P. falciparum dan terpanjang untuk P.malariae), beratnya
infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes.
Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau
secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium aseksual)

Keluhan utama
o Malaria

sebagai

penyebab

infeksi

yang

disebabkan

oleh Plasmodium mempunyai gejala utama yaitu demam dan menggigil


o Demam

Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni


(pecahnya

merozoit

atau

skizon),

pengaruh

GPI (glycosyl

phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya.


Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah
hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala.
Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan
splenomegali

Keluhan-keluhan prodromal
o Keluhan-keluhan prodromal (keluhan penyerta yang timbul bersama keluhan
utama) dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa:

malaise (rasa tidak enak), lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang,
nyeri pada tulang dan otot,anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan
kadang-kadang merasa dingin di punggung.

o Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P.


falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas
Selain gejala- gejala diatas, ada juga yang merupakan gejala klasik malaria yang
sering di pakai untuk penentuan diagnosa malaria.
Gejala klasik malaria merupakan suatu paroksisme biasanya terdiri atas 3 stadium
yang berurutan, gejala klasik tersebut yaitu :

Stadium dingin (cold stage).


o Diawali dengan gejala menggigil atau perasaan yang sangat dingin. penderita
seringmembungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil,

Gigi gemeretak, kulit dingin, dan kering, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan
jari- jari pucat atau sianosis, pasien mungkin muntah pada anak sering terjadi
kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperatur suhu tubuh.

Stadium demam (Hot stage).


o Stadium ini berlangsung 2 4 jam. Penderita merasa kepanasan. Muka merah,
kulit kering, sakit kepala dan sering kali muntah. Nadi menjadi kuat kembali,
merasa sangat haus dan suhu tubuh dapat meningkat hingga 41 derajat Celcius
atau lebih. Pada anak-anak, suhu tubuh yang sangat tinggi dapat menimbulkan
kejang-kejang. penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri
kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini
berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti
dengan keadaan berkeringat.

Stadium berkeringat (sweating stage).


o Stadium ini berlangsung 2 4 jam. Penderita berkeringat sangat banyak. Suhu
tubuh kembali turun, kadang-kadang sampai di bawah normal. Setelah itu
biasanya penderita beristirahat hingga tertidur. Setelah bangun tidur penderita
merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain sehingga dapat kembali melakukan
kegiatan sehari-hari.
Gejala klasik (trias malaria) berlangsung selama 6 10 jam, biasanya dialami
oleh penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria, penderita yang belum
mempunyai kekebalan (immunitas) terhadap malaria atau penderita yang baru
pertama kali menderita malaria.
Di daerah endemik malaria dimana penderita telah mempunyai kekebalan(imunitas)
terhadap malaria, gejala klasik timbul tidak berurutan, bahkan tidak selalu ada, dan
seringkali bervariasi tergantung spesies parasit dan imunitas penderita.
Didaerah yang mempunyai tingkat penularan sangat tinggi (hiperendemik)
seringkali penderita tidak mengalami demam, tetapi dapat muncul gejala lain,
misalnya: diare dan pegal-pegal. Hal ini disebut sebagai gejala malaria yang bersifat
lokal spesifik.

Gejala klasik (trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria vivax,
sedangkan pada malaria falciparum, gejala menggigil dapat berlangsung berat atau
malah tidak ada.
Diantara 2 periode demam terdapat periode tidak demam yang berlangsung
selama 12 jam pada malaria falciparum, 36 jam pada malaria vivax dan ovale, dan 60
jam pada malaria malariae.
Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih
sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3
hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis.

Manifestasi Klinik
Gejala
Laboratorium
Penurunan
GCS < 11
kesadaran
Anemia
berat
Konjuntiva, lidah, Hb <7 g/dl jika ada
bibir,
keluhan, atau <5
pucat
g/dl jika
tanpa keluhan
Anuria atau
Urine <30 ml/jam Serum
kreatinin >3
oliguria
Gejala malaria beratpada
dengan komplikasimg/dl
dewasa, dan
pada dewasa dan
<0,5
>1,5
Manifestasi malaria berat bervariasi, dari
kelainan kesadaran
ml/kg/jam
pada
mg/dl pada
anakIkterik
Sklera
ikterik
Serum
bilirubin
>3
sampai
gangguan
organ-organ
tertentu
dan
gangguan
mg/dl
Syok
Ektremitas dingin,
nadiini dapat berbeda
metabolisme. Manifestasi
menurut umur
lemah,
(anak/dewasa),
pada daerah
tertentu
berdasarkan
endemisitas
hipotension
Asidosis
Metabolik
Sesak
nafas (TD
Plasma
bikarbonat
( Pernapasan
> 15
setempat.
Kussmaulsesak
)
mmol/l bilateral
Udem paru / ARDS Takipnu,
Infiltrat
nafas,
pada
Tabel 1. Manifestasi klinik
laboratorium
malaria
berat
ronkhidan
basah
basal CSF
rongsen
thorak
Kejang berulang
untuk
membedakan
Manifestasi Klinik Gejala Laboratorium
dengan meningitis
Perdarahan
Perdarahan gusi,
Periksa
hidung,
kemungkinan
saluran
untuk
pencernaan
Disseminated
intravascularurin
Hemoglobinuria
Urin berwarna
Hemoglobin
gelap
positif
(hitam)
Hipoglikemia
Keringat
Gula darah <40
dingin,
mg/dl
palpitasi,
penurunan

I.

Malaria Serebral
Terjadi kira-kira 2% kasus dan salah satu penyebab kematian
pada malaria

berat, meliputi 10% dari penderita malaria

falsiparum berat dirawat di RS. Malaria

serebral sering dijumpai

pula didaerah endemik seperti di Jepara (Jawa Tengah),

Sulawesi

Utara, Maluku, dan Irian Jaya. Secara sporadik juga ditemui pada
beberapa kota besar di Indonesia umumnya sebagai kasus impor.
Penelitian di Minahasa mortalitasnya sampai 30,5%.4 Pada
penelitian 235 penderita malaria serebral (1983-1998) dijumpai 41%
dengan hiperbilirubinema, 26% dengan kreatinemia dan 10,7%
dengan hipoglikemia. Mortalitas penderita malaria serebral dengan
3 kegagalan organ 88,9%, dengan 2 gagal organ 47,6% dan hanya 1
gagal organ (serebral saja) 10,5%.
Malaria serebral merupakan keadaan gawat darurat yang harus
segera ditangani. Sebagian penderita terjadi gangguan kesadaran
yang lebih ringan seperti apatis, somnolen, delirium dan perubahan
tingkah laku.
Kelainan neurologik pada orang dewasa berupa kejang di
Thailand dilaporkan 20-50%, di Indonesia lebih jarang. Retraksi leher

dan hilangnya fleksibilitas leher dapat terjadi, tetapi kaku kuduk dan
photophobia tidak pernah terjadi pada malaria serebral. Reaksi pupil
normal, funduskopi normal atau dapat terjadi perdarahan retina 635 % kasus. Papil edema jarang. Mata deviasi kesatu arah
dilaporkan pada kasus di Afrika.
Gejala sisa (sequele) sering dijumpai (khususnya bila terjadi
hipoglikemia), yang sering terjadi ialah hemiplegia, kebutaan
kortikal, ataxia, perubahan tingkah laku dan gejala neurologik fokal.
Pada penelitian Richie dkk di Minahasa tahun 1998 yang meliputi
52 kasus adalah malaria cerebral yang terdiri dari 25 penderita (48%)
dengan GCS 3-8

mortalitasnya 28%, 27 penderita (52%) dengan

GCS 3-8 mortalitasnya 67%.


II.

Gagal ginjal akut (GGA)


Kelainan fungsi ginjal sering terjadi pada penderita malaria
dewasa. Mortalitas dapat mencapai 45% pada malaria berat
dibanding 10% tanpa kelainan fungsi ginjal. Data dari Minahasa,
Sulawesi Utara diantara 132 kasus malaria berat, kelainan fungsi
ginjal yaitu 30 kasus (22%) dengan kreatinin >3 mg% dan 21 kasus
(16%) dengan kreatinin 2-3 mg%. ureum berkisar 93-513 mg% dan
kreatinin bervariasi 3,13-19,4 mg%.
Kelainan fungsi ginjal dapat terjadi pre-renal karena dehidrasi
(>50%) dan hanya 5-10% disebabkan nekrosis tubulus akut.
Gangguan ginjal diduga di sebabkan adanya anoksia karena
penurunan filtrasi pada glomerulus. Beberapa faktor resiko yang
mempermudah terjadinya GGA ialah hiperparasitemia, hipotensi,
ikterus, hemoglobinuria.
Apabila oliguria tidak segera ditangani, akan terjadi anuria.
Akibat gagal ginjal akut dapat terjadi metabolik asidosis,
hiperurisemia. Pada tahap akhir dijumpai tanda uremia, perdarahan
kulit dan gastro-intestinal, dan septisemia. Penanganan penderita
dengan kelainan fungsi ginjal di Minahasa tanpa dialisis memberikan
mortalitas 48%.

III.

Kelainan Hati (Malaria Biliosa)


Jaundice atau ikterus sering dijumpai pada infeksi malaria
falsiparum. Pada Penelitian di Minahasa pada 109 penderita malaria
berat, kadar bilirubin tertinggi ialah 36,4 mg%. dijumpai 28
penderita (25%) mortalitasnya 11%, bilirubin 1,2mg%-2 mg%
dijumpai pada 17 penderita (16%) mortalitas 17%, bilirubin >2mg%3mg% pada 13 penderita (12%) dengan mortalitas 29% serta
bilirubin >3mg% dijumpai pada 51 penderita (46%) dengan
mortalitas 33%.
Terjadi penurunan aliran darah ke hepar, dan akan kembali
normal pada fase penyembuhan. Mungkin ini disebabkan karena
sekuestrasi dan sitoadheren yang menyebabkan obstruksi mikrovaskuler.

IV.

Hipoglikemi
Hipoglikemi dilaporkan sebagai keadaan terminal pada binatang
dengan malaria berat. Hal ini disebabkan karena kebutuhan
metabolik dari parasit telah menghabiskan cadangan glikogen
dalam hati. Pada orang dewasa sering berhubungan dengan
pengobatan kina. Hipoglikemi juga sering pada wanita hamil
khususnya pada primipara. Hipoglikemia dapat tanpa gejala pada
penderita dengan keadaan umum yang berat ataupun penurunan
kesadaran.
Penyebab terjadinya hipoglikemi yang paling sering ialah karena
pemberian terapi kina (dapat terjadi 3 jam setelah infus kina).
Penyebab lainnya ialah kegagalan glukoneogenesis pada penderita
dengan ikterik, hiperparasitemia oleh karena parasit mengkonsumsi
karbohidrat, dan karena TNF alfa yang meningkat.
Gejala hipoglikemia dapat terjadi karena sekresi adrenalin
berlebihan dan akibat disfungsi susunan saraf pusat (SSP). Gejala
akibat sekresi adrenalin berupa pusing, nyeri kepala, pandangan
mata gelap, kebingungan, kejang dan gangguan/penurunan

kesadaran. Gejala hipoglikemia sering tidak terdeteksi dan gula


darah dapat sampai dibawah 5mg% bahkan 0 mg%.
Pada penderita dengan malaria cerebral di Thailand dilaporkan
adanya hipoglikemi sebanyak 12,5%, sedangkan di Minahasa
insiden hipoglikemia berkisar 17,4%-21,8%.
Hipoglikemia kadang-kadang sulit diobati dengan cara
konvensional, karena hipoglikemianya persisten karena
hiperinsulinemia akibat kina. Mortalitas hipoglikemia pada malaria
berat di Minahasa ialah 45%, terdapat perbaikan dibandingkan studi
oleh Hoffman di Irian Jaya dengan mortalitas 75%.
V.

Malaria Haemoglobinuri (Blackwater Fever)


Adalah suatu sindrom dengan gejala karakteristik serangan akut,
menggigil, demam, hipotensi, hemolisis intravaskuler,
homoglobinemi, hemoglobinuri dan gagal ginjal. Dahulu dilaporkan
terjadi sebagai komplikasi dari infeksi P.falciparum yang berulangulang pada orang non-imun dengan pengobatan kina yang tidak
teratur untuk profilak maupun pengobatan. Parasit tidak dijumpai
atau hanya sedikit. Penderita biasanya mengeluh nyeri pinggang,
muntah, diare, poliuria, diikuti oliguria dengan kencing warna hitam.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai hepatosplenomegali, anemia dan
ikterik.
Studi di Thailand menunjukkan 2 kelompok malaria dengan
hemoglobinuria: satu dengan difisiensi enzim G-6-PD yang memakai
obat malaria (khususnya primakuin), biasanya parasit tidak
ditemukan; atau kelompok lain dengan enzim G-6-PD normal
dijumpai parasit falsiparum positif dengan manifestasi gagal ginjal.
Tahun 1990 terdapat 21 kasus Blackwater Fever dari orang Eropa
yang tinggal di SubSahara Afrika, semua pasien dengan
makroskopis hemoglobinuria, ikterik dan anemia, gagal ginjal akut
terjadi pada 15 pasien dan 7 orang diantaranya dilakukan
hemodialisa, perkiraan yang menyebabkan Blackwater Fever adalah
Halotantrine, kina dan meflokuin.

VI.

Malaria Algid
Adalah terjadinya syok vaskuler, ditandai dengan hipotensi
(tekanan sistolik kurang dari 70 mmHg), perubahan tahanan perifer
dan berkurangnya perfusi jaringan. Gambaran klinik berupa
perasaan dingin dan basah pada kulit, temperatur rektal tinggi,
pernafasan dangkal, nadi cepat, tekanan darah turun. Parasitemia
biasanya padat dan sering dijumpai bentuk skizon.
Adanya hipotensi sering dihubungkan dengan terjadinya
septisemia gram negatif, karena kultur darah merupakan hal yang
penting dilakukan. Selain itu perlu dikesampingkan pengaruh
kekurangan cairan (muntah, panas), edema paru, asidosis
metabolik, perdarahan gastro-intestinal dan efek dari pemberian
obat malaria. Hipotensi biasanya berespon dengan pemberian NaCI
0,9% dan obat inotropik disamping pemberian obat malaria.

VII.

Edema Paru
Sering terjadi pada malaria dewasa dan jarang pada anak.
Edema paru merupakan komplikasi yang paling berat dari malaria
tropika dan sering menyebabkan kematian. Ada dua tipe edema
paru yang dapat terjadi : pertama karena kelebihan cairan, keadaan
ini bila diketahui secepatnya dapat diobati dengan pemberian
diuretika, bentuk yang kedua ialah adult respiratory distress
syndrome, pada keadaan ini tekanan vena sentral normal dan
pulmonary wedhe pressure menurun. Dahulu keadaan ini diduga
disebabkan karena peningkatan permeabilitas membran kapiler,
terjadinya emboli mikrovaskuler, koagulasi intravaskuler atau
disfungsi mikrosirkulasi pulmonal. Akhir-akhir ini diduga terjadinya
edema paru disebabkan karena peningkatan TNF-alfa.
Beberapa faktor yang memudahkan timbulnya edema paru ialah
kelebihan cairan, kehamilan / postpartum, malaria cerebral,
hiperparasitemia, hipoglikemia, hipotensi, asidosis dan uremia.
Adanya peningkatam respirasi merupakan gejala awal, bila frekuensi

pernapasan > 35 x / menit prognosanya jelek. Tanpa pemeriksaan


radiologik yang baik sulit dibedakan dengan bronkhopneumonia
akut ataupun edema paru akut. Pada malaria sering terjadi takipnea
yang dibedakan dengan pernafasan yang pendek/dangkal,
sedangkan pada edema paru atau asidosis pernafasan dalam dan
cepat.
VIII.

Perdarahan
Perdarahan spontan berupa perdarahan gusi, epistaksis, petekie,
purpura, hematoma dapat terjadi karena trombositopenia akibat
infeksi malaria tropika. Gangguan koagulasi intravaskuler yang
menyebabkan terjadinya perdarahan jarang terjadi (<10%), dan bila
terjadi biasanya pada penderita yang tidak imun. Tes fungsi
koagulasi seperti waktu protrombin, waktu tromboplastin partial,
fibrinogen, biasanya normal. Adanya perdarahan dengan
parasitemia berat dan uremia menunjukkan prognosa yang jelek.

IX.

Hiperparasitermia
Hiperparasitemia didefenisikan bila hitung parasit >5%
(225.000/L). Ada hubungan yang erat antara hiperparasitemia dan
mortalitas khususnya untuk penderita yang tidak imun. Bila
parasitemia kurang dari 100.000/L angka kematian ialah 1% dan
bila parasitemia 500.000/L angka kematian ialah 50%.
Umumnya penderita dengan parasitemia >20% hampir selalu
memberikan kematian. Penderita tersebut memburuk dengan cepat,
memberikan gejala malaria serebral, gagal ginjal akut, ikterik,
anemia, asidosis, hipoglikemia dan gagal respirasi akut dalam
beberapa jam. Bila terjadi hiperparsitemia biasanya dijumpai bentuk
skizon didarah tepi. Kebalikan dari hiperparasitemia (hitung parasit
rendah), tidak selalu berarti penderita tidak mengalami manifestasi
berat. Hal ini disebabkan adanya sekuestrasi parasit yang
mengakibatkan pemeriksaan parasit di darah tepi tidak cocok
dengan adanya parasit sebenarnya di dalam jaringan.

X.

Manifestasi Gastro-Intestinal
Manifestasi gastro-intestinal sering dijumpai pada malaria,
adalah perasaan tak enak diperut, flatulensi, mual, muntah, kolik,
diare dan konstipasi. Kadang-kadang gejala menjadi berat berupa
sindroma bilious remittent fever yaitu gejala gastro-intestinal
dengan hepatomegali, ikterik (hiperbilirubinemia dan peningkatan
SGOT/SGPT) dan gagal ginjal.
Hiponatremia sering dijumpai pada penderita malaria falsiparum.
Terjadinya hiponatremia dapat disebabkan karena kehilangan cairan
melalui muntah dan mencret ataupun terjadinya sindroma
abnormalitas hormon antidiuretik (SAHAD).

XI.

Asidosis metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan hiperventilasi (pernafasan
Kussmaul), auskultasi lapangan paru normal, peningkatan asam
laktat, pH turun (<7.25) dan penurunan bikarbonat (<15 mmol/L).
asidosis biasanya disertai edema paru, hiperparasitemia, syok,
gagal ginjal dan hipoglikemia.

XII.

Hiperpireksi (hipertermi)
Hiperpireksi dapat terjadi pada semua bentuk malaria, tetapi
0
paling sering dijumpai pada malaria tropika.Suhu > 38 C sering

menimbulkan kejang.
XIII.

Anemia
Anemia sering pada malaria, pada 30% kasus anemia diperlukan
transfusi darah (Thailand). Derajat anemia berkorelasi dengan
parasitemia. Pada malaria akut, anemia berat sering memberikan
gejala serebral seperti tampak bingung, kesadaran menurun sampai
koma, dan gejala kardio-pulmonal.

XIV.

Limpa Ruptur

Sering dijumpai pada malaria kronik dengan limpa yang besar.


Dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Biasanya mulai
dengan hematom subkapsular, yang diikuti perobekan kapsular.
Diagnosa dicurigai bila di jumpai syok sirkulasi dengan nyeri dan
perasaan penuh pada abdomen kiri atas.
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari
Jenis
obat
Diagnosa
Banding
2-11

1-4

5-9

10-14

> 15

bulan
tahun tergantung
tahun manifestasi
tahun
tahun
Diagnosa banding dari
malaria berat
organ
yang terlibat
seperti:
Artesunate

1
2
3
4
Amodiakuin
1
2
3
1.1 Penurunan
kesadaran karena
ensefalopati
yang
disebabkan
oleh3-4

1
2
3
4
infeksiArtesunate
2
Amodiakuin
1
2
3
3-4
2. bakteri,
virus, jamur, metabolik,
trauma
kepala,
alkoholisme

Artesunate

1
2
3
4
3. Leptospirosis.
Amodiakuin

4.3 Demam
tifoid, demam kuning,
sindrom
Primakuin

*)

2-3

D. Penatalaksanaan
Pengobatan malaria falciparum ringan tanpa komplikasi lini
pertama dengan kombinasi artesunate dan amodiakuin dan lini
kedua dengan kina dan tetracycline atau doxycycline

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


Hari
1

2-7

Jenis obat

0-1

2-11

1-4

5-9

1014

> 15

bulan

bulan

tahun

tahun

tahun

tahun

Kina

*)

*)

3x

3x1

3 x 1

3x2

Tetrasiklin /
doksisiklin

4 x 1/1x1

Primakuin

23

Kina
*)
*)
3x
3x1
3 x 1
3x2
Tabel 1. Pengobatan lini pertama untuk malaria falsiparum
Tetrasiklin /
4 x 1/1x1
doksisiklin

Komposisi obat :
Artesunat : 50 mg/ tablet
Amodiakuin : 200 mg/ tablet 153 mg amodiakuin base / tablet
Semua pasien (kecuali ibu hamil dan anak usia < 1 tahun) diberikan tablet Primakuin (1 tablet
berisi: 15 mg primakuin basa ) dengan dosis 0,75 mg basa/kgBB/oral, dosis tunggal pada hari
I (hari pertama minum obat).
Dosis pada tabel diatas merupakan perhitungan kasar bila penderita tidak ditimbang berat
badannya. Dosis yang direkomendasi berdasarkan berat badan adalah:
Artesunat: 4 mg/kgBB dosis tunggal/hari/oral, diberikan pada hari I, hari II dan hari III
ditambah Amodiakuin: 25 mg basa/kgBB selama 3 hari dengan pembagian dosis: 10 mg
basa/kgBB/hari/oral pada hari I dan hari II, serta 5 mg basa/kgBB/oral pada hari III.
Bila terjadi gagal pengobatan lini pertama, maka diberikan pengobatan lini kedua seperti
tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Pengobatan lini kedua untuk malaria falsiparum

Keterangan:
*) Kina:
Pemberian kina pada anak usia < 1 tahun harus berdasarkan berat badan
(ditimbang berat badannya). Dosis kina: 30 mg/kgbb/hari (dibagi 3 dosis).
I.

Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia < 8 tahun

II.

Dosis doksisiklin untuk anak usia 8 14 tahun: 2 mg/kg BB/hari

III. Bila tidak ada doksisiklin, dapat digunakan tetrasiklin


IV. Dosis Tetrasiklin: 25-50 mg/ kgBB/4 dosis/hari atau 4 x 1(250 mg)
selama 7 hari; tetrasiklin tidak boleh diberikan pada umur < 12
tahun dan ibu hamil.
V.

Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan anak usia < 1
tahun.

VI. Dosis primakuin: 0,75 mg/kgbb, dosis tunggal.

Pengobatan malaria berat dengan artemeter dan kina injeksi


Obat malaria berat
Lini pertama : Artemether injeksi diberikan secara intramuskuler, selama 5 hari.
Setiap ampul Artemether berisi 80 mg/ml.

Dosis dan cara pemberian Artemether:


Untuk dewasa: dosis inisial 160 mg (2 ampul) IM pada hari ke 1,
diikuti 80 mg (1 ampul) IM pada hari ke 2 s/d ke 5. Dosis anak
tergantung berat badan yaitu:
Hari Pertama : 3,2 mg/KgBB/hari
Hari II- V : 1,6 mg/KgBB/hari
Lini kedua : Kina perinfus/drip
Cara pemberian kina per-infus:Dosis dewasa (termasuk ibu
hamil) : Kina HCl 25 % dosis 10 mg/Kgbb (1 ampul isi 2 ml = 500
mg kina HCl 25 %) yang dilarutkan dalam 500 ml dekstrose 5 %
atau NaCl 0,9 % diberikan selama 8 jam, diulang dengan cairan
yang sama setiap 8 jam terus-menerus sampai penderita dapat
minum obat.
Atau :
Kina HCl 25 % (perinfus), dosis 10mg/Kg BB/4jam diberikan setiap
8 jam, diulang dengan cairan dan dosis yang sama setiap 8 jam
sampai penderita dapat minum obat.
Dosis anak-anak : Kina HCl 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgbb
(bila umur < 2 bulan : 6-8 mg/kg bb) diencerkan dengan 5-10 cc
dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 % per kgbb diberikan selama 4 jam,
diulang setiap 8 jam sampai penderita sadar dan dapat minum obat.
Apabila tidak memungkinkan pemberian kina per- infus maka kina
dapat diberikan intramuskular. Sediaan yang ada untuk pemberian
intramuskular yaitu Kinin antipirin dengan dosis: 10 mg/kgbb IM
(dosis tunggal) yang merupakan pemberian anti malaria pra
rujukan.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
Alimudiarnis. 2009. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Malaria Berat.
blog.tp.ac.id/wp-content/uploads/3998/download-malaria-berat.pdf, diakses tanggal

10 Oktober 2012.
Depkes RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria Di Indonesia. Jakarta: Depkes RI
Departemen Parasitologi FKUI. 2008. Parasit Malaria. Dalam: Buku Ajar Parasitologi
Kedokdteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

You might also like