You are on page 1of 26

MENINGKATKAN MORAL DAN BUDAYA HUKUM

DI MASYARAKAT MODERN

Pengertian Masyarakat Modern


Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai
orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban masa kini. Pada
umumnya masyarakat modern tinggal di daerah perkotaan, sehingga disebut masyarakat
kota. Namun tidak semua masyarakat kota tidak dapat disebut masyarakat modern,sebab
orang kota tidak memiliki orientasi ke masa kini, misalnya gelandangan.

Faktor-faktor yang Mendorong Perubahan Masyarakat Menjadi Masyarakat yang


Modern
1.

perkembangan ilmu

2.

perkembangan teknologi

3.

perkembangan industri
perkembangan ekonomi

Masyarakat Modern dilihat dari berbagai Aspek


Aspek Mental Manusia :
1. Cenderung didasarkan pada pola pikirserta pola perilaku rasionalatau logis,
dengan cirri-cirimenghargai karya orang lain, menghargai waktu,
menghargai mutu, berpikir kreatif, efisien, produktif percaya pada diri
sendiri, disiplin, dan bertanggung jawab.
2. Memiliki sifat keterbukaan, yaitu dapat menerima pandangan dan gagasan
orang lain.

Aspek Teknologi :
1. Teknologi merupakan factor utama untuk menunjang kehidupan kearah
kemajuan atau modernisasi.
2. Sebagai hasil ilmu pengetahuan dengan kemampuan produksi dan efisiensi
yang tinggi.
Aspek Pranata Sosial :
I. Pranata Agama :
Relatif kurang terasa dan tampak dalam kehidupan sehari-hari, diaibatkan
karena sekularisme
II. Pranata Ekonomi :
1. Bertumpu pada sektor Indusri Pembagian kerja yang lebih tegas dan
memiliki batas-batas yang nyata.
2. Pembagian kerja berdasarkan usia dan jenis kelamin kurang terlihat.
3. Kesamaan kesempatan kerja antar priadan wanita sangat tinggi.
4. Kurang mengenal gotong-royong.
5. Diobedakan menjadi tiga fungsi, yaitu: produksi distribusi, dan
konsumsi.
6. Hampir semua kebutuhan hidupmasyarakat diperoleh melalui pasar
dengan menggunakan uang sebagai alat tukar yang sah.
III. Pranata Keluarga :
1. Ikatan kekeluargaan sudah mulai lemahdan longgar, karena cara hidup
yang cenderung inidividualis.
2. Rasa solidaritas berdasarkan kekerabatan umumnya sudah mulai
menipis.

IV. Pranata Pendidikan :


Tersedianya fasilitas pendidikan formal mulai dari tingkat rendah hingga
tinggi, disamping pendidikan keterampilan khusus lainnya.

V. Pranata Politik :
Adanya pertumbuhan dan berkembangnya kesadaran berpolitik sebagai
wujud demokratisasi masyarakat.

Kebudayaan Modern
Proses akulturasi di Negara-negara berkembang tampaknya beralir secara
simpang siur, dipercepat oleh usul-usul radikal, dihambat oleh aliran kolot, tersesat dalam
ideologi-ideologi, tetapi pada dasarnya dilihat arah induk yang lurus: the things of
humanity all humanity enjoys. Terdapatlah arus pokok yang dengan spontan menerima
unsur-unsur kebudayaan internasional yang jelas menguntungkan secara positif.
Akan tetapi pada refleksi dan dalam usaha merumuskannya kerap kali timbul
reaksi, karena kategori berpikir belum mendamaikan diri dengan suasana baru atau
penataran asing. Taraf-taraf akulturasi dengan kebudayaan Barat pada permulaan masih
dapat diperbedakan, kemudian menjadi overlapping satu kepada yang lain sampai
pluralitas, taraf, tingkat dan aliran timbul yang serentak. Kebudayaan Barat
mempengaruhi masyarakat Indonesia, lapis demi lapis, makin lama makin luas lagi dalam
(Bakker; 1984).
Apakah kebudayaan Barat modern semua buruk dan akan mengerogoti
Kebudayaan Nasional yang telah ada? Oleh karena itu, kita perlu merumuskan definisi
yang jelas tentang Kebudayaan Barat Modern. Menurut para ahli kebudayaan modern
dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

a. Kebudayaan Teknologi Modern


Pertama kita harus membedakan antara Kebudayan Barat Modern dan
Kebudayaan Teknologis Modern. Kebudayaan Teknologis Modern merupakan
anak Kebudayaan Barat. Akan tetapi, meskipun Kebudayaan Teknologis Modern
jelas sekali ikut menentukan wujud Kebudayaan Barat, anak itu sudah menjadi
dewasa dan sekarang memperoleh semakin banyak masukan non-Barat, misalnya
dari Jepang.
Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan sesuatu yang kompleks.
Penyataan-penyataan simplistik, begitu pula penilaian-penilaian hitam putih
hanya akan menunjukkan kekurangcanggihan pikiran. Kebudayaan itu kelihatan
bukan hanya dalam sains dan teknologi, melainkan dalam kedudukan dominan
yang diambil oleh hasil-hasil sains dan teknologi dalam hidup masyarakat: media
komunikasi, sarana mobilitas fisik dan angkutan, segala macam peralatan rumah
tangga serta persenjataan modern. Hampir semua produk kebutuhan hidup seharihari sudah melibatkan teknologi modern dalam pembuatannya.
Kebudayaan Teknologis Modern itu kontradiktif. Dalam arti tertentu dia
bebas nilai, netral. Bisa dipakai atau tidak. Pemakaiannya tidak mempunyai
implikasi ideologis atau keagamaan. Seorang Sekularis dan Ateis, Kristen Liberal,
Budhis, Islam Modernis atau Islam Fundamentalis, bahkan segala macam aliran
New Age dan para normal dapat dan mau memakainya, tanpa mengkompromikan
keyakinan atau kepercayaan mereka masing-masing. Kebudayaan Teknologis
Modern secara mencolok bersifat instumental.
b. Kebudayaan Modern Tiruan
Dari kebudayaan Teknologis Modern perlu dibedakan sesuatu yang mau
saya sebut sebagai Kebudayaan Modern Tiruan. Kebudayaan Modern Tiruan itu
terwujud dalam lingkungan yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan
teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi sebenarnya hanya mencakup pemilikan
simbol-simbol lahiriah saja, misalnya kebudayaan lapangan terbang internasional,
kebudayaan supermarket (mall), dan kebudayaan Kentucky Fried Chicken (KFC).

Di lapangan terbang internasional orang dikelilingi oleh hasil teknologi


tinggi, ia bergerak dalam dunia buatan: tangga berjalan, duty free shop dengan
tawaran hal-hal yang kelihatan mentereng dan modern, meskipun sebenarnya
tidak dibutuhkan, suasana non-real kabin pesawat terbang; semuanya artifisial,
semuanya di seluruh dunia sama, tak ada hubungan batin.
Kebudayaan Modern Tiruan hidup dari ilusi, bahwa asal orang
bersentuhan dengan hasil-hasil teknologi modern, ia menjadi manusia modern.
Padahal dunia artifisial itu tidak menyumbangkan sesuatu apapun terhadap
identitas kita. Identitas kita malahan semakin kosong karena kita semakin
membiarkan diri dikemudikan. Selera kita, kelakuan kita, pilihan pakaian, rasa
kagum dan penilaian kita semakin dimanipulasi, semakin kita tidak memiliki diri
sendiri. Itulah sebabnya kebudayaan ini tidak nyata, melainkan tiruan, blasteran.
Anak Kebudayaan Modern Tiruan ini adalah Konsumerisme: orang
ketagihan membeli, bukan karena ia membutuhkan, atau ingin menikmati apa
yang dibeli, melainkan demi membelinya sendiri. Kebudayaan Modern Blateran
ini, bahkan membuat kita kehilangan kemampuan untuk menikmati sesuatu
dengan sungguh-sungguh. Konsumerisme berarti kita ingin memiliki sesuatu,
akan tetapi kita semakin tidak mampu lagi menikmatinya. Orang makan di KFC
bukan karena ayam di situ lebih enak rasanya, melainkan karena fast food
dianggap gayanya manusia yang trendy, dan trendy adalah modern.
c. Kebudayaan-Kebudayaan Barat
Kita keliru apabila budaya blastern kita samakan dengan Kebudayaan
Barat Modern. Kebudayaan Blastern itu memang produk Kebudayaan Barat,
tetapi bukan hatinya, bukan pusatnya dan bukan kunci vitalitasnya. Ia mengancam
Kebudayaan Barat, seperti ia mengancam identitas kebudayaan lain, akan tetapi ia
belum mencaploknya. Italia, Perancis, spayol, Jerman, bahkan barangkali juga
Amerika Serikat masih mempertahankan kebudayaan khas mereka masingmasing. Meskipun di mana-mana orang minum Coca Cola, kebudayaan itu belum
menjadi Kebudayaan Coca Cola.

Orang yang sekadar tersenggol sedikit dengan kebudayaan Barat palsu itu, dengan
demikian belum mesti menjadi orang modern. Ia juga belum akan mengerti bagaimana
orang Barat menilai, apa cita-citanya tentang pergaulan, apa selera estetik dan cita
rasanya, apakah keyakinan-keyakinan moral dan religiusnya, apakah paham tanggung
jawabnya (Suseno; 1992).

Tantangan Kebudayaan Masyarakat Modern


1. Kebudayaan Modern Tiruan
Tantangan yang sungguh-sungguh mengancam kita adalah Kebudayaan
Modern Tiruan. Dia mengancam justru karena tidak sejati, tidak substansial. Yang
ditawarkan adalah semu. Kebudayaan itu membuat kita menjadi manusia plastik, manusia
tanpa kepribadian, manusia terasing, manusia kosong, manusia latah.
Kebudayaan Blasteran Modern bagaikan drakula: ia mentereng, mempunyai
daya tarik luar biasa, ia lama kelamaan meyedot pandangan asli kita tentang nilai, tentang
dasar harga diri, tentang status. Ia menawarkan kemewahan-kemewahan yang dulu
bahkan tidak dapat kita impikan. Ia menjanjikan kepenuhan hidup, kemantapan diri, asal
kita mau berhenti berpikir sendiri, berhenti membuat kita kehilangan penilaian kita
sendiri. Akhirnya kita kehabisan darah , kehabisan identitas. Kebudayaan modern tiruan
membuat kita lepas dari kebudayaan tradisional kita sendiri, sekaligus juga tidak
menyentuh kebudayaan teknologis modern sungguhan (Suseno;1992)
2. Bagaimana Memberi Makan, Sandang, dan Rumah
Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa, budaya adalah perjuangan manusia
dalam mengatasi masalah alam dan zaman. Permasalahan yang paling mendasar bagi
manusia adalah masalah makan, pakaian dan perumahan. Ketika orang kekurangan gizi
bagaimana ia akan mendapat orang yang cerdas. Ketika kebutuhan pokok saja tidak
terpenuhi bagaimana orang akan berpikir maju dan menciptakan teknologi yang hebat.
Jangankan untuk itu, permasalahan pemenuhan kebutuhan kita sangat mempengaruhi
pola hubungan di antara manusia. Orang rela mencuri bahkan membunuh agar ia bisa

makan sesuap nasi. Sehingga, kelalaian dalam hal ini bukan hanya berdampak pada
kemiskinan, kelaparan, kematian, akan tetapi akan berpengaruh dalam tatanan budayasosial masyarakat.
3. Masalah Pendidikan yang Tepat
Pendidikan masih menjadi permasalahan yang menjadi perhatian serius jika bangsa ini
ingin dipandang dalam percaturan dunia. Ada fenomena yang menarik terkait dengan hal
ini, yaitu mengenai kolaborasi kebudayaan dengan pendidikan, dalam artian bagaimana
sistem pendidikan yang ada mengintrinsikkan kebudayaan di dalamnya. Dimana ada
suatu kebudayaan yang menjadi spirit dari sistem pendidikan yang kita terapkan.
4. Mengejar Kemajuan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Problem ini beranjak ketika kita sampai saat ini masih menjadi konsumen atas produkproduk teknologi dari negara luar. Situasi keilmiahan kita belum berkembang dengan
baik dan belum didukung oleh iklim yang kondusif bagi para ilmuan untuk melakukan
penelitian dan penciptaan produk-produk, teknologi baru. Jika kita tetap mengandalkan
impor produk dari luar negeri, maka kita akan terus terbelakang. Oleh karena itu, hal ini
tantangan bagi kita untuk mengejar ketertinggalan iptek dari negara-negara maju.
5. Kondisi Alam Global
Beberapa waktu yang lalu di halaman depan harian Kompas tanggal 12 April
2007, ada berita menarik mengenai keadaan bumi hari ini, Pemanasan Global, Jutaan
Orang akan Teracam. Pemanasan global akan memberi dampak negatif yang nyata bagi
kehidupan ratusan juta warga di dunia. Demikianlah antara lain isi laporan kedua PBB
yang sudah dipublikasikan tahun 2007. Laporan pertama berisikan bukti ilmiah
perubahan iklim, sedangkan laporan ketiga akan membeberkan tindakan untuk
menanganinya.
Laporan para pakar yang tergabung dalam Intergovermental Panel on Climate
Change (IPCC) dibeberkan dalam jumpa pers secara serentak di berbagai belahan dunia,
Selasa (10/04/2007). Laporan setebal 1.572 halaman itu ditulis dan dikaji 441 anggota
IPCC.

Salah satu dampak pemanasan global adalah meningkatnya suhu permukaan


bumi sepanjang lima tahun mendatang. Hal itu akan mengakibatkan gunung es di
Amerika Latin mencair. Dampak lanjutannya adalah kegagalan panen, yang hingga tahun
2050 mengakibatkan 130 juta penduduk dunia, terutama di Asia, kelaparan. Pertanian
gandum di Afrika juga akan mengalami hal yang sama.
Laporan itu menggarisbawahi dampak pemanasan global berupa meningkatnya
permukaan laut, lenyapnya beberapa spesies dan bencana nasional yang makin
meningkat. Disebutkan, 30% garis pantai di dunia akan lenyap pada 2080. Lapisan es di
kutub mencair hingga terjadi aliran air di kutub utara. Hal itu akan mengakibatkan
terusan Panama terbenam.
Naiknya suhu memicu topan yang lebih dasyat hingga mempengaruhi wilayah
pantai yang selama ini aman dari gangguan badai. Banyak tempat yang kini kering makin
kering, sebaliknya berbagai tempat basah akan semakin basah. Kesenjangan distribusi air
secara alami ini akan berpotensi meningkatkan ketegangan dalam pemanfaaatan air untuk
kepentingan industri, pertanian dan penduduk.
Asia menjadi bagian dari bumi yang akan paling parah. Perubahan iklim yang
tak terdeteksi akan menjadi bencana lingkungan dan ekonomi, dan buntutnya adalah
tragedi kemanusiaan. Laporan itu mengingatkan, setiap kenaikan suhu udara 2 derajat
celsius, antara lain akan menurunkan produksi pertanian di Cina dan Bangladesh hingga
30 persen hingga 2050. Kelangkaan air meningkat di India seiring dengan menurunya
lapisan es di Pegunungan Himalaya. Sekitar 100 juta warga pesisir di Asia
pemukimannya tergenang karena peningkatan permukaan laut setinggi antara 1 milimeter
hingga 3 milimeter setiap tahun. Saat ini, pemanasan global sudah terasa dengan
terjadinya kematian dan punahnya spesies di Afrika dan Asia

Dampak Negatif dari budaya Masyarakat Modern


1. Penyalahgunaan media teknologi sebagai sarana pencarian hal-hal yang tidak ada
hubungannya dengan ilmu pengetahuan.
2. Timbulnya praktek-peraktek curang dalam dunia kerja seperti korupsi, kolusi dan
nepotisme.
3. Sekularisasi adalah sebuah proses pemisahan institusi-institusi dan simbol-simbol politis
dari initusi-institusi dan simbol-simbol religius. Kebijakan-kebijakan Negara yang
mengatur sebuah masyarakat tidak lagi didasarkan pada norma-norma agama, melainkan
pada asas-asas non-religius, seperti: etika dan pragmatisme politik. Kelahiran Negara
nasional dan Negara konstitusional di zaman modern menandai proses ini. Konstitusi
Negara modern tidak lagi didasarkan pada doktrin-doktrin religius, seperti pada Negaranegara tradisional di Eropa abad pertengahan, melainkan pada prosedur-prosedur
birokratis rasional yang mengakui kesamaan hak dan kebebasan setiap
warganegara. Mengapa masyarakat modern menempuh jalan sekularisasi? Karena (1)
Otoritas politis tidak merasa cukup dengan wewenangnya atas wilayah publik dan ingin
juga memberikan regulasi dalam ruang privat seperti yang dilakukan oleh otoritas
religius; dan (2) pikiran kritis dicurigai sebagai unsur subversif yang melemahkan
kepatuhan kepada otoritas. Sekularisasi adalah upaya memberi batas-batas di antara
kedua bidang itu dengan memandang keduanya otonom, yakni yang satu tidak dapat
direduksi kepada yang lain. Dengan sekularisasi, urusan-urusan religius dianggap
beroperasi di dalam ruang privat, tercakup dalam kebebasan subjektif individu untuk
menemukan jalan hidupnya. Efek positif sekularisasi adalah toleransi agama, sebab
doktrin-doktrin dan nilai-nilai religius tidak lagi dikalkulasi di dalam politik.Kita
berbicara tentang sekularisme jika kita memusatkan perhatian kita pada efek negatif
sekularisasi. Sekularisasi dapat mendorong pada ekstrem atau ekses, yakni suatu sikap
berlebih-lebihan untuk menyingkirkan segala alasan, motif atau dimensi religius sebagai
omong kosong. Pandangan-pandangan seperti ateisme, materialisme dan saintisme
merupakan berbagai aspek dalam sekularisme. Sekularisme dalam arti ini bukanlah
sebuah proses sosial-epistemologis, melainkan sebuah ideologi dengan kesempitan
berpikir yang tidak dapat mentoleransi eksistensi agama di dalam masyarakat majemuk.

Jika agama menghasilkan fundamentalisme religius, proses sekularisasi juga dapat


menghasilkan suatu fundamentalisme tertentu, yakni fundamentalisme profane. Itulah
sekularisme.Jadi, di sini kita dapat mengatakan bahwa sekularisasi adalah proses yang
wajar di dalam modernisasi, karena pemisahan antara agama dan Negara memang
diperlukan untuk memungkinkan kebebasan dan keadilan dalam masyarakat majemuk,
namun sekularisme harus diwaspadai. Untuk masyarakat kita yang cenderung religius,
sekularisme bukanlah ancaman real; fundamentalisme agamalah yang merupakan
ancaman real bagi kemajemukan. Yang sebaliknya juga harus dikatakan: Sekularisme
bukanlah solusi untuk masalah kemajemukan, sebab sekularisme adalah bentuk
intoleransi terhadap agama manaupun yang merupakan anggota masyarakat majemuk.
Yang dibutuhkan masyarakat kita adalah tingkat sekularisasi tertentu (baik secara
structural maupun kultural) agar dapat bersikap fair terhadap kemajemukan orientasi
nilai di dalam masyarakat kita. Kebijakan-kebijakan politis yang berorientasi agama
tertentu, misalnya, tidak dapat begitu saja dijadikan norma publik untuk mengatur
keseluruhan masyarakat, karena akan bersikap tidak fair terhadap kelompok-kelompok
lain bahkan dalam agama yang sama.
4. Liberalisme adalah ideologi modern, karena ia muncul bersamaan dengan modernisasi dan
segala pertentangan ideologis dalam masyarakat modern tak lain daripada pertentangan
dengan liberalisme, sehingga cerita tentang modernitas tak kurang daripada cerita tentang
liberalisme dan para lawannya. Dalam arti ini, liberalisme sangat sensitif terhadap
kolektivisme dan absolutisme kekuasaan. Ekonomi tidak dapat tumbuh jika terus
diintervensi Negara, maka liberalisme sejak awal mendukung ekonomi pasar bebas. Di
dalam pasar orang tidak bertransaksi dengan membeda-bedakan latar-belakang agama
dan kebudayaan. Yang penting transaksi itu fair. Dengan kata lain, di dalam transaksi
orang melihat agama partner transaksinya sebagai urusan privatnya yang tidak relevan
untuk proses pertukaran dalam pasar. Pola transaksi yang melihat agama sebagai
persoalan privat yang tidak relevan untuk proses pertukaran itu oleh liberalisme
diaplikasikan di dalam hubungan yang lebih luas, yaitu di dalam Negara modern.
Liberalisme ekonomi mengandung bahaya tertentu, yaitu intoleransi terhadap mereka
yang dimarginalisasikan secara ekonomis oleh mekanisme pasar bebas itu. Namun
liberalisme yang berkaitan dengan pendirian intelektual dan sikap-sikap politis justru

membantu sebuah masyarakat untuk toleran terhadap kemajemukan. Jika Negara


berkonsentrasi pada the problem of justice dan tidak mengintervensi the problem of good
life yang adalah kewenangan kelompok-kelompok dalam masyarakat itu, Negara akan
menjadi milik bersama kelompok-kelompok sosial itu dan tidak bersikap diskriminatif.
Negara liberal berupaya bersikap netral terhadap agama-agama di dalamnya, dan ini
justru mendukung kebebasan individu. Di sini liberalisme dapat juga dilihat sebagai hasil
dari sekularisasi yang tidak secara mutlak perlu bermuara pada sekularisme. Artinya,
suatu Negara liberal tidak harus sekularistis, yakni ingin menyingkirkan agama di
dalamnya. Negara liberal juga bisa memiliki respek terhadap agama, namun regulasiregulasinya tetap sekular. Ia bersikap netral dari agama, namun memberi infrastruktur
yang adil bagi agama-agama untuk berkembang, sebab para anggota agama-agama itu
adalah juga warganegaranya.
5. Pluralisme adalah sebuah pandangan yang beroperasi di dalam kebudayaan dalam
bentuk sikap-sikap yang menerima kemajemukan orientasi-orientasi nilai di dalam
masyarakat modern. Dasar pluralisme adalah the fact of plurality, yakni suatu kenyataan
bahwa jika sebuah masyarakat mengalami modernisasi, masyarakat itu mengalami
pluralisasi nilai di dalam dirinya. Pluralitas tidak serta merta memunculkan pluralisme,
karena tidak semua orang setuju pluralitas. Kaum konservatif dan rmonatis, misalnya,
akan meratapi pluralitas sebagai sindrom disintegrasi sosial dan moral. Namun ada
kelompok-kelompok yang menerima pluralitas sebagai kenyataan hidup bersama dan
mencoba hidup bersama secara toleran. Kelompok-kelompok ini bisa berasal dari
kalangan agama, cendikia, politikus atau budayawan. Pandangan yang menerima
pluralitas sebagai realitas hidup bersama dan mencoba mengembangkan sarana-sarana
moral dan intelektual untuk membuka ruang kebebasan dan toleransi bagi aneka orientasi
nilai etnis, religius ataupun poltis di dalam mayarakat modern itu kita sebut pluralisme.
Jika kita menilik ke belakang, ke dalam sejarah agama-agama itu, kita tidak dapat
memisahkan agama dari kebudayaan. Setiap agama tertanam dan tumbuh dalam
konteks kebudayaan dan juga sejarahnya, maka pluralitas juga menandai sejarah setiap
agama. Tidak ada hanya satu Kristen, satu Hindhu, satu Islam atau satu Budhisme, karena
di tiap kebudayaan berkembang cara-cara dan simbol-simbol spesifik dalam menghayati
Tuhan. Simbol-simbol itu bahkan dipinjam dari konteks kebudayaan tertentu, misalnya,

Jawa, Romawi, India atau Arab. Namun tak semua kelompok agama mau bersikap fair
terhadap fakta pluralitas di dalam agama-agama ini. Kelompok-kelompok macam ini di
antara mereka konservatif garis keras terobsesi pada sebuah fiksi bahwa agama mereka
itu homogen dan murni dari unsur-unsur kebudayaan. Fiksi itu sudah barang tentu
berbahaya sekali karena menjadi intoleran terhadap kemajemukan kebudayaan dan
agama. Kelompok-kelompok agama yang menerima fakta kemajemukan bahkan di
dalam agama mereka sendiri serta mencoba mengembangkan sebuah teologi pluralis
sering dicurigai sebagai sesuatu yang morongrong integritas iman, padahal mereka ini
bisa saja justru mendorong cara-cara beriman yang dewasa dan terbuka terhadap
perubahan dan perbedaan di dalam masyarakat modern.
4.

Perubahan Kebudayaan karena pengaruh dari luar


Kebudayaan lokal Indonesia yang sangat beranekaragam menjadi suatu kebanggaan
sekaligus tantangan untuk mempertahankan serta mewarisi kepada generasi selanjutnya.
Budaya lokal Indonesia sangat membanggakan karena memiliki keanekaragaman yang
sangat bervariasi serta memiliki keunikan tersendiri. Seiring berkembangnya zaman,
menimbulkan perubahan pola hidup masyakat yang lebih modern. Akibatnya, masyarakat
lebih memilih kebudayaan baru yang mungkin dinilai lebih praktis dibandingkan dengan
budaya lokal.
Banyak faktor yang menyebabkan budaya lokal dilupakan dimasa sekarang ini, misalnya
masuknya budaya asing. Masuknya budaya asing ke suatu negara sebenarnya merupakan
hal yang wajar, asalkan budaya tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa. Namun pada
kenyataannya budaya asing mulai mendominasi sehingga budaya lokal mulai dilupakan.
Faktor lain yang menjadi masalah adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya peranan budaya lokal. Budaya lokal adalah identitas bangsa. Sebagai identitas
bangsa, budaya lokal harus terus dijaga keaslian maupun kepemilikannya agar tidak dapat
diakui oleh negara lain. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan budaya asing
masuk asalkan sesuai dengan kepribadian negara karena suatu negara juga membutuhkan
input-input dari negara lain yang akan berpengaruh terhadap perkembangan di negranya.

Dimasa sekarang ini banyak sekali budaya-budaya kita yang mulai menghilang sedikit
demi sedikit.Hal ini sangatlah berkaitan erat dngan masuknya budaya-budaya ke dalam
budaya kita.Sebagai contoh budaya dalam tata cara berpakaian.Dulunya dalam budaya
kita sangatlah mementingkan tata cara berpakaian yang sopan dan tertutup.Akan tetapi
akaibat masuknya budaya luar mengakibatkan budaya tersebut berubah.Sekarang
berpakaian yang menbuka aurat serasa sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat erat
didalam masyarakat kita.Sebagai contoh lain jenis-jenis makanan yang kita konsumsi
juga mulai terpengaruh budaya luar.Masyarakat sekarang lebih memilih makananmakanan yang berasal dari luar seperti KFC,steak,burger,dan lain-lain.Masyarakat
menganggap makanan-makanan tersebut higinis,modern,dan praktis.Tanpa kita sadari
makanan-makanan tersebut juga telah menjadi menu keseharian dalam kehidupan
kita.Hal ini mengakibatkan makin langkanya berbagai jenis makanan tradisional.Bila hai
ini terus terjadi maka tak dapat dihindarkan bahwa anak cucu kita kelak tidak tahu akan
jenis-jenis makanan tradisional yang berasal dari daerah asal mereka.
Tugas utama yang harus dibenahi adalah bagaimana mempertahankan, melestarikan,
menjaga, serta mewarisi budaya lokal dengan sebaik-baiknya agar dapat memperkokoh
budaya bangsa yang akan megharumkan nama Indonesia. Dan juga supaya budaya asli
negara kita tidak diklaim oleg negara lain.Berikut beberapa hal yang dapat kita simak
dalam rangka melestarikan budaya.
1)

Kekuatan

Keanekaragaman budaya lokal yang ada di Indonesia


Indonesia memiliki keanekaragaman budaya lokal yang dapatdijadikan sebagai ke aset
yang tidak dapat disamakan dengan budaya lokal negara lain. Budaya lokal yang dimiliki
Indonesia berbeda-beda pada setiap daerah. Tiap daerah memiliki ciri khas budayanya,
seperti rumah adat, pakaian adat, tarian, alat musik, ataupun adat istiadat yang dianut.
Semua itu dapat dijadikan kekuatan untuk dapat memperkokoh ketahanan budaya bangsa
dimata Internasional.

Kekhasan budaya Indonesia


Kekhasan budaya lokal yang dimiliki setiap daerah di Indonesia memliki kekuatan
tersediri. Misalnya rumah adat, pakaian adat, tarian, alat musik, ataupun adat istiadat
yang dianut. Kekhasan budaya lokal ini sering kali menarik pandangan negara lain.
Terbukti banyaknya turis asing yang mencoba mempelajari budaya Indonesia seperti
belajar tarian khas suat daerah atau mencari barang-barang kerajinan untuk dijadikan
buah tangan. Ini membuktikan bahwa budaya bangsa Indonesia memiliki cirri khas yang
unik.

Kebudayaan Lokal menjadi sumber ketahanan budaya bangsa


Kesatuan budaya lokal yang dimiliki Indonesia merupakan budaya bangsa yang mewakili
identitas negara Indonesia. Untuk itu, budaya lokal harus tetap dijaga serta diwarisi
dengan baik agar budaya bangsa tetap kokoh.
2)

Kelemahan

Kurangnya kesadaran masyarakat


Kesadaran masyarakat untuk menjaga budaya lokal sekarang ini masih terbilang minim.
Masyarakat lebih memilih budaya asing yang lebih praktis dan sesuai dengan
perkembangan zaman. Hal ini bukan berarti budaya lokal tidak sesuai dengan
perkembangan zaman, tetapi banyak budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian
bangsa. Budaya lokal juga dapat di sesuaikan dengan perkembangan zaman, asalkan
masih tidak meningalkan cirri khas dari budaya tersebut.

Minimnya komunikasi budaya


Kemampuan untuk berkomunikasi sangat penting agar tidak terjadi salah pahaman
tentang budaya yang dianut. Minimnya komunikasi budaya ini sering menimbulkan
perselisihan antarsuku yang akan berdampak turunnya ketahanan budaya bangsa.

Kurangnya pembelajaran budaya


Pembelajaran tentang budaya, harus ditanamkan sejak dini. Namun sekarang ini banyak
yang sudah tidak menganggap penting mempelajari budaya lokal. Padahal melalui
pembelajaran budaya, kita dapat mengetahui pentingnya budaya lokal dalam membangun
budaya bangsa serta bagaiman cara mengadaptasi budaya lokal di tengan perkembangan
zaman.
3)

Peluang

Indonesia dipandang dunia Internasional karena kekuatan budayanya


Apabila budaya lokal dapat di jaga dengan baik, Indonesia akan di pandang sebagai
negara yang dapat mempertahankan identitasnya di mata Internasioanal.

Kuatnya budaya bangsa, memperkokoh rasa persatuan


Usaha masyarakat dalam mempertahankan budaya lokal agar dapat memperkokoh
budaya bangsa, juga dapat memperkokoh persatuan. Karena adanya saling menghormati
antara budaya lokal sehingga dapat bersatu menjadi budaya bangsa yang kokoh.

Kemajuan pariwisata
Budaya lokal Indonesia sering kali menarik perhatian para turis mancanegara. Ini dapat
dijadikan objek wisata yang akan menghasilkan devisa bagi negara. Akan tetapi hal ini
juga harus diwaspadai karena banyaknya aksi pembajakan budaya yang mungkin terjadi.

Multikuturalisme
Dalam artikelnya, Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Lancang Kuning, Riau, Dr
Junaidi SS MHum, mengatakan bahwa multikulturalisme meberikan peluang bagi
kebangkitan etnik dan kudaya lokal Indonesia. Dua pilar yang mendukung pemahaman
ini adalah pendidikan budaya dan komunikasi antar budaya.

4)

Tantangan

Perubahan lingkungan alam dan fisik


Perubahan lingkungan alam dan fisik menjadi tantangan tersendiri bagi suatu negara
untuk mempertahankan budaya lokalnya. Karena seiring perubahan lingkungan alam dan
fisik, pola piker serta pola hidup masyakrkat juga ikut berubah.

Kemajuan Teknologi
Meskipun dipandang banyak memberikan banyak manfaat, kemajuan teknologi ternyata
menjadi salah satu factor yang menyebabkan ditinggalkannya budaya lokal. Misalnya,
sistem sasi (sistem asli masyarakat dalam mengelola sumber daya kelautan/daratan)
dikawasan Maluku dan Irian Jaya. Sistem sasi mengatur tata cara sertamusim
penangkapan iakn di wilayah adatnya, namun hal ini mulai tidak di lupakan oleh
masyarakatnya.

Masuknya Budaya Asing


Masuknya budaya asing menjadi tantangan tersendiri agar budaya lokal tetap terjaga.
Dalam hal ini, peran budaya lokal diperlukan sebagai penyeimbang di tengah
perkembangan zaman.
Mewujudkan Masyarakat Bermoral, Beretika dan Berbudaya.
Terciptanya kondisi masyarakat yang bermoral dan beretika sangat penting bagi
terciptanya suasana kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa, dan
harmonis. Disamping itu kesadaran akan budaya memberikan arah bagi perwujudan
identitas daerah yang sesuai dengan nilai-nilai leluhur budaya daerah dan menciptakan
iklim kondusif dan harmonis sehingga nilai-nilai kearifan lokal akan mampu merespon
modernisasi secara positif dan produktif sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan.
Pembangunan agama diarahkan untuk memantapkan fungsi dan peran agama sebagai
landasan moral dan etika dalam pembangunan, membina akhlah mulia, memupuk etos

kerja, menghargai prestasi, dan menjadi kekuatan pendorong guna mencapai kemajuan
dalam pembangunan. Disamping itu, pembangunan agama diarahkan pula untuk
meningkatkan kerukunan hidup umat beragama dengan meningkatkan rasa saling percaya
dan harmonisasi antar kelompok masyarakat sehingga tercipta suasana kehidupan
masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa, dan harmonis.
Pembangunan dan pemantapan jati diri daerah ditunjukan untuk mewujudkan karakter
daerah dan sistem sosial yang berakhir unit modern dan unggul. Jati diri tersebut
merupakan kombinasi antar nilai luhur daerah seperti religius, kebersamaan dan
persatuan dan nilai modern yang universal seperti etos kerja dan prinsip tata
kepemerintahan yang baik. Pembangunan jati diri daerah tersebut dilakukan melalui
transformasi, revitalisasi, dan reaktualisasi tata nilai budaya bangsa mempunyai potensi
unggul dan menerapkan nilai modern untuk pembangunan. Untuk memperkuat jati diri
dan kebanggaan daerah, Pembangunan olah raga diarahkan pada peningkatan budaya dan
presentasi olah raga.
Budaya inovasi yang berorientasi iptek terus dikembangkan agar Kota Samarinda
menguasai iptek serta mampu berjaya diera persaingan global. Pengembangan budaya
iptek tersebut dilakukan dengan meningkatkan penghargaan masyarakat terhadap iptek
melalui pengembangan budaya membaca dan menulis, masyarakat pembelajar,
masyarakat yang cerdas, kritis, dan kreatif dalam rangka pengembangan tradisi iptek,
bersama dengan pengarahan budaya konsumtif budaya produktif. Bentuk- bentuk
pengungkapan kreatifitas antara lain melalui kesenian, tetap didorong untuk mewujudkan
keseimbangan aspek material, spritual dan emosional. Pengembangan iptek serta
kesenian diletakkan dalam kerangka peningkatan harkat, martabat dan peradapan
manusia.
1.

Masyarakat Bermoral

Seringkali kita mendengar kata moral diucapkan banyak orang seperti ungkapan,
amoral, moralitas bangsa, dasar tidak bermoral, anak tidak bermoral, moral bejat, tidak
punya moral, dasar tidak punya moral dan lain sebagainya. Kata moral seringkali

diucapkan orang dan biasanya kata-kata seperti itu akan sering muntah begitu saja jika
dalam kondisi marah dalam bentuk umpatan atau juga sering diucapkan dalam
memberisuatu nasehat atau dakwah, seperti seringkali di katakan oleh para ustad,para
kyai maupun para pemimpin.
Pengertian Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia
atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak
memiliki moral disebut amoral artinyadia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif
di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh
manusia.Ciri manusia bermoral atau manusia tidak bermoral dapat dilihatdari pengertian
dan beberapa istilah terkait pengertian moral.
Ciri orang bermoral dan tidak bermoral adalah jika seseorang melakukan tindakan sesuai
dengan nilai rasa dan budaya yang berlaku ditengah masyarakat tersebut dan dapat
diterima dalam lingkungan kehidupan sesuai aturan yang berlaku maka orang tersebut
dinilai memiliki moral. Kata moral atau akhlak sering kali digunakan untuk menunjukkan
pada suatu perilaku baik atau buruk, sopan santun dan kesesuaiannya dengan nilai-nilai
kehidupan pada seseorang. Terlepas dari perbedaan kata yang digunakan baik moral,
etika, akhlak, budi pekerti mempunyai penekanan yang sama, yaitu adanya kualitaskualitas yang baik yang teraplikasi dalam perilaku seseorang dalam kehidupan seharihari, baik sifat-sifat yang ada dalam dirinya maupun dalam kaitannya dengan kehidupan
bermasyarakat. Nilai baik sekaligus ciri manusia bermoral sebagai makhluk individu
dapat dilihat dengan adanya perilaku seperti jujur, dapat dipercaya, adil, bertanggung
jawab dan lain-lain, maupun sebagai makhluk sosial dalam hubungannya dengan
masyarakat, seperti kejujuran, penghormatan sesama manusia, tanggung jawab,
kerukunan, kesetiakawanan, solidaritas sosial dan sebagainya.
2.

Kesadaran Hukum

Disepakati bahwa manusia adalah makhluk sosial, yaitu makluk yang selalu berinteraksi
dan membutuhkan bantuan dengan sesamanya.Dalam konteks hubungan dengan sesama

perlu adanya keteraturan sehingga setiap individu dalam berhubungan secara harmonis
dengan individu lain di sekitarnya. Untuk terciptanya keteraturan tersebut diperlukan
aturan yang disebut oleh kita hukum. Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan,
mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau
diluar masyarakat.
Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan
hukum adalah keadilan, ada juga yang menyatakan kegunaan, ada yang kepastian hukum
dan lain-lain. Akan tetapi dalam kaitan dalam masyarakat, tujuan hukum yang utama
dapat direduksi untuk ketertiban (order). Mochtar Kusumaatmaja (2002,hlm.3)
mengatakan ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum, kebutuhan
terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu
masyarakat yang teratur, ketertiban sebagai tujuan utama hukum yang merupakan fakta
objektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya. Untuk
mencapai ketertiban dalam masyarakat ini, diperlukan adanya kepastiandalam pergaulan
antar manusia dalam masyarakat.
Banyak kaidah yang berkembang dan dipatuhi masyarakat, seperti kaidah agama, kaidah
susila, kesopanan, adat kebiasaan dan kaidah moral.Kaidah hukum sebagai salah satu
kaidah sosial tidak berarti meniadakan kaidah-kaidah lain tersebut,bahkan antara kaidah
hukum dengan kaidah lain saling berhubungan yang satu memperkuat yang lainnya,
meskipun ada kalanya kaidah hukum tidak sesuai atau tidak serasi dengan kaidah-kaidah
tersebut.
Dahlan Thaib (2001,hlm.3) mengatakan bahwa hukum itu merupakan hukum apabila
dikehendaki, diterima oleh kita sebagai anggotamasyarakat ; apabila kita juga betul-betul
berpikir, demikian seperti yang dirumuskan dalam undang-undang, dan terutama juga
betul-betul menjadi realitas hukum dalam kehidupan orang-orang dalam masyarakat.
Dengan demikian hukum sebagai kaidah sosial, tidak lepas dari nilai (values) yang
berlaku pada suatu masyarakat. Bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan
pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.

Kesadaran hukum pada hakikatnya berpangkal pada adanya suatu pengetahuan tentang
ketentuan hukum yang mengatur hidup dalam hidup bersama. Dari pengakuan mengenai
ketentuan hukum ini akan lahir suatu pengakuan dan penghargaan terhadap ketentuanketentuan hukum yang dimaksud, sehingga timbul penghayatan terhadap ketentuan
hokum tersebut.Kalau kondisi seperti ini telah terdapat pada suatu negara selaku pelaku
pendukung negara, maka terbinalah kesadaran hukum, yang berartipula ketertiban dan
kepastian hukum dalam kehidupan bersama tercipta.
3.

Problematika Nilai, Moral, dan Hukum

Hukum sebagai norma harus didasarkan pada nilai moral. Apa artinya Undang-Undang
jika tidak disertai moralitas. Norma moral adalah norma yang paling dasar. Norma moral
menentukan bagaimana kita menilai seseorang. Suatu hukum yang bertentangan dengan
norma moral kehilangan kekuatannya, demikian kata Thomas Aquinas. Secara ideal,
seharusnya manusia taat pada norma moral dan norma hukum yang tumbuh dan tercipta
dalam hidup sebagi upaya mewujudkan kehidupan yang damai, aman, dan sejahtera.
Namun dalam kenyataannya terjadi berbagai pelanggaran, baik terhadap norma moral
maupun norma hukum. Pelanggaran norma moral merupakan suatu pelanggaran etik,
sedangkan pelanggaran terhadap norma hukum merupakan suatu pelanggaran hukum.
Hukum adalah alat pembaruan dalam masyarakat. Roscoe Pound mengutarakan hukum
adalah sebagai alat pembaruan dalam masyarakat dalam bukunya An Introduction to the
Philosophy of Low (1954). Dan dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja
disesuaikan dengan situasi dan kondisi negara Indonesia yaitu konsep Law as a tool of
sacial engineering yang merupakan inti dari aliran Pragmatic Legal Realism. Konsep
tersebut adalah merupakan penyesuaian antara situasi kondisi Indonesia dengan filsafat
budaya Northrop dan Policyoriented dari Laswell dan Mc Dougal.
Hukum adalah sarana pembaruan dalam masyarakat Indonesia luas jangkauannya dan
ruang lingkupnya di Amerika Serikat tempat kelahirannya. Sehingga hukum yang

digunakan dalam pembaharuan berupa undang-undang atau yurisprudensi atau kombinasi


antar keduanya. Agar pelaksanaan perundang-undangan bertujuan pembaruan
sebagaimana mestinya hendaknya perundang-undangan dibentuk sesuai dengan inti aliran
Sociological Jurisprudence yaitu hukum sesuai dengan hukum yang hidup dalam
masyarakat (living law) atau (dapat dikatakan pencerminan narma-norma dalam
masyarakat), guna pembaruan serta menguban sikap mental masyarakat tradisional kea
rah modern. Sebagai contoh keharusan pembuatan sertifikat tanah dan lain sebagainya.
1.Pelanggaran Etik
Kebutuhan akan norma etik di oleh manusia diwujudkan dengan membuat serangkaian
norma etik untuk suatu kegiatan atau profesi. Kodeetik profesi berisi ketentuan-ketentuan
normatif etik yang seharusnya dilakukan oleh anggota profesi. Kode etik profesi
dibutuhkan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan disisi lain melindungi,
masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian.
Meskipun telah memiliki kode etik, masih terjadi pelanggaran terhadap profesi.
Contohnya: Dokter melanggar kode etik kedokteran. Pelanggaran terhadap kode etik
tidak diberikan sanksi lahiriah ataupun yang bersifat memaksa. Pelanggaran etik biasanya
mendapat sanksi etik berupa rasa menyesal, bersalah, dan malu. Bila seorang profesi
melanggar kode etik profesinya ia akan mendapatkan sanksi etik darilembaga profesi,
seperti teguran, dicabut keanggotaannya, atau tidak diperbolehkan lagi menjalani profesi
tersebut.
2.Pelanggaran Hukum
Problema hukum yang berlaku dewasa ini adalah masih rendahnya kesadaran hukum
masyarakat. Akibatnya banyak terjadi pelanggaran hukum. Bahkan, pada hal-hal kecil
yang sesungguhnya tidak perlu terjadi. Misalnya, secara sengaja tidak membawa SIM
dengan sengaja dengan alasan hanya untuk sementara waktu.
Pelanggaran hukum dalam arti sempit berarti pelanggaran terhadap perundang-undangan
negara. Sanksi atas pelanggaran hukum adalah sanksi pidana dari negara yang bersifat
lahiriah dan memaksa masyarakat secara resmi (negara) berhak memberi sanksi bagi
warga negara yang melanggar hukum. Bila dicermati, ada beberapa hal yang

menyebabkan lemahnya penegakan hukum pertama kesadaran/pengetahuan hukum yang


lemah. Kesadaran/pengetahuan hukum yang lemah dapat berefek pada pengambilan jalan
pintas dalam menyelesaikan persoalan masing-masing. masyarakat yang tidak mengerti
akan hukum, berpotensi besar dalam melakukan pelanggaran terhadap hukum.
Dalam hukum, dikenal dengan adanya fiksi hukum artinya semua dianggap mengerti
akan hukum. Seseorang tidak dapat melepaskan diri dari kesalahan akan perbuatannya
dengan alasan bahwa ia tidak mengerti hukum atau suatu peraturan perundang-undangan.
Jadi dalam hal ini sudah sewajarnya bagi setiap individu untuk mengetahui hukum.
Sedangkan bagi aparatur hukum atau elemen lain yang concern pada supremasi hukum
sudah seharusnya memberikan kesadaran hukum bagi tiap individu.
Kedua adalah ketaatan terhadap hukum. Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang
budaya egoisme dari individu muncul. Ada saja orang yang melanggar hukum dengan
bangga malah menceritakan perbuatannya kepada orang lain. Misalnya pelanggaran
terhadap lalu lintas. Oleh pelakunya menganggap itu hal yang biasa-biasa saja, bahkan
dengan bersikap bangga diri ia menceritakan kembali kepada orang lain perbuatan yang
telah dilakukannya. Hal semacam ini telah mereduksi nilai-nilai kebenaran, sehingga
menjadi suatu kebudayaan yang sebenarnya salah.
Ketiga adalah perilaku aparatur hukum. Perilaku aparatur hokum baik dengan sengaja
ataupun tidak juga telah mempengaruhi dalam penegakan hukum. Misalnya aparat
kepolisian yang dalam menangani suatu kasus dugaan tindak pidana, tidak jarang dalam
kenyataannya juga langsung memvonis seseorang telah bersalah. Hal ini dapat dilihat
denga perilaku aparat yang dengan ringan tangan terhadap tersangka yang melakukan
tindak pidana. Perilaku-perilaku semacam ini justru bukan mendidik seseorang untuk
menghormati akan hokum. Ia menghormati hukum hanya karena takut pada polisi.
Keempat adalah faktor penegak hukum. Seseorang yang melakukan tindak pidana namun
ia selalu bisa lolos dari jeratan pemidanaan, akan berpotensi bagi orang yang lain untuk
melakukan hal yang sama. Korupsi yang banyak dilakukan namun banyak pelaku yang
lepas dari jeratan hukum berpotensi mendorong orang lain untuk melakukan hal yang
sama. Adanya mafia peradilan telah mempengaruhi semakin bobroknya penegakan
hukum di negeri kita. Aparatur hukum yang sedianya diandalkan untuk menjunjung
tinggi supremasi hukun justru melakukan pelanggaran hukun. Sebagai akibatnya

masyarakat pesimis terhadap penegakan hukum. Seharusnya penegak hukum mampu


menegakkan hukum seadil-adilnya. Tidak ada lagi diskriminasi terhadap si miskin
sehingga terciptalah keadilan. Permasalahan hukum di Indonesia dapat di minimalisasi
melalui proses pendidikan yang diberikan kepada masyarakat, diharapkan wawasan
pemikiran mereka pun semakin meningkat sehingga mempunyai kemampuan untuk
memikirkan banyak alternatif dalam usaha memecahkan masalah hukum dan tidak
melakukan pelanggaran hukum.
4.

Hukum dan Nilai-Nilai Social Budaya

Hukum dan nilai-nilai social budaya mempunyai kaitan erat, sebagai mana dikemukakan
perintis ahli antropologi hukum seperti Sir. Henry Maine,A.M. Post dan Yosef Kohler
maupun Malinowski dan R.H.Lowie di abad ini. Dalam kaitan eratnya hukum dan social
budaya masyarakat, maka hukum yang baik adalah hukum yang tercipta atas
pencerminan nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
Bangsa kita pada saat ini dalam massa transisi atas terjadinya perubahan nilai-nilai dalam
masyarakat yang tradisional ke nilai-nilai yang modern, akan tetapi masih banyak
persoalan nilai-nilai manakah yang hendak ditinggalkan dan nilai-nilai baru manakah
yang dapat digantikannya. Berkenaan dengan hal tersebut Mochtar Kusumaatmadja
mengemukakan beberapa hambatan utama pengunbahan identik dengan kepribadian
nasional, sikap intlektual, dan pimpinan masyarakat tidak mempraktekkan nilai-nilai
hetrogenitas bangsa Indonesia.
PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Melville J. Herkovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa Cultural
Determinism berarti segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukkan
adanya oleh kebudayaan yang dimiliki masyarakat itu.
Herkovis memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang superorganic, karena
kebudayaan yang turun temurun dari generasi ke generasi hidup terus. Dalam sehari-hari
istilah kebudayaan sering diartikan sama dengan kesenian, terutama seni suara dan seni
tari.
Kebudayaan dari bahasa sansekerta berasal dari kata budhayah yang berarti budi atau

akal. Dalam bahasa latin, kebudayaan berasal dari kata colere, yang berarti mengolah
tanah. Jadi secara umum dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dihasilkan oleh
akal budi (pikiran) manusia dengan tujuan untuk mengolah tanah atau tempat tinggalnya,
atau dapat pula diartikan segala usaha manusia untuk dapat melangsungkan dan
mempertahankan hidupnya di dalam lingkungannya..
E.B.Tylor (1871) mendefinisikan bahwa kebudayaan adalah kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuankemampuan sebagai anggota masyarakat.
Selo Sumarjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil
karya, rasa, dan cipta masyarakat. Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan bahwa
kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir.

UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN
Beberapa orang Sarjana, telah mencoba merumuskan unsur-unsur pokok kebudayaan.
Seperti Melville J. Herkovits mengajukan pendapatnya tentang unsur kebudayaan
menmpunyai empat unsur, yaitu alat-alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga dan
kekuatan politik. Sedangkan Broinslaw Malinowski mengatakan unsur-unsur itu terdiri
dari sistem norma, organisasi ekonomi, alat-alat atau lembaga ataupun petugas
pendidikan, dan organisasi kekuatan.
Kluckhohn dalam karyanya berjudul Universal Categories of Culture mengemukakan ada
tujuh kebudayaan universal,yaitu :
a)

Sistem Religi (sistem kepercayaan), merupakan produk manusia sebagai homo

relogieus.
b)

Sistem Organisasi Kemasyarakatan, merupakan produk dari manusia sebagai homo

socius.
c)

Sistem Pengetahuan, merupakan produk manusia sebagai homo sapiens.

d)

Sistem mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi, merupakan produk

manusia sebagai homo economicus.


e)
faber.

Sistem Teknologi dan Peralatan, merupakan produk dari manusia sebagai homo

f)

Bahasa, merupakan produk dari manusia sebagai homo longuens.

g)

Kesenian, merupakan hasil dari manusia sebagai homo aesteticus.

WUJUD KEBUDAYAAN
Menurut dimensi wujudnya, kebudayaan mempunyai tiga wujud yaitu,
1. Kompleks gagasan, konsep, dan pikiran manusia.
Wujud ini disebut sistem budaya, sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat, dan berpusat dalam
alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan bersangkutan hidup.
2. Kompleks aktivitas.
Berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi, bersifat konkret, dapat diamati atau
diobservasi. Wujud ini disebut sistem sosial yang terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia
yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu sama lain dari waktu ke waktu.
3. Wujud sebagai benda.
Aktivitas manusia yang saling berinteraksi tidak lepas dari berbagai penggunaan
peralatan sebagai hasil karya manusia untuk mencapai tujuannya.

PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Tidak ada kebudayaan yang statis, semua kebudayaan mempunyai dinamika dan gerak.
Gerak kebudayaan sebenarnya adalah gerak manusia yang hidup dalam masyarakat yang
menjadi wadah kebudayaan tersebut.
Terjadinya gerak/perubahan ini disebabkan oleh beberapa hal :
1. Sebab-sebab yang berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri.
2. Sebab-sebab perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup.
Perubahan ini, selain karena jumlah penduduk dan komposisinya, juga karena adanya
difusi kebudayaan, penemuan-penemuan baru, khususnya teknologi dan inovasi.
Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di
dalamsuatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya
nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat.
Perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi dalam sistem ide yang dimiliki

bersama oleh para warga masyarakat atau sejumlah warga masyarakat yang
bersangkutan, antara lain aturan-aturan, norma-norma yang digunakan sebagai pegangan
dalam kehidupan, juga teknologi, selera, rasa keindahan (kesenian), dan bahasa.
Beberapa factor yang mempengaruhi diterima atau tidaknya suatu unsure kebudayaan
baru, antara lain:
5.

Terbatasnya masyaratak memiliki hubungan atau kontak dengan kebudayaan dan dengan
orang-orang yang berasal dari luar masyarakat tersebut.

6.

Jika pandangan hidup dan nilai-nilai yang dominant dalam suatu kebudayaan ditentukan
oleh nilai-nilai agama dan ajaran ini terjalin erat dalam keseluruhan pranata yang ada,
maka penerimaan unsure baru itu mengalami hambatan dan harus disensor dulu oleh
berbagai ukuran yang berlandasan ajaran agama yang berlaku.

7.

Corak struktur social suatu masyarakat turut menentukan proses penerimaan kebudayaan
baru.

8.

Suatu unsure kebudayaan diterima jika sebelumnya sudah ada unsur-unsur kebudayaan
yang menjadikan landasan bagi diterimanya unsur kebudayaan yang baru tersebut.

9.

Apabila unsur yang baru itu memiliki skala kegiatan yang terbatas, dan dapat dengan
mudah dibuktikan kegunaannya oleh warga masyarakat yang bersangkutan.

You might also like