Professional Documents
Culture Documents
populasi efektif jauh lebih kecil dari ukuran sensus. Seperti menurut Nei dan
Imaizumi (1966), dalam manusia, Ne hanya sedikit lebih besar dari N/3.
Penurunan dalam perbandingan ukuran populasi efektif terhadap sensus
dapat juga terjadi pada fenomena perbedaan jumlah pria dan wanita yang terlibat
dalam reproduksi. Hal ini khususnya terjadi dalam spesies poligami seperti
mamalia sosial, burung territorial, atau dalam spesies yang memiliki kasta nonreproduktif (seperti lebah sosial, semut, rayap dan tikus mol telanjang). Jika
dalam populasi terdiri dari Nm pria dan Nf wanita (N=Nm + Nf) Ne disepakati
sebagai berikut:
(Rumus 2.16)
Perhatikan bahwa Ne akan selalu lebih kecil dari N, kecuali apabila wanita yang
terlibat dalam reproduksi mempunyai jumlah yang sama dengan pria. Semisal
dalam contoh yang ekstrem, anggap saja terdapat sebuah populasi N yang mana
jumlah dari wanita dan pria nya adalah sama, semua wanita dan hanya satu pria
yang terlibat dalam proses reproduksi. Dari rumus 2.16 kita mendapatkan Ne = 2N
/ (1 + N/2). Jika N jauh lebih besar dari 1, seperti N/2 + 1 = N/2, maka Ne menjadi
4, tanpa menghiraukan ukuran sensus populasi.
Ukuran populasi efektif juga dapat disederhanakan lagi karena variasi
jangka panjang dalam ukuran populasi, yang bergiliran disebabkan oleh faktorfaktor alami seperti bencana, siklus reproduksi, kepunahan lokal dan rekolonisasi.
Ukuran populasi efektif jangka panjang dalam suatu spesies untuk sebuah periode
dari generasi n dapat dirumuskan sebagai:
(Rumus 2.17)
Dimana Ni adalah jumlah populasi dari populasi ke-i. Dengan kata lain, Ne
equivalen dengan nilai dari Ni, sebagai akibatnya, nilai tersebut lebih mendekati
nilai terkecil dari Ni dibandingkan dengan nilai terbesar. Sama halnya jika sebuah
populasi mengalami penyempitan atau kemacetan, ukuran populais efektif jangka
panjangnya akan sangat berkurang walaupun setelah populasi tersebut berhasil
melalui penyempitan. Banyak yang mengira ukuran populasi efektif jangka
panjang (yaitu 2 juta tahun) dari manusia sudah diumumkan. Sebagian besar dari
mereka berfokus pada nilai Ne yaitu sekitar 10.000 (Li dan Saddler 1991; Takahata
1993; Hammer 1995; Takahata et al. 1995; Harding et al. 1997; Sherry et al. 1997;
Clark et al. 1998).
Substitusi Gen
Substitusi gen diartikan sebagai proses dimana mutan allele secara total
menggantikan allele utama atau allele tipe liar dalam sebuah populasi. Dalam
proses ini, sebuah mutan allele muncul dalam populasi sebagai tiruan tunggal dan
menjadi satu-satunya setelah melawati beberapa generasi. Bagaimanapun juga,
tidak semua mutan mencapai tahap fiksasi. Bahkan mayoritas dari mereka
menghilang setelah beberapa generasi. Maka dari itu kita perlu mengangkat isu
probabilitas
fiksasi
dan
membahas
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kemungkinan dari mutan baru allele untuk mencapai fiksasi dalam sebuah
populasi.
Waktu untuk sebuah mutan baru allele mencapai fiksasi disebut dengan
waktu fiksasi. Berikutnya kita akan mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi waktu dari sebuah mutan baru allele menggantikan allele yang
lama dalam sebuah populasi.
Mutan baru terus menerus muncul dalam populasi. Oleh karena itu,
substitusi gen berhasil terjadi, dengan sebuah allele menggantikan yang lain dan
membiarkan dirinya seiring waktu digantikan oleh allele yang baru. Demikian kita
dapat membahas laju subtitusi gen, yaitu jumlah fiksasi allele baru per unit
waktu.
Probabilitas Fiksasi
Kemungkinan atau probabilitas dari sebuah allele tertentu untuk menjadi satusatunya dalam sebuah populasi tergantung pada (1) frekuensi, (2) keuntungan dan
kerugian selektif, s, dan (3) ukuran populasi efektif, Ne. Selanjutnya kita harus
mempertimbangkan kasus pemilihan gen dan menganggap jika kecocokan relatif
dari tiga genotipe A1A1, A1A2, A2A2 adalah berturut-turut 1,1 + s, dan 1 + 2s.
Kimura (1962) menunjukkan bahwa probabilitas fiksasi dari A2 adalah
(Rumus 2.18)
dimana q adalah frekuensi awal dari allele A2. Karena e-r 1 x untuk nilai kecil
dari x, Rumus 2.18 berubah menjadi sederhana; P q seiring dengan s mencapai
0. Maka dari itu, untuk allele netral, memiliki probabilitas fiksasi yang dengan
frekuensinya dalam populasi. Sebagai contoh, sebuah allele netral dengan
frekuensi 40 % akan menjadi satu-satunya (fixed) di 40% dari kasus, dan akan
hilang dalam 60% dari kasus. Secara tidak sengaja, hal ini sangat dapat dimengerti
karena dalam kasus allele netral, fiksasi terjadi karena dorongan genetis acak,
yang tidak menyerupai allele manapun.
Kita ingat bahwa sebuah mutan baru yang muncul sebagai satu buah
(tunggal) dalam populasi diploid dengan ukuran N, memiliki frekuensi awal 1 /
(2N). Maka probabilitas fiksasi dari allele mutan individual, P, dapat diperoleh
dengan cara mengganti q dengan 1 / (2N) dalam Rumus 2.18. Ketika s 0,
Rumus 2.19
Untuk mutasi netral, yaitu s = 0, rumus 2.19 menjadi
Rumus 2.20
Jika ukuran populasi bernilai sama dengan ukuran populasi efektif, rumus 2.20
berkurang menjadi
Rumus 2.21
Jika nilai absolute s normal, kita peroleh
Rumus 2.22
Untuk nilai positif dari s dan nilai besar dari N, rumus 2.22 berkurang menjadi
Rumus 2.23
Maka dari itu, jika sebuah mutasi yang bermanfaat muncul dalam sebuah populasi
besar dan manfaat selektif yang kecil terhadap semua allele lain, misalnya
mencapai 5%, probabilitas fiksasinya kurang lebih mencapai dua kali lipat dari
manfaat selektifnya sendiri. Sebagai contoh, jika sebuah mutasi kodominan
dengan s = 0.01 muncul dalam populasi, probabilitas dari fiksasinya adalah 2%.
Sekarang, mari kita bahas contoh angka. Sebuah mutan bar muncul dalam
populasi dengan 1000 individu. Berapakah probabilitasnya jika allele tersebut
menjadi tunggal (fixed) jika (1) allele tersebut netral, (2) allele tersebut memberi
manfaat selektif 0.01, atau (3) allele tersebut memiliki manfaat selektif 0.001?
Untuk lebih mudah, anggap saja bahwa N = Ne. Untuk kasus netral, probabilitas
fiksasi yang dihitung dengan menggunakan rumus 2.20 adalah 0,05%. Dari rumus
2.23 dan 2.21, kita peroleh probabilitas masing-masing 2% untuk manfaat selektif
dan 0.004% untuk mutasi yang rusak. Hasil-hasil ini layak diperhatikan, karena
mereka pada dasarnya berarti bahwa sebuah mutasi yang bermanfaat belum tentu
selalu menjadi tunggal dalam sebuah populasi. Sebaliknya, 98% dari seluruh
mutasi dengan manfaat selektif 0.01 akan hilang. Penemuan teoritis ini sangat
penting, karena menunjukkan bahwa persepsi terhadap evolusi adaptif sebagai
proses dimana mutasi bermanfaat muncul dalam populasi dan selalu mengambil
alih populasi dalam generasi-generasi berikutnya hanyalah konsep naif belaka.
Terlebih lagi, bahkan mutasi yang merusakkan memiliki kemungkinan yang
terbatas untuk menjadi tunggal dalam populasi, sekalipun yang terkecil.
Bagaimanapun juga, fakta belaka tentang allele perusak yang bisa menjadi tunggal
dalam populasi dengan mengorbankan allele yang lebih baik mengilustrasikan
dengan kuat pentingnya kesempatan dalam menentukan takdir mutasi selama
evolusi.
Waktu Fiksasi
Waktu yang diperlukan untuk fiksasi atau kehilangan dari allele tergantung pada
(1) frekuensi dari allele, (2) manfaat dan kerugian selektif, dan (3) ukuran dari
populasi. Sementara fiksasi atau kehilangan menjadi lebih pendek seiring dengan
frekuensi allele mencapai 1 atau 0.
Jika berurusan dengan mutasi baru, lebih nyaman untuk memperlakukan
fiksasi dan kehilangan secara terpisah. Untuk selanjutnya, kita berurusan dengan
rata-rata waktu fiksasi dari mutan-mutan tersebut yang nantinya akan menjadi
tunggal (fixed) dalam populasi. Variabel ini disebut sebagai waktu fiksasi
kondisional. Dalam kasus mutan baru yang memiliki frekuensi awal dalam
populasi diploid adlah dengan pengertian q = 1/(2N), rata-rata waktu fiksasi
kondisional, t, dihitung oleh Kimura dan Ohta (1969). Untuk mutasi netral,
diperkirakan dengan:
Rumus 2.24
Dan untuk mutasi dengan manfaat selektif s, diperkirakan dengan:
Rumus 2.25
Untuk mengilustrasikan perbedaan dari mutasi-mutasi dengan tipe
berbeda, anggap saja bahwa spesies mamalia memiliki ukuran populasi efektif
sekitar 106 dan rata-rata waktu generasi 2 tahun. Dengan kondisi-kondisi tersebut,
akan diperlukan mutasi netral, rata-rata, 8 juta tahun untuk menjadi tunggal (fixed)
dalam populasi. Sedangkan mutasi dengan manfaat selektif 1% akan menjadi
tunggal hanya dalam 5800 juta tahun saja. Yang menarik adalah; waktu fiksasi
kondisional untuk allele perusak dengan kerugian selektif s sama dengan allele
yang memiliki manfaat selektif s (Maruyama dan Kimura 1974). Hal ini secara
tidak sengaja diamklumi karena tingginya probabilitas dari kehilangan allele
perusak. Oleh karena itu, agar allele perusak bisa menjadi tunggal dalam populasi,
fiksasi harus terjadi dengan sangat cepat.
Dalam gambar 2.7, kami sajikan dinamika substitusi gen dalam bentuk
skema untuk mutasi bermanfaat dan netral. Kami faham bahwa mutasi bermanfaat
cepat hilang / musnah dan juga cepat menjadi tunggal dalam populasi. Sebaliknya,
perubahan frekuensi mutasi netral lambat, dan waktu fiksasinya jauh lebih lama
dibandingkan mutan bermanfaat.
Figure2.7
Gambar skema tentang dinamika substitusi gen (a) mutasi bermanfaat dan (b)
mutasi netral. Mutasi bermanfaat sangat cepat musnah dan juga cepat menjadi
tunggal, sehingga peran mereka dalam polimorfisme sangatlah kecil. Sebaliknya,
frekuensi dari allele netral berubah dengan sangat lambat, sehingga jumlah
polimorfisme sementara yang besar dapat dihasilkan. Waktu fiksasi kondisional
adalah t, dan 1/K adalah rata-rata waktu antar dua fiksasi berurutan. Dimodifikasi
dari Nei (1987)
diploid dengan ukuran N adalah 2Nu per generasi. Karena probabilitas fiksasi dari
masing-masing mutan tersebut adalah 1 / (2N), kita peroleh laju substitusi gen dari
allele netral dengan mengkalikan jumlah mutasi dengan probabilitas fiksasi
mereka:
Rumus 2.26
Maka dari itu, untuk mutasi netral laju substitusi gen sama dengan laju mutasi
sebuah hasil yang sederhana dan penting (Kimura 1968b). Hasil ini dapat
dimengerti secara mudah dengan mencamkan bahwa dalam populasi yang besar,
jumlah mutasi yang muncul tiap generasi tinggi, namun probabilitas fiksasi tiap
mutasi sangat rendah. Sebagai perbandingan, dalam populasi kecil, jumlah mutasi
yang muncul tiap generasi sangat rendah, namun probabilitas fiksasi tiap mutasi
tinggi. Sebagai akibatnya laju substitusi gen dari mutasi netral independen
terhadap ukuran populasi.
Untuk mutasi bermanfaat, laju substitusi gen juga dapat diperoleh dengan
mengkalikan laju mutasi dengan probabilitas fiksasi untuk allele bermanfaat
seperti pada rumus 2.23. untuk seleksi gen dengan s 0, kita peroleh
Rumus 2.27
Dengan kata lain, laju substitusi dari seleksi gen tergantung pada ukuran populasi
(N), seleksi bermanfaat (s) dan juga laju mutasi (u).
Kebalikan dari K (yaitu 1/K) adalah rata-rata waktu dari dua fiksasi.
Gambar 2.7.
Polimorfisme Genetik
Sebuah populasi disebut monomofis pada lokus apabila hanya terdapat satu allele
dalam lokus. Sebuah lokus dikatakan polimorfis apabila terdapat dua allele atau
lebih dalam populasi. Bagaimanpun juga, jika satu allele memiliki frekuensi
tinggi, misalnya 99% atau lebih, maka allele lainnya kemungkinan tidak
terobservasi dalam sampel, kecuali sampel tersebut sangat besar. Maka, agar
praktis, sebuah lokus umumnya dikatakan polimorfis hanya apabila frekuensi dari
allele yang paling umum adalah kurang dari 99%. Definisi ini jelas-jelas muncul
begitu saja, dan di dalam buku, siapapun mungkin menemukan level yang berbeda
dari 99%.
Perbedaan Gen
Salah satu cara yang paling sederhana dalam menghitung tingkat polimorfisme
dalam populasi adalah dengan menghitung proporsi rata-rata dari loki polimorfis
(P) dengan membagi jumlah lokus polimorfis dengan jumlah lokus yang diambil
sebagai sampel. Sebagai contoh, jika 4 dari 20 lokus adalah polimorfis, maka P =
4/20 = 0.20. Bagaimanapun juga, penghitungan ini tergantung pada jumlah
individu yang dipelajari, karena semakin kecil ukuran sample, semakin sulit untuk
mengidentifikasi lokus polimorfis begitu saja.
Metode yang lebih tepat dari variabilitas gen adalah rata-rata perkiraan
heterozigositas, atau diversitas gen. Metode ini (1)
penggambaran polimorfisme tidak tentu, (2) dapat dihitung secara langsung dari
frekuensi allele yang diketahui, dan (3) hanya sedikit terpengaruh oleh efek dari
penarikan sampel. Diversitas gen atau expected heterozygosity lokus tunggal,
seperti dibawah ini:
Rumus 2.28
Dimana xi adalah frekuensi dari allele i dan m adalah jumlah allele pada lokus.
Untuk lokus tertentu, h adalah kemungkinan bahwa dua allele yang dipilih secara
acak dari populasi berbeda satu sama lain. Rata-rata nilai h dari seluruh lokus
yang diteliti, H, dapat digunakan sebagai perkiraan tingkat dari perubahan gen
(genetic variability) dalam populasi. Yaitu,
Rumus 2.29
Dimana h, adalah diversitas gen pada lokus i, dan n adalah jumlah lokus.
Seperti yang sudah kita lihat sebelumnya, aliran gen random adalah tenaga
anti-polimorfis dalam evolusi. Maka dari itu, diversitas gen diharapkan dapat
berkurang dengan adanya aliran gen random. Wright (1942) dan Kimura (1955)
menunjukkan bahwa dengan tidak-adanya input mutasi, diversitas gen akan
berkurang dengan fraksi 1/2Ne tiap generasi, dimana Ne adalah ukuran populasi
efektif.
Keanekaragaman Nukleotida
pada
tingkat
DNA di
alam
sangat
luas.
Secara
khusus,
bila
dalam kelompoknya
hanya
sekali, nilai
dari diversitas
2.1
Nei
(1987);
data
dari
Kreitman
(1983)
2.2
menunjukkan
jumlah
dari
perubahan
sinonimus
dan