You are on page 1of 5

PERAN STRATEGIST OMBUDSMAN RI

DALAM PENGAWASAN PELAYANAN PUBLIK


PENGENALAN OMBUDSMAN RI
Dalam

Undang-undang

Ombudsman
adalah

Republik

lembaga

pelayanan

publik

Republik

Indonesia

negara

yang

Indonesia

ditegaskan
mempunyai

Nomor

bahwa

37

Tahun

2008 tentang

Ombudsman Republik

wewenang mengawasi

Indonesia

penyelenggaran

yang diselenggarakan oleh penyelengara negara dan pemerintahan

termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD), dan Badan Hukum Milik Negara serta Badan Swasta atau perseorangan yang
diberi tugas penyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh
dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara / Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah. Dengan menjalankan wewenangnya dengan
berasaskan

kepatuhan,

keadilan,

non-diskriminasi,

tidak

memihak,

akuntabilitas,

keseimbangan, keterbukaan, dan kerahasiaan. Tugas Ombudsman RI dalam pengawasan


penyelenggaraan pelayanan publik yaitu menerima laporan atas dugaan maladministrasi
dalam penyelenggaraan pelayanan publik, melakukan pemeriksaan substansi atas laporan,
menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang
melakukan

investigasi

atas

lingkup

kewenangan Ombudsman,

prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam

penyelenggraan pelayanan publik, melakukan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga


negara

atau

lembaga pemerintahan

lainnya

serta

lembaga

kemasyarakatan

dan

perseorangan, membangun jaringan kerja, melakukan upaya pencegahan maladaministrasi


dalam penyelenggraan pelayanan publik dan melakukan tugas lain yang diberikan oleh
Undang-undang.
FUNGSI, TUGAS DAN KEWENANGAN OMBUDSMAN RI
Secara fungsional lembaga ini berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik
yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di
daerah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi
tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu (pasal 6).
Untuk mendukung fungsi itu maka tugas-tugasnya adalah: (1) menerima Laporan atas
dugaan Maladministrasidalam penyelenggaraan pelayanan publik; (2) melakukan pemeriksaan
substansi atas Laporan; (3) menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup

kewenangan Ombudsman; (4) melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan
Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; (5) melakukan koordinasi dan kerja
sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga
kemasyarakatan dan perseorangan; (6) membangun jaringan kerja; (7) melakukan upaya
pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan (8) melakukan
tugas lain yang diberikan oleh Unda ng-Und ang.
Dalam kaitannya dengan laporan adanya maladministrasi, Ombudsman memiliki tujuh
kewenangan :
(1) meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor, atau pihak lain
yang terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;
(2) memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada Pelapor ataupun
Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu Laporan;
(3) meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi
mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapor;
(4) melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan
Laporan;
(5) menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak;
(6) membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk Rekomendasi untuk
membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan;
(7) demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan Rekomendasi
(pasal 8).
Dalam melaksanakan kewenangan di atas, Ombudsman dilarang mencampuri
kebebasan hakim ketika memberikan putusan yang relevan dengan penyelenggaraan
pelayanan publik (pasal 9). Tetapi, Ombudsman memiliki hak imunitas sehingga tidak dapat
ditangkap, ditahan, diinterogasi, dituntut, atau digugat di muka pengadilan ketika menjalankan
kewenanganyang sudah diberikan oleh undang-undang (pasal 10).
IMPLEMENTASI KEWENANGAN OMBUDSMAN TERHADAP PELAYANAN PUBLIK DI
INDONESIA
Pada dasarnya mekanisme pengawasan Ombudsman adalah diawali dengan adanya laporan,
untuk selanjutnya ditindaklanjuti oleh Ombudsman. Jadi apabila tidak adanya laporan, maka
pengawasan Ombudsman bersifat pasif.
Berikut mekanisme penyampaian laporan kepada Ombudsman :

Dalam

memeriksa

mengutamakankewenangan

laporan
yang

bersifat

tersebut

Ombudsman

memaksa,

misalnya

tidak

pemanggilan,

hanya
namun

Ombudsman dituntut untuk mengutamakan pendekatan persuasif kepada para pihak agar
penyelenggara negara dan pemerintahan mempunyai kesadaran sendiri dapat menyelesaikan
laporan atas dugaan mal-administrasi dalam penyelenggaraan semua

laporan harus

diselesaikan melalui mekanisme rekomendasi.


Hal ini yang membedakan Ombudsman dengan lembaga penegak hukum atau
pengadilan dalam menyelesaikan laporan. Dalam melakukan pemeriksaan ataslaporan yang
diterimanya, Ombudsman dapat memanggil Terlapor dan saksi untukdimintai keterangannya.
Apabila Terlapor dan saksi telah dipanggil tiga kali berturutturut tidak memenuhi panggilan
dengan alasan yang sah, Ombudsman dapat meminta bantuan Kepolisian Negara Republik
Indonesia untuk menghadirkan yang bersangkutan secara paksa (subpoena power).
Untuk menegakkan UU No. 37 Tahun 2008, diatur pula mengenai pemberian sanksi
administratif dan pidana. Sanksi administrastif diberlakukan bagi Terlapor dan atasan Terlapor
yang tidak melaksanakan Rekomendasi Ombudsman, sedangkan sanksi pidana diberlakukan
bagi setiap orang yang menghalangi Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan. Dengan
demikian, kekuatan hukum atas rekomendasi Ombudsman semakin dipertegas, demi
terwujudnya keadilan bagi masyarakat Indonesia. Di berbagai negara, rekomendasi
Ombudsman hanya bersifat mengikat secara moral (morally binding), di Indonesia bersifat
mengikat secara hukum (legallybinding).
Apabila ada warga negara Indonesia atau penduduk yang merasa adapelayanan publik
yang tidak baik, maka berhak menyampaikan Laporan kepada Ombudsman secara gratis
dengan

Untuk masalah yang telah ditangani oleh Ombudsman kebanyakan mengenai

persoalan yang tidak dapat terselesaikan secara internal di dalam instansi-instansi sendiri yang
menjadi kewenangan Ombudsman adalah sebagai berikut :
1. menunda pelayanan,
2. tidak sopan,
3. menyalahgunakan kekuasaan,
4. tidak adil,
5. minta imbalan, dan
6. di luar peraturan yang berlaku

DAFTAR PUSTAKA
Arinanto, Satya. 2003. Ombudsman dalam Perspektif Hukum Tata Negara, Beberapa Catatan
dalam

Eko

Prasetyo

dkk

(Penyunting),

2003.

Ombudsman

Daerah, Mendorong

Terwujudnya pemerintahan yang Bersih, Yogyakarta: Pusham UII dan Kemitraan


Asmara, Galang. 2005. Ombudsman Nasional dalam Sistem Pemerintahan Negara
Republik Indonesia. Yogyakarta: Leksbang Pressindo
Astawa, I Gde Pantja. 2004. Dinamika Otonomi Dalam Kerangka Negara Hukum dalam
Jurnal Hukum Jentera Edisi 3/Nomor II November 2004
Dwiyanto, Agus.

dkk. 2002. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Pusat

Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM


--------------------. 2005. Mengapa Pelayanan Publik dalam Agus Dwiyanto (Editor), 2005.
Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: UGM Press
Manan, Bagir. 2001. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Yogyakarta: Penerbit PusatStudi
Hukum Fakultas Hukum UII
Marbun, S.F. 2001. Menggali dan Menemukan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik di
Indonesia

dalam

S.F.

Marbun

dkk

(penyunting).

Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum

Administrasi Negara. Yogyakarta: UII Press


Masthuri, Budhi, 2005. Mengenal Ombusman Indonesia. Jakarta: Pradya Paramita
Masudi, Masdar F. Ombudsman dan Good Governance. Makalah pada Seminar Otonomi
Daerah

dan

Urgensi

Pembentukan

Ombudsman

Daerah diselenggarakan

oleh

KON

bekerjasama dengan DPRD Jatim, PP OTODA UNIBRAW, Commonwealth Ombudsman


Australia, di Surabaya, 25 Juli 2005
Novenanto, Anton. 2006, tanggal 09 Maret. Birokrasi dan Politik Pemda. Artikel Opini Harian
Kompas Edisi Jawa Timur
Sutoro Eko, 2004. Memperkuat Prakarsa Masyarakat Melalui Perencaan Daerah, Kata
pengantar dalam buku Alexander Abe, 2004.
Pembaruan

Perencanaan Daerah Partisipatif.Yogyakarta:

You might also like