Professional Documents
Culture Documents
Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat
Filsafat Arsitektur - Ruang Menurut Filsafat Barat
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena Atas
RahmatNyalah kami dapat menyelesaikan paper yang berjudul RUANG
MENURUT FILSAFAT BARAT ini sesuai dengan harapan.
Pertama-tama kami ucapkan terima kasih kepada dosen selaku pembimbing
kami di dalam proses pelaksanaan dan penyelesaian tugas ini dan semua pihak yang
telah mendukung kami. Adapun tujuan dari pembuatan tugas ini yaitu sebagai syarat
untuk melengkapi tugas dalam mata kuliah Filsafat Arsitektur.
Kami menyadari bahwa laporan tugas ini masih jauh dari sempurna. Maka
saran maupun kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Atas keterbasan
dan kekurangan-kekurangan didalam pembuatan tugas paper ini kami agar
dimaklumi.
Akhirnya dari apa yang telah disusun ini, kami mengharapkan agar dapat
memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi para pembaca.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
2.
3.
4.
5.
1.3. Tujuan
1.
2.
Untuk mengetahui filasafat ruang luar dan ruang dalam dalam post modern
space.
3.
4.
5.
Untuk mengetahui filsafat ruang terbatas dan tak terbatas dalam kaitannya
dengan arsitektur.
1.4. Manfaat
1.
2.
Agar
mahasiswa
perancangan.
dapat
menerapkan
konsep-konsep
filsafat
dalam
BAB II
PEMBAHASAN
manusiawi, sebab binatang pun memilikinya. Binatang yang pergi dan kembali ke
sarang/kandangnya lagi memperlihatkan bahwa mereka
kita mengatakan bertemu, karena nyatanya kita adalah terlibat, disergap, dan terbenam
dalam fenomena (ruang). Ruang bukanlah obyek di luar diri kita (Subyek) tetapi
fenomena yang memperlihatkan diri. Agar bisa dibicarakan, maka suatu fe-nomena
harus direduksikan dan kemudian baru dijuruskan ke dalam disiplin-disiplin yang
lebih khusus. Arsitektur, terlebih Arsitektur Modern, memahami ruang sebagai
kekosongan yang terjadi karena kita menetapkan batas-batas. Ini adalah salah satu
pereduksian fenomena ruang yang secara luarbiasa sudah membentuk wacana tentang
ruang di abad ini, di samping pereduksian dari disiplin ilmu yang lain.
Ruang, sebuah kata dengan daya tarik ajaib bagi para arsitek abad ke 20,
sebuah kata yang begitu sering dipergunakan dan sekaligus disalah gunakan sehingga
mulai timbul suatu kebingungan mengenai asal dan maknanya.
Ruang dalam arsitektur merupakan suatu hal yang sangat misterius dan tidak
kasat mata. Pada tahun 1957 Louis I. Kahn berkata arsitektur bararti menciptakan
ruang dengan cara yang benar-benar direncanakan dan dipikirkan. Pembaharuan
arsitektur yang terus menerus sebenarnya berakar dari pengubahan konsep-konsep
ruang.
Semenjak dahulu kala ruang telah menjadi diskusi yang vital dalam diskusi
ilmu filsafat dan pengetahuan alam, tetapi anehnya dalam teori arsitektur hal ini baru
muncul beberapa tahun yang lalu. Bahkan tidak ditemukan satu risalah pun mengenai
arsitektur sebelum paruh akhir abad ke 19 yang menganggap ruang sebagai hal yang
hakiki. Sampai kurun-kurun berikutnya ruang tetap sekedar suatu gagasan in
abstrackto, suatu hal yang sekedar dibiarkan menjadi pemikiran para filsuf dan
ilmuan.
Interpretasi ilmiah tentang ruang telah melalui banyak perubahan tergantung
pada perkembangan pemikiran manusia mengenai alam semesta. Meskipun demikian
perkembangan konsep-konsep mengenai ruang tidak secara jelas dikaitkan dengan
teori-teori arsitektur hingga akhir abad 19. banyak hal yang menyebabkan tidak secara
explicit maupun implicit dikaitkan dengan arsitektur. Pertama, kebanyakan arsitek
pada masa abad 19 terutama adalah tukang dan dari sebab itu mereka sama sekali
tidak tertarik untuk menulis mengenai masalah metafisika bahkan merasa perlu tahu
pun tidak kedua, ide ruang yang pada masa sekarang cukup terkenal di kalangan
arsitek pada masa lalu menjadi bagian dari dunia intuisi intelektual sehingga
tidakdipandang sebagai konsep artistik melainkan sebagai konsep metafisika semata.
Contohnya adalah pandangan Imanuel Kant yang pada akhir abad 18. memandang
ruang dan waktu sebagai kondisi a preori bagi intuisi manusia, bukan sebagai prinsipprinsip bagi kritik estetika. Hal yang sama juga dianut Schopenhauer setengah abad
kemudian. Baru pada tahun 1901 setelah Riegl memperkenalkan teori hasrat artistik
(Kuntswollen), ide ruang mulai ditafsirkan sebagai cita-cita artistik yang berlaku bagi
semua periode historis terdahulu.
Pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai aspek-aspek ide
ruang dalam filsafat dan ilmu pengetahuan secara umum dan kaitannya dengan bidang
arsitektur.
sama (karena mereka menganggap bahwa ruang mereka itu meregang hingga
mencapai daerah koloni baru itu) dengan daerah asal. Terjadilah universalisasi
(globalisasi?) kon-sep ruang homogen tadi yang dicirikan dengan adanya dominasi
dan pelenyapan konstruksi ruang lokal yang asli. Ruang-ruang yang semula mitologis
digantikan dengan ruang yang lebih geografis. Tidak serba mencakup memang, tapi
lebih
mendekati
Pada bait ke-3 LaoTzu telah menyatakan bahwa ruang yang terkandung di
dalam adalah lebih hakiki ketimbang materialnya, yakni massa. Lao Tzu lebih
menekankan pada batasan antara ruang internal dan eksternal, yaitu dinding pemisah.
Ia mau menjelaskan kekosongan yang terbingkaikan oleh pintu dan jendela ayng
boleh dianggap sebagai ruang transisi yang membatasi bentuk arsitektur yang
fundamental tersebut. Hal tersebut merupakan usaha tertulis pertama yang
menyatakan bahwa batas ruang sekaligus merupakan penghubung antar ruang yang
menggeser
tekanan
di
dalamnya
terhadap
bagian-bagian
bangunan
yang
menerjemahkan ruang internal menjadi ruang eksternal. Karena ruang terdapat pada
kedua sisi dinding, dan karena batas ini harus bisa ditembus pada suatu tempat
tertentu, akan terjadi pemisahan sekaligus penyambungan. Dindingnyalah yang
menjadi ekspresi sejati dan jujur dari fungsi internalnya, atau dinding itulah yang
berorientasi ganda, satu interior dan satu eksterior. Jadi menurut kesimpuln Lao Tzu
terdapat 3 hirarkhi ruang:
1. Ruang sebagai hasil dari perangkaian secara tektonik.
2. Ruang yang dilingkupi bentuk stereotomik.
3. Ruang peralihan yang membentuk suatu hubungan antara dunia di dalam dan
dunia di luar.
Pada saat yang sama filsafat Barat masih hanya menyibukkan diri dengan ide
ruang dalam metafisika saja semenjak berabad-abad. Baru menjelang akhir abad ke19 kritik estetika itu mulai mengenalkan ide filosofis umum ini terhadap bentuk
arsitektural.
Pada saat itu konsep Lao Tzu telah diterapkan pada
taman-taman di Cina, dimana batas-batas antar taman
dibatasi oleh sebuah
juga membatasi sepenuhnya, selain berfungsi sebagai pembatas gerbang tersebut juga
berfungsi sebagai penghubung antara taman yang satu dengan taman yang lainnya,
selain itu gerbang tersebut juga memiliki fungsi sebagai tujuan akhir (goal) dari jalur
pedestrian di dalamnya.
Pemikiran Lao Tzu tersebut memiliki kemiripan dengan konsep post modern
space yang lahir di Jerman pada pertengahan tahun 1970-an, dimana postmodern
space memperlihatkan pembentukan ruang dengan mengkomposisikan komponen
bangunan itu sendiri. Hal ini bermula dari abad-19 di Jerman dimana space, raum,
void, dll. menjadi prioritas metafisik, tidak hanya sebagai esensi arsitektural saja tapi
juga mampu mengekspresikan kebudayaan dan eksistensinya melalui media ini.
Sebagai perlawanan dari hal ini, post modern space memliki ciri khas yang lebih
spesifik, bermula dari kebiasaan, tak terbatas, atau bermakna ambigu dalam hal
zoning dan bersifat irasional dan transformasional dalam hubungan antarbagian
ataupun keseluruhannya. Batas-batas dari space seringkali tidak jelas dan seolah-olah
memiliki luas yang tak terbatas. Seperti pada hal-hal lain pada masa post modernisme,
hal ini muncul secara evolusi, bukan revolusi karena mengandung bagian dari kualitas
modernisme. Post-Modern Space Memperlihatkan pembentukan ruang dengan
mengkomposisikan komponen bangunan itu sendiri. Bentuknya mempunyai
karakteristik abstrak yang merupakan elaborasi dari grid cartesius, namun masih
bersifat rasional dan logis.
Arsitek-arsitek yang mnganut paham ini antara lain Peter Eisenman, Robert
Stern, Charles Moore, Kohn Pederson-Fox.
Adapun contoh-contoh bangunan yang memiliki konsep dan filosofi yang
sama dengan Lao atau Postmodern space antara lain:
a. Plaza dItalia
Merupakan
sebuah
alun-alun
yang
Dimana
objek-objek
sekitarnya
ini
menggunakan
kolom
Dinding-dinding yang ada selain sebagai pemisah juga berfungsi sebagai penghubung
antara ruang luar dan ruag dalam.
c. Burns House
Bangunan ini menunjukkan perbedaan
ketinggian lantai yang mengalir tak beraturan dan
juga tembok yang saling overlapping sebagai
pembentuk ruang.
The Elements
The physical world must have bodily form; it must be visible and tangible
(31b).
Since fire and earth will have to be combined, there must be at least one other
ingredient that serves to combine them.
But since fire and earth are solids, we require two intermediates to combine
them.
Hence, the demiurge created air and water, and arranged all four elements
proportionally: as fire is to air, air is to water; as air is to water, water is to
earth.
As we will see below, we have not reached the bottom with these four
elements: there are (geometrical) atoms of which these elements are
composed.
(Timaeus,Plato)
Kontras yang tajam terhadap metafisika Timur ditunjukkan oleh Plato yang
lahir hampir sekitar 200 tahun setelah Lao Tzu. Plato merupakan salah satu
narasumber pemikiran Barat yang paling berpengaruh. Menurut Plato yang benarbenar ada hanyalah yang terlihat dan teraba, sedangkan pandangan Tao justru persis
kebalikannya. Plato memahami ruang sebagai salah satu
membentuk dunia yaitu tanah, udara, air, dan api. Dengan demkian ruang, yang
dipandang seperti udara, menjadi teraba karena memiliki karakter yang jelas berbeda
dengan semua unsure lainnya.
tanah
dan
membuatnya
lainnya,
sehingga
udara
api
terhadap tanah; demikianlah ia membuat dunia ini sebagai kesatuan yang kasat mata
dan teraba.
Dapat disimpulkan bahwa menurut Plato ruang adalah elemen terbatas dalam
satu dunia yang terbatas pula. Berbeda dengan pemikiran Lao Tzu, ruang baginya
bukan sekedar penyerta yang tidak benar-benar ada, melainkan justru menjadi bagian
yang teraba dari konstruksi kosmos yang tertata dalam aturan perbandingan matematis
tertentu.
Arti penting Timaeus terletak pada konsepsinya yang spesifik mengenai ruang
dimana seluruh keberadaannya merupakan keutuhan yang terbatas, yang dapat dibagi
secara matematis
pembagian ini digunakan sebagai sebuah model bagi Renaissance Italia. Pembagian
dari struktur arsitekturalnya menjadi satu kesatuan dari unit-unit spasial yang lebih
kecil.
Pengaruh pemikiran plato terhadap teori
arsitektur
barat
sangat
besar.
Arsitek
plato,
terhadap
keterkaitan
antara
Dalam
Buku
IV
dari
Fisika,
Aristoteles
Tempat dari sesuatu objek tidak lebih besar dan tidak lebih kecil dari objek
tersebut.
Tempat dapat ditinggalkan oleh objek serta dapat dipisahkan pula dari objek
tersebut.
Aristoteles memberi penjelasan lebih lanjut, bentuk dan tempat tidak memberi batas
yang sama : bentuk adalah batas dari objek yang telah dilingkungi ; sedangkan tempat
adalah batas dari pelingkung yang membatasi objek itu . Tempat adalah batas dari
wadaq pelingkungnya sehingga wadaq yang dilingkungi dapat melakukan gerak
setempat. Dengan demikian tempat dari suatu objek merupakan batas pertama yang
tak tergerakkan dari pelingkungya.
Bila definisi terakhir diterjemahkan ke dalam arsitektur, dapat disimpulkan
bahwa batas- batas yang dapat dipindahkan, seperti rumah mobil atau dinding partisi,
menurut pandangan Aristotelian tidak dapat menentukan suatu tempat.
Batas yang dapat dipindah-pindahkan tidak dapat menjawab kebutuhan
manusia akan suatu tempat kediaman, atau suatu tempat yang dimilikinya serta
dimana ia dapat merasa enak.
mengenai Tuhan dalam bentuk cahaya dan ruang. Semenjak estetika Hegel, katedral
gothic diterangkan sebagai sebuah paradigma ungkapan fisik atas suatu ide yang
immaterial. Tak seorang pun yang dapat terbebas dari atmosfir adikodrati yang ajaib
yang tertangkap dalam banyak interior gothic. Namun kemudian timbul banyak
pertanyaan, adakah efek transdental ini berakar dari konsep-konsep skolastik abad
pertengahan mengenai ruang?
Sampai sekarang ini banyak perdebatan apakah arsitektur yang berciri Roman
menjadi Gothic disebabkan oleh perubahan-perubahan sepadan dalam pemikiranpemikiran teologis? Bukti bentuk arsitektural sebagai suatu realitas yang teraba dapat
menjadi titik berangkat untuk menyelidiki efek-efek regional terhadap ide-ide
metafisik. Contohnya otonomi dalam arsitektural diajukan dalam teori arsitektur
Frankl. Menurutnya, interpretasi yang tepat atas bentuk arsitektural merupakan satu
hal yang penting, apabila tidak dapat dikatakan sebagai metode yang terpenting untuk
memahami sikap-sikap spiritual yang dianut dalam kurun waktu tertentu. Apabila kita
melakukan pendekatan secara formal menurut Hans Jantzen yang menyebut interiot
gothic sebagai suatu struktur diafan (struktur tembus cahaya). Jantzen
mengingatkan bahwa pengalaman akan ruang dan cahaya arsitektural, yang
menyangkut indera, sangat berbeda dengan konsep intelektual dari cahaya metafisik
yang termasuk dalam wilayah pemikiran. Ia yakin bahwa kedua aspek ini tidak selalu
sejalan.
Paul Franc merupakan salah seorang eksponen yang paling vokal dari
pendekatan morfologis untuk memahami ide-ide. Secara langsung ia menyatakan
bahwa bentuk arsitektur adalah otonom dan bahwa perkembangan gaya gothic dapat
dipahami seluruhnya dengan melihat bentuk ruang-ruang yang kini telah ada, tanpa
memerlukan pengetahuan, mungkin secara tidak langsung mendapat inspirasi dari ideide teologi dalam jamannya. Menurut Witelo yang merupakan orang pertama pada
abad pertengahan yang melihat makna lokal dan religius yang diprakondisikan dari
citra dan penggunaan warna-warna yang khusus dibuat semata-mata demi kualitas
keindahan visual saja. Witelo mendefinisikan kualitas-kualitas yang murni atmosferik
seperti diaphanitas (kesemrawangan), densitas (kepekatan), obscuritas (kegelapan),
atau umbria (bayangan). Kualitas-kualitas tersebut dengan tepat menunjukkan efekefek spasial yang kita kenal sekarang sebagai karakteristis dari ruang utama gothic.
Kualitas-kualitas spasial tersebut pada tahun 1270 telah menjadi sangat
eksplisit; semenjak itu para teoritisi Renaissance seperti Alberti dan Leonardo da
Vinci sering mengutip teori Witelo. Namun interpretasi terhadap ruang, terutama
psikologinya mengenai persepsi ruang, mencapai puncaknya pada suatu kesadaran
fenomenologis terhadap kualitas-kualitas yang tak pernah diperoleh tanpa secara
langsung mengalami interior gothic. Jelaslah bahwa keberadaan bangunan pada
akhirnya menyadarkan kita akan fenomena ruang dan keajaiban-keajaiban atmosferik
yang dapat kita tangkap.
Cendekiawan Abbot Suger mengemukakan tentang peranan cahaya. Ia tidak
mengaitkan peranan itu dengan ekspresi ruang utama, melainkan hanya dengan
kaulitas material dari permukaan yang terkena cahaya. Ia melakukan melalui
permainan materi, seperti mengaitkan cahaya dengan kilauan emas, batu, dan kaca.
Bagi Suger, cahaya berarti kecemerlangan dan tujuannya untuk memberikan kesan. Ia
bahwa
intuisi
hati
nurani
sendiri
menolak
eksistensi
ruang
dan
sama.Spasialitas(keruangan)
massa
adalah
identik
dengan
ekstensi(perluasan) massa. Ruang Cartesian ini cenderung bersifat dua dimensi (2 D).
Selanjutnya Heidegger melakukan koreksi terhadap konsep ruang Cartesian melalui
ekspansi tiga dimensi. Ruang sebagai ekstensi substansial ini dapat dilihat dari
realisasi perencanaan kota gaya Baroque pada abad ketujuh-belas dan kedelapanbelas. Intuisi hati nurani Descartes juga mendapat tentangan dari empirisis John
Locke yang lebih menekankan pengalaman inderawi
terhadap
keberadaan
ruang.
Pada akhir abad ketujuh-belas konflik antara intuisi dan pengalaman pribadi
ini berhasil disintesiskan oleh Isaac Newton, yang membedakan ruang absolute dan
ruang relative. Menurut Newton, ruang absolute tidak dapat dideteksi oleh indra;
ruang menjadi terukur hanya dalam ruang relative saja. Ruang absolute bersifat
homogen dan nir-batas; sedangkan ruang relative adalah sistem koordinat atau ruang
absolute yang terbatasi oleh suatu ukuran. Beberapa arsitek kontemporer juga
memiliki pandangan yang sama, salah satu contohnya adalah Louis I Kahn yang
menyatakan bahwa arsitektur adalah perubahan dari tak terukur menjadi terukur.Max
Jammer menunjukkan alasan teori Newton dapat bertahan sekitar dua abad,salah
satunya adalah kontribusi dan otoritas ilmiah Newton dalam bidang-bidang lain,
semisal mekanika, yang dalam hal teori ruang justru dibuat kecil.Alasan blain adalah
konsepnya mengenai ruang dianggap sebagai bukti teologis terbaik mengenai
keberadaan Tuhan. Demikian pula arsitek De Stijl, yakni Gerrit Rietveld juga
mendekati konsepsi Newton mengenai ruang relatif dengan pernyataannya: demi
tujuan praktis, kita memisahkan, membatasi, dan membawa suatu bagian ruang tak
terbatas ke dalam skala manusiawi, berarti pula kita telah mambawa bagian ruang
tersebut ke dalam kehidupan sebagai suatu kenyataan. Ide mengenai suatu ruang ini
secara umum mengejawantahkan dirinya hanya sebagai suatu kelanjutan dari sebagian
realitas yang dihasilkan melalui pembatasan.
Selain Newton, terdapat beberapa ilmuwan lain yang juga memberikan
pendapat mengenai teori ruang seperti Leibniz dan Huygens. Kedua ilmuwan tersebut
secara kategoris menolak konsep ruang tersebut dan hanya mendukung aspek ruang
relatif saja dimana ruang merupakan suatu sistem hubungan di antara hal yang berada
bersama. Namun Leibniz dan Huygens sama-sama gagal untuk memberikan bukti
ilmiah yang mendukung argumen mereka. Hanya pada akhir abad ke-19 asumsi
mereka direstorasi dengan adanya teori relativitas oleh Mach dan Einstein. Analog
dengan
ide
Leibniz,
teoritisi
Bauhaus
modern
yakni
Moholy-Nagy juga
saja bentuk-bentuk arsitektur dapat diciptakan menurut kondisi sine qua non Kant
tersebut. Meskipun demikian, keindahan tidak dapat dihasilkan oleh kandungan
spasialnya dan tidak pula oleh massa substansialnya, melainkan pada hakikatnya
dihasilkan oleh penggambaran materinya. Jelaslah bahwa ruang menurut konsep Kant
tidak memengaruhi keindahan.
Hegel berhasil memadukan keindahan dan ruang yang tidak dapat dipadukan
oleh Imanuel Kant. Menurut Hegel, seni merupakan presentasi indrawi dari suatu ide.
Seni merupakan simbol luar dari suatu isi metafisik yang terbentuk dalam waktu. Bagi
Hegel, isi adalah roh dimana roh merupakan lingkungan dari konsentrasi jiwa yang
hidup dalam hubungan-hubungan keruangan. Ruang dalam yang menjadi kasat mata
merupakan bentuk konkrit persemayaman roh. Tahap perkembangan arsitektur Hegel
yang terakhir dan yang paling puncak dalam sistem sejarah seninya, yakni pada era
romantik dalam arsitektur Kristen tertanam dalam katedral Gothic. Ide yang
diekspresikan dalam bangunan ini merupakan jiwa, ruang absolute, dan bilik dalam
Tuhan.
yang lebih tinggi daripada ilmu pengetahuan. Dengan demikian, isi dalam suatu
bentuk bukanlah roh melainkan kehendak. Keindahan tergantung pada objektivikasi
dari kehendak. Meskipun ruang, waktu dan materi merupakan praduga apreori
Schopenhauer seperti Kant namun tidak berhasil memandang ruang sebagai isi yang
hakiki dari bentuk arsitektural. Schopenhauer memandang arsitektur sepenuhnya
sebagai
materi,
dan
konsekuensinya,
pembatasan
fisik
ini
menggunakan
kedudukannya yang rendah pada jenjang hierarki seni. Bagi Schopenhauer, arsitektur
sekedar suatu materi dan materi sedemikian tidak dapat menjadi ungkapan suatu ide.
Analisis Schopenhauer yang ternama mengenai arsitektur berpusat pada nosi
mengenai beban dan pendukungnya dimana arsitektur merupakan perbedaan lebih
besar dari sebagian ide yang merupakan tingkatan terbawa dari objektivitas kehendak.
Prinsip pendukung dan beban bagi Schopenhauer sangat kritis yang
memaksanya untuk secara langsung menolak semua penyelesaian arsitektur yang
tidak berkaitan dengan kedua elemen ini ( pendukung dan beban ) sama sekali.
Sebagai contoh dia tidak setuju dengan kantilever yang jelas menggantung dimana
elemen pendukungnya tidak kasat mata, atau transisi yang halus dari rib vault Gothic
dengan pier-nya karena transisi dari beban ke pendukung tidak terwujud secara
tektonik.
Faade Hexastyle dari kuil kedua Hera, Paestum (460-50) S.M.). Arsitektur sebagai
expresi dari beban dan pendukungnya.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa ruang merupakan sesuatu
yang misterius dan terdapat berbagai macam sudut pandang mengenai ruang. Secara
umum runag dapat dipandang sebagai ruang absolut (homogen, nir-batas, tidak dapat
dideteksi oleh panca indra) dan ruang relatif (ruang absout yang terukur dan dapat
dideteksi oeh panca indra).
Ruang dalam dan ruang luar pada post modern space dipisahkan oleh sebuah
dinding yang selain sebagai pemisah juga berfungsi sebagai penghubung antara ruang,
dimana ruang-ruang yang ada seolah-olah tidak mempunyai batasan yang jelas.
Ruang merupakan suatu yang kasat mata dan teraba karena memiliki unsur
yang paling berbeda diantara unsur yang lainnya. Ruang merupakan suatu yang
terbatas di dunia yang terbatas pula.
Ruang dalam hubungannya dengan konsep teologi lebih tertuju pada konsep
arsitektur Gothic yang mewakilkan kebesaran Tuhan dalam bentuk cahaya dan ruang.
Pengertian ruang terbatas dan tak terbatas tertuju pada tujuan praktis, yakni
apabila suatu ruang tak terbatas dipisahkan, dibatasi, dan dibawa ke dalam suatu skala
manusiawi maka ruang tersebut telah masuk ke dalam kehidupan sebagai suatu
kenyataan.
3.2. Saran
Adanya pro dan kontra mengenai filosofi ruang dalam Arsitektur yang
dikemukakan oleh para filsuf memberikan kesempatan untuk memilah filosofi yang
sesuai di dalam merancang suatu karya arsitektur.
DAFTAR PUSTAKA
Van Deven, Cornelis. 1987. Ruang Dalam Arsitektur. Jakarta: Gramedia
www.google.com
www.wikipedia.com