You are on page 1of 2

Perempuan: Tubuh, dan, Subjektivitas

ala Simone de Beauvoir1

Perempuan bukanlah realitas yang ajeg, tetapi lebih merupakan suatu yang
menjadi, dan dengan demikian harus didefinisi.. Sebagaimana dipandang dalam
perspektif yang saya ambil yang merupakan perspektif Hedeigger, Sartre,
Merleau-Ponty, bahwa tubuh bukanlah suatu benda, tubuh adalah suatu situasi;
tubuh adalah cengkeraman kita terhadap dunia dan sketsa dari proyek-proyek
kita
Dalam buku The Second Sex, yang pertama kali dijelaskan oleh Beauvoir adalah mengenai siapa
perempuan. Beauvoir menjelaskan bahwa perempuan tidak cukup hanya dijelaskan secara
biologis saja. Menurutnya perempuan adalah sebuah situasi. Dalam buku pertama The Second
Sex, bertajuk Mitos dan Fakta tentang perempuan. Beauvoir menjelaskan bahwa perempuan
tidak hanya cukup dijelaskan atau didefinisikan secara biologis saja. Terlebih, Beauvoir
menjelaskan tentang seks/gender.
Dalam pendekatan Beauvoir, tubuh sebagai given body takdir- bukanlah suatu situasi yang
pervasive melainkan merupakan sautu proyek yang berlangsung terus menerus dalam
membentuk seorang perempuan menjadi subjek yagn bebas. Artinya, perempuan terbebas dari
pembatasan seks dan gender. Seorang perempuan tidak dapat didefinisi berdasarkan given bodynya dan peran, sifat atau identitas gendernya. Perempuan adalah manusia yang tidak seharusnya
tubuhnya dipandang sebagai penjara dan keterbatasannya, melainkan suatu cengkeraman, suatu
sentuhan, terhadap dunia.
Membicarakan subjektivitas dari sudut pandang Beauvoir selalu dikaitkan dengan subjektivitas
dalam eksistensialisme nya Sartre dan fenomenologi-nya Merleau-Ponty. Walaupun sebenarnya
terdapat perbedaan yang signifikan. Ketika Sartre menjelaskan tentang ke-Diri-an seseorang
hanya dapat dijelaskan ketika ia direfleksikan oleh liyan, artinya hubungan antara Subjek/Diri
dengan Objek/Liyan menjadi tidak terhindarkan. Sartre juga pernah membicarakan bahwa
orang lain adalah neraka. Pernyataan itu berbeda dengan argumentasi Beauvoir bahwa
hubungan antardua subjektivitas tidak selalu hubungan yang mengobjektivikasi salah satu
1 Tulisan ini saya kutip dan sari-kan dari buku Kajian Budaya Feminis Aquarini
Priyatna Prabasmoro.

dengan cara yang statis. Menurutnya, suatu hubungan dapat bersifat dialektika yang saling
membutuhkan untuk saling mengakui subjektivitas masing-masing, dan dengan demikian saling
menyadari diri sebagai makhluk yang bebas.
Pertanyaan saya terkait subjektivitas dan objektivitas, bagaimana keduanya dapat berdampingan.
Bukankah keduanya kontradiktif? Namun, Beauvoir menyatakan bahwa dia tidak sepakat dengan
fiksitas suatu situasi, yaitu tidak ada subjek dalam pandangannya yang menjadi subjek tanpa
suatu objek dan tidak ada subjektivitas yang cukup aman karena selalu ada potensi pembalikan.
Nah, menurut saya, kesadaran ada pada posisi pertama dalam penentuan siapa subjek dan siapa
objek. Ketika objek berada pada kesadarannya, maka dia sebenarnya sedang menunjukkan
subjeknya. Oke.

You might also like