You are on page 1of 24

BAB II

PEMBAHASAN
A

Definisi
Retensio Placenta adalah tertahannya atau keadaan dimana placenta belum lahir dalam waktu satu jam
setelah bayi lahir. Pada proses persalinan, kelahiran placenta kadang mengalami hambatan yang dapat
berpengaruh bagi ibu bersalin. Dimana terjadi keterlambatan bisa timbul perdarahan yang merupakan salah satu
penyebab kematian ibu pada masa post partum. Apabila sebagian placenta lepas sebagian lagi belum, terjadi
perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik pada batas antara dua bagian itu.
Selanjutnya apabila sebagian besar placenta sudah lahir, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding
uterus, dapat timbul perdarahan masa nifas.
Disamping kematian, perdarahan post partum akibat retensio placenta memperbesar kemungkinan
terjadinya infeksi puerperal karena daya tahan penderita yang kurang. Oleh karena itu sebaiknya penanganan
kala III pada persalinan mengikuti prosedur tetap yang berlaku.

Anatomi
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan tebal lebih kurang
2.5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Tali pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio
sentralis).
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah
mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari
bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari
desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua basalis. Pada
sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai
mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales
dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua.
Plasenta berfungsi sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa metabolisme janin,
memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin.

Etiologi
Penyebab terjadinya Retensio Placenta adalah :
a

Placenta belum lepas dari dinding uterus


Placenta yang belum lepas dari dinding uterus. Hal ini dapat terjadi karena :
1 kontraksii uterus kurang kuat untuk melepaskan placenta, dan
2 placenta yang tumbuh melekat erat lebih dalam.
Pada keadaan ini tidak terjadi perdarahan dan merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Placenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Keadaan ini dapat terjadi karena atonia uteri dan dapat
menyebabkan perdarahan yang banyak dan adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim. Hal ini
dapat disebabkan karena :
1 penanganan kala III yang keliru/salah dan

terjadinya kontraksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi placenta (placenta inkaserata).

Menurut tingkat perlekatannya, retensio placenta dibedakan atas beberapa tingkatan yaitu sebagai berikut :

a
b

Placenta Adhesiva : placenta melekat pada desidua endometrium lebih dalam


Placenta Inkreta : placenta melekat sampai pada villi khorialis dan tumbuh lebih dalam menembus

desidua sampai miometrium.


Placenta Akreta : placenta menembus lebih dalam kedalam miometrium tetapi belum mencapai lapisan

d
e

serosa.
Placenta Perkreta : placenta telah menembus mencapai serosa atau peritonium dinding rahim.
Placenta Inkarserata : adalah tertahannya di dalam kavum uteri karena kontraksi ostium uteri.

Patofisiologi
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus
menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi,
melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium
menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak
uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai
terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang
longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus
berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan
pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis
telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke
dalam 4 fase, yaitu:
1)

Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus
tempat plasenta melekat masih tipis.

2)

Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang
dari 1 cm menjadi > 2 cm).

3)

Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan
lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta
disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat
melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di
lapisan spongiosa.

4)

Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan
tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa
perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada
persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada
kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya. Tanda-tanda lepasnya
plasenta adalah sering ada semburan darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya

semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke
vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya
maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian
bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan
inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat
mengeluarkan

plasenta

secara

spontan.

Umumnya,

dibutuhkan

tindakan

artifisial

untuk

menyempurnakan persalinan kala IV. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan secara
bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta: Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari
uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus, kontraksi yang kuat dari uterus, serta
pembentukan constriction ring. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa dan
adanya plasenta akreta. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak
perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian
uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta;
serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
E

Gejala Klinis
1 Waktu hamil
a Kebanyakan pasien memiliki kehamilan yang normal
b Insiden perdarahan antepartum meningkat, tetapi keadaan ini biasanya menyertai plasenta previa
c Terjadi persalinan prematur, tetapi kalau hanya ditimbulkan oleh perdarahan
d Kadang terjadi ruptur uteri
2 Persalinan kala I dan II
Hampir pada semua kasus proses ini berjalan normal
3

Persalinan kala III


a Retresio plasenta menjadi ciri utama
b Perdarahan post partum, jumlahnya perdarahan tergantung pada derajat perlekatan plasenta, seringkali
perdarahan ditimbulkan oleh Dokter kebidanan ketika ia mencoba untuk mengeluarkan plasenta secara

manual
Komplikasi yang sering tetapi jarang dijumpai yaitu invertio uteri, keadaan ini dapat tejadi spontan,

tapi biasanya diakibatkan oleh usaha-usaha untuk mengeluarkan plasenta


Ruptura uteri, biasanya terjadi saat berusaha mengeluarkan plasenta

Tanda Dan Gejala Retensio Plasenta


1 Plasenta Akreta Parsial / Separasi
a Konsistensi uterus kenyal
b TFU setinggi pusat
c Bentuk uterus discoid
d Perdarahan sedang banyak
e Tali pusat terjulur sebagian
f Ostium uteri terbuka
g Separasi plasenta lepas sebagian
h Syok sering
2 Plasenta Inkarserata
a Konsistensi uterus keras

b TFU 2 jari bawah pusat


c Bentuk uterus globular
d Perdarahan sedang
e Tali pusat terjulur
f Ostium uteri terbuka
g Separasi plasenta sudah lepas
h Syok jarang
Plasenta Akreta
a Konsistensi uterus cukup
b TFU setinggi pusat
c Bentuk uterus discoid
d Perdarahan sedikit / tidak ada
e Tali pusat tidak terjulur
f Ostium uteri terbuka
g Separasi plasenta melekat seluruhnya
h Syok jarang sekali, kecuali akibat

inversio

oleh

tarikan

kuat

pada

tali

pusat.

(Prawirohardjo, S. 2002 : 178)

Komplikasi
1 Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga kontraksi memompa
2

darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.


Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan pertumbuhan bakteri dibantu

dengan port dentre dari tempat perlekatan plasenta.


Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan kontraksi pada ostium baik

hingga yang terjadi.


Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis Dengan
masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastikdiskariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasive atau invasive, proses
keganasan akan berjalan terus. Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa
beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang
berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan

5
6

abnormal merupakan keadaan prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker.


Syok haemoragik

Pemeriksaan diagnostik
1 Hitung darah lengkap :
Untuk menentukan tingkat hemoglogin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia,
2

serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
Menentukan adanya gangguan koagulasi :
Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time (PT) dan Activated Partial
Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh
faktor lain

Penatalaksanaan

Penanganan Umum
a Jika placenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan. Jika anda dapat merasakan placenta
b
c

dalam vagina, keluarkan placentaa tersebut.


Pastikan kandung kemih sudah kosong.
Jika placenta belum keluar, berikan oksitoksin 10 unti i.m. Jika belum dilakukan pada penanganan

aktif kala III.


d Jika uterus berkontraksi, lakukan PTT.
e Jika PTT belum berhasil cobalah untuk melakukan pengeluaran placenta secara manual.
2 Penanganan Khusus
2
Retensio placenta dengan separasi parsial :
a Tentukan jenis retensio yang terjadi.
b Regangan tali pusat dan minta klien untuk mengedan, bila ekspulsi placenta tidak terjadi, coba

traksi terkontrol tali pusat.


c Pasang infus oksitoksin 20 unit dalam 500 ml cairan dengan 40 tetes/menit.
d Bila traksi terkontrol gagal, lakukan manual placenta.
e Transfusi jika perlu.
f Beri antibiotik dan atasi komplikasi.
Placenta inkaserata :
A Tentukan diagnosa kerja
B Siapkan alat dan bahan untuk menghilangkan konstriksi serviks dan melahirkan plasenta.
C Siapkan anastesi serta infus oksitoksin 20 ui dalam 500 ml dengan 40 tetes/menit.
D Pemantauan tanda vital, kontraksi uterus, TFU, perdarahan pasca tindakan.
Placenta akreta :
A Tentukan diagnosis
B Stabilitas pasien
C Rujuk klien ke RS karena tindakan kasus ini perlu dioperasi.
Placenta manual :
A Kaji ulang indikasi dan persetujuan tindakan.
B Kaji ulang prinsip perawatan dan pasang infus.
C Berikan sedativa, analgetik, dan antibiotik dengan dosis tunggal.
D Pasang sarung tangan DTT.
E Jepit tali pusat, tegangkan sejajar lantai.
F Masukan tangan secara obstetrik menelusuri tali pusat dan tangan lain menahan fundus uteri.
G Cari insersi pinggir placenta dengan bagian lateral jari-jari tangan.
H Buka tangan obstetrik seperti memberi salam dan jari-jari dirapatkan, untuk menentukan tempat
I

implantasi.
Gerakan tangan secara perlahan bergeser kekranial sehingga semua permukaan maternal plasenta

J
K
L

dapat dilepaskan.
Jika tidak terlepas kemungkinan akreta. Siapkan untuk laparatomi.
Pegang plasenta, keluarkan tangan beserta plasenta secara pelahan.
Pindahkan tangan luar kesupra simphisis untuk menahan uterus saat placenta dikeluarkan, dan

M
N
O
P

periksa placenta.
Berikan oksitoksin 10 iu dalam 500 ml cairan dengan 60 tts/menit.
Periksa dan perbaiki robekan jalan lahir.
Pantau tanda vital dan kontrol kontraksi uterus dan TFU.
Teruskan infus dan transfusi jika perlu.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM
RETENSI SISA PLASENTA

Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio placenta adalah
sebagai berikut :
1 Identitas klien
Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat penyakit keluarga,
riwayat obstetrik (GPA, riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas), dan pola kegiatan sehari-hari sebagai
berikut :
1 Sirkulasi :
a Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkintidak tejadi sampai kehilangan darah bermakna)
b Pelambatan pengisian kapiler
c Pucat, kulit dingin/lembab
d Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan)
e Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan
f Haemoragi berat atau gejala syock diluar proporsi jumlah kehilangan darah.
2 Eliminasi :
a Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina
3 Nyeri/Ketidaknyamanan :
a Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen placenta tertahan) dan
4

nyeri uterus lateral.


Keamanan :
a Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi) dengan uterus
keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia mayora/labia minora, dari muara
vagina ke perineum; robekan luas dari episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam kubah vagina,

atau robekan pada serviks.


Seksualitas :
a Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol (fragmen placenta yang
b

tertahan)
Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel, polihidramnion,

makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa.


Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik (inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi). Pemeriksaan laboratorium. (Hb 10 gr%).

Diagnosa, rencana intervensi keperawatan


1 Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan melalui vaskuler yang berlebihan.
Intervensi :
a Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatiakan faktor-faktor penyebab atau
pemberat pada situasi hemoragi (misalnya laserasi, fragmen plasenta tertahan, sepsis, abrupsio
plasenta, emboli cairan amnion atau retensi janin mati selama lebih dari 5 minggu)
Rasional : Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan memberikan kesempatan
b

untuk mencegah dan membatasi terjadinya komplikasi.


Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan; timbang dan hitung pembalut, simpan bekuan dan
jaringan untuk dievaluasi oleh perawat.
Rasional : Perkiraan kehilangan darah, arteial versus vena, dan adanya bekuan-bekuan membantu

membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian.


Kaji lokasi uterus dan derajat kontraksilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan uterus dengan
satu tangan sambil menempatkan tangan kedua diatas simpisis pubis.

Rasional : Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan kontraktilitas
miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan diatas simphisis pubis
d

mencegah kemungkinan inversi uterus selama masase.


Perhatikan hipotensi atau takikardi, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar kuku, membran
mukosa dan bibir.
Rasional : Tanda-tanda ini menunjukan hipovolemi dan terjadinya syok. Perubahan pada tekanan darah
tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30 - 50%. Sianosis adalah tanda

e
f

akhir dari hipoksia.


Pantau parameter hemodinamik seperti tekanan vena sentral atau tekanan baji arteri pulmonal bila ada.
Rasional : Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian.
Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 derajat dan tubuh horizontal.
Rasional : Perdarahan dapat menurunkan atau menghentikan reduksi aktivitas. Pengubahan posisi yang
tepat meningkatkan aliran balik vena, menjamin persediaan darah keotak dan organ vital lainnya lebih

besar.
Pantau masukan dan keluaran, perhatikan berat jenis urin.
Rasional : Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume

perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan dengan keluaran 30 50 ml/jam atau lebih besar.


Hindari pengulangan/gunakan kewaspadaan bila melakukan pemeriksaan vagina dan/atau rektal
Rasional : Dapat meningkatkan hemoragi bila laserasi servikal, vaginal atau perineal atau hematoma

terjadi.
Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis
Rasional : Meningkatkan relaksasi, menurunkan ansietas dan kebutuhan metabolik.
Kaji nyeri perineal menetap atau perasaan penuh pada vagina. Berikan tekanan balik pada laserasi

labial atau perineal.


Rasional : Haematoma sering merupakan akibat dari perdarahan lanjut pada laserasi jalan lahir.
Pantau klien dengan plasenta acreta (penetrasi sedikit dari myometrium dengan jaringan plasenta),

HKK atau abrupsio placenta terhadap tanda-tanda KID (koagulasi intravascular diseminata).
Rasional : Tromboplastin dilepaskan selama upaya pengangkatan placenta secara manual yang dapat
l

mengakibatkan koagulopati.
Mulai Infus 1 atau 2 i.v dari cairan isotonik atau elektrolit dengan kateter !8 G atau melalui jalur vena
sentral. Berikan darah lengkap atau produk darah (plasma, kriopresipitat, trombosit) sesuai indikasi.
Rasional : Perlu untuk infus cepat atau multipel dari cairan atau produk darah untuk meningkatkan

volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.


Berikan obat-obatan sesuai indikasi : Oksitoksin, Metilergononovin maleat, Prostaglandin F2 alfa.
Rasional : Meningkatkan kontraktilitas dari uterus yang menonjol dan miometrium, menutup sinus

vena yang terpajan, dan menghentikan hemoragi pada adanya atonia.


Resiko tinggi terjadi Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
Intervensi :
a

Demonstrasikan mencuci tangan yang tepat dan teknik perawatan diri. Tinjau ulang cara yang tepat
untuk menangani dan membuang material yang terkontaminasi misalnya pembalut, tissue, dan balutan.
Rasional : Mencegah kontaminasi silang/penyebaran organinisme infeksious..
Perhatikan perubahan pada tanda vital atau jumlah SDP
Rasional : Peningkatan suhu dari 100,4 F (38C) pada dua hari beturut-turut (tidak menghitung 24 jam
pertama pasca partum), tachikardia, atau leukositosis dengan perpindahan kekiri menandakan infeksi.
Perhatikan gejala malaise, mengigil, anoreksia, nyeri tekan uterus atau nyeri pelvis.

Rasional : Gejala-gejala ini menandakan keterlibatan sistemik, kemungkinan menimbulkan bakterimia,


d

shock, dan kematian bila tidak teratasi.


Selidiki sumber potensial lain dari infeksi, seperti pernapasan (perubahan pada bunyi napas, batuk
produktif, sputum purulent), mastitis (bengkak, eritema, nyeri), atau infeksi saluran kemih (urine
keruh,

e
3

bau

busuk,

dorongan,

frekuensi,

Rasional : Diagnosa banding adalah penting untuk pengobatan yang efektif.


Kaji
keadaan
Hb
atau
Ht.
Berikan
suplemen
zat
besi

sesuai

nyeri).
indikasi.

Rasional : Anemia sering menyertai infeksi, memperlambat pemulihan dan merusak sistem imun.
Nyeri berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan.
Intervensi :
a

Tentukan karakteristik, tipe, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji klien terhadap nyeri perineal yang menetap,
perasaan penuh pada vagina, kontraksi uterus atau nyeri tekan abdomen.
Rasional : Membantu dalam diagnosa banding dan pemilihan metode tindakan. Ketidaknyamanan
berkenaan dengan hematoma, karena tekanan dari hemaoragik tersembunyi kevagina atau jaringan
perineal. Nyeri tekan abdominal mungkin sebagai akibat dari atonia uterus atau tertahannya bagian-

bagian placenta. Nyeri berat, baik pada uterus dan abdomen, dapat terjadi dengan inversio uterus.
Kaji kemungkinan penyebab psikologis dari ketidaknyamana.
Rasional : Situasi darurat dapat mencetuskan rasa takut dan ansietas, yang memperberat persepsi
ketidaknyamanan.
Berikan tindakan kenyamanan seperti pemberian kompres es pada perineum atau lampu pemanas pada
penyembungan episiotomi.
Rasional : Kompres dingan meminimalkan edema, dan menurunkan hematoma serta sensasi nyeri,

panas meningkatkan vasodilatasi yang memudahkan resorbsi hematoma.


Berikan analgesik, narkotik, atau sedativa sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan nyeri dan ancietas, meningkatkan relaksasi.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovalemia
Intervensi :
a Perhatikan Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah. Kaji status nutrisi, tinggi dan berat badan.
Rasional : Nilai bandingan membantu menentukan beratnya kehilangan darah. Status yang ada
d

sebelumnya dari kesehatan yang buruk meningkatkan luasnya cedera dari kekurangan oksigen.
Pantau tanda vital; catat derajat dan durasi episode hipovolemik.
Rasional : Luasnya keterlibatan hipofisis dapat dihubungkan dengan derajat dan durasi hipotensi.

Penigkatan frekuensi pernapasan dapat menunjukan upaya untuk mengatasi asidosis metabolik.
Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan prilaku.
Rasional : Perubahan sensorium adalah indikator dini dari hipoksia, sianosis, tanda lanjut dan mungkin

tidak tampak sampai kadar PO2 turun dibawah 50 mmHg.


Kaji warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi dan lidah, perhatikan suhu kulit.
Rasional : Pada kompensasi vasokontriksi dan pirau organ vital, sirkulasi pada pembuluh darah perifer

diperlukan yang mengakibatkan sianosis dan suhu kulit dingin.


Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional : Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor sirkulasi kejaringan.
f Pasang jalan napas; penghisap sesuai indikasi
Rasional : Memudahkan pemberian oksigen.
Ancietas berhubungan dengan ancaman perubahan pada status kesehatan.
Intervensi :
e

Evaluasi respon psikologis serta persepsi klien terhadap kejadian hemoragii pasca partum. Klarifikasi
kesalahan konsep.
Rasional : Membantu dalam menentukan rencana perawatan. Persepsi klien tentang kejadian mungkin

menyimpang, akan memperberat ancietasnya.


Evaluasi respon fisiologis pada hemoragik pasca partum; misalnya tachikardi, tachipnea, gelisah atau
iritabilitas.
Rasional : Meskipun perubahan pada tanda vital mungkin karena respon fisiologis, ini dapat diperberat

atau dikomplikasi oleh faktor-faktor psikologis.


Sampaikan sikap tenang, empati dan mendukung.
Rasional : Dapat membantu klien mempertahankan kontrol emosional dalam berespon terhadap
perubahan status fisiologis. Membantu dalam menurunkan tranmisi ansietas antar pribadi.
Bantu klien dalam mengidentifikasi perasaan ansietas, berikan kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaan.
Rasional : Pengungkapan memberikan kesempatan untuk memperjelas informasi, memperbaiki

kesalahan konsep, dan meningkatkan perspektif, memudahkan proses pemecahan masalah.


Beritahu kepada klien tujuan dari setiap tindakan yang akan dilakukan
Rasional : Kecemasan klien akan berkurang bila sebelum sebuah tindakan dilakukan oleh perawat.
Kurang
Pengetahuan
berhubungan
dengan
kurangnya
informasi
yang
diperoleh.
e

Intervensi :
a Jelaskan faktor predisposisi atau penyebab dan tindakan khusus terhadap penyebab hemoragi.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu klien/pasangan memahami dan mengatasi situasi.
b Kaji tingkat pengetahuan klien, kesiapan dan kemampuan klien untuk belajar. Dengarkan, bicarakan
dengan tenang, dan berikan waktu untuk bertanya dan meninjau materi.
Rasional : Memberikan informasi yang perlu untuk mengembangkan rencana perawatan individu.
Menurunkan stress dan ancietas, yang menghambat pembelanjaran, dan memberikan klarifikasi dan
c

pengulangan untuk meningkatkan pemahaman.


Diskusikan implikasi jangka pendek dari hemoragi pasca partum, seperti perlambatan atau intrupsi
pada proses kedekatan ibu-bayi (klien tidak mampu melakukan perawatan terhadap diri dan bayinya
segera sesuai keinginannya).
Rasional : Menurunkan ansietas dan memberikan kerangka waktu yang realistis untuk melakukan

ikatan serta aktivitas-aktivitas perawatan bayi.


Diskusikan implikasi jangka panjang hemoragi pasca partum dengan tepat, misalnya resiko hemoragi
pasca partum pada kehamilan selanjutnya, ataonia uterus, atau ketidakmampuan untuk melahirkan
anak pada masa datang bila histerektomie dilakukan.
Rasional : Memungkinan klien untuk membuat keputusan berdasarkan informasi dan mulai mengatasi
perasaan tentang kejadian-kejadian masa lalu dan sekarang.

DAFTAR PUSTAKA

Pratiwi, Delvita. 2012. Retensio Plasenta (online), (http://delvita-pratiwi.blogspot.com/2012/06/retensioplasenta.html, diunduh tanggal 2 Maret 2013)

Prabowo, Eko. 2012. Retensi Plasenta (online), (http://samoke2012.wordpress.com/2012/10/30/retensiplasenta/, diunduh tanggal 2 Maret 2013)
Rasyid, Abu. 2013. Askep Maternitas Retensio Plasenta (online),
(http://asuhankeperawatankesehatan.blogspot.com/2013/03/askep-maternitas-retensioplasenta.html, diunduh tanggal 2 Maret 2013)

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Maternitas


pada Klien dengan Hemoragi Post Partum (Perdarahan
Post Partum)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis dan
adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita
menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita
mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan selanjutnya.
Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola
hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan
yang ditumbuhkan dari norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri
dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga
ke tingkat gangguan jiwa yang berat.
Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal terbanyak. Semua wanita
yang sedang hamil 20 minggu memiliki resiko perdarahan post partum dan sekuelenya.
Walaupun angka kematian maternal telah turun secara drastis di negara-negara berkembang,
perdarahan post partum tetap merupakan penyebab kematian maternal terbanyak dimana-mana.
Kehamilan yang berhubungan dengan kematian maternal secara langsung di Amerika
Serikat diperkirakan 7 10 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup. Data statistik nasional Amerika

Serikat menyebutkan sekitar 8% dari kematian ini disebabkan oleh perdarahan post partum. Di
negara industri, perdarahan post partum biasanya terdapat pada 3 peringkat teratas penyebab
kematian maternal, bersaing dengan embolisme dan hipertensi. Di beberapa negara berkembang
angka kematian maternal melebihi 1000 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup, dan data WHO
menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal disebabkan oleh perdarahan post partum dan
diperkirakan 100.000 kematian matenal tiap tahunnya.
Efek perdarahan terhadap ibu hamil bergantung pada volume darah saat ibu hamil, seberapa
tingkat hipervolemia yang sudah dicapai dan kadar hemoglobin sebelumnya. Anemia dalam
kehamilan yang masih tinggi di Indonesia serta fasilitas tranfusi darah yang masih terbatas
menyebabkan PPP akan mengganggu penyembuhan pada masa nifas, proses involusi, dan
laktasi.
Sehingga dalam hal ini, kami sebagai mahasiswa keperawatan memiliki dalam makalah ini
memilki kesempatan untuk membahas masalah perdarahan post partum yakni dengan
memberikan sebuah raangkuman makalah tentang perdarahan post partum sebagai bahan belajar
dan pendidikan bagi mahasiswa keperawatan.

B. Rumusan Masalah
1. Bgaimana konsep dasar perdarahan post partum?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada klien yang mengalami perdarahan post
partum?
C.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tujuan Penulisan
Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi perdarahan post partum
Agar mahasiswa dapat mengetahui etiologi perdarahan post partum
Agar mahasiswa mengetahui klasifikasi dari perdarahan post partum
Agar mahasiswa mampu memahami patofisiologi perdarahan post partum
Agar mahasiswa mengetahui manifestasi klinis dari perdarahan post partum
Agar mahasiswa memahami langkah dan cara untuk menegakkan diagnose penderita perdarahan
post partum
7. Agar mahsiswa mengetahui tata cara pelaksaan atau penanggulangan yang dilakukan terhadap
pasien perdarahan post partum serta mengetahui komplikasi yang dapat terjadi
8. Agar mahasiswa mampu memahami dan mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien
perdarahan post partum
D. Manfaat Penulisan
Diharapkan dengan adanya makalah inidapat menjadi sumber referensi bacaan bagi
mahasiswa maupun masyarakat. Serta diharapkan mahasiswa mengerti dan bisa menerapkan
asuhan keperawatan tersebut ada pasien perdarahan post partum.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Perdarahan Post Partum
1. Definisi
Perdarahan postpartum (PPP) adalah perdarahan yang masif yang berasal dari tempat
implantasi (penanaman telur yang sudah dibuahi ke dalam dinding uterus pada awal kehamian)
plasenta, robekan jalan lahir dan jaringan sekitarnya dan merupakan salah satu penyebab
kematian ibu yang disamping pendarahan karena hamil ektopik (diluar tempatnya) dan abortus.
PPP bila tidak mendapat penanganan semestinya akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas
ibu serta proses penyembuhan kembali. (Prawirohardjo, 2011)
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam
setelah anak lahir. Dalam pengertian ini dimasukkan juga perdarahan karena retensio
plasenta. (Mochtar, 1990)
Mochtar (1990) membagi klasifikasi perdarahan post partum menurut waktu terjadinya
dibagi atas 2 bagian yaitu:
a. Pendarahan postpartum primer (early post partum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam
setelah anak lahir.
b. Pendarahan postpartum sekunder (late postpartum hermorrhage) yang terjadi setelah 24 jam dan
biasanya antara hari ke 5 sampai ke 15 postparum.
Menurut Wiknjosatro, H. (1960) dikutip dari (Mochtar, 1990)pendarahan umumnya dan
perdarahan postpartum khususnya masih merupakan salah satu dari sebab utama kematian ibu
dalam persalinan. Karena itu ada tiga pokok yang harus dipegang dalam menolong persalinan
dengan komplikasi perdarahan postpartum, yaitu :
a. Penghentian perdarahan;
b. Jaga jangan sampai timbul syok;
c. Penggantian darah yang hilang.

2. Etiologi
Adapun menurut Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran Bandung (1982) penyebab dari perdarahan post partum adalah:
a.

Perdarahan atonis

b.

Robekan cervix atau robekan vagina,

c.

Tertinggalnya bagian-bagian plasenta,

d.

Perdarahan karena coagulopathi

3.

Syock hipovolemik
Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi
ke sana, atoni (tidak ada kekuatan otot) uteri dan subinvolusi (kembali kepada ukuran semula)
uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang
melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan
lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan
perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia
atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses
pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit
dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir (Juliyanti,
2013)adalah:
a. Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
1) Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
2) Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3) Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah tersebut
menjadi kuat.
b. Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
1) Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2) Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus. Penanganannya,
ambil spekulum dan cari robekan.

3) Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi perdarahan
tidak berkurang.
Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan
sebagian lagi belum, karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri
merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang
berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering
(multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha
mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta
belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan
sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum
tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan
lembek.
Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan
yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila
sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah
sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan
dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan
secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia
uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak
memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim,
bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim
sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan
pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Adapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas (status melahirkan anak
pada wanita), partus lama dan partus terlantar, obstetri operatif dan narkosa (keadaan mati rasa),
uterus terlalu regang dan besar misalnya pada gemelli (anak kembar), hidramnion atau janin
besar, kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couvelair pada solusio plasenta, faktor
sosio ekonomi yaitu malnutrisi. (Juliyanti, 2013)

a.
1)
2)
3)
4)

Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta


Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi
lahir. Penyebab retensio plasenta :
Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut
tingkat perlekatannya :
Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai
ke miometrium.
Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.

b. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya
lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan
menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata). Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak
akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan.
Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula tidak keluar
karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus
dikosongkan. (Juliyanti, 2013)
Perdarahan Postpartum Akibat Hematoma
Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak
sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil
diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat
diserap kembali secara alami. (Juliyanti, 2013)
Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum.
Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang
berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik atau vagina. (Juliyanti, 2013)
a. Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda
dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan
perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak
berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik,
perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri
b. Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai.
Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi
dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral
dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.
c.

Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin
melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia
suboksipito bregmatika. Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi
perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.
Pathway:
PPP

Anemia

4. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500
ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi
syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.(Juliyanti, 2013)
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:

a.

Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah
anak lahir (perarahan postpartum primer). Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan
darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
b. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir,
kontraksi uteru baik, plasenta baik.Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi
uterus baik gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi
uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
5. Komplikasi
Komplikasi perdarahan post partum primer yang paling berat yaitu syok hipovolemik.
Bila terjadi syok yang berat dan pasien selamat, dapat terjadi komplikasi lanjutan yaitu anemia
dan infeksi dalam masa nifas. Infeksi dalam keadaan anemia bisa berlangsung berat sampai
sepsis. Pada perdarahan yang disertai oleh pembekuan intravaskuler merata dapat terjadi
kegagalan fungsi organ organ seperti gagal ginjal mendadak.(Chalik, 2000) dikutip
dari (Anonim, 2013)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih
(SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat
hamil 5.000-15.000)
c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP),
penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial
(APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
f. Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
g. Berdasarkan pengalaman, pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya jendalan
darah dan retensi sisa plasenta. USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi
pasien dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum
seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas
dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya.
7. Penatalaksanaan
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat,
uterus harus diurut :
a. Pijat dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian bawah untuk
menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada terhadap kekuatan pemijatan.
Pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus, mengakibatkan atonia uteri yang dapat
menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan yang signifikan dapat terjadi karena
penyebab lain selain atoni uteri.

b. Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uteri. Bila perdarahan
berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan.
c. Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai selama
berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna merah dan uterus yang
relaksasi yang berindikasi atoni uteri atau fragmen plasenta yang tertahan. Perdarahan vagina
berwarna merah terang dan kontra indikasi uterus, mengindikasikan perdarahan akibat adanya
laserasi.
d. Berikan kompres es salama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang beresiko mengalami
hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan rendam duduk setelah 12 jam.
e. Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan ukuran jarum 18, untuk
pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim contoh darah untuk penentuan golongan dan
pemeriksaan silang, jika pemeriksaan ini belum dilakukan diruang persalinan.
f. Pemberian 20 unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal, terbukti efektif bila
diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt bersama dengan mengurut uterus secara efektif
g. Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV, dapat merangsang
uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik, untuk mengatasi perdarahan dari tempat
implantasi plasenta.
h. Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan kateter foley untuk
memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
i. Berikan oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10 L/menit bila terdapat tanda
kegawatan pernafasan.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar dan
terarah akan mempermudah dalam merencanakan tinfakan dan evaluasi dari tidakan yang
dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan informasi subjektif dan objektif
dari klien yang diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan fisik.
Pengkajian terhadap klien post meliputi :
a. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain
lain
b. Riwayat kesehatan :
1) Riwayat kesehatan dahulu: riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik,
hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah,
tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.
2) Riwayat kesehatan sekarang: keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam
jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih,
tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual.
3) Riwayat kesehatan keluarga: adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita
hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit
menular.
c. Riwayat obstetrik

1) Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan waktu
haid, HPHT
2) Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil
3) Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi plasenta
Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin, apakah
ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu
lahir
Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak dan
kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi
4) Riwayat Kehamilan sekarang
Hamil muda, keluhan selama hamil muda
Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu, nadi,
pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta
pengobatannya
yang
didapat
Pola aktifitas sehari-hari
Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum dirawat maupun
selama dirawat. Adapun makan dan minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup
kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah buahan.
Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya perubahan pola miksi
dan defeksi. BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah secepatnya
dilakukan sendiri (Rustam Mukthar, 1995 )
Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran dan melaporkan
kelelahan yang berlebihan.
Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas, baik sebelum
dan selama dirawat serta perawatan mengganti balutan atau duk.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Suhu badan biasanya meningkat sampai 388 C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan
kembali normal (368 C 378 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia
b. Nadi: denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang
semakin berat.
c. Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia
d. Pernafasan: bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.
e. Pemeriksaan Khusus
f. Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan mengevaluasi
sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :
1) Nyeri/ketidaknyamanan: nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan)
Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma)
2) Sistem vaskuler
Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam berikutnya
Tensi diawasi tiap 8 jam

Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah


Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital, idiopatik
trombositopeni purpura.
3) Sistem Reproduksi
Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8 jam selama 3
hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya
Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau
Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada
jahitannya yang lepas
Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan (sub
involusi)
Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan
lain-lain
4) Traktur gastro intestinal. Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi
5) Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir
3.
a.
b.
c.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan gangguan pembentukan sel darah putih.
Resiko terjadinya anemia berhubungan dengan efek dari perdarahan.
Resiko terjadinya syock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang terjadi secara terus
menerus.
d. Resiko terjadinya asidosis metabolik berhubungan dengan penurunan jumlah darah dalam
kapiler.
e. Self care defisit berhubungan dengan kelemahan fisik
4. Rencana Keperawatan
a. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan gangguan pembentukan sel darah putih.
Tujuan: Tidak terjadi infeksi selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Tidak ada tanda-tanda infeksi (tumor, ruborm kalor, dolor dan fungsiolaesa).
- Tanda-tanda vital dalam batas normal (tensi, suhu, nadi dan respirasi).
- Hasil pemeriksaan lab (DL) dalam batas normal.
Rencana:
1) Jelaskan kepada klien tentang tanda-tanda terjadinya infeksi.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
2) Observasi jumlah perdarahan.
R/ Perdarahan yang banyak menyebabkan pertahanan tubuh melemah akibat dari pengeluaran
leukosit yang berlebihan.
3) Motivasi klien untuk menjaga kebersihan diri.

R/ Lingkungan yang lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman yang
meningkatkan resiko terjadinya infeksi.
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotika.
R/ Antibiotika yang spesifik dapat membantu untuk mencegah pertumbuhan kuman yang lebh
progresif.
5) Observasi tanda-tanda infeksi dan TTV (tensi, suhu, nadi dan pernafasan).
R/ Peningkatan TTV dapat mencerminkan terjadinya infeksi.
b. Resiko terjadinya anemia berhubungan dengan efek dari perdarahan.
Tujuan: Tidak terjadi anemia selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Hb > 10 gr %.
- Konjungtiva tidak anemis.
- Mukosa tidak pucat.
Rencana:
1) Identifikasi pengetahuan pasien tentang anemia dan jelaskan penyebab dari anemia.
R/ Pengetahuan yang cukup memudahkan pasien untuk kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
2) Anjurkan pada pasien untuk tirah baring.
R/ Aktivitas yang sedikit akan mengurangi metabolisme sehingga beban suplai oksigen ke jaringan
akan menjadi lebih baik.
3) Kolaborasi dalam pemberian nutrisi yang adekuat (Diet TKTP).
R/ Nutrisi merupakan bahan sebagai pembentuk Hb terutama zat besi.
4) Kolaborasi dengan dokter dalam:
- Pemberian koagulantia dan roburantia.
- Pemberian transfusi.
- Pemeriksaan DL secara berkala.
5) Observasi KU pasien, konjungtiva dan keluhan pasien.
c.

1)

2)
3)

Resiko terjadinya syock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang terjadi secara terus
menerus.
Tujuan: Tidak terjadi syok selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
Tidak terjadi penurunan kesadaran.
TTV dalam batas normal.
Turgor kulit baik.
Perfusi perifer baik (akral hangat, kering dan merah).
Cairan dalam tubuh balance.
Rencana:
Anjurkan pasien untuk lebih banyak minum.
R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intrvaskuler yang dapat meningkatkan
perfusi jaringan.
Observasi TTV tiap 4 jam.
R/ Perubahan TTV dapat merupakan indikator terjadinya dehidrasi secara dini.
Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi.
R/ Dehidrasi merupakan awal terjadinya syock bila dehidrasi tidak ditangan secara baik.

4) Observasi intake cairan dan output.


R/ Intake cairan yang adekuat dapat mengimbangi pengeluaran cairan yang berlebihan.
5) Kolaborasi dalam:
- Pemberian cairan infus atau transfusi.
- Pemberian koagulantia dan uterotonika.
- Pemesangan CVP.
- Pemeriksaan BJ Plasma.

d. Resiko terjadinya asidosis metabolik berhubungan dengan penurunan jumlah darah dalam
kapiler.
Tujuan: Tidak terjadi asidosis metabolik selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
- Hasil BGA dalam batas normal.
- TTV dalam batas normal.
Rencana:
1) Observasi TTV dalam batas normal.
R/ Perubahan TTV merupakan tanda awal deteksi dari terjadinya asidosis.
2) Anjurkan dan motivasi pasien untuk minum yang manis.
R/ Mengurangi pemecahan protein dan lemak yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
3) Kolaborasi dalam:
- Pemeriksaan BGA.
- Pemberian cairan intravena.
e.
1)

2)
3)

4)

Self care defisit berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan: Selama dalam masa perawatan kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi dengan kriteria:
Klien terlihat tidak kotor, tidak bau, tampak segar
Klien mengungkapkan dapat memenuhi perawatan dirinya
Rencana:
Jelaskan pada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan diri.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan perawatan
yang dilakukan.
Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi (makan dan minum).
R/ Kelemahan tubuh mengharuskan klien memenuhi kebutuhan dengan bantuan orang lain.
Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan kebersihan diri.
R/ Kelemahan tubuh yang terjadi dapat mengakibatkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
kebersihan perseorangan.
Observasi pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari.
R/ Peningkatan kemampuan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dapat mencerminkan
berkurangnya kelemahan tubuh.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah
anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah
perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta
lahir (Mochtar, 1990)
Klien yang mengalami perdarahan post partum akan berrisiko kekurangan cairan, anemia
hingga sepsis, hingga infeksi sehingga mengganggu proses pada masa nifas pada klien tersebut.
Komplikasi perdarahan post partum primer yang paling berat yaitu syok hipovolemik.
Bila terjadi syok yang berat dan pasien selamat, dapat terjadi komplikasi lanjutan yaitu anemia
dan infeksi dalam masa nifas. Infeksi dalam keadaan anemia bisa berlangsung berat sampai
sepsis. Pada perdarahan yang disertai oleh pembekuan intravaskuler merata dapat terjadi
kegagalan fungsi organ organ seperti gagal ginjal mendadak.(Chalik, 2000) dikutip
dari (Anonim, 2013)
B. Saran
Ibu hamil ataupun yang akan melahirkan sebaiknya menyiapkan kondisi fisik maupun
psikologinya sehingga saat melahirkan kemungkinan untuk mengalami perdarahan post partum
berpersentasi kecil, dapat dilakukan seperti pola atau hidup yang baik hingga asupan makanan
yang adekuat untuk proses persalinan sehingga kalaupun terjadi perdarahan si ibu masin banyak
mempunyai cadangan fe yang cukup untuk meregenarasi sel darah merah maupun hemoglobin
yang di dalam tubuhnya.

DAFTAR PUSTAKA
Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. 1982. Obstetri
Patologi. Penerbit & Percetakan Elstar Offset: Bandung.
Mochtar, Rustam. 1990. Sinopsis Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta
Anonim. Tinjauan
Teori
Perdarahan
Post
Partum. 6
Maret
2014.http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/127/jtptunimus-gdl-umarohchay-6305-2-babii.pdf
Indri
Rohmawati. Perdarahan
post
partum
dan
penanganannya. 23
Januari
2013.http://indrirohmawati.blogspot.com/2013/01/pendarahan-postpartum-danpenanganannya.html
Nova Juliyanti. Askep Pada Post Partum dengan Komplikasi Perdarahan, Infeksi dan Baby Blues. 14
Juni 2013.http://njuliyanti.blogspot.com/2013/04/askep-pada-post-partum-dengan.html

You might also like