You are on page 1of 31

TUGAS MAKALAH

Ca Mammae
diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan co-assisten
SMF Radiologi RSUP Dr. Sardjito, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada

Disusun oleh:
MUHAMMAD YUSUF ZAWIR BIN ABD RAHIM
10/304766/KU/14169

PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN


SMF RADIOLOGI
RSUP Dr. SARDJITO
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2014

DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN

DAFTAR ISI

ii

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Payudara

B. Karsinoma Mammae

2.1. Etiologi, Faktor Resiko dan Patofisiologi

2.2. Manifestasi Klinis

2.3. Klasifikasi

C. Mammografi

10

3.1. Indikasi Pemeriksaan Mamografi

10

3.2. Tehnik Pembuatan Mamografi

11

3.3. Pembacaan Mamografi

13

3.4. Gambaran Normal Mamogram

15

3.5. Gambaran Kelainan Payudara

18

3.5.1. Kelainan Jinak

18

3.5.2. Kelainan Ganas

22

BAB III KESIMPULAN

28

DAFTAR PUSTAKA

29

ii

BAB I
PENDAHULUAN

Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum terjadi pada wanita baik di negara
maju maupun negara berkembang, meliputi 16% dari semua kanker yang diderita oleh wanita.
Pada tahun 2004, 519.000 wanita meninggal karena kanker payudara, dan meskipun kanker
payudara dianggap sebagai penyakit negara maju, mayoritas (69%) dari semua kematian akibat
kanker

payudara

terjadi

di

negara

berkembang

(WHO,

2004).

Dari 600.000 kasus kanker payudara baru yang didiagnosis setiap tahunnya sebanyak 350.000
diantaranya ditemukan di negara maju, sedangkan sisanya ditemukan di negara yang sedang
berkembang.
Seorang wanita yang hidup hingga usia 90 tahun memiliki satu dari delapan kemungkinan
menderita kanker payudara. Pada tahun 2007 diperkirakan 178.480 perempuan didiagnosa
menderita kanker payudara invasif, 62.030 dengan karsinoma in situ, dan lebih dari 40.000
wanita meninggal karena penyakit ini.
Survival rates kanker payudara sangat bervariasi di seluruh dunia, mulai dari 80% atau
lebih di Amerika Utara, Swedia dan Jepang menjadi sekitar 60% di negara-negara
berpenghasilan menengah dan di bawah 40% di negara-negara berpenghasilan rendah
(Coleman et al., 2008). Tingkat kelangsungan hidup yang rendah di negara-negara kurang
berkembang dapat dijelaskan oleh kurangnya program deteksi dini, sehingga proporsi
perempuan dengan penyakit stadium akhir menjadi tinggi.
Pada tahun 2000 insiden kanker payudara di Indonesia berdasarkan ASR adalah sebesar
20,6 (20,6 per 100.000 penduduk) dengan mortalitas sebesar 10,1 (10,1 per 100.000 penduduk)
atau se banyak 10.753 orang. Sedangkan pada tahun 2005 mortalitas akibat kanker payudara
menurut ASR adalah sebesar 10,9 per 100.000 penduduk dengan jumlah kematian sebanyak
12.352 orang. Kanker payudara merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting,
karena morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi
Insiden kanker payudara meningkat di negara-negara berkembang termasuk Indonesia
karena meningkatnya angka harapan hidup, peningkatan urbanisasi dan adopsi gaya hidup
Barat. Meskipun beberapa pengurangan risiko mungkin dicapai dengan pencegahan, strategi
ini tidak dapat menghilangkan sebagian besar kanker payudara yang berkembang di negara
berpenghasilan rendah dan menengah di mana kanker payudara didiagnosis pada tahap sangat
1

terlambat. Oleh karena itu, deteksi dini untuk meningkatkan outcome kanker payudara dan
kelangsungan hidup tetap menjadi landasan pengendalian kanker payudara.
Mammografi merupakan pemeriksaan radiologis khusus menggunakan sinar X dosis
rendah untuk mendeteksi secara dini keganasan pada payudara, bahkan sebelum adanya
perubahan yang terlihat pada payudara atau benjolan yang dirasakan pasien. Mammografi
dianggap sebagai senjata yang paling efektif untuk mengidentifikasi dan mendeteksi adanya
kanker pada payudara, hal ini disebabkan tingkat akurasi yang mencapai hampir 80%-90% dari
semua kasus kanker payudara. Mammografi tidak mencegah atau bahkan mengobati, namun
dapat mengurangi resiko terjadinya kematian dengan mengidentifikasi keberadaan tumor pada
jaringan payudara dalam tingkat yang masih dapat ditangani dengan lebih mudah.
Sebelum tahun 1980, dimana pencitraan payudara belum banyak digunakan, pengobatan
untuk kanker payudara dimulai pada tahap akhir dari penyakit dibandingkan dengan sekarang.
Pencitraan Payudara telah meningkatkan deteksi tumor yang lebih kecil dari yang ditemukan
pada pemeriksaan payudara secara klinis dan telah memungkinkan pasien untuk menghindari
operasi yang tidak perlu. Selain itu, manfaat kedua diagnosis dini adalah bahwa pasien dengan
kanker payudara dapat diberikan lebih banyak pilihan pengobatan,seperti lumpectomy dengan
terapi radiasi yang merupakan pilihan dibandingkan mastektomi pada pasien tertentu.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Anatomi Payudara
Payudara terletak pada bagian anterior dinding thorax, mulai dari costae 2 atau 3 sampai

costae 6 atau 7, terletak diatas otot pektoralis mayor, otos pektoralis minor dan sebagian dari
otot seratus anterior dan otot eksternus abdominal obliqua. Batas medial dari payudara
menempati margo lateral dari sternum dan batas lateral dari payudara mengikuti garis anterior
dari axila. Prosesus aksilaris dari payudara memanjang ke arah atas dan lateral menuju aksila
dimana berhubungan dengan pembuluh darah aksila. Bagian payudara ini secara klinis
signifikan karena tingginya insidens kanker payudara dalam drainase limfatik prosesus
aksilaris.

Gambar 1.1. Anatomi Payudara

Gambar 1.2. Lobulus dan Duktus Laktiferus


Payudara berbentuk kerucut, simetris, serta bervariasi dalam bentuk dan ukurannya yang
dipengaruhi oleh genetik, umur, persentase lemak tubuh dan kehamilan. Payudara terdiri dari
papila, areola, kulit, lemak subkutis, jaringan parenkim dan jaringan ikat. Tiap payudara terdiri
dari 15 sampai 20 lobus yang dipisahkan oleh jaringan lemak yang bervariasi jumlahnya.
Jumlah jaringan lemak tersebut menentukan ukutan dan bentuk dari payudara. Setiap lobus
dibagi menjadi lobulus yang berisi glandula mammae yang merupakan modifikasi dari kelenjar
keringat. Diantara lobulus terdapat jaringan ikat yang disebut ligamentum Cooper yang
memberi rangka untuk payudara. Tiap lobulus terdiri atas sejumlah asinus, atau kelenjar yang
berada didalam jaringan ikat longgar dan berhubungan dengan duktus intralobularis. Tiap
asinus tersusun atas dua tipe sel yaitu epitel dan mioepitel. Sel epitel merupakan sel sekresi.
Sel epitel dikelilingi oleh sel mioepitel yang mengandung protein kontraktil yang mempunyai
fungsi mekanik. Glandula mammae mensekresikan susu ke duktus mammaria yang bermuara
ke duktus laktiferus. Lumen setiap duktus laktiferus meluas didekat puting membentuk sinus
laktiferus. Puting payudara merupakan proyeksi silindris dari payudara yang mengandung
jaringan erektil. Puting dikelilingi oleh areola yang berbentuk sirkular dan berpigmen.
Permukaan areola tampak tidak rata karena terdapat kelenjar keringan yang letaknya dekat
dengan permukaan.

B. Karsinoma Mamae
Karsinoma mammae merupakan proliferasi malignan dari sel epitel yang melapisi duktus
atau lobulus payudara, yang dapat disebabkan akibat interaksi dari faktor genetik dan
lingkungan yang menyebabkan akumulasi progresif dari perubahan genetik dan epigenetik dari
sel kanker payudara.
Di dunia, kanker payudara merupakan kanker tersering yang terjadi pada wanita dan
merupakan penyebab utama kematian pada wanita.
Pada tahap awal, kanker payudara biasanya tidak menimbulkan gejala. Kanker payudara
sering kali terdeteksi pertama kali sebagai abnormalitas pada pemeriksaan mamogram sebelum
timbul keluhan pada pasien. Pendekatan umum untuk evaluasi kanker payudara telah
diformulasikan sebagai tiga penilaian yaitu: pemeriksaan klinis, pencitraan (mamografi
dan/atau ultrasonografi) dan biopsi jarum.

2.1. Etiologi, Faktor Resiko dan Patofisiologi


Karsinoma invasif tumbuh melalui alterasi molekular pada level selular yang
menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan penyebaran dari sel epitel payudara yang tidak
terkontrol.
Berbagai studi epidemiologi telah mengidentifikasi banyak faktor resiko yang
meningkatkan kemungkinan seorang wanita terkena kanker payudara. Kesamaan dari beberapa
faktor resiko tersebut adalah efeknya pada kadar dan durasi pajanan terhadap estrogen endogen.
Faktor resiko tersebut antara lain adalah:

Menarche dini, nuliparitas, menopause lama yang meningkatkan lama pajanan


terhadap estrogen pada wanita premenopause

Obesitas dan hormon replacement therapy yang meningkatkan pajanan estrogen pada
wanita postmenopause. Peningkatan resiko pada wanita obes mungkin disebabkan
karena konversi lemak menjadi estrogen.

Pajanan hormonal meningkatkan jumlah target sel potensial dengan menstimulasi


pertumbuhan payudara selama pubertas, siklus menstruasi dan kehamilan. Pajanan hormonal
juga merangsang proliferasi sel yang meningkatkan resiko terjadinya kerusakan dna. Setelah
sel prakanker atau sel kanker hadir, hormon estrogen dapat menstimulasi pertumbuhan mereka,

termasuk pertumbuhan normal sel epitel dan sel stroma yang dapat membantu pertumbuhan
sel kanker.
Estrogen juga memiliki peranan langsung dalam karsinogenesis. Metabolit dari estrogen
dapat menyebabkan mutasi dan menghasilkan radikal bebas yang menyebabkan kerusakan dna
pada sel. Selain itu, varian gen dalam sintesis estrogen dan metabolitnya dapat meningkatkan
resiko terjadinya kanker payudara. Varian tersebut analog dengan alel sitokrom p-450 yang
mengganggu metabolisme tamoxifen
Selain faktor resiko diatas, riwayat keluarga juga merupakan salah satu faktor resiko
terjadinya kanker payudara. Memiliki hubungan keluarga derajat pertama dengan penderita
kanker payudara merupakan salah satu resiko terjadinya kanker payudara.

Resiko terkena kanker payudara meningkat 4x lipat bila memiliki ibu atau saudara
perempuan dengan kanker payudara.

Resiko menjadi 5x lipat lebih besar bila memiliki 2 atau lebih keluarga derajat pertama
dengan kanker payudara.

Riwayat keluarga dengan kanker ovarium pada keluaga derajat pertama, terutama jika
terjadi sebelum umur 50 tahun juga meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara.

Walaupun 20-30% wanita dengan kanker payudara memiliki paling tidak 1 keluarga
dengan riwayat kanker payudara, hanya 5-10% wanita dengan kanker payudara memiliki
predisposisi herediter yang teridentifikasi. BRCA1 dan BRCA2 bertanggungjawab terhadap 38% kasus kanker payudara dan 15-20% kasus keluarga.
Mutasi gen BRCA1 pada kromosom 17 dan BRCA2 pada kromosom 13,
bertanggungjawab terhadap mayoritas dominan autosomal kanker payudara. Kedua gen
tersebut diduga merupakan gen tumor supresor yang mempertahankan integritas DNA dan
regulasi transkripsional.
Mutasi BRCA1, paling sering terjadi pada wanita ashkenazi jewish (8,3%), diikuti oleh
wanita hispanik (3,5%), wanita berkulit putih non-hispanik (2,2%), wanita kulit hitam (1,3%)
dan wanita asia (0,5%). Wanita yang memiliki mutasi gen BRCA1 atau BRCA2 memiliki
resiko dengan estimasi sebesar 50-80% terkena kanker payudara.

2.2. Manifestasi Klinis


Kebanyakan kanker payudara pada stadium awal tidak menimbulkan gejala, terlebih lagi
jika ditemukan melalui skrining mamogram. Tumor yang besar dapat bermanifestasi sebagai
massa yang tidak nyeri. Nyeri bukanlah gejala yang biasa terjadi pada kanker payudara. Hanya
5% dari pasien dengan keganasan payudara mengalami rasa nyeri.
Tanda dan gejala yang mengindikasikan kemungkinan terjadinya kanker payudara antara
lain adalah:

Benjolan pada payudara

Perubahan bentuk dan ukuran payudara

Perubahan dan retraksi kulit (penebalan, pembengkakan, kemerahan)

Perubahan dan abnormalitas puting (ulkus, retraksi, discharge)

Pembesaran kelenjar getah bening pada ketiak

2.3. Klasifikasi
Lebih dari 95% dari keganasan payudara merupakan adenokarsinoma yang terbagi
menjadi karsinoma insitu dan karsinoma invasif. Karsinoma in situ merupakan proliferasi
neoplastik yang terbatas pada membran basalis duktus dan lobulus, sedangkan karsinoma
invasif telah menembus membran basalis hingga ke stroma. Pada karsinoma invasif, sel-sel
ganas berpotensi untuk menginvasi struktur vaskular hingga mencapai nodus limfe regional
dan menyebar ke tempat lain.
2.3.1. Karsinoma In Situ
a. Karsinoma Intraduktus In Situ
Merupakan 15-30% karsinoma payudara pada populasi yang terskrining dengan baik.
Hampir setengah keganasan payudara yang terdeteksi dengan mamografi merupakan
karsinoma intraduktal. Sebagian besar karsinoma intraduktal terdeteksi dengan
ditemukannya kalsifikasi pada mamografi. Selain itu, juga dapat terlihat fibrosis
periduktus yang mengelilingi karsinoma intraduktus walaupun jarang terjadi. Terkadang,
karsinoma intraduktus juga menyebabkan keluarnya discharge dari puting payudara.
Karsinoma intraduktus terdiri dari populasi sel klonal ganas yang terbatas pada
membran basalis duktus dan lobulus. Sel-sel mioepitelial tetap ada, walaupun dapat

berkurang jumlahnya. Karsinoma intraduktus dapat menyebar melalui duktus dan lobulus
dan menyebabkan lesi yang ekstensif dan melibatkan seluruh bagian payudara.

b. Karsinoma Lobular In Situ


Karsinoma lobular in situ terjadi pada 1-6% karsinoma payudara dan tidak
menyebabkan kalsifikasi maupun reaksi stroma sehingga tidak terlihat gambaran
perubahan densitas pada mamografi. Oleh karena itu, karsinoma lobular in situ biasanya
terdeteksi melalui pemeriksaan biopsi.

2.3.2. Karsinoma Invasif


Karsinoma invasif hampir selalu menimbukan massa yang dapat diraba yang terjadi akibat
metastasis dari kelenjar getah bening aksila pada 50% pasien. Keganasan yang lebih besar
dapat terfiksasi pada dinding dada atau menyebabkan retraksi kulit payudara. Jika keganasan
terjadi pada bagian sentral dari payudara, dapat menyebabkan terjadinya retraksi puting
payudara. Saluran limfatik juga dapat terlibat sehingga dapat menghambat drainase dari kulit
dan menyebabkan limfeedema dan penebalan dari kulit. Pada kasus tersebut, penarikan kulit
oleh ligamentum cooper menyebabkan tampilan kulit seperti kulit jeruk.
Pada wanita yang lebih tua yang menjalani mamografi, karsinoma invasif sering terlihat
sebagai massa radiodense. Kurang dari 20% pasien mengalami metastasis ke kelenjar getah
bening.
Karsinoma inflamasi merupakan istilah untuk tumor yang disertai dengan payudara eritem
dan bengkak yang disebabkan karena invasi ekstensif dan obstruksi limfatik kulit oleh sel
tumor. Keganasan yang mendasari biasanya difus infiltratif dan tidak membentuk massa yang
dapat diraba.
Terkadang keganasan payudara terlihat sebagai metastasis pada kelenjar getah bening
aksila maupun metastasis di tempat lain sebelum terdeteksi pada payudara itu sendiri.
a. Karsinoma Duktus Invasif
Karsinoma duktus invasif merupakan 70-80% karsinoma invasif
b. Karsinoma Lobular Invasif
Biasanya bermanifestasi sebagai massa yang dapat diraba dan perubahan densitas
pada mamografi dengan batas ireguler. Namun, pada kasus, tumor menginfiltrasi
jaringan secara difus sehingga sulit terdeteksi dengan palpasi dan hanya menyebabkan
sedikit perubahan pada pemeriksaan mamografi.

c. Karsinoma Medularis
Merupakan karsinoma yang paling sering terjadi pada wanita berusia sekitar 60 tahun
dan bermanifestasi sebagai massa berbatas tegas. Karsinoma ini dapat menyerupai lesi
jinak secara klinis dan radiologis, dan dapat juga bermanifestasi sebagai massa yang
tumbuh dengan cepat.
d. Karsinoma Mucinous (Colloid)
Karsinoma mucinous terjadi pada wanita dengan usia rata-rata 71 tahun dan biasanya
tumbuh dengan lambat selama bertahun-tahun.
e. Karsinoma Tubular
Biasanya terdeteksi sebagai gambaran densitas mamografi yang kecil dan ireguler pada
wanita berusia 40an.
f. Karsinoma Invasif Papiler
Jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari seluruh karsinoma invasif
g. Karsinoma Metaplastik
Terdiri dari beberapa tipe jarang karsinoma payudara (<1% kasus) seperti karsinoma
yang mempoduksi matrix, karsinoma sel skuamosa, dan karsinoma dengan komponen sel
spindle yang menonjol.

C.

Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan radiologis khusus pada payudara menggunakan

sinar X dosis rendah. Pemeriksaan mamografi pada pasien tanpa gejala disebut dengan
mamografi skrining, sedangkan pemeriksaan pada pasien dengan tanda dan gejala kanker
payudara disebut dengan mamografi diagnostik.
Penggunaan mamografi dalam prosedur diagnostik akan memperoleh nilai ketepatan
diagnostik sebesar 94%. Bila mamografi dan ultrasonografi dipakai bersama dalam prosedur
diagnostik, akan meningkatkan nilai ketepatan diagnostik menjadi 97%.
Mamografi lebih berperan pada payudara yang mempunyai jaringan lemak lebih dominan
dari jaringan fibroglandular yang biasanya ditemukan pada wanita dewasa diatas 40 tahun
dimana kekerapan kejadian keganasan payudara meningkat pada usia tersebut. Peranan
mamografi berkurang pada payudara yang memiliki jaringan fibroglandular yang lebih padat
dimana keadaan biasanya ditemukan pada wanita muda dibawah 30 tahun.
Pada mamografi dapat dibedakan kepadatan jaringan tumor dengan jaringan sekitarnya,
hal ini disebabkan karena absorpsi sinar X oleh jaringan tumor akan lebih banyak daripada
jaringan sekitarnya.

3.1. Indikasi Pemeriksaan Mamografi


Indikasi pemeriksaan skrining mamografi antara lain adalah:

Mencari tanda keganasan yang tersembunyi pada pasien wanita asimptomatis berusia
50 tahun atau lebih,

Mencari tanda keganasan pada pasien wanita asimtomatis berusia 35 tahun atau lebih
yang memiliki resiko tinggi terkena kanker payudara yaitu:
o Pasien dengan keluarga derajat pertama terdiagnosa kanker payudara
premenopause
o Pasien dengan faktor resiko histologis yang ditemukan saat prosedur
pembedahan seperti hyperplasia ductus atipikal.

Sedangkan indikasi pemeriksaan diagnostik mamografi adalah:

Terdapatnya benjolan pada payudara atau tanda dan gejala keganasan seperti kulit
payudara berkerut, retraksi puting, dan keluarnya discharge dari payudara
10

Hasil pemeriksaan skrining mamografi yang abnormal

Pasien dengan riwayat resiko tinggi untuk keganasan payudara

Pembesaran kelenjar aksiler yang meragukan

Adanya metastasis tanpa diketahui asal tumor primer

3.2. Tehnik Pembuatan Mamografi


Pemeriksaan standar untuk wanita baik diagnostik mamografi maupun skrining mamografi
terdiri dari proyeksi medio-lateral (MLO) dan kranio-kaudal (CC) untuk setiap payudara.

Gambar 3.2.1. A) Proyeksi Kraniokaudal B) Proyeksi Mediolateral

Pada proyeksi CC standar, sinar X-ray diarahkan dari atas ke inferior. Posisi ini dicapai
dengan menarik payudara ke atas dan ke depan menjauh dari dinding dada, dengan kompresi
diterapkan dari atas. Kompresi yang dilakukan pada pemeriksaan mamografi memberikan
imobilisasi payudara selama eksposure dan dispersi dari bayangan jaringan payudara, sehingga
memungkinkan pemisahan visual yang lebih baik dari struktur payudara. Pada proyeksi CC
hampir semua bagian payudara tercakup kecuali bagian lateralnya. Proyeksi CC dengan posisi
yang baik menunjukkan bagian subareolar, medial dan lateral dari payudara. Otot pektoralis
mayor terletak di tengah film CC pada sekitar 30% dari individu.
Pada proyeksi MLO, sinar X-ray diarahkan dari superomedial ke inferolateral, pada sudut
30-60o, dengan kompresi yang diterapkan miring di dinding dada, tegak lurus dengan sumbu
11

panjang dari otot pektoralis mayor. Proyeksi MLO sangat penting karena merupakan satusatunya proyeksi yang dapat menunjukkan gambaran seluruh jaringan payudara. Proyeksi
MLO dengan posisi yang adekuat menunjukkan profil puting susu, permukaan anterior otot
pektoralis terlihat sejajar sampai puting, lipatan kulit inframmary harus terlihat, payudara harus
terangkat dengan baik dan terkompresi dengan baik sehingga jaringan payudara tersebar
dengan rata diantara piringan kompresi dan film.

a. Profil puting
b. Otot pektoralis mayor terlihat
sejajar sampai puting
c. Lipatan inframamary terlihat
d. Jaringan glandular terlihat
terkompresi dengan rata

Gambar 3.2.2 Posisi Adekuat untuk Proyeksi Mediolateral

Gambar 3.2.3. Gambaran Normal Mamografi Proyeksi A) Kraniokaudal B) Mediolateral


Untuk menampilkan jaringan pada bagian posterolateral payudara, dibutuhkan proyeksi
kraniokaudal tambahan dengan merotasi pasien kearah medial sehingga bagian lateral
12

payudara dan axillary tail dapat terlihat. Sebaliknya, jika ingin menampilkan jaringan pada
bagian posteromedial, dibutuhkan proyeksi kraniokaudal tambahan dengan merotasi pasien ke
arah lateral.
Proyeksi dengan pembesaran (magnifikasi) paling sering dilakukan untuk memeriksa area
mikrokalsifikasi dalam payudara, untuk menentukan ciri dan menetapkan luas dari kalsifikasi
tersebut. Proyeksi dengan magnifikasi biasanya dilakukan dalam proyeksi kraniokaudal dan
lateral.
Proyeksi dengan kompresi lokal diperoleh dengan menggunakan alat kompresi kecil dan
dapat digunakan bersamaan dengan magnifikasi. Proyeksi ini digunakan untuk membedakan
lesi nyata dari superimposisi jringan normal dan untuk menentukan batas dari massa.

Gambar 3.2.4 Proyeksi dengan kompresi lokal


3.3. Pembacaan Mamografi
Mammogram harus dilihat dalam kondisi pencahayaan yang optimal. Film-film harus
diperiksa apakah identifikasi label benar dan dinilai kualitas radiografi apakah optimal untuk
dilakukan penilaian. Mamografi payudara kiri dan kanan diletakkan berdampingan (back-toback) agar dapat dibandingkan. Penilaian yang dilakukan terdiri dari kesimetrisan payudara,
ukuran, densitas, dan distribusi glandular. Selanjutnya dilakukan penilaian sistematis untuk
tanda-tanda mammografi abnormal seperti massa, perubahan densitas, kalsifikasi, dan distorsi
arsitektural.
Evaluasi dari gambaran lesi pada mamogram harus terdiri dari tepi, bentuk, densitas, lokasi
dan jumlah massa. Yang paling penting dari penilaian ini adalah tepi. Proyeksi magnifikasi
dapat digunakan untuk mengoptimalkan evaluasi dari margin suatu lesi. Ada 5 kategori dari
gambaran tepi suatu masa yaitu:

13

Berbatas tegas atau sirkumsrip (biasanya lesi jinak)

Mikrolobular

Batas kabur (biasanya dikarenakan terhalang jaringan payudara yang berdekatan)

Batas tidak jelas (kemungkinan infiltrat)

Berspikula (biasanya suatu keganasan)

Bentuk dari lesi bermacam-macam, mulai dari bulat, oval hingga ireguler atau terjadi
distorsi arsitektural. Densitas dari suatu massa juga dapat membedakan lesi jinak maupun
ganas. Biasanya jika suatu massa berdensitas rendah, menunjukkan bahwa massa tersebut
mengandung lemak, dan cendrung jinak (kista atau hamartoma), walaupun kemungkinan dari
terjadinya liposarcoma yang sangat jarang terjadi harus dipikirkan. Namun, tanda-tanda ini
tidak begitu berarti pada wanita dengan payudara yang besar yang memiliki massa sangat kecil,
yang dapat terlihat sebagai massa berdensitas rendah padahal merupakan suatu keganasan.
Lesi pada kulit dan kista sebaseosa terletak pada jaringan subkutan. Kelenjar getah bening
payudara biasanya terletak di upper outer quadrant namun dapat juga terletak di lokasi lain
walaupun sangat jarang. Kecurigaan harus diberikan pada massa yang terletak dibagian medial,
karna bagian payudara ini memiki jaringan lemak yg lebih banyak, sehingga suatu area densitas
pada bagian ini bukanlah suatu jaringan fibroglandular dan harus dicurigai sebagai suatu
keganasan. Jumlah lesi yang multiple biasanya menunjukkan massa yang jinak (kista,
fibroadenoma). Namun, karsinoma multifokal juga dapat terjadi dan suatu metastasis juga
harus dipikirkan.

3.4. Gambaran Normal Mamogram


3.4.1. Parenkim
Jaringan fibroglandular payudara terlihat sebagai gambaran opak tidak jelas dengan
densitas medium dan ukuran bervariasi (>1mm). Densitas jaringan fibroglandular pada
mammogram sangat bervariasi. Pada wanita muda biasanya jaringan fibroglanduler sangat
padat, sedangkan dengan bertambahnya umur maka parenkim akan lebih banyak mengandung
jaringan lemak.

14

Gambar 3.4.1. Parenkim Payudara A) Dominasi jaringan lemak B) Dominasi jaringan


fibroglandular
Pada tahun 1976, Wolfe mengajukan pola parenkim mamogram sebagai indikator resiko
kanker payudara. Klasifikasi gambaran mamografi payudara menurut Wolfe terbagi menjadi
empat pola yaitu:

N1 pola mengacu pada payudara dengan jaringan lemak berproporsi tinggi, sedikit
peningkatan densitas dan tidak tampak bayangan duktus.

DY pola mengacu pada jaringan payudara yang sangat padat, dengan jaringan
kelenjar yang lebih dominan dan disebut dengan dysplastic breast

P1 mengacu pada payudara didominasi jaringan lemak dengan jaringan kelenjar


terlihat di bagian anterior >25% volume payudara.

P2 mengacu pada payudara dengan pola jaringan kelenjar lebih dominan terlihat
>25% volume payudara

Resiko terkena kanker payudara berhubungan dengan pola wolfe ditemukan rendah pada
pola NI dan P1 dan tinggi pada pola P2 dan DY.
Tabar (1997) mengklasifikasikan gambaran mamogram menjadi 5 pola berdasarkan
proporsi dari densitas nodular, linear, jaringan fibroglandular dan jaringan lemak, yaitu:

I : Proporsi seimbang dari seluruh komponen payudara dengan sedikit predominasi


dari jaringan fibroglandular.

II : Predominasi dari jaringan lemak

III : Predominasi dari jaringan lemak dengan jaringan fibroglandular residual


retroareolar
15

IV : Predominasi densitas nodular

V : Predominasi jaringan fibroglandular

Gambar 3.4.2. Pola I-V berdasarkan klasifikasi Tabar


Pola I, II, III dianggap sebagai resiko rendah keganasan payudara sedangkan pola IV dan
V dianggap sebagai resiko tinggi terjadinya keganasan payudara
3.4.2. Jaringan Ikat
Struktur trabekular yang merupakan kondensasi dari jaringan ikat, terlihat sebagai linea
opasitas tipis (< 1 mm) dengan densitas medium hingga tinggi. Ligamentum Cooper
merupakan jaringan penyokong payudara yang memberikan karakteristik bentuk pada
payudara, terlihat sebagai garis berlekuk di sekitar lobulus lemak sepanjang permukaan kulit
parenkim di setiap payudara.
3.4.3. Lemak
Payudara disusun oleh lemak dalam jumlah yang besar, yang terlihat sebagai gambaran
lusen pada mamogram. Lemak terdistribusi pada lapisan subkutan, diantara jaringan parenkim,
dan di lapisan retromammary disebelah anterior otot pektoralis.
3.4.4. Nodus Limfe
Nodus limfe ditemukan di aksila dan terkadang di payudara.
3.4.5. Vena
Vena terlihat melintasi payudara sebagai opasitas linear uniform, dengan diameter sekitar
1-5 mm

16

3.4.6. Arteri
Arteri terlihat sebagai densitas linear uniform yang tipis dan terlihat paling baik jika terjadi
kalsifikasi seperti pada pasien dengan atherosklerosis, diabetes atau penyakit ginjal.

Gambar 3.4.3. Gambaran Normal Proyeksi Mediolateral dan Sketsa Proyeksi Mediolateral

3.5. Gambaran Kelainan Payudara


3.5.1. Kelainan Jinak Payudara
Massa jinak di payudara biasanya berbentuk bulat, oval, atau berlobus dan berbatas tegas,
kecuali bila terjadi superposisi dengan jaringan fibroglanduler di sekitarnya. Gambaran halo
sign yang merupakan garis tipis radiolusens di sekitar massa sering dikaitkan dengan lesi jinak.
Gambaran lemak dalam massa juga menunjukkan lesi jinak. Kalsifikasi pada lesi jinak
ukurannya relatif besar dengan bentuk kurviliner, popcorn atau eggshell, dan jarang berupa
mikrokalsifikasi.

17

Gambar 3.5.1. Kalsifikasi Eggshell

Gambar 3.5.2. Kalsifikasi Popcorn

3.5.3. Kalsifikasi Kurvilinier


18

a. Kista
Kista merupakan massa berbatas tegas tersering yang teridentifikasi pada mamografi.
Kista tumbuh pada duktus lobularis terminal dan paling sering terjadi pada wanita usia 3050 tahun. Pada mamografi kista terlihat sebagai gambaran lesi dengan batas yang tegas
(terkadang disertai halo) berdensitas rendah, berdiameter 1-3 cm dan terkadang multiple
dan bilateral. Kalsifikasi dapat terjadi pada dinding kista. Diagnosis kista dapat
dikonfirmasi dengan ultrasound yang dapat membedakan kista dari lesi padat.

Gambar 3.5.4 Gambaran kista pada mamografi

b. Fibroadenoma
Fibroadenoma merupakan massa padat payudara yang paling sering di evaluasi pada
pemeriksaan pencitraan payudara. Fibroadenoma biasanya tunggal namun dapat juga
multiple dan biasanya terjadi pada wanita muda dengan insidens puncak pada usia 30-an.
Pada pemeriksaan mamografi, fibroadenoma terlihat sebagai massa berbatas tegas dengan
ukuran yang beragam. Dengan pertambahan usia, fibroadenoma dapat mengalami
kalsifikasi sehingga terlihat area kalsifikasi tebal dan kasar pada mamografi. Namun,
fibroadenoma juga dapat menunjukkan kalsifikasi halus dengan gambaran pleomorfism
yang dapat meningkatkkan kecurigaan pada keganasan.

19

Gambar 3.5.5. Fibroadenoma Dengan Kalsifikasi Ireguler dan Kasar

c. Tumor jinak
Tumor jinak terdiri dari papilloma intraduktus dan tumor phyllodes. Papilloma soliter
biasanya terjadi pada bagian retroareolar pada payudara dan dapat membentuk kalsifikasi
seperti mulberi. Lesi ini berbeda dengan palpiloma multipel yang terjadi di bagian perifer
payudara. papilloma soliter biasanya tidak memiliki potensi keganasan, sebaliknya
papilloma multiple memiliki potensi untuk menjadi keganasan. Tumor phyllodes
bervariasi dari jinak hingga ganas dan biasanya ditemukan pada dekade ke 5 dan 6. Pada
pemeriksaan mamografi, papilloma dan phyllodes tumor terlihat sebagai massa bulat atau
multilobular.

Gambar 3.5.6. Gambaran tumor phyllodes, massa berbatas tegas dan mulilobular A) Proyeksi
MLO B) Proyeksi CC dan C) Papilloma Multiple
20

d. Lipoma dan Hamartoma


Lipoma dan hamartoma (lipofibroadenoma) merupakan lesi yang mengandung lemak
yang pada mammografi terlihat sebagai gambaran massa lusen (lipoma) dan massa dengan
campuran radiolusen-radiodens dan tepi lusen (hamartoma). Hamartoma dapat mencapai
diamester hingga 10 cm.

Gambar 3.5.7. A) Gambaran massa lusen pada lipoma B) Hamartoma


3.5.2. Kelainan Ganas Payudara

Tanda keganasan pada mamogram dibagi menjadi 2 yaitu tanda primer dan tanda
sekunder. Tanda primer meliputi adanya massa dan kalsifikasi, sedangkan tanda sekunder
berupa penebalan dan retraksi kulit, areola, dan puting, perubahan arsitektur payudara,
gambaran duktus yang abnormal, perningkatan vaskularisasi dan limfadenopati.

3.5.2.1. Tanda Primer


a. Massa
Gambaran massa pada karsinoma payudara sangat bervariasi, cenderung berdensitas
tinggi dan biasanya di klasifikasikan dalam 3 kategori yaitu:
21

Stellata
Lesi stellata berhubungan dengan proliferasi jaringan fibrosa/jaringan ikat, bersifat

infiltratif dan disertai tanda sekunder berupa penebalan kulit, retraksi dan distorsi struktur
payudara dan kalsifikasi. Lesi stellata terdiri atas masa tumor jaringan lunak di sentral dan
spikula pada permukaan yang menyebar ke sekitarnya. Bagian sentral massa terlihat
radioopak tanpa disertai bagian-bagian yang lusens sedangkan spikulanya tipis, radioopak
dan menyebar ke segala arah terutama puting susu. Semakin besar tumor, akar spikula akan
semakin panjang disertai dengan kalsifikasi yang kasar.

Gambar 3.5.8 Gambaran massa berspikula pada karsinoma duktus infiltratif

Nodular
Massa nodular atau Knobby lebih bersifat seluler, tumbuh sangat cepat dan biasanya

berbentuk massa kecil-kecil yang saling tumpang tindih sehingga membentuk lesi yang
padat dengan gambaran radioopak dengan batas tak tegas. Lesi ini dapat membentuk
gambaran spikula disertai penebalan dan retraksi kulit, juga dapat disertai kalisifikasi yang
bersifat malignan.

Berbatas tegas
Lesi radiopak berbatas tegas dapat berbentuk bulat, oval, atau berlobus-lobus dengan

batas tegas sebagian atau seluruhnya, kadang-kadang disertai halo sign. Halo sign
merupakan tanda patognoomonik untuk lesi jinak tetapi beberapa lesi ganas seperti
22

karsinoma papiler, meduler dan mucinous, sarkoma, limfoma, leukimia, mieloma,


metastasis juga sering disertai halo sign.

Gambar 3.5.9 Karsinoma Intrakistik Non-invasif massa berbatas tegas dengan


mikrokalsifikasi ireguler

b. Kalsifikasi
Mikrokalsifikasi dengan berbagai bentuk (pleomorfik) dan berkelompok dengan atau
tanpa suatu massa merupakan tanda mamografi primer dari kanker payudara. Gambaran
kalsifikasi terlihat pada lebih dari setengah kanker payudara. Sekitar 1/3 dari kanker
payudara hanya bermanifestasi dengan gambaran kalsifikasi saja tanpa disertai dengan
massa. Tanda kalsifikasi malignan sangat bervariasi baik distribusi ukuran, bentuk, densitas
maupun jumlahnya. Bentuk kalsifikasi cendrung berkelompok, dengan jumlah dalam satu
kelompok sangat bervariasi, dapat tunggal maupun multiple. Letaknya dapat didalam
maupun di dekat massa dengan distribusi yang acak dan kadang-kadang sesuai dengan
gambaran duktus mammaria.
Ukuran kalsifikasi ganas biasanya lebih kecil dari kalsifikasi jinak dengan ukuran
sekitar 0,08 5 mm dan rata-rata ukuran < 0,2 mm. Bentuk kalsifikasi pada keganasan dapat
linier, bercabang-cabang, bulat, bersudut, atau granuler dengan batas kontur yang ireguler
dan densitasnya lebih rendah dari kalsifikasi jinak.

23

Kalsifikasi pada keganasan disebabkan karena abnormalitas dari jaringan. Kalsifikasi


dapat terjadi pada debris tumor yang telah mengalami nekrosis, dan bisa juga terjadi akibat
cairan sekresi yang mengalami stagnansi karena terjebak diantara sel-sel kanker.

Gambar 3.5.10. Bentuk-Bentuk Mikrokalsifikasi

Gambar 3.5.11. Kalsifikasi linear

24

Gambar 3.5.12. Mikrokalsifikasi Malignan Pleomorfik

Gambar 3.5.13. Mikrokalsifikasi Bercabang, Tidak Teratur, Linier Pada Karsinoma


Duktus In Situ
3.5.2.2. Tanda Sekunder
Timbulnya tanda sekunder pada keganasan payudara disebabkan karena adanya perubahan
dalam struktur payudara karena massa tumor. tanda sekunder tersebut antara lain:
a. Penebalan dan retraksi kulit
Retraksi kulit disebabkan oleh fibrosis dan pemendekkan ligamentum Cooper.
Ketebalan kulit payudara normal bervariasi antara 1,5-3 mm dan simetris bilateral dengan
bagian inframamaria biasanya lebih tebal. Penebalan kulit yang terlokalisasi biasanya
terletak dekat tumor dan menunjukkan fase lanjut dari keganasan.
b. Penebalan dan retraksi areola dan puting

25

Retraksi puting unilateral yang terjadi secara akut harus dicurigai sebagai keganasan.
Retraksi ini disebabkan oleh perubahan dan pemendekkan duktus retroareolar sebagai akibat
kanker retroareolar.
c. Perubahan arsitektur payudara / distorsi struktur
Distorsi struktur parenkim disebabkan karena peningkatan jaringan kolagen, periduktal
dan sarkoma sehingga menyebabkan perubahan abnormal ligamentum cooper dan duktus
mammaria. Pada payudara yang sangat padat seringkali distorsi struktur parenkim yang
merupakan satu-satunya kelainan yang ditemukan dan harus tampak pada dua proyeksi yang
berbeda.

Gambar 3.5.14. Distorsi Struktur Parenkim Akibat Sel Kanker Menarik Parenkim Ke Arah
Sel Kanker
d. Gambaran duktus abnormal
Keganasan menyebabkan pemendekkan, distorsi dan dilatasi duktus mamaria dengan
gambaran sebagian duktus-duktus yang menonjol dan berkelok-kelok atau pelebaran
tunggal dari duktus.
e. Peningkatan vaskularisasi
Terjadi peningkatan vaskularisasi baik dari segi ukuran maupun jumlah vena (1,5 kali
vena normal)
f. Limfadenopati
Peningkatan jumlah, densitas, dan ukuran kelenjar limfe aksilar menunjukkan adanya
karsinoma metastasis. Kelenjar limfa abnormal biasanya ovoid, dan tidak ada bayangan
lemaknya.
26

Gambar 3.5.14. Limfadenopati Aksilaris

27

BAB III
KESIMPULAN

Mamografi merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk menilai payudara.


Mamografi dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining pada wanita tanpa keluhan dan
pemerikaan diagnostik pada wanita dengan keluhan pada payudara dan wanita beresiko tinggi.
Mamografi merupakan pemeriksaan yang sensitif dan akurat dalam menemukan keganasan
payudara secara dini. Mamografi sebagai pemeriksaan skrining telah terbukti bermanfaat
dalam menurunkan angka mortalitas kanker payudara. Mamografi dapat mendeteksi tanda
keganasan pada payudara sebelum timbul suatu keluhan. Dengan deteksi dini, intervensi dapat
dilakukan dengan cepat dan prognosisnya pun semakin baik sehingga menurunkan angka
mortalitas kanker payudara.
Pada pemeriksaan mamografi dinilai kesimetrisan payudara, ukuran, densitas, dan
distribusi glandular. Bila terdapat suatu massa, dapat dinilai tepi, bentuk, densitas, lokasi dan
jumlahnya.
Lesi yang jinak biasanya menunjukkan gambaran massa bulat atau oval berbatas tegas
dengan halo sign dan kalsifikasi yang kasar dan besar seperti kalsifikasi eggshell, popcorn dan
kurvilinier. Sedangkan lesi ganas biasanya menunjukkan gambaran massa berspikula, bisa juga
berlobus bahkan berbatas tegas dengan mikrokalsifikasi linier dan pleomorfik. Selain itu pada
lesi ganas juga biasanya disertai dengan tanda-tanda sekunder seperti penebalan dan retraksi
kulit dan puting, distorsi struktur payudara, gambaran duktus abnormal, peningkatan
vaskularisasi dan limfadenopati.

28

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim.

Breast

cancer

prevention

and

control.

Available

from:

http://www.who.int/cancer/detection/breastcancer/en/index[cited 2011 May 23]


2. Coleman MP et al. Cancer survival in five continents: a worldwide population-based
study (CONCORD). Lancet Oncol 9 : 73056, 2008.
3. Anonim. Jika tidak dikendalikan 26 juta orang di dunia menderita kanker. Pusat
komunikasi publik, Sekretariat Jenderal Kementrian kesehatan RI. Available from:
http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/34-press-release/1060jika-tidak-dikendalikan-26-juta-orang-di-dunia-menderita-kanker-.pdf

[cited

2011

May 23]
4. Boyle

P,

Levin

B.

Word

cancer

report

2008.

Available

from

http://www.iarc.fr/en/publications/pdfs-online/wcr/2008/index.php [cited 2011 May


23]
5. Makes D : Mamografi payudara. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta.
Departemen Radiologi FK UI RSCM. 2005.
6. James JJ et al. The Breast in Womens Imaging. Grainger & Allison's Diagnostic
Radiology, 5th ed. Philadelpia. Churcill Livingstone. 2008.
7. Meschan I, Bertrand ML. Radiologi of the breast. Roentgen Signs in Diagnostic
Imaging second edition. Philadelpia. W.B Saunders Company. 1987:221-262.
8. Joseph N. Breast Mammography: Correlated Ultrasound, MRI, CT, and SPECTCT.2008. Available from : http://www.ceessentials.net/article40.html [cited 2011 May
23]
9. Brisson J, Diorio C, Masse B : Wolfes Parenchymal pattern and percentage of the
breast with mammographic densities: redundant or complementary classification?
Cancer Epidemiol Biomarkers 12:728-732, 2003.
10. Kerlikowske K et al: Longitudinal Measurement of Clinical Mammographic Breast
Density to Improve Estimation of Breast Cancer Risk. J Natl Cancer Inst 99: 386
95, 2007.
11. Steen VA, Tiggelen RV: Short History of Mammography: A Belgian Perspective. JBRBTR 90: 151-153, 2007.
12. Michell MJ. The breast in Textbook of Radiology and Imaging Volume II seventh
edition. Philadlpia : Churchill Livingstone. 2003: 1451-86.

29

You might also like