You are on page 1of 33

TATANAN TEKTONIK SUMATARA

Tugas ini Disusun untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia
yang di ampu oleh Danang Endarto, S.T, M.Si dan Drs. Wakino, M.S

Disusun Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.

LINTANG RONGGOWULAN
NURUL SULISTIYO PRIBADI
RINA WIDYANINGSIH
DIAN ADHETYA ARIF
NOVAL ARIZAL R DHI

K5408008
K5408042
K5408046
K5408026
K5408010

Program Studi Pendidikan Geografi


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
2010

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.
Sujud syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan dan
kesempatan sampai pada akhirnya makalah ini dapat terselesaikan, untuk
memenuhi nilai mata kuliah Geomorfologi Indonesia di Program Studi Geografi.
Banyak kendala dalam menyusun makalah ini, namun pada akhirnya
berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya kendala tersebut dapat teratasi
dengan baik. Untuk itu atas segala bantuannya disampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak Drs. Partoso Hadi, M.Si selaku Ketua Program Studi Geografi.
2. Bapak Danang Endarto, S.T, M.Si dan Bapak Drs. Wakino, M.S
selaku Dosen pengampu mata kuliah Geomorfologi Indonesia yang
telah berkenan memberikan bimbingan, arahan serta ilmu yang
bermanfaat selama mengikuti mata kuliah ini.
3. Rekan-rekan kuliah Program Studi Geografi dan para sumber yang
diambil dari Internet maupun dari buku.
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari
Allah SWT. Meskipun disadari, makalah ini jauh dari sempurna, namun
diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pengembangan
ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu geografi pada khususnya.
Wassalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh

Surakarta, Oktober 2010


Penulis

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tatanan geologi dam geomorfologi Indonesia merupakan bagian yang
sangat unik dan rumit. Hal ini dikarenakan Indonesia berada pada pertemuan
paling tidak tiga lempeng tektonik besar di dunia yaitu Lempeng Samudera
Pasifik, Lempeng Benua Australia-Lempeng Samudera India serta Lempeng
Benua Asia.
Hampir seluruh tatanan geologi dan geomorfologi Indonesia
mempunyai tatanan yang rumit. Begitu pula tatanan tektonik yang ada di
Pulau Sumatera. Keunikan dan keruwetan kondisi ini sudah diuraikan oleh
para peneliti terdahulu dengan berbagai pendekatan konsep tektonik klasik
atau fisis, yaitu konsep yang berpandangan bahwa terbentuknya geosinklin
sampai pegunungan terjadi pada tempat yang tetap.
Indonesia merupakan negara yang sarat akan potensi bencana yang
disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik. Ini merupakan dampak dari
wilayah Indonesia yang terletak di pertemuan dua jalur pegunungan aktif
terpanjang di dunia (Wardhana, 1998). Bagian Indonesia barat dilalui oleh
mediteran ring of fire-sirkum pegunungan mediterania, yang memanjang dari
laut mediteran diropa. Sedangkan di bagian timur merupakan ujung dari
pacific ring of fire-sirkum api pasifik, yang berasal dari pegunungan Rocky di
benua Amerika (Nungrat, 2001).
Kedua sirkum ini mengakibatkan munculnya sederet pegunungan di
pesisir oantai dan laut yang sampai saat ini masih berstatus aktif. Tercatat di
Indonesia terdapat sekitar 13 % gunung api aktif dari total gunung aktif di
dunia. Jumlah ini lebih banyak di banding gunung api di Amerika, Jepang,
Perancis, Italia dan negara lain. Saat ini terdapat 500 gunung api di Indonesia.
Sebanyak 129 diantaranya dikategorikan sebagai gunung api aktif yang
tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, NTT, Kepulauan Banda, Halmahera hingga
Sulawesi. (Museum Gunung Api Batur, 2009).

Negara Indonesia dikenal sebagai wilayah yang mempunyai tatanan


Geologi dan Geomorfologi yang unik dan rumit, Melalui makalah ini, kami
mencoba untuk memberikan beberapa pengetahuan tentang tatanan tektonik Pulau
Sumatera kepada siswa, agar para siswa dapat mengetahui sesuatu hal yang
mengakibatkan kenampakan-kenampakan topografi Pulau Sumatera.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Bagaimana kondisi geologi Pulau Sumatera
2. Fenomena Geotektonik di Sumatera
3. Perkembangan Struktur Sesar Sumatera (Eosen-Recent)
4. Dampaknya
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui kondisi geologi Pulau Sumatera

BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Tatanan Tektonik Indonesia
Pada 50 juta tahun yang lalu (Awal Eosen), setelah benua kecil India
bertubrukan dengan Himalaya, ujung tenggara benua Eurasia tersesarkan lebih
jauh ke arah tenggara dan membentuk kawasan Indonesia bagian barat. Saat itu di
kawasan Indonesia bagian timur masih berupa laut (laut Filipina dan Samudra
Pasifik). Lajur penunjaman yang bergiat sejak akhir Mesozoikum di sebelah barat
Sumatera, menyambung ke selatan Jawa dan mengalir ke tenggara-timur
Kalimanyan-Sulawesi Barat, mulai melemah pada Paleosen dan berhenti pada
kala Eosen.
Pada 45 juta tahun yang lalu. Lengan Sulawesi terbentuk bersamaan
dengan jalur Ofiolit Jamboles. Sedangkan jalur Ofiolit Sulawesi Timur masih
berada di belahan selatan bumi.
Pada 20 juta tahun lalu benua-benua mikro bertubrukan dengan jalur
Ofiolit Sulawesi Timur, dan Laut Maluku terbentuk sebagian dari Laut
Philipina.Laut Cina selatan mulai membuka dan jalur tunjaman di utara SerawakSabahm, mulai aktif.
Pada 10 juta tahun yang lalu, benua mikro Tukang Besi-Buton bertubrukan
dengan jalur Ofiolit di Sulawesi Tenggara, tunjaman ganda bertubrukan dengan
jalur Ofiolit di Sulawesi Tengara, tunjaman ganda terjadi di kawasan Laut
Maluku, dan Laut Serawak terbentuk di Utara Kalimantan.
Pada 5 juta tahun yang lalu, benua mikro Banggai-Sula bertubrukan
dengan jalur Ofiolit Sulawesi Timur, dan mulai aktif tunjangan miring di utara
Irian Jaya-Papua Nugini.
Di dalam zaman jura, India memisahkan diri dari Gondwanalad dan
bergerak ke arah Asia dengan kecepatan 10-18 cm pertahun. Menjelang
permulaan zaman tertier, India mulai mendesak Asia dan sebagian menyusup ke
bawah Asia. Akibat desakan yang besar ini munculah pegunungan Himalaya, dan

juga Pegunungan Bukit Barisaan di kawasan Sunda. Pada zaman Tersier,


nampaknya posisi bagian-bagian utama dari Asia tenggara relatif sama dengan
yang terdapat sekarang, walaupun posisi sebenarnya telah berpindah ke utara dan
selatan khatulistiwa.
Penyusupan sebagian daratan India ke bawah Asia mengakibatkan gempa
bumi yang hebat. Walaupun pergerakan ini sudah jauh berkurang, namun hampir
semua gempa bumi yang terjadi di Sumatra sampai saat ini masih merupakan
kelanjutan peristiwa di atas. Bersamaan dengan munculnya Pegunungan Bukit
Barisan, terbentuklah rangkaian pulau-pulau di sebelah barat pantai Sumatra
mulai dari Pulau Simeulue sampai pulau Enggano dan akibat pergerakan
berulang-ulang serta sedimentasi maka terbentuklah bukit, lembah, lereng, dan
dataran rendah di sebelah timur Pulau Sumatra, sebagaimana keadaan sekarang.

B. Geografis Pulau Sumatera

Gambar 1. Topografi Pulau Sumatera


(Sumber: http://wikipedia.sumatera.co.id//)

Sumatera adalah pulau keenam terbesar di dunia, dengan luas 443.065,8


km2. Penduduk pulau ini sekitar 42.409.510 jiwa (2000). Pulau ini dikenal pula
dengan nama lain yaitu Pulau Percha, Andalas, atau Suwarnadwipa (bahasa
Sanskerta, berarti "pulau emas").
Pulau Sumatera terletak di bagian barat gugusan Kepulauan Nusantara. Di
sebelah utara berbatasan dengan Teluk Benggala, di timur dengan Selat Malaka, di
sebelah selatan dengan Selat Sunda, dan di sebelah barat dengan Samudera
Hindia. Di sebelah timur pulau, banyak dijumpai rawa yang dialiri oleh sungaisungai besar, antara lain; Asahan (Sumatera Utara), Kampar, Siak dan Sungai
Indragiri (Riau), Batang Hari (Sumatera Barat, Jambi), Ketahun (Bengkulu),
Musi, Ogan, Lematang, Komering (Sumatera Selatan), dan Way Sekampung
(Lampung).
Di bagian barat pulau, terbentang Pegunungan Barisan yang membujur
dari utara hingga selatan. Hanya sedikit wilayah dari pulau ini yang cocok
digunakan untuk pertanian padi. Sepanjang bukit barisan terdapat gunung-gunung
berapi yang hingga saat ini masih aktif, seperti Merapi (Sumatera Barat), Bukit
Kaba (Bengkulu), dan Kerinci (Jambi). Pulau Sumatra juga banyak memiliki
danau besar, di antaranya Laut Tawar (Aceh), Danau Toba (Sumatera Utara),
Danau Singkarak, Danau Maninjau, Danau Diatas, dan Danau Dibawah (Sumatera
Barat), dan Danau Ranau (Lampung dan Sumatera Selatan).

C. Kondisi Tektonisme Pulau Sumatera


Pulau Sumatra tersusun atas dua bagian utama, sebelah barat didominasi
oleh keberadaan lempeng samudera, sedang sebelah timur didominasi oleh
keberadaan lempeng benua. Berdasarkan gaya gravitasi, magnetisme dan seismik
ketebalan sekitar 20 kilometer, dan ketebalan lempeng benua sekitar 40 kilometer
(Hamilton, 1979).
Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan dimulainya
peristiwa pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar
45,6 juta tahun yang lalu, yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis

dari pergerakan relatif lempeng-lempeng disertai dengan perubahan kecepatan


relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya.

Gambar 2. Pergerakan Lempeng


Gerak lempeng India-Australia yang semula mempunyai kecepatan 86
milimeter/tahun menurun menjaedi 40 milimeter/tahun karena terjadi proses
tumbukan tersebut. (Char-shin Liu et al, 1983 dalam Natawidjaja, 1994). Setelah
itu kecepatan mengalami kenaikan sampai sekitar 76 milimeter/ tahun (Sieh, 1993
dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan ini pada akhirnya mengakibatkan
terbentuknya banyak sistem sesar sebelah timur India.

Gambar 3. Penampang Skematik Sistem Subduksi yang melintasi Pulau Sumatera


(Sumber: http://koeniel.tripod.com/artikel/gb2_subduksi_USGS.gif)
Keadaan Pulau Sumatra menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman,
punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat
proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (transtension) Paleosoikum Tektonik Sumatra menjadikan tatanan Tektonik Sumatra
menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000). Bagian selatan terdiri dari
lempeng mikro Sumatra, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk
geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan
bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.

Gambar 4. Struktur Penunjaman Lempeng


TOBLER (1971) membedakan elemen-elemen tektonis dan morfologi
Sumatra sebagai berikut:
a. Dataran alluvial terbentang di pantai timur.
b. Tanah endapan/ Foreland tersier (peneplain) dengan Pegunungan
Tiga Puluh
c. Depresi sub Barisan
d. Barisan depan / fore barisan dengan masa lipatan berlebihan (over
thrust masses)
e. Scheifer Barisan dengan lipatan yang hebat dan batuan metamorf.
f. Barisan tinggi / High Barisan dengan vulkan-vulkanmuda.
g. Dataran alluvial terbentang di pantai barat.

Gambar 5. Kecepatan Gerak Lempeng Indo-Australia di Pulau Sumatera


Ada elemen-elemen tektonis dan morfologi Sumatra (Verstappen):
Dataran pantai barat (pantai abrasi). Merupakan daerah yang sempit,
bahaya terkena erosi dan abrasi, pantainya berpasir dan tidak cocok
untuk dijadikan sebagai permukiman.
Landas Bengkulu. Merupakan kawasan lahan rusak di sebelah barat
bukit barisan dan banyak tererosi, serta memiliki lereng yang terjal.
Deretan pegunungan vulkan muda. Daerahnya sempit dan erosinya
tinggi.
Depresi sub barisan (lembah bongkah semangko). Tidak cocok
sebagai tempat hidup karena sangat sempit.
Daerah Basalt Sukadana Lampung. Irigasnya sangat sulit karena
tidak terdapat simpanan air.

Landaian sebelah timur. Cocok bila dijadikan sebagai tempat hidup


karena tanahnya datar. Dimanfaatkan sebagai daerah transmigrasi.
Daerah ini berkembang menjadi daerah transmigrasi terluas di
Sumatera.
Dataran aluvial pantai timur. Merupakan daerah Rawa Payau.

D. Kenampakan Pola Tektonik Pulau Sumatera


1) Bagian Selatan Pulau Sumatra memberikan kenampakan pola tektonik:
Sesar Sumatra menunjukkan sebuah pola geser kanan en echelon
dan terletak pada 100-135 kilometer di atas penunjaman.
Lokasi gunung api umumnya sebelah timur-laut atau di dekat
sesar.
Cekungan busur muka terbentuk sederhana, dengan ke dalaman 12 kilometer dan dihancurkan oleh sesar utama.
Punggungan busur muka relatif dekat, terdiri dari antiform tunggal
dan berbentuk sederhana.
Sesar Mentawai dan homoklin, yang dipisahkan oleh punggungan
busur muka dan cekungan busur muka relatif utuh.
Sudut kemiringan tunjaman relatif seragam.
2) Bagian Utara Pulau Sumatra memberikan kenampakan pola tektonik:
Sesar Sumatra berbentuk tidak beraturan, berada pada posisi 125140 kilometer dari garis penunjaman.
Busur vulkanik berada di sebelah utara sesar Sumatra.
Kedalaman cekungan busur muka 1-2 kilometer.
Punggungan busur muka secara struktural dan kedalamannya
sangat beragam.
Homoklin di belahan selatan sepanjang beberapa kilometer sama
dengan struktur Mentawai yang berada di sebelah selatannya.
Sudut kemiringan penunjaman sangat tajam.

3) Bagian Tengah Pulau Sumatra memberikan kenampakan tektonik:


Sepanjang

350

kilometer

potongan

dari

sesar

Sumatra

menunjukkan posisi memotong arah penunjaman.


Busur vulkanik memotong dengan sesar Sumatra.
Topografi cekungan busur muka dangkal, sekitar 0.2-0.6
kilometer, dan terbagi-bagi menjadi berapa blok oleh sesar turun
miring
Busur luar terpecah-pecah.
Homoklin yang terletak antara punggungan busur muka dan
cekungan busur muka tercabik-cabik.
Sudut kemiringan penunjaman beragam.
Sesar Sumatra sangat tersegmentasi.

Gambar 6. Sesar Sumatra Bagian Tengah


(Sumber: http://Herodigeo.blogspot.com//)

Gambar 7. Sesar Besar yang ada di Pulau Sumatera


Segmen-segmen sesar sepanjang 1900 kilometer tersebut merupakan
upaya mengadopsi tekanan miring antara lempeng Eurasia dan India-Australia
dengan arah tumbukan 10N-7S. Sedikitnya terdapat 19 bagian dengan panjang
masing-masing segmen 60-200 kilometer, yaitu:
1. segmen Sunda (6.75S-5.9S),
2. segmen Semangko (5.9S-5.25S),
3. segmen Kumering (5.3S-4.35S),
4. segmen Manna (4.35S-3.8S),
5. segmen Musi (3.65S-3.25S),
6. segmen Ketaun (3.35S-2.75S),
7. segmen Dikit (2.75S-2.3S),
8. segmen Siulak (2.25S-1.7S),
9. segmen Sulii (1.75S-1.0S),
10. segmen Sumani (1.0S-0.5S),
11. segmen Sianok (0.7S-0.1N),
12. segmen Barumun (0.3N-1.2N),
13. segmen Angkola (0.3N-1.8N),
14. segmen Toru (1.2N-2.0N),
15. segmen Renun (2.0N-3.55N),

16. segmen Tnpz (3.2N-4.4N),


17. segmen Aceh (4.4N-5.4N)
18. segmen Seulimeum (5.0N-5.9N).

Gambar 8. Pertemuan Lempeng Indo-Australia dan Eurasia yang


berpengaruh terhadap Pulau Sumatera.
Tatanan tektonik regional sangat mempengaruhi perkembangan busur
Sunda, di bagian barat, pertemuan subduksi antara lempeng Benua Eurasia dan
lempeng Samudra Australia mengkontruksikan Busur Sunda sebagai sistem busur
tepi kontinen (epi-continent arc) yang relatif stabil; sementara di sebelah timur
pertemuan subduksi antara lempeng samudra Australia dan lempeng-lempeng
mikro Tersier mengkontruksikan sistem busur Sunda sebagai busur kepulauan
(island arc) kepulauan yang lebih labil.
Perbedaan sudut penunjaman antara Propinsi Jawa dan Propinsi Sumatra
Selatan Busur Sunda mendorong pada kesimpulan bahwa batas Busur Sunda yang
mewakili sistem busur kepulauan dan busur tepi kontinen terletak di Selat Sunda.
Penyimpulan tersebut akan menyisakan pertanyaan, karena pola kenampakan
anomali gaya berat menunjukkan bahwa pola struktur Jawa bagian barat yang
cenderung lebih sesuai dengan pola Sumatra dibanding dengan pola struktur Jawa

bagian Timur. Secara vertikal perkembangan struktur masih menyisakan


permasalahan namun jika dilakukan pembangungan dengan struktur cekungan
Sumatra Selatan, struktur-struktur di Pulau Sumatra secara vertikal berkembang
sebagai struktur bunga.

Gambar 9. Skema Pergerakan Relatif Patahan Turun, Patahan Naik dan Patahan
Geser (Sumber : Why the Earth Shakes: Seismic Science, The Exploratorium,
1999. http://atlasnasional.bakosurtanal.go.id/Images/gempa/gempa%20(14).jpg)
Pergerakan lempeng samudera dimungkinkan terjadi karena adanya
magma yang naik dari dalam kulit bumi di zona pemekaran samudera ke
permukaan secara terus menerus. Proses ini mendorong lempeng samudera yang
mengapung pada lapisan yang bersifat padat tetapi sangat panas dan dapat
mengalir

secara

perlahan,

seperti

cairan

dengan

viskositas

tinggi.

Pada saat lempeng samudera menyusup ke bawah lempeng benua terjadi


gesekan yang menghambat proses penyusupan. Pelambatan gerak penyusupan
tersebut menyebabkan adanya akumulasi energi di zona subduksi dan zona
patahan. Akibatnya, pada zona-zona tersebut akan terjadi tekanan, tarikan dan
geseran.
Pada saat batas elastisitas batuan akibat tekanan, tarikan dan geseran
terlampaui, maka akan terjadi pensesaran batuan yang diikuti oleh lepasnya energi
secara tiba-tiba. Proses ini menimbulkan getaran partikel batuan yang menyebar
ke segala arah disebut gelombang gempabumi atau gelombang seismik. Pada zona
patahan, getaran gempabumi dapat terjadi akibat gerak relatif naik yang disebut

patahan atau sesar naik, gerak relatif turun disebut sesar turun dan gerak relatif
geser disebut sesar geser.

Gambar 10. Keruwetan Keadaan Tektonik di Indonesia


Berdasarkan teori undasi Seksi Andaman dan Nikobar yang pusat
undasinya di Margui menghasilkan penggelombangan emigrasi yang mengarah ke
Godwanland, sehingga hal tersebut mempegaruhi pegunungan di Sumatra Utara
(Atlas dan Gayao) dimana arah pegunungan timur barat seperti Pegunungan Gayo
Tengah berbeda dengan pegunungan pada umumnya di Sumatra yang arahnya
barat lauttenggara. Dengan demikian di Sumatra terjadi pertemuan antar
gelombang dengan pusat undasi Margui dan pusat undasi Anambas. Titik
pertemuannya

adalah

di

Gunung

Lembu,

adapun

busur

dalam

hasil

penggelombangan dari pusat undasi Margui adalah kepulauan Barren-Narkondam


dan busur luar AndamanNikobarGayo Tengah.
Sedangkan Seksi Sumatra dengan pusat undasinya di Anambas,
penggelombangan dari pusat undasi Anambas telah berkembang sejak
Palaezoikumakhir, Sehingga menghasilkan sisitem Orogene Malaya pada
Mesozoikum bawah (Trias, Jura), system Orogene Sumatra pada Mesozoikum

atas (Crataceus) dan system orogene Sunda pada priode tersier kuarter, yang
dimaksud dengan Orogene Malaya adalah busur pegunungan yang terbentuk pada
Mesozoikun bawah dengan busur Zone Karimata dan busur luar Daerah Timah.
Yang dimaksud dengan Orogene Sumatra adalah busur pengunungan yang
terbentuk pada Mesozoikun atas dengan busur dalam Sumatra Timur dan busur
luar Sumatra Barat. Yang dimaksud dengan Orogenesa Sunda adalah busur
pengununagn yang terbuntuk periode Tersier-Kuarter dengan busur dalam Bukit
Barisan dan busur luar pulau-pulau sebelah barat Sumatra. Bukit Barisan pada
Mesozoikum atas masih merupakan Foredeep, memasuki tersier baru mengalami
pengangkatan pada priode Tersier pulau-pulau di sebelah barat Sumatra dari Nias
sampai Enggano belum ada memasuki periode Kuarter baru mengalami
penggkatan membentuk pulau-pulau tadi, sampai sekarang masih mengalami
pengakatan secara pelan-pelan.

E. Terbentuknya Bukit Barisan


Sejarah terbentuknya Bukit Barisan:
a. Mesozoikum Bawah
Bukit barisan masih merupakan Foredeep dari Orogene Malaya,
terisi dengan Sendimen marin. Terjadi penyusupan batuan Ophiolith
(larva basa/ ultra basal) sebagai mana dapat dijumpai di Pegunungan
Garba dan Gumai (Sumatra Selatan)
b. Kapur Atas mengalami Penggkatan I

Terjadi intrusi batuan granit dalam batuan sendimen slate masa


Mesozoikum. Pegunungan yang terbentuk ini sifatnya masih non
vulkanis dan dikenal sebagei Proto Barisan.
c. Paleogen ( Oligo-Miosen)

Terjadi penurunan Proto Basin secara pelan-pelan Asthenolith yang


terdiri dari materi magma dengan pemasaman sedang sehingga terperas
sehingga menyebar ke arah sisi bagian luar. Di Sumatra Selatan
penurunan ini disertai dengan aktivitas vulkanisme, menghasikan batuan
Andesit Tua.

d. Intra Meosen
Mengalami penggkatan II disertai intrusi Batholit mendekati
permukaan bumi membentuk vulkan-vulkan andesit tua. Pengkatan masa
ini bersifat vulkanis dengan erupsi asam dan sedang. Sebagai kompensasi
dari pengkatan ini terbentuk foredeep dan backdeep yang kemudian terisi
sedimen. Intrusi magma asam menyebabkan keluarnya larva dasitis yang
dapat di jumpai di Bengkulu berupa tuff dasitis (dasit adalah andesit yang
kaya dengan kuarsa, butir-butirnya kasar tidak seperti Andesit yang
berbutir

halus).

mengakibatkan

Reaksi
pucak

grafitasional
Geantiklin

terhadap
Bukit

pengangkatan

barisan

II

pecah-pecah

menghasilkan slenk atau Graben antara Batang Ankola-Batang Toru di


Sumatara Utara. Materi sedimen di backdeep di sekitar Palembang,
Mangkani, Batak Land mengalami pelipatan.
e. Niogen (MioPliosen)
Bukit Barisan mengalami penurunan lagi secara pelan-penan
kemudian terisi dengan sedimen.
f. Plio-Pleistisen
Bukit Barisan mengalami penggkatan III di mana seharusnya sudah
tidak vulkanis namun terjadi pengaktifan kembali vulkanisme. Gaya tarik
ke dasar laut yang dalam di sebelah barat menyebabkan retakan-retakan
yang memungkinkan magma masuk menyusup lewat retakan tersebut.
Akibatnya geantiklin patahan memanjang disekitar slank membentuk
Lembah Semangka yang bermula dari Teluk Semangkadi Tenggara
sampai Lembah Aceh di Barat Laut.
Erupsi selama periode Pleistosen menghasilkan depresi Volcano-Tektonik
seperti Lembah Suoh dan Danau Ranau di Sumatra Selatan, Danau Maninjau dan
Danau Rinjani di Sumatra Tengah, dan Danau Toba di Sumatra Utara. Penggkatan
III pada periode Plio-Pleitosen di Sumatra Utara antara Sungai Barumun dan
Sungai Wampu menghasilkan bentuk Dome yang dikenal dengan nama Batak
Timor.

Gambar 11. Danau Toba


Di dalam daerah Batak Timur ini terbentuk Danau Toba sebagai hasil
Volkano-Tektonik dari erupsi yang dialami Batak Timor. Pengangkatan Batak
Timor pada periode Plio-Pleistosen diikuti dengan erupsi hebat dengan ciri
nuee-ardente dan hembusan gas yang dahsyat. Tekanan gasnya demikian besar
sehingga

materi

yang

dimuntahkan

volumenya

sekitar

2000

km3,

menghasilkan gua di bagian bawah pipa kepundan. Bahan erupsi Batak Timor
sampai ke Malaka dalam jarak 300-400 km, di mana tebal abu vulkanik
sekitar 5 ft (1,5 m). Aliran lava menutupi daerah seluas 20.000-30.000 km2
yang tebalnya sampai ratusan meter.
Sebagai akibat dari gaya berat atap gua yang terbentuk di bawah pipa
kepundan maka atap gua runtuh membentuk depresi yang kemudian terisi air
membentuk Danau Toba. Kemudian gaya dari dalam dapur magma
mendorong runtuhan tadi sehingga terungkit ke atas dan muncul di permukaan
danau sebagai pulau. Pada mulanya ketinggian permukaan air danau 1.150 m
di atas permukaan laut, tetapi karena erosi mundur yang dialami sungai
Asahan mencapai danau Toba maka drainasenya lewat sungai Asahan
menyebabkan permukaan air danau turun hingga ketinggian 906 m di atas
permukaan laut.
Sebagaiman telah disinggungkan dimuka, pada periode Neogen (MioPliosen) Sumatera Timur mengalami penurunan mencapai ribuan meter,
kemudian terisi dengan sedimen marine (Telisa & Lower Palembang stage)
dan sedimen daratan (Middle & Upper Palembang stage). Ketika terjadi

pengangkatan III pada periode Plio-Pleitosen, maka endapan di basin


Sumatera Timur ini menderita tekanan gaya berat dari arah Bukit Barisan.
Gejala Compression di basin minyak sumatera Timur pada periode PlioPleistosen akan dibicarakan secara berturut-turut mulai dari Sumatra Selatan
ke utara.

F. Satuan Geomorfologi Pulau Sumatera Tepian Lempeng Aktif


1) Geomorfologi Zona Subduksi

Lempeng Samudera India merupakan kerak yang tipis yang ditutupi


laut dengan kedalaman antara 1.000 5.000 meter. Lempeng Samudera dan
lempeng benua (Continental Crust) dipisahkan oleh Subduction Zone (Zona
Penunjaman) dengan kedalaman antara 6.000-7.000 meter yang membujur
dari barat Sumatera, selatan Jawa hingga Laut Banda bagian barat yang
disebut Java Trench (Parit Jawa).
Geomorfologi zona subduksi ini merupakan gabungan yang erat
antara proses-proses yang terjadi pada tepian kerak samudera, tepian kerak
benua dan proses penunjaman itu sendiri. Sebagai konsekuansi dari tepian
aktif, maka banyak proses tektonik yang mungkin terjadi diantaranya, sesarsesar mendatar, sesar-sesar normal yang biasanya membentuk horst dan
graben, serta kemunginan aktivitas gunung api. Salah satu diantaranya adalah
terbentuknya gunungapi (submarine volcano atau seamount) di luar busur
volkanik. Indikasi adanya gunungapi atau tinggian seperti yang ditemukan
Tim ekspedisi CGG Veritas (BPPT-LIPI-PPPGL-Berlin University) pada
bulan Mei 2009 yang lalu sebenarnya bukan merupakan gunungapi baru.
Beberapa peta batimetri dan citra satelit telah mencantumkan adanya tinggian
tersebut, hanya sampai saat ini belum diberikan nama resmi (toponimi) yang
tepat.
Lintasan survei deep-seismic CGGV-04 telah mendeteksi adanya
puncak gunung bawah laut pada posisi koordinat 421.758 LU, 9925,002 BT.
Puncak gunung bawah laut ini berada pada kedalaman 1.285 m dengan dasar
atau kaki gunung pada kedalaman 5.902 m. Hasil interpretasi data

memperlihatkan bahwa gunung bawah laut ini memiliki ketinggian 4.617 m


dan Lebar kaki gunung sekitar 50 km. Lokasi gunung bawah laut yang
terdeteksi ini berada pada jarak 320 km sebelah barat dari Kota Bengkulu.
Namun demikian, berdasarkan konsepsi tektonik, gunungapi di Lantai
Samudera tidak seberbahaya dibandingkan gunungapi yang terbentuk di tepian
benua aktif.

Gambar 12.

Gambaran Geomorfologi pada Zona Subduksi dan

Kenampakan Seamount di Kerak Samudera India, sumbu palung laut dan


prisma akresi di lepas pantai Bengkulu.
(Sumber: http://www.mgi.esdm.go.id/files/u1/geomorfologi03.jpg)
2) Geomorfologi Palung Laut

Palung laut merupakan bentuk paritan memanjang dengan kedalaman


mencapai lebih dari 6.500 meter. Umumnya palung laut ini merupakan batas
antara kerak samudera India dengan tepian benua Eurasia sebagai bentuk
penunjaman yang menghasilkan celah memanjang tegak lurus terhadap arah
penunjaman.

Gambar 13. Satuan geomorfologi palung samudra di sebelah selatan


Jawa (PPPGL, 2008).
(Sumber: http://www.mgi.esdm.go.id/files/u1/geomorfologi03.jpg)
Beberapa patahan yang muncul di sekitar palung laut ini dapat reaktif
kembali seperti yang diperlihatkan oleh hasil plot pusat-pusat gempa di
sepanjang lepas pantai pulau Sumatera dan Jawa. Sesar mendatar Mentawai
yang ditemukan pada Ekspedisi Mentawai Indonesia-Prancis tahun 1990-an
terindikasi sebagai sesar mendatar yang berpasangan namun di berarapa
bagian memperihatkan bentuk sesar naik. Hal ini merupakan salah satu sebab
makin meningkatnya tekanan kompresif dan seismisitas yang menimbulkan
kegempaan.
Di bagian barat pulau Sumatera, pergerakan lempeng samudera India
mengalibatkan terangkatnya sedimen (seabed) di kerak samudera dan prisma-

prisma akresi yang merupakan bagian terluar dari kontinen. Sesar-sesar


normal yang terbentuk di daerah bagian dalam yang memisahkan prisma
akresi dengan busur kepulauan (island arc) mengakibatkan peningkatan
pasokan sedimen yang lebih besar (Lubis et al, 2007). Demikian pula akibat
terjadinya pengangkatan tersebut maka morfologi palung laut di kawasan ini
memperlihatkan bentuk lereng yang terjal dan sempit dibandingkan dengan
palung yang terbentuk di kawasan timur Indonesia.
3) Geomorfologi Prisma Akresi

Pembentukan prisma akresi di dasar laut dikontrol oleh aktifitas


tektonik sesar-sesar naik (thrusting) yang mengakibatkan proses pengangkatan
(uplifting). Proses ini terjadi karena konsekuensi dari proses tumbukan antar
segmen kontinen yang menyebabkan bagian tepian lempeng daerah tumbukan
tersebut mengalami proses pengangkatan. Proses ini umumnya terjadi di
kawasan barat Indonesia yaitu di samudra Hindia.
Pulau-pulau prisma akresi merupakan prisma akresi yang terangkat
sampai ke permukaan laut sebagai konsekuensi desakan lempeng Samudera
Hindia ke arah utara dengan kecepatan 6-7 cm/tahun terhadap lempeng Benua
Asia-Eropa sebagai benua pasif menerima tekanan (Hamilton, 1979). Oleh
sebab itulah pengangkatan dan sesar-sesar naik di beberapa tempat, seperti
yang terjadi di Kep. Mentawai, Enggano, Nias, sampai Simelueu yang
terangkat membentuk gugusan pulau-pulau memanjang parallel terhadap arah
zona subduksi (Lubis, 2009). Gambar 5. memperlihatkan prisma akresi yang
naik ke permukaan laut membentuk pulau-pulau prisma akresi di lepas pantai
Aceh, sedangkan contoh prisma akresi yang belum naik ke permukaan laut
diperlihatkan pada Gambar 6. yaitu prisma akresi di lepas pantai selatan Jawa.
Selain itu proses pembentukan lainnya yang lazim terjadi di kawasan ini
adalah aktifnya patahan (sesar) dan amblasan (subsidensi) di sekitar pantai
sehingga pulau-pulau akresi yang terbentuk terpisah dari daratan utamanya
(Cruise Report SO00-2, 2009).
Prisma akresi merupakan wilayah yang paling rawan terhadap
kegempaan karena pusat-pusat gempa berada di bawahnya. Batuan prisma

akresi memiliki ke-khasan tersendiri yaitu ditemukannya batuan campur-aduk


(melange, ofiolit) yang umumnya berupa batuan Skist berumur muda. Sejarah
kegempaan di kawasan ini membuktikan bahwa episentrum gempa-gempa
kuat umumnya terletak pada prisma akresi ini karena merupakan gempa
dangkal (kedalaman < 30 Km). Gempa kuat yang pernah tercatat mencapai
skala 9 Richter pada tagl 26 Desember 2004. Beberapa ahli geologi juga
masih mengkhawatirkan suatu saat akan terulang gempa sebesar ini di
kawasan barat Bengkulu, karena prisma akresi di kawasan ini masih belum
melepaskan energi kegempaan (locked zone) sementara kawasan disekitarnya
sudah terpicu dan melepaskan energi melalui serangkaian gempa-gempa
sedang kuat.
Di Sumatera ditemukan dua prisma akresi, yaitu accretionary wedge 1
di bagian luar & accretionary wedge 2 di bagian dalam outer arc high yang
memisahkan prisma akresi dengan cekungan busur muka (Mentawai forearc
asin). Adanya outer arc high yang memisahkan dua prisma akresi tersebut
mengalibatkan sedimen yang berasal dari daratan induknya tidak dapat
menerus ke bagian barat tetapi terendapkan di cekungan busur muka.

Gambar 14. Geomorfologi prisma akresi yang naik kepermukaan


sebagai pulau prisma akresi di lepas pantai sebelah barat Aceh.

(Sumber: http://www.mgi.esdm.go.id/files/u1/geomorfologi03.jpg)

Gambar 15. Geomorfologi prisma akresi di selatan Jawa yang belum


muncul ke permukaan laut.
(Sumber: http://www.mgi.esdm.go.id/files/u1/geomorfologi03.jpg)
4) Geomorfologi Cekungan Busur Muka
Survey kemitraan Indonesia-Jerman Sonne Cruise 186-2 SeaCause-II
dilaksanakan pada tahun 2006 di perairan barat Aceh sampai ke wilayah
Landas Kontinen di luar 200 mil. Hasil interpretasi lintasan-lintasan seismik
yang memotong cekungan Simeulue yaitu lintasan 135-139 memperlihatkan
indikasi cekungan busur muka Simelue merupakan cekungan a-symetri laut
dalam dengan kedalaman laut antara 1.000-1.500m, makin ke barat ketebalan
sedimen makin tebal mencapai 5.000m lebih.
Di sisi barat cekungan ini ditemukan sesar-sesar mendatar (kelanjutan
Sesar Mentawai?) yang mengontrol aktifnya sesar-sesar tumbuh (growth
fault) sehingga mengakibatkan deformasi struktur batuan sedimen pada tepian
cekungan.
Berdasarkan seismik stratigrafi, umur sedimen pengisi cekungan ini
relatif muda (Miocene) sehingga kurang memungkinkan terjadi pematangan
sebagai source rock (IPA, 2002). Selain itu, tingkat pematangan (maturitas)

batuan reservoar relatif rendah karena laju pengendapan yg relatif cepat di laut
dalam, demikian pula dengan pengaruh proses pematangan diagenesa
volkanisme di bagian timur yang jaraknya terlalu jauh.

G. Dampak adanya Tatanan Tektonik di Pulau Sumatera


1) Rentan Terjadi Tsunami

Gambar 16. Daerah Potensi Tsunami Indonesia


Sumber : Business Continuity and Disaster Recovery (2008)
Dari gambar di atas hampir semua pantai di wilayah pantai barat Pulau
Sumatera, pantai selatan Pulau Jawa, pantai Kepulauan Nusa Tenggara, pantai
Barat Papua, pantai Pulau Sulawesi dan Kepulaun Maluku merupakan daerah
yang rawan terhadap tsunami. Hal ini terbukti dengan banyaknya gempa dan
tsunami yang telah terjadi di Indonesia. Selama kurun waktu tahun 1600 sampai
dengan 1999 telah terjadi 105 tempat kejadian tsunami yang mana 90%
diantaranya disebabkan gempa tektonik, 9% oleh gunung meletus dan 1% oleh
longsoran (landslide) di dasar laut (Latiel, et. al., 2000). Data lain menunjukkan
bahwa dari tahun 1600 sampai 2005 telah terjadi 107 kejadian tsunami, 98 kali
tsunami disebabkan oleh gempa bumi, 9 kali tsunami disebabkan oleh letusan
gunung berapi dan 1 kali oleh longsoran di dasar laut (Diposaptono, 2005).

Menyimak kejadian tsunami Aceh dan Sumatera Utara pada 26 Desember


2004, gempa terjadi di Samudra Indonesia pada kedalaman 4 km dari dasar laut
dan berkekuatan 9,0 Skala Ricther (Budiman, 2005) yang telah menghasilkan
tsunami dan korban yang dahsyat. Lebih dari 150.000 orang meninggal dunia.
Sebanyak 400.000 orang kehilangan tempat tinggal dan tinggal di barak
pengungsian (Pusat Data dan Analisa Tempo, 2006). Setelah gempa Aceh, pada
2005 giliran Pulau Nias dengan magnitude 8,7 Skala Ricther merupakan gempa
dangkal berjarak 30 km dari dasar laut (Budiman, 2005) yang menyebabkan
sekitar 1000 orang menjadi korban meninggal dunia dan lebih dari 3000 orang
kehilangan tempat tinggal (Pusat Data dan Analisa Tempo, 2006). Tidak lama
kemudian pada tanggal 25 Oktober 2010 gempa di Kepulauan Mentawai dengan
magnitude 7,7 Skala Ricther yang menimbulkan Tsunami serta menelan korban
jiwa sebanyak 125 orang.
Berdasarkan data tersebut, tsunami merupakan jenis bencana alam yang
jarang terjadi namun sekali terjadi akan menimbulkan kerugian harta dan nyawa
yang cukup banyak. Besarnya angka jumlah korban meninggal dunia tersebut
turut dipengaruhi oleh perilaku masyarakat setempat. Tsunami terjadi beberapa
menit setelah gempa. Pada kejadian tsunami aceh ketinggian ombak tsunami (runup) mencapai 34 meter (Siswo, 2010). Di dataran rendah Meulaboh air merangsek
jauh kedaratan. Kedahsyatan yang demikian inilah yang mengakibatkan tsunami
banyak menimbulkan korban jiwa khususnya mereka yang tidak jauh dari pantai
dan lalai menyelamatkan diri.
Sesar mendatar Mentawai yang ditemukan pada Ekspedisi Mentawai
Indonesia-Prancis tahun 1990-an terindikasi sebagai sesar mendatar yang
berpasangan namun di berarapa bagian memperlihatkan bentuk sesar naik. Hal ini
merupakan salah satu sebab makin meningkatnya tekanan kompresif dan
seismisitas yang menimbulkan kegempaan.
Di bagian barat pulau Sumatera, pergerakan lempeng samudera India
mengalibatkan terangkatnya sedimen (seabed) di kerak samudera dan prismaprisma akresi yang merupakan bagian terluar dari kontinen. Sesar-sesar normal

yang terbentuk di daerah bagian dalam yang memisahkan prisma akresi dengan
busur kepulauan (island arc) mengakibatkan peningkatan pasokan sedimen yang
lebih besar (Lubis et al, 2007). Demikian pula akibat terjadinya pengangkatan
tersebut maka morfologi palung laut di kawasan ini memperlihatkan bentuk lereng
yang terjal dan sempit dibandingkan dengan palung yang terbentuk di kawasan
timur Indonesia.
2) Banyaknya Gunung Api
Di Pulau Sumatera terdapat banyak gunung aktif yang berpotensi untuk
meletus dan sangat membahayakan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah
tersebut. Sebagian besar sebaran Gunung Api berada di pesisir barat Pulau
Sumatera yang berjarak hanya beberapa km dari bibir pantai.

Gambar 17. Sebaran Gunung Api di Pulau sumatera


Berikut ini adalah daftar Gunung yang ada di Pulau Sumatera:
a. Gunung Dempo (3159 m)
b. Gunung Kerinci (3.805 m)
c. Gunung Leuser (3172 m)
d. Gunung Marapi (2,891.3 m)

e. Gunung Perkison (2300 m)


f. Gunung Pesagi
g. Gunung Rajabasa (1281 m)
h. Gunung Sekincau (1718 m)
i. Gunung Seulawah Agam (1.726 m)
j. Gunung Sibayak (2.212 m)
k. Gunung Singgalang (2.877 m)
l. Gunung Talamau (2,912 m)
m. Gunung Tandikat (2438 m)
n. Gunung Tanggamus (1162 m)

BAB III
KESIMPULAN

1. Pulau Sumatra tersusun atas dua bagian utama, sebelah barat didominasi
oleh keberadaan lempeng samudera, sedang sebelah timur didominasi oleh
keberadaan lempeng benua. Berdasarkan gaya gravitasi, magnetisme dan
seismik ketebalan sekitar 20 kilometer, dan ketebalan lempeng benua
sekitar 40 kilometer (Hamilton, 1979).
2. Pulau Sumatera dibagi menjadi beberapa wilayah yaitu
h. Dataran alluvial terbentang di pantai timur.
i. Tanah endapan/ Foreland tersier (peneplain) dengan Pegunungan
Tiga Puluh
j. Depresi sub Barisan
k. Barisan depan / fore barisan dengan masa lipatan berlebihan (over
thrust masses)
l. Scheifer Barisan dengan lipatan yang hebat dan batuan metamorf.
m. Barisan tinggi / High Barisan dengan vulkan-vulkanmuda.
n. Dataran alluvial terbentang di pantai barat.
3. Kenampakan pola tektonik di Pulau Sumatera dibagi menjadi tiga yaitu
bagian utara, tengah dan selatan Sumatera. Tiap tiap bagian mempunyai
kenampakan dan pola yang berbeda karena dibentuk oleh sesar.
4. Satuan geomorfologi pulau Sumatera dibagi menjadi 4 diantaranya
Geomorfologi zona subduksi

merupakan gabungan yang erat antara

proses-proses yang terjadi pada tepian kerak samudera, tepian kerak benua
dan proses penunjaman itu sendiri, terbentuknya gunungapi laut;
Geomorfologi palung laut; Geomorfologi palun; Geomorfologi Prisma
Akresi membentuk gugusan pulau pulau memanjang di lepas pantai
barat Aceh; dan Geomorfologi cekungan busur muka.

5. Tatanan tektonik pulau Sumatera membawa dampak antara lain rawan


terhadap gempa dan tsunami

DAFTAR PUSTAKA

Endarto Danang. 2008. Pengantar Geologi Indonesia. Surakarta: UNS Press


http://batiahforum.forumotion.net/berita-hari-ini-f59/gunung-raksasa-di-laut
sumatra-t92.htm// diakses pada tanggal 14 Oktober 2010, pada pukul
10.05
http://geologi.iagi.or.id/2010/01/22/belajar-dari-haiti-eq-untuk-mitigasi-sumatra
eq/comment-page-1// diakses pada tanggal 14 Oktober 2010, pada pukul
10.10
http://herodigeo.blogspot.com/2010/09/geo-geologi-pulau-sumatera-tengah.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Sumatera// diakses pada tanggal 15 Oktober 2010,
pada pukul 17.34
http://kedungwaru.blogspot.com/2008/10/sekedar-nambah-wawasan.html//
diakses pada tanggal 15 Oktober 2010, pada pukul 17.39
http://one-geo.blogspot.com/2010/01/kondisi-geologi-pulau-sumatera-i.html//
diakses pada tanggal 16 Oktober 2010, pada pukul 08.54
http://www.mgi.esdm.go.id/content/bentuk-geomorfologi-dasar-laut-pada-tepian
lempeng-aktif-di-lepas-pantai-barat-sumatera-dan-jawa// diakses pada
tanggal 16 Oktober 2010, pada pukul 09.32
http://yudi81.wordpress.com/2009/01/17/tektonik-indonesia-kondisi-dan
potensinya// diakses pada tanggal 14 Oktober 2010, pada pukul 09.38

You might also like