Professional Documents
Culture Documents
NETWORKED ORGANIZATION
TERM PAPER
1.
PENDAHULUAN
Salah satu warisan dari era industri yang masih digunakan hingga saat ini
sampai kepada pihak yang seharusnya memiliki informasi tersebut. Selain itu,
seiring dengan perpindahan informasi dari tingkat yang satu ke tingkat yang
lainnya, risiko terjadinya distorsi informasi pun semakin besar.
Masalah yang mungkin timbul akibat lambatnya aliran informasi ini
menjadi hal yang lumrah dalam organisasi hierarkis, misalnya dalam hal
pengambilan keputusan. Pegawai tingkat bawah di dalam organisasi hierarkis
umumnya tidak memiliki wewenang untuk mengambil keputusan. Jadi, saat ada
sebuah ancaman atau peluang yang tidak biasa dihadapinya, pegawai tersebut
harus memberikan laporan dulu kepada atasan langsungnya untuk menentukan
tindak lanjut yang tepat. Laporan itu akan terus bergerak naik ke tingkat yang
lebih tinggi hingga mencapai pihak yang berwenang untuk mengambil keputusan
terkait. Keputusan tersebut kemudian akan bergerak turun kembali ke pegawai
yang bersangkutan agar pegawai tersebut dapat melakukan tindakan yang sesuai
untuk merespon ancaman atau peluang yang muncul. Akan tetapi, ada
kemungkinan bahwa pada saat itu, respon yang diberikan sudah kehilangan
momentumnya.
Ilustrasi di atas memberikan gambaran perihal bahaya laten hierarki dalam
sebuah organisasi. Sifat kaku yang tidak terpisahkan dari sebuah hierarki dapat
menghambat gerakan sebuah organisasi; organisasi menjadi kurang responsif.
Saat sebuah organisasi tidak bisa memberikan respon yang cepat pada saat yang
tepat, organisasi tersebut berisiko merugi akibat terlambat mengatasi sebuah
ancaman atau terlambat mengambil peluang yang dapat menguntungkan
organisasi. Lambatnya respon organisasi ini pada dasarnya diakibatkan oleh
lambatnya aliran informasi menuju pihak yang berwenang di dalam hierarki
organisasi. Pada akhirnya, lambatnya aliran informasi ini bukan hanya
menghambat pergerakan organisasi, tapi juga menghambat pertumbuhan
organisasi karena lambatnya aliran informasi itu dapat mengakibatkan hilangnya
potensi keunggulan kompetitif yang dimiliki organisasi tersebut.
Hilangnya potensi keunggulan kompetitif akibat lambatnya aliran informasi
itu semakin jelas terlihat di era Internet ini. Perkembangan Internet dan TI
(teknologi informasi) secara umum telah mendobrak berbagai batasan-batasan
yang sebelumnya ada dalam hal komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi. Internet
dan
karakteristik
networked
organization
sudah
banyak
berkembang. Salah satunya adalah definisi dari Achrol (1997) yang menyatakan
bahwa networked organization adalah sistem yang dibentuk oleh sekumpulan
individu dengan peran dan tanggung jawab yang sudah ditentukan sebelumnya.
Networked organization merupakan wujud dari kebutuhan organisasi untuk
berinteraksi antara satu sama lain dengan tujuan untuk membangun hubungan
kerja dan meningkatkan kualitas kinerja dan proses bisnis organisasi terkait. Hal
ini sejalan dengan tren dan kebutuhan organisasi untuk memaksimalkan peran TI
dalam berkomunikasi agar organisasi terkait menjadi lebih responsif dan mampu
bekerja secara efektif dan efisien (Eraslan, Bulu, & Turkay, 2008).
Sedikit berbeda dengan Achrol (1997), Sviokla et al. (2004) memberikan
definisi yang lebih spesifik. Dalam definisinya, Sviokla et al. mengedepankan
istilah struktur n-form untuk merepresentasikan struktur di dalam networked
organization. Berbeda dengan struktur hierarkis yang memiliki batasan kaku
antara fungsi dan divisi, struktur n-form mengadopsi bentuk sarang lebah madu
yang merepresentasikan hubungan antara fungsi dan divisi yang lebih menyatu
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.
6
Setiap pegawai memiliki akses terhadap berbagai informasi di dalam
organisasi yang relevan untuk mengambil keputusan dan mengambil
tindakan untuk mencapai sasaran organisasi.
Manajemen dan pelaporan berjalan selaras dengan aliran informasi di dalam
organisasi.
Pihak manajemen perlu memiliki keterampilan yang memadai dalam
melakukan analisis terhadap data dan informasi.
Struktur organisasi tidak bertingkat dan berorientasi pada tim.
Perencanaan dan koordinasi dilakukan secara langsung melalui sarana
komunikasi yang tersedia dan dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai
kebutuhan.
Sejalan dengan karakteristik yang dikemukakan oleh Applegate et al.
(2009), Tamoinait (2011) menyatakan bahwa networked organization adalah
organisasi yang fleksibel dengan struktur yang cenderung rata (tidak memiliki
banyak tingkat) dan mengedepankan komunikasi berbasis TI tanpa dibatasi
struktur, ruang, dan waktu dalam menjalankan fungsi-fungsi dalam organisasi
tersebut. Berdasarkan definisi tersebut, Tamoinait menentukan beberapa
karakteristik untuk networked organization, yaitu:
Struktur organisasi cenderung rata (tidak memiliki banyak tingkat).
Tidak dibatasi struktur dalam komunikasi antar pegawai atau unit kerja..
Lokasi unit-unit kerja bisa terpusat atau tersebar.
Memaksimalkan
penggunaan
TI
dalam
menjalankan
fungsi-fungsi
organisasi.
Sviokla et al. memang tidak secara eksplisit menegaskan mengenai
pemanfaatan TI sebagai salah satu prinsip dalam menjalankan networked
organization, tapi distribusi informasi, baik secara internal maupun eksternal (ke
pelanggan dan pemasok), akan berjalan dengan efektif dan efisien bila TI
dimanfaatkan secara maksimal. Hal yang sama juga berlaku untuk komunikasi
yang lebih efektif dan efisien seperti yang dikemukakan oleh Achrol. Applegate et
al. (2009) juga mengemukakan bahwa akses terhadap informasi dan jaringan
komunikasi yang memadai merupakan 2 (dua) faktor utama yang diperlukan
untuk membentuk networked organization. Kedua faktor tersebut menjadi
mungkin seiring dengan berkembangnya TI, baik dari sisi aplikasi maupun
infrastruktur. Oleh karena itu, seperti juga dikemukakan oleh Applegate et al.
(2009) dan Tamoinait (2011), pemanfaatan TI yang maksimal merupakan
sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari networked organization.
Mekanisme dan urgensi penyebaran informasi di dalam organisasi menjadi
perbedaan paling nyata antara hierarchical organization dengan networked
organization, tapi perbedaannya tidak terbatas pada akses dan distribusi informasi
semata. Aliran informasi di dalam networked organization ini (yang cenderung
bersifat real-time) pada akhirnya memiliki dampak tersendiri terhadap pola
manajemen di dalam organisasi terkait. Dampaknya bukan hanya pada
fleksibilitas (Sviokla, Schneider, Calkins, & Quirk, 2004), tapi juga pada
manajemen kompleksitas dalam kaitannya dengan kontrol di dalam organisasi
(Applegate, Austin, & Soule, 2009).
Hierarchical organization menerapkan mekanisme kontrol yang bertingkat.
Ini berarti kompleksitas aktivitas dan proses yang ada di satu tingkat akan
diserahkan ke beberapa bagian pada tingkat di bawahnya seperti halnya manajer
tingkat atas yang mendelegasikan tanggung jawabnya kepada manajer tingkat
menengah. Sebaliknya di dalam networked organization, kompleksitas bukan
didelegasikan, melainkan ditangani secara langsung. Hal ini dimungkinkan
dengan penyebaran informasi yang bersifat real-time dan didukung oleh teknologi
yang memadai (dan dipahami dengan baik) untuk melakukan analisis terhadap
informasi tersebut. Hal ini tentu saja menuntut standar keterampilan tertentu dari
para individu di tingkat manajemen dan para eksekutif di dalam organisasi
tersebut (Applegate, Austin, & Soule, 2009).
3.
untuk
mempertahankan
mendapatkan
efisiensi
akses
kegiatan
yang
operasional
diperlukan
organisasi
dalam
dan
kualitas
pelayanan
hotel
tersebut
sehingga
hotel
yang
4.
10
sebagai
utama
yang bertugas
untuk
11
12
5.
13
infrastruktur
penyebaran
informasi
yang
memadai.
14
budaya
kerja
lintas
batas.
Karakteristik
networked
15
(Enron Online).
Kesuksesan Enron dianggap sebagai contoh sukses penerapan networked
organization. Jika dibandingkan dengan Cisco, Enron tidak kalah baik dalam
menerapkan networked organization. Walaupun terdapat beberapa perbedaan
antara Enron dan Cisco, misalnya pada aktivitas manufacturing, supply, atau
accounting, esensi e-business, yaitu berbasis internet, interaktif, dan didukung
jaringan koneksi antara perusahaan produksi, pelanggan dan penyedia jasa,
berhasil diterapkan Enron dengan baik.
Networked organization
16
merkeka akan beralih ke jaringan lain. Bentuk kerja sama ini didasarkan pada
peningkatan information sharing antara pemasok dan pelanggan melalui
perusahaan induk yang berperan sebagai perantara untuk arus penawaran dan
permintaan.
Walaupun begitu, Enron tidak luput dari kegagalan. Hal ini terlihat jelas
pada jaringan internasional yang dibentuknya. Kegagalan pertama Enron adalah
menerapkan take or pay contract dalam bentuk turunan dari pengiriman
komoditas utama. Contohnya anak perusahaan Enron bernama TGT yang setuju
untuk mengambil 260 juta kaki kubik gas per hari selama sepuluh tahun dari Laut
Utara ke Inggris. Dengan jatuhnya harga gas hingga setengah dari angka kontrak,
Enron kehilangan 537 juta dolar AS sejak 1997. Hal ini memancing banyak
investor untuk mempertanyakan kompleksitas jaringan yang berada di dalam dan
di luar organisasi yang tidak yakin apakah jaringan tersebut akan membuat
perusahaan menjadi untung atau rugi.
Kasus lainnya adalah ada bukti kuat yang mendukung hubungan yang tidak
kooperatif secara terus-menerus antara Enron dan afiliasinya, misalnya dalam
kasus JEDI. Dalam kasus tersebut, Enron menginvestasikan 500 juta dolar AS
untuk JEDI2 dengan terlebih dahulu menginvestasikan senilai 383 juta dolar AS
untuk JEDI1. Untuk membayar 383 juta dolar AS itu, Enron bekerja sama dengan
Chewco sehingga Enron dapat mengambil keuntungan Calpers. Hubungan antara
Enron dan Calpers merupakan hubungan penuh manipulasi yang berujung buruk
bagi Enron (lihat Gambar 6).
17
Positif
Negatif
Mengelola Aliansi
Kepercayaan
Antagonisme
Mengelola Stakeholders
Transparansi
Kerahasiaan
Mengelola Karyawan
Pemberdayaan
Pemaksaan
Mengelola Pasar
Persaingan
Manipulasi
Mengelola Regulator
Keterlibatan Sosial
Tekanan Politik
Potensi
Menyembuhkan
Keadilan
Penipuan
Potensi
Perangkap
18
yang
terkait
erat
dengan
FEMA
dalam
kegiatannya
mengembangkan jaringan bencana yang komprehensif (menghubungkan jaringanjaringan bencana di semua tingkat pemerintahan).
19
hierarkis, dan mengatur proses kerja secara keseluruhan. Akan tetapi, meskipun
TI menawarkan fleksibilitas dan sifat adaptif dalam manajemen keadaan darurat,
pihak manajemen masih membatasi perkembangan tersebut untuk fokus dalam
mempertahankan kelembagaan, sumber daya organisasi, dan pertahanan sipil yang
merupakan prioritas saat itu.
Pada tahun 1990an, awal tahap kedua pengembangan TI, FEMA terus
membangun organisasi dan jaringan TI-nya. Pada tahap ini FEMA mampu
memberikan informasi mengenai cuaca dan mampu memperkirakan akan
terjadinya bencana sehingga mempercepat distribusi bantuan ke lokasi bencana.
Penyebaran TI ikut memudahkan dalam mengelola organisasi dan membuat
keputusan mengenai perubahan lembaga di bawahnya hingga ke staf-staf terkait.
Fungsi kontrol tetap dilakukan oleh manajemen tingkat atas untuk melakukan
pengelolaan prioritas agar tidak berubah dari tujuan semula.
Gambar 8: Integrasi antara dokumen dan data dengan object relational document
Dari hasil analisis pada tahap kedua ini, terlihat bahwa perubahan lembaga
dan pengembangan jaringan dalam sebuah organisasi pemerintah tidak
mempengaruhi TI yang ada, tetapi perubahan terhadap staf dari manajemen
tingkat atas sampai dengan bawah dapat mengakibatkan kontrol hierarkis berubah.
Secara umum, penerapan networked organization dalam FEMA ini mampu
20
21
maka pengelolaan rantai komando organisasi tersebut akan menjadi lebih efektif
dan efisien sehingga e-Government dapat dengan mudah diterapkan di semua
sektor pelayanan publik yang ada.
6.
Kesimpulan
Struktur organisasi hierarkis memang memiliki keunggulan tersendiri,
khususnya pada sisi kontrol terhadap individu atau unit kerja dalam sebuah
organisasi. Kontrol yang kuat ini diperlukan untuk menjaga agar tidak ada
individu atau unit kerja yang mengambil keputusan atau tindakan tanpa
pengawasan. Akan tetapi, sifat kaku yang tidak terpisahkan dari sebuah hierarki
itu membuat pengambilan keputusan menjadi lambat sehingga organisasi dengan
struktur hierarkis cenderung kurang responsif.
Yang diperlukan untuk membentuk organisasi yang responsif adalah
struktur yang fleksibel, tapi tetap terkendali dengan baik. Organisasi seperti ini
adalah organisasi yang dikenal dengan istilah networked organization, yaitu
organisasi yang tidak terbatas pada pembagian fungsi atau divisi yang kaku
seperti halnya organisasi dengan struktur hierarkis. Komunikasi dan distribusi
informasi di dalam networked organization ini tidak harus melalui jalur yang
bertingkat dan didukung TI yang memadai sehingga dapat berjalan lebih cepat.
Sumber daya di dalam organisasi menjadi lebih mudah untuk disebarkan ke
seluruh bagian di dalam organisasi. Pihak manajemen pun bisa lebih terlibat
dalam mengawasi dan mengatur kegiatan operasional di dalam organisasi terkait.
Faktor-faktor ini yang menjadi kunci dalam membentuk dan menjalankan
networked organization yang fleksibel dan responsif tanpa kehilangan kendali.
Walaupun begitu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
menerapkan networked organization. Orientasi terhadap kecepatan jangan sampai
mengorbankan kontrol dan perubahan yang dilakukan di dalam organisasi pun
harus menyeluruh, yaitu mencakup struktur, proses, sumber daya manusia, dan
budaya kerja. Infrastruktur yang dibutuhkan untuk menyebar informasi di dalam
organisasi pun harus memadai, terutama untuk menjamin transparansi dan
konsistensi aliran informasi. Keleluasaan dalam hal pengambilan keputusan harus
diimbangi dengan pengawasan yang kuat, terutama untuk memastikan pihak yang
22
bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tersebut. Keterampilan orangorang di dalam organisasi, khususnya dalam mengakses dan mengolah informasi,
harus ditingkatkan seraya membiasakan budaya kerja lintas batas yang berbasis
pada kepercayaan antara pihak-pihak yang terkait.
Contoh kasus di Enron dan FEMA menunjukan betapa sulitnya menerapkan
networked organization, baik di perusahaan swasta maupun di organisasi
pemerintahan. Walaupun model networked organization menawarkan berbagai
kelebihan, Enron dan FEMA menunjukan bahwa jalan mencapai kelebihankelebihan itu tidak mudah. Dalam kasus Enron dan FEMA, kita melihat bahwa
pemanfaatan TI, khususnya untuk berbagi informasi, merupakan hal yang tidak
terpisahkan dari penerapan networked organization. Sementara masalah
kepercayaan, pengawasan, dan kontrol juga merupakan kendala yang nyata dalam
penerapan networked organization, baik di Enron maupun FEMA. Pada akhirnya
dapat
penerapan
networked
organization itu diabaikan, maka akan terbentuk organisasi yang berjalan dengan
kecepatan tinggi tanpa kendali yang memadai. Kondisi seperti ini tentu saja
merupakan awal dari kehancuran organisasi tersebut.
23
DAFTAR PUSTAKA
Alvarez, J., & Ferreira, A. (1995). Networks Versus Bureaucracies: The
Dilemmas of Organization of the Future.
Applegate, L. M., Austin, R. D., & Soule, D. L. (2009). Corporate information
strategy and management: Text and cases (8th ed.). Boston: McGraw-Hill
Irwin.
Baum, J. A. C., & Oliver. C. (1991). Institutional linkages and organizational
mortality. Administrative Science Quarterly. 187-218.
Ekbia, Hamid R. (2007). Managing Network Organizations in the Knowledge
Economy: Learning From Success and Failure. Annals of Information
Systems, 117-148.
Eraslan, H., Bulu, M., & Turkay, M. (2008). Clustering Analysis of Networked
Organizations. IGI Global.
Eynon, Rebecca, and William H. Dutton. (2007). Barriers to Networked
Governments: Evidence from Europe. Prometheus 25.3 : 225-42.
Gulati, Dialdin, & Wang (2002). Organizational Networks.
Gore, A. (1993). The Gore report on reinventing government. New York : Times
Books.
Ingram, P., and Baurn, J. A. C. (1997): Chain affiliation and the failure of
Manhattan hotels, 1898-1980. Administrative Science Quarterl!g. 42. 68102
Ingram. P., & Inman, C. (1996). Institutions, inter-group competition, and the
evolution of hotel populations around Niagara Falls. Administrative
Science Quarterly, 41, 629-58.
Keister. L. A. (1998). Engineering growth: Business group structure and firm
performance in China's transition economy. American Journal of
Sociology, 104, 404-440.
Khanna. T., & Palepu, K. (1999). The right way to restructure conglomerates in
emerging markets. Harvard Business Review, 77, 125-134.
Miles, R. E., & Snow, C. C. (1992). Causes of Failure in Network Organization.
California Management Review, 53-72.
24