You are on page 1of 5

Mandala of Health.

Volume 5, Nomor 2, Mei 2011

Riyatno, Cost-effectiveness analysis demam tifoid anak

COST-EFFECTIVENESS ANALYSIS PENGOBATAN DEMAM TIFOID ANAK


MENGGUNAKAN SEFOTAKSIM DAN KLORAMFENIKOL DI RSUD. PROF.
DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
Ine Puspitasari Riyatno1, Eman Sutrisna1
1

Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman


Email: inepuspitasari@yahoo.com
ABSTRACT
Typhoid fever is an endemic disease in developing country. The highest incidency of
typhoid fever is in children. There are many antibiotics are used to medicate thyphoid fever in
children. The using of different antibiotics affects higher medicine cost that patients have to pay.
Therefore the research is needed for knowing the cost effective of the two antibiotics between the
use of cefotaxime and chloramphenicol in medication of thyphoid fever in children in RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo is needed. This research used non experimental analitic method with crosssectional study. This study included 26 typhoid fever children who were treated in first class of
Aster room in RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. It used secondary datas which included
medicine costs (drugs, laboratories dan room) and day of treatment. The datas were analyzed
statistically with independent t-test to find the differences of medication cost and day of treatment
between cefotaxime and chloramphenicol using. It resulted that the using of cefotaxime cost Rp.
1.075.000,00 and chloramphenicol took Rp. 714.200,00; day of treatment of cefotaxime using was
6 days and chloramphenicol was 4 days. The independent t- test showed that there were significant
cost and LHR differences between cefotaxime and chloramphenicol using in medication of typhoid
fever in children. The conclusion of this research is chloramphenicol has more cost-effective than
cefotaxime in medication of typhoid fever in children.
Keywords: cost-effectiveness analysis, cefotaxime, chloramphenicol, children typhoid fever
sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari

PENDAHULUAN
suatu

laporan rawat inap di rumah sakit2. Kasus ini

penyakit infeksi sistemik yang disebabkan

tersebar secara merata di seluruh propinsi di

Demam
oleh

tifoid

Salmonella

merupakan

typhi.

Demam

tifoid

Indonesia

dengan

insidensi

di

daerah

dijumpai secara luas di berbagai negara

pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan

berkembang yang terutama terletak di daerah

di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/

tropis dan subtropis . Data World Health

tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus

Organization

2003

per tahun. Umur penderita yang terkena di

memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus

Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada

demam tifoid di seluruh dunia dengan

91% kasus1.

(WHO)

tahun

insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.


Kasus
sebagai

demam

penyakit

tifoid

endemis

dilaporkan
di

Negara

berkembang, yaitu 95% merupakan kasus


rawat

jalan

sehingga

insidensi

yang

Insidens

tertinggi

demam

tifoid

terdapat pada anak-anak. Demam tifoid pada


anak terbanyak terjadi pada kelompok umur
5

tahun

atau

lebih

dan

mempunyai

manifestasi klinis yang ringan .

324

Mandala of Health. Volume 5, Nomor 2, Mei 2011

Riyatno, Cost-effectiveness analysis demam tifoid anak

Obat golongan kuinolon sampai saat

Prof. Dr. Margono Soekarjo, Purwokerto.

ini masih belum tersedia untuk anak-anak

Pilihan antibiotik untuk demam tifoid anak di

dan remaja yang bebas dari efek samping.

ruang aster kelas I adalah sefotaksim,

Obat standar yang saat ini digunakan untuk

kloramfenikol, dan ampisilin. Penggunaan

demam tifoid yaitu kloramfenikol, ampisilin

antibiotik

atau amoksilin, kotrimoksasol (pengobatan

besarnya biaya obat yang dikeluarkan pasien.

lini pertama). Antibiotik alternatif lain untuk

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian

pengobatan demam tifoid yaitu golongan

untuk mengetahui antibiotik mana yang lebih

sefalosporin generasi ketiga (seftriakson dan

cost-effective antara penggunaan sefotaksim

sefotaksim secara intravena, cefixim secara

dan kloramfenikol pada kasus demam tifoid

oral), dan golongan fluoro-kuinolon3,4.

anak.

yang

berbeda

mengakibatkan

Masalah biaya kesehatan (rumah sakit,


dokter, obat, pemeriksaan laboratorium dan

METODE PENELITIAN

lain-lainnya) sejak beberapa tahun terakhir

Penelitian ini merupakan penelitian

telah banyak menarik perhatian, tidak hanya

observasional analitik dengan desain cross

di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri .

sectional. Sampel diambil berdasarkan data

Untuk mengalokasikan sumber daya yang

sekunder berupa catatan medis yang tercatat

tersedia, perlu dilakukan analisis ekonomi

di bagian rekam medik pasien demam tifoid

yang terkait dengan pelayanan kesehatan

anak yang di rawat inap di di ruang aster

Cost-Minimization Analysis,

kelas I RSUD Prof. Margono Soekarjo

yaitu

Cost-

Effectiveness Analysis, Cost-Utility Analysis,

Purwokerto

dan Cost-Benefit Analysis. Cost-effectiveness

Desember 2009. Berdasarkan rumus besar

analysis

dalam

sampel pengukuran komparatif kategorik

tersebut

tidak berpasangan didapatkan jumlah sampel

sebelum diputuskan alternatif mana yang

yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah

akan dipilih6.

berjumlah 13 orang pada masing-masing

merupakan

menganalisis

alat

bantu

program-program

periode

Januari

2008

Cost-effectiveness analysis merupakan

kelompok. Teknik pengambilan sampel yang

suatu penelitian untuk menemukan cara

digunakan adalah consecutive sampling yaitu

dalam

semua subjek yang datang dan memenuhi

meningkatkan

memobilisasi

sumber

dipergunakan
mengembangkan
khusus

tanpa

efisiensi
dana

untuk

dan

dan
dapat

membantu

pemikiran-pemikiran
mengabaikan

aspek-aspek

kriteria

pemilihan

penelitian

sampai

dimasukkan
jumlah

subjek

dalam
yang

diperlukan terpenuhi.
Penelitian ini membandingkan biaya

sosial dari sektor kesehatan itu sendiri7.

pengobatan

demam

tifoid

Berbagai macam antibiotika digunakan untuk

sefotaksim

dengan

kloramfenikol

mengobati demam tifoid pada anak di RSUD

membandingkan efektivitas (lama hari rawat)

anak

antara
serta

325

Mandala of Health. Volume 5, Nomor 2, Mei 2011

Riyatno, Cost-effectiveness analysis demam tifoid anak

dari masing-masing obat tersebut. Sampel

didapatkan hasil p = 0,001 yang berarti

yang diambil harus memenuhi kriteria inklusi

bahwa terdapat perbedaan bermakna antara

sebagai berikut: Pasien yang didiagnosis

lama hari rawat (LHR) pasien demam tifoid

demam tifoid yang menjalani rawat inap di

anak

ruang Aster kelas I, menggunakan antibiotik

kloramfenikol.

tunggal

sefotaksim

atau

dengan

kloramfenikol,

berusia 1-14 tahun dengan catatan medik


lengkap. Kriteria eksklusi pada penelitian ini

terapi

sefotaksim

dan

Tabel 1. Perbedaan total biaya


Variabel
Sefotaksim
Kloramfenikol

Mean
1075500
714200

t
2,208

p
0,041

adalah pasien demam tifoid dengan penyakit


penyerta, pasien keluar dari rumah sakit
karena keinginan sendiri (pulang paksa) atau
kabur sebelum dinyatakan sembuh, pasien
meninggal

dunia

dan

pasien

yang

Tabel 2. Perbedaan Lama Hari Rawat


Variabel
Sefotaksim
Kloramfenikol

Mean
5,84
4,38

t
3,668

p
0,001

menggunakan asuransi kesehatan. Analisis


bivariat menggunakan independent t-test

Hasil penelitian dengan pendekatan

untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan

cost-effective dari pengobatan demam tifoid

cost-effective

anak

antara

sefotaksim

dan

menggunakan

kloramfenikol pada pengobatan demam tifoid

kloramfenikol

anak.

dikeluarkan

yaitu
oleh

kloramfenikol
HASIL DAN PEMBAHASAN

sefotaksim
total

pasien

lebih

kecil

dan

biaya

yang

dengan

terapi

dibandingkan

dengan terapi sefotaksim. Hal ini dapat

Dari data Sub Bagian Rekam medik

disebabkan, direct medical cost dipengaruhi

RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo periode

oleh lamanya perawatan. Semakin lama lama

Januari 2008 Desember 2009 diperoleh

hari perawatannya, maka semakin banyak

data seluruh pasien demam tifoid anak pada

juga biaya yang dikeluarkan oleh pasien.

kelas 1 ruang Aster sebanyak 42 pasien.

Pasien

Berdasarkan kriteria eksklusi, jumlah pasien

kloramfenikol hanya memerlukan rata-rata 4

menjadi 30. Tetapi berdasar hasil rumus

hari

besar sampel, sampel yang dibutuhkan pada

memperoleh terapi sefotaksim memerlukan

penelitian ini adalah sebanyak 26 pasien.

rata-rata 6 hari, hal ini disebabkan efektivitas

Dari hasil uji independent t-test pada

yang
sedangkan

memperoleh
pada

pasien

terapi
yang

kloramfenikol lebih besar dari sefotaksim

Tabel 1 didapatkan hasil p = 0,041 yang

dalam

berarti bahwa terdapat perbedaan bermakna

pasien demam tifoid anak.

menurunkan gejala demam pada

antara total biaya pasien demam tifoid anak

Suatu obat dikatakan cost-effective

dengan terapi sefotaksim dan kloramfenikol.

apabila mempunyai efektivitas sama tetapi

Dari hasil uji independent t-test pada Tabel 2

harga obat sama atau mempunyai efektivitas

326

Mandala of Health. Volume 5, Nomor 2, Mei 2011

Riyatno, Cost-effectiveness analysis demam tifoid anak

lebih tinggi tetapi harga obat sama atau

antibiotik yang tepat (obat, dosis, dan durasi

mempunyai nilai ACER lebih rendah (jika

yang

efektivitas dan harga lebih tinggi)8. Hasil

menyembuhkan

penelitian

ini

didapatkan

kloramfenikol
efektivitas

lebih

efektivitas

besar

sefotaksim

dan

tepat)

sangat

penting

demam

tifoid

untuk
dengan

11

komplikasi yang minimal .

daripada
total

cost

KESIMPULAN

kloramfenikol lebih kecil daripada total cost

Berdasarkan hasil penelitian yang telah


dilakukan

kloramfenikol lebih dominan atau lebih cost-

analysis antara pasien demam tifoid anak

effective dari sefotaksim dalam pengobatan

yang menggunakan sefotaksim dengan pasien

demam tifoid anak di kelas 1 ruang Aster

demam tifoid anak yang menggunakan

RSUD.

kloramfenikol yang dirawat inap di kelas 1

Prof.

Dr.

Margono

Soekarjo

Purwokerto.

terhadap

cost-effectiveness

sefotaksim. Maka dapat disimpulkan bahwa

ruang Aster RSUD. Prof. Dr. Margono

Hasil penelitian yang dilakukan oleh


M.Muhlis (2007)

Soekarjo Purwokerto periode Januari 2008-

di RSUP Dr. Sardjito

Desember 2009 dapat disimpulkan bahwa

Yogyakarta yaitu kloramfenikol lebih cost-

rata-rata LHR pada pasien demam tifoid anak

effective daripada sefiksim. Rata-rata total

yang menggunakan sefotaksim adalah 5,84

biaya pasien dengan terapi kloramfenikol

hari, sedangkan rata-rata lamanya hari rawat

sebesar

pada

inap pada pasien demam tifoid anak yang

sefiksim Rp 381.167/kasus. Rata-rata lama

menggunakan kloramfenikol adalah 4,38

hari

terapi

hari. Rata-rata biaya pada pasien demam

kloramfenikol 4 hari sedangkan pada pasien

tifoid anak yang menggunakan sefotaksim

dengan terapi sefiksim adalah 5 hari.

sebesar Rp 1.075.500,00,

Penelitian ini menunjukkan bahwa alternatif

rata biaya pada pasien demam tifoid anak

yang paling ekonomis adalah kloramfenikol.

sebesar

261.850/kasus,
rawat

pasien

sedangkan
dengan

Kloramfenikol telah menjadi terapi

Rp

sedangkan rata-

714.200,00.

Secara

farmakoekonomi kloramfenikol lebih cost-

pilihan untuk demam tifoid selama hampir 40

effective

tahun, khususnya di negara berkembang

pada pengobatan demam tifoid anak.

dibandingkan dengan sefotaksim

dimana biaya terapi dianggap penting10.


Kloramfenikol

memiliki

aktivitas

tinggi

terhadap sebagian besar isolat klinis pada

DAFTAR PUSTAKA
1.

bakteri Salmonella thypii. Respon terhadap


terapi sangat konstan dibandingkan dengan
antibiotik yang lain, dengan penurunan suhu
tubuh yang normal secara teratur antara 3-5
hari setelah memulai pengobatan. Terapi

2.
3.

Pawitro,
U.
E,
Noorvitry,
M,
Darmowandowo, W. 2002. Ilmu Penyakit
Anak Edisi 1. Salemba Medika. Jakarta. pp
Parry, C. M. 2002. Typhoid fever. New
England Journal Medicine. 347(22):177082.
Hadinegoro, S. R. 1999. Masalah Multi
Drug Resisten pada Demam Tifoid Anak.
Cermin Dunia Kedokteran. 124: 5-8.

327

Mandala of Health. Volume 5, Nomor 2, Mei 2011

Riyatno, Cost-effectiveness analysis demam tifoid anak

4.

9.

5.

6.
7.
8.

Nelwan, R.H. 1999. Alternatif Baru


Pengobatan Demam Tifoid yang Resisten.
Cermin Dunia Kedokteran. 124: 9-10.
Mills, A., Gileon, L. 1999. Ekonomi
Kesehatan
Untuk
Negara
Sedang
Berkembang Sebuah Pengantar. Biro
Perencanaan
Departemen
Kesehatan.
Jakarta. pp: 67
Tjiptoherianto, P., Soesetyo, B. 1994.
Ekonomi Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta,
Jakarta. pp: 164-167.
Sulastomo. 2003. Manajemen Kesehatan.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Pp
Dorothy, S. 2009. Role of Economic
Epidemiology: With Special Reference to
HIV/AIDS.
Economic
Epidemiology
Workshop. 64-66

Muhlis, M., Fitria. 2007. Analisis CostEffectiveness Penggunaan Kloramfenikol


dan Sefalosporin pada Demam Tifoid Anak
di Salah Satu Rumah Sakit Pemerintah di
Yogyakarta Periode 2003-2005. Fakultas
Farmasi Universitas Ahmad Dahlan.
Yogyakarta.
10. Islam, F., Butler, T., Kabir, I., Alam, N.H.
1993. Treatment of Thypoid Fever with
Ceftriaxone for 5 Days or Chlorampenicol
for 14 Days: a Randomized Clinical Trial.
Antimicrobial Agents and Chemotherapy 37:
1572-1575
11. Bhutta, Zulfiqar, A. 2006. Current Concept
in The Diagnosis and Treatment of Thypoid
Fever. British Medical Journal33:76-82.

328

You might also like