You are on page 1of 18

Infection sialadenitis

19.40 |

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Terdapat tiga kelenjar utama pada rongga mulut,diantaranya
adalah kelenjar parotis, submandibular, dan sublingual.
Sialadenitis paling sering terjadi pada kelenjar parotis dan
biasanya terjadi pada pasien dengan umur 50-an sampai 60an.Sialadenitis adalah infeksi bakteri dari glandula
salivatorius, biasanya disebabkan oleh batu yang
menghalangi atau hyposekresi kelenjar. Proses inflamasi
yang melibatkan kelenjar ludah disebabkan oleh banyak
faktor etiologi.
Sialadenitis biasanya terjadi setelah obstruksi hyposecretion
atau saluran tetapi dapat berkembang tanpa penyebab yang
jelas.
B. TUJUAN
Untuk memahami Infectious Sialadenitis
Untuk mengetahui gejala, komplikasi, dan manifestasinya
pada rongga mulut.
Untuk mengetahui penyakit yang berhubungan dengan
Infectious Sialadenitis.
Untuk mengetahui perawatan dari Infectious Sialadenitis
BAB II
PEMBAHASAN
INFECTIOUS SIALADENITIS
Sialadenitis adalah infeksi bakteri dari glandula salivatorius,
biasanya disebabkan oleh batu yang menghalangi atau
hyposekresi kelenjar. Proses inflamasi yang melibatkan
kelenjar ludah disebabkan oleh banyak faktor etiologi. Proses
ini dapat bersifat akut dan dapat menyebabkan
pembentukan abses terutama sebagai akibat infeksi bakteri.
Keterlibatannya dapat bersifat unilateral atau bilateral
seperti pada infeksi virus. Sedangkan Sialadenitis kronis

nonspesifik merupakan akibat dari obstruksi duktus karena


sialolithiasis atau radiasi eksternal atau mungkin
spesifik,yang disebabkan dari berbagai agen menular dan
gangguan imunologi.
Etiologi
Sialadenitis biasanya terjadi setelah obstruksi hyposecretion
atau saluran tetapi dapat berkembang tanpa penyebab yang
jelas. Terdapat tiga kelenjar utama pada rongga
mulut,diantaranya adalah kelenjar parotis, submandibular,
dan sublingual. Sialadenitis paling sering terjadi pada
kelenjar parotis dan biasanya terjadi pada pasien dengan
umur 50-an sampai 60-an, pada pasien sakit kronis dengan
xerostomia, pasien dengan sindrom Sjgren, dan pada
mereka yang melakukan terapi radiasi pada rongga mulut.
Remaja dan dewasa muda dengan anoreksia juga rentan
terhadap gangguan ini.
Organisme yang merupakan penyebab paling umum pada
penyakit ini adalah Staphylococcus aureus; organisme lain
meliputi Streptococcus, Coli, dan berbagai bakteri anaerob.

Gejala Umum
Gejala umum meliputi gumpalan lembut yang nyeri di pipi
atau di bawah dagu, terdapat pembuangan pus dari glandula
ke bawah mulut dan dalam kasus yang parah, demam,
menggigil dan malaise (bentuk umum rasa sakit).
1. MUMPS (PAROTITIS ATAU PENYAKIT GONDONGAN)
Mumps atau Parotitis adalah suatu penyakit menular dimana
sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang
menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga
dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada
leher bagian atas atau pipi bagian bawah.
Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat
timbul secara endemik atau epidemik, Gangguan ini
cenderung menyerang anak-anak yang berumur 2-12 tahun.
Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah

zakar), sistem saraf pusat, pankreas, prostat, payudara dan


organ lainnya.
Individu yang beresiko besar untuk menderita atau tertular
penyakit ini adalah mereka yang menggunakan atau
mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon
kelenjar tiroid dan mereka yang kekurangan zat Iodium
dalam tubuh.
A. Penularan Mumps
Penyebaran virus Mumps atau Parotitis dapat ditularkan
melalui kontak langsung, percikan ludah, bahan muntah,
mungkin dengan urin. Virus dapat ditemukan dalam urin dari
hari pertama sampai hari keempat belas setelah terjadi
pembesaran kelenjar.
Penyakit gondongan sangat jarang ditemukan pada anak
yang berumur kurang dari 2 tahun, hal tersebut karena
umumnya mereka masih memiliki atau dilindungi oleh anti
bodi yang baik. Seseorang yang pernah menderita penyakit
gondongan, maka dia akan memiliki kekebalan seumur
hidupnya.
B. Tanda dan Gejala Mumps
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus
mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak
menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Namun
demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang
mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber penularan
penyakit tersebut. Masa tunas (masa inkubasi) mumps
sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari.
Tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan
berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sebagai
berikut :
Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Mumps mengalami
gejala: demam (suhu badan 38.5 40 derajat celcius), sakit
kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang
bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai
kaku rahang (sulit membuka mulut).
Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah

telinga (parotis) yang diawali dengan pembengkakan salah


satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami
pembengkakan.
Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari
kemudian berangsur mengempis.
Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah
rahang (submandibula) dan kelenjar di bawah lidah
(sublingual). Pada pria akil balik adalanya terjadi
pembengkakan buah zakar (testis) karena penyebaran
melalui aliran darah.
C. Diagnosis Penyakit Gondongan (Mumps atau Parotitis)
Diagnosis ditegakkan bila jelas ada gejala infeksi parotitis
epidemika pada pemeirksaan fisis, termasuk keterangan
adanya kontak dengan penderita penyakit gondong (Mumps
atau Parotitis) 2-3 minggu sebelumnya. Selain itu adalah
dengan tindakan pemeriksaan hasil laboratorium air kencing
(urin) dan darah.
D. Pemeriksaan Laboratorium
Disamping leukopenia dengan limfosiotsis relative,
didapatkan pula kenaikan kadar amylase dengan serum yang
mencapai puncaknya setelah satu minggu dan kemudian
menjadi normal kembali dalam dua minggu.
Jika penderita tidak menampakkan pembengkakan kelenjar
dibawah telinga, namun tanda dan gejala lainnya mengarah
ke mumps sehingga meragukan diagnose, dokter akan
memberikan order untuk dilakukannya pemeriksaan lebih
lanjut seperti serum darah. Sekurang-kurang ada 3 uji serum
(serologic) untuk membuktikan spesifik mumps antibodies:
Complement fixation antibodies (CF), Hemagglutination
inhibitor antibodies (HI), Virus neutralizing antibodies (NT).
E. Komplikasi Akibat Mumps
Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih
total tanpa penyulit, tetapi kadang gejalanya kembali
memburuk setelah sekitar 2 minggu. Keadaan seperti ini
dapat menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat

menyerang organ selain kelenjar liur. Hal tersebut mungkin


terjadi terutama jika infeksi terjadi setelah masa pubertas.
Dibawah ini komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan
atau pengobatan yang kurang dini :
Orkitis : Peradangan pada salah satu atau kedua testis.
Setelah sembuh, testis yang terkena mungkin akan menciut.
Jarang terjadi kerusakan testis yang permanen sehingga
terjadi kemandulan.
Ovoritis : peradangan pada salah satu atau kedua indung
telur. Timbul nyeri perut yang ringan dan jarang
menyebabkan kemandulan.
Ensefalitis atau meningitis : peradangan otak atau selaput
otak. Gejalanya berupa sakit kepala, kaku kuduk,
mengantuk, koma atau kejang. 5-10% penderita mengalami
meningitis dan kebanyakan akan sembuh total. 1 diantara
400-6.000 penderita yang mengalami enserfalitis cenderung
mengalami kerusakan otak atau saraf yang permanen,
seperti ketulian atau kelumpuhan otot wajah.
Pankreatitis : peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir
minggu pertama. Penderita merasakan mual dan muntah
disertai nyeri perut. Gejala ini akan menghilang dalam waktu
1 minggu dan penderita akan sembuh total.
Peradangan ginjal bisa menyebabkan penderita
mengeluarkan air kemih yang kental dalam jumlah yang
banyak.
Peradangan sendi bisa menyebabkan nyeri pada satu atau
beberapa sendi.
F. Pengobatan Mumps
Pengobatan ditujukan untuk mengurangi keluhan
(simptomatis) dan istirahat selama penderita panas dan
kelenjar (parotis) membengkak. Dapat digunakan obat
pereda panas dan nyeri (antipiretik dan analgesik) misalnya
Parasetamol dan sejenisnya, Aspirin tidak boleh diberikan
kepada anak-anak karena memiliki resiko terjadinya
sindroma Reye (Pengaruh aspirin pada anak-anak).
Pada penderita yang mengalami pembengkakan testis,

sebaiknya penderita menjalani istirahat tirah baring ditempat


tidur. Rasa nyeri dapat dikurangi dengan melakukan kompres
es pada area testis yang membengkak tersebut. Sedangkan
penderita yang mengalami serangan virus apada organ
pankreas (pankreatitis), dimana menimbulkan gejala mual
dan muntah sebaiknya diberikan cairan melalui infus.
Pemberian kortikosteroid selama 2-4 hari dan 20 ml
convalescent gammaglobulin diperkirakan dapat mencegah
terjadinya orkitis. Terhadap virus itu sendiri tidak dapat
dipengaruhi oleh anti mikroba, sehingga pengobatan hanya
berorientasi untuk menghilangkan gejala sampai penderita
kembali baik dengan sendirinya.
Mumps sebenarnya tergolong dalam "self limiting disease"
(penyakit yg sembuh sendiri tanpa diobati). Penderita Mumps
sebaiknya menghindarkan makanan atau minuman yang
sifatnya asam supaya nyeri tidak bertambah parah, diberikan
diet makanan cair dan lunak.
Jika pada jaman dahulu Mumps diberikan blau (warna biru
untuk mencuci pakaian), sebenarnya itu secara klinis tidak
ada hubungannya. Kemungkinan besar hanya agar anak
yang terkena penyakit Mumps ini malu jika main keluar
dengan wajah belepotan blau, sehingga harapannya anak
tersebut istirahat dirumah yang cukup untuk membantu
proses kesembuhan.
G. Pencegahan Penyakit Gondongan (Mumps/Parotitis)
Pemberian vaksinasi gondongan merupakan bagian dari
imunisasi rutin pada masa kanak-kanak, yaitu imunisasi MMR
(mumps, morbili, rubela) yang diberikan melalui injeksi pada
usia 15 bulan.
Imunisasi MMR dapat juga diberikan kepada remaja dan
orang dewasa yang belum menderita Mumps. Pemberian
imunisasi ini tidak menimbulkan efek panas atau gejala
lainnya. Cukup mengkonsumsi makanan yang mengandung
kadar Iodium, dapat mengurangi resiko terkena serangan
penyakit gondongan.
2. BACTERIAL SIALADENITIS
A. SIALADENITIS AKUT SUPURATIF

Acute suppurative sialadenitis pertama kali dilaporkan pada


tahun 1828. Penyakit ini mendapat perhatian pada tahun
1881, ketika Presiden Garfield meninggal dari parotitis akut
setelah operasi perut. Sebagian besar kasus melibatkan
kelenjar parotis, tetapi beberapa juga terjadi pada kelenjar
submandibular. Kerentanan parotis meningkat karena
aktivitas bakteriostatik berkurang dari saliva parotis bila
dibandingkan dengan saliva submandibular. kandungan tinggi
berat molekul Glikoprotein dan asam sialic dalam saliva
mucinous memiliki kemampuan agregasi bakteri yang lebih
besar daripada saliva serosa.Selain itu, saliva mukoid
memiliki konsentrasi lysozymes dan IgA yang lebih tinggi.
Presentasi klasik sialadenitis supuratif akut adalah mendadak
terdapat pembesaran yang menyebar dari kelenjar yang
terlibat terkait indurasi dan kelembutan. Air liur dapat
bernanah bisa dilihat di orifice duktus, terutama dengan pijat
pada glandula. Air liur harus di kultur untuk bakteri aerobik
dan anaerobik dan spesimen untuk pewarnaan Gram.
Organisme yang biasanya terlibat mencakup-positif
Staphylococcus aureus koagulase, dengan organisme aerobik
lain yang kadang-kadang terlibat, terutama Streptococcus
pneumonia, Escherichia coli, dan Haemophilus influenzae.
Organisme anaerobik yang paling umum adalah Bacteroides
melaninogenicus dan Streptococcus micros .Dua puluh
persen adalah bilateral.
Pemeriksaan histologis menunjukkan kerusakan kelenjar
dengan pembentukan abses. Ada erosi dari saluran-saluran
dengan penetrasi eksudat ke parenkim tersebut.
Perawatan awal harus mencakup hidrasi yang memadai,
kebersihan mulut baik, pijat berulang pada kelenjar, dan
antibiotik intravena. Administrasi empiris dari suatu
penisilinase- antibiotik resistant antistaphylococcal- harus
dimulai sambil menunggu hasil kultur. Angka kematian
dikutip mendekati 20%. Evaluasi USG atau computed
tomography (CT) akan menunjukkan apakah pembentukan
abses telah terjadi. Sialography merupakan kontraindikasi.
Insisi dan drainase paling baik dilakukan dengan
mengangkat penutup parotidectomy standar dan kemudian
menggunakan hemostat untuk membuat beberapa bukaan

ke dalam kelenjar, tersebar di arah umum dari syaraf wajah.


Sebuah saluran kemudian ditempatkan di atas kelenjar dan
luka tertutup. Dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk
melakukan aspirasi jarum yang dipandu CT atau USG-pada
abses parotis, yang dapat membantu menghindari prosedur
operasi terbuka. Hal ini juga untuk diingat bahwa fluktuasi
kelenjar parotis tidak terjadi sampai fase sangat terlambat
karena beberapa investasi fasia dalam kelenjar. Jadi, adalah
mustahil untuk menentukan adanya pembentukan abses
awal berdasarkan pemeriksaan fisik saja.
B. SIALADENITIS KRONIS
Histologi dari sialadenitis kronis adalah ada berbagai tingkat
atrofi asinar,infiltrasi limfoid dengan atau tanpa germinal
center, serta fibrosis. Saluran dilatasi terbuka dan
hiperplasia dari lapisan epitel dengan berbagai metaplasias.
Perluasan dilatasi akan menghasilkan pembentukan kista.
Metaplasia sel goblet menghasilkan musin yang berlimpah .
Arsitektur lobular biasanya dipelihara. Contoh Ekstrim
perubahan obstruktif dengan ditandai oleh atropy asinar
ditemui di glandula submandibular dan dikenal sebagai
chronic sclerosing sialadenitis atau tumor Kttner.
Fitur Sitologi Sialadenitis kronis
Karena proses radang kronis menyebabkan kelenjar ludah
nodular dan keras, sering dilakukan biopsi untuk
menyingkirkan kecurigaan terhadap tanda klinis neoplasma.
Aspirasi paucicellular biasanya terdiri dari unsur asinar
walaupun sedikit fragmen jaringan yang besar dari jaringan
asinar dengan arsitektur lobular utuh terlihat. asinus
mungkin hadir secara individual dan biasanya utuh.
Tergantung pada tingkat fibrosis, aspirasinya bisa
menunjukkan beberapa fragmen besar jaringan ikat. Sel-sel
inflamasi kronis berbeda dalam angka, biasanya pada tipe
lymphoplasmacytic. Juga terdapat fragmen dari epitel duktus
kadang-kadang dengan berbagai jenis metaplasias, seperti
skuamosa, kolumnar , sel goblet dan oncocytic. Metaplasia
sel goblet menyebabkan peningkatan sekresi lendir.
Sialadenitis kronis sekunder karena obstruksi saluran oleh

calculi sering dikaitkan dengan pelebaran duktus dan


pembentukan kista. Ini mensimulasikan kista non-neoplastik
atau bahkan tumor Warthin. Latar belakang menunjukkan
angka yang bervariasi dari sel-sel inflamasi kronik biasanya
pada tipe lymphoplasmacytic. Penyakit ini mungkin hadir
dalam jumlah besar, menembus jaringan asinar dan
mengaburkan rincian sitologi. Berat infiltrate limfoid mungkin
menyerupai gangguan lymphoproliferative. Fragmen dari
jaringan adiposa mungkin ada.
Aspirasi juga menunjukkan puing kalsifikasi dari
calculi,Kristal non-tirosin dan badan psammoma. Kristal
Non-tirosin dianggap mewakili a-amilase yang bisa
diidentifikasi dalam aspirasi dari sialadenitis
kronis.bentuknya non-birefringent, persegi panjang, kadangkadang dengan ujung runcing, variabel dalam ukuran antara
20 sampai 300 mikron panjang dengan lebar 10 sampai 100
mikron berbentuk noda oranye terang dengan Papanicolaou
dan noda biru yang dalam dengan Romanowsky. Epitel
saluran dapat mengalami hiperplasia dan menghasilkan
fragmen jaringan epitel yang dapat menyebabkan kesulitan
diagnostik sehingga menghasilkan diagnosis false positif.
Presentasi sitologi dari sialadenitis kronis biasanya sangat
tidak spesifik.
C. KRONIS SCLEROSING SIALADENITIS
Kronik sclerosing sialadenitis yang juga disebut sebagai
tumor Kttner adalah penyakit peradangan kronis akibat
penyumbatan saluran disebabkan oleh sialolithiasis dan
terjadi hampir secara eksklusif di kelenjar submandibular.
Para pasien mengalami rasa sakit dan bengkak berulang
sering dikaitkan dengan konsumsi makanan.
Histologi, menunjukkan infiltrasi kelenjar dengan
pembentukan folikel dan perluasan periductal
fibrosis.Terdapat atrofi asinar ditandai dengan dilatasi
duktus. Arsitektur lobular biasanya dipertahankan. Saluran
dapat menunjukkan piala metaplasia skuamosa dan sel
goblet. Pertambahan fibrosis membuat kelenjar keras dan
nodular,sehingga meningkatkan kecurigaan klinis dari
neoplasma ganas.

Sitologi, dari aspirasi biasanya paucicellular, dengan


beberapa bagian jaringan stroma dan nomor variabel
fragmen jaringan epitel duktal baik-tipe kolumnar cuboidal
atau dengan metaplasia skuamosa. Diagnostik potensial
terjadi ketika aspirasinya berisi fragmen jaringan epitel
duktal hiperplastik yang mensimulasikan pola sitologi dari
adenocarcinoma.
Fitur Cytopathologic dari tumor Kttner
Variabel cellularity tapi biasanya sangat kurang
Sel Inflamatory: tipe lymphoplasmacytic, sel-sel pusat
germinal, histiosit tubuh tingible dan makrofag.
Struktur duktus kecil muncul sebagai inti dikemas ketat
dalam fragmen jaringan atau sebagai tubulus memanjang
dibatasi oleh kolagen, mensimulasikan struktur pseudoacinar
karsinoma adenoid kistik
Inti sel epitel kecil dengan kromatin kompak untuk granula
yang halus, nukleolus granular tidak jelas
Latar belakang Irregular fragmen stroma fibrosa
Asinar elemen absen
Sialadenitis kronis juga disebabkan oleh agen infeksius
tertentu, seperti TBC atau Actinomyces.
Sitologi, dari aspirasi menunjukkan puing-puing seluler, selsel epithelioid dan tipe sel-sel multinuklear asing raksasa
tubuh bersama dengan sel inflamasi kronis. Kultur jaringan
dan noda khusus diperlukan untuk diagnosis yang tepat.
Individu imunologis comprimised seperti pasien dengan
infeksi HIV. CMV infeksi kelenjar ludah dilaporkan menjadi
sering terjadi pada individu ini. Epitel Duct atypia pada
infeksi CMV telah dilaporkan sebagai perangkap diagnostik
untuk diagnosis ganas.
3. SARKOIDOSIS (SARCOIDOSIS)
A. DEFINISI
Sarkoidosis (Sarcoidosis) adalah suatu penyakit peradangan

yang ditandai dengan terbentuknya granuloma pada kelenjar


getah bening, paru-paru, hati, mata, kulit dan jaringan
lainnya. Granuloma merupakan sekumpulan makrofag,
limfosit dan sel-sel raksasa berinti banyak. Granuloma ini
pada akhirnya akan menghilang total atau berkembang
menjadi jaringan parut.
B. PENYEBAB
Penyebabnya tidak diketahui. Kemungkinan penyebabnya
adalah suatu respon hipersensitivitas, keturunan, infeksi
maupun bahan kimia. Biasanya muncul pada usia 30-50
tahun dan sangat jarang ditemukan pada anak-anak.
C. GEJALA
Banyak penderita yang tidak menunjukkan gejala dan
penyakitnya ditemukan pada saat menjalani pemeriksaan
foto dada untuk keperluan lain. Jarang sampai terjadi gejala
yang serus.
Gejala sarkoidosis bervariasi tergantung dari lokasi dan
luasnya penyakit:
Demam, merasa tidak enak badan, dan sesak nafas
Batuk, sakit kepala
Mulut kering
Luka dan ruam di kulit
Gangguan penglihatan
Perubahan neurologis
Pembesaran kelenjar getah bening (benjolan di ketiak)
Pembesaran hati dan limpa
Malaise dan penurunan berat badan.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
Pembentukan air mata berkurang
Kejang
Perdarahan hidung
Kekakuan persendian
Rambut rontok

Mata terasa pedih, gatal dan belekan.


Sarkoidosis menghasilkan peradangan di paru-paru yang
akhirnya akan berkembang menjadi jaringan parut dan kista,
yang akan menyebabkan batuk dan sesak nafas.
Pada 15% penderita, penyakit ini menyerang mata. Uveitis
(peradangan pada struktur internal mata tertentu)
menimbulkan kemerahan pada mata, nyeri dan
mempengaruhi penglihatan. Peradangan yang menetap
untuk waktu yang lama, akan menyumbat aliran cairan untuk
mata dan menyebabkan glaukoma, yang dapat
menyebabkan kebutaan.
Granuloma bisa terbentuk di konjungtiva (selaput bola mata
dan kelopak mata). Granuloma ini sering tidak menyebabkan
gejala. Granuloma yang terbentuk di jantung mungkin akan
menyebabkan angina atau gagal jantung. Granuloma yang
terbentuk di dekat sistem konduksi jantung dapat memicu
terjadinya gangguan irama jantung.
D. DIAGNOSA
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan untuk
membantu menegakkan diagnosis sarkoidosis:
Hitung jenis darah
Tes fungsi paru (bila di paru-paru terbentuk jaringan parut,
maka hasilnya akan menunjukkan bahwa jumlah udara yang
dapat ditahan paru-paru berada di bawah normal)
Kadar enzim ACE (pada banyak penderita, kadar enzim
pengubah angiotensin dalam darah adalah tinggi)
Rontgen dada untuk mencari adanya pembesaran kelenjar
getah bening
Biopsi kelenjar getah bening
Biopsi luka di kulit
Bronkoskopi
Biopsi paru terbuka
Biopsi hati
Biopsi ginjal
EKG untuk mencari kelainan jantung.
Tes kulit tuberkulin (tuberkulosis dapat menyebabkan

banyak perubahan yang mirip dengan sarkoidosis, karena itu


dilakukan tes kulit tuberkulin untuk memastikan bahwa
penyakitnya bukan tuberkulosis)
Skening galium (kadang dilakukan jika diagnosis masih
meragukan, karena skening galium akan menunjukkan pola
yang abnormal pada paru-paru atau kelenjar getah bening
penderita)
Enzim hati (jika hati juga terkena, maka kadar enzim hati,
terutama alkalin fosfatase mungkin meningkat).
E. PENGOBATAN
Gejala sarkoidosis seringkali secara perlahan akan
menghilang dengan sendirinya, sehingga tidak perlu
dilakukan pengobatan. Untuk menekan gejala yang berat
seperti sesak nafas, nyeri sendi dan demam, diberikan
corticosteroid.
Corticosteroid juga diberikan jika:
- hasil pemeriksaan menunjukkan kadar kalsium darah yang
tinggi
- mengenai jantung, hati atau susunan saraf
- sarkoidosis menyebabkan lesi kulit atau penyakit mata
yang tidak sembuh dengan tetes mata corticosteroid
- penyakit paru-paru bertambah buruk.
Pemakaian corticosteroid dilanjutkan selama 1-2 tahun. Obat
lainnya yang kadang digunakan sebagai tambahan terhadap
corticosteroid adalah obat immunosupresan, seperti
methotrexat, azathioprine dan cyclophosphamide.
Keberhasilan pengobatan dinilai melalui hasil pemeriksaan
foto dada, tes fungsi paru dan pengukuran kalsium dan
enzim ACE dalam darah. Tes ini dilakukan berulang untuk
mengetahui adanya kekambuhan setelah pengobatan
dihentikan. Pada kegagalan organ yang tidak dapat
diperbaiki, kadang perlu dilakukan pencangkokan organ.
F. PROGNOSIS
Banyak penderita yang tidak mengalami penyakit yang serius
dan penyakitnya bisa menghilang tanpa pengobatan. 30-

50% kasus mengalami pemulihan spontan dalam waktu 3


tahun. Lebih dari 60% penderita tidak menunjukkan gejala
setelah 9 tahun. Bahkan pembesaran kelenjar getah bening
di dada dan peradangan paru-paru yang luas bisa hilang
dalam beberapa bulan atau tahun. Lebih dari 75% penderita
yang mengalami pembengkakan kelenjar getah bening, dan
lebih dari 50% penderita yang paru-parunya terlibat, sembuh
dalam waktu 5 tahun.
Penderita sarkodosis, yang masih terbatas di dada, lebih baik
daripada mereka yang juga mempunyai sarkoidosis di
tempat lain. Penderita dengan pembesaran kelenjar getah
bening di dada tapi tidak menunjukkan adanya penyakit
paru-paru mempunyai prognosis yang sangat baik. Mereka
yang penyakitnya dimulai dengan eritema nodosum
mempunyai prognosis yang terbaik.
Sekitar 50% yang pernah menderita sarkoidosis akan
mengalami kekambuhan. 10% penderita mengalami
kecacatan yang serius karena kerusakan pada mata, sistem
pernafasan atau organ lainnya. Adanya jaringan parut pada
paru-paru memicu terjadinya gagal pernafasan yang
merupakan penyebab utama kematian.
4. SJOGRENS SYNDROME
Sjogren syndrome adalah penyakit yang menyebabkan
kekeringan pada mulut dan mata. Penyakit ini juga dapat
menyebabkan kekeringan di daerah lain yang memerlukan
kelembaban, seperti hidung, faring dan kulit. Kebanyakan
orang yang terkena sjogrens syndrome > 40 tahun. 9 dari
10 nya adalah wanita. Sjogrens syndrome kadang-kadang
berhubungan dengan masalah rheumatic seperti rheumatoid
arthritis.
Sjogrens syndrome adalah penyakit autoimun. Jika
penderita mempunyai penyakit autoimun, system imun yang
mana berperan untuk melawan penyakit, malah menyerang
bagian dari tubuh penderita. Pada sjogrens syndrome,
system imun menyerang kelenjar air mata dan saliva. Itu
juga akan menyerang persendian, paru-paru, ginjal,
pembuluh darah, organ pencernaan dan nervus.
Gejala utamanya adalah :

Mata kering
Mulut kering
Perawatan focus untuk menghilangkan gejala.
5. SALIVARY LYMPHOEPITHELIAL LESIONS
A. GAMBARAN KLINIS
Lymphoepithelial sialadenitis adalah infiltrasi jinak
lymphocytic pada kelenjar saliva dengan atrofi parenkim dan
hyperplasia duktus dengan epitheliotropisme lymphocytic.
Infiltrasi lymphocytic adalah manifestasi kelenjar ludah pada
mukosa- berhubungan dengan jaringan lymphoid. Ini adalah
lesi autoimun dan komponen dari Sjogren syndrome. Sjogren
syndrome adalah penyakit autoimun complex yang
menyerang kelenjar air mata dan kelenjar saliva.
B. GAMBARAN PATOLOGI
Infiltrasi lymphocytic, atrofi parenkim dan proliferasi
epithelial khas lymphoepithelial sialadenitis. Pada stadium
awal, tingkat infiltrasi lymphocytic berbeda-beda diantara
lobus kelenjar, tetapi pada stadium akhir, hampir semua
parenkim terinfiltrasi. Jumlah germinal centers pada
lymphoid bervariasi mulai dari sedikit sampai banyak.
Multiple foci pada duktus epithelial yang hyperplasia
menyebar ke seluruh bagian oleh lymphocytes,
lymphoepithelial lesions. Dalam lymphoepithelial lesions,
lumen kadang terlihat jelas, tetapi kebanyakan berbentuk
ireguler berupa polygonal dan spindel sel, sering dengan
deposit dari intercellular eosinophilic hyaline material.
Hyperplastic epithelium adalah duktus sel basal utama yang
kekurangan immunohistochemical khususnya myoepithelium.
Infiltrasi lymphoid mempunyai sel T, tetapi dalam foci
proliferasi epithelial, lymphocytes mempunyai gambaran
monocytoid B-cells atau centrocyte-seperti sel, dengan kata
lain marginal zone B-cells. Pada beberapa kasus, beberapa
foci pada intraepithelial B-cell adalah clonal; bagaimanapun,
ketiadaan ekspansi dari B-cells clones, ini controversial
apakah dia menggambarkan manifestasi awal dari
lymphoma. Pada Sjogren syndrome, kelenjar saliva minor

menunjukkan sialadenitis kronik tetapi secara khusus tak


punya lymphoepithelial lesions. Labial minor salivary gland
biopsy biasanya digunakan, bersama dengan gejala klinis
yang lain dan parameter laboratorium, untuk penilaian
terhadap Sjogren syndrome. Satu atau lebih foci dari 50 atau
lebih lymphocytes per 4 mm2 dari jaringan kelenjar saliva
yang mendukung Sjogren syndrome.
Mayoritas lymphocytes reaktif dengan sel T saat lymphocytes
di dalam dan disekitar lymphoepithelial lesions paling banyak
reaktif dengan B-cell. Foci dari epithelial hyperplasia reaktif
untuk cytokeratin tetapi tidak reaktif untuk tanda spesifik
myoepithelial.
Faktor Penilaian
I. Gejala ocular: paling sedikit satu dari:
1. Mata kering setiap hari > 3 bulan
2. Sensasi pasir atau kerikil dalam mata
3. Menggunakan tetes mata > 3 kali sehari
II. Gejala oral: paling sedikit satu dari:
1. Mulut kering > 3 bulan
2. Bengkak yang rekuren atau persisten pada kelenjar saliva
3. Cairan diperlukan untuk membantu menelan makanan
kering
III. Tanda ocular: paling sedikit dari:
1. Schimers I test, tanpa anastesi, 5 mm dalam 5 menit
2. Positive vital dye staining
IV. Labial salivary gland biopsy: focus score 1
V. Kelenjar saliva: paling sedikit satu dari:
1. Unstimulated aliran saliva 1,5 ml dalam 15 menit
2. Parotid sialography dengan diffuse sialectasis tanpa
obstruksi duktus may
C. PROGNOSIS
Lymphoepithelial sialadenitis dan Sjogren syndrome tidak
dapat diobati tetapi dapat dikontrol dengan terapi anti
inflamasi, seperti kortikosteroid. Pasien Lymphoepithelial
sialadenitis memiliki resiko lebih tinggi untuk terserang
lymphoma, dan sebagian besar salivary extranodal MZBCL

didahului dengan Lymphoepithelial sialadenitis.


d. DIAGNOSA BANDING
Extranodal MZBCL adalah diagnose banding yang utama.
Pada fase awal transisi ke lymphoma, perbedaan dan
gambaran klinik keduanya cukup sulit untuk ditetapkan,
tetapi banyaknya monocytoid clonal atau centrocyte-like Bcells disekeliling area lymphoepthelial menjadi pertimbangan
diagnostic. Pada penyakit yang lebih lanjut, area dari zona
tepi ekspansi B- cell menjadi confluent. Foci dari ephitelial
hyperplasia tetap ada. Perbedaan dari Lymphoepithelial
sialadenitis didasarkan pada jumlah dan penyebaran zona
tepi monocytoid B cell. Pada lymphoma, monocytoid B cell
terletak di luar sama seperti di dalam, lymphoephitelial lesi
mengelilingi halo dan berbentuk helai-helai yang sering
menghubungkan beberapa lesi lymphoepitelial yang berbeda.
Kadang-kadang folikel secara ekstensif di infiltrasi oleh zona
tepi B cell. Tidak seperti Lymphoepithelial sialadenitis, sering
terdapat lembaran plasma sel dengan atau tanpa Dutcher
Bodies.
Gambaran histopatologis dari HIV- assosiated salivary
gland disease juga sangat mirip dengan Lymphoepithelial
sialadenitis.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sialadenitis adalah infeksi bakteri dari glandula salivatorius,
biasanya disebabkan oleh batu yang menghalangi atau
hyposekresi kelenjar. Proses inflamasi yang melibatkan
kelenjar ludah disebabkan oleh banyak faktor etiologi. Proses
ini dapat bersifat akut dan dapat menyebabkan
pembentukan abses terutama sebagai akibat infeksi bakteri.
Keterlibatannya dapat bersifat unilateral atau bilateral
seperti pada infeksi virus. Sedangkan Sialadenitis kronis
nonspesifik merupakan akibat dari obstruksi duktus karena

sialolithiasis atau radiasi eksternal atau mungkin


spesifik,yang disebabkan dari berbagai agen menular dan
gangguan imunologi.
DAFTAR PUSTAKA
Chow in Mandell (2000) Infectious Disease, p. 699-700
Ellis GL. Lymphoid lesions of salivary glands: Malignant and
Benign. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2007 Nov
1;12(7):E479-85.
Klink und Poliklinik fr HNO-Heilkunde/Kopf- und
Halschirurgie, Bundeswehrkrankenhaus Ulm, Oberer
Eselsberg 40, 89081, Ulm. heinzmaier@bundeswehr.org
Kristin A Carmody, MD, Assistant Professor, Boston University
Medical School; Attending Physician, Department of
Emergency Medicine and Associate Director of Emergency
Ultrasound, Boston Medical Center
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/sjogrenssyndrome.html

You might also like