You are on page 1of 37

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Judul
Gangguan sistem persepsi dan sensori pada penderita retinoblastoma.
1.2 Latar Belakang

Anak usia di bawah lima tahun (balita) rentan terkena kanker retina atau
retinoblastoma. Gejalanya cukup khas, yaitu mata anak terlihat bercak putih. Jika
tersorot oleh cahaya senter, mata anak akan memantulkan cahaya seperti mata
kucing yang bersinar dalam gelap. Sayangnya, banyak orangtua yang baru sadar
setelah kondisi penyakit anaknya sudah pada stadium lanjut. dan anak sudah
kehilangan penglihatannya.
Penanganan retinoblastoma pada stadium awal bisa dilakukan melalui
radioterapi dan cryoterapi. Pada kondisi seperti itu, masih mungkin anak tak sampai
kehilangan bola matanya. Kemoterapi bisa juga dilakukan jika kondisi penyakit masih
di stadium awal, guna menyelamatkan bola mata sehingga bisa melihat lagi. Namun,
jika sudah masuk stadium akhir, mau tak mau harus dilakukan enukleasi untuk
pengangkatan bola mata.
Dari hal tersebut, maka sangat diperlukannya pengetahuan mengenai
retinoblastoma bagi seorang perawat agar dapat memberikan penanganan secara tepat
sehingga dapat meminimalisir kejadian yang lebih buruk terjadi. Untuk itu kami
membuat makalah ini sebagai bahan pembelajaran mengenai gangguan sistem
persepsi dan sensori pada penderita retinoblastoma.
1

1.3 Identifikasi Masalah


a. Apa definisi dari retinoblastoma?
b. Bagaimana insidensi dari retinoblastoma?
c. Apa etiologi dari retinoblastoma?
d. Apa saja klasifikasi dari retinoblastoma?
e. Apa saja manifestasi klinis dari retinoblastoma?
f. Bagaimana patofisiologi dari retinoblastoma?
g. Apa saja komplikasi dari retinoblastoma?
h. Bagaimana penatalaksanaan/pemeriksaan dari retinoblastoma?
i. Bagaimana masalah keperawatan dan asuhan keperawatan dari retinoblastoma?

1.4 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menambah wawasan
mengenai gangguan sistem persepsi dan sensori pada penderita retinoblastoma, sebagai
bahan kajian bagi perawat dalam praktiknya menangani penderita dengan retinoblastoma
dan untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem persepsi dan sensori.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Retinoblastoma
Definisi retinoblastoma menurut beberapa sumber di antaranya:
Retinoblastoma merupakan tumor ganas utama intraokular yang ditemukan pada
anak-anak, terutama pada usia di bawah lima tahun. Tumor berasal dari jaringan retina
embrional. (Mansjoer A. 2000).
Retinoblastoma adalah tumor endo-okular pada anak yang mengenai saraf embrionik
retina. Kasus ini jarang terjadi, sehingga sulit untuk dideteksi secara awal. Rata rata usia
klien saat diagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13 bulan pada kasus kasus
bilateral. Beberapa kasus bilateral tampak sebagai kasus unilateral, dan tumor pada bagian
mata yang lain terdeteksi pada saat pemeriksaan evaluasi. ini menunjukkan pentingnya untuk
memeriksa klien dengan dengan anestesi pada anak anak dengan retinoblastoma unilateral,
khususnya pada usia dibawah 1 tahun. (Ganong William F.1998).
Retinoblastoma merupakan tumor intraokular kongenital ganas yang muncul dari
retina dn paling umum terjadi pada kanak-kanak. (Wong, 2009)
Dari beberapa pendapat yang telah kami temukan maka dapat dikatakan
retinoblastoma adalah tumor endoocular pada anak yang mengenai sel syaraf
embrionikretina yang merupakan keganasan intraokuler yang paling sering terjadi pada
anak.
2.2 Insidensi
Insiden retinoblastoma rata-rata 1/20000 kelahiran hidup. Retinoblastoma dapat
terjadi baik secara herediter maupun nonherediter. Diperkirakan sekitar 40% retinoblastoma
adalah herediter, 25% di antarnya bilateral dan 15% adalah unilateral. Sedangkan saudara
kandung dan keturunannya merupakan risiko menderita kanker ini.

Retinoblastoma dapat terjadi secara familial atau sporadik. Hanya 6%-10% penderita
yang mempunyai riwayat familial. Kebanyakan kasus dapat terjadi pada kedua mata,
walaupun beberapa tumor terjadi pada satu mata. Anak dari pasien retinoblastoma herediter
yang sembuh mempunyai satu atau dua kemungkinan untuk membawa mutasi sel germinal,
sedangkan pembawa sifat (carrier) kemungkinan menderita retinoblastoma adalah 90% jika
orang tuanya menderita retinoblastoma bilateral dan kemungkinan kecil menderita
retinoblastoma unilateral.
2.3 Etiologi
Retinoblastoma terjadi karena kehilangan kedua kromosom dari satu alel
dominan protektif yang berada dalam pita kromosom 13g14. Bisa karena mutasi atau
diturunkan. Mutasi terjadi akibat perubahan pada rangkaian basa DNA. Peristiwa ini dapat
timbul karena kesalahan replikasi, gerakan, atau perbaikan sel. Mutasi dalam sebuah sel
benih akan ditransmisikan kepada turunan sel tersebut. Sejumlah faktor, termasuk virus, zat
kimia, sinar ultraviolet, dan radiasi pengion, akan meningkatkan laju mutasi. Mutasi
kerapkali mengenai sel somatik dan kemudian diteruskan kepada generasi sel berikutnya
dalam suatu generasi.
Retinoblastoma terjadi secara familiar atau sporadik. Namun dapat juga
diklasifikasikan menjadi dua subkelompok yang berbeda, yaitu bilateral atau unilateral dan
diturunkan atau tidak diturunkan. Kasus yang tidak diturunkan selalu unilateral, sedangkan
90% kasus yang diturunkan adalah bilateral, dan unilateral sebanyak 10%. Gen
retinoblastoma (RBI) diisolasi dari kromosom 13q14, yang berperan sebagai pengatur
pertumbuhan sel pada sel normal. Penyebabnya adalah tidak terdapatnya gen penekan tumor,
yang sifatnya cenderung diturunkan. Kanker bisa menyerang salah satu mata yang bersifat
somatik maupun kedua mata yang merupakan kelainan yang diturunkan secara autosom
dominan. Kanker bisa menyebar ke kantung mata dan ke otak (melalu saraf
penglihatan/nervus optikus).

2.4 Klasifikasi

2.4.1

Klasifikasi Reese dan Ellsworth


Klasifikasi ini berdasarkan dari perhitungan jumlah, ukuran, lokasi tumor, dan
ada-tidaknya vitreous seeding. Namun hanya dapat diaplikasikan pada retinoblastoma
tipe intraokuler. Tidak dapat dipakai untuk pasien yang telah stadium ekstraokuler.
Group I

a) Tumor soliter, ukuran <4 diameter disc, pada atau di belakang equator.
b) Tumor multipel, ukuran < 4 diameter disc, semua pada atau di belakang equator.

Group II
a) Tumor soliter, ukuran 4-10 diameter disc, pada atau di belakang equator.
b) Tumor multipel, ukuran 4-10 diameter disc, di belakang equator.
Group III
a) Ada lesi dianterior equator
b) Tumor soliter lebih besar 10 diameter disc di belakang equator.
Group IV
a) Tumor mulipel, beberapa besarnya lebih besar dari 10 diameter disc
b) Ada lesi yang meluas ke anterior ora serrata
Group V
a) Massive seeding melibatkan lebih dari setengah retina.
b) Vitreous seeding
2.4.2

Klasifikasi Internasional
Childrens Oncology Group (COG) melakukan evaluasi pada sistem klasifikasi

internasional bagi penderita retinoblastoma. Klasifikasi retinoblastoma internasional


menggabungkan antara gambaran klinik dan patologi. Dalam klasifikasi ini pasien
dikelompokan berdaasarkan tingkat keparahan penyakit, termasuk gambaran mikroskopik
atau ekstensi ekstaokuler dan metastase
Grou

Quick reference

Specific features

Tumor kecil
Tumor besar

Rb <3 mm
Rb> 3mm or

p
A
B

Macula
Juxtapapillary
Subretinal Fluid

Macular Rb Location (< 3 mm to foveola)


Juxtapapillary Rb location (<1,5 mm to

disc)
Additional subretinal fluid <3mm from
margin

Focal seeds

Rb with:
-

Diffuse seed

from Rb
Rb with:
-

Extensive Rb

Subretinal seeds <3 mm from Rb


Vitreous seed <3 mm from Rb
Both subretinal and vitreous seed < 3mm

subretinal fluid > 3 mm from Rb


subretinal seeds >3 mm from Rb
Vitreous seed > 3 mm from Rb
Both subretinal and vitreous seeds > 3 mm

from Rb
Extensive Rb occupying > 50% globe or
-

Neovascular glaucoma
Opaque media from hemorrhage in
anterior chamber, vitreous or subretinal

space
Invasion of postlaminar optic nerve,
choroid (>2mm), sclera, orbit, anterior
chamber.

2.4.3

Klasifikasi Berdasarkan Gejala Klinik


Di negara berkembang dimana penderita paling banyak ditemukan pada stadium

lanjut, klasifikasi dibuat berdasarkan gejala kliniknya , yaitu:


-

Stadium leukokoria (stadium tenang )

Pada stadium ini pasien tidak merasakan gejala apapun hanya penglihatan yang
menurun sampai visus 0. Saat ini orang tua pasien sering merasa tidak ada masalah
dengan mata anaknya sehingga kadang dibiarkan , padahal pada tahap inilah pasien
masih bisa diselamatkan dengan tindakan enukleasi (pengangkatan bola mata) , jika pada
pemeriksaan patologi anatomi N. Optik sudah terkena maka tindakan selanjutnya adalah
kemoterapi . Perlangsungan hidup pada stadium ini jika cepat ditindak lanjuti biasanya
-

membaik.
Stadium exophthalmos

Pada stadium ini massa tumor sudah memenuhi seluruh isi bola mata , sehingga
gejala yang nampak adalah galukoma .Gejala lain yang dapat nampak adalah strabismus ,
uveitis , hifema. Stadium ini biasanya hanya berlangsung beberapa bulan , sehingga jika
terlambat ditangani akan masuk stadium berikutnya. Penanganan pada stadium ini
dilakukan enukleasi kemudian kemoterapi. Tapi dapat juga kemoterapi dahulu untuk
mengecilkan tumor kemudian dilanjutkan dengan enukleasi. Prognosis pasien pada
-

stadium ini masih baik , jika pasien berobat teratur.


Stadium glaukomatosa

Pada stadium ini bola mata sudah menonjol (proptosis), akibat desakan massa
tumor yang sudah keluar ke extraokuler. Segmen anterior bola mata sudah rusak dan
keadaan umum pasien nampak lemah dan kurus. Prognosis pada stadium ini buruk,
tindakan yang dilakukan hanyalah untuk mempertahankan hidup pasien. Dilema yang
biasanya dihadapi dalam pengobatan stadium ini adalah kondisi pasien yang lemah akan
diperparah dengan pemberian kemoterapi yang notabene merupakan drug of choice dari

terapi retinoblastoma. Biasanya dilakukan biopsy dahulu kemudian dilanjutkan dengan


kemoterapi.
Stadium metastase

Stadium ini sangat buruk oleh karena tumor sudah masuk ke kelenjar lymphe
aurikuler atau sub mandibula . Penanganan pada stadium ini hanyalah bersifat paliatif
saja.
2.5 Manifestasi Klinis

Leukokoria
Leukokoria adalah refleksi putih kekuningan dalam pupil yang disebabkan oleh tumor
di belakang lensa. Warna putih mungkin terlihat pada saat anak melirik atau dengan
pencahayaan pada waktu pupil dalam keadaan semi midriasis, sehingga gejala ini sering
disebut seperti "mata kucing". Dan merupakan gejala klinis yang paling sering
ditemukan pada retinoblastoma intra okuler yang dapat mengenai satu atau kedua mata.

Penurunan atau menghilangnya pengelihatan dan Strabismus


Merupakan gejala dini yang sering ditemukan setelah leukokoria. Strabismus adalah
gangguan visual di mana mata tidak sinkron dan titik fokus menuju ke arah yang
berbeda. Strabismus ini muncul bila lokasi tumor pada daerah makula sehingga mata
tidak dapat terfiksasi. Strabismus dapat juga terjadi apabila tumornya berada diluar
makula tetapi massa tumor sudah cukup besar.

Mata merah
Mata merah ini sering berhubungan dengan glaukoma sekunder yang terjadi akibat
retinoblastoma. Apabila sudah terjadi glaukoma maka dapat diprediksi sudah terjadi
invasi tumor ke nervus optikus. Selain glaukoma, penyebab mata merah ini dapat pula
akibat gejala inflamasi okuler atau periokuler yang tampak sebagai selulitis preseptal.
Atau endoftalmitis. Inflamasi ini disebabkan oleh adanya tumor yang nekrosis.

Hifema

10

Hifema (hyphema) adalah pendarahan di ruang anterior mata

Hipopian
Hipopion (hypopyon) adalah akumulasi sel darah putih (nanah) di ruang anterior mata.

Buftalmus
Merupakan gejala klinis yang berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Okuler
akibat tumor yang bertambah besar.

Pupil midriasis
Midriasis adalah dilatasi (pelebaran) pupil berlebihan karena penyakit, trauma atau
obat-obatan, jika dalam retinoblastoma karena tumor. Biasanya, pupil melebar dalam
gelap dan menyempit dalam terang. Tapi seseorang denngan pupil midriatik akan tetap
melebar, bahkan di lingkungan yang terang.

Propotosis
Bola mata menonjol kearah luar akibat pembesaran tumor intra dan ekstra okuler

2.6 Patofisiologi
Retinoblastoma terjadi karena adanya mutasi pada gen RBI yang terletak pada kromosom
13q14 (kromosom nomor 13 sequence ke 14) baik dipicu oleh faktor keturunan maupun
lingkungan seperti virus, zat kimia, dan radiasi. Gen RBI ini merupakan gen suppressor
tumor, bersifat alel dominan protekti, dan merupakan pengkode protein RBI (P-RB) yang
merupakan protein yang berperan dalam dalam regulasi suatu pertumbuhan sel (Anwar
2010:1). Apabila terjadi mutasi seperti kesalahan transkripsi, translokasi, maupun delesi
informasi genetic, maka gen RBI menjadi inaktif sehingga Protein RB juga inaktif atau tidak
diproduksi sehingga memicu pertumbuhan sel kanker (Tomlison, 2006:62)
Retinoblastoma bisa terjadi di bagian posterior retina. Dalam perkembangannya masa
tumor dapat tumbuh baik secara internal dengan memenuhi vitrous body (endofik), maupun
tumbuh kearah luar menembus koroid, saraf optic dan sclera (eksoftik).

11

Endoge

Eksogen

Kesalahan replikasi

Lingkungan berpolusi, bahan

gerakan atau perbaikan

kimia, sinar UV, radiasi

sel
Mutasi pada sel retina
Gen RBI dikromosom 13q14

Gen RBI
inactive
Protein RBI (PRB) tidak
diproduksi
Perumbuhan sel
daerah retina
tidak terkontrol

Retino blastoma
Eksofiatik

Endofitik

Tumbuh keluar lapisan

Tumor tumbuh ke

retina / sub retina

dalam vitrenous

Leukocaria

Tumor

Peningkatan

Pembatasan

12
mencapai area

massa

aktivitas

macular

Penurunan visus

Peningkatan TIO

Strabismus

mata

Proses sosialisasi
terganggu

Gangguan

Mata menonjol

Ketidakmampua

penglihatan

Resiko

n untuk fiksasi

sensori penglihatan

perkembangan

Nyeri Akut

Perubahan persepsi

terganggu

Mata mengalami
deviasi

Penurunan lapang
pandang

Gangguan persepsi
sensori penglihatan

Resiko tinggi cidera

Metastase
Melalui aliran darah

Mata kiri

Mata

Strabism

menonj

us

Otak

Leucocar
ia

Gangguan

Gangguan

pada

pada N.

cerebelum
13

Nyeri
Nyeri
kepala
kepala

Gangguan

Gangguan

ingatan

persepsi sensori
penglihatan

Kemoterapi

Mual

Alopesia

/muntah
Nutrisi

Ganggua

berkurang

n konsep
diri

Operasi

Pre Operasi

Post Operasi

Degradasi

Kulit

sumsum

hiperpigment

Kurangnya

Kurang

asi
Degradasi kulit

pengetahu

pengetah

an

uan

mengenai

perawata

Produksi
eritrosit
terganggu

menurun

Kekurangan

prosedur/

Post Operasi
Resiko

tindakan

infeksi
Perubah
Perubah
an fisik
an fisik
mata
mata

eritrosit

Perubahan
Perubahan
body
body
image
image

14

2.7 Komplikasi
Ablasio Retina
Suatu keadaan lepasnya retina sensori dari epitel pigmen retina (RIDE). Merupakan
masalah mata yang serius, dapat terjadi pada usia berapapun, namun sering terjadi pada
orang berusia setengah baya atau lebih tua.

Glaukoma
Kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan tekanan intra okuler (TIO), di mana
dapat mengakibatkan pencekungan papil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik,
penyempitan lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan. Disebabkan karena
saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola mata akan membesar
dan bola mata akan menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata, sehingga
bola mata tidak mendapat aliran darah dan saraf mata akan mati.

Kebutaan/ kehilangan penglihatan.


Penyebaran kanker ke bagian bagian lain pada tubuh contohnya osteosarkoma.

2.8 Pemeriksaan
2.8.1 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum
Diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya keadaan umum yang dapat
merupakan penyebab penyakit mata yang sedang diderita.

Pemeriksaan Khusus Mata


o Pemeriksaan tajam penglihatan
Pada retinoblastoma, tumor dapat menyebar luas di dalam bola mata sehingga

dapat merusak semua organ di mata yang menyebabkan tajam penglihatan


sangat menurun.
o Pemeriksaan gerakan bola mata
Pembesaran tumor dalam rongga mata akan menekan saraf dan bahkan dapat
merusak saraf tersebut dan apabila mengenai saraf III, IV, dan VI maka akan
menyebabkan mata juling.

15

o Pemeriksaan susunan mata luar dan lakrimal


Pemeriksaan dimulai dari kelopak mata, sistem lakrimal, konjungtiva, kornea,
bilik mata depan, iris, lensa dan pupil. Pada retinoblastoma didapatkan:
Leukokoria, yaitu reflek pupil yang berwarna putih.
Hipopion, yaitu terdapatnya nanah di bilik mata depan.
Hifema, yaitu terdapatnya darah di bilik mata depan
Uveitis
o Pemeriksaan Pupil
Leukokoria (refleks pupil yang berwarna putih) merupakan keluhan dan gejala

yang paling sering ditemukan pada penderita dengan retinoblastoma.


o Pemeriksaan funduskopi
Menggunakan oftalmoskopi untuk pemeriksaan media, papil saraf optik, dan
retina. Refleksi tak ada (atau gelap) akibat perdarahan yang banyak dalam badan
kaca.
o Pemeriksaan tekanan bola mata
Pertumbuhan tumor ke dalam bola mata menyebabkan tekanan bola mata
meningkat.
Pemeriksaan Penunjang

2.8.2

Pemeriksaan dengan anestesi umum


Bertujuan untuk melakukan pemeriksaan bola mata secara baik, yaitu menentukan
diameter kornea, tekanan intra okular, pemeriksaan funduskopi serta melihat
pembuluh darah atau neovaskularisasi.

Biopsi
Dengan melakukan biopsi jarum halus maka tumor dapat ditemukan jenisnya.
Namun demikian tindakan ini dapat menyebabkan terjadinya penyebaran sel tumor
sehingga tindakan ini jarang dilakukan.

Funduskopi
Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan gambaran tumor dengan warna putih atau
krem kekuningan, dengan lesi satelit pada retina, ruang sub retina dan terdapat selsel tumor pada korpus vitreus (Vitreus Seeding). Untuk mendapatkan pemeriksaan
funduskopi yang lebih detail sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan midriatil
untuk melebarkan pupil.
16

X-foto
Pada pemeriksaan X foto, hampir 60-70% penderita retinoblastoma menunjukkan
adanya kalsifikasi. Bila tumor mengadakan infiltrasi ke saraf optic foramen
optikum melebar.

Fluresen angiongrafi
Pada pemeriksaan fluoresen angiografi, pemeriksaan Funduskopi (pemeriksaan
retina dan saraf mata) dapat dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop, lensa
pembesar (78D, 90D) atau dengan funduskopi indirek (Schepen) dengan anestesi
umum pada pupil dilatasi maksimal didapatkan gambaran berupa massa tumor dan
neovaskularisasi pada daerah tumor, tetapi tidak dapat menampilkan gambaran
Vitreus Seeding.

USG
USG pada mata dapat memberikan gambaran heterogenitas dan kalsifikasi jaringan
yang identik dengan massa pada retinoblastoma. USG tidak lebih sensitif jika
dibandingkan dengan Computed Tomografi (CT) yang ideal untuk mendeteksi
adanya kalsifikasi intraokuler. Namun, CT dikhawatirkan dapat memperburuk
mutasi gen pada penderita retinoblastoma dengan usia di bawah 1 tahun karena
adanya radiasi dari alat tersebut.

MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan alat yang paling sensitif untuk
mengevaluasi retinoblastoma karena memberikan gambaran yang paling baik yang
dapat memantau ada tidaknya metastase pada nervus optikus. Pemeriksaan foto
polos diindikasikan bila pada gambaran klinis didapatkan kecurigaan adanya
metastase ke tulang.

2.9 Penatalaksanaan

Terapi Retinoblastoma Intraokular

17

Stadium dari Retinoblastoma menentukan terapi yang akan diberikan pada penderita.
Klasifikasi Reese-Ellsworth (R-E) untuk retinoblastoma intraokular ditemukan sejak tahun
1960 dan telah digunakan selama lebih dari 40 tahun hingga saat ini. Klasifikasi R-E sangat
berguna dalam memperkirakan prognosis penderita yang akan diterapi dengan External
Beam Radiation (EBR). Terdapat 5 stadium dalam klasifikasi R-E.

Enukleasi
Kebanyakan pasien dengan unilateral retinoblastoma yang besar dan pertumbuhan

tumor yang progresif dilakukan enukleasi. Indikasi lain dari enukleasi adalah pasien dengan
bilateral retinoblastoma yang tidak merespon baik dengan kemoterapi atau dengan terapi
lain dimana enukleasi dilakukan pada mata dengan prognosis yang buruk. Enukleasi sangat
jarang diindikasikan pada kedua mata. Biasanya enukleasi dilakukan pada kedua mata bila
visus kedua mata nol. Dan dilakukan pada stadium intraokuler. Setelah dilakukan enukleasi
dapat dipasang bola mata buatan untuk menjaga agar kosmetika pasien tetap baik. Angka
kesembuhan pasien unilateral retinoblastoma yang dilakukan enukleasi mencapai hingga
>95%.

Eksenterasi
Eksenterasi orbita merupakan tindakan pengangkatan seluruh orbita, termasuk bola

mata, jaringan lunak orbita, serta kelopak mata. Tumor yang sudah meluas kejaringan ekstra
okuler atau berinvasi ke jaringan sekitar mata atau stadium ekstraokuler retinoblastoma
maka dilakukan eksenterasi.

Terapi EBR
Terapi EBR mempunyai manfaat yang besar dalam penyembuhan retinoblastoma.

Indikasi terbanyak dilakukannya EBR adalah pada pasien dengan bilateral retinoblastoma
yang mendapat kekambuhan setelah dilakukan terapi lain pada kedua matanya. Anak dengan
tumor kecil pada daerah makula yang tidak merespon dengan kemoterapi atau anak yang
mengalami kekambuhan setelah dilakukan kemoterapi dapat diindikasikan untuk mendapat
terapi EBR.Target lokasi terapi EBR adalah seluruh area tumor yang terdapat pada bola mata
sampai sepanjang 1 cm didepan nervus optikus. Angka ketahanan hidup pasien yang diterapi
18

dengan EBR adalah 53.4% dalam 10 tahun dengan angka kekambuhan 27,9% setelah 10
tahun terapi. Komplikasi dari terapi EBR adalah katarak, kerusakan nervus optikus, oklusi
total retina, perdarahan korpus vitreus, dan hipoplasi tulang temporal.

Termoterapi
Termoterapi dilakukan dengan mengaplikasikan panas secara langsung ke tumor,

biasanya dilakukan dengan radiasi sinar infra merah dengan suhu 450 oC 600oC.
Termoterapi diindikasikan pada tumor kecil, dengan ukuran diameter 7.

Kemotermoterapi
Tumor yang berukuran lebih besar dapat diterapi dengan kombinasi antara termoterapi

dan kemoterapi yang disebut kemotermoterapi. Pelaksanaan termoterapi dan kemoterapi


dilakukan berselang setiap jam. Terapi kemotermoterapi dapat mengontrol retinoblastoma
sebesar 86%.
Komplikasi dari kemotermoterapi adalah atrofi iris, atrofi diskus optikus, traksi retina,
oedema diskus optikus dan udem kornea. Kemotermoterapi terutama berguna untuk pasien
dengan tumor pada fovea dan nervus optikus dimana pada terapi radiasi atau terapi
fotokoagulasi laser mungkin membuat penurunan penglihatan yang signifikan.

Fotokoagulasi Laser
Fotokoagulasi laser direkomendasikan hanya untuk tumor kecil yang berlokasi pada

bagian posterior. Tumor ditembak dengan argon laser atau dioda laser atau xenon laser.
Tujuan dari terapi ini adalah untuk menghentikan suplai darah ke jaringan tumor karena efek
dari laser tersebut adalah koagulasi. Efek samping dari terapi ini adalah ablasi retina, oklusi
pembuluh darah retina dan fibrosis pre-retinal. Efektifitas terapi didapatkan bila dalam satu
bulan dilakukan sebanyak 2-3 kali terapi.

Cryoterapi
Cryoterapi bertujuan untuk membekukan jaringan tumor dan membuat jaringan tumor

mengalami infark karena kerusakan pada daerah vaskularisasi tumor. Cryoterapi dapat

19

digunakan sebagai terapi utama terhadap tumor kecil yang terletak di perifer atau tumor
sekunder yang kecil yang muncul setelah terapi lain sebelumnya.

Terapi Retinoblastoma Ekstraokular


Pasien dengan retinoblastoma ekstraokular mempunyai prognosis yang sangat buruk

untuk bertahan hidup. Pada pasien dengan metastase regional biasanya dipilihkan terapi
kombinasi kemoterapi dengan terapi EBR ataupun eksenterasi orbita. Pada pasien dengan
metastase yang jauh dilakukan kombinasi terapi kemoterapi dosis tinggi dan terapi EBR.

Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Tidak seperti
radiasi atau operasi yang bersifat lokal, kemoterapi merupakan terapi sistemik, yang
berarti obat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel kanker yang telah
menyebar jauh atau metastase ke tempat lain.
Kemajuan yang signifikan dalam penanganan retinoblastoma intraokular bilateral
dalam beberapa dekade terakhir telah menggunakan kemoterapi sistemik primer.
Pemberian kemoterapi sistemik mengurangi ukuran tumor, memungkinkan untuk
penggabungan fokal terapi dengan laser, krioterapi, atau radioterapi. Saat ini digunakan
kombinasi

berbagai

regimen

seperti

Carboplatin,

Vincristine,

Etoposide

dan

Cyclosporine. (American Academy of Ophthalmology, 2007).


Pada tumor berukuran besar, kemoterapi berguna untuk mengecilkan ukuran
tumor, memfasilitasi terapi lokal berikutnya sehingga menghindari enukleasi atau
external beam radiotherapy. Pada tumor berukuran kecil, kemoterapi dapat digunakan
tanpa terapi lainnya, juga untuk melindungi visus sebisa mungkin, tetapi resiko
kekambuhan tumor meningkat. (Kanski, 2007).
Anak-anak mendapat obat kemoterapi secara intravena setiap 3-4 minggu untuk 49 siklus kemoterapi.
Keberhasilan pengobatan dengan kemoterapi dipengaruhi beberapa faktor yaitu:
1. Beban tumor
Suatu masa tumor yang mencapai berat 1 kg yang terdiri dari sekitar 1012 sel
umumnya menyebabkan kematian pasien. Pemberian kemoterapi tunggal umumnya

20

tidak dapat membasmi seluruh sel ganas ini. Obat kemoterapi tidak membasmi sel tumor
menurut jumlah absolut, tetapi menurut presentasi tertentu. Bila diumpamakan
pemberian satu kemoterapi dapat membasmi 90% sel tumor dari jumlah 109 sel, maka
tersisa sel 108 yang tidak mati dan kemudian akan tumbuh kembali. Makin besar masa
tumor pada awal pengobatan, makin buruk pula hasil pengobatannya (Setiabudi, 2010).
Bila pemberian satu obat kemoterapi menyisakan 10% sel tumor, maka pemberian
kombinasi 2 macam obat dengan mekanisme kerja yang berbeda akan menyisakan 1%
sel tumor yang tidak mati. Dan pemberian 3-4 macam kemoterapi dengan mekanisme
kerja yang berbeda, sepanjang dapat ditoleransi pasien dan sel tumor sensitif terhadap
obat itu, akan menyisakan sel tumor yang masih hidup masing-masing 0,1 dan 0,01%.
Teori bahwa terapi kombinasi kemoterapi yang memberikan hasil lebih baik dari obat
tunggal ini telah terbukti pada berbagai penelitian klinik (Setiabudi, 2010).
2. Heterogenitas sel tumor
Suatu masa tumor terdiri dari sel-sel yang heterogen. Secara genetik sel tumor
kurang stabil dibandingkan dengan sel biasa, karena itu selama pembelahan sel
seringkali terjadi mutasi sehingga terbentuk berbagai subpopulasi sel tumor. Sel-sel
tumor yang sensitif umumnya mati pada tahap awal pemberian keomterapi sehingga
hanya subpopulasi sel resisten yang bisa hidup. Lama-kelamaan tumor yang berukuran
besar didominasi oleh sel yang resisten. Fenomena ini juga menjelaskan mengapa respon
pengobatan yang baik terlihat pada awal pemberian kemoterapi kemudian memburuk
dalam terapi lanjutan walaupun obat yang diberikan tetap sama (Setiabudi, 2010).
3. Resistensi terhadap kemoterapi
Kebanyakan resistensi tumor terhadap kemoterapi disebabkan karena sel kanker
secara genetik tidak stabil. Sifat ini menyebabkan laju mutasi pada sel tumor ini tinggi
dan hal ini mengakibatkan terbentuknya berbagai subpopulasi sel yang heterogen.
Sebagian subpupolasi sel ini bersifat resisten terhadap obat (Setiabudi, 2010).
4. Intensitas dosis
Intensitas dosis adalah dosis kemoterapi yang diberikan kepada pasien dalam kurun
waktu tertentu. Dalam pemberian kemoterapi, dosis seringkali tidak dapat diberikan
secara optimal karena terhambat oleh toksisitas obat atau pemberian obat terhambat
karena pulihnya kondisi pasien tidak secepat seperti yang diharapkan sehingga pemberian

21

dosis berikutnya terpaksa ditunda. Hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya efikasi
pemberian kemoterapi (Setiabudi, 2010).
5. Faktor spesifik pada pasien
Meskipun sensitivitas sel tumor merupakan determinan utama dalam menentukan
keberhasilan pengobatan kanker, berbagai aspek farmakokinetik yaitu cara pemberian,
bioavailabilitas, metabolisme, dan eliminasi obat juga memegang peran penting. Banyak
obat kemoterapi mempunyai batas keamanan yang sempit dan ini berarti bahwa dosis
yang terlalu kecil mungkin tidak memberi efek terapi, tetapi pada dosis yang sedikit
terlalu tinggi sudah dapat menimbulkan efek toksik (Setiabudi, 2010).
Tujuan penggunaan kemoterapi :
a. Terapi adjuvan
Kemoterapi yang diberikan sesudah operasi, dapat sendiri atau bersamaan dengan
radiasi, dan bertujuan untuk membunuh sel yang telah bermetastase.
b. Terapi neoadjuvan
Kemoterapi yang diberikan sebelum operasi untuk mengecilkan massa tumor, biasanya
dikombinasi dengan radioterapi.
c. Kemoterapi primer
Digunakan sendiri dalam penatalaksanaan tumor yang kemungkinan kecuali untuk
diobati, dan kemoterapi digunakan hanya untuk mengontrol gejalanya.
d. Kemoterapi kombinasi
Menggunakan 2 atau lebih agen kemoterapi.
e. Kemoterapi induksi
Digunakan sebagai terapi pertama dari berbagai terapi berikutnya.
Syarat kemoterapi
a. Keadaan umum pasien cukup baik
b. Pasien dan keluarga mengerti tujuan dan efek samping kemoterapi
c. Faal ginjal dan hati baik
d. Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi
Indikasi pemberian kemoterapi

22

a. Untuk penyembuhan kanker


b. Memperpanjang hidup pasien
c. Memperpanjang intervensi bebas kanker
d. Menghentikan progresi kanker
e. Mengecilkan volume kanker
Jenis-jenis kemoterapi
a. Kemoterapi induksi
Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah sel
kanker.
b. Kemoterapi adjuvan
Diberikan sesudah pengobatan lain, seperti pembedahan radiasi. Tujuannya untuk
memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau metastase kecil yang ada.
c. Kemoterapi primer
Dimaksudkan pada pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan pada kanker
yang bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu daripada pengobatan lain
seperti bedah atau radiasi.
d. Kemoterapi Neo-Adjuvan
Diberikan dahulu sebelum pengobatan lai . tujuannya untuk mengecilkan massa
tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih berhasil.
Cara Kerja Kemoterapi
Obat kemoterpi aktif pada saat sel sedang bereproduksi sehingga sel tumor yang aktif
merupakan terget utama dalam kemoterapi. Namun oleh karena sel yang sehat juga
bereproduksi maka tidak tertutup kemungkinan mereka juga akan terpengaruh oleh
kemoterapi yang akan muncul sebagai efek samping obat (Sukardja, 2000).

23

Efek Samping Kemoterapi


Efek samping dapat muncul ketika sedang dilakukan pengobatan atau beberapa waktu
setelah pengobatan. Efek samping yang bisa timbul adalah :
a) Lemas
Efek samping yang umum timbul. Timbulnya dapat mendadak atau perlahan. Tidak
langsung menghilang dengan istirahat, kadang berlangsung hingga akhir prngobatan.
b) Mual dan Muntah
Ada beberapa obat kemoterapi yang membuat mual dan muntah. Selain itu ada
beberapa orang yang sangat rentan terhadap mual muntah. Hal ini dapat dicegah dengan obat
anti mual yang diberikan sebelum/selama/sesudah pengobatan kemoterapi. Mual dan muntah
berlangsung singkat ataupun lama.
c) Gangguan pencernaan
Beberapa jenis obat kemoterapi berefek diare. Bahkan ada yang menjadi diare disertai
dehidrasi berat yang harus dirawat. Sembelit kadang bisa terjadi.
Bila diare: kurangi makanan berserat, sereal, buah dan sayur. Minum banyak untuk
mengganti cairan yang hilang.
Bila susah BAB: perbanyak makan berserat, olahraga ringan bila memungkinkan.
d) Sariawan
Beberapa obat kemoterapi menimbulkan penyakit mulut seperti terasa tebal atau
infeksi. Kondisi mulut yang sehat sangat penting dalam kemoterapi.
e) Rambut rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu setelah
kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut rpatah di dekat kulit kepala. Dapat
terjadi setelah beberapa minggu terapi. Rambut dapat tumbuh lagi stelah kemoterapi selesai.
f) Otot dan saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan
atau kaki serta kelemahan pada otot kaki. Sebagian bisa terjadi sakit pada otot.

24

g) Efek pada darah


Beberapa jenis obat kemoterapi dapat mempengaruhi kerja sumsum tulang yang
merupakan pabrik pembuat sel darah, sehingga jumlah sel darah menurun. Yang paling
sering adalah penurunan sel darah putih(leukosit). Penurunan sel darah terjadi pada setiap
kemoterapi dan tes darah akan dilaksanakan sebelum kemoterapi berikutnya untuk
memastikan jumlah sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat
mengakibatkan :

Mudah terkena infeksi


Hal ini disebabkan oleh karena jumlah leukosit menurun karena leukosit adalah sel
darah yang berfungsi untuk perlindungan terhadap infeksi.

Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah. Penurunan jumlah
trombosit mengakibatkan perdarahan sulit berhenti, lebam, bercak merah dikulit.

Anemia
Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah yang ditandai dengan penurunan
Hb. Karena Hb letaknya di dalam sel darah merah. Akibat anemia adalah seseorang menjadi
merasa lemah, mudah lelah dan tampak pucat.
Kemoterapi merupakan pengobatan kanker dengan memakai obat-obat anti kanker.
Obat-obat ini seringkali dipakai sebagai bagian dari multimodality therapy, bersamaan
dengan pembedahan dan radioterapi. Proses ini memakan waktu yang lama, tergantung pada
tipe dan sifat tumor.
Kemoterapi didefinisikan sebagai suatu terapi pengobatan yang bertujuan untuk
mengurangi volume tumor dan mencegah sel tumor membelah dan menyebar. Kemoterapi
didesain untuk membunuh sel kanker melalui berbagai fase siklus sel yang berbeda.
Kemoterapi dapat diberikan secara intravena, intraarteri, subkutan, intramuscular. Pemberian
secara intravena paling banyak dilakukan (Modul In House Training Kemoterapi RS Kanker
Dharmais, 2012).
Kemoterapi sistemik primer (chemoreduction) diikuti oleh terapi lokal (gabungan)
sekarang secara lebih sering digunakan vision-sparing tecnique. Kebanyakan studi
25

Chemoreduction untuk Retinoblastoma menggunakan Vincristine, Carboplatin, dan


Epipodophyllotoxin, lainya Etoposide atau Teniposide, tambahan lainya Cyclosporine. Agen
pilihan sebaiknya bervariasi dalam jumlah dan siklus menurut lembaga masing-masing.
Kemoterapi jarang berhasil bila digunakan sendiri, tapi pada beberapa kasus terapi lokal
(Kriotherapy, Laser Photocoagulation, Thermotherapy atau Plaque Radiotherapy) dapat
digunakan tanpa Kemoterapi. Efek samping terapi Chemoreduction antara lain hitung darah
yang rendah, rambut rontok, tuli, toksisitas renal, gangguan neurologik dan jantung.
Leukemia myologenous akut pernah dilaporkan setelah pemberian regimen chemoreduction
termasuk etoposide. Pemberian kemoterapi lokal sedang diteliti, berpotensi meminimalkan
komplikasi sistemik.
Cara mengatasi efek samping kemoterapi
a.
b.
c.
d.

Pemberian anti mual muntah


Saat mersa mual duduk ditempat yang segar
Makan makanan tinggi protein dan karbohidrat
Lakukan perawatan mulut dengan menggosok gigi sebelum tidur dan setelah
makan. Bila tidak dapat menggosok gigi karena gusi berdarah gunakan

pembersih mulut
e. Berikan pelembab bibir sesuai kebutuhan.
Periocular Chemotherapy
Periocular Chemotherapy yang akan datang dimasukkan dalam COG trial
berdasarkan pada data terbaru penggunaan carboplatin subconjunctiva sebagai terapi
Retinoblastoma pada percobaan klinis phase 1 dan 2, keduanya baik vitreous seeding
dan tumor retina didapati adanya respon terhadap terapi ini. Toksisitas lokal minor
berupa orbit myositis pernah dilaporkan setelah pemberian Carboplatin subconjuctiva
dan respon terhadap kortikosteroid oral, dan reaksi yang lebih berat termasuk optik
atropi pernah dilaporkan.

26

2.10

Pertumbuhan dan perkembangan anak


A. Pre sekolah (3-6 tahun)
Dunia pre sekolah berkembang. Selama bermain, anak mencoba pengalaman baru
dan peran sosial. Pertumbuhan fisik lebih lambat.
Anak usia 3-4 tahun:

berjalan-jalan sendiri mengunjungi tetangga


berjalan pada jari kaki
belajar berpakaian dan membuka pakaian sendiri
menggambar garis silang
menggambar orang (hanya kepala dan badan)
mengenal 2 atau 3 warna

bicara dengan baik

bertanya bagaimana anak dilahirkan

mendengarkan cerita-cerita

bermain dengan anak lain

menunjukkan rasa sayang kepada saudara-saudaranya

dapat melaksanakan tugas-tugas sederhana


Anak usia 4-5 tahun :
mampu melompat dan menari
menggambar orang terdiri dari kepala, lengan dan badan
dapat menghitung jari-jarinya

mendengar dan mengulang hal-hal penting dan cerita

27

minat kepada kata baru dan artinya

memprotes bila dilarang apa yang diinginkannya

membedakan besar dan kecil


menaruh minat kepada aktivitas orang dewasa.
2.11

Pencegahan
Melakukan skrining genetik kemudian jika di dalam keluarga terdapat riwayat
retinoblastoma, sebaiknya mengikuti konsultasi genetik untuk membantu memprediksi
risiko terjadinya retinoblastoma pada keturunannya.

28

BAB 3
PEMBAHASAN KASUS
3.1 Kasus
Anakku Mata Hatiku
Seorang perawat anak bernama Tamara saat ini merawat seorang anak bernama
Dinda , berusia 4 tahun . Dinda dibawa ke RS karena Ibu mengatakan mata kanan anaknya
keluar dan menonjol sejak satu bulan yang lalu. Ibu mengatakan sejak setelah lahir mata
Dinda terlihat seperti mata kucing terutama jika dilihat di malam hari, mata juga sering
terlihat kemerahan, namun biasa hilang setelah diberi tetes mata. Satu bulan yang lalu,
ketika Dinda sedang main dengan kakaknya terkena lemparan mainan kakaknya .sejak saat
itu, mata Dinda terlihat kemerahan , berair, dan semakin menonjol , sehingga bola mata
terlihat keluar . Dinda semakin rewel dan penglihatan Dinda semakin berturun, kemudian
Dinda dibawa ke RS dan dirawata hampir 1 minggu.
Saat melakukan pengkajian pada klien perawat Tamara menemukan data sebagai
berikut : Orbita dextra: Eksoftalmus 10 cm dari rongga mata , penglihatan mata kanan
menurun. Tekanan darah : 160/100 mmHg , N=80x/menit,RR =24x/menit, Suhu =36,5 oC.
Hasil pemeriksaan USG dan CT Scan mata menunjukan terdapat mata pada orbita dextra.
Klien saat ini direncanakan akan mendapatkan kemoterapi dengan vincristine 70 mg i.v,
etoposid 260 mg i.v dan carboplatin 70 mg i.v . Setelah melakukan pengkajian pagi,
perawat melakukan wound care pada mata kanan klien . Ibu klien sering menangis setiap
kali melihat mata anaknya , apalagi anak sering mengeluh sakit di dalam matanya. Ibu
bertanya pada perawat apakah mata anaknya bisa kembali seperti semula , apakah mata
kanan anaknya bisa melihat kembali.
3.2 Pembahasan Kasus
3.2.1Pengkajian
A. Pengumpulan Data
a. Bio Data
1) Nama

: Dinda
29

2) Usia

: 4 tahun

3) Alamat

:-

4) Jenis Kelamin

: Perempuan

5) Pendidikan

:-

6) Agama

:-

7) Suku Bangsa

:-

8) Tanggal Masuk Dirawat

:-

9)Diagnosa Medis

: Retinoblastoma

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama

: Mata kanan keluar dan menonjol.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang


Semenjak satu bulan yang lalu setelah terkena lemparan mainan, mata Dinda
terlihat kemerahan, berair dan semakin menonjol sehingga bola mata terlihat
keluar.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Sejak lahir mata terlihat seperti mata kucing terutama jika dilihat di malam
hari. Mata sering terlihat kemerahan namun hilang setelah diberi tetes mata.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga : c. Data Biologis
1) Pola Kehidupan Sehari-hari :2) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
(1) Kesadaran

: Compos Mentis

(2) Orientasi

: 15

b) Tanda-tanda vital
(1) Temperatur

: 36,5 0C

(2) Denyut Nadi

: 80 x / menit

(3) Respirasi

:24 x/menit

(4) Tekanan Darah

: 160/100 mmHg
30

Keluhan : Penglihatan mata kanan semakin menurun, mata merah , berair ,


menonjol keluar dan terasa sakit di dalam mata.
c) Pemeriksaan Mata :Orbita dextra : 10 cm dari rongga mata.
d. Data Psikologis
Anak semakin rewel . Ibu klien sering menangis setiap kali melihat mata
anaknya . Beliau khawatir mata anaknya tidak dapat kembali seperti semula.
e. Data Sosial dan Spiritual : f. Data Penunjang
1. Pemeriksaan USG

: Massa positif di orbita dextra

2. Pemeriksaan CT-Scan

: Massa positif di orbita dextra

B. Analisis Data

No.
Data
1. Data subjektif : ibu pasien mengatakan

Etiologi
Gangguan

Masalah
Gangguan persepsi

penglihatan pasien sudah mulai

penerimaan sensori

sensori penglihatan

menurun (buram saat melihat)

pada lapisan
fotoreseptor

Data objektif :

Ketajaman

2. Data subjektif :

penglihatan menurun
Retinoblastoma

Anak sering mengeluh sakit di

dalam matanya

Metastase lewat aliran

Data objektif :

darah

Ke otak

31

Nyeri Akut

3. Data subjektif :

Keterbatasan lapang

Resiko cedera

Ibu pasien mengatakan

pandang

(trauma)

penglihatan mata anaknya

semakin menurun

Resiko tinggi cedera

Data objektif :

Hasil pengkajian oleh perawat


didapatkan penglihatan mata

kanan menurun
4. Data subjektif :

Perubahan

Ibu klien khawatir mata

penampilan pada anak

anaknya apakah bisa kembali

sembuh atau tidak


Ibu klien sering menangis saat

Ibu merasa malu

melihat mata anaknya.


Ibu mengatakan mata anak

Gangguan citra diri

Gangguan citra diri

sering terlihat merah


Data objektif :
5. Data subjektif :

Pasien semakin rewel

Data objektif :

Pembatasan aktivitas

Risiko keterlambatan

perkembangan

Fungsi motorik
terganggu

Kurang percaya diri

Risiko keterlambatan
perkembangan

32

C. Rencana Asuhan Keperawatan


No

Diagnosa

keperawatan
1. Gangguan

Tujuan

Intervensi

Mempertahanka Orientasikan pasien

Rasional
Dengan

persepsi sensori

n lapang

terhadap lingkungan,

mengetahui

penglihatan

ketajaman

staf, orang lain di

ekspresi

penglihatan

areanya.

pasien

tanpa kehilangan Letakkan barang yang

mempermudah

lebih lanjut.

dibutuhkan/posisi bel

tindakan

Tentukan

pemanggil dalam

keperawatan

ketajaman

jangkauan.

selanjutnya

penglihatan,

Dorong klien untuk

Meminimalisir

catat apakah satu

mengekspresikan

ketergantungn

atau kedua mata

perasaan tentang

anak terhadap

terlibat.

kehilangan/kemungkin

bantuan orang

an kehilangan

lain

penglihatan.
Lakukan tindakan
untuk membantu
pasien untuk
menangani
keterbatasan
penglihatan, contoh,
atur perabot/mainan,
perbaiki sinar suram
dan masalah
penglihatan malam
Ketajaman penglihatan
dapat digunakan untuk
mengetahui gangguan

33

penglihatan yang
terjadi
Orientasi akan
mempercepat
penyesuaian diri
pasien di lingkungan
baru
Mempermudah
pengambilan barang
jika dibutuhkan

2. Nyeri akut

Rasa nyeri yang ri Berikan tindakan

Persetujuan dan

rasakan pasien

kenyamanan dasar

mempermudah

berkurang / hilang

(misalnya: reposisi)

pelaksanaan

dan aktifitas hiburan

terapi

Tentukan riwayat
nyeri, misalnya

(misalnya: mudik,

lokasi nyeri,

telefisi).

Untuk
selanjutnya

frekuensi, durasi, Bicarakan dengan

dapat

dan intensitas

individu dan keluarga

melakukan

(skala 0 10) dan

penggunaan terapi

pereda nyeri

tindakan

distraksi, serta metode

mandiri

penghilangan

pereda nyeri lainnya.

yang digunakan

Ajarkan tindakan pereda


nyeri
Beri individu pereda
rasa sakit yang optimal
dengan analgesik
Dengan mengetahui
skala nyeri penderita
maka dapat ditentukan
34

tindakan yang sesuai


untuk menghilangkan
rasa nyeri tersebut
Tindakan kenyamanan
dasar dapat
menurunkan rasa nyeri
3. Resiko cidera
trauma.

Resiko cedera

Dukungan

berkurang.

keluarga

Orientasikan pasien

dalam

klien terhadap

penyembuhan

lingkungan, staf,

pasien
Mempermudah

dan orang lain


yang ada di

pengambilan

areanya.

mainan

Anjurkan keluarga
memberikan
mainan yang
aman (tidak
pecah), dan
pertahankan pagar
tempat tidur.
Arahkan semua alat
mainan yang
dibutuhkan klien
pada tempat
sentral pandangan
klien dan mudah
untuk dijangkau.
Orientasi akan
mempercepat

35

penyesuaian diri
pasien di
lingkungan baru
4. Risiko

Proses

Orang tua

keterlambatan

perkembangan

berperan

perkembangan

klien berjalan

dalam proses

dengan normal.

tumbuh

Berikan kesempatan

kembang anak
Pertumbahan

anak mengambil
keputusan dan

dan

melibatkan orang

perkembangan

tua dalam

anak bisa

perencanaan

menjadi baik

kegiatan.

36

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Retinoblastoma adalah tumor endoocular pada anak yang mengenai sel syaraf
embrionikretina yang merupakan keganasan intraokuler yang paling sering terjadi pada
anak dengan gejala yang khas yakni mata anak terlihat bercak putih, jika tersorot oleh
cahaya senter, mata anak akan memantulkan cahaya seperti mata kucing yang bersinar
dalam gelap. Retinoblastoma terjadi karena adanya mutasi pada gen RBI, baik dipicu
oleh faktor keturunan maupun lingkungan seperti virus, zat kimia, dan radiasi. Terdapat
beberapa klasifikasi retinoblastoma bergantung dari patologi, ukuran , jumlah, lokasi
tumor, manifestasi klinis dan lainnya. Retinoblastoma ini pun dapat menimbulkan
berbagai komplikasi seperti ablasio retina, glaukoma dan kebutaan atau kehilangan
penglihatan.
4.2 Saran
Sebagai tenaga medis, perawat diharapkan untuk memahami tentang gangguan
sistem persepsi dan sensori khususnya bagi penderita retinoblastoma untuk
mengoptimalkan pemberian jasa untuk kesehatan klien sehingga klien mendapatkan
kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan. Untuk itu perawat membutuhkan
menggali ilmu lebih banyak lagi tentang retinoblastoma untuk menciptakan pelayanan
kesehatan yang memuaskan.

37

You might also like