Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Judul
Gangguan sistem persepsi dan sensori pada penderita retinoblastoma.
1.2 Latar Belakang
Anak usia di bawah lima tahun (balita) rentan terkena kanker retina atau
retinoblastoma. Gejalanya cukup khas, yaitu mata anak terlihat bercak putih. Jika
tersorot oleh cahaya senter, mata anak akan memantulkan cahaya seperti mata
kucing yang bersinar dalam gelap. Sayangnya, banyak orangtua yang baru sadar
setelah kondisi penyakit anaknya sudah pada stadium lanjut. dan anak sudah
kehilangan penglihatannya.
Penanganan retinoblastoma pada stadium awal bisa dilakukan melalui
radioterapi dan cryoterapi. Pada kondisi seperti itu, masih mungkin anak tak sampai
kehilangan bola matanya. Kemoterapi bisa juga dilakukan jika kondisi penyakit masih
di stadium awal, guna menyelamatkan bola mata sehingga bisa melihat lagi. Namun,
jika sudah masuk stadium akhir, mau tak mau harus dilakukan enukleasi untuk
pengangkatan bola mata.
Dari hal tersebut, maka sangat diperlukannya pengetahuan mengenai
retinoblastoma bagi seorang perawat agar dapat memberikan penanganan secara tepat
sehingga dapat meminimalisir kejadian yang lebih buruk terjadi. Untuk itu kami
membuat makalah ini sebagai bahan pembelajaran mengenai gangguan sistem
persepsi dan sensori pada penderita retinoblastoma.
1
1.4 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menambah wawasan
mengenai gangguan sistem persepsi dan sensori pada penderita retinoblastoma, sebagai
bahan kajian bagi perawat dalam praktiknya menangani penderita dengan retinoblastoma
dan untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem persepsi dan sensori.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Retinoblastoma
Definisi retinoblastoma menurut beberapa sumber di antaranya:
Retinoblastoma merupakan tumor ganas utama intraokular yang ditemukan pada
anak-anak, terutama pada usia di bawah lima tahun. Tumor berasal dari jaringan retina
embrional. (Mansjoer A. 2000).
Retinoblastoma adalah tumor endo-okular pada anak yang mengenai saraf embrionik
retina. Kasus ini jarang terjadi, sehingga sulit untuk dideteksi secara awal. Rata rata usia
klien saat diagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13 bulan pada kasus kasus
bilateral. Beberapa kasus bilateral tampak sebagai kasus unilateral, dan tumor pada bagian
mata yang lain terdeteksi pada saat pemeriksaan evaluasi. ini menunjukkan pentingnya untuk
memeriksa klien dengan dengan anestesi pada anak anak dengan retinoblastoma unilateral,
khususnya pada usia dibawah 1 tahun. (Ganong William F.1998).
Retinoblastoma merupakan tumor intraokular kongenital ganas yang muncul dari
retina dn paling umum terjadi pada kanak-kanak. (Wong, 2009)
Dari beberapa pendapat yang telah kami temukan maka dapat dikatakan
retinoblastoma adalah tumor endoocular pada anak yang mengenai sel syaraf
embrionikretina yang merupakan keganasan intraokuler yang paling sering terjadi pada
anak.
2.2 Insidensi
Insiden retinoblastoma rata-rata 1/20000 kelahiran hidup. Retinoblastoma dapat
terjadi baik secara herediter maupun nonherediter. Diperkirakan sekitar 40% retinoblastoma
adalah herediter, 25% di antarnya bilateral dan 15% adalah unilateral. Sedangkan saudara
kandung dan keturunannya merupakan risiko menderita kanker ini.
Retinoblastoma dapat terjadi secara familial atau sporadik. Hanya 6%-10% penderita
yang mempunyai riwayat familial. Kebanyakan kasus dapat terjadi pada kedua mata,
walaupun beberapa tumor terjadi pada satu mata. Anak dari pasien retinoblastoma herediter
yang sembuh mempunyai satu atau dua kemungkinan untuk membawa mutasi sel germinal,
sedangkan pembawa sifat (carrier) kemungkinan menderita retinoblastoma adalah 90% jika
orang tuanya menderita retinoblastoma bilateral dan kemungkinan kecil menderita
retinoblastoma unilateral.
2.3 Etiologi
Retinoblastoma terjadi karena kehilangan kedua kromosom dari satu alel
dominan protektif yang berada dalam pita kromosom 13g14. Bisa karena mutasi atau
diturunkan. Mutasi terjadi akibat perubahan pada rangkaian basa DNA. Peristiwa ini dapat
timbul karena kesalahan replikasi, gerakan, atau perbaikan sel. Mutasi dalam sebuah sel
benih akan ditransmisikan kepada turunan sel tersebut. Sejumlah faktor, termasuk virus, zat
kimia, sinar ultraviolet, dan radiasi pengion, akan meningkatkan laju mutasi. Mutasi
kerapkali mengenai sel somatik dan kemudian diteruskan kepada generasi sel berikutnya
dalam suatu generasi.
Retinoblastoma terjadi secara familiar atau sporadik. Namun dapat juga
diklasifikasikan menjadi dua subkelompok yang berbeda, yaitu bilateral atau unilateral dan
diturunkan atau tidak diturunkan. Kasus yang tidak diturunkan selalu unilateral, sedangkan
90% kasus yang diturunkan adalah bilateral, dan unilateral sebanyak 10%. Gen
retinoblastoma (RBI) diisolasi dari kromosom 13q14, yang berperan sebagai pengatur
pertumbuhan sel pada sel normal. Penyebabnya adalah tidak terdapatnya gen penekan tumor,
yang sifatnya cenderung diturunkan. Kanker bisa menyerang salah satu mata yang bersifat
somatik maupun kedua mata yang merupakan kelainan yang diturunkan secara autosom
dominan. Kanker bisa menyebar ke kantung mata dan ke otak (melalu saraf
penglihatan/nervus optikus).
2.4 Klasifikasi
2.4.1
a) Tumor soliter, ukuran <4 diameter disc, pada atau di belakang equator.
b) Tumor multipel, ukuran < 4 diameter disc, semua pada atau di belakang equator.
Group II
a) Tumor soliter, ukuran 4-10 diameter disc, pada atau di belakang equator.
b) Tumor multipel, ukuran 4-10 diameter disc, di belakang equator.
Group III
a) Ada lesi dianterior equator
b) Tumor soliter lebih besar 10 diameter disc di belakang equator.
Group IV
a) Tumor mulipel, beberapa besarnya lebih besar dari 10 diameter disc
b) Ada lesi yang meluas ke anterior ora serrata
Group V
a) Massive seeding melibatkan lebih dari setengah retina.
b) Vitreous seeding
2.4.2
Klasifikasi Internasional
Childrens Oncology Group (COG) melakukan evaluasi pada sistem klasifikasi
Quick reference
Specific features
Tumor kecil
Tumor besar
Rb <3 mm
Rb> 3mm or
p
A
B
Macula
Juxtapapillary
Subretinal Fluid
disc)
Additional subretinal fluid <3mm from
margin
Focal seeds
Rb with:
-
Diffuse seed
from Rb
Rb with:
-
Extensive Rb
from Rb
Extensive Rb occupying > 50% globe or
-
Neovascular glaucoma
Opaque media from hemorrhage in
anterior chamber, vitreous or subretinal
space
Invasion of postlaminar optic nerve,
choroid (>2mm), sclera, orbit, anterior
chamber.
2.4.3
Pada stadium ini pasien tidak merasakan gejala apapun hanya penglihatan yang
menurun sampai visus 0. Saat ini orang tua pasien sering merasa tidak ada masalah
dengan mata anaknya sehingga kadang dibiarkan , padahal pada tahap inilah pasien
masih bisa diselamatkan dengan tindakan enukleasi (pengangkatan bola mata) , jika pada
pemeriksaan patologi anatomi N. Optik sudah terkena maka tindakan selanjutnya adalah
kemoterapi . Perlangsungan hidup pada stadium ini jika cepat ditindak lanjuti biasanya
-
membaik.
Stadium exophthalmos
Pada stadium ini massa tumor sudah memenuhi seluruh isi bola mata , sehingga
gejala yang nampak adalah galukoma .Gejala lain yang dapat nampak adalah strabismus ,
uveitis , hifema. Stadium ini biasanya hanya berlangsung beberapa bulan , sehingga jika
terlambat ditangani akan masuk stadium berikutnya. Penanganan pada stadium ini
dilakukan enukleasi kemudian kemoterapi. Tapi dapat juga kemoterapi dahulu untuk
mengecilkan tumor kemudian dilanjutkan dengan enukleasi. Prognosis pasien pada
-
Pada stadium ini bola mata sudah menonjol (proptosis), akibat desakan massa
tumor yang sudah keluar ke extraokuler. Segmen anterior bola mata sudah rusak dan
keadaan umum pasien nampak lemah dan kurus. Prognosis pada stadium ini buruk,
tindakan yang dilakukan hanyalah untuk mempertahankan hidup pasien. Dilema yang
biasanya dihadapi dalam pengobatan stadium ini adalah kondisi pasien yang lemah akan
diperparah dengan pemberian kemoterapi yang notabene merupakan drug of choice dari
Stadium ini sangat buruk oleh karena tumor sudah masuk ke kelenjar lymphe
aurikuler atau sub mandibula . Penanganan pada stadium ini hanyalah bersifat paliatif
saja.
2.5 Manifestasi Klinis
Leukokoria
Leukokoria adalah refleksi putih kekuningan dalam pupil yang disebabkan oleh tumor
di belakang lensa. Warna putih mungkin terlihat pada saat anak melirik atau dengan
pencahayaan pada waktu pupil dalam keadaan semi midriasis, sehingga gejala ini sering
disebut seperti "mata kucing". Dan merupakan gejala klinis yang paling sering
ditemukan pada retinoblastoma intra okuler yang dapat mengenai satu atau kedua mata.
Mata merah
Mata merah ini sering berhubungan dengan glaukoma sekunder yang terjadi akibat
retinoblastoma. Apabila sudah terjadi glaukoma maka dapat diprediksi sudah terjadi
invasi tumor ke nervus optikus. Selain glaukoma, penyebab mata merah ini dapat pula
akibat gejala inflamasi okuler atau periokuler yang tampak sebagai selulitis preseptal.
Atau endoftalmitis. Inflamasi ini disebabkan oleh adanya tumor yang nekrosis.
Hifema
10
Hipopian
Hipopion (hypopyon) adalah akumulasi sel darah putih (nanah) di ruang anterior mata.
Buftalmus
Merupakan gejala klinis yang berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Okuler
akibat tumor yang bertambah besar.
Pupil midriasis
Midriasis adalah dilatasi (pelebaran) pupil berlebihan karena penyakit, trauma atau
obat-obatan, jika dalam retinoblastoma karena tumor. Biasanya, pupil melebar dalam
gelap dan menyempit dalam terang. Tapi seseorang denngan pupil midriatik akan tetap
melebar, bahkan di lingkungan yang terang.
Propotosis
Bola mata menonjol kearah luar akibat pembesaran tumor intra dan ekstra okuler
2.6 Patofisiologi
Retinoblastoma terjadi karena adanya mutasi pada gen RBI yang terletak pada kromosom
13q14 (kromosom nomor 13 sequence ke 14) baik dipicu oleh faktor keturunan maupun
lingkungan seperti virus, zat kimia, dan radiasi. Gen RBI ini merupakan gen suppressor
tumor, bersifat alel dominan protekti, dan merupakan pengkode protein RBI (P-RB) yang
merupakan protein yang berperan dalam dalam regulasi suatu pertumbuhan sel (Anwar
2010:1). Apabila terjadi mutasi seperti kesalahan transkripsi, translokasi, maupun delesi
informasi genetic, maka gen RBI menjadi inaktif sehingga Protein RB juga inaktif atau tidak
diproduksi sehingga memicu pertumbuhan sel kanker (Tomlison, 2006:62)
Retinoblastoma bisa terjadi di bagian posterior retina. Dalam perkembangannya masa
tumor dapat tumbuh baik secara internal dengan memenuhi vitrous body (endofik), maupun
tumbuh kearah luar menembus koroid, saraf optic dan sclera (eksoftik).
11
Endoge
Eksogen
Kesalahan replikasi
sel
Mutasi pada sel retina
Gen RBI dikromosom 13q14
Gen RBI
inactive
Protein RBI (PRB) tidak
diproduksi
Perumbuhan sel
daerah retina
tidak terkontrol
Retino blastoma
Eksofiatik
Endofitik
Tumor tumbuh ke
dalam vitrenous
Leukocaria
Tumor
Peningkatan
Pembatasan
12
mencapai area
massa
aktivitas
macular
Penurunan visus
Peningkatan TIO
Strabismus
mata
Proses sosialisasi
terganggu
Gangguan
Mata menonjol
Ketidakmampua
penglihatan
Resiko
n untuk fiksasi
sensori penglihatan
perkembangan
Nyeri Akut
Perubahan persepsi
terganggu
Mata mengalami
deviasi
Penurunan lapang
pandang
Gangguan persepsi
sensori penglihatan
Metastase
Melalui aliran darah
Mata kiri
Mata
Strabism
menonj
us
Otak
Leucocar
ia
Gangguan
Gangguan
pada
pada N.
cerebelum
13
Nyeri
Nyeri
kepala
kepala
Gangguan
Gangguan
ingatan
persepsi sensori
penglihatan
Kemoterapi
Mual
Alopesia
/muntah
Nutrisi
Ganggua
berkurang
n konsep
diri
Operasi
Pre Operasi
Post Operasi
Degradasi
Kulit
sumsum
hiperpigment
Kurangnya
Kurang
asi
Degradasi kulit
pengetahu
pengetah
an
uan
mengenai
perawata
Produksi
eritrosit
terganggu
menurun
Kekurangan
prosedur/
Post Operasi
Resiko
tindakan
infeksi
Perubah
Perubah
an fisik
an fisik
mata
mata
eritrosit
Perubahan
Perubahan
body
body
image
image
14
2.7 Komplikasi
Ablasio Retina
Suatu keadaan lepasnya retina sensori dari epitel pigmen retina (RIDE). Merupakan
masalah mata yang serius, dapat terjadi pada usia berapapun, namun sering terjadi pada
orang berusia setengah baya atau lebih tua.
Glaukoma
Kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan tekanan intra okuler (TIO), di mana
dapat mengakibatkan pencekungan papil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik,
penyempitan lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan. Disebabkan karena
saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola mata akan membesar
dan bola mata akan menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata, sehingga
bola mata tidak mendapat aliran darah dan saraf mata akan mati.
2.8 Pemeriksaan
2.8.1 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum
Diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya keadaan umum yang dapat
merupakan penyebab penyakit mata yang sedang diderita.
15
2.8.2
Biopsi
Dengan melakukan biopsi jarum halus maka tumor dapat ditemukan jenisnya.
Namun demikian tindakan ini dapat menyebabkan terjadinya penyebaran sel tumor
sehingga tindakan ini jarang dilakukan.
Funduskopi
Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan gambaran tumor dengan warna putih atau
krem kekuningan, dengan lesi satelit pada retina, ruang sub retina dan terdapat selsel tumor pada korpus vitreus (Vitreus Seeding). Untuk mendapatkan pemeriksaan
funduskopi yang lebih detail sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan midriatil
untuk melebarkan pupil.
16
X-foto
Pada pemeriksaan X foto, hampir 60-70% penderita retinoblastoma menunjukkan
adanya kalsifikasi. Bila tumor mengadakan infiltrasi ke saraf optic foramen
optikum melebar.
Fluresen angiongrafi
Pada pemeriksaan fluoresen angiografi, pemeriksaan Funduskopi (pemeriksaan
retina dan saraf mata) dapat dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop, lensa
pembesar (78D, 90D) atau dengan funduskopi indirek (Schepen) dengan anestesi
umum pada pupil dilatasi maksimal didapatkan gambaran berupa massa tumor dan
neovaskularisasi pada daerah tumor, tetapi tidak dapat menampilkan gambaran
Vitreus Seeding.
USG
USG pada mata dapat memberikan gambaran heterogenitas dan kalsifikasi jaringan
yang identik dengan massa pada retinoblastoma. USG tidak lebih sensitif jika
dibandingkan dengan Computed Tomografi (CT) yang ideal untuk mendeteksi
adanya kalsifikasi intraokuler. Namun, CT dikhawatirkan dapat memperburuk
mutasi gen pada penderita retinoblastoma dengan usia di bawah 1 tahun karena
adanya radiasi dari alat tersebut.
MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan alat yang paling sensitif untuk
mengevaluasi retinoblastoma karena memberikan gambaran yang paling baik yang
dapat memantau ada tidaknya metastase pada nervus optikus. Pemeriksaan foto
polos diindikasikan bila pada gambaran klinis didapatkan kecurigaan adanya
metastase ke tulang.
2.9 Penatalaksanaan
17
Stadium dari Retinoblastoma menentukan terapi yang akan diberikan pada penderita.
Klasifikasi Reese-Ellsworth (R-E) untuk retinoblastoma intraokular ditemukan sejak tahun
1960 dan telah digunakan selama lebih dari 40 tahun hingga saat ini. Klasifikasi R-E sangat
berguna dalam memperkirakan prognosis penderita yang akan diterapi dengan External
Beam Radiation (EBR). Terdapat 5 stadium dalam klasifikasi R-E.
Enukleasi
Kebanyakan pasien dengan unilateral retinoblastoma yang besar dan pertumbuhan
tumor yang progresif dilakukan enukleasi. Indikasi lain dari enukleasi adalah pasien dengan
bilateral retinoblastoma yang tidak merespon baik dengan kemoterapi atau dengan terapi
lain dimana enukleasi dilakukan pada mata dengan prognosis yang buruk. Enukleasi sangat
jarang diindikasikan pada kedua mata. Biasanya enukleasi dilakukan pada kedua mata bila
visus kedua mata nol. Dan dilakukan pada stadium intraokuler. Setelah dilakukan enukleasi
dapat dipasang bola mata buatan untuk menjaga agar kosmetika pasien tetap baik. Angka
kesembuhan pasien unilateral retinoblastoma yang dilakukan enukleasi mencapai hingga
>95%.
Eksenterasi
Eksenterasi orbita merupakan tindakan pengangkatan seluruh orbita, termasuk bola
mata, jaringan lunak orbita, serta kelopak mata. Tumor yang sudah meluas kejaringan ekstra
okuler atau berinvasi ke jaringan sekitar mata atau stadium ekstraokuler retinoblastoma
maka dilakukan eksenterasi.
Terapi EBR
Terapi EBR mempunyai manfaat yang besar dalam penyembuhan retinoblastoma.
Indikasi terbanyak dilakukannya EBR adalah pada pasien dengan bilateral retinoblastoma
yang mendapat kekambuhan setelah dilakukan terapi lain pada kedua matanya. Anak dengan
tumor kecil pada daerah makula yang tidak merespon dengan kemoterapi atau anak yang
mengalami kekambuhan setelah dilakukan kemoterapi dapat diindikasikan untuk mendapat
terapi EBR.Target lokasi terapi EBR adalah seluruh area tumor yang terdapat pada bola mata
sampai sepanjang 1 cm didepan nervus optikus. Angka ketahanan hidup pasien yang diterapi
18
dengan EBR adalah 53.4% dalam 10 tahun dengan angka kekambuhan 27,9% setelah 10
tahun terapi. Komplikasi dari terapi EBR adalah katarak, kerusakan nervus optikus, oklusi
total retina, perdarahan korpus vitreus, dan hipoplasi tulang temporal.
Termoterapi
Termoterapi dilakukan dengan mengaplikasikan panas secara langsung ke tumor,
biasanya dilakukan dengan radiasi sinar infra merah dengan suhu 450 oC 600oC.
Termoterapi diindikasikan pada tumor kecil, dengan ukuran diameter 7.
Kemotermoterapi
Tumor yang berukuran lebih besar dapat diterapi dengan kombinasi antara termoterapi
Fotokoagulasi Laser
Fotokoagulasi laser direkomendasikan hanya untuk tumor kecil yang berlokasi pada
bagian posterior. Tumor ditembak dengan argon laser atau dioda laser atau xenon laser.
Tujuan dari terapi ini adalah untuk menghentikan suplai darah ke jaringan tumor karena efek
dari laser tersebut adalah koagulasi. Efek samping dari terapi ini adalah ablasi retina, oklusi
pembuluh darah retina dan fibrosis pre-retinal. Efektifitas terapi didapatkan bila dalam satu
bulan dilakukan sebanyak 2-3 kali terapi.
Cryoterapi
Cryoterapi bertujuan untuk membekukan jaringan tumor dan membuat jaringan tumor
mengalami infark karena kerusakan pada daerah vaskularisasi tumor. Cryoterapi dapat
19
digunakan sebagai terapi utama terhadap tumor kecil yang terletak di perifer atau tumor
sekunder yang kecil yang muncul setelah terapi lain sebelumnya.
untuk bertahan hidup. Pada pasien dengan metastase regional biasanya dipilihkan terapi
kombinasi kemoterapi dengan terapi EBR ataupun eksenterasi orbita. Pada pasien dengan
metastase yang jauh dilakukan kombinasi terapi kemoterapi dosis tinggi dan terapi EBR.
Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Tidak seperti
radiasi atau operasi yang bersifat lokal, kemoterapi merupakan terapi sistemik, yang
berarti obat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel kanker yang telah
menyebar jauh atau metastase ke tempat lain.
Kemajuan yang signifikan dalam penanganan retinoblastoma intraokular bilateral
dalam beberapa dekade terakhir telah menggunakan kemoterapi sistemik primer.
Pemberian kemoterapi sistemik mengurangi ukuran tumor, memungkinkan untuk
penggabungan fokal terapi dengan laser, krioterapi, atau radioterapi. Saat ini digunakan
kombinasi
berbagai
regimen
seperti
Carboplatin,
Vincristine,
Etoposide
dan
20
tidak dapat membasmi seluruh sel ganas ini. Obat kemoterapi tidak membasmi sel tumor
menurut jumlah absolut, tetapi menurut presentasi tertentu. Bila diumpamakan
pemberian satu kemoterapi dapat membasmi 90% sel tumor dari jumlah 109 sel, maka
tersisa sel 108 yang tidak mati dan kemudian akan tumbuh kembali. Makin besar masa
tumor pada awal pengobatan, makin buruk pula hasil pengobatannya (Setiabudi, 2010).
Bila pemberian satu obat kemoterapi menyisakan 10% sel tumor, maka pemberian
kombinasi 2 macam obat dengan mekanisme kerja yang berbeda akan menyisakan 1%
sel tumor yang tidak mati. Dan pemberian 3-4 macam kemoterapi dengan mekanisme
kerja yang berbeda, sepanjang dapat ditoleransi pasien dan sel tumor sensitif terhadap
obat itu, akan menyisakan sel tumor yang masih hidup masing-masing 0,1 dan 0,01%.
Teori bahwa terapi kombinasi kemoterapi yang memberikan hasil lebih baik dari obat
tunggal ini telah terbukti pada berbagai penelitian klinik (Setiabudi, 2010).
2. Heterogenitas sel tumor
Suatu masa tumor terdiri dari sel-sel yang heterogen. Secara genetik sel tumor
kurang stabil dibandingkan dengan sel biasa, karena itu selama pembelahan sel
seringkali terjadi mutasi sehingga terbentuk berbagai subpopulasi sel tumor. Sel-sel
tumor yang sensitif umumnya mati pada tahap awal pemberian keomterapi sehingga
hanya subpopulasi sel resisten yang bisa hidup. Lama-kelamaan tumor yang berukuran
besar didominasi oleh sel yang resisten. Fenomena ini juga menjelaskan mengapa respon
pengobatan yang baik terlihat pada awal pemberian kemoterapi kemudian memburuk
dalam terapi lanjutan walaupun obat yang diberikan tetap sama (Setiabudi, 2010).
3. Resistensi terhadap kemoterapi
Kebanyakan resistensi tumor terhadap kemoterapi disebabkan karena sel kanker
secara genetik tidak stabil. Sifat ini menyebabkan laju mutasi pada sel tumor ini tinggi
dan hal ini mengakibatkan terbentuknya berbagai subpopulasi sel yang heterogen.
Sebagian subpupolasi sel ini bersifat resisten terhadap obat (Setiabudi, 2010).
4. Intensitas dosis
Intensitas dosis adalah dosis kemoterapi yang diberikan kepada pasien dalam kurun
waktu tertentu. Dalam pemberian kemoterapi, dosis seringkali tidak dapat diberikan
secara optimal karena terhambat oleh toksisitas obat atau pemberian obat terhambat
karena pulihnya kondisi pasien tidak secepat seperti yang diharapkan sehingga pemberian
21
dosis berikutnya terpaksa ditunda. Hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya efikasi
pemberian kemoterapi (Setiabudi, 2010).
5. Faktor spesifik pada pasien
Meskipun sensitivitas sel tumor merupakan determinan utama dalam menentukan
keberhasilan pengobatan kanker, berbagai aspek farmakokinetik yaitu cara pemberian,
bioavailabilitas, metabolisme, dan eliminasi obat juga memegang peran penting. Banyak
obat kemoterapi mempunyai batas keamanan yang sempit dan ini berarti bahwa dosis
yang terlalu kecil mungkin tidak memberi efek terapi, tetapi pada dosis yang sedikit
terlalu tinggi sudah dapat menimbulkan efek toksik (Setiabudi, 2010).
Tujuan penggunaan kemoterapi :
a. Terapi adjuvan
Kemoterapi yang diberikan sesudah operasi, dapat sendiri atau bersamaan dengan
radiasi, dan bertujuan untuk membunuh sel yang telah bermetastase.
b. Terapi neoadjuvan
Kemoterapi yang diberikan sebelum operasi untuk mengecilkan massa tumor, biasanya
dikombinasi dengan radioterapi.
c. Kemoterapi primer
Digunakan sendiri dalam penatalaksanaan tumor yang kemungkinan kecuali untuk
diobati, dan kemoterapi digunakan hanya untuk mengontrol gejalanya.
d. Kemoterapi kombinasi
Menggunakan 2 atau lebih agen kemoterapi.
e. Kemoterapi induksi
Digunakan sebagai terapi pertama dari berbagai terapi berikutnya.
Syarat kemoterapi
a. Keadaan umum pasien cukup baik
b. Pasien dan keluarga mengerti tujuan dan efek samping kemoterapi
c. Faal ginjal dan hati baik
d. Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi
Indikasi pemberian kemoterapi
22
23
24
Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah. Penurunan jumlah
trombosit mengakibatkan perdarahan sulit berhenti, lebam, bercak merah dikulit.
Anemia
Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah yang ditandai dengan penurunan
Hb. Karena Hb letaknya di dalam sel darah merah. Akibat anemia adalah seseorang menjadi
merasa lemah, mudah lelah dan tampak pucat.
Kemoterapi merupakan pengobatan kanker dengan memakai obat-obat anti kanker.
Obat-obat ini seringkali dipakai sebagai bagian dari multimodality therapy, bersamaan
dengan pembedahan dan radioterapi. Proses ini memakan waktu yang lama, tergantung pada
tipe dan sifat tumor.
Kemoterapi didefinisikan sebagai suatu terapi pengobatan yang bertujuan untuk
mengurangi volume tumor dan mencegah sel tumor membelah dan menyebar. Kemoterapi
didesain untuk membunuh sel kanker melalui berbagai fase siklus sel yang berbeda.
Kemoterapi dapat diberikan secara intravena, intraarteri, subkutan, intramuscular. Pemberian
secara intravena paling banyak dilakukan (Modul In House Training Kemoterapi RS Kanker
Dharmais, 2012).
Kemoterapi sistemik primer (chemoreduction) diikuti oleh terapi lokal (gabungan)
sekarang secara lebih sering digunakan vision-sparing tecnique. Kebanyakan studi
25
pembersih mulut
e. Berikan pelembab bibir sesuai kebutuhan.
Periocular Chemotherapy
Periocular Chemotherapy yang akan datang dimasukkan dalam COG trial
berdasarkan pada data terbaru penggunaan carboplatin subconjunctiva sebagai terapi
Retinoblastoma pada percobaan klinis phase 1 dan 2, keduanya baik vitreous seeding
dan tumor retina didapati adanya respon terhadap terapi ini. Toksisitas lokal minor
berupa orbit myositis pernah dilaporkan setelah pemberian Carboplatin subconjuctiva
dan respon terhadap kortikosteroid oral, dan reaksi yang lebih berat termasuk optik
atropi pernah dilaporkan.
26
2.10
mendengarkan cerita-cerita
27
Pencegahan
Melakukan skrining genetik kemudian jika di dalam keluarga terdapat riwayat
retinoblastoma, sebaiknya mengikuti konsultasi genetik untuk membantu memprediksi
risiko terjadinya retinoblastoma pada keturunannya.
28
BAB 3
PEMBAHASAN KASUS
3.1 Kasus
Anakku Mata Hatiku
Seorang perawat anak bernama Tamara saat ini merawat seorang anak bernama
Dinda , berusia 4 tahun . Dinda dibawa ke RS karena Ibu mengatakan mata kanan anaknya
keluar dan menonjol sejak satu bulan yang lalu. Ibu mengatakan sejak setelah lahir mata
Dinda terlihat seperti mata kucing terutama jika dilihat di malam hari, mata juga sering
terlihat kemerahan, namun biasa hilang setelah diberi tetes mata. Satu bulan yang lalu,
ketika Dinda sedang main dengan kakaknya terkena lemparan mainan kakaknya .sejak saat
itu, mata Dinda terlihat kemerahan , berair, dan semakin menonjol , sehingga bola mata
terlihat keluar . Dinda semakin rewel dan penglihatan Dinda semakin berturun, kemudian
Dinda dibawa ke RS dan dirawata hampir 1 minggu.
Saat melakukan pengkajian pada klien perawat Tamara menemukan data sebagai
berikut : Orbita dextra: Eksoftalmus 10 cm dari rongga mata , penglihatan mata kanan
menurun. Tekanan darah : 160/100 mmHg , N=80x/menit,RR =24x/menit, Suhu =36,5 oC.
Hasil pemeriksaan USG dan CT Scan mata menunjukan terdapat mata pada orbita dextra.
Klien saat ini direncanakan akan mendapatkan kemoterapi dengan vincristine 70 mg i.v,
etoposid 260 mg i.v dan carboplatin 70 mg i.v . Setelah melakukan pengkajian pagi,
perawat melakukan wound care pada mata kanan klien . Ibu klien sering menangis setiap
kali melihat mata anaknya , apalagi anak sering mengeluh sakit di dalam matanya. Ibu
bertanya pada perawat apakah mata anaknya bisa kembali seperti semula , apakah mata
kanan anaknya bisa melihat kembali.
3.2 Pembahasan Kasus
3.2.1Pengkajian
A. Pengumpulan Data
a. Bio Data
1) Nama
: Dinda
29
2) Usia
: 4 tahun
3) Alamat
:-
4) Jenis Kelamin
: Perempuan
5) Pendidikan
:-
6) Agama
:-
7) Suku Bangsa
:-
:-
9)Diagnosa Medis
: Retinoblastoma
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
: Compos Mentis
(2) Orientasi
: 15
b) Tanda-tanda vital
(1) Temperatur
: 36,5 0C
: 80 x / menit
(3) Respirasi
:24 x/menit
: 160/100 mmHg
30
2. Pemeriksaan CT-Scan
B. Analisis Data
No.
Data
1. Data subjektif : ibu pasien mengatakan
Etiologi
Gangguan
Masalah
Gangguan persepsi
penerimaan sensori
sensori penglihatan
pada lapisan
fotoreseptor
Data objektif :
Ketajaman
2. Data subjektif :
penglihatan menurun
Retinoblastoma
dalam matanya
Data objektif :
darah
Ke otak
31
Nyeri Akut
3. Data subjektif :
Keterbatasan lapang
Resiko cedera
pandang
(trauma)
semakin menurun
Data objektif :
kanan menurun
4. Data subjektif :
Perubahan
Data objektif :
Pembatasan aktivitas
Risiko keterlambatan
perkembangan
Fungsi motorik
terganggu
Risiko keterlambatan
perkembangan
32
Diagnosa
keperawatan
1. Gangguan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Dengan
persepsi sensori
n lapang
terhadap lingkungan,
mengetahui
penglihatan
ketajaman
ekspresi
penglihatan
areanya.
pasien
mempermudah
lebih lanjut.
dibutuhkan/posisi bel
tindakan
Tentukan
pemanggil dalam
keperawatan
ketajaman
jangkauan.
selanjutnya
penglihatan,
Meminimalisir
mengekspresikan
ketergantungn
perasaan tentang
anak terhadap
terlibat.
kehilangan/kemungkin
bantuan orang
an kehilangan
lain
penglihatan.
Lakukan tindakan
untuk membantu
pasien untuk
menangani
keterbatasan
penglihatan, contoh,
atur perabot/mainan,
perbaiki sinar suram
dan masalah
penglihatan malam
Ketajaman penglihatan
dapat digunakan untuk
mengetahui gangguan
33
penglihatan yang
terjadi
Orientasi akan
mempercepat
penyesuaian diri
pasien di lingkungan
baru
Mempermudah
pengambilan barang
jika dibutuhkan
2. Nyeri akut
Persetujuan dan
rasakan pasien
kenyamanan dasar
mempermudah
berkurang / hilang
(misalnya: reposisi)
pelaksanaan
terapi
Tentukan riwayat
nyeri, misalnya
(misalnya: mudik,
lokasi nyeri,
telefisi).
Untuk
selanjutnya
dapat
dan intensitas
melakukan
penggunaan terapi
pereda nyeri
tindakan
mandiri
penghilangan
yang digunakan
Resiko cedera
Dukungan
berkurang.
keluarga
Orientasikan pasien
dalam
klien terhadap
penyembuhan
lingkungan, staf,
pasien
Mempermudah
pengambilan
areanya.
mainan
Anjurkan keluarga
memberikan
mainan yang
aman (tidak
pecah), dan
pertahankan pagar
tempat tidur.
Arahkan semua alat
mainan yang
dibutuhkan klien
pada tempat
sentral pandangan
klien dan mudah
untuk dijangkau.
Orientasi akan
mempercepat
35
penyesuaian diri
pasien di
lingkungan baru
4. Risiko
Proses
Orang tua
keterlambatan
perkembangan
berperan
perkembangan
klien berjalan
dalam proses
dengan normal.
tumbuh
Berikan kesempatan
kembang anak
Pertumbahan
anak mengambil
keputusan dan
dan
melibatkan orang
perkembangan
tua dalam
anak bisa
perencanaan
menjadi baik
kegiatan.
36
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Retinoblastoma adalah tumor endoocular pada anak yang mengenai sel syaraf
embrionikretina yang merupakan keganasan intraokuler yang paling sering terjadi pada
anak dengan gejala yang khas yakni mata anak terlihat bercak putih, jika tersorot oleh
cahaya senter, mata anak akan memantulkan cahaya seperti mata kucing yang bersinar
dalam gelap. Retinoblastoma terjadi karena adanya mutasi pada gen RBI, baik dipicu
oleh faktor keturunan maupun lingkungan seperti virus, zat kimia, dan radiasi. Terdapat
beberapa klasifikasi retinoblastoma bergantung dari patologi, ukuran , jumlah, lokasi
tumor, manifestasi klinis dan lainnya. Retinoblastoma ini pun dapat menimbulkan
berbagai komplikasi seperti ablasio retina, glaukoma dan kebutaan atau kehilangan
penglihatan.
4.2 Saran
Sebagai tenaga medis, perawat diharapkan untuk memahami tentang gangguan
sistem persepsi dan sensori khususnya bagi penderita retinoblastoma untuk
mengoptimalkan pemberian jasa untuk kesehatan klien sehingga klien mendapatkan
kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan. Untuk itu perawat membutuhkan
menggali ilmu lebih banyak lagi tentang retinoblastoma untuk menciptakan pelayanan
kesehatan yang memuaskan.
37