You are on page 1of 7

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesis harus meliputi:


(1) Onset demam/penyakit,
(2) Jumlah intake oral,
(3)Warning signs
(4) Diare,
(5) Perubahan status mental/kejang/ketidaksadaran,
(6) Urin output (frekuensi,volume, dan waktu terakhir kencing),
(7) Riwayat keluarga atau tetangga yang mengalami DBD,riwayat bepergian ke daerah endemis,
kondisi penyerta (bayi, kehamilan, obesitas, diabetesmellitus, hipertensi), bepergian ke hutan dan
berenang di air terjun (mengarahkan leptospirosis,tipus, malaria), riwayat penggunaan narkoba
dan seks bebas (HIV serokonversi akut).
Sedangkan pemeriksaan fisik harus meliputi:
(1) Status mental, (2) Status hidrasi, (3)Status hemodinamik, (4) Takipnoe/pernapasan
asidosis/efusi pleura, (5) Nyeri abdomen/hepatomegali/asites, (6) Ruam dan manifestasi
perdarahan, (7) Uji torniquet.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin (Hb), kadar hematokrit (Ht),
jumlahtrombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai
gambaranlimfosit plasma biru (sejak hari ke-3).
1 Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil. Padaakhir
demam, jumlah leukosit, dan sel neutrofil bersama-sama menurun sehingga jumlah sellimfosit
secara relatif meningkat.
Penurunan jumlah trombosit menjadi <100.000/l. Pada umumnya trombosit terjadisebelum ada
peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Jumlah trombosit<100.000/l biasanya
ditemukan antara hari sakit 3-7. Pemeriksaan trombosit perlu diulangsampai terbukti bahwa
jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun.
2 Peningkatan kadar hematokrit (>20%) yang menggambarkan hemokonsentrasi selaludijumpai
pada DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Nilai hematokrit jugadipengaruhi oleh
penggantian cairan dan perdarahan. Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau
kecurigaan terjadinya gangguankoagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT,
Fibrinogen, D-Dimer, atauFDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin,
SGOT/SGPT, ureum/kreatinin.
Pemeriksaan Radiologi
Pada foto toraks (DBD derajat III/IV dan sebagian besar derajat II) didapatkan efusi
pleura,terutama di hemitoraks sebelah kanan. Pemeriksaan foto toraks sebaiknya dilakukan
dalam posisilateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.
Pemeriksaan Antigen dan Antibodi Virus
Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan
isolasivirus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi,

yangdianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan
tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 12 minggu), serta biaya yang
relatif mahal. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu
denganmendeteksi IgM dan IgG-anti dengue.
Pada infeksi primer, antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari kelima seelah onset penyakit, yakni
setelah jumlah virus dalam darah berkurang. Kadar IgM meningkat dengan cepatdan mencapai
puncaknya dalam 2 minggu dan menurun hingga tak terdeteksi lagi setelah 2-3 bulan. Antibodi
IgG muncul beberapa hari setelah IgM dan pada infeksi primer, produksi IgGlebih rendah
dibandingkan IgM, namun dapat bertahan beberapa tahun dalam sirkulasi, bahkanseumur hidup.
Sedangkan pada infeksi sekunder, kadar IgG meningkat lebih banyak dibandingkan IgM dan
muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM. IgG merupakan antibodi predominan pada infeksi
sekunder.
Salah satu metode pemeriksaan terbaru adalah pemeriksaan antigen spesifik virusdengue, yaitu
antigen nonstructural protein 1(NS1). Dengan metode ELISA, antigen NS1 dapatterdeteksi
dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer dengue atau
sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder dengue. Pemeriksaan ini juga dikatakan memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena itu, WHOmenyebutkan
pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer.
Diagnosis
Diagnosis DBD dapat ditegakkan secara klinis dan laboratoris. Berdasarkan kriteria WHO
1997,diagnosis DBD secara klinis dapat ditegakkan bila semua hal di bawah ini terpenuhi:
1.Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2.Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie,ekimosis, atau
purpura; perdarahan mukosa; hematemesis, dan melena.
3.Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4.Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan dengannilai
hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, danhiponatremia.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahanadalah uji
torniquet.
Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadimenurun (20
mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingindan lembab, tampak
gelisah.

Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.Sedangkan
menurut WHO 2009, berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan/atau darah lengkap
dan hematokrit, diagnosis DBD ditegakkan dengan melihat fase penyakit(febris, kritis, atau
penyembuhan), menentukan adanya warning signs, hidrasi, dan statushemodinamik pasien, serta
apakah pasien memerlukan rawat.
Kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka DBD adalah pasien tinggal atau
baru bepergian dari daerah endemis dengue, adanya riwayat demam lebih dari tiga hari,
jumlahleukosit rendah atau menurun, dan/atau trombositopenia uji torniquet positif

Pemeriksaan serologis berupa IgM dan IgG antidengue diperlukan untuk


membedakan demam yang diakibatkan virus dengue ataukah demam oleh sebab
lain (demam tifoid, influenza, malaria, hepatitis dan lain-lain). Saat ini sudah ada tes
yang dapat mendiagnosis DBD dalam waktu demam 8 hari pertama yaitu antigen
virus dengue yang disebut dengan antigen NS1. Keuntungan mendeteksi antigen
NS1 yaitu untuk mengetahui adanya infeksi dengue pada penderita tersebut pada
fase awal demam, tanpa perlu menunggu terbentuknya antibodi.
Pemeriksaan IgM dan IgG antidengue tetap diperlukan untuk membedakan
infeksi primer atau infeksi sekunder. Hal ini penting untuk penatalaksanaan
manajemen terapi di samping epidemiologi, karena pada infeksi sekunder keadaan
dapat menjadi lebih berat (DBD/SSD= Sindrom Syok Dengue).
Pemeriksaan antigen NS1 diperlukan untuk mendeteksi adanya infeksi virus
dengue pada fase akut, dimana pada berbagai penelitian menunjukkan bahwa NS1
lebih unggul sensitivitasnya dibandingkan kultur virus dan pemeriksaan PCR
maupun antibodi IgM dan IgG antidengue. Spesifisitas antigen NS1 100% sama
tingginya seperti pada gold standard kultur virus maupun PCR.

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis dan laboratoris menurut kriteria
WHO, 1997.
Semua kriteria di bawah harus dipenuhi untuk definisi kasus DBD,
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.

b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan salah satu di bawah :

uji Rumpel Leede/RL/tourniquet positif,

petekiae, ekimosis, purpura,

perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi,

hematemesis dan atau melena.

c. Trombositopenia (100.000/l atau kurang).


d. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih, menurut
standar umur dan jenis kelamin, atau penurunan hematokrit 20% sesudah terapi cairan.
Pada kasus syok/SSD, selain ditemukan hasil laboratorium seperti DBD di atas, juga terdapat
kegagalan sirkulasi ditandai dengan terjadi penurunan demam disertai keluarnya keringat, ujung
tangan dan kaki teraba dingin, nadi cepat atau bahkan melambat hingga tidak teraba serta
tekanan darah tidak terukur. Seringkali sesaat sebelum syok, penderita mengeluh nyeri perut,
beberapa tampak sangat lemah dan gelisah.
Pada pemeriksaan laboratoris sebaiknya juga dilakukan pemeriksaan Rumpel Leede (RL)
serta darah lengkap selain trombosit dan hematokrit, yaitu hemoglobih, leukosit, hitung jenis dan
hapusan darah serta pemeriksaan enzim hati. Enzim hati akan meningkat, kadarnya dapat dimulai
dari peningkatan 2x normal bahkan ada yang mencapai ratusan dan ribuan. Hal ini disebabkan
karena virus dengue menginfeksi hepatosit di hepar.
Selain kriteria klinis dan laboratoris menurut WHO, 1997 di atas, saat ini juga terdapat
panduan diagnosis dengue menurut WHO, 2005 (sebagai proceedings dari international
workshop), dimana pada dasarnya harus dipahami respons imunologis terhadap infeksi virus
dengue.

INFEKSI AKUT
Secara umum, pada infeksi akut, dapat dilakukan pemeriksaan :
1. Isolasi virus.

Pengambilan darah terbaik dalam 3 hari fase awal demam yaitu saat terjadinya viremia, sebelum
terbentuknya antibodi antidengue. Sampel dapat berupa serum, plasma atau buffy-coat darahheparinized.
Pemeriksaan yang sering dilakukan menggunakan sel kultur C6/36, dilakukan pasase selama 1-3
minggu. Setelah tampak tanda ada pertumbuhan sel virus dengue, maka dilanjutkan dengan
pemeriksaan ELISA ataupun indirect immunofluoresence yang dianggap sebagai baku emas.
Pada umumnya, isolasi virus hanya digunakan untuk penelitian, tidak untuk diagnosis
laboratorium disebabkan waktu yang lama 1-3 minggu, membutuhkan peralatan mahal dan
tenaga terlatih.

2. Reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) dari serum atau plasma.


RT-PCR dapat dilakukan dengan cara one-step atau nested RT-PCR atau dapat berupa nucleic
acid sequence-based amplification (NASBA). Saat ini di luar negeri , telah banyak dilakukan
pemeriksaan RT-PCR dengan menggunakan alat real-time PCR, dimana hasil yang didapat lebih
cepat dan bersifat kuantitatif.
Keberhasilan PCR juga tergantung dari fase pengambilan serum dan variabilitas yang luas antar
laboratorium dimana masih dibutuhkan standardisasi yang lebih baik.
Hasil akan didapatkan lebih banyak positif pada keadaan viremia.
3. Antigen NS1 (nonstructural glycoprotein 1)
NS1 merupakan glikoprotein yang highly conserved , yang tampaknya merupakan regio penting
dalam viabilitas virus namun tidak memiliki aktivitas biologis. Tidak seperti glikoprotein virus
yang lain, NS1 diproduksi baik dalam bentuk yang berhubungan dengan membran maupun
dalam bentuk yang disekresikan (Dussart, 2006).
Antigen NS1 terdapat baik pada infeksi primer maupun sekunder. Antigen NS1
dapat dideteksi dalam 9 hari pertama demam, yang terdapat baik pada serotipe
DEN-1 (terbanyak), DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 (Alcon, 2002).
Kumarasamy, 2007, meneliti sensitivitas dan spesifisitas NS1 pada 554 donor sehat
dan 297 pasien terinfeksi virus dengue dimana 157 pasien PCRnya positif dan

pasien diperiksa juga IgM dan IgG antidengue. Beliau mendapatkan spesifisitas
100% dan sensitivitas 91,0 % dari 157 sampel yang positif PCR nya dengan
perbedaan yang tidak signifikan untuk ke empat serotipe, sedangkan Blacksell,
2008 meneliti NS1 dan beliau mendapatkan sensitivitas NS1 63% dan spesifisitas
100% dengan memperhatikan adanya perbedaan sekresi yang bervariasi antar
serotipe.
Terdapat 2 macam kit pemeriksaan antigen NS1 di Indonesia, yaitu dari Panbio dan
BioRad, keduanya memakai prinsip metode ELISA (Enzyme-linked immunosorbent
assay). Saat ini juga sudah terdapat reagen NS1 dalam bentuk rapid test(ICT).

4. IgM dan IgG antidengue, baik dengan cara rapid test menggunakan metode
imunokromatografi (ICT) ataupun enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
Pada respon imun primer, IgM diproduksi dimulai pada hari ke 3, namun pada umumnya baru
dapat dideteksi pada hari ke 7 demam atau lebih (WHO,2005). Kadar IgM ini terus meningkat
dalam 1-3 minggu dan dapat terdeteksi sampai 2 bulan setelah infeksi.
IgG antidengue diproduksi pada 2 minggu sesudah infeksi dan akan tetap ada di dalam tubuh
selamanya, namun untuk kadar yang dapat dideteksi dengan reagen komersial

IgG

capture ELISA, pada umumnya adalah IgG dalam kadar setara dengan infeksi sekunder (batas
Hemagglutination Inhibition > 1/1280 atau ada reagen komersial yang mematok batas HI >
1/2560). Keadaan akut juga dapat ditentukan dengan menggunakan rasio IgM dibandingkan
dengan IgG antidengue.
Penting untuk membedakan infeksi primer maupun sekunder. Hal ini dapat ditentukan dari
terbentuknya IgG anti dengue yang menunjukkan infeksi sekunder, dimana sudah dapat dideteksi
pada hari ke 3 demam.
Pada respon imun sekunder, IgM dapat dimulai timbul pada hari ke 3, namun optimal paling
sedikit 5 hari setelah demam, bahkan 25-78% tidak terdeteksi pada infeksi sekunder. IgG
antidengue pada respon imun sekunder, meningkat cepat dalam 3-5 hari demam. Pola reaktivitas
IgM dan IgG yang ditentukan dengan menggunakan ELISA ini, telah dapat membedakan infeksi
primer atau sekunder. Keberadaan antibodi IgM tanpa IgG menunjukkan infeksi primer,
sedangkan IgG yang kadarnya meningkat jauh melebihi IgM menunjukkan infeksi sekunder. IgM

dan IgG ini dapat dijumpai baik pada semua manifestasi klinis infeksi virus dengue, baik yang
asimtomatik, demam dengue, demam berdarah dengue hingga syok sindrom dengue.

KESIMPULAN
Diagnosis infeksi virus dengue dapat ditegakkan berdasarkan pemahaman
imunopatogenesis, sehingga dapat dipilih dan diikuti berbagai tes laboratorium
dengan tepat. Antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai
hari

ke delapan . Penggunaan IgM dan IgG antidengue tetap diperlukan

untuk membedakan infeksi dengue primer atau sekunder, namun hasil positif
keduanya dapat dijumpai tidak hanya pada DBD tetapi juga pada demam dengue.
Antigen NS1 dianjurkan diperiksa pada awal demam sampai hari ke delapan.
Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63% - 93,4% dengan spesifisitas 100% sama
tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur virus. Hati-hati hasil negatif
antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue, dimana variasi hasil
ini diduga berkaitan dengan serotipe virus dengue yang menginfeksi. Penulis
menyarankan pemeriksaan antigen NS1 tetap disertai dengan pemeriksaan antibodi
IgM dan IgG antidengue sebagai penentu infeksi primer ataupun sekunder,
sekaligus untuk mengatasi kemungkinan hasil negatif palsu pada pemeriksaan
antigen NS1.

You might also like