You are on page 1of 4

KERAJAAN-KERAJAAN DI SIMALUNGUN

1. KERAJAAN NAGUR (500-1400)

Inilah kerajaan pertama suku Simalungun, rajanya bermarga Damanik Nagur


(Rampogos). Wilayahnya sangat luas, lebih luas dari Kabupaten Simalungun
sekarang ini. Masa kejayaan Kerajaan Nagur berakhir sesudah penyerbuan oleh
Aceh pada tahun 1539 ke beberapa tempat di daerah kekuasaanya, khususnya di
daerah pantai Timur. Nagur semakin mundur setelah diserang oleh pasukan Tuan
Raya bermarga Saragih Garingging pada abad XIX. Sisanya adalah kampung Nagur
Raja di Kabupaten Serdang Bedagai.
Nagur pada masa kejayaanya terdiri dari dua wilayah; di selatan oleh Nagur dan di
utara oleh Kerajaan Batangiou yang selanjutnya berub ah menjadi Kerajaan Tanah
Jawa. Menurut kisah, raja Nagur pada masa jayanya menjemput permaisuri (puang
bolon) dari Kerajaan Mataram di Jawa. Dari sini bermula orang Simalungun memakai
gotong batik seperti yang kita pakai sampai sekarang ini.
2. KERAJAAN SILOU (1300-1400)

Sesudah Nagur semakin lemah, maka salah seorang Anak borunya bermarga Purba
Tambak diangkat menjadi Raja Goraha dan selanjutnya berkembang menjadi
kerajaan bernama Kerajaan Silou. Nagur pada waktu itu masih tetap berdiri, tapi
Kerajaan Silou semakin meluaskan wilayahnya hingga mancapai pantai Timur

Sumatera sampai ke Asahan sekarang ini. Pusat pemerintahannya pada waktu itu
berada di Silou Buntu di Kecamatan Raya sekarang ini, salah seorang rajanya yang
terkenal bernama Tuan Toriti Purba Tambak dengan tungganganya Gajah Putih yang
menjadi lambang kerajaannya.
Senasib dengan Nagur, pada abad XIV perang saudara pecah di Kerajaan Silou di
antara sesama anak raja Silou, sehingga berdiri Kerajaan Panei dan Dologsilou dari
masing-masing bermarga Purba Sidasuha dan Purba Tambak Lombang.
3. KERAJAAN RAJA MAROMPAT (1400-1946)

Pada abad XIV-XVI, situasi di Sumatera Timur berada dalam keadaan genting,
karena Aceh dengan pasukan Sultan Iskandar Muda terus-menerus mengancam
keberadaan kerajaan-kerajaan di sepanjang jalur perdagangannya di Selat Malaka.
Kerajaan Nagur yang berkuasa di situ, semakin lama semakin lemah, dan akhirnya
makin terdesak hingga ke pedalaman.
Untuk menghindarkan daerahnya dari pendudukan langsung; maka raja Nagur
mengangkat orang-orang kepercayaannya menjadi panglima perang sekaligus
dinikahkan dengan puteri-puterinya, sehingga para panglima ini berstatus Anakboru
pada Raja Nagur yang otomatis akan menunjukkan rasa hormat dan
penghargaannya
kepada
raja
Nagur
sebagai
tondong.
Pada masa setelah abad XIV, muncullah empat raja utama di Simalungun; di mana
Nagur masih tetap ada, tetapi peranannya sudah semakin menghilang. Keempat
raja itu adalah: Tanoh Jawa dengan raja marga Sinaga, Panei dengan raja marga
Purba Sidasuha, Dolog Silou raja marga Purba Tambak dan Siantar, kerajaan marga
Damanik peninggalan dari Nagur terdahulu. Masing-masing diikat oleh adat
Maranakboru, Martondong, Marsanina oleh karena hubungan kekerabatan lewat
jalur perkawinan yang dipolakan oleh tradisi Puang Bolon, yaitu puteri raja yang
menurut adat, syarat mutlak untuk meneruskan generasi raja turun temurun.
Raja Panei dan Dologsilou menjemput puang bolon kepada marga Damanik puteri
raja Siantar, demikian pula Tanah Djawa. Sedangkan raja Siantar sendiri menjemput
isteri pada bangsawan Silampuyang dengan gelar Tuan Silampuyang marga
Saragih.

4. RAJA MARPITU (1907-1946)

Tahun 1865 mulailah kolonialisme Belanda memasuki tanah Simalungun, mula-mula


di Tanjung Kasau yang pada waktu itu tunduk ke Siantar, lalu makin merembes jauh
sampai ke pedalaman Simalungun dalam rangka pembukaan perkebunan di atas
lahan raja-raja Simalungun. Dengan berbagai intrik dan politik pecah belah di
antara sesama raja-raja dan masyarakat Simalungun; Belanda berhasil memisahkan
beberapa daerah adat Simalungun dari kekuasaan Raja Marompat; daerah Padang
Bedagai yang pada awalnya daerah takluk Kerajaan Silou menjadi diakui sah
sebagai raja oleh Belanda. Demikian pula daerah Batak Timur Dusun di Serdang
diakui masuk kesultanan Serdang. Batubara sekitarnya sampai ke Tanjung Balai
yang dulu berada di bawah kekuasaan raja Siantar dan Tanah Jawa dipisahkannya
dari Simalungun dan dimasukkannya ke Kesultanan Asahan.
Pada tahun 1907 sesudah perlawanan raja-raja Simalungun berhasil ditundukkan
Belanda, seperti raja Siantar Sangnaualuh Damanik, penguasa di Raya Rondahaim
Saragih, Tuan Dolog Panribuan gelar Tuan Sibirong Sinaga dan raja Dologsilou Tn
Tanjarmahei Purba Tambak maupun Tn Jontama Purba Sidasuha raja Panei; maka
Belanda mengakui Raya, Purba dan Silimakuta menjadi kerajaan penuh di samping
kerajaan Raja Marompat yang sudah lebih dahulu hadir ratusan tahun sebelumnya.
Dengan demikian hadirlah tujuh kerajaan di Simalungun sesudah kehancuran
Kerajaan Nagur, yaitu:
1. Kerajaan PANEI RAJA MARGA PURBA SIDASUHA dengan puang bolon puteri
boru Damanik dari Kerajaan Siantar;
2. Kerajaan TANOH JAWA RAJA MARGA SINAGA DADIHOYONG HATARAN dengan
puang bolon dari tuan puteri boru Damanik dari Kerajaan Siantar;
3. Kerajaan SIANTAR RAJA MARGA DAMANIK BARIBA SI PAR APA dengan
puangbolon dari tuan puteri boru Saragih Silampuyang dari Tuan
Silampuyang/Sipoldas;
4. Kerajaan DOLOGSILOU RAJA MARGA PURBA TAMBAK dengan puangbolon tuan
puteri boru Saragih Garinging dari Kerajaan Raya;
5. Kerajaan PURBA RAJA MARGA PURBA PAKPAK dengan puangbolon tuan puteri
boru Damanik dari Kerajaan Siantar;
6. Kerajaan RAYA RAJA MARGA SARAGIH GARINGGING dengan puangbolon tuan
puteri boru Purba Sidasuha dari Kerajaan Panei;

7. Kerajaan SILIMAKUTA RAJA MARGA PURBA GIRSANG dengan puangbolon tuan


puteri boru Saragih Munthe/Saragih Garingging dari Tonging/Kerajaan Raya.

8. AKHIR KERAJAAN
Kerajaan-kerajaan Simalungun berakhir setelah kemerdekaan RI pada tanggal 17
Agustus 1945 secara politis tidak memiliki kekuasaan lagi seperti zaman Belanda
yang diakui sebagai daerah istimewa berpemerintahan sendiri (zelfbestuurende
Landschappen).
Kerajaan-kerajaan Simalungun benar-benar hapus sesudah dihapuskan oleh
Revolusi Sosial tanggal 3 Maret 1946 yang disertai dengan pembantaiaan tidak
berperikemanusiaan oleh laskar rakyat Barisan Harimau Liar pimpinan Saragihras
dan Djatongam Saragih dan kawan-kawan yang anti kerajaan.
Raja-raja Simalungun diturunkan dari tahtanya dengan kekerasan, harta bendanya
dirampas, bahkan nyawanya melayang bersama dengan keluarga dan rakyat yang
mengasihi mereka. Mari kita kenang para raja Simalungun yang mati dibunuh
dengan kejam oleh Barisan Harimau Liar itu; di antaranya Raja Panei Tuan Bosar
Sumalam Purba Sidasuha; Raja Purba Tuan Mogang Purba Pakpak, Tuan Dolog
Panribuan Tuan Hormajawa Sinaga, Tuan Sipolha Tuan Sahkuda Humala Raja
Damanik, dan korban-korban lain yang belum diketahui.

You might also like