Professional Documents
Culture Documents
Sesudah Nagur semakin lemah, maka salah seorang Anak borunya bermarga Purba
Tambak diangkat menjadi Raja Goraha dan selanjutnya berkembang menjadi
kerajaan bernama Kerajaan Silou. Nagur pada waktu itu masih tetap berdiri, tapi
Kerajaan Silou semakin meluaskan wilayahnya hingga mancapai pantai Timur
Sumatera sampai ke Asahan sekarang ini. Pusat pemerintahannya pada waktu itu
berada di Silou Buntu di Kecamatan Raya sekarang ini, salah seorang rajanya yang
terkenal bernama Tuan Toriti Purba Tambak dengan tungganganya Gajah Putih yang
menjadi lambang kerajaannya.
Senasib dengan Nagur, pada abad XIV perang saudara pecah di Kerajaan Silou di
antara sesama anak raja Silou, sehingga berdiri Kerajaan Panei dan Dologsilou dari
masing-masing bermarga Purba Sidasuha dan Purba Tambak Lombang.
3. KERAJAAN RAJA MAROMPAT (1400-1946)
Pada abad XIV-XVI, situasi di Sumatera Timur berada dalam keadaan genting,
karena Aceh dengan pasukan Sultan Iskandar Muda terus-menerus mengancam
keberadaan kerajaan-kerajaan di sepanjang jalur perdagangannya di Selat Malaka.
Kerajaan Nagur yang berkuasa di situ, semakin lama semakin lemah, dan akhirnya
makin terdesak hingga ke pedalaman.
Untuk menghindarkan daerahnya dari pendudukan langsung; maka raja Nagur
mengangkat orang-orang kepercayaannya menjadi panglima perang sekaligus
dinikahkan dengan puteri-puterinya, sehingga para panglima ini berstatus Anakboru
pada Raja Nagur yang otomatis akan menunjukkan rasa hormat dan
penghargaannya
kepada
raja
Nagur
sebagai
tondong.
Pada masa setelah abad XIV, muncullah empat raja utama di Simalungun; di mana
Nagur masih tetap ada, tetapi peranannya sudah semakin menghilang. Keempat
raja itu adalah: Tanoh Jawa dengan raja marga Sinaga, Panei dengan raja marga
Purba Sidasuha, Dolog Silou raja marga Purba Tambak dan Siantar, kerajaan marga
Damanik peninggalan dari Nagur terdahulu. Masing-masing diikat oleh adat
Maranakboru, Martondong, Marsanina oleh karena hubungan kekerabatan lewat
jalur perkawinan yang dipolakan oleh tradisi Puang Bolon, yaitu puteri raja yang
menurut adat, syarat mutlak untuk meneruskan generasi raja turun temurun.
Raja Panei dan Dologsilou menjemput puang bolon kepada marga Damanik puteri
raja Siantar, demikian pula Tanah Djawa. Sedangkan raja Siantar sendiri menjemput
isteri pada bangsawan Silampuyang dengan gelar Tuan Silampuyang marga
Saragih.
8. AKHIR KERAJAAN
Kerajaan-kerajaan Simalungun berakhir setelah kemerdekaan RI pada tanggal 17
Agustus 1945 secara politis tidak memiliki kekuasaan lagi seperti zaman Belanda
yang diakui sebagai daerah istimewa berpemerintahan sendiri (zelfbestuurende
Landschappen).
Kerajaan-kerajaan Simalungun benar-benar hapus sesudah dihapuskan oleh
Revolusi Sosial tanggal 3 Maret 1946 yang disertai dengan pembantaiaan tidak
berperikemanusiaan oleh laskar rakyat Barisan Harimau Liar pimpinan Saragihras
dan Djatongam Saragih dan kawan-kawan yang anti kerajaan.
Raja-raja Simalungun diturunkan dari tahtanya dengan kekerasan, harta bendanya
dirampas, bahkan nyawanya melayang bersama dengan keluarga dan rakyat yang
mengasihi mereka. Mari kita kenang para raja Simalungun yang mati dibunuh
dengan kejam oleh Barisan Harimau Liar itu; di antaranya Raja Panei Tuan Bosar
Sumalam Purba Sidasuha; Raja Purba Tuan Mogang Purba Pakpak, Tuan Dolog
Panribuan Tuan Hormajawa Sinaga, Tuan Sipolha Tuan Sahkuda Humala Raja
Damanik, dan korban-korban lain yang belum diketahui.