Professional Documents
Culture Documents
oleh :
Bagus Purwo Nugroho
4201410014
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PENGESAHAN
Dosen Pembimbing
PENDAHULUAN
Hasil survei yang dilakukan UNESCO pada tahun 2012 menyatakan bahwa
indeks perkembangan pendidikan Indonesia berada pada posisi ke-64, dibandingkan
Qatar (55) dan Mongolia (45). Untuk mengembangkan pendidikan di Indonesia,
pemerintah mengeluarkan Permendikbud No.54 tahun 2013 sebagai upaya
menyempurnakan standar kompetensi lulusan (SKL) 2006 menjadi SKL 2013 atau
lebih dikenal kurikulum 2013. Sesuai dengan standar kompetensi lulusan (SKL) 2013,
pembelajaran pada kurikulum 2013 mencakup pengembangan ranah kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan
pendidikan. Untuk mewujudkan tercapainya ketiga ranah kompetensi tersebut,
diterapkan sebuah pendekatan pada pelaksanaan pembelajaran yang disesuaikan
dengan jenjang pendidikan. Untuk jenjang pendidikan SD-MI menggunakan
pendekatan tematik terpadu, SMP-MTs menggunakan pendekatan trans-disciplinarity,
sedangkan SMA-MA, diterapkan pendekatan pembelajaran yang berbasis sains atau
pendekatan scientific (Permendikbud, 2013).
Pendekatan scientific dalam pembelajaran meliputi menggali informasi melalui
pengamatan, bertanya, melakukan percobaan, mengolah data atau informasi,
menyajikan data atau informasi, menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan
mencipta. Hasil penelitian Fauziah et al. (2013), menyatakan bahwa tahap-tahap
pendekatan scientific dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam
mengamati, menanya, menalar, mencoba dan mengkomunikasikan temuannya,
sehingga berdampak positif terhadap kemampuannya. Kegiatan ilmiah tersebut
dilaksanakan untuk semua mata pelajaran, tak terkecuali mata pelajaran fisika.
Fisika adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala alam. Sesuai dengan
Permendikbud No.69 tahun 2013, salah satu materi fisika yang diajarkan pada tingkat
pendidikan menengah atas (SMA-MA) adalah alat optik. Untuk memahami peralatan
optik, sebaiknya siswa diajak untuk melakukan percobaan/praktikum. Namun saat ini
banyak guru fisika masih menggunakan metode ceramah dalam menjelaskan materi
alat optik. Sehingga siswa kesulitan mengilustrasikan materi yang disampaikan guru.
Salah satu upaya yaitu menggunakan pembelajaran yang melibatkan siswa untuk aktif
dalam memahami dan melakukan kegiatan langsung mengenai materi alat optik.
Berdasarkan Permendikbud No.87 tahun 2013 perangkat pembelajaran yang
komprehensif mencakup rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), bahan ajar,
media pembelajaran, evaluasi, dan lembar kerja siswa (LKS). LKS merupakan lembar
kegiatan bagi siswa baik dalam kegiatan intrakurikuler maupun kokurikuler untuk
mempermudah pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran. Lebih dari itu,
Permendikbud No.64 tahun 2013 menekankan pengembangan sikap rasa ingin tahu,
jujur, tanggung jawab, logis, kritis, analitis, dan kreatif melalui pembelajaran fisika.
Hasil penelitian Amelia et al. (2013) menunjukkan bahwa penggunaan LKS mata
pelajaran fisika dengan mengintegrasikan pendidikan karakter efektif digunakan dalam
pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar dan karakter siswa. Sedangkan
menurut penelitian Astuti et al. (2013), LKS hasil pengembangan memberikan alternatif
strategi pembelajaran yang inovatif, konstruktif, dan berpusat pada siswa, dengan
memfokuskan pada tercapainya kompetensi yang diharapkan.
Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, pendidikan nasional bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kemendikbud telah melakukan program pencanangan pendidikan karakter secara
nasional pada tanggal 2 Mei 2010. Salah satu program utama untuk meningkatkan
mutu proses dan output pendidikan adalah integrasi pendidikan karakter di semua
mata pelajaran. Berdasarkan Permendikbud No.69 tahun 2013 tentang kurikulum
SMA-MA, pendididkan karakter diintegrasikan pada semua materi pelajaran fisika
SMA-MA. Hasil penelitian Raharjo (2010), menyimpulkan bahwa pendidikan karakter
dapat mempengaruhi akhlak mulia peserta didik. Menurut Musyarofah et al. (2013)
pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran IPA disimpulkan dapat
menumbuhkan kebiasaan bersikap ilmiah pada siswa.
METODE
Subjek penelitian adalah siswa kelas X MIIA SMA Negeri 1 Cilacap. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode penelitian dan pengembangan (Research and Development)
dengan prosedur sebagai berikut:
Tahap Define
Tahap Design
Tahap
Development
Validasi pakar
Melakukan uji coba LKS fisika pada kelas X MIA
SMA N 1 Cilacap
Melakukan Analisis Data
Pelaporan
Gambar 1. Prosedur Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dokumentasi, tes tertulis dan
angket. Tes tertulis terdiri dari tes rumpang untuk menguji keterbacaan LKS, serta pilihan
ganda untuk menguji hasil belajar kognitif siswa yang telah melalui uji validitas, reliabilitas,
tingkat kesukaran dan daya beda. Angket digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan LKS
dan perkembangan karakter siswa menggunakan skala Likert.
Data awal dianalisis melalui normalitas dan homogenitas untuk menentukan sampel.
Analisis kelayakan, keterbacaan dan karakter dihitung dengan mencari persentase.
Peningkatan hasil belajar kognitif siswa diuji dengan uji gain dan t-test. Pengembangan
karakter siswa dianalisis dengan uji gain.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Susunan LKS
Produk yang dikembangkan adalah lembar kegiatan siswa (LKS) fisika materi alat-alat
optik untuk kelas X MIA SMA semester genap. LKS ini disusun berdasarkan kurikulum 2013,
yang mengamanatkan pembelajaran menggunakan pendekatan scientific. Selain itu, LKS ini
juga mengintegrasikan pendidikan karakter (character building) bagi peserta didik. Nilai
karakter yang diintegrasikan antara lain jujur, disiplin, kreatif, rasa ingin tahu, bersahabat /
komunikatif, dan tanggung jawab. LKS memiliki beberapa bagian yang meliputi pendahuluan,
isi, penutup. Bagian pendahuluan terdapat judul, petunjuk penggunaan LKS, kompetensi
dasar yang harus dicapai, tujuan pembelajaran, dan indikator perkembangan karakter siswa.
Selanjutnya pada bagisan isi, LKS memiliki empat sub isi yaitu: (1) LKS 9.1 Mata dan
Kacamata; (2) LKS 9.2 Kamera dan Lup; dan (3) LKS 9.3 Mikroskop; dan (4) LKS 9.4
Teropong. Setiap sub isi LKS memiliki tujuan pembelajaran, ringkasan materi, dan aktivitas
terbimbing yang disesuaikan dengan pendekatan scientific. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Prastowo (2012: 208), LKS terdiri atas enam unsur utama meliputi judul, petunjuk
belajar, kompetensi dasar atau materi pokok, informasi pendukung, dan tugas atau langkah
kerja. Bagian penutup berisi daftar pustaka.
LKS disusun menggunakan pendekatan scientific. Langkah-langkah pendekatan
scientific yang ada dalam LKS adalah mengamati, menanya, mencoba, menganalisis, dan
menyimpulkan. Melalui aktivitas dalam LKS, siswa diajak untuk mengamati peristiwa yang
berkaitan langsung dengan alat-alat optik. Siswa diharapkan mampu mengajukan pertanyaan
mengenai peristiwa yang diamati. Rancangan praktikum sederhana disajikan dengan tujuan
agar siswa terlibat dalam penemuan pengetahuan baru. Berdasarkan data atau informasi
yang diperoleh siswa dari kegiatan praktikum, siswa dibimbing agar mampu menganalisis dan
menyajikan data. Selanjutnya siswa menyimpulkan kegiatan yang telah dilakukan dan
mempresentasikan hasilnya di kelas.
Nilai karakter diintegrasikan melalui aktivitas dalam LKS dan dilakukan berulang-ulang.
Pendidikan karakter dilakukan terus-menerus dan berkelanjutan hingga menjadi suatu
kebiasaan bagi siswa. Integrasi karakter dalam LKS disisipkan dalam kalimat ajakan dan
instruksi yang disesuaikan dengan indikator masing-masing nilai. Kalimat tersebut dicetak
tebal dan berwarna untuk memberikan penekanan dan menarik perhatian siswa. Karakter
yang diintegrasikan dalam LKS adalah jujur, disiplin, kreatif, rasa ingin tahu, bersahabat /
komunikatif, dan tanggungjawab.
Hasil Uji Kelayakan
Berdasarkan analisis data, diperoleh persentase kelayakan sebesar 86,78%, artinya
LKS berada dalam kriteria sangat layak. Kelayakan LKS ditinjau dari aspek kelayakan isi,
penyajian, dan kebahasaan. Hasil uji kelayakan ketiga aspek disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Hasil Analisis Kelayakan LKS
Aspek Kelayakan
Isi
Penyajian
Kebahasaan
Total Persentase
Persentase (%)
88,53
86,82
85,00
86,78
Kriteria
Sangat Layak
Sangat Layak
Sangat Layak
Sangat Layak
Aspek kelayakan isi terdiri dari kesesuaian materi, keakuratan materi, materi
pendukung pembelajaran, keterkaitan komponen utama pendekatan
scientific dan
pengintegrasian karakter. Aspek kelayakan penyajian terdiri dari teknik penyajian, penyajian
pembelajaran, dan kelengkapan penyajian. Konsep materi secara ringkas disajikan dahulu
sebelum siswa diajak untuk melakukan kegiatan menemukan konsep yang lebih rumit. Bahasa
yang digunakan dalam LKS adalah bahasa Indonesia sesuai dengan Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD). Susunan kalimat dalam LKS memperhatikan struktur SPO/SPOK.
Bahasa yang digunakan dalam LKS disusun dengan jelas agar mudah dipahami dan
menggunakan istilah yang konsisten.
Hasil Uji Keterbacaan
Untuk mengetahui tingkat keterbacaan, LKS diujikan pada 10 siswa yang
mendapatkan pembelajaran fisika materi alat optik menggunakan LKS. Siswa diarahkan untuk
mengisi bagian rumpang dari teks materi alat optik. Berdasarkan analisis data, diperoleh
persentase sebesar 84,29% yang artinya LKS berada dalam kriteria mudah dipahami. Kalimatkalimat yang disusun dalam LKS adalah kalimat yang sederhana namun memperhatikan
struktur SPO/SPOK, sehingga mudah dipahami. Menurut Yulianti (2010: 11), media visual
yang dibuat hendaknya menggunakan kalimat sederhana tetapi bermakna.
Rata-rata Posttest
76,32
Kelas
Eksperimen
Rata-rata Posttest
81,18
100
80
81.18
76.32
60
40
20
0
Eksperimen
Kontrol
Rata-rata Pretest
61,91
Rata-rata Posttest
81,18
Kriteria Peningkatan
Sedang
81.18
61.91
Post Test
Pre Test
Kriteria
Mulai
Berkembang
Mulai
Berkembang
Setelah
Jujur
76,74%
Disiplin
74,77%
Kreatif
61,11%
Mulai Terlihat
63,02%
Rasa Ingin
Tahu
69,91%
Membudaya
72,57%
Komunikatif
Tanggungjawab
70,83%
77,87%
Mulai
Berkembang
Mulai
Berkembang
81,94%
78,82%
75,26%
87,85%
Kriteria
Membudaya
Mulai
Berkembang
Mulai
B`erkembang
Mulai
Berkembang
Mulai
Berkembang
Membudaya
Gain
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Perkembangan Karakter
100.00%
80.00%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%
Sebelum
Sesudah
Persentase
97,78%
81,11%
56,67%
81,11%
77,78%
88,89%
Kriteria
Membudaya
Mulai Berkembang
Mulai Terlihat
Mulai Berkembang
Mulai Berkembang
Membudaya
Berdasarkan data yang diperoleh, persentase karakter awal yang tertanam dalam diri
siswa sebesar 71,39% dan berada dalam kriteria mulai berkembang. Mulai berkembangnya
karakter sebelum pemberian LKS dipengaruhi berbagai macam faktor, baik intern siswa
maupun ekstern. Salah satu faktor ekstern yaitu siswa telah mendapatkan pendidikan karakter
dari guru dan orang tua. Menurut Azwar (2013: 30-38), faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap
penting, media massa, institusi atau lembaga, agama, serta emosi dalam diri individu.
Setelah melakukan pembelajaran menggunakan LKS, terdapat perkembangan
karakter jujur dalam diri siswa. Persentase perkembangan karakter jujur mengalami
peningkatan. Setelah melakukan pembelajaran memakai LKS, karakter jujur siswa masuk
dalam kategori membudaya. Hasil observasi juga mendapatkan hal yang sama, yaitu
perkembangan karakter jujur masuk dalam kategori membudaya. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa LKS dapat mengembangkan karakter jujur siswa. Hasil penelitian Musyarofah et al.
(2013) menunjukkan pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran IPA dapat
menumbuhkan kebiasaan bersikap jujur. Untuk mengembangkan karakter jujur, kegiatan
dalam LKS mengajak siswa untuk percaya pada kemampuan diri dan tidak mencontek hasil
kerja kelompok lain. Kegiatan dalam LKS juga mengharuskan siswa untuk melaporkan hasil
praktikum secara jujur.
Kegiatan dalam LKS juga terintegrasi nilai kedisiplinan. Persentase perkembangan
nilai karakter disiplin siswa mengalami peningkatan walaupun masih dalam kategori yang
sama. Hasil observasi juga menunjukkan hal yang sama, yaitu karakter disiplin siswa berada
dalam kriteria mulai berkembang. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa LKS dapat
mengembangkan karakter disiplin siswa. Hasil penelitian Sari et al. (2013) menunjukkan
pembelajaran berbasis karakter dan konservasi efektif untuk pembentukan karakter disiplin
siswa. Untuk mengembangkan karakter disiplin, siswa diharuskan menaati prosedur kerja
laboratorium dan prosedur pengamatan masalah. Ketika melakukan kegiatan dalam LKS,
siswa wajib mematuhi jadwal belajar yang telah ditetapkan.
Setelah melakukan pembelajaran memakai LKS, karakter kreatif siswa masuk dalam
kategori mulai berkembang. Namun hasil observasi menunjukkan hal yang berbeda, yaitu
karakter kreatif siswa masih berada dalam kriteria mulai terlihat. Hasil analisis tersebut
menunjukkan bahwa LKS belum dapat mengembangkan karakter kreatif dengan maksimal.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kurang maksimalnya integrasi karakter kreatif pada
LKS. Yaitu kebijakan guru fisika pada kelas eksperimen untuk tidak melakukan praktikum
membuat skema teropong Keppler. Padahal membuat skema teropong Keppler sengat
memicu kreativitas siswa. Menurut Azwar (2013: 30-38), faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap
penting, media massa, institusi atau lembaga, agama, serta emosi dalam diri individu. Untuk
mengembangkan karakter kreatif, siswa diharuskan menggambar skema semenarik mungkin.
Selain itu siswa juga diajak untuk membuat skema teropong Keppler.
Persentase perkembangan karakter rasa ingin tahu mengalami peningkatan, walaupun
masih tetap berada dalam kriteria mulai berkembang. Hasil observasi juga menunjukkan
bahwa karakter rasa ingin tahu siswa berada dalam kriteria mulai berkembang. Berdasarkan
dua hal tersebut, maka dapat disimpulkan LKS terintegrasi karakter dapat mengembangkan
nilai karakter rasa ingin tahu siswa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Windarsih (2011)
menunjukkan hasil, bahwa pembelajaran berbasis karakter dapat meningkatkan karakter rasa
ingin tahu. Untuk membangkan rasa ingin tahu, siswa diajak untuk aktif bertanya pada ahli
atau guru, membaca, mencari informasi dari segala sumber baik buku, internet, maupun
lingkungan. Kegiatan dalam LKS juga mengajak siswa untuk mengamati fenomena yang
berkaitan dengan materi pelajaran.
Kegiatan LKS mengintegrasikan nilai karakter komunikatif. Terdapat peningkatan
persentase perkembangan karakter komunikatif walaupun masih dalam kategori yang sama,
yaitu mulai berkembang. Hasil observasi juga menunjukkan hal yang sama. Hasil analisis
tersebut menunjukkan bahwa LKS dapat mengembangkan karakter komunikatif siswa. Hasil
penelitian Bestari et al. (2014) menunjukkan pembelajaran fisika terintegrasi karakter dapat
meningkatkan karakter komunikatif. Untuk mengembangkan karakter komunikatif, siswa
diajak untuk mengkomunikasikan hasil kegiatan yang telah dilakukan. Siswa juga diajak untuk
memberi dan mendengarkan pendapat dalam diskusi kelas.
Selain lima karakter diatas, LKS juga dapat membangun tanggungjawab dalam diri
siswa. Persentase perkembangan karakter tanggungjawab mengalami peningkatan. Setelah
melakukan pembelajaran memakai LKS, karakter tanggungjawab siswa masuk dalam kategori
membudaya. Hasil observasi juga mendapatkan hal yang sama, yaitu perkembangan karakter
tanggungjawab masuk dalam kategori membudaya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa LKS
dapat mengembangkan karakter tanggungjawab siswa. Hasil penelitian yang dilakukan
Musyarofah et al. (2013) menunjukkan pengintegrasian pendidikan karakter dalam
pembelajaran IPA dapat menumbuhkan kebiasaan bersikap tanggungjawab. Untuk
mengembangkan karakter tanggungjawab, kegiatan dalam LKS mengajak siswa melakukan
kegiatan diskusi dan praktikum dengan sungguh-sungguh.
Secara umum, persentase perkembangan karakter siswa mengalami peningkatan, artinya
LKS mampu mengembangkan karakter siswa, khususnya karakter jujur, disiplin, kreatif, rasa
ingin tahu, komunikatif, dan tanggungjawab. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Musyarofah et al. (2013) pengintegrasian pendidikan karakter dalam
pembelajaran IPA disimpulkan dapat menumbuhkan kebiasaan bersikap ilmiah yaitu tanggung
jawab, jujur, kerjasama, ingin tahu, dan kreatif. Peningkatan persentase perkembagan
karakter siswa juga dianalisis menggunakan uji gain. Namun tidak ada peningkatan
persentase perkembangan karakter yang berada pada kriteria tinggi. Hal ini dikarenakan untuk
menumbuhkan karakter siswa, diperlukan proses yang sangat panjang dan berkelanjutan.
Karakter siswa tidak terbentuk instan hanya dengan menggunakan LKS, tetapi dibentuk
melalui pembelajaran yang terintegrasi karakter secara terus menerus dan berkelanjutan. Hal
tersebut sesuai dengan pandangan Kemendiknas (2010: 11-14), ada beberapa prinsip dalam
pengembangan
pendidikan
karakter,
salah
satunya
adalah
berkelanjutan,
artinya
pengembangan nilai - nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang,
dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan.
SIMPULAN
Produk penelitian adalah LKS fisika materi alat optik terintegrasi karakter
menggunakan pendekatan scientific untuk kelas X MIIA SMA semester genap. Materi LKS
adalah alat optik mata, kacamata, kamera, lup, mikroskop, dan teropong. Hasil uji kelayakan
yang ditinjau dari aspek kelayakan isi, penyajian, dan kebahasaan menunjukkan persentase
kelayakan sebesar 86,78% yang artinya bahwa LKS sangat layak digunakan sebagai panduan
pembelajaran fisika. Hasil uji keterbacaan menunjukkan persentase sebesar 84,29% yang
artinya LKS berada dalam kriteria mudah dipahami. LKS dapat meningkatkan hasil belajar
kognitif siswa. Pemahaman konsep siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan siswa
kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran tanpa LKS. LKS dapat mengembangkan
karakter siswa, khususnya karakter jujur, disiplin, kreatif, rasa ingin tahu, bersahabat /
komunikatif, dan tanggung jawab
SARAN
Komunikasi dengan guru kelas harus baik agar tidak terjadi kesalahpahaman saat
pengambilan data maupun ketika pembelajaran menggunakan LKS. Guru hendaknya
menganjurkan siswa untuk mempelajari materi berikutnya terlebih dahulu sebelum diajarkan
di sekolah. Himbauan pada tiap indikator karakter hendaknya lebih ditekankan dan dilakukan
secara berulang-ulang agar pengintegrasian karakter berhasil diterapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, O.T., Yurnetti, & Asrizal. 2013. Pembuatan LKS Fisika Berbasis ICT dengan
Mengintegrasikan Nilai Pendidikan Karakter Kelas X Semester 2. Pillar of Physics
Education, vol. 2, 89-96. Tersedia di http://ejournal.unp.ac.id [diakses 14-1-2014].
Astuti & Setiawan. 2013. Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Pendekatan
Inkuiri Terbimbing Dalam Pembelajaran Kooperatif Pada materi kalor. Jurnal Pendidikan
IPA Indonesia, 2(1): 89-94. Tersedia di http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpii
[diakses 7-1-2014].
Azwar, S. 1995. Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Bestari, D., D. Yulianti, & P. Dwijananti. 2014. Pembelajaran Fisika Menggunakan Sea
Berbantuan Games Untuk Mengembangkan Karakter Siswa SMP. Unnes Physics
Education Journal, 3(1). Tersedia di http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upej.
Fauziah, R., A.G. Abdullah, & D.L. Hakim. 2013. Pembelajaran Saintifik Elektronika Dasar
Berorientasi Pembelajaran Berbasis Masalah. Journal Of Vocational Technology
Education, 9(2): 165-178.
Hussain, A., M. Azeem., & A. Shakoor. 2011. Physics Teaching Methods: Scientific Inquiry Vs
Traditional Lecture. International Journal of Humanities and Social Science, 1(19):269276.
Halomoan, M._____. Kajian Terhadap Pengembangan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
Bangsa Di Satuan Pendidikan. Tersedia di http://sumut.kemenag.go.id/ [diakses 7-12014].
Mugiono, S. 2001. Perbandingan Prestasi Belajar antara Siswa yang Menggunakan LKS
Fisika Terbitan Depdikbud dengan Siswa yang Menggunakan LKS Fisika Rancangan
Guru. Skripsi Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung.
Index.
Tersedia
di
58.