You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Hama tikus sangat sulit untuk dikendalikan, karena memiliki adaptasi

terhadap lingkungan, memiliki daya berkembang biak yang sangat tinggi, tikus
betina (Rattus argentiventer), mampu melahirkan 10-12 tikus, dan dapat beranak
empat kali dalam setahun, masa kehamilan 19-21 hari, mereka akan kawin lagi
setelah 48 jam setelah melahirkan. Pada kondisi yang baik, dari 3 pasang tikus
selama 13 bulan akan melahirkan 2046 ekor tikus. Tikus siap bunting lagi
sementara anak pertama masih disusui, dengan demikian, setiap betina dapat
melahirkan 2-3 generasi anak dengan selisih umur diantara generasi selama 1
bulan. Masa menyusui anak berlangsung 3-4 minggu, dan kemudian disapih, dan
tikus menjadi dewasa (Sama dan Rochman, 1988).
Tikus termasuk binatang omnivora, dan memakan makanan yang
bervariasi seperti padi, ubi-ubian, kacang-kacangan, berbagai jenis rumput, teki,
serangga, siput dan ikan kecil. Sebagai binatang pemakan segala (omnivora) maka
tikus mampu memanfaatkan berbagai makanan yang tersedia, sehingga tikus
dapat lebih mudah dan cepat beradaptasi dalam lingkungan, serta selektif dalam
memilih makanan apabila makanan banyak tersedia. Kemampuan tikus
menghabiskan beras dan ubi jalar masing-masing sekitar 10-23,6 gr/hari.
Sedangkan ubi kayu, jagung pipil, kacang tanah dan ikan asin dapat dihabiskan
masing - masing 20,6, 8,2, 7,2 dan 4,2 gr/hari (Rochman dan Suwalan (1993),
apabila beberapa jenis makanan yang disiapkan pada saat bersamaan maka beras
merupakan pilihan utama karena paling banyak dimakan (Syamsuddin, 2007).
Di kebun kelapa sawit yang belum menghasilkan (TBM) tikus menyerang
titik tumbuh dengan memakan pangkal pelepah sehingga berlubang dan semua
pelepah dibagian atas putus sehingga menyebabkan tanaman mati. Sedangkan
pada tanaman yang telah menghasilkan (TM) hama tikus menyerang bunga jantan,
bunga betina, daging buah baik buah muda maupun buah matang. Pada kondisi

serangan berat dapat mengganggu berlangsungnya proses generatif, yang pada


gilirannya menurunkan kuantitas dan kualitas produksi kebun.
Pengendalian yang alami seperti dengan adanya hewan predator pemakan
tikus, seperti ular, burung hantu, dan elang, namun perburuan hewan-hewan ini
yang dilakukan oleh pemburu-pemburu liar menyebabkan berkurangnya hewan
predator ini. Keseimbangan alam telah rusak, sehingga hama pengganggu seperti
tikus dapat berkembang biak tanpa halangan alami yang berarti. Pengendalian
hama secara kimiawi sering dilakukan, namun karena tikus merupakan hewan
pintar yang makan dengan cara mencicipi dulu sedikit makanannya, menyebabkan
kadang-kadang cara ini kurang efektif, selian itu bahan-bahan kimiawi
menimbulkan residu yang malahan dapat menimbulkan permasalahan baru pada
lingkungan seperti resurgensi hama (resistensi), dan kerusakan tanah yang dapat
juga membahayakan manusia jika mengalir ke saluran air minum masyarakat.
Penggunaan pestisida tanpa mengikuti aturan yang diberikan membahayakan
kesehatan manusia dan lingkungan, serta juga dapat merusak ekosistem. Karena
pestisida tersebut racun yang dapat membunuh organisme berguna. Banyak
insectisida organofosfat seperti parathion, mevinfos, monocrotophos, dan TEPP
adalah bahan-bahan paling berbahaya yang sering berhubungan dengan manusia.
Meskipun organoklorida seperti DDT tetap tinggal dalam lingkungan untuk
jangka

waktu

yang

lama,

menyebabkan

kerusakan

lingkungan

karena

penumpukannya dalam rantai makanan, dan pada banyak kasus bersifat


karsinogenik, teratogenik, atau mutagenic (Mary, 1981).
Menurut Tjokronegoro (1987), suatu tumbuhan dapat bertindak sebagai
repellent pada beberapa jenis bioindikator (hewan), dan dapat juga pada satu jenis
hewan sebagai repellent, namun pada hewan lain sebagai atrractant. Berdasarkan
hal di atas strategis dilakukan penelitian pengendali hama tikus dari ekstra
tumbuhan legundi (Vitex trifolia), dengan cara mengusir hama tikus (Repellent),
dan membunuh hama tikus (Rodentisida). Untuk memperoleh bahan anti hama
tikus yang mudah, murah, dan berkhasiat maka dibuat sediaan yang siap pakai
yang telah diuji mutunya.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut, para pakar lingkungan dan pertanian terus

melakukan pencarian bahan alami yang tidak merusak lingkungan, yang dapat
terurai dengan mudah dialam, salah satu tumbuhan yang sering digunakan oleh
masyarakat Aceh untuk mengusir tikus pada tempat penyimpanan beras adalah
dengan tumbuhan legundi (Vitex trifolia), dengan cara ranting serta daunnya
dikeringkan lalu diletakkan pada penyimpanan beras untuk mengusir tikus, namun
penelitian ini secara ilmiah belum dilakukan. Penelitian tumbuhan legundi (Vitex
trifolia) terhadap nyamuk aedes aegypti telah dilakukan (Bastian 2009), dari
penelitian

ini

ekstrak

legundi

(Vitex

trifolia)

dapat

mengganggu

perkembangbiakan (antioviposition deterrent) nyamuk, dan membunuh (larvasida)


jentik nyamuk, selain itu efek penolak nya telah pula dilakukan (Rosnani, 2009).
Tumbuhan legundi (Vitex trifolia) mengandung senyawa alkaloid, yang
kemungkinan mempunyai efek terhadap panca indera tikus.
Penelitian ini dimulai dengan mengekstrak sari tumbuhan legundi (Vitex
trifolia) dengan pelarut nonpolar (heksana), semipolar (etilasetat), dan polar
(methanol). Ekstrak yang diperoleh lalu diuji repellent dan rodentisida terhadap
hama tikus.
1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk memperoleh informasi mengenai senyawa anti

hama tikus pada tumbuhan legundi (Vitex trifolia), dan untuk mengetahui senyawa
kimia yang mempunyai efek anti hama tikus tersebut. Selanjutnya mengetahui
kualitas dan daya repellent atau rodentisida sediaan yang dibuat sebagai anti hama
tikus terhadap waktu penyimpanan. Penelitian ini menambah wawasan bagi
mahasiswa mengenai senyawa alami yang bertindak sebagai anti hama. tikus, dan
wawasan mengenai pencemaran lingkungan yang disebabkan anti hama tikus
seperti penggunaan peptisida.

1.4

Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat digunakan untuk masukan bagi industri untuk

pembuatan sediaan baru khususnya sediaan anti hama tikus alami yang berguna
bagi kemaslahatan umat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tumbuhan Legundi (Vitex trivolia)


Tanaman Legundi memiliki nama latin Vitex trifolia, dan termasuk dalam

famili verbenaceae. Tanaman ini termasuk tanaman pohon yang dapat dijumpai di
berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, legundi (Vitex trifolia) tumbuh
sebagai semak belukar, dan oleh beberapa orang digunakan sebagai pagar
halaman.

Gambar 2.1 Tumbuhan legundi (Vitex trivolia)


Daunnya tersusun beraturan sepanjang batang dan biasanya majemuk,
terdiri dari tiga selebaran linier yang berkisar antara 1-12 cm. Permukaan atas
daun berwarna hijau dan permukaan bawahnya berwarna hijau keabu-abuan.
Bunganya tumbuh dalam malai atau kelompok hingga 18 cm panjangnya. Bunga
individu berwarna ungu violet memiliki dua bibir mahkota selebar 5 mm.

Buahnya berdaging sekitar 6 mm dan mengandung 4 biji hitam kecil memiliki


rasa pahit, pedas dan bersifat sejuk.
Tumbuhan legundi (Vitex trifolia) memiliki batang pokok jelas, kulit
batang coklat muda-tua, batang muda segi empat, banyak bercabang. Daun
majemuk menjari, duduk, daun berhadapan, anak daun 1-3, daun ke 2 dan 3,
duduk, anak daun ujung bertangkai kurang dari 0,5 cm, helaian bulat telur-elipbulat memanjang bulat telur terbalik. Bunga susunan majemuk malai, dengan
struktur dasar menggarpu, rapat dan berjejal. Tinggi daun kelopak 3-4,5 mm.
Tabung mahkota 7-8 mm., diameter segmen median dari bibir bawah 4-6 mm.
Benang sarinya 4 dekat pertengahan tabung mahkota, panjang dua. Putik: bakal
buah sempurna 2 ruang, perruang 2 bagian, bakal biji duduk secara lateral, tangkai
putik; rambut, ujung bercabang dua. Buah tipe drupa, duduk, berair atau kering,
dinding keras ( Dalimartha, 2000).
Dari sistem sistematika (taksonomi), tumbuhan legundi (Vitex trifolia)
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Devisi : Spermatophyta
Class : Dicotylendonae
Ordo : Lamiales
Famili : Verbenaceae
Genus : Vitex
Spesies : Vitex trifolia L.
2.2

Bioindikator
Bioindikator merupakan media untuk mendeteksi aktivitas senyawa,

sehingga senyawa manapun dapat dipilih dengan syarat peka terhadap zat uji,
mudah dibiakan dalam kondisi apa pun, dan mudah diperoleh jenis yang homogen
(tjokronegoro, 1987).
Tikus putih (Rattus norvegicus) berasal dari Asia Tengah dan
penggunaannya telah menyebar luas di seluruh dunia (Malole dan Pramono,

1989). Menurut Robinson (1979), taksonomi tikus laboratorium adalah sebagai


berikut :
Kingdom

: Animal

Filum

: Chordata

Subfilum

: Vertebrata (Craniata)

Kelas

: Mamalia

Subkelas

: Theria

Infrakelas

: Eutharia

Ordo

: Rodentia

Subordo

: Myomorpha

Superfamili

: Muroidea

Famili

: Muridae

Subfamili

: Murinae

Genus

: Rattus

Spesies

: Rattus sp.

Kebutuhan pakan bagi seekor tikus setiap harinya kurang lebih sebanyak
10% dari bobot tubuhnya jika pakan tersebut berupa pakan kering dan dapat
ditingkatkan sampai 15% dari bobot tubuhnya jika pakan yang dikonsumsi
berupa pakan basah. Kebutuhan minum seekor tikus setiap hari kira-kira 15-30
ml air. Jumlah ini dapat berkurang jika pakan yang dikonsumsi sudah banyak
mengandung air (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
2.2.1

Pengujian Aktivitas Repellent Terhadap Mencit


Pengujian repellent terhadap tikus menggunakan rumus sebagai berikut.

ER ( )=

c t
x 100
c

Dimana:
ER

= Efektifitas Repellen (%)

= Jumlah tikus pada control


7

= Jumlah tikus pada treatment

2.2.2

Pengujian Rodentisida Pada Mencit


Sampel yang telah disiapkan dengan berbagai konsentrasi tertentu dibuat

dalam bentuk bola-bola diletakkan dalam beberapa kandang, dan dimasukan


tikus (berisi 3 tikus per kandang), inkubasi selama 2x24 jam. Setelah 2x24 jam
dihitung jumlah tikus yang mati dan hidup pada setiap kandang. Percobaan
dilakukan dengan berbagai konsentrasi data yang diperoleh dimasukan pada bill
test untuk mencari LC50.
2.3

Senyawa Penolak
Tujuan dikembangkan senyawa penolak (repellen) untuk dapat melindungi

manusia, hewan dan tumbuhan. Pada dasarnya metoda pengujian ini untuk
menguji daya senyawa penolak yang diberikan pada makanan yang menyebabkan
tikus tidak tertarik terhadap makanan yang sudah diberikan senyawa penolak
tersebut. Menurut Tjokronegoro (1987), senyawa penolak merupakan senyawa
yang mempengaruhi perilaku hewan uji yang menimbulkan respon yang
berlawanan terhadap penarik (attractant). Senyawa penolak dapat digunakan untuk
pengendalian hama dengan tidak mematikan, hama yang dituju akan
meninggalkan materi.
Sistem yang dilakukan untuk pengujian senyawa penolak terhadap tikus
dengan cara senyawa penolak di uji dalam jumlah tertentu dibuat menjadi bahan
yang disukai tikus dan diletakan pada kurungan tikus yang sedang lapar.

BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan berupa ekstraksi ekstrak kasar, yaitu ekstrak


heksana, etil asetat dan ekstrak metanol dari tumbuhan legundi (Vitex trifolia),
selanjutnya dilakukan Pengujian repellent dan rodentisida terhadap hama tikus.
Tabel 3.1 Kegiatan Dalam Penelitian
Bulan
No
Ke

Kegiatan

1. Ektraksi ekstrak heksana, etil asetat, dan ekstrak


metanol dari tumbuhan legundi (Vitex trifolia)

1.

Bulan
I

2.

Bulan
II

1. Pembuatan sediaan anti hama tikus dari tumbuhan


legundi (Vitex trifolia)

3.

Bulan
III

1. Aplikasi repellent hama tikus dan rodentisida hama


tikus
2. Analisa data

Bulan
IV

1. Evaluasi dan laporan kemajuan


2. Penyerahan laporan dan seminar

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Teknik
Kimia, dan FMIPA kimia, UNSYIAH.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini: Labu maserasi, rotary


evaporator, melting point apparatus, berbagai alat gelas, labu ekstraksi,
timbangan, kandang tikus, alat minum tikus dan lain-lain.

Bahan pelarut: n-heksana, etil asetat, metanol, etanol,


Bahan untuk umpan tikus:
o Dedak padi/jagung 1 kg
o Tepung ikan 1 kg
o Kemiri 50 butir
o Air secukupnya dan lain-lain.
Variabel tetap:
o Suhu
(30-370C)
Variabel bebas
o Konsentasi
(100,200,400,800,1600 mg/kg bb)
o Pelarut
(n-Heksana, Etil asetat, Metanol)

Bioindikator: Bioindikator yang dipakai adalah tikus putih atau mencit usia 2-3
bulan.
Sampel: Tumbuhan legundi (Vitex trifolia) yang tumbuh di daerah Aceh,
Darussalam.
3.2

Preses Penelitian Kerja

3.2.1

Isolasi metabolit sekunder dari daun tumbuhan


Sampel tumbuhan legundi (Vitex trifolia) yang sudah dikeringkan,

dimaserasi dengan pelarut n-heksana selama 3x24 jam. Selanjutnya disaring,


filtratnya diuapkan dengan rotary evaporator, hasil penguapan ini diperoleh
ekstrak heksana. Residunya dimaserasi kembali dengan pelarut etil asetat sebagai
pelarut semi polar, selama 3x24 jam. Selanjutnya disaring, filtrat diuapkan dengan
rotary evaporator, hasil penguapan ini diperoleh ekstrak etil asetat. Residunya
dimaserasi kembali dengan pelarut metanol sebagai pelarut polar, selama 3x24
jam. Selanjutnya disaring, filtrate diuapkan dengan menggunakan rotary
evaporator dan diperoleh ekstrak metanol. Masing-masing ekstrak ini akan
digunakan sebagai bahan uji bioassay.

3.2.2

Sediaan Uji

10

3.2.2.1 Penyiapan Sediaan Uji


Bahan-bahan:

Tumbuhan legundi (Vitex trifolia) 1 kg


Dedak padi/jagung 1 kg
Tepung ikan 1 kg
Kemiri 50 butir
Air secukupnya

Alat-alat:

Penumbuk, pelarut dan blender


Ember
Pengaduk

Pembuatan bahan uji:

Tumbuhan legundi (Vitex trifolia) dihaluskan dengan blender bersamaan

dengan kemiri
Campur dengan bahan-bahan lain kemudian campur air secukupnya
Bentuk menjadi bola-bola kecil kurang lebih 10 gr
Jemur sampai kering

3.2.2.2 Sediaan Pembanding


Sediaan pembanding adalah rodensida yang ada dipasaran.
3.2.3

Induksi dan Perlakuan Terhadap Hewan Uji


Sebelum digunakan, tikus putih atau mencit diaklimatisasi selama 7 hari

dengan kondisi laboratorium serta mendapatkan makanan dan minuman yang


cukup. Setelah 7 hari, ditandai dengan berat badan yang stabil atau meningkat dan
tidak menunjukkan adanya prilaku yang tidak normal.
3.2.3.1 Uji Repellency
Kandang mencit disiapkan sebanyak 3 buah dan saling berhubungan pada
bagian depannya. 2 kandang sejajar,sedangkan yang satu lagi berhadapan dengan
ke 2 kandang tersebut dengan jarak 2 meter atau lebih. Kandang yang sejajar salah
satunya diisi dengan sediaan bola-bola ekstrak legundi (Vitex trifolia) sedangkan
kandang yang lainnya diisi dengan bola-bola sediaan tanpa ekstraksi legundi
11

(Vitex trifolia), sedangkan 1 kandang didepannya diisi dengan mencit atau tikus
putih. Persen (%) repellency dihitung dengan rumus:

ER ( )=

c t
x 100
c

Dimana:
ER

= Efektifitas Repellen (%)

= Jumlah tikus pada control

= Jumlah tikus pada treatment

3.2.3.2 Uji Rodentisida


Mencit dibagi 7 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 3 mencit,
yaitu kelompok control (diberikan hanya makanan tanpa ekstrak legundi (Vitex
trifolia)), kelompok pembanding (makanan yang telah dicampur rodentisida yang
ada dipasaran), serta kelompok uji (makanan yang telah diberikan ekstrak legundi
(Vitex trifolia), dengan konsentrasi 100,200,400,800,1600 mg/kg bb). Setelah
2x24 jam dihitung jumlah tikus yang mati.

Bagan Alir Penelitian


Tumbuhan
legundi (Vitex
trifolia)
12

Maserasi dengan nHeksana


Uji
Repellent
Ekstrak
Maserasi
Ekstrak Etil
Maserasi dengan
Uji Repellent
Ekstraksi
Evaporasi
Residu
Saring
FiltratVitex
Residu
Residu
Filtrat
Evaporasi
Evaporasi
dan
rodensida
Metanol
Metanol
asetat
Heksana
Filtrat Etil asetat dan rodensida

Bagan Alir Uji Rodensida

Mencit
Aklimatisasi 7 hari

Hitung mencit mati dan


hidup, masukkan dalam
Pembanding
Pilih mencit
sehat
(bagi 7pembanding
kelompok)
Pemberian,
dengan
Kontrol,
Diperoleh
informasi
konsentrasi
sampel Tabel Bill Test, buat kurva
untuk LC50
Mencit
puasa
(20-24
jam)
MencitPuasa
dalam
perlakuan
Inkubasi
selama 2x24 jam
sampel sampel
rodensida
pasar
tanpa
mematikan
sampel
(LC50)
dandan
keefektifan
13

Kel. mencit
sampel 100
mg/kg bb

Kel. mencit
sampel 200
mg/kg bb

Kel. mencit
sampel 400
mg/kg bb

Kel. mencit
sampel 800
mg/kg bb

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian


No
.

Bulan I

Bulan II

Bulan III

Bulan IV

Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

14

1 2 3 4

Kel. mencit
sampel 1600
mg/kg bb

1
2
3

Persiapan alat-alat
Persiapan sampel
Percobaan
dilaboratorium
1 Isolasi sampel
Karakterisasi
2 senyawa murni
Uji Repellen dan
3 Rodencida
sediaan terhadap
anti hama tikus

4
5
6

Analisa data
Evaluasi dan laporan
kemajuan
Penyerahan laporan
dan seminar

LAMPIRAN

15

Perhitungan LC50 Untuk Rodencida


Tabel 1 Hasil pengujian Rodensida untuk ekstrak heksana dengan berbagai
konsentrasi selama 24/48 jam
Konsentrasi sampel (mm/kg)
Kondisi

Hidup
Mati
Ratarata
mati
Tabel 2
Dosis

Program Bill tes


Log
Dosis

Jumlah
Mati

Jumlah
Hidup

Jumlah Mati
terakumulasi

16

Jumlah
Hidup
terakumulasi

Rasio
Mati :
Total

Mortalitas
(%)

You might also like