You are on page 1of 10

[Type text]

STATUS MIGRASI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DAN


REMITANSI RUMAH TANGGA DI DAERAH ASAL
Budijanto
Abstrak: The complexity of departure abroad
administrative procedures through official government
lines (Legal) causes the Indonesian labors decide to
better use the unofficial lines (illegal). As a matter of
fact, they have to endure various effect of the
existence of this system, such as the exploitation and
the lacking of getting protection from the government.
This study is aimed to gain a vivid overview in finding
and revealing the effect of migration status towards
the rate of TKI household remittance in the area of
origin.
This study applied quantitative approach with survey
method. The sample area was purposively taken from
the sub-district/village which has the largest number
of TKI households. .The numbers of samples were 250
TKI households which was randomly selected (simple
random sampling). The data were descriptively
analyzed.
The result of study showed that the migration status
caused the significance effect towards the remittance
which meant that the magnitude of the remittance
affected the migration status of TKI. That meant that
the official TKI status (legal) is able to send a higher
remittance than the unofficial TKI status (illegal). That
can be seen from the average rate of remittance sent
by the official TKI (legal) who was much higher when
comparing to the average rate of remittance sent by
the unofficial TKI (illegal).
Keywords: migration, status, remittance, TKI, the
area of origin.

PENDAHULUAN
Ada kebanggaan tersendiri bagi migran TKI bila
dapat menyisihkan sebagian sisa pengeluaran untuk

Budijanto. Status Migrasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI)


Dan Remitansi Rumah Tangga Di Daerah Asal

ditabung, tetapi dengan konsekuensi mereka harus hidup


prihatin (efisien) di daerah tujuan. Perilaku prihatin ini
derefleksikan melalui kemauan keras tanpa mengenal
lelah, berhemat dan sabar dalam menghadapi cobaan dan
penderitaan. Namun sebagai pekerja di negara lain mereka
ada yang seringkali kurang mendapatkan perlindungan
dan pembelaan, terutama tenaga kerja wanita yang
bekerja disektor jasa rumah tangga. Hal ini tampak dari
berbagai macam eksploitasi yang mereka terima sejak dari
berangkat sampai di negara tempat bekerja. Rumitnya
prosedur keberangkatan ke luar negeri melalui jalur
pemerintah (legal) menyebabkan mereka memilih
menggunakan jalur tidak resmi (ilegal). Akibatnya mereka
harus menanggung berbagai akibat dari sistem ini, seperti
eksploitasi dan kurang mendapat perlindungan dari
pemerintah. Suatu hal yang wajar bahwa mereka akan
mendapatkan benturan dan perubahan sosial budaya di
daerah tujuan, maupun keluarga mereka di daerah asal.
Mengetahui dampak migrasi internasional di daerah
asal, khususnya pengaruh migrasi terhadap perubahan
sosial tidak sesederhana yang dibayangkan. Pada tingkat
keluarga misalnya, fenomena migrasi luar negeri ini telah
mengakibatkan adanya perubahan pola perilaku anak, istri
dan hubungan kekeluargaan. Istri kemudian berstatus
sebagai kepala rumah tangga, harus mencukupi
kebutuhan sehari-hari keluarganya, sebelum ada remitan
yang dikirim suaminya. Kadang-kadang ada sebagian istri
yang menanggung beban psikologis berkaitan dengan
status mereka sebagai single parent yang ditinggal suami
ke luar negeri, adanya tekanan sosial dan stress karena
rindu pada suami, dan masalah-masalah lain yang
merupakan dampak negatif dari TKI. Pada situasi tertentu,
ketidak mampuan memenuhi kebutuhan ekonomi dan
didorong kenyataan untuk memenuhi kebutuhan biologis,
menyebabkan
munculnya
berbagai
penyimpangan,
termasuk perselingkuhan. Lebih lanjut dikemukakan
adanya kenyataan beberapa pasangan TKI menikah diam-

PENDIDIKAN GEOGRAFI, Th. 17, No.1, Jan 2012

diam secara adat baik terjadi di daerah asal, maupun di


negara tujuan, kasus-kasus TKI yang kawin lagi dengan
sesama tenaga kerja, baik dari manca negara maupun
sesama TKI. Mereka kemudian menetap di negara tujuan
dan melupakan anak istri yang tinggal di daerah asal.
Para TKI di negara tujuan, ada yang mengalami
berbagai permasalahan atau kesulitan, seperti yang terjadi
di negara Arab Saudi, Malaysia, Singapura dan beberapa
negara lain. Umumnya yang mengalami permasalahan
serius adalah tenaga kerja wanita. Sedangkan kasus pada
migran laki-laki, terjadi pada pekerja ilegal. Kasus
Wardiyati dan Sutami, merupakan kasus TKI wanita yang
hilang
di
Singapura,
akhirnya
ditemukan
tewas
(Triantoro,1999). Pengaduan Arfiah, yang bekerja di
Malaysia, yang dianiaya oleh majikannya, dikurung selama
10 hari, dan tiga kali rambutnya digunting serta gaji tidak
dibayarkan (Kompas 1977). Dan masih banyak lagi contohcontoh kasus kekerasan yang menimpa TKI di negara
tujuan. Namun demikian banyaknya kasus dampak negatif
yang terjadi baik di negara asal maupun di negara tujuan,
tetap tidak menyurutkan minat calon TKI lainnya untuk
bekerja di luar negeri, bahkan kenyataannya jumlah TKI
yang bekerja di luar negeri dari tahun ketahun terus
meningkat.
Hal
ini
membuktikan
alasan
untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi rumah tangganya
menjadikan kebulatan tekad untuk bekerja di luar negeri,
dengan mengesampingkan segala resiko apapun yang
akan terjadi.
Sehubungan
dengan
jumlah
remitan
dari
pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, dapat
didekteksi melalui lembaga pengiriman uang. Namun
banyak faktor yang mempengaruhi upah/gaji yang
diperoleh TKI diantaranya; 1) kawasan negara TKI bekerja.
Berdasarkan kawasannya cenderung berbeda antara
negara-negara di Timur Tengah dengan negara-negara di
Asia Pasifik. Gaji/upah yang diperoleh TKI di negara-negara
Timur Tengah hanya berasal hanya satu-satunya dari

Budijanto. Status Migrasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI)


Dan Remitansi Rumah Tangga Di Daerah Asal

gaji/upah bulanan saja, sedangkan negara-negara Asia


Pasifik disamping gaji bulanan ada gaji yang diperoleh dari
upah lembur dan hadiah; 2) jenis pekerjaan. Berdasarkan
jenis
pekerjaannya
ada
jrenis
pekerjaan
yang
memggunakan skill (keahlian/ keterampilan) dan un skill,
jenis pakerjaan TKI yang menggunakan skill (perusahaan)
cenderung
lebih
tinggi
daripada
yang
tidak
mmenggunakan skill (PRT); 3) lama bekerja. Berdasarkan
lamanya bekerja TKI di daerah tujuan juga membedakan
jumlah upah /gaji yang diperoleh. TKI yang bekerja lebih
lama upah/ gaji yang diperoleh lebih besar daripada TKI
yang masih beberapa bulan bekerja.
Jumlah remitan tersebut akan bertambah besar,
seandainya jumlah kiriman remitan yang tidak melalui
lembaga keuangan dapat dideteksi. Remitan merupakan
faktor yang amat penting untuk membina hubungan
dengan daerah asal, karena keluarga batih merupakan
satu kesatuan sosial ekonomi. Bagi migran bujangan
remitan diberikan kepada orang tuanya, sedangkan yang
telah berkeluarga, diberikan kepada istri atau suaminya.
Keadaan diatas menggambarkan secara ekonomi betapa
menguntungkan mengirimkan TKI ke luar negeri, hal
demikian juga terlihat dengan banyaknya rumah-rumah
yang dibangun permanen dalam kondisi cukup baik pada
rumah tangga TKI dibandingkan dengan rumah tangga
yang bukan TKI (Salladien ,1999).
Proses migrasi TKI di Kabupaten Tulungagung
seperti proses migrasi di daerah lain yang melalui dua
jalur, yaitu jalur resmi (legal) dan jalur tidak resmi (ilegal).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel. 1
Distribusi TKI Menurut Proses Jalur Migrasi
Kabupaten Tulungagung, Tahun 2010
Status TKI
Resmi (legal)

Jumlah
59

Persentase
65,6

PENDIDIKAN GEOGRAFI, Th. 17, No.1, Jan 2012

Tidak
Resmi
31
(illegal)
Jumlah
250
Sumber: Olahan Data Primer

34,4
100

Dari tabel 1 tersebut terlihat bahwa sebagian besar


TKI bekerja di luar negeri melalui proses jalur resmi, yakni
65,6%, sisanya 34,4% TKI yang bekerja di luar negeri
menggunakan jalur tidak resmi atau yang lebih populer
disebut TKI gelap. TKI ilegal lebih banyak terjadi pada TKI
yang bekerja di luar negeri. Menurut responden, mengapa
rumah tangga mereka memilih jalur TKI ilegal, pada
umumnya beralasan bahwa jalur ilegal biayanya jauh lebih
murah, prosedur mudah, dan tidak memerlukan
persyaratan pendidikan. Pada TKI ilegal yang berangkat
sendiri ke Malaysia, responden mengatakan bahwa mereka
berpendidikan SD.
TKI yang menggunakan jalur resmi menurut
responden, umumnya yang bertujuan ke negara Taiwan,
Hongkong dan Korea, yang sepengetahuan responden
memang harus melalui jalur resmi. Seandainya ada jalur
yang illegal, merekapun masih meragukan. Responden
mengutarakan menggunakan jalur resmi untuk ke Taiwan,
Korea, Hongkong dan Arab, calon TKI akan mengetahui
jenis pekerjaan di negara tersebut sehingga responden
lebih percaya di samping keamanannya terjamin,
walaupun biayanya lebih tinggi. Lebih banyaknya TKI yang
menggunakan jalur resmi ini tidak terlepas dari
terjaminnya kepastian pekerjaan di negara tujuan dan hakhak sebagai pekerja di negara tujuan, di samping tidak
takut dibohongi oleh PJTKI ataupun tekong (calo). Hasil
penelitian di Kabupaten Tulungagung ini sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan Triantoro (1999) tentang
migrasi legal dan illegal ke Malaysia Barat. Hasil penelitian
tersebut menyebutkan bahwa migrasi asal Nusa Tenggara
Barat yang menggunakan jalur legal lebih besar jumlahnya
dibanding dengan yang menggunakan jalur illegal.

Budijanto. Status Migrasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI)


Dan Remitansi Rumah Tangga Di Daerah Asal

Besar Remitan Menurut Status Migrasi TKI


Ada dua status migrasi TKI menurut proses
pemberangkatannya. Pertama status migrasi resmi (legal)
dan yang kedua status migrasi tidak resmi (illegal) atau
yang sering disebut TKI gelap. Migran pekerja sadar
sepenuhnya bahwa resiko menggunakan jalur illegal sering
mengesamping- kan faktor keamanan, keselamatan,
jaminan hukum, dan hak-hak mereka sebagai pekerja.
Sebaliknya mereka menyadari keuntungannya apabila
menggunakan jalur resmi, yaitu adanya jaminan
keamanan dan keselamatan kerja. Seperti pada bahasan
sebelumnya, banyak faktor yang mempengaruhi TKI luar
negeri menggunakan jalur illegal, salah satunya lebih
murahnya biaya untuk bekerja di luar negeri. Pada
keluarga-keluarga yang ekonominya kurang mampu,
melalui jalur illegal merupakan pilihannya untuk dapat
menjadi TKI luar negeri. Untuk mengetahui besarnya
remitan menurut status migrasi TKI, dapat disimak pada
tabel halaman berikut . Dari tabel 2 sebelumnya telah
dijelaskan bahwa keluarga responden yang menjadi TKI
dengan menggunakan jalur resmi sebesar 65,6% dan
44,4% menggunakan jalur tidak resmi.
Tabel 2.
Jumlah TKI Menurut Status Migrasi TKI Besar Remitan
Kabupaten Tulungagung, Tahun 2010
Status TKI

Besar Remitan (Rp juta)


<5
5 < 7.5
> 7.5
F
%
F
%
F
%
Resmi
27
51,1
70
65,2
85
95,5
Tidak Resmi
26
48,9
38
34,8
4
4,5
Jumlah
53
100 108 100
89
100
Sumber: Olahan Data Primer

Rata-rata
Remitan
(Rp juta)
16,104
4,078
10,091

PENDIDIKAN GEOGRAFI, Th. 17, No.1, Jan 2012

Tabel diatas memaparkan hasil bahwa pada kiriman


remitan kurang dari Rp 5 juta sebanyak 51,1% dikirim oleh
TKI yang berstatus legal (resmi) sisanya 48,9% remitan
dikirim oleh TKI yang berstatus ilegal. Pada kiriman
remitan antara Rp 5 - < Rp 7.5 juta, sebagian besar
(65,2%) dikirim oleh TKI yang berstatus legal dan sisanya
35,8% oleh TKI yang berstatus illegal. Untuk kiriman
remitan lebih dari Rp 7.5 juta, hampir seluruhnya dikirim
oleh TKI yang berstatus resmi, sebab hanya 4,5% saja
remitan tersebut dikirim oleh TKI yang berstatus illegal.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa besarnya
remitan dipengaruhi dari status TKI, artinya bahwa TKI
yang berstatus resmi dapat mengirim remitan yang lebih
tinggi dibandingkan kiriman remitan oleh TKI yang
berstatus tidak resmi (illegal).
Penelitian ini juga menemukan bahwa rata-rata
besarnya remitan yang dikirim ke Kabupaten Tulungagung
oleh TKI yang berstatus resmi jauh lebih tinggi bila
dibandingkan dengan rata-rata besarnya remitan yang
dikirim oleh TKI yang berstatus tidak resmi. Temuan hasil
penelitian menunjukan bahwa remitan TKI berstatus resmi
sebesar Rp16.104.000,- sedangkan kiriman remitan TKI
tidak resmi sebesar Rp 4.078.000,-. Lebih tingginya ratarata remitan yang dikirimkan oleh TKI resmi disebabkan
karena, pertama, pada penelitian ini TKI yang berstatus
tidak resmi kebanyakan bekerja di Malaysia, padahal
seperti ulasan sebelumnya disebutkan Malaysia tergolong
negara dengan standart gaji yang rendah. Kedua, TKI yang
berstatus tidak resmi di negara tempat bekerja tidak
dapat leluasa untuk bekerja pada perusahaan yang gajinya
lebih tinggi. Mereka lebih banyak bekerja sebagai buruh
bangunan ikut mandor. Apabila ada kasus mandor
melarikan diri, TKI yang tidak resmi ini tidak bisa menuntut
apa-apa. Terlebih lagi di Malaysia yang sampai sekarang
ini istilahnya mengharamkan tenaga kerja yang tidak
resmi. Ketiga, para TKI yang berstatus tidak resmi
umumnya tidak selektif, baik dari segi pendidikan maupun

Budijanto. Status Migrasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI)


Dan Remitansi Rumah Tangga Di Daerah Asal

ketrampilan, tidak ada pembekalan sebelum berangkat


sehingga mereka di negara tempat bekerja harus bekerja
apa adanya dengan tidak ada standar gajinya.
Di sisi lain tingginya rata-rata kiriman remitan oleh
TKI yang berstatus resmi disebabkan karena TKI yang
berstatus resmi bekerja pada perusahaan atau perkebunan
yang mempunyai standar gaji yang jelas. Pada penelitian
ini, TKI yang resmi lebih banyak bekerja di negara Taiwan
Hongkong dan Singapura, dimana negara-negara tersebut
mempunyai standar gaji yang tergolong tinggi. Sebagai
contoh Bapak Tuwuh yang juga ketua RT, putranya bekerja
di salah satu perusahaan di negara Taiwan. Kepergiannya
kali ini adalah untuk yang kedua kalinya. Putranya adalah
lulusan STM Elektro. Hampir setiap lima bulan sekali putra
bisa mengirim remitan sebesar kurang lebih Rp 18 juta.
Bapak Tuwuh beserta isterinya bercerita dengan bangga
bahwa semua isi rumah mulai dari meja kursi, TV, VCD,
sepeda motor, dananya bersumber dari kiriman remitan.
Lebih lanjut Pak Tuwuh menuturkan bahwa dulu rumahnya
dimakan rayap, tetapi sekarang rumahnya sudah
permanen dengan kerangka rumah dari kayu jati. Arti dari
penuturan tersebut bahwa dulu rumah bapak tersebut
terbuat dari bambu.
Hasil penelitian tentang rata-rata remitan yang
dikirim menurut jalur yang digunakan ini lebih besar
dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Wini (1998) yang menyebutkan bahwa total
kiriman remitan selama bekerja di luar negeri sebesar Rp
4.932.200 untuk migran yang legal, dan sebesar Rp
3.786.890 merupakan remitan yang dikirim oleh migran
yang legal. Lebih rendahnya rata-rata kiriman remitan
hasil penelitian Wini ini, dikarenakan pada penelitian
tersebut hanya mengkhususkan pada TKI yang bekerja di
luar negeri. Hasil penelitian di Kabupaten Tulungagung ini,
maupun hasil penelitian yang dilakukan oleh Wini,
keduanya menemukan bahwa rata-rata remitan yang
dikirim oleh TKI yang melalui jalur legal atau resmi lebih

PENDIDIKAN GEOGRAFI, Th. 17, No.1, Jan 2012

tinggi dari pada rata-rata remitan yang dikirim oleh TKI


illegal. Dengan demikian berdasarkan hasil analisis
tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
yang nyata antara besar remitan yang dikirim dengan
status ke emigrasian TKI di luar negeri. Berarti bahwa
apabila TKI akan bekerja keluar negeri harus melalui jalur
resmi.
Implikasi Praktis /Saran
Status migrasi TKI paling berpengaruh terhadap
besarnya remitansi ke daerah asal pertama karena TKI
yang berstatus tidak resmi kebanyakan bekerja di
Malaysia, Kedua, TKI yang berstatus tidak resmi di negara
tempat bekerja tidak dapat leluasa untuk bekerja pada
perusahaan yang gajinya lebih tinggi Ketiga, para TKI yang
berstatus tidak resmi umumnya tidak selektif, baik dari
segi
pendidikan
maupun
ketrampilan, tidak
ada
pembekalan sebelum berangkat sehingga mereka di
negara tempat bekerja harus bekerja apa adanya dengan
tidak ada standar gajinya.
Daftar Pustaka
Abdul Haris, 2001 Migrasi Internasional, Jaminan
Perlindungan dan Tantangan Ekonomi Global.
Populasi, Volume 12 Nomor 1 Tahun 2001. Pusat
penelitian kependudukan Universitas gadjah Mada
Yogyakarta.halaman 3-19.
Goma, Johana Naomi. 1993. Mobilitas Tenga Kerja Flores
Timur ke Sabah Malaysia dan pengaruhnya
terhadap daerah asal: Studi Kasus Desa Neleren,
Kecamatan Adomara Kab. Flores Timur. Yogyakarta,
UGM PPS.
Haris,
Abdul.
2004.
Memburu
Ringgit
Membagi
Kemiskinan. Fakta Dibalik Migrasi Orang Sasak ke
Malaysia. Pustaka Pelajar. Yogyakarta halaman 76.
Nasution. M. Arief 1998. Mobilitas Tenaga Kerja Indonesia
ke Luar Neger dan dampaknya terhadap Diri

Budijanto. Status Migrasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI)


Dan Remitansi Rumah Tangga Di Daerah Asal

Migran : Suatu Tinjauan Awal terhadap Kasus Buruh


Bangunan di Kuala Lumpur. Populasi Vol. 9 Nomor 2
Tahun 1998, halaman 59-70
Salladien, 1999. Refleksi Pemahaman Mobilitas Penduduk
sebagai Upaya Peningkatan Sosial Ekonomi,
Unibraw Malang.halaman 1-21
Setiadi. 1999. Konteks Sosio Kultural Migrasi Internasional.
Kasus di Lewotolok, Flores Timur. Flores Timur.
Populasi 12 (1). Yogyakarta: Pusat Penelitian
Kependudukan Universitas Gadjah Mada.halasman
1-13
Setiadi ,2001.
Masalah Reintegrasi Sosial dan Ekonomi
Migran Kembali. Populasi 10 (2). Yogyakarta: Pusat
Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada
halaman .21-35
Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. 1987. Metode
Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. Halaman 47
Triantoro, 1999. Migrasi Legal dan Ilegal ke Malaysia Barat
kasus Migrasi Internasional di Pulau Lombok, NTB.
Populasi Vol.10.Nomor 2 Tahun 1999
Pusat
Penelitian Kependudukan Universitas gajah Mada
Yogyakarta. halaman 29 -43.
Wini Tamtiari, 1999. Dampak Migrasi Tenaga kerja ke
Malaysia.. Populasi Vol.10 Nomor 2 tahun 1999.
Pusat penelitian kependudukan Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta. Halaman 14 28.
Wiryawan, IB, 2004. Pengambilan Keputusan Tenaga Kerja
Wanita (TKW) Daerah Pedesaan Jawa Tmur Migrasi
Luar Negeri Secara Legal dan Ilegal. Disertasi
Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga
Surabaya.

You might also like