You are on page 1of 172
Nomor ISBN : 979-9272-58-0 LAPORAN PENELITIAN PENEGAKAN HUKUM ERHADAP KEJAHATAN (CYBER CRIME) IDISUSUN OLEH TIM PENELITI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN DUNIA MAYA. (CYBER CRIME) "Oleh: 1. | WAYAN SUANDRA, SH 2. NINIEK SUPARNI, SH, MH. 3, TIMBUL PANJAITAN, SH. Hak Cipta Dilindung! Undang-Undang Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya Dalam bentuk dan dengan cara apapun juga, baik secara mekanis maupun elektronis, termasuk foto copy, rekaman dan lain-lain tanpa izin tertulis dari penerbil. ISBN : 978-9272-58-0 Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KOT) | WAYAN SUANDRA, SH. NINIEK SUPARNI, SH. MH. TIMBUL PANJAITAN, SH. PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN DUNIA MAYA (CYBER CRIME) G DLENTITIKAS| d JANG SAH Jakarta : PUSAT LITBANG 2004 a LITBANG Z KATA PENGANTAR Dalam upaya peningkatan penegakan hukum di era reformasi dan globalisasi, sehubungan munculnya jenis kejahatan berbasis teknologi; Pusat Penelitian dan Pengembangan Kejaksaan Agung melakukan penelilian yang merupakan salah satu program kerja Kejaksaan Agung Tahun Anggaran 2004, dengan judul ‘Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Dunia Maya (Cyber Crime).” Maksud dilakukanaya penelitian ini adalatr untuk mengetahui apa yang menjadi kategori dari perbuatan pidana dalam cybe crime, serta bagaimana upaya pengaturan dan antisipasi penanggulangannya. Daiam kesempatan ini ucapan terima kasih atas bantuan dan kerjasama yang dioerikan para pihak terlibal, khususnya kepada: 1. Kepala Kejaksaan Tinggi: Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Lampung, Jawa Barat dan Jawa Timur, 2. Para responden dari Kejaksaan, Pengadilan, Kepolisian, Dosen, Pengacara, serta pejabat Bank di lima wilayah tersebut di atas; 3. Rekan-rekan peneliti yang telah membantu dalam memberikan data dan masukan guna penyusunan japoran penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat, khususnya bagi Pimpinan dalam mengambil kebijakan penanganah perkara cybercrime serta semua pihak yang berminat pada masalah cybercrime. Jakarta, Oktober 2004 Tim Peneliti 4. Niniek Supami, SH.MH, 2. | Wayan Suandra, SH. 3. Timbul Paniaitan, SH ABSTRAK Cybercrime merupakan dampak negatif perkembangan dan kemajuan di bidang teknologi informasi dengan pemanfaatan teknologi komputer, baik bentuk maupun modus operandinya. Perkembangan tersebut, © menyangkut permasalahan yang kompleks dan rumit, sehingga perlu peraturan (hukum pidana) yang tepat. Peraturan perundang-undangan hukum pidana yang berlaku di indonesia pada saat ini (Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Undang- urdang Hukum Pidana di luar kodifikasl) sudah tidak memadai untuk menanggulangi cybercrime. Karakteristik yang tidak mengenal batas teritorial dan Sepenuhnya beroperasi secara maya (Virtua), juga melahirkan aktivitas baru yang tidak lagi dapat diatur oleh hukum yang berlaku, menyaderkan perlunya regulasi yeng mengatur aktivitas melibatkan komputer. Penyalahgunaan komputer pada cybercrime, menyangkut hal-hal bersifat immaterial yaitu: data, program atau iniormasi yang dihasikan komputer. Makin poputemya pemakaian intemet untuk pelbagai keperluan, seperti: e-banking, e-business dan e-commerce, telah meningkatkan cybercrime. Mulai: penipuan, penggelapan, Aacking, di bidang Kcmunikasi atau pengrusakan sistem komputer. Dan industri perbankan cukup fawan menjadi sasaran cybercrini, Penelitian tesis ini bersifat deskriptif dengan menggunakan data primer dan sekunder melalui penelitian kepustakaan; dan matode analisis data adalah analisis kualitatil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cybercrime adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan memakai kcmputer sebagai sarana atau alat atau objek, untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain. Sedang upaya pengaturan dan artisipasi penanggulangan cybercrime adalah dengan meiakukan pembaharuan hukum pidana, memperhatikan faktor. perumusan perbuatan dan penetapan sanksi pidana; optimalisasi kebijakan aplikatif atau operasionalisasi perundang- undangan yang memuat sanksi pidana; serta melakukan kebijakan kriminal yang mencakup pendekatan penal (represif melatui sistem peradilan pidana) dan non- penal (preventif). di | I | ABSTRACT Cyber crime was represented negative impact of growth and progress in area of information technology with technological exploiting of computer, geod form and also its modus operanci. The growih, conceming complicated and complex problems, so that need regulation (criminal iaw) correct. Law and regulation of criminet law gcing into effect in Indonesia at ihe moment (Criminal Code And Criminal law outside ccdification) have is net adequate io overcome cyder crime. Characteristic which Go not know boundary of territory and full operate illusory (virtual), also bear new activity which shail no longer be organizer by applicable law, ewaking the importance of regulation arranging activity entangle computer, abuse of Computer at cyber crime, ccnceming things have the character of immaterial that is: date, program or the invormation yielded iby a computer. Popular more and more it is usage of international neiwork to all sort of need, like: e-bank, e-business and e-commerce, have improved doiny an injustice fin} the area. Start from doing an injustice: deception, embezzlement, hacking, fin] area of communications or ruining of computer system and Industry banking enough the gristle become target cyber crime. The researches character of descriptive by using data of primary and secondary through bibliography research; and the method analyze deia is analysis qualitative. Result of research indicate that cyber crime is deed of breaking law conducted hence computer as medium or appliance or chiject, to. obtain; get adventage and or noi, disadvantageausly the other party. Medium stive arrangement and anticipate to defend cyber crime is conducted] criminal law renewal, paying aitention to factor formulation of deed and stipulating of crime senction; optimal policy of applicative or operation of legisiation foading crime sanction; ard also conduct pelicy of criminal including approach penal {repressive of through system of judicaiure crime) and non-penal (preventive) iii DAFTAR ISI Kata Pengantar Abstrak .. Abstrac. Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 8. Pokok Permasalahan.. C. Tyjuan dan Manfaat Peneiitia DB, Ruang Lingkuo Penelitian,. E. Kerangka Teori dan Konse} F. Metode Penelitian... BAB It TINJAUAN PUSTAKA A. Cyberspace dan Pembentukan Dunia Cyber ... B. Cybercrime, Komputer dan Teknologi ...u..u. C. Permasélahan Cybercrime Dalam Hukum Pidania...... BAB iil DATA LAPANGAN A. Sulawesi Utara 1. Perduatan Pidana Dalam Cyberspace......... 2, Upaya Pengaturan dan Antisipasi Penanggulangan Cybercrime. 3. Kendala Penanganan. 4, Saran Responden... 8. Sumatera Utara 1. Perbuatan Pidana Dalam Cyberspace......... 2. Upaya Pengaturan dan Antisipasi Penanggulangan Cybercrime. 3. Kendala Penanganan..... iv Halaman 72 75 16 82 83 85 87 BAB Vv 4. Saran Responden... C. Kalimantan Barat 1. Perbuaten Pidana Dalam Cyberspace... 2 Upaya Pengaturan dan Antisipasi Penanggulangan Cybercrime. 3. Kendala Penanganan. 4, Saran Responden. C. Jawa Barat . 4. Perbuatan Pidana Dalam Cyberspace......... 2. Upaya Pengaturan daii Antisipasi Penanggulangan Cybercrime. 3. Kendala Penanganan.... 4, Saran Responden. E. Lampung 4. Perbuatan Pidana Dalam Cyberspace.......... 2. Upaya Pengaturan dan Antisipasi Penanggulangan Cybercrime. 3. Kendala Penanganan.... 4. Saran Responder. F. Jawa Timur 4. Perbuatan Pidana Dalam Cyberspace............ 2. Upaya Pengaturan dan Antisipasi Penanggulangen Cyoercrime........... 3. Kendala Penanganan. 4. Saran Responden. ANAUSIS A. Perbuatan Pidana Dalam Cyberspace... 8. Upaya Pengaturan dan Antisipasi Penangguiangan Cybercrime ..... 88 90 94 98 101 104 414 115 415 149 419 120 124 123 124 426 427 146 ‘BOY aftar Pustaka ..... PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran... vi BAB | PENDAHULUAN atar Belakang Perkembangan limu pengetahuan dan teknolog! telah membawa hasil ositif bagi pembangunan, namun di sisi lain telah disalahgunakan oleh sebagtan rang yang beritikad tidak baik, melalui cara-cara tidak terpuji dan sepintas lalu ampakny3 tidak terjangkau oleh peraturan perundang-undangan. Kejahatan ini kan semakin mewarnai pola kejahatan di Indonesia di era millenium ke-ll, yaitu ejahatan tradisional telah diwarnaj teknologi. Modus operand! kejahatan int ‘ikenal dengan istilah kejahatan kerah putih (White Collar Crime) untuk nembedakan dengan kejahatan Street Crime atau Blue Collar Crime, yaltu ‘ejahatan yang sering diartikan dilakukan oleh para buruh atau karyawan endahan dengan menggunakan kekuatan fisik (Crime Using Force).‘ Dart sekian banyak kasus kejahatan kerah putih, sektor perbankan valing sering menjadi sasaran maupun sarana bagi pelaku kejahatan berdimens| yatu tersebut. Tindak pidana ekonomi, tidak hanya merugikan perorangan, yerusahaan dan perekonomian; tetapi juga berdampak negatif terhadap dunia dolitik, administrasi, dan nilai-nilai sosial budaya. Dampak negatif tindak pidana skonomi dalam kehidupan politik, berupa usaha dari oknum tidak dertanggungjawab, mudah mempengaruhi stabilitas bahkan mengacaukan derekonomian negara. Penyebabnya, ketergantungan imu pengetahuan pada Pandangan pertama secara dogmatis dan legalistis yang sempit akan menyatakan behwa, terhadap kejahatan baru yang perbuatannye tidak memenuhi konstruks} unsur-unsur delik merupakan perbuatan yang tidak dapat diganggu gugat yang harus dialami sebagai gangguan masyarakat. Kejahatan ini menjadi akibat logis perbuatan sosial yang negatif, yaitu perbuatan deviasi sosial dengan segala pertumbuhannya dalam urusan pathologi sosial. Hukum pidana tidak dapat memasuki wilayah deviasi sosial sekalipun erilaku itu merugikan dan membahayakan masyarakat luas tanpa melalui peraturan undang-undang hukum pidana. Sudut pandangan legalitas sempit mempunyai sandaran asas hukum pidana yang dianggap fundamental, dengan alasan hukum pidana tidak dapat diberlakukan terhadap kejahatan di luar rumusan undang- undang hukum pidana. Penentuan kriminalisasi tampaknya menunggu kesempatan badan pembentuk undang-undang menyusun undang- undang kejahatan baru yang sudah sempat berkembang di tengah masyarakat. 50-52 4S Barnbang Poernomo, Kapita Selekta Hukum Pidena (Yogyakarta: Liberty, 1988), Ni" 56 Sebaliknya pandangan hukum pidana yang kedua harus dengan tekun berpikir untuk menanggulangi tumbuhnya berbagal kejahatan baru atau kejahatan yang salah satu aspeknya mengandung hal baru sehingga secara formal di luar norma hukum pidana, sedangkan secara materill pengertlan .perbuatan yang bersangkutan dapat dimasukkan sebagal kejahatan (het begrip strafbaar felt in de rechisvorming). Keberadaan hukum pidana herus dilinat dalam struktur tatanan hukum dengan tiga kegunaan, Kegunaan pertama bahwa hukum pidana melalui badan pembentuk undang-undang menentukan secara formal suatu perbuatan menjadi perbuatan pidana yang diancam sanksi pidana. Kegunaan kedua bahwa hukum pidana baik melalui ketentuan pengecualian undang-undang dinyatakan bukan lagi sebagai perbuatan kejahatan, maupun setelah diteliti secara materiil perbuatan tertentu dianggap tidak lagi bertentangan dengan hukuny pidana, seharusnya diblarkan tidak perlu dipidana atas dasar sifat melawan hukum materiil dalam segi negatif. Kegunaan ketiga bahwa hukum pidana dapat pula menentukan suatu perbuatan yang berbahaya dan merugikan masyarakat setelah diteliti secara materill bertentangan dengan hukum pidana yang memerlukan suatu tindakan atau pidana, berdasarkan sifat melawan hukum materiil dalam segi positif. Ketiga macam kegunaan hukum pidana tersebut harus dilaksanakan dengan bijaksana, karena masing-masing asas mempunyai aspek kebaikan dan kelemahan tersendin. 57 2 Pada hakekatnya hukum pidana dan kegunaannye bermaksud agar masyarakat dan setlap orang anggota masyarakat dapat dilindungi hukum untuk mencapal jalan hidup sejahtera lahir dan batin. Sehubungan perlindungan hukum pidana bagi masyarakat dan anggotanya, periu dlingatkan. perkembangan pandangan hukum yang baru karena fungsi primer hukum pidana itu untuk menanggulangi kejahatan dan fungsi subsider hukum pidana itu hendaknya mengingat sifat negatifnya sanksi pidana agar baru diterapkan apabila upaya lain sudah tidek memadai. Hukum pidana hanya salah satu sarana/upaya penanggulangan kejahatan. Persoalan selanjutnya, bagaimana hasil ketekunan berpikir tentang hukum pidana tersebut pada waktu sekarang?. Berbagai variabel yang representatif peru dipilin untuk digarap dalam pemikiran teoritis agar dapat ditemukan pemecahan masalah yang mengandung kemampuan hukum pidana menanggulangi kejahatan baru yang derkembang dalam masyarakat, yaitu cybercrime dan kejahatan lintas negara atau disebut kejahatan transnasional. Cybercrime Sebagai KejahatanTransnasional Sebagai kejahatan bara yang berkembang dalam masyarakat, diartikan peningkatan kegiatan dan sikap perilaku kejahatan yang pada masa lalu bersifat sederhana berubah polanya menjadi tidak sederhana lagi. Pengertian tain adalah, kejahatan yang timbul di tengah masyarakat sehubungan kurang imbangan usaha pembaharuan hukum pidana (/a¥” reform) baik oleh petugas pelaksana hukum maupun oleh badan pembentuk hukum. Perkembangan teknologi, komputer, telekomunikasi dan informas! telah berjalan sedemikian rupa, sehingga kondisi saat ini jaun berbeda dengan kondisi sepuluh tahun lalu. Pemanfaatan teknologl telah mendorong pertumbuhan bisnis yang pesat, karena berbagal informas| telah dapat disajkan dengan canggih dan mudah diperoleh, dan melalul hubungan jarak jauh memanfaatkan teknologl telekomunlkast digunakan untuk bahan melakukan langkah bisnis selanjutnya, Pihak-pihak terkait dalam transaksi tidak perlu bertemu langsung face fo face, cukup melalui peralatan komputer dan telekomunikasi, kondisi yang demikian Merupakan pertanda dimulainya era cyber dalam bisnis. Dampak positif tersebut tidak selalu berlangsung demikian, dl sisi lain timbul pikiran pihak-pihak lain yang dengan itikad tidak baik maupun melalui cara-cara tidak terpuji meacari keuntungan dengan melawan hukum, berarti melakukan pelanggaran dan kejahatan. Kejahatan ‘radisional diwarnat teknologi, modus operandi kejahatan ini dikenal dengan istilah kejahatan kerah putih (White Collar Crime), \stilah dimaksudkan untuk membedakannya dengan kejahatan Street Crime atau Blue Collar Crime, yaitu kejahatan yang diartikan dilakukan para buruh atau Karyawan tendahan, dengan menggunakan kekuatan fisik (Crime Using Force), Jika akar penyebab suatu kejahatan dan kondisi masyarakat serta perilaku perseorangan yang sering dikaltkan dengan kemiskinan, kejahatan kerah putih lebin menekankan pada status pelaku, di mana pelaku memiliki posisi atau peran penting dalam organisasinya. la tidak berada dalam kondisi masyarakat yang miskin, ia sendiri juga bukan 59 individu yang kekurangan. Kejahatan kerah putih mengubah tecri-teor konvensional tentang sebab-sebab terjadinya suatu tindak pidana. Bentuk-bentuk kejahatan kerah putih (white collar crime) dapat diperbanyak, antara fain: monopel!, penyalahgunaan paten, merek dan hak cipta, iklan yang menyesatkan, perlakuan tldak adil terhadap pekerla, ; atau penyimpangan peraturan ekspor-impor. Dari 77 sekian banyak kasus kejahatan kerah putin, sektor perbankan paling sering menjadi sasaran . Maupun sarana pelaku kejahatan berdimensi baru tersebut. Tindak pidana ekonomi, tidak hanya merugikan perorangan, perusahaan dan fperekonomian, juga berdampak negatif terhadap dunia politix, administrasi, dan nilai-nilai sosia! budaya. Dampak negatif tindak pidana ekonomi dalam kehidupan politik dapat berupa suatu usaha dati oknum tidak bertanggungjawab, sehingga dengan mucah mempengaruhi Stabilitas, dan bahkan mengacaukan perekonomian negara yang sedang berjalan. Ketergantungan instansi ekonomi, politik dan imu pengetahuan terhadap komputer, cenderung semakin meningkat. Dalam keadaan tersebut kemudian timbul gerakan masyarakat mengembangkan hukum, peraturan, norma tidak tertulis dan upaya-upay memelinara harmoni sosial, Jika suatu kejahatan terjadi, masyarakat akan bereaks! bahwa hal tersebut merupakan hal yang salah, yang peru dicegah. Pencegahan melalui pengaturan dapat terbatas pada lokes! = tertentu, kota, negara bahkan global. Seperti kejahatan komputer dan siber yang dikategorikan kejahatan transnasional dan telah berkembang di Indonesia, perlu ada pengaturan agar dapat mencegah dampak negalil dan mendorong dampak yang positif sehingga terjadi kondisi sosial ya? harmonis. oe 60 d. Cybercrim+ Sebagai “White Collar Crime” Pe buatan yang dilarang adalah perbuatan yang bertentangan dengan hu-um, Suatu perbuatan melawan hukum atau tidak memenuhl perintah hi kum baik per-buatan Itu karena menentang rasa keadilan masyaraka. tetapl tidak melanggar hukum formal atau dengan Istilah lain melawan h.akum formal (Undang-undang), dan yang kedua melawan hukum mate ‘al. Kemudian, apakah kejahatan dalam dunia maya (cybercrime) dapat dikriminalisasikan sebagai perbuatan yang melanggar dari hukum formal dan/at iu hukum material masih jadi perdebatan. Misalnya ketika dalam E-commerce atau cyber terlihat tampitan situs yang dikategorikan sebagai melanggar kesusilaan umum (violate public decency) menurut Pasal-pasal 282, 283, dan 533 KUHP. Misalnya situs yang menampilkan gambar seronok (pomo) padahal menurut nilal yang hidup di Indonesia sebagai melan: gar kesusilaan (delik susila), apakah dapat dijerat dengan delik susila misal pada Pasal 282 KUHP tentang pornografi: * Ayat (1): "Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan dl muka umum tulisan, gambaran atau benda, yang telah diketahui isinya dan yang melanggar kesusitaan; atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkar, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin tullsan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau mempunyainya dalam persediaan; ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa_diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa didapat, diancam 48 Moeljatno, KUHP Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), . 102-103. 61 dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atay denda paling tinggi tiga ribu tupiah.” : Ayat (2) menambahkan dengan kata-kata: *.,, Jka ada alasan kvat baginye untuk menduga, bahwa tulisan, gambaran atau benda tu melanggar kesusilaan, .... * Ayat (3) mengatur, apabila kejahatan tersebut ayat (1) dan (2) dijadikan © Suatu pencarian atau kebiasaan, : Sehubungan cengan itu, apakah layar komputer termesuk : kategor' dt muka umum (‘sehingga kelihatan oleh orang banyak’)? | Artinya kalau tidak masuk Kategori, salah satu unsur tidak terpenuni, ' maka salah satu unsur telah gugur untuk diterapkan di cybercrime. Dalam menentuken pembuktian (hukum acara}. Pasat 184, KUHAP, alat-alat yang digunakan sebagai pembuktian akan berubah | urutan atau bahkan tidak Mungkin bisa digunakan. Isi Pasal 184 KUHAP adalah sebagai berikut:47 Ayat (1): Alat bukti yang sah ialah: keterangan saksi; keterangan anli; surat; petunjuk; keterangan ierdakwa, i i PB em Dalam cyberspace, keterangan saksi yang menempati urutan i pertama tidak dapat digunakan karena pelaku cenderung sendin (private) | a 4” Abdul Hakim G, Nusantara, dkk. (penyusun}, Kitab Undang-undang Hukum Acare Pidana dan Peraturan-peraturan Pelaksana (Jakarta: Djambatan, 1 985), him. 63. 62 dan dl rang tersendiri. Tidak ada saksl yang mendengar, melihat dan fengala 11 sendiri (festimonium de auditu). Alat bukti saksi tidak dapat digunakay, yang berpengaruh besar dalam pembuktlan adalah keterang:.n ahil di mana pakar teknologi Informasi sangat diperlukan untuk mambuat terang suatu perkara walau keterangan ahil relatit sifatnya,.namun cukup membantu saat alat bukti lain sulit didapat misalnya_sukti keterangan surat. Aat bukti surat hanya dapat ditemui dari e-mai yang harus diperiksa agi kebenarannya, Dalam cyberspace yang ada hanya data digital (antara lain; web-pages, tags, digital sign), apakah data tersebut dapat diakt'! sebagal alat bukti di pengadilan. Kejahatan (crime) menurut Sutherland (1949), bahwa: “cin pokok dari “kelahatan adalah pelaku yang dilarang oleh negara karena perbuatan itv merugikan negara dan terhadap perbuatan itv negara bereaksi dengan hukuman sebagai upaya pamungkas.” Teori-teori kejahatan berkembang, namun sekarang int berhenti atau tidak mampu mengungkap cybercrime. Sahkan penggolongan kejahatan pada dua kelompok besar ‘blue collar crime’ (kejahatan kerah biru) dan ‘whiie collar crime’ (kejahatan kerah putih) dirasa sudah ketinggalan Jaman. Hanya saja whife collar crime yang sering diartikan sebagai kejahatan intelektual, setidak-tidaknya dapat digunakan untuk Mempersempit ruang analisis tentang cybercrime. Dalam pengertian sempit dari American Bar Association mendefinisikan sebagai “tindak pidana yang ditujukan terhadap komputer 48 Bambang Setyawan, “Kejahatan Dunia Maya Sebagai Kejahatan Kerah Puth (Cyber ‘rime For White Collar Crime)" tulisan pada VARIA PERADILAN Majalah Hukum Tahun XVIL lo. 198 Maret 2002 (Jakarta: Ikatan Hak'm Indonesia, 2002), him. 129. 63 an tindak pidana di mana komputer dipergunakan sebagai alat untuk melakukan tindak pidana. U.S. Departement of Justice mengartikan sebagal “perbuatan melawan hukum di mana pengetahuan komputer diperlukan untuk pelaksanaan, penyidikan, atau penuntutan,”© Blue collar crime diartikan kebalikannya atau kejahatan konvensionalkejahatan jalanan. Berbagai —_definisi/penggolongan kejahatan, periu definisi ulang karena tidak cukup. menjangkau faktor yang aga dalam cybercrime, misalnya: modus kejahaten, korban, reaksi masyarakat bahkan bagaimana hukum dapai digunakan dalam cybercrime tersebut masih harus dikaji ulang. ! Banyak hal yang diperhitungkan tentang cybercrime ini, bahkan kerugian dalam dunia maya ini cukup banyak, misalnya: tidak ada sensor sehingga mudeh untuk penyebaran pornografi atau yang lain, sulit dilacak/dimonitor, kadang melanggar privacy, keamanan dalam transaksi tidak tejamin kerahasiaannya, dapat digunakan sebagai tindak kejahatan “cyber atfachs’ melalui virus, dan sebagainya. C. PERMASALAHAN CYBERCRIME DALAM HUKUM PIDANA. i 1. Cybercrime Dan Computercrime Banyak orang mengira bahwa untuk melakukan’ Kejahatan di bidang komputer, dipertukan peralatan canggih yang mahal dan setidak-tidakny@ mempunyal suatu keahlian khusus di bidang komputer. Dugaan ini tidak semua benar, bahkan boleh dikatakan tidak demikian. Kejahaian komputer depat dilakukan dengan peralatan komputer yang sederhana dan hargany4 Ibid, 5 Ibid, 64 relatif murah, dapat dijangkau khalayak ramai. Bahkan kejahatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan "dummy terminal.” Dummy terminal adalah terminal yang hanya dapat mengirim dan menerima data, tanpa mempunyal kemampuan mengolah data sepert! komputer-komputer dewasa Ini. Pada dasarnya hanya ada 2 pengetahuan yang mutlak harus dikuasat para penjahat komputer, antara lain: ' a, Para penjahat Komputer harus mengetahui bagaimana cara mendapat akses ke dalam komputer perusahaan yang menjadi targetnya (bila i targetnya adalah Badan Hukum atau perusahaan) bahkan organisasi : sepert! negara. b. Para penjahat komputer harus menguasal bagaimana memanipulasi prosedur-prosedur sistem komputer untuk mendapatkan apa yang Giharapkan termasuk penguasaan bahasa komputer, teknolog! dan spesitikasi teknis. Dengan melihat kasus kejahatan komputer dan cyber yang terjadi, dikaitkan kriteria peraturan hukum pidana konvensional (antara lain: penipuan, penggelapan, pematsuan, kecurangan, pencurian dan perusakan), pada dasamya Jenis perbuatan pidana berlaku jika komputer dikaitkan teknologi telekomunikas! dan Informasi, sehingga menjadi cybercrime. Kejahatan komputer berdasarkan pada cara terjadi (modus operand))-nya, dapat dibag! menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu:5* a. Kejahatan komputer yang terjadi secara internal (intemal Computer Crime) Adalah kejahatan yang ditakukan orang dalam (‘Insider’) dalam melakukan aksinya. Kejahatan ini sering terjadi dalam kasus yang ditemul 51 Robintan Sulaiman, Ofopsi Kejahatan Bisnis (Karawaci: Pusat Studi Hukum Bisnis akultas Hukum Universitas Pelita Harapan, 2001), him. 186-192. | 65 1 aparat penegak hukum. Karena canggiinya modus operand? yang dilakukan ditambah minimnya pengetehuan teknik komputer, kejahatan jenis Inj jarang. terungkap dan aparat penegak hukum beium. dapat mengkonstruksikan jenis kelahaian ini dengan menjeratnya berdasarkan aturan yang ada. Yang dimaksud “orang dalam” adalah para pegawal/pexerja dalam suatu Kantor /perusahaan/instansi c} mana komputer pusat berada (pusat kontrol Komputer), atau programmer yang memprogram komputer tersebut; sehingga pelaku mengetahul bagaimana cara mendapatkan akses ke dalam komputer perusahaan. Kelemahan-kelemahan dari sistem atau prosedur komputer dalam pengelolaan data adalah sasaran utama kejahatan komputer. Modus operandinya: 1) Memanipulasi transaksi input dan mengubah data (data yang ada dimanipulasi/diubah sedemikian rupa menjadi data baru). Metode yang sering dilakukan dalam memanipulasi transaksl input: i = mengubah transaksi (transaksl yang direkayasa) - menghapus transaksi input (transaksi yang ada dikurangi dar yang sebenamya) - memasukkan transaksi tambahan - mengubah transaksi penyesualan (rekayasa laporan seolah- olah benar) 2) Modifikasi soflware/hardware (merubeh —_ program/menambah peralatan baru untuk mendapat informasi tambahan). Kejahatan memodifikasi software dan hardware dilakukan pada saat | komputer di perusahean sedang dilakukan peng-up grade-an, | biasanya dilakukan oleh seorang programmer atau teknisi y2n9 memperbaiki/memasang sistem komputer perusahaan. 66 b. Kejahatan komputer yang terjadi secara eksternal (External Computer Crime) Adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang atau dari instans! luar. Walaupea sebelumnya tidak mengetahul sistem komputer yang bersang:cutan, namun pelaku mengertl bahasa dan ahll/pakar komputer. Ada 3 bentuk kejahatan komputer yang menjadi instrumen kejahatan bisnis: 1) 2) Kejaha-an Komputer Hacking. Yakni s' pelaku menambah terminal baru pada sistem Jaringan komputer tanpa se'zin pemillk sah jaringan tersebut. Hacking, yaltu: memasuki atau mengakses secara tidak sah, yang bahasa Evlandanya “onbevoegd zich toegang verschaffen.” Kejahatar: Komputer The Trojan Horse. Si pelaku mengurangi atau menambah Instruksi pada suatu program sehingga ‘ program tersebut menjalankan tujuan yang benar, juga Melaksanakan tujuan lain yang tidak sah, The Trojan Horse, yaitu: mengubah, menambah, menghapus data, yang bahasa Belandanya “gegevens manipulatie.” Kejahatan Komputer Joy Camputing.- Pelaku menggunakan komputer secara tidak sah atau tanpa izin Melampaui batas wewenang yang ada padanya sehingga komputer tersebut dipakai. Joy Computing, yaitu: pencurian waktu operasi komputer yang bahasa Belandanya “tijd diefstal.” 67 2. Dasar-dasar Dan Bentuk-bentuk Cyéercrime Meialui Komputer Cybercrime mempunyai tindak pidana berdasarkan pada: a. Perbuatan yang dilakukan tersebut berdampak pada publik atau ketentuannya atau merugikan kepentingan umum (public wrong) b. Disamping perbuatan tersebut berdampak pada publik juga berdampak pada moral masyarakat (moral: wrong) sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, maka permufekatan jahat (samenspenning, conspiracy) dapat dipidana walaupun perouatan yang dilarang tersebut belum terlaksana. Pada prinsipnya seseorang hanya dapat cipidana bila ada kesalahan, baik itu sengaja (colus) maupun kelalaian (culpa}; walaupun unsur sengala tidak dirumuskan secara eksplisit. Sehingga dapat diketahui dasar cybercrime memilikl karakteristik, antara laln: a. Secara melawan hukum atau tanpa hak mengakses data/programflaringan komputer, dengan merusak sistem pengamanen komputer milik orang lain; b. Secara melawan hukum atau tanpa hak menggunakan atau mengubah, = menghapus atau menambah data/program/ jaringan komputer, yang menimbulkan kerugian pihak lain, c. Secara melawan hukum atau tanpa hak memasukkan, mengubah, menambah data/program/jaringan komputer, berakibat ferganggunya fungsi komputer dan sistem telekomunikasinya; - gd. Secara melawan hukum atau tanpa hak menghambat komynikasi di dalam jaringan komputer atau data elektronik tainnya. 68 Kejahatan konvensional selalu menyisakan bukti konkrit, lain dengan cybercrime yang tidak pernah meninggalkan bekes serta bersifat non- violence (tanpa kekerasan). Contoh konkrit cybercrime: @. Tindak pldana komputer Pembobolan uang melalul ATM (Anjungan Tunai Mandir) dari dalam sistem perbankan, Tindak pidana pomografl Tindak pidana terhadap harta kekayaan Tindak pidana terhadap keamanan dan pertahanan negara Tindak pidana terhadap Hak! (Hak Atas Kekayaan Intelektual) Tindak pidana di bidang perbankan Tindak pidana perjudian Tindak pidana membuka rahasia pribadi. Feresnes 2. Ketentuan Perundang-undangan Tentang Alat Bukti Dan Pembuktian Adanya globalisasi khususnya kemajuan teknologi dan penggunaan peratatan canggih yang menimbulkan dampak dalam bidang hukum, untuk mengantisipasinya perlu pengkajlan masalah hukum barang buxti elektronik, baik dalam penerapan hukum pidana dan penerapan hukum perdata. Mengenai alat bukti sah disebut Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Sedangkan yang dimaksud dengan benda sitaan ialah semua benda yang berada dalam penyitaan termasuk benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang dimaksudkan untuk kepentingan pembuktian. Barang bukti jalah benda sitaan yang dipakai dan digunakan sebagai alat bukti dalam penyidikan dan penuntutan. Bila dalam penyidikan kepentingan pembuktian benda sitaan tidak diperlukan, benda sitaan harus dikembalikan dalam status semula 69 sebagaimana sebelum disita, juga bila temmyata perkara. dihentikan penyidikannya, Dalam hal proses penyitaan dicabut dan benda sitaan Gijadikan Darang bukti di persidangan, tetapi menurut Keyakinan hakim tidak termasuk alat pembuktian (Pasal 184 ayat (1) KWHAP), maka benda tersebut dalam putusan harus dikembaiikan pada terdakwa atau dari slapa benda disita, Yang dapat dikenakan penyitaan, menurut Pasal 39 ayat (1) KUHAP adalan: @ benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga dipercieh dari tindakan atau sebagai nasil dari tindak pidana; benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana; benda-yang khusus dibuat atau-diperuntukkan melakukan tindak pidana; benda tain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. a P a © Selanjutnya Pasal 39 ayat (2) KUHAP menyebut: “Benda yang berada dalam sitaen Karena perkara perdata atau Karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan.’ mengadili perkera pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1).” Hubungen dan kaitan barang bukti dengan alat bukti (Pasal 184 ayat | (i) KUHAP) adalah, barang oukti merupakan salah satu alat bukti yang” dipergunakan’ untuk —memperoleh keyakinan terjadinya_tindak pidana: conioh: rumah, tanah, mobil, peralatan mesin, pisau, senjata api dapat diktasifikasi alat bukit petunjuk. Dokumen, surat-surat, Kuitansi, BPP, STNK dan lain yang sejen's: dapat diklasifikasikan alat bukti surat, idealnya untuk memperoleh keyakinat 70 tindak pidana benar terjadl dan tersangkafterdakwa yang bersalah melakukannya, penyidiky penuntut umum/hakim membuktikan atau mengajukan kellma alat bukt! sah tersebut Pasal 194 ayat (1) KUHAP. Tetapl Pasal 183 KUHAP berbunyl: "Hakim thdak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat buktl yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjad| dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”, 71 BAB tit DATA LAPANGAN A, Sulawesi Utara Responden yang berhasii diwawancarai berumlah 20 orang, dengan - perincian sebagai berikut: - 6 responden Jaksa (2 dari Kejati Sulut, 2 dari Kejari Manado, 2 dari Kejari Tendano} =~ 4 responden Hakim (2 dari PN Manado, 2 dari PN Tondano) - 2responden Polisi (Poida Sului) - Zresponden Pejabat Bank (BNI'46 Cab. Manado) - 4responden Pengacara (2 dari Manado, 2 dari Tondano) - 2responden Dosen (FH UNSRAT). 4. Perbuatan Pidana Dalam Cyberspace - Seluruh responden sepakat bahwa Pasal-pasal dalam KUHP mengenait pencurian (Pasa! 362), penggelapan (Pasal 372), pemalsuan (Pasal 263), penipuan (Pasal 378), dan perusakan (Pasal 406); dapat diterapkan pada perbuatan cybercrime, sepanjang belum ada undang-undang khusus - yang mengatur lebih .lanjut mengenai tindak kejahatan denga fmempergunakan tekaclogi canggih tersebut. - Modus operandiya adalah: 4) Penipuan komputer (computer freud), yang mencakup: (@) Bentuk dan jenis penipuan yaitu berupa pencurian wang | atau harta benda dengan menggunakan sarana komputet 72 1) {c) dengan melawan hukum, yaitu dalam bentuk penipuan data dan penipuan program, sebagai berikut: j. Memasukkan instruksl tidak sah, dilakukan seorang yang berwenang atau tidak, yang dapat mengakses suatu sistem, memasukkan instruks! — untul, keuntungan sendirl dengan melawan hukum (misalnya transfer); ii. Mengubah data input, dilakukan seseorang dengan Cara memasukan data untuk menguntungkan dir serdifi atau orang lain dengan cara melawan hukum (misalnya memasukkan data gaji pegawai melebihi seharusnya); * iil. Merusak data, difaukan seseorang untuk merusak print-out atau output dengan maksud mengaburkan, menyembunyikan data/informas| dengan itikad tidak baik; iv. Penggunaan komputer untuk sarana melakukan perbuatan pidana, yaltu dalam pemecahan informes! melalul komputer yang hasilnya digunakan untuk Melakukan kejahatan, atau mengubah program. Perbuatan pidana penipuan, yang sesungguhnya termasuk unsur perbuatan lain, dimaksudkan menghindarkan diri dan kewajiban (misalnya pajak) atau memperoleh sesuatu yang bukan hak/miliknya melalui sarana komputer. Perbuatan curang memperoleh secara tidak sah harta benda milik orang lain, misainya seseorang yang dapat Mengakses komputer mentransfer rekening orang ke rekeningnya sendiri, sehingga merugikan orang lain. 73 3 4) 5) 8) {a} Konspirasi_ penipuan, yaitu perbuatan pidana yang. dilekukan- beberapa orang bersama-sama_—_ untuk melakukan penipuan dengan sarana komputer.. (e) Pencurian yaitu dengan sengala mengambil dengan melawan hukum hak atau milik orang:Jain dengan maksud untuk dimilikinya sendii. . Perbuatan pidana penggelapan, pemalsuan pemberian informast melalui kompuiter yang merugikan pihak lain dan menguntungkan diri sendin. Hacking, yaitu meiakukan akses sistern komputer tanpa seizin atau dengan melawan hukum sehingga dapat menembus sistem pengamanan komputer yang dapat mengancam berbagal kepentingan. Perbuatan pidana komunikasi, yaitu hacking dapat membobol sistem on-line komputer yang menggunakan sistem komunikasi Perbuatan pidana perusakan sistem komputer, baik merusak datafmenghapus kode hingga menimbulken kerssakan dan kerugian. Temmasuk: penambahan atau perubahan program, informasi, media, sehingga merusak sistem; juga tmenyebar virus yang. dapat merusak program dan sistem komputer, 2taU pemerasan dengan menggunakan. sarana komputer maupun telekomunikasi. Perbuatan pidana yang berkaitan dengan hak milik intelektual, hak cipta dan hak paten, yaitu berupa pembajakan deagar TA ss memproduksi barang-barang tiruan untuk mendapatkan keuntungan melalul perdagangan, Jenis perbuatan pldana di atas pada dasamnya dapat berlaku jlka komputer dihubungkan dengan teknologl komunikas! dan informasi, sehlngga menjadi “cybercrime,” terutama dengan berkembangnya teknolog! intemet. . Perbuatan pidana dalam cyberspace menurut para responden adalah: 1) perbuatan melawan hukum 2) dilakukan memakai teknologi komputer (yang canggih) sebagai sarana/alat, atau komputer sebagai objek; baik 3) untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, 4) dengan merugikan pihak lain. 2. Upaya Pengaturan dan Antisipasi Penanggulangan Cybercrime Menurut para responden, dengan melihat dari hubungannya dengan perkembangan teknologi saat ini; maka alat bukti menurut KUHAP yang dapat digunakan dalam mengadili “cybercrime” terhadap komputer, adalah: keterangan ahli, surat, dan petunjuk. Ketiga alat bukti ini adalah alat-alat bukti yang paling esensiil memberi pembuktian yang maksimal sehubungan . dengan “cybercrime” yang ~~ semakin —_pesat perkembangannya. Para responden menyatakan agar mengoptimalisasi sarana hukum yang tersedia, antara lain menyangkut: a. alat bukti elektronik seperti rekaman secara hasil faksimile atau foto kopt dapat dijadikan petunjuk; b. apabila alat bukti tersebut ditunjang dengan keterangan ahii di bidangnya, dapat dijadikan bukti yang sah; 75 c. pemyataan dan pengiriman faksimile yang menyatakan keasliannya, yang dibuat pejabat resmi, misainya: notaris atau Perwakilen indonesia di Luar Negeri (Kedutaan/Konsulat}, bila faksimile beraset . dari iuar negeri; demikian pula untuk fote Kol, ~ Kebijakan kriminal di samping dapat dilaxukan secara represif melalui sistem peradilan pidana (pendekatan “penel’), dapat pula dilakukan dengan sarana “non penaf’ metalui pelbagai usaha pencegahan tanpa harus menggunakan sistem peradilan pidana. Misalnya usaha penyehatan monic: sasyarakat, penyuluhan hukum, pembaharuan hukurn perdaia dan hukum administrasi. - Kriminallsasi pe'bagai perbuatan yang masuk kategori cybercrime, dan keberadaan pelbagai institusi yang mempunyal kekuasaan melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan (baik domestik maupun intemasional) sangat diperlukan dan ‘dapat merupakan langkeh pencegahan serta perlindungan terhadap confidentiality, integrity dan availability dari sistem komputer. 3. Kendala Penanganan Menurut para responden, kendala yang dihadapi dalam penanganan / (penyidikan, penuntutan, dan peradilan) kasus cybercrime, yaitu: x Tahap Penyidikan a. Teknis 1). kesulifan mendetexsi cybercrime maupun kejahatan kompuler (undetected computer crime}. Disebabkan karena: a) sistem keamanan dari komputer itu sendiri belum memadal, 76 b) keengganan dari pemilik komputer untuk melaporkan setiap timbulnya peristiwa penyalah gunaan komputer; ¢) masyarakat belum begitu berperan di dalam upaya mendeteks| kejahatan komputer, 2) bahan bukti mudah dihilangkan, dimusnahkan, dirusak, ataupun dihapus, 3) penyidikan dapat terputus/tertunda oleh sistem yang macet. 4) adanya ‘computer network system” memungkinkan proses Penyidikan dapat diketahul/dimonitor oleh pihak lawan. 5) rekaman pada sistem dapat dimodifikasi sehingga bahan bukti dzpat dirubah, 6) dalam proses penyidikan, penyidik dapat meminta bantuan ahli yang Menguasai seluk beluk komputer, tetapi biasanya ahli tersebut hanya mengerti sistem operasi yang dibuat sendiri, 7) komputer dapat melaksanakan perintah siapa saja, sehingga sulit dilacak siapa pelaku yang sebenarnya. b. Yuridis 1) Belum adanya sarana hukum yang memadai. Hingga kini bahan bukti yang benipa data atau program yang tersimpan dalam diskette, casette dan sejerisnya, demikian pula output dari komputer yang aerupa tulisan maupun gambar belum dapat dibjadikan bahan bukti ‘dalam proses peradilan. 2) KKUHAP belum menjangkau hal-hat yang berkaitan dengan kejahatan komputer. Contoh: tulisan/gambar dalam diskette tidak dapat diajukan sebagai alat bukti surat sebagaimana dimaksud Pasal 184 ayat (4) huruf c KUHAP. 3) Dalam KUHAP belum ada ketentuan secara Jelas yang memberi kewenangan pada penyelidik maupun penyidik, untuk melakukan tugasnya dalam rangka menyelidiki maupun menyidik kasus kejahatan komputer, misalnya: a} kewenangan memasuki sistem komputer yang diduga teyjadi kejahatan komputer (Pasal 32 dan 33 KUHAP hanya mengatur masalah pengeledahan rumah dan pengeledahan badan), b) kewenangan menyita bahan buxti yeng. berupa computer software (data/program komputer); <} kewenangan menghentikan program; d) kewenangan menghentikan masukan atau keluaran data/program dari atau ke komputer; @) kewenangan memblokir/melokalisasi bagian computer network dalam rangka mengamankan bahan bukti. 4) Masih dipertanyakan apakah kewenangan di muka dapat dilaksanakan berdasar Pasal 5 ayat (1) huruf a butir 4 KUHAP (bagi penyelidik) dan Pasal 7 ayat (1) huruf j KUHAP yaitu “mengadakaa tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab,” sebab sering dipertanyekan pengertian ‘menurut hukum’ ity menurut hukum yang mana. 5) Mengingat penyidikan dan pengumpulan bahan bukti dalam pemeriksaan kasus penyalangunaan komputer tidak mudah dan lebih lama dani prosedur biasa, maka batas waktu penahanan untuk proses penyidikan sebagaimana tercantum Pagal 24 KUHAP (20 hari + perpanjangan 40 har), peru Gitinjau kemball. ‘Jahap Penuntutan 1} Permasalahan yang dihadapi Jaksa Penuntut Umum datam proses”. penunwtan kasus cybercrime, pada umumnya hampir sara dengat permasalahan yang dinadapi penyidik, yaitu antara lain masih jarang . adanya Jaksa Penuntut Urnum yang menguasai teknologi Komputer beserta aplikasinya. . : 4) 5) Masalah-masalah lain yang dihadapl, antara lain: a) kesulitan dalam pengumpulan bahan_ bukti (dalam hal pra penuntutan”~ Pasal 138 KUHAP) dan kesulitan dalam hal pengajuan barang bukti di sidang pengadilan; 5) kesulitan dalam hal pembuatan surat dakwaan, terutama untuk memenuhl syarat materill dimaksud Pasal 143 ayat (2) KU'HAP (Surat dakwaan harus beris! uralan secara cermat, Jelas dan fengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan, dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan). Mergingat variasinya modus operand’ dalam penyalahgunaan komuter, Penuntut 'Jmum sering kesulitan menguraikan tindak pidana yang didakwakan, apalagi dalam hal ini Penuntut Umum harus mampu Melukiskan apa yang sebenamya terjadi, dan harus Mmampu pula untuk Merutauskan unsur-unsur yuridis dari tindak pidana yang didakwakan, Mengingat kondisi perundang-undangan hukum pidana Indonesia {masiti bersifat_konvensional), sering Penuntut Umum terpaksa Mmenjaring perbuatan terdakwa dengan pasal-pasal yang ada; yang sering ierasa tidak atau kurang relevan, karena belum ada rumusan ketentuan dalam pasal-pasal tersebut yang mampu menjangkau unsur perbuatén terdakwa, Dalam hal penentuan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan (tempus dan focus delict), masalah yang dihadapi Penuntut Umum adalah Galam hal menghadapi _kejahatan komputer yang memanfaatkan “sistem Jaringan komputer’ (Computer Network System). Karena dalam hal ini satu kejahatan dapat terjadi di berbagai tempat yang berjauhan bahkan dapat bersifat transnasional yang tentu juga menimbulkan konsekuensi waktu yang berbeda. mihi pensuerssat | poi Liki 79 Tahap Peradilan 1) Sama dengan penegak hukum lainnya, rata-rata hakim di indonesia tidak atau kurang begitu menguasai tcknologi komputer beserta aplikasinya. Hal ini merupakan masalah utama yang dihadapi oleh para © hakim dalam memerksa perkara kejahatan komputer, balk bderkaitan dengan penentuan duduk perkaranya (oleh Judex facile) maupun : dalam hat penerapan hukumnya. 2) Kasus cybercrime sering, bersifat sangat kompleks dan kadang bersifat transnasional. Ini menimbulkan masalah dalam penentuan kewenangan atau kekuasaan mengadiii berdasarkan wilayah hukum (kompetensi telatif) sebagaimana dimaksud Pasal 34, 85, dan 86 KUHAP, 3) Sebagaimana telah diutarakan sebelumnya bahwa perbedaan ulama pada sistem manual dengan sistem yang telah dikomputerisasi adalah, sesuatu yang bersifat materiit (dapat dilihat/dibuktikan secara langsung) menjadi sesuatu yang bersifat immaterill (tidak dapat dilihat/cibuktikan secara langsung). Ini menimbulkan masaizh dalam proses pembuktian. 4) Pasal 183 KUHAP menyatakan: “Hakim tidak bolen menjatuhkan pidana kepada seseoreng kecuall apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoteh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjad! dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” §) Berdasarkan Pasal 183 KUHAP, peradilan di Indonesia menganut sistem pembuktian menurut undang-undang yang negatit (Negatiel weltelik). Sedang alat bukti yang dimaksud adalah alat bukti yang Giatur dalam Pasal 184 KUHAP (keterangan saksi; kelerangan ani; surat; petunjuk; dan keterangan terdakwa). Di antara kelima jenis alat - | bukti yang sering dipermasalahkan adalah keterangan ahli dan surat. 6) Abii dimaksud di sini adatah ahli komputer. Permasalahannya adalah: apakah setiap. orang yang mahir mengoperasikan komputer dapat dikategorikan sebagai ahli komputer. ! 1 8) » KUHAP tidak memberi penjelasan apa yang dimaksud keterangan abli dan siapa yang dimaksud dengan ahli. Pasal 343 Nederland Straf Voedering yang memberikan definisi keterangan ahii sebagai berikut: “Pendapat seorang ahli yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang telah dipelalarinya, tentang sesuatu apa yang dimintai pertimbangannya.” Kriteria “ahli’ berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang telah dipelajari (dimiliki) seseorang. H.R. memperiuas pengertian ilmu pengetahuan (wetenschap) hingga meliputi__kriminalistik. Pengetahuan komputer termasuk —ilmu —_pengetahuan. Permasalahannya, standar atau kriteria apa berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang ahli. Maksudnya, apakah harus melalui pendidikan formal strata tertentu atau cukup asalkan menguasai imu pengetahuan (tentang komputer) dengan baik sekalipun tanpa pendidikan formal. *Surat” menurut pengertian para ahli adalah setiap benda yang memuat tanda-tanda baca yang dapat dimengerti, yang bertujuan mengungkap isi pikiran. Foto, gambar situasi dan sebagainya bukantah surat. Surat itu harus berbentuk tanda baca atau huruf-huruf dan angka-angka catatan steno. 10) Permasalahannya, apakah tanda-tanda dalam data/program komputer dapat dianggap sebagai tulisan. Sehingga apakah data/program komputer yang tersimpan dalam diskette, floppy disk atau media penyimpanan tain {yang tidak dicetak), dapat dikategori sebagai surat sehingga dapat diajukan di sidang pengadilan sebagai alat bukti surat. 11) Berkaitan dengan masalah tersebut, beberapa hal yang mungkin dapat digotongkan sebagai petunjuk seperti hainya micvofilm, begitu pula ban magnit yang memuat pembukuan suatu perusahaan. 12) Apabila telah dapat diketahul duduk perkaranya (melalui proses pembuktian) yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti bersalah, 81 problem selanjutnya yang harus dihadapi oleh hakim adalah, masalah : penerapan hukum terhacap perbuaten terdakwa, 13) Kesulitan yang dibadapi hakim tidak hanya berkaitan dengan belum adanya ketentuan dalam perundang-undangan hukum pidana yang mengatur secare Khusus mesaiah cybercrime, tetapi juga sulitnya - mengkaitkan unsui-unsur perbuatan terdakwa dengan tumusan : ketentuan pidana yang ada. Namun, masalah penerapan hukum terhadap kasus cybercrime, buken tidak dapat dipecahkan. Permasalahan dapat diatasi dengan berbagai pendekatan, misalnya pengembangan metode interpretasi dan pembaharuan hukum pidana. . Saran Responden Sekali pun sebagian sudah dimasukkan dan dituangkan dalam Rancangen KUHP, hendaknya dipertegas penjelasan pasal-pasal KUHP khusus yang , memuat kata-kata’ tullsan, foto kopi, rekaman, suara rekaman (alat bukti | elektronik); sebagai alat bukti yang sah. Perlu peraturan tambahan atau peraturan pendukung untuk melengkef? KUHAP, khususnya yang menyangkut pembuktian terhadap barang bukti elektronik dan produksinya. | “Cyvercrime” yang bersifat lintas negara dari jaringan komputer dan informasi teknologi atau elektronix, memerlukan peningkatan yang erekthy cepat, fungsional dan depat dipercaya dari langkah-langkah rebate kriminal, baik yang bersifat penal maupun fon-penal, serta kevjasome internasional. Perlu kesamaan persepsi mengenai pengertian “cybercrime” sebi upaya menjalin harmonisasi hukum antar bangsa, yang merupakan bea dari kerjasama internasionai dalam kaitan “double criminality principle. tmatera Utara Responden yang berhasil. diwawancarai berjumlah 16 orang, dengan irinclan sebagal besikut: 6 responden Jaksa (2 dari Kelall Sumut, 2 dari Kelari Medan, 2 dari Kejari Belawan) 2 responden Hakim (PN Medan) ! 2 responden Polisi (Polda Sumut) , 2 responden Pejabat Bank (BI Cab. Medan) 2 responden Pengacara (Medan) 2 responden Dosen (FH USU). 4, Perbuatan Pidana Dalam Cyberspace ~ Seluruh responden sepakat bahwa untuk perbuatan cybercrime yang dilakukan dengan menggunakan komputer sebagai alat/sarananya, dapat dijerat dengan menerapkan delik konvensional sebagaimana terdapat dalam pasal-pasal KUHP; yaitu metalui penafsiran ekstensif. - Modus Operandi dilakukan dengan cara: 1) memperdaya komputer; 2) secara illegal, tanpa hak atau tidak etis; 3) membuat komputer tidak dapat berfungsi secara benar; 4) mengakibatkan kerugian materiil maupun kerugian immateriil (waktu, nilai, jasa, pelayanan dan lainnya). - Cybercrime dalam oengertian kejahatan komputer, memiliki ruang lingkup tuas meliputi antara lain: pencurian, penggelapan, pemalsuan, manipulasi, penipuan/kecurangan, dan sebagainya. Semakin berkembang pemakaian peralatan komputer, motivasi yang melatar belakangi timbulnya kejahatan dilandasi oleh suatu sifat kecurangan; 83 dengan bantuan/memakai alat komputer dan sistem yang ada {data/program) di dalamnya, untuk tujuan agar apa yang diinginkan pelaku tercapai, - Kecurangan ci bidang komputer memounyai arti suatu perbuatan Meiawan hukum yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau kelompok, dengan menyalahgunakan peralatan komputer. - Perbuatan-perbuatan melawan hukum (dalam pengertian cybercrime) yang. dapat dikategori dengan delik-delik konvensional, misalnya: 1) pencurlan = Ps. 362 KUHP; 2} penggelapan = Ps. 372, 374 KUHP jo. UU PTPK; 3) kecurangar/penipuan = Ps. 378 KUHP; 4) rahasia negara = Ps. 112 s/d 116 KUHP; 5) rahasia perusahaan = Ps. 323, 431 KUHP; 6) pemaisuan data = Ps. 263 KUHP; 7) perusakan = Ps. 406 KUHP. - Ada pula perbuaten-perbuatan melawan hukum yang tidak ditemukan persamaanriya dengan delik-delik konvensional karena kecanggihannya, sehingga sulit ~—dicari dasar = hukumnya. Misalnya: penyebaran/memasukkan. suatu virus (Vital Information Range Under Siege = jaringan informasi vital dalam bahaya) pada program/data dalam komputer, menyadap/menguping pembicaraan orang lain dengan alat bantu yang canggih. - Cir-ciri khusus cybercrime, adalah sebagai berikut a. Non-violence (tanpa kekerasan); b. Sedikit melibatkan kontak fisik (minimize of physical contact); ¢. Menggunakan peraiatan (equipment dan teknologi; 84 d. Memanfaatkan jaringan tetematika (telekomunikasi, media dan informatika) global, - Cybercrime mempunyal tindak pidana berdasarkan pada: a. Perbuatan yang dilakukan berdampak pada publik atau ketentuannya merugikan kepentingan umum (public wrong) b. Disamping perbuatan tersebut berdampak pada publik juga berdampak pada moral masyarakat (moral wrong) sendiri-sendiri Maupun secara bersama-sama, maka permufakatan jahat (samenspanning, conspiracy) dapat dipidana walaupun perbuatan yang dilarang tersebut belum terlaksana. - Pada prinsipnya seorang hanya dapat dipidana bia ada kesalahan, sengaja (dolus) maupun kelalaian (culpa), walaupun unsur sengaia tidak dirumuskan secara eksplisit. Karakteristik cybercrime : a. Secara melawan hukum atau tanpa hak mengakses data/ program/jaringan komputer, dengan merusak sistem pengamanan komputer milik orang lain; b. Secara melawan hukum atau tanpa hak menggunakan /mengubah, menghapus/menambah data/program/jaringan komputer, yang menimbulkan kerugian pihak lain; c. Secara melawan hukum atau tanpa hak memasukkan, mengubah, menambah data/programvaringan komputer, berakibat terganggurya fungsi komputer dan sistem telekomunikasinya; d. Secara melawan hukum atau tanpa hak menghambat komunikas! di dalam jaringan komputer atau data elektronik lainnya. - Alat bukti menurut Pasal 184 KUHAP yang dapat digunakan dalam | | 2 Upaya Pengaturan dan Antisipasi Penanggulangan Cybercrime l | mengadili "cybercrime" terhadap komputer, adalah: keterangan ahli, surat, i 1 8s dan petunjuk. Ketiga alat bukti ini adalah alat-alat bukti yang paling esensiil ° memberi pembuktian yang maksimal. Menggunakan yurisprudensi untuk pemecahan perkara dalam kenyatasn, - bukan saja sebagai salah satu sumber hukum tetapl juga dari kegunaani praktis. Dari yurisprudensi dapat diketahul arah pandangan hakim pada - Suatu masa tertentu dalam kasus tertentu. Akhimya hakimlah yang paling : Tenentukan dalam suatu sengketa, baik pidana maupun perdata, bahkan juga di bidang hukum administrasi. Memperkuat perlindungan data yaitu suatu usaha yang diiakukan dengan tujuan agar supaya data komputer (baik yang tersimpan di dalam media penyimpan disket dan sejenisnya, maupun media penyimpan yang berupa kertas) tidak menjadi hilang, rusak, hancur serta menjadi hilang sifat keasliannya, sehingga data yang dimaksud tidak dapat dimanfaatkan kembali secara utuh atau dengan baik. Perlindungan data dilakukan dalam arti fisik maupun hukum: a. Dalam arti fisik, misalnya: - pengamanan tempat penyimpanan media penyimpan data; - seleksi terhadap data-data mentah yang akan dipakai dalam proses pengolahan data; ~ pemberian kode-kode tertentu secara rahasia atas data. b. Dalam arti hukum, yaitu: findakan preventif (dengan dukunga? | peraturan perundang-undangan) dan represif (sebagai tindak lanjut -- apabila terjadi pelanggaran terhadap media penyimpan data) alas | suatu data. : Persamaan persepsi terhadap ketentuan tertentu dalam menyelesaikan dan menangani permasalahan cybercrime maupun kejahatan komputer. 86 dapat pula didukung oleh acuan yang dituangkan dalam bentuk yurisprudensi tetap. ~ Meningkatkan kualitas SDM aparat penegak hukum dan dukungan dari aparat terkait lainnya, terutama dengan pengetshuan mengenai hukum informatika. - Mengingat sifat cybercrime adalah kejahatan yang transnasional, perlu kerjasama internasional yang intensif, baik dalam penegakan hukum i i Hl | | | | pidana maupun bidang teknologi berupa: jaringan informasi yang kuat i (misalnya: 24 hours point of contact}, pelatihan personil yang memadai, | harmonisasi hukum dan penyebarluasan kesepakatan intemasionat: | mengingat luasnya proses viktimisasi kejahatan dan sifatnya yang : transnasionat. Kendala Penanganan Kendala yang dihadap! dalam penanganan (penyidikan, penuntutan, dan peradilan) kasus cybercrime, yaitu: a. magalah pembuktian, belum adanya ketentuan yang mensahkan alat bukti elektronik; b. penyesuaian bentuk-bentuk Kejahatan yang terjadi dan rumusan delik yang tersedia; belum ada rumusan delik cyberlcomputer crime, sehingga memaksa memakai rumusan lama dengan penafsiran ekstensif; d. penentuan tempus dan locus delicti, di mana tempat melakukan dan terjadinya maupun obyek kejahatan, berada dalam negara yang berbeda; yang tidak ada kewenangan sesuai yang tertuang dalam aturan hukum suatu negara; 9 87 Dengan cepatnya perkembangan dan aksepiabilltas intermet sebagai infrastruktur altematif modem, eksistensinya akan memunculkan banyak permasalahan, baik yang bersifat teknis maupun non-teknis. Masalah teknis yang dimaksud misalnya masalah realibllitas teknologi elektronik itu sendiri, inti teknologi dan piranti pendukungnya dalam nubungannya dengan penggunaannya sebagai media. Sedangkan masalah non-teknis adalah masaiah-masalah yang berkaitan dengan implikasi-implikasi yang lahir dari aplikasi teknologi elektronik itu. Permasalahan dan problematixa yang muncul, terbagi dalam: a. Problematika Substantif Permasalahan yang sifatnya substantif, yaitu: keaslian dafa massage, keabsahan (validity), kerahasiaan (confidentiality/privacy), keamanan (security), dan ketersediaan (availability). b. Problematika Prosedural Permasaianan yang bersifat prosedural, yaitu pengakuan dan daya mengikat putusan hakim suatu negara lain untuk diberiakukan dan dilaksanakan di negara lawan, sekatipun hal ini memakai instrumen- instrumen intemasional, seperti Konvensi Brussel, Lugano yang memberikan contoh jurisdiction exorbitant menjadi suatu permasalahan yang cukup kompleks. 4. Saran Responden Kehadiran teknclogi komunikasi dan informasi yang memanfaatkan media internet, menuntut perindungan baik dari segi teknologi maupun yuridis. a, Dari segi teknologi, seharusnya penyedia jasa layanan (ISP) memakai teknologi yang mampu memberikan keamanan kepada penggunanya 88 (user). Model teknologi yang mampu memberi pengamanan ini di antaranya menggunakan teknik kriptografi. b. Dari segi yuridis, dibutunkan perangkat hukum yang mengatur hubungan secara élektronik sebagal alat buktl yang sah; Perlu peraturan khusus yang mengatur perbuatan melawan hukum sebagai cybercrime, di samping menuangkannya dalam KUHP; Perlu memperbarui KUHAP, khususnya yang menyangkut pembuktian terhadap barang bukti elektronik dan produksinya; Perlu peningkatan kualitas SDM aparat penegak hukum dengan fmenambah pengetahuan cybercrime, pengadaan peralatan modem pada instansi penegak hukum, tingkat pusat dan daerah; Perlu meningkatkan kesadaran hukum masyarakat akan bahaya cybercrime bagi kehidupan berbangsa dan bernegara; Perlu kesamaan persepsi pengertian “cybercrime” di antara aparat penegak hukum sebagai upaya menjalin harmonisasi hukum antar bangsa, yang merupakan bagian kerjasama intemasional dalam kaitan “double criminality principle;" karena sifatnya transnasional. (alimantan Barat Responden yang berhasil diwawancarai berjumlah 20 orang, dengan efincian sebagai berikut: 6 responden Jaksa (2 dari Kejati Kalbar, 2 dari Kejari Pontianak, 2 dari Kejari Mempawah) fesponden Hakim (2 dari PN Pontianak, 2 dari PN Mempawah) 2 responden Polisi (Polda Kalbar) 2 responden Pejabat Bank (BI Cab. Pontianak) tfesponden Pengacara (2 dari Pontianak, 2 dari Mempawah) 89 ~ 2responden Dosen (FH UNTAN). fs 4. Perbuatan Pidana Dalam Cyberspace - Sebagian besar responden sepakat bahwa delik konvensional sebagaimana terdapat dalam pasal-pasal KUHP, dapat diterapken pada perbuatan melawan hukum (dalam pengertian cybercrime), yaitu antara tain: Pasal-pasat 362 (pencurian); 372, 374 KUHP jo. UU PTPK (penagelapan); 378 (kecurangan/penipuan); 263 (pemaisuan data); 406 (perusakan). - Responden yang tidak setuju apabila delik konvensional KUHP diterapkan, menyatakan alasan bahwa: a. Unsur ‘mengambit’ pada Pasal 362 KUHP tidak terpenuhi, tidak ada perpindahan tempat pada data; b. Unsur ‘merusak’ pada Pasal 406 KUHP tidak terpenuhi, Karena yang diserang adalah data dan tidak merusak hardware-ny2, ~ Perbuatan pidana dalam cyberspace, adatah: a. menggunakan komputer secara tidak sah, fanpa izin atau melampaui wewenang yang diberikan, b, menyambung dengan cara menambah terminal komputer baru tanpa izin pemilik yang sah dari jaringan komputer, ¢. memanipulasi data atau program komputer, dilakukan dengan cara: menambah, mengurangi atau merubah data atau Instruksi pada program, sehingga program selain menjalankan tugas sebenamy3 juga akan melakukan tugas lain yang tidak sah; dG. membocurkan data/informasi yang dihasilken komputer, e. pemalsuan data atau informasi komputer, dilakukan dengan cara: metubah data sah atau validitas dengan cara yang tidak sah, yaité dengan cara mengubah input atau output data; op ® f. merusak data atau program komputer dengan memasukkan virus, time bomb (logic bomb), atau dengan cara lainnya; 9. Tenyebarluaskan gambar, uralan atau informasi iain yang nelanggar kesusllaan atau bersifat porografl melalui jaringan internet, sehingga dapat diakses oleh siapa sala; h. agitast dan propaganda (dalam arti negara yaitu: mendeskripsikan femerintahan yang sah) melalui jaringan internet atau sistem jaringan komputer; i, ryemperbanyak data atau informasi atau program komputer dengan Cara mengcopy atau menggandakan secara tidak sah atau tanpa iin dari pemiliknya. Modus operandi dilakukannya cybercrime, adalah: Pencurian ~ Ps, 362 KUHP Pasal $32 KUHP ini tujuannya adalah untuk melindungi harta kekayaan seseora'ig/korporasi, maka dalam perkembangannya “arus listrik” juga dimasukxan dalam pengertian ‘barang” karena tenaga _listrik mempun;ai sifat-sifat sendirl atau dapat diserahkan kepada orang Jain dengan pembayaran sejumlah tertentu. Demikian hainya dengan pengambilen data/informasi menggunakan piranti komputer dapat diterapkan.” Pencurian uang atau harta benda dengan menggunakan sarana komputer dengen melawan hukum, yaitu dafam bentuk penipuan data dan penipuan program, sebagai berikut: - Petugas (Bank) sebagai programmer yang menyalahgunakan Wewenangnya dengan melakukan transfer fiktif ke beberapa rekening milik keluarga/temannya; - Memanfaatkan orang lain yang menguasai komputer atau data tersebut dengan membayar sejumian uang, dan data tersebut 91 dipergunakannya secara melawan hukum untuk memperoleh keuntungan yang Jebih besar, Memperbanyak data/informasi atau. program komputer dengan membuat copy atau menggandakan secara tidak sah atau tanpa izin perilik asi. Berang di sini diperluas pengertiannya meliputi bende tidak berwujud (intangible objec) den pengambilan yang dilakukan, tidak selalu harus secara fisik. @ =Penggelapan — Ps, 372, 374 Unsur barang yang berada sebagian/seluruhnya dalam kekyasaan pelaku, diartikan bahwa komputer/data tersebut setiap harinya berada di bawah kekuasaannya, dan ia menyalahgunakan datainformasi yang ada tersebut dengan maksud untuk memperoleh keuntungan; Misalnya petugas Costumer Seivice suatu Bank, yang mempunyai data lengkap nasabah yang tersimpan pada komputer yang sehari- hari berada dalam penguasaannya. Petugas bersangkutan tidak memiliki otoritas dan tidak dapat mengakses atau riembuka komputer terseout. Suatu saat, ia melaxukan penggelapan yaitu melakukan transfer sebagian dana milik orang lain ke sekening pribadifcrang lain tanpa sepengetahuan bersangkutan, secara melawan hukum. Data yang eda dapat ditvansfer melalui jaringan komputer on fine atau disimpan dalam alat rekam elektrontk (electronic recorder} seperti: disket atau: compact disk untuk dibawa atau dikuasd sendiri maupun untuk diberikan kepada pihak lain yang tidak berhak. @ =Perbuatan Curang/Penipuan — Ps, 378 - Dalam Cybercrime bukan hanya akibat dari tindak pidane itu saj@ yang berbentuk immateriel, akan tetapi cara mefakukani (modus operandi}- nya pun berbeda dengan rumusan delik konvensional. ce mw + Penipuan melalul media komputer hanya dapat dilakukan melalui perangkat komputer yang tersambung ke Jaringan internet (bukan komputer yang mandir), para pengguna komputer yang tersambung dengan jaringan Jnternet (netter/net surfer) tersebut seringkall tidak pernah berhubungan fisik secara langsung. - Mereka bertukar informast melalui jaringan, dan bukan dengan cara verbal langsung face to face. @ = Pemalsuan -Ps. 263 Ounia perbankan rentan pemalsuan datafinformasi melalui komputer, akhimya dapat menimbulkan hak atau dapat menimbulkan kerugian; dan ini dapat disamakan dengan pemalsuan sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP, Pemalsuan data atau informasi Komputer diartikan sebagai merubah data sah dengan cara yang tidak sah, yaltu dengan Mengubah /n-put atau out-put data. Data atau informasi yang dihasikkan komputer yang tersimpan dalam media penyimpan elektronii/magnetik atau hasil cetakan printer, dapat dikategori surat. Misalnya mengenai informasi debitor. Pihak Bank wajib melaporkan pemberian kredit dalam jumlah fertentu pada Bank Indonesia, termasuk informasi kelancaran pembayarannya. Apabila terdapat debitor n.acet, maka debitor ini akan sulit mendapatkan fasilitas dari bank lainnya. Namun kalau Bank melaporkan debitor macet menjadi lancar, pemyataan tancar ini akan mempermudah debitor memperoleh pinjaman dari Bank; padahal kondisi pinjaman sebelumnya telah macet, dan yang pada akhimnya akan menguntungkan pihak tertentu. 93 2. Upaya Pengaturan dan Antisipasi Penanggulangan Cybercrime a. Pendekatan Penal (Menggunakan Sistem Peradilan Pidana} ® Perusakan ~Ps, 406 Setiap perusakan barang seperti yang diatur Pasal 406 KUHP, jelas. dilakukan oleh manusia, hanya mungkin datam tal ini penggunaan sarana atau alatnya saja yang berbeda. Mesktpun perusakan Itu tidak gilakukan dengan kekuatan fisik secara langsung, namun melewati : vires komputer atau logic bomb; tetapi vias komputer/logic bord tidak . akan dapat merusak program atau database komputer tanpa ada ” otorisasi, perintah, maupun kemauan manusia yang membuatnya. ~ Kerusakan yang disebabkan oleh virus komputer atau fogic 27:5 tersebut memang tidak dapat dilifat secara kasat mata, karena yang rusak adalah data atau program (software) dan bukan fisik komputer/pirantinya (hardware). Namun akibatnya mungkin akan tebih merugikan si pemilik data (software) yang dirusak Karena datafsoftware yang rusak ity kemungkinan mempunyai nila} ekonomis yang lebih tinggi jika dibanding dengan nitai ekonomis hardware tempat penyimpanannya. Pengertian barang ditafsirkan meliputi computer software {dalam hal ini adalah data yang ada di dalamnya) dan program komputer. - Dilakukan dengan mengirimimenanam viius peda data yang terdapat pada komputer, melalui disket, intranet. - Memanfaatkan kelemahan sistem pengamanan data dan informasi yang terdapat dalam komputer pemilik. +) .Merumuskan sistem peradilan pidana yang tepat, mulai at kriminalisasi_ yang rasional sampai merumuskan elemen-elemen hukum acara yang kondusif; 94 2) 3) 4) 5) Sejauh mungkin dihindari kemungkinan terjadinya “overcriminalization”, Perumusan kriminalisas! harus dilakukan secara komprehensif hingga menggambarkan approximasi hukum pidana sebagai “safeguard” yang sesuai dengan standar antar bangsa; Dalam kriminalisasi haus diperhitungkan keselarasan antaca HAM dan Kewajiban Asasi; Perlu dikaji “corporate criminal responsibility’ dan peruasan yurisdiksi. b. Pendekatan Non-Penal (Prevention Without Punishment) 1) Perlu dirumuskan terlebih dahulu ‘Umbrella Act’ yang mengatur Cc. kebijakan tentang Komunikasi Massa, balk yang bersifat cetak, penyiaran maupun cyber, 2) Perlu dirumuskan secara profesional penyusunan Kode Etik, Code of Conduct and Code of Practice tentang penggunaan teknologi informasi; 3) Perlu kerjasama antar segala pihak yang terkalt termasuk kalangan industri untuk mengembangkan “preventive technology’ dalam menghadapl cybercrime. Kerjasama Internasional Mengingat sifat cybercrime yang transnasional, diperlukan kerjasama intemasional yang intensif, balk dalam penegakan hukum pidana (mutual assistance, ekstradisi, dan lainnya) maupun dalam bidang teknologi berupa jaringan informasi yang kuat untuk menghadapi cybercrime, pelatihan personil yang memadai, harmonisasi hukum dan penyebarivasan kesepakatan internasional. d. Rencana Aksi Nasional (National Plan of Action) Secara nasional perlu disusun suatu Rencana Aksi Nasional untuk Menanggulangi cybercrime, mengingat luasnya proses viktimisasi kejahatan tersebut dan sifatnya yang transnasional. OS 3. Kendala Penanganan Penentuan tempus dan focus celicti dalam cybercrime memang lebih sulit jika dibancing dengan penentuan tempus dan locus delict! bagi kejahatan fain, mengingat kejahatan ini biasanya tidak kasat mata dan: mempunyai sifat trans berder (tide dibatasi oleh ruangAvilayah negara). Namun penentuan focus dan fempus ini daiam sistem hukum pidana Indonesia mempunyai kedudukan sangat penting, karena Pasal 121 jo. 143 KUHP menekankan harus menyebutkan tempat dan wanw di dalam surat dakwaan, dengan ancaman dakwaan batal demi hukum. Umumnya tempat sesuatu tindak pidana adalah di tempat di mana tindak pidana itu telah dilakukan oleh petindaknya, dan pada ketika itu pula telah sempurna (volfocid) semua unsur-unsur tindak pidana tersebut. Akan tetapi secara secara kasuistis terhadap kasus cybercrime, untuk menentukan tempat adalah dengan mengikuti salah satu pola dari 4 macam ajaran, sebagai berikut: a. Ajaran tindakan badaniah, di mana untuk meneniukan tempat kejadian, pusat perhatian adalah pada tempat di mana pelaku ketika melakukan suatu ‘tindak picana, dan unsur-unsur tindak pidana, pada ketika itu sudah sempuma; b. Ajaran tempat bekerjanya alat, di mana tempat kejadian adalah di mana alat yang digunakan bekerja dan telah membuat sempuma {menimbulkan) suatu tindak pidana; c. Ajaran akibat dari tindakan, di mana tempat tindak pidana adalah i tempat terjadinya suatu akibat, yang merupakan genyempumaan dari tindak pidana yang telah terjadi; d. Ajaran berbagai tempat tindak pidana, di mana menurut aiaran ini tempat tindak pidana adalah gabungan dari ketiga-tiganya atau dua | di antara ajaran tersebut di ates. 96 Mengenai waktu tindak pidana, biasanya selalu bersesuaian dengan tempat tindak pidana. Artinya, di mana dan kapan unsur dari suatu tindak pidana telah sempuma, pada saat kesempumaan itulah waktu tindak pidana. Mengingat kejahatan ini bersifat trensborder (melampaul batas-batas negara), dalam kasus tertentu mungkin sulit menentukan kompetensi telatif, Karena selama ini upaya penyidikan dan penegakan = hukum biasanya dibatasi dalam wilayah teritorial negaranya sendiri (seperti dianut KUHAP pasal-pasal: 84, 85, dan 86 dalam arti lebih sempit). Terlebih ketentuan KUHAP berlaku untuk ketentuan materiel yang ada, padahal untuk cybercrime Indonesia belum memiliki perangkat hukum materielnya. Sebagai perbandingan, whe Computer Misuse Act (CMA) 1933 di Singapura, pemidanaan terhadap pelaku dilakukan tidak hanya untuk tindak pidana yang dilakukan terhadap komputer di Singapura dari dalam Singapura; melainkan juga dari luar Singapura dan yang dilakukan terhadap komputer dl luar negeri. Polis! bahkan diizinkan untuk menahan tanpa surat perintah penahanan terhadan tersangka yang diduga kuat melakukan tindak pidana berdasarkan CMA 1933. Struktur terbuka Computer Network System (terutama yang jaringannya intemasional), sangat memberi peluang para users memilih tingkungan hukum (negara) yang belum mengkriminalisasi cybercrime. Terjadinya data havens (negara tempat berindung/ singgahnya data, yaitu negara yang tidak memprioritas pencegahan penyalahgunaan jaringan komputer) dapat menghatangi usaha negara tain untuk memberantas kejahatan tersebut. Q7 Indonesia saat ini belum memiliki regulasi pencegahan penyalahgunaan jatingan komputer, berpeluang besar menjadi dafa havens hingga mempersulit negara lain yang sudah mempunyai reguiasi untuk memberantasnya. Contohaya yaitu negara tetangga Singapura dan Malaysia. Tidak adanya regulasi yang jelas sangal merugikan posisi Indoviesia di dunia Intemasional. Juga bila ada tindak pidana yang ditujukan atau memakal komputer Indonesia, belum ada tindakan dapat dilakuken aparat penegak hukum guna menyidik, menuntut/memproses perkeranya di pengadilan. Beberapa tipologi khusus yang menjadi tantangan baru dan harus dihadapi aparat penegak hukum dalam menghadapi cybercrime: 1) Internet dan sistem komputer tainnya tidak dibatasi oleh batas negara atau intemasional. Jika intemei memang tanpa batas, maka penegaken hukum harus menghormati kedavlatan negara lain. Keberhasilan pemberantasan cybercrime sangat tergantung pada adanya kerjasama dengan lembaga penegak hukum negara tain. Namun, perbedaan sistem hukum dan prosedur hukum acara antar negara satu dengan lain, menjadi kendala usaha tersebut; 2} Meningkatnya anonimitas (segala sesuatu tanpa nama) yang _ dimungkinkan terjadi di intemet. Penjahat cyber yang kurang berpengalaman mungkin akan meninggatkan jejak elektronik, tetapi banyak penjahat berpengalaman mengetahui bagaimana menghapus jejek di cyberspace. Dengan begitu banyak software tidak Gikenal, akan sulit atau mustahil untuk melacak para penjahat cyber 3) Identifkasi dan pencarian lokasi penjahat komputer sangat sult. Pelacakan: jejak komunikasi butuh kerjesama antara perusahaart telekomunikasi nasional dengan perusahaen telekomunikasi asing 629 jembaga penegak hukum. 98 ! Kendala yang dihadapi dalam penanganan kasus cybercrime: 1) 2) Perangkat fhukum yang belum memadat Undang-undang atau perangkat hukum posiltif adalah instrumen terakhir dalam menentukan berhasil tidaknya penyidikan, karena penerapan unsur delik yang salah akan mementahkan penyidikan yang dilakukan. Walaupun penyidiknya mampu, atau dapat memahami profil dan budaya, maupun teknik-teknik atau modus operandi pata hacker/phreaker, serta juga sudah didukung oleh laboratorium yang canggih sekalipun. Namun fakta yang ada menunjukkan bahwa hukum selalu ketinggalan jika dibanding kemajuan teknologi; Hasil penelitian di Kalimantan Barat menunjukkan, sampai saat ini penyidik POLRI masih menganggap lemahnya peraturan perundang- undangan yang dapat diterapkan sebagai dasar hukum mengajukan seseorang sebagai pelaku tindak pidana cybercrime, sedang penggunaan pasal-pasal yang terdapat di dalam KUHP seringkali masih cukup meragukar bagi penyidik. Kemampuan penyidik Secara umum penguasaan operasional komputer dan pemahaman terhadap hacking komputer serta kemanipuan melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus tersebut dari para penyidik POLRI masih sangat minim. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut, namun dari beberapa faktor ada yang sangai berpengaruh (determinan), yaitu: a) Kurangnya pengetahuan tentang komputer dan sebagian besar dari mereka belum menggunakan intemet atau menjadi langganan pada salah satu ISP (/Intemet Service Provider}; b) Pengetahuan dan pengalaman para penyidik dalam menangani kasus cybercrime masih terbatas. Mereka belum mampu memahami teknik hacking, modus-modus operandi para hacker dan profil-profilnya; 99 3) c} Saksi korban kasus cybercrime seringkali berlempat tinggal di luar negeri, sehingga penyidik mengalami kesulitan (baik dari segi prosedural maupun biaya operasional) untuk melakukan pemeriksaan dan mémbuat berita ecara pemeriksaan saksi korban; d) Masih banyak yang tidak menyadari kateu ia menjad! korban cybercrime, dan kalaupun disadari umumnya mereka malu mengakuinya karena akan berakibat pencemaran nama baiknya, bahkan ada juga yang tidak tahu harus melapor kepada siapa karena sulit membuktikan bafiwa ia adalah korban cybercrime. Alat bukti Persoalan alat bukti yang dihadapi di dalam penyidikan terhadap cybercrime antara lain berkaitan dengan karakteristik cybercrime itu sendiri, yaitu: a) sasaran atau media cybercrime adalah data dan/atau sistem komputer atau sistem intemet yang sifainya mudah diubah, dihapus, atau disembunyikan oleh pelakunya. Ada kemungkinan data atau sistem ity sudah berubah, hilang, ateu tersembunyi pada saat proses penuntutan dan pembuktian di depan persidangan, Oleh karena itu, data atau sistem komputer atau internet yang berhubungan dengan kejahatan, atau pada saat terjadinya kejahatan tersebut harus direkam sebagai bukti dari kejahatan yang ielah dilekukan, “Di mana kedudukan media alat perekain (recorder) sebagai alat bukti di dalam KUHAP” Kedudukan recorder sebagai alat bukti petunjuk tidak dapat diterima menurut KUHAP, sebab berdasarken Pasal 188 ayal (2) KUHAP dinyatakan bahwa petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa.. bj Kedudukan saksi korban di dalam cybercrime sangat penting, sebab cybercrime sering dilakukan hampir-hampir tidak ada saksi. Di sisi lain, saksi korban sering berada di luar negen, ningga menyulitkan penyidik dalam melakukan pemeriksaan saksi dan pemberkasan hasil penyidikan, Pihak penuntut umum juga tidak mau menerima berkas perkara yang tidak ditengkePt Berita Acara Pemeriksaan Saksi, khusus- nya yang berasal dati saksi korban. Juga harus ditengkapi Berita Acara Penyumpanen 100 4) Saks! karena kemungkinan besar saksi tidak dapat dihadirkan di persidangan mengingat jauh tempat kediamannya. Fasilitas komputer forensik Untuk membuktikan Jelak-jejak para hacker, cracker, dan phreacker dalam melakukan aksinya, terutama yang berhubungan dengan program-program dan data-data komputer; sarana POLR! belum memadai karena belum ada komputer forensik. Fasilitas ini sangat diperlukan untuk mengurgkap data-data digital, serta merekam dan menyimpan bukti-nbukti berupa soft copy (image, program, dan sebagainya). Dalam hat ini POLRI masih belum mempunyai fasilitas forensic computing yang memadai. 4, Saran Responden Mengingat beberapa tipologi khusus yang ditemukan di dalam cybercrime serta kendala dalam penanganan kasus cybercrime, perlu kiranya untuk segera merampungkan undang-undang khusus mengenai pengaturan cyberspace (atau yang disebut dengan istitah cyberlaw), sebagaimana telah dipersiapkan pemerintah dengan ama Rancangan Undang-undang tentang informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE), antara lain secara khusus mengatur beberapa bentuk cyber crime dan pengakuan alat rekam elektronik sebagai a.at bukti yang sah. KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana yang diperqunakan di Indonesia saat ini berasal dari Wetboek van Sirafrecht yang diberlakukan dengan Koninkiijke Bes/uit dan mulai berlaku tanggal 1 Januari 1918 atas inisiatif idenburg (Minister van Kolonien), yang dengan ketentuan Pasal Ii Aturan Peralihan UUD 1945 masih tetap digunakan setelah Indonesia merdeka; hingga asas-asas, pengaturan- 101 pengaturan tindak pidana serta pengertian-pengertiannya juga sudah: ketinggalan zaman dan dirasa sudah kurang mampu mengejar ketertinggalan dengan teknologl Informasi-yang berkembang dengan cepat dan pesat; Hasil Kongres. PBB VIIl/i990 telah mengeluarkan Resolusi Mengenai: “computer related crime” yang saiah satu isinya, menghimbau negara- negara anggota PBB untuk melakukan modemisasi hukum pidana materiel dan hukum acara pidana, guna‘mengimbangi cybercrime atau kejahatan komputer. Resolusi Kongres PBB juga menitikberatkan, penanggulangan kejahatan tidak hanya dilakukan melalui kebijakan ‘penaf (hukum pidana materie! maupun formil), tetapi juga harus Gitempuh kebijakan ‘non pena? dengan upaya mengembangkan pengamanan/perlindungan komputer dan tindakan pencegahan . (computer security and prevention measures). ini berarti Kongres PBB menyadari cybercrime yang terkait erat dengan kemajuan teknologi, tidak dapat semata-mata’ditanggulangi dengan pendekatan yuridis; melainkan juga dengan pendekatan teknologi. indonesia sendiri sudah berusaha mengantisipasi cybercrime (dalam arti sempit) dalam penyusunan konsep RUU KUHP. Kebijakan . sementara yang ditempuh dalam RUU KUHP konsep tahun 2000, | adalah sebagai berikut: a. Pengertian ‘parang’ (Pasai 174), yang di dalamnya termasuk , benda tidak berwujud berupa data dan program komputer, ja54 - tetepon/telekomunikasifjasa komputer, b. Pengertian ‘anak kunci’ (Pasai 178), yang di dalamnya termasuk kode rahasia, kunci masuk komputer, katu magnetik, signal yang _ telah diprogram untuk membuka sesuatu; 102 ¢c. Pengertian ‘surat’ (Pasal 188), termasuk data tertulis Aersimpan dalam disket, pita magnetik, media penyimpan komputer atau penyimpan data elektronik lainnya; d, Pengertian 'ruang' (Pasal 189), termasuk bentangan atau terminal komputer yang dapat diakses dengan cara tertentu; @. Pengertian ‘masuk' (Pasal 190), termasuk mengakses komputer atau masuk ke dalam sistem komputer; f. Pengertian ‘jaringan telepon' (Pasal 191), termasuk jaringan komputer atau sistem komunikasi komputer, Mengingat sifat khas dan tersendiri dari cybercrime, Pemerintah peru mengantisipasinya secara komprehencif dengan mengeluarkan suatu umbrella act berupa cyberlaw yang dapat menaungi beberapa ketentuan antara fain mengenai pengaturan mengenal cybercrime, pengaturan mengenai kode ettk, code of conduct, dan code of practice tentang penggunaan teknologi Informatika, sera pengaturan mengenai komunikasi massa (mass communication) yang meliputi media cetak (print media), media penyiaran (broadcasting media), maupun media telekomunikasi/intemet (cyber media). Dengan adanya umbrella act mengenai cyberlaw serta undang- undang mengenai cybercrime, maka indonesia dapat dikategorikan sebagai negara yang sudah mengkriminalisasi cybercrime. Dengan ini maka Indonesia tidak lagi menjadi negara data havens (negara tempat berlindung atau singgahnya data, yaitu negara yang tidak memprioritaskan pencegahan penyalahgunaan jaringan komputer), sehingga dapat menghalangi atau membatas! pergaulan Indonesia di dunia Internasional. D. Jawa Barat Responden yang berhasil diwawancarai berjumlah 20 orang, dengan perincian sebagai berikut: § responden Jaksa {2 dari Kejatl Jawa Sarai, 2 dari Kejari Bandung, 2 dari Kejari Bale Bandung) responden Hakim (2 dari PN Bandung, 2 dari PN Bale Bandung) 2 responden Polisi (Polda Jawa Barat) 2 responden Pejabat Bank (BNI ‘46 Cab. Bandung) responden Pengacara (2 dari Bandung, 2 dari Bale Bandung) 2 responden Dosen (FH UNPAD). Perbuatan Pidana Dalam Cyberspace - Responden berpendapat, sebelum adanya undang-undang khusus yang mengatur cybercrime, melalui penafsiran exstensif maka pasal KUHP dapat duterapkan dalam penanggulangan cybercrime. Pasal-pasal dimaksud adalah: @ Pasal 362 KUHP (pencurian) a. Pasal 362 KUHP dapat diterapkan terhadap cybercrime: - datalarsip dan informasi-elektronik baik yang tersimpan dalam hardware maupun software (diskette atau floppy disc) sebagian maupun seluruknya mempunyai hak kepemilikan balk perorangan. atau lembaga (legal indentity) yang cilindungi hukum atas dasar inventory atau lisensi, seperti kepemilikan atas domein website; - ada suatu perbuatan permulaan dengan sengaja (nial) dan melawan hukum (merugikan orang lain), mengambil data/arsip dan informasi elektronik, yang dilakukan dengan memasuki, menyusup dan menjelajah wilayah/sistem komputer orang {ain secara tidak sah; 104 = pengertian dan konsep ‘barang’ pada kenyataannya dapat berbentuk materi (fisk) maupun non-materiit (nonfisik), sehingga ada perluasan pengertlan tentang barang dari yang berwujud/materi menjadi nonfisik dan visual (seperti: data, ' informasi, program, dan sebagainya); yang sama sekali tidak Mengubah sensi objek, -namun sebatas memperluas pengertian/konsep media/objek yang ada; + esensi dari Pasal 362 KUHP adalah mengambil tanpa ada hak yang sah, dan untuk dimiliki secara melawan hukum atas suatu barang (fisik dan nonfisik). b. Pencurian data atau informasi nomor kartu kredit pada saat penggunaan/penggesekan kartu kredit di merchant place (toko/super market, dan sebagainya), atau transaksi melalui intemet; sehingga pihak lain dapat menggunakan/mengakses dan melakukan mutasi atas nomor kartu kredit tersebut. @ = Pasal 372 KUHP (cenggelapan) a. penerapan Pasal 372 KUHP tersebut terhadap cybercrime sesuai putusan MA No. 363 K/Pid/1984 tanggal 25 Juni 1984 adalah atas dasar alasan dan pertimbangan: - data/arsip dan informasi elektronik yang tersaji dalam hardware maupun software (dikette atau floppy disc) - sebagian atau seluruhnya mempunyai hak kepemilikan baik perorangan maupun lembaga (legal identity) yang dilindungi oleh hukum; seperti kepemilikan atas domein atau website: ~ adanya suatu perbuatan permulaan, baik dilakukan dngan sengaja atau lalaikealpaan (niat), dan melawan hukum (merugikan’ orang lain), di mana dalam perbuatan melalui komputer untuk memperoleh, menerima atau mendapatkan yang dan/atau data atau arsip atau informasi elektronik; - dilaksanakan atau dilakukan bukan karena kejahatan, dalam arti bahwa pelaksanaan perbuatan penggelapan diakibatkan karena kesalahan atau kerusakan yang terjadi pada sistem komputer yang dimiliki pihak lain; - pengerian dan konsep ‘barang’ pada kenyataannya dapat =. berbentuk materiil dan non-materiil (nonfisik) sehingga adanya = perluasan pengertian ‘barang’ dari berwujud/materiil menjadi nonfisik dan visual, yang sama sekali tidak mengubah esnsiobjek melainkan sebatas memperluas pengertian atau konsep media . atau odjek yang ada. b. pemilik/osngguna katu ATM yang melakuken mutasi atau transaksi : atas adanya kerusakan/kesalahan sistem komputer, sehingga mengakivatkan posisi saldo debet. @ Pasal 283 KUHP {pematsuan surat) a. sejalan perkembangan teknologi komputer, suatu perjanjian atau perbuatan hukum yang secara konvensional dituangkan dalam bentuk surat, dapat pula dituangkan dalam suatu data atau arsip elektronix melalui hardware atau software (diskette atau floppy disc). Sehingga bentuk surat mengalami perubahan tidek lagi tertuang di alas ketas (paper base} tetapi dalam bentuk digital base (data atau arsip atau informasi eiektronik). Data/arsipfinformasi elektronik ini dapat dipersamakan dengan surat, sepanjang memenuhi persyaratan: - dibuat ol¢h yang benwenang (otorisasi); - dihasilkan dari sistem jaringan komputer yang secure dan, trustworthy, - cisertifikasi oleh badan yang berwenang; = terjamin keakusatan-dan keasliannya; - memenuhi syarat fermil dan materiil; - tidak disangkal dnganbukti lain. 106 b. pemalsuan digital signature Pejabat suatu perusahaan oleh pihak lain dengan cara mengakses atau menyusup sistem komputer perusahaan; ¢. kasus cybercrime yang terjadi di Jawa Barat Sehubungan dengan penerapan Pasal 263 KUHP adalah kasus yang dilakukan oleh pegawai PT NUSEX, kasus posisinya : pelaku bekerja di PT NUSEX yang Mengurus barang-barang hasil carding teman-temannya; pelaku telah melakukan belanja dengan cara carding (cara memesan barang lewat intemef) dan pembayaran menggunakan kartu kredit orang tain, tanpa seizin pemilik kartu kredit, dengan membuat identitas palsu atau fiktif; sekitar bulan April 2003 sampai denga akhir tahun 2003, memesan barang dari salah satu toko di Amerika dengan melakukan chatting (komunikasi secara tertulis melalui media internef) dengan membuka situs MIRC; setelah konek (terhubung) masuk ke channel ada pilihan, Indocorder Corder atau dogya Carding; setelah Konek dan ditunggu selama satu atau dua jam, masuk nomor-nomor kartu kregit dan masuk situs Amazon.Com Ebay.Com, langsung menjadi anggota; dan pelaku melakukan_ transaksi barang yang diinginkan dengan negosiasi salah satu toko di Amerika: iika pemilik toko menyetujui pembelian dengan pembayarar kartu kredit, barang dikirim ke indonesia melalui Singapura; pelaku mendapat nomor pengiriman barang dengan memberi alamat pengirim, memakai identitas palsu atas nama Jhonny Wong alamat Singapura; barang dikirim ke indonesia dengan identitas palsu Andy Fong yang beralamat di Bandung; identitas palsu atau fiktif diambil pelaku dari internet, dengan Mmenggunakan program Photo Skop; 107 - kemudian pelaku dapat mengambil barang kiriman dari Amerika melalui Ekspedisi Fedex di Singapura, dan di Indonesia diterima di PT Antar Benua Sukses Mandir; - karena pelaku bekerja di salah satu ekspedisi di PT. Nusex dan dapat diterima langsung oleh terdakwa; namun perbuatan terdakwa diketahui cleh pihak berwajib. Terhadap perbuatan terdakwa, Jaksa Penuntut Umum mendakwa dengan dakwaan berlapis, sebagal berikut: Dakwaan kesatu : Primair : Pasal 263 ayat {1} KUHP Subsidair: Pasal 263 ayat (2) KUHP Dakwaan kedua : Pasal 362 jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1¢ KUHP. Pada persidangan, pelaku hanya dapat dibuktikan melanggar Pasal 263 ayat (2) KUHP, dengan alat bukti keterangan saksi dati Ekspedisi, keterangan ahli, barang bukti, dan fote copy KTP yang dipalsu dan telah dipergunakan terdakwa. pada waktu. mengambil parang hasil chatting. Pasal 362 KUHP sulit membuktikannya, karena tidak ada saksi yang mendukung perbuatan pokok yang dilakukan terdakwa (pencurian). Saksi pemilik kartu kredit dan pemilik barang tidak dapat diperiksa penyidik, karena nomor kartu kredit dan nama pemitik tidak diketahul, sehingga: tidak dapat diperiksa sebagai saksi. Perbuatan pokok yang dilakukan pelaku yaitu pencurian, di persidangan hanya berdasar keterangan dalam BAP dan pengekvan terdakwa; tidak didukung alat bukti lain dan alat media elektronik komputer yane 108 digunakan pelaku, tidak ada memoridisket atau nomor kartu kredit untuk alat pembayaran pemesanan barang. @ = Pasal 378 KUHP (peripuan) a, - bahwa pola penyerahan atau pemberian sesuatu secara konvensional, adalah melalui penyerahan atau pemberiar, barang sesuatu secaré fisik (materiil) antar person fo person, Sementara dalam cybercrime bentuk dan pola penyerahan atau petrberian sesuatu dilakukan melalui sarana, antara lain: transfer atau transaksi uang secara elektronik; penyerahan sesuatu, pemberian hutang atau menghapus hutang yng dilakukan secara manual, bergeser dan mengalanii perluasan modus operandi, —_ melalui penggunaan sarana komputer digital (antara lain melalui transfer) * dengan demiklan Pasal 378 KUHP dapat diterapkan untuk perbuatan memberi hutang dan menghapus piuutang melalui sarana transfer, karena unsur-unsur perbuatan yang mengalami pergeseran can perluasan adalah media/sarana yang digunakan dalam modus operandi delik bersangkutan. b. Penggunaan sarana transfer uang melalui ATM, balk dalam lingkup satu bank maupun antar bank. @ Pasal 310 ayat (2) KUHP (pencemaran nama baik) - Pasal 310 ayat (2) KUHP dapat diterapkan terhadap perbuatan menista dengan tulisan, terutama melalui media intemet. @ Pasal 282 ayat (1) dan (2) KUHP (pomografi) ~ Pasal ini dapat diterapkan pada penyiaran atau mempertontonkan suatu tulisan/gambar yang melanggar perasaan kesopanan. 109 @ Pasal 406 ayat (1} KUHP (pengrusakan) @. pengertian yang dapat dikemukakan dari rumusan Pasal 406 ayat (7) KUHP atas kejahatan ayng menggunakan komputer ialah: - tindakan menghancurkan pada kesus penyaleh gunaan xomputer adalah, suatu perbuatan menghancurkan disket dan sejenis, yang berisi data atau program dan informasi dalam. komputer, mengakibatkan disket dan sejenisnya beserta data atau program atau informasi di dalamnya menjadi hancur dan; tidak dapat dimanfaatkan lagi; 1 - findakan merusak pada kasus penyalahgunaan komputer adalah, suatu perbuatan merusak disket dan media penyimpan lainnya, contohnya menghapus, mengacak data atau program; - dimaksud dengan membuat tidak dapat dipakai lagi pada kasus penyalahgunaan komputer adalah, suatu perouatan yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga data atau program komputer yang seharusnya dapat dimanfaatkan sesual fungsinya, Data atau program tersebut tidak dapat digunakan atau dimanfaatkan karena telah dihapus, dirusek, ataupun dikacaukan. - Dimaksud dengan menghitangkan pada kasus penyalahgunaat komputer adalah, suatu perbuatan menghilangkan atau | menghapus data atau program yang tersimpan dalam disket atau media penyimpan sejenisnya, sehingga mengakibatkan semua data atau informs! yang disimpan menjadi hapus samé sekali. j Dari pengertian di muka, terdapat penyesuaian antara pengertian ! pengrusakan ‘parang’ dengan pengrusakan ‘data dan informas! komputer, melalui virus atau fogic bomb, sesuai dengan ketentuan dalam Pasai 406 KUHP. Hl 110 b. Hacking komputer yang ditujukan kepada sistem komputer, dengan tahapan antara lain: - — mencari sistem komputer yang hendak dimasukl, = menyusup dan menyadap password; - — menjelajahi sistem komputer, = membuat backdoor dan menghilangkan jejak. Upaya Pengaturan dan Antisipasi Penanggulangan Cybercrime Menurut responden, suatu kejahatan menggunakan komputer (cybercrime), maka bukti yang mengarah pada suatu peristiwa pidana adalah data-data elektronik, baik-yang di dalamy komputer (harddisk atau floppy disc) atau hasil print out atau dalam bentuk lain berupa jejak (oath) suatu aktivitas penggunaan komputer. Data teesebut dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses pengadilan, sepanjang data atau arsip elektronik yang dihasilkan oleh suatu sistem informasi telah dilegalisasi, dijamin/disertifikasi, oleh para profesional atau lembaga yang berwenang untuk itu. Menurut responden, sejalan dengan perkembangan teknologi, dalam suatu perjanjian atau suatu perbuatan hukum maka para pihak yang bertransaksi melalui komputer tidak harus bertemu langsung. Bukti terjadinya transaks! hanya di tandatangani secara elektronik (digital signature) atau telah dienkripsi (disandikan) atau dituangkan dalam suatu data atau arsip elektronik, melalui hardware atau software; yaitu melalui diskette atau floppy disc. Sehingga bentuk surat telah mengalami perubahan, tidak lagi di atas kertas (paper base) tetapi juga dalam bentuk digital base (data atau arsip atau program atau informasi efektronik). qin Komputer tidak mengubah esensi suatu Informasi (termasuk tulisan), peruibahan hanya pada medianya; yaitu hanya dilihat apakah informasi atau tulisan atau surat tersebut telah memenuhi persyaratan yang dimaksud pembuat undang-undang. Apabila dikaltkan dengan kekuatan pembuktian (Pasal 183 dan 184 KUHAP), sepanjang informasi atau tulisan atau surat tersebut diouat oleh pihak yang berwenang (otorisasi) dan dihasilkan oleh jaringan komputer yang secure dan trustworthy, seria tidak dapat dibuktikan tain; maka informasi yanq tersaji dalam bentuk digital memiliki kekuatan: pembuktian sama di pengadilan. Keppres Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, Bab Ill Pasal 12: dokumen perusahaan dapat dialinkan ke dalam bentuk elektronik yang tata cara pengalihannya diatur dalam PP Nomor 8 Tahun 1999. Dokumen yang dialinkan ke dalam bentuk media elektronik mempunyai kekuatan pembuktian yang otentik. Menurut responden, dunia maya (cyberspace) sebagai sualu perkembangan baru di dalam sejarah peradaban manusia, menyebabkan sulitnya dilakukan penegakan hukum sesuai dengan tata cara konvensional yang berlaku (criminal justice system). Karena cybercrime tidak mengenal batas-batas jeknologis, geografis dan bersifat transnasional; sehingga yang peru mendapat perhatian dan merupakan kendala dalam criminal justice system: 1) penentuan corpus delicti {objek atau perbuatan pidana} dati cybercnme, belum secara spesifix diatur, 2) karakteristik visual dan tidak terbatasnya ruang dan waktu datam melakukan aktivitas digital melalui komputer (penggunaan global network atau computer network system) menyebabkan semakin sulit melakukan pendekatan konvensional dalam melihat focus 112 3) delictf. Juga menyebabkan penerapan suatu ketentuan pidana menjadi lintas batas wilayah (tansjurisdiction dan/atau kompetensi), sehingga diperlukan suatu pendekatan atau paracigma dan pengaturan; dengan melihat karakteristlk cybercrime secara holistik, di samping bentuk kerja sama regional maupun intemasional antar negara dalam penanganan cybercrime, masalah hukum pembuktian terhadap digital evidence (data elektronik}, baik yang berada di dalam komputer itu sendiri (hardcisk atau floppy disc) atau merupakan hasil print out atau dalam bentuk lain berupa jejak (path) dari'suatu aktivitas penggunaan komputer, - Kurangnya sumber daya manusia yang profesional dalam menangani cybercrime serta sarana dan prasarana. - Kebutuhan cyberlaw di Indonesia menurut responden, bukan hanya karena tuntutan bentuk dan tingkat kejahatan melalui komputer yang semakin kompleks, tinggi dan meiuas atau mendeskripsi cybercrime; namun dalam rangka membentuk konsep dan kontribusi hukum mengenai apa yang perlu diatur (dibuat, diamandemen atau dihapus) serta pola pengaturan kerangka kebijakan penanggulangan kejahatan teknologi, - Cyberlaw secara teknis dapat ditakukan dengan membuat peraturan secara Khusus atau amandemen atau perubahan tethadap KUHP. Aturan-aturan baru di bidang hukum pidana sebagai pengganti KUHP untuk menyelesaikan permasalahan cybercrime, sebaiknya mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. unsur-unsur pidananya harus jelas dan dikhususkan bagi kejahatan-kejahatan yang —berhubungan = dengan cyberspace; 2, apakah data dalam bentuk diskette atau floppy atau compact atau dalam bentuk lainnya yang berfungsi 113 sebagai penyimpan data, dapat digunakan sebagai alat ©. bukti dalam proses pengaditan pidana, 3. pengaturan mengenai masalah sanksi pidana harus = ditelaah lebih lanjut mengingat kejahatan ini dilakukan oleh : crang-crang yang berpendidikanfintelektual (well educated ~ person), waktu dan wilayah yang ditimbulkan sangat besar *- dan luas. Pengaturan cybercrime dalam KUHP adalah aturan yang sifatnya umum, berfungsi sebagai payung dari aturan lainnya. Sedang pengaturan cybercrime dalam undang-undang khusus adalah yang sifatnya karakteristik, cepat berkembang, sehingga memudahkan dalam penyempumaannya atau dalam metakukan amandemen. Dari segi teknis, yang periu dilakuxan guna mengantisipas! tefjadi cybercrime adalah membuat pertahanan kuat, sehingga komputer tidak dapat ditembus virus, hacking, logic bomb, den lainnya. Titik fokus cybercrime adalah individu atau pelaku tindak pidana yang memberi perintah dan menjalankan komputer untuk tujuan melanggar atau melawan hak orang lain, sehingga menimbulkan kerugian bagi orang lain, komputer itu hanyalah “nstrumen.’ _ Kendala Penanganan Sulitnya penanganan cybercrime terutama dalam menghadirkan korban cybercrime atau saksi atas kejahatan tersebut, khususnya bila korban berada di negara yang betbeda dengan pelaku; Tidak Jelasnya penentuan fempus dan locus delict, karena melibatkan dunia maya (cyberspace) Terbatasnya pengetahuan aparat mengenai cybercrime dibanding dengan pintarmya pelaku dan canggihnya aiat yang dipergunakan, menyulitkan penanganan kasus (akan didakwe/dituntut dengan pasal/undang-undang apa, bagaimana dengan pembuktian dan alat buktinya, dan sebagainya); Terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki aparat untuk dapat membuktikan atau membongkar suatu kejahatan dunia maya; Belum adanya undang-undang khusus mengenal cybercrime yang dapat menjaring perbuatan melawan hukum pelaku; Karena cybercrime kerap melibatkan negara lain, berlaku hukum transnasional, sehingga menyulitkan yusisdiksi negara maupun kompetensi relatif dari pengadilan; Saran Responden Selama aturan hukum yang mengatur mengenai cybercrime belum terbentuk, maka Majelis Hakim menentukan hukum yang diberlakukan dengan menggunakan hukum yang ada saat ini, dan relevan dengan cybercrime (judge made law); 115 - Dalam menentukan apakah diskette, floppy disk sebagai alat bukti yang sah atau tidak, agar dilihat kembali ketentuan mengenai alat bukti yang san sedagaimana ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP; - Sepanjang fidak menghambat penegakan hukum pidana, undang- undang tentang cybercrime peru, tetapi jangan ditunggu kelahirannya, kafena KUHP masih dapat diterapkan; - Peru segera dibuat undang-undang khusus tentang cybercrime; j - Peru peningkatan SDM serta sarana dan praserana; - Peru dilakukan sosialisasi tentang cybercrime khususnya bagi pengguna komputer, - Perlu teknik pertahanan komputer yang lebih canggif guia menangkal masuknya virus, fogic bomb, hacking, dan sebagainya; - Dalam penanganan cybercrime perlu koordinasi antara aperat penegak hukum terutama dalam penetapan locus detict/ dan alat bukti. Lampung Responden yang berhdsil diwawancarai berjumlah 20 orang, dengan perincian sebagai berikut: = 6 responden Jaksa (2 dari Kejati Lampung, 2 dari Kejari Bandar Lampung, 2 dati Kejari Metro) = 4responden Hakim (2 dari PN Bandar Lampung, 2 dari PN Metro) + 2responden Polisi (Polda Lampung) - 2 responden Pejabat Bank (BI Cab, Bandar Lampung) - 4responden Pengacare (2 dari Bandar Lampung, 2 dari Metro) 116 ‘ 2 responden Dosen (FH UNILA). 1, Perbuatan Pidana Dalam Cyberspace Seluruh responden sepakat bahwa terhadap perbuatan cybercrime yang dilakukan dengan menggunakan komputer sebagal sarananya, dapat diterapkan pasal-pasal tertentu sebagaimana tercantum dalam KUHP seperti pasal-pasal mengenai: pencurian, penipuan, penggelapan, Bengrusake, pemalsuan, dan lainnya. Karena data dan informasi dalam komputer birsifat dapat dipindahkan; diproduksi maupun direproduksi, serta dapat dinilai secara ekonomi; hal ini sejalan dengan pengertian konsep “barang” di dalam KUHP yang sudah mengalami perkembangan. Modus operandi ditakukan dengan cara : a. Seseorany melakukan suatu akses secara tidak sah ke dalam sistem trensaksi suatu bank kemudian melakukan pemindahan sejumiah dana rekening milik orang lain ke dalam rekeningnya. Delik ini sudah sempurna apabila yang bersangkutan sudah menggunakan dana tersebut, bai secafa cash atau melakukan transaksi melalui komputer (E-Commerce). Atau dana yang sudah pindah ke rekening seseorang sudah di volsoise, tidak perlu dibelanjakan atau dipergunakan. Terhadap perbuatan seperti ini, dapat diterapkan Pasal 362 KUHP. b. Seorang pegawai bank di bagian data dan informasi yang Mmempunyai kewenangan untuk mengakses mengganti data-data laporan bulanan, sehingga data yang semula ada saldo minus. Oleh yang bersangkutan, data tersebut dirubah menjadi saldo negatif, di mana hal itu dilakukan agar performance kerjanya dinllai bagus oleh atasannya; tetapi akibathya dapat merugikan neraca keuangan bank tersebut: Terhadap kasus ini dapat diterapkan Pasal 372 KUHP yaitu kasus penggelapan data dan informasi melalui 117

You might also like