You are on page 1of 20

Staphylococcus aureus

Di susun oleh :
Dinar Aghnia N. (P27834113028)
Rista Asyfaur (P27834113046)
Suci Izzati Nafsi S. (P27834113048)
Rahmad Hidayat (P27834113050)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
SURABAYA
PROGRAM STUDI D4 ANALIS KESEHATAN
2014 / 2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Staphylococcus merupakan penyebab penting penyakit pada manusia. Dalam keadaan
normal terdapat di saluran pernafasan atas, kulit, saluran cerna dan vagina. Staphylococcus dapat
dihembuskan dari saluran pernafasan atas pada waktu bersin, benda-benda mati, debu dinding
dan lantai ruangan dapat menjadi sumber penularan ke orang lain. Staphylococcus dapat
ditularkan melalui tangan pengidap yang bergejala. Pegawai di rumah sakit adalah yang terutama
paling mungkin menularkan cara ini. Orang yang sehat juga dapat menyebarkan Staphylococcus
ke kulit dan pakaiannya sendiri dengan cara bersin atau melalui tangan yang terkontaminasi.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang bersifat patogen. Infeksi yang disebabkan
oleh bakteri ini biasanya timbul dengan tanda tanda khas yaitu peradangan, nekrosis, dan
pembentukan abses. Staphylococcus aureus bertanggung

jawab atas 80% penyakit supuratif

dengan permukaan kulit sebagai habitat alaminya. Infeksi kulit dan luka terbuka seperti ulkus,
bekas terbakar, dan luka bekas operasi memperbesar kemungkinan terinfeksi bakteri dan
berakibat infeksi sistemik. Infeksi oleh bakteri menimbulkan peradangan disertai rasa sakit dan
terjadi supurasi sehingga perlu adanya suatu tindakan untuk mengeluarkan pus tersebut dan
membatasi pertumbuhan serta penyebaran bakteri.
Infeksi Staphylococcus aureus dapat sendi pada tingkat yang berat. Sendi prostetik
menempatkan seseorang pada risiko tertentu untuk arthritis septik, dan endokarditis
staphylococcal (infeksi pada katup jantung) dan pneumonia, yang dapat dengan cepat menyebar.

BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,71,2 m, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif
anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37
C, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 C). Koloni pada perbenihan
padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan
berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S. aureus yang mempunyai kapsul
polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri.
Taksonomi/ Klasifikasi
Divisi

: Procaryotae

Class

: Schizomycetes

Ordo

: Eubacteriales

Famili

: Micrococcaceae

Genus

: Staphylococcus

Spesies

: Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan spesies dari genus bakteri Staphylococcus, dan


termasuk dalam famili Micrococcaceae. Staphylococcus berasal dari kata Yunani yaitu Staphyle
yang berarti anggur dan coccus yang berarti bulat atau bola, sedangkan aureus berarti emas
seperti matahari. Staphylococcus aureus berarti bakteri yang berbentuk bulat atau bola yang
tersusun bergerombol menyerupai buah anggur dan menghasilkan pigmen yang berwarna kuning
emas. Staphylococcus bersifat Gram-positif, selnya berdiameter 0,8 1,0 mikron, tidak
berflagel, dan tidak berspora. Bakteri ini dapat tumbuh dengan atau tanpa bantuan oksigen.
Staphylococcus aureus dapat tumbuh pada suhu 15-450C dan dalam NaCl berkonsentrasi
15 %. Pembentukan pigmen akan sangat baik jika koloni tersebut tumbuh pada media Nutrien
Agar miring. Koloni yang masih sangat muda tidak berwarna.Staphylococcus aureus ini bersifat

hemolitik pada agar darah. Staphylococcus aureusmerupakan bakteri patogen pada kulit.
Infeksinya dapat menyebabkan kelainan pada kulit.
Struktur antigen
Bakteri Staphylococcus mengandung polisakarida dan protein yang bersifat antigenik.
Sebagian besar bahan ekstraselluler yang dihasilkan bakteri ini juga bersifat antigenik.
Polisakarida yang ditemukan pada jenis yang virulen adalah polisakarida A dan yang ditemukan
pada jenis yang tidak patogen adalah polisakarida B. Polisakarida A merupakan komponen
dinding sel yang dapat larut dalam asam triklorasetat. Antigen ini merupakan komponen
peptidoglikan yang dapat menghambat fagositosis. Bakteriofaga terutama menyerang bagian ini.
Antigen protein A berada di luar antigen polisakarida. Kedua antigen ini membentuk dinding sel
bakteri.
Struktur antigen dari Staphylococcus terdiri atas :
1) Peptidoglikan.

2) Protein A
3) Kapsul
4) Enzim dan Toksin-toksin yang ada pada Staphylococcus aureus
1. Peptidoglikan
Peptidoglikan (murein) adalah polisakarida yang terdiri dari dua gula turunan yaitu
asam-N-asetil glukosamin serta asam-N-asetil muramat yang dihubungkan ikatan -1,4, dan
sebuah rantai peptida pendek yang contohnya terdiri dari asam amino l-alanin, d-alanin, dasam glutamat, dan baik l-lisin atau asam diaminopimelik (DAP)-asam amino langka yang
hanya ditemukan pada dinding sel prokariot. Peptidoglikan adalah komponen utama dinding
sel bakteri yang bersifat kaku dan bertanggungjawab untuk menjaga integritas sel serta
menentukan bentuknya. Struktur dasar peptidoglikan adalah sebuah selubung yang
menyelimuti sel yang tersusun dari utas-utas peptidoglikan yang berdampingan satu sama lain
dan dihubungkan dengan ikatan silang tetrapeptida yang terbuat dari asam amino.
Peptidoglikan hanya ditemukan pada spesies bakteri, contohnya Staphylococcus
aureus, namun tidak semua bakteri memiliki DAP pada peptidoglikannya. Peptidoglikan
ditemukan baik pada bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif, tetapi dengan struktur
yang sedikit berbeda. Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tersusun dari lapisan
peptidoglikan yang lebih tebal, sedangkan bakteri gram negatif memiliki lapisan

peptidoglikan yang lebih tipis dan mempunyai struktur lipopolisakarida yang tebal. Metode
yang digunakan untuk membedakan kedua jenis kelompok bakteri ini dikembangkan oleh
ilmuwan Denmark, Hans Christian Gram pada tahun 1884. Terdapat lebih dari 100 jenis
peptidoglikan yang berbeda yang telah diketahui.
2. Protein A
Letak protein A ada pada dinding sel S. aureus dan dapat mengganggu sistem imun
inang dengan mengikat antibodi immunoglobin G .
3. Kapsul
Kapsul melindungi bakteria dengan cara mencegah fagositosis bakteri terhadap
leukosit polimorfonuklear (PMN). Mikrokapsul polisakarida pada beberapa strain
Staphylococcus aureus berperan sebagai antifagosit (Carter dan Wise, 2004). Kapsul
merupakan lapisan terluar dinding sel Staphylococcus aureus yang diselubungi oleh kapsula
polisakarida. Sebelas serotype kapsular Staphylococcus aureus diidentifikasi Staphylococcus
auerus, dengan serotype 5 dan 8 yang mayoritas sebagai penyebab infeksi.
Kapsul Staphylococcus aureus berfungsi mencegah fagosit berinteraksi dengan
determinan subkapsular bakteri, sehingga tidak terjadi penelana oleh fagosit. Kapsul juga
tidak mengikat komplemen, akibatnya komplemen tidak dapat berinteraksi dengan reseptor C3 pada fagosit .
Polisakarida pada Staphylococcus aureus biasa disebut dengan mikrokapsul karena
hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop electron, tidak seperti kapsul bakteri
pada umumnya yang dapat dilihat dengan mikroskop cahaya. Strain Staphylococcus aureus
yang diisolasi dari kasus infeksi menunjukkan peningkatan ekspresi polisakarida tetapi secara
cepat akan kehilangan kemampuan antigenesitasnya bila dikultur
4. Enzim dan Toksin-toksin
Staphylococcus aureus dapat menimbulkan penyakit

melalui

kemampuan

berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat
ekstraseluler.beberapa zat ini adalah enzim.sedangkan yang lain di duga toksin,meskipun
berfungsi sebagai enzim kebanyakan toksin berada di bawah pengendalian genetik plasmid
atau DNA yang berbentuk cekuler yang terdapat dalam kromosom.
Hemolisa :Staphylococcus aureus dapat di bedakan menjadi 3 hemolisa yang di sebut
alfa,beta dan gama.Semua hemolisa ini antigennya berbeda. Hemolisa alfa dapat
menyebabkan hemolisis sel darah merah kelinci dan domba dengan cepat,hemolisa alfa di
sebabkan oleh jenis koagulase positif dan penting pada patogenesis infeksi pada manusia.
- Koagulase

Staphylococcus aureus menghasilkan koagulase suatu protein yang mirip enzim


yang dapat menggumpalkan plasma yang telah di beri oksalat atau sitrat dengan bantuan
suatu faktor yang terdapat pada banyak serum. Faktor serum bereaksi dengan koagulase
untuk menghasilkan enterase dan menyebabkan aktivitas pembekuan. Koagulase dapat
mengendapakan fibrin pada permukaan Staphylococcus. Staphylococcus aureus
membentuk koagulase positif di anggap mempunyai potensi menjadi patogen invasive.
- Katalase
Staphylococcus menghasilkan katalase yang mengubah hydrogen peroksida
(H2O2) menjadi air dan oksigen.tes katalase membedakan Staphylococcus positif dari
Streptococcus yang negatif.

Metabolit nontoksin bakteri Staphylococcus aureus


1. Antigen Permukaan
Antigen ini berfungsi untuk mencegah reaksi serangan faga, mencegah reaksi koagulase dan
mencegah fagositosis.
2. Koagulase
Enzim ini dapat menggumpalkan oksalat plasma sitrat plasma karena faktor koagulase reaktif
dalam serum. Faktor koagulase reaktif bereaksi koagulase dan menghasilkan suatu esterase
yang dapat membangkitkan aktivitas penggumpalan sehingga terjadi deposit fibrin pada
permukaan sel bakteri yang dapat menghambat fagositosis.
3. Hiluronidase
Enzim ini terutama dihasilkan oleh jenis koagulase positif. Penyebaran bakteri dipermudah
dengan adanya enzim ini. Oleh karena itu enzim ini disebut juga sebagai faktor penyebar.
4. Fibrinolisin
Enzim ini melisiskan bekuan darah dalam pembuluh darah yang sedang meradang sehingga
bagian-bagian bekuan yang penuh bakteri terlepas dan menyebabkan lesi metastatik di tempat
lain.
5. Gelatinase dan Protease

Gelatinase adalah enzim yang dapat mencairkan gelatin. Protease adalah enzim yang dapat
menekrosis jaringan termasuk tulang.
6. Lipase dan Tributirinase
Lipase terutama dihasilkan oleh jenis koagulase positif, tetapi tidak mempunyai peranan yang
spesifik. Tributirinase adalah enzim yang dapat menyebabkan terjadi pemisahan lemak dalam
perbenihan kaldu yang mengandung glukosa dan kuning telur.
7. Fosfatase, Lisozim, dan Penicillinase
Patogenitas bakteri berkaitan dengan aktivitas fosfatase dan pembentukan koagulase. Tetapi
pemeriksaan fosfatase lebih sulit dilakukan. Lisozim dibuat oleh sebagian besar jenis
koagulase positif dan penting untuk menentukan patogenitas bakteri. Penisillinase diproduksi
oleh beberapa Staphylococcus untuk mempertahankan diri dari antibiotik beta-laktam.
8. Peroksidase
Enzim ini dibuat oleh Staphylococcus dan Micrococcus, sedangkan Pneumococcus dan
Streptococcus tidak memproduksi peroksidase. Keberadaan enzim ini dapat diketahui dengan
menuangkan larutan H2O2 3% pada koloni Staphylococcus berumur 24 jam dan akan timbul
gelembung udara.
Eksotoksin bakteri Staphylococcus aureus
1. -Hemolisin
Merupakan protein heterogen yang bekerja dengan spektrum luas pada membran sel eukariot.
Toksin ini bersifat sebagai berikut :
- Melisiskan sel darah merah kelinci, kambing, domba,dan sapi.
- Tidak melisiskan sel darah merah manusia, karena pada manusia toksin ini sensitif
terhadap trombosit dan monosit.
- Menyebabkan nekrosis pada kulit hewan dan manusia.
- Dapat membunuh manusia dan hewan apabila terdapat dalam dosis yang cukup besar.
- Menghancurkan sel darah putih kelinci.
- Bersifat sitotoksik terhadap biakan jaringan mamalia.
Semua sifat tersebut dapat dinetralkan oleh imunoglobulin G ( IgG ), tetapi tidak dapat
dinetralkan oleh IgA dan IgM.
2. -Hemolisin

Toksin ini terutama dihasilkan oleh jenis Staphylococcus yang berasal dari hewan. hemolisin dapat melisiskan sel darah domba dan sapi. Lisis terjadi setelah inkubasi selama 1
jam pada suhu 370C dan 18 jam pada suhu 10 0C. Toksin dapt dibuat toksoid. -hemolisin
dapat menguraikan sfingomielin sehingga toksik untuk berbagai sel, termasuk sel darah merah
manusia
3. -Hemolisin
Toksin ini dapat melisiskan sel darah merah manusia dan hewan.
4. -Hemolisin
Toksin ini bersifat heterogen dan terurai menjadi beberapa subunit pada detergen nonionik.
Toksin tersebut mengganggu membran biologik dan dapat berperan pada penyakit diare
akibat Staphylococcus aureus.
5. Leukosidin
Toksin ini dapat merusak sel darah putih berbagai jenis binatang. Ada tiga tipe leukosidin
yaitu :
Toksin, . yang identik dengan -Hemolisin
Toksin yang identik dengan -hemolisin, bersifat termostabil, dan menyebabkan perubahan
morfologi semua tipe sel darah putih, kecuali yang berasal dari domba.
Toksin yang hanya merusak sel darah putih manusia dan kelinci tanpa aktivitas hemolitik.
Toksin ini terdapat pada 40 50 % jenis Staphylococcus.
6. Sitotoksin
Toksin ini mempengaruhi arah gerak sel darh putih dan bersifat termostabil.
7. Toksin eksfoliatin
Toksin Staphylococcus ini merupakan suatu protein ekstraselluler yang tahan panas tetapi
tidak tahan asam dan dapat menyebabkan dermatitis eksfoliatif pada bayi baru lahir
(Staphylococcal Scalded Skin Syndrome), impetigo, dan nekrosis pada kulit.
Enterotoksin bakteri Staphylococcus aureus
Terdapat berbagai enterotoksin (A-E, G-I, K-M). Sekitar 50% strainStaphylococcus
aureus dapat menghasilkan satu enterotoksin atau lebih. Seperti TSST-1 (Toksin Sindrom-SyokToksik-1), enterotoksinnya merupakan superantigen. Enterotoksin tahan terhadap panas dan
resisten terhadap kerja enzim usus. Enterotoksin merupakan penyebab penting keracunan

makanan, enterotoksin dihasilkan bila Staphylococcus aureustumbuh di makanan yang


mengandung karbohidrat dan protein.
Enterotoksin ini terbentuk jika bakteri ditanam dalam perbenihan semisolid yang
mengandung CO2 30%. Toksin ini terdiri atas protein yang bersifat berikut ini :
Non hemolitik
Non dermonekrotik
Non paralitik
Termostabil, dalam air mendidih tahan selama 30 menit
Tahan terhadap pepsin dan tripsin
Belum ditemukan cara yang mudah untuk mendeteksi bakteri Staphylococcus yang
mengandung enterotoksin, tetapi ada hubungan antara pembentukan enterotoksin dengan
koagulase.
Patogenesis
Sebagian bakteri Staphylococcus merupakan flora normal pada kulit, saluran pernafasan,
dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Bakteri ini juga ditemukan di udara dan
lingkungan sekitar.

Staphylococcus aureus

yang patogen bersifat invasif, menyebabkan

hemolisis, membentuk koagulase, dan mampu meragikan manitol (Warsa, 1994).2


Infeksi oleh Staphylococcus aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai
abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah
bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia,
mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan endokarditis.
Staphylococcus aureus

juga merupakan penyebab utama

infeksi nosokomial, keracunan

makanan, dan sindroma syok toksik (Ryan, et al., 1994; Warsa, 1994).
Bisul atau abses setempat, seperti jerawat dan borok merupakan infeksi kulit di daerah
folikel rambut, kelenjar sebasea, atau kelenjar keringat. Mula-mula terjadi nekrosis jaringan
setempat, lalu terjadi koagulasi fibrin di sekitar lesi dan pembuluh getah bening, sehingga
terbentuk dinding yang membatasi proses nekrosis. Infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh lain
melalui pembuluh getah bening dan pembuluh darah, sehingga terjadi peradangan pada vena,
trombosis, bahkan bakterimia. Bakterimia

dapat menyebabkan terjadinya endokarditis,

osteomielitis akut hematogen, meningitis atau infeksi paru-paru (Warsa, 1994; Jawetz et al.,
1995).
Kontaminasi langsung Staphylococcus aureus pada luka terbuka (seperti luka
pascabedah) atau infeksi setelah trauma (seperti osteomielitis kronis setelah fraktur terbuka) dan
meningitis setelah fraktur tengkorak, merupakan penyebab infeksi nosokomial (Jawetz et al.,
1995).
Bakteri ini juga merupakan salah satu penyebab umum pada keracunan makanan.
Staphylococcus aureus dapat memproduksi racun yang disebut dengan enterotoksin. Toksin ini
dapat menyerang saluran pencernaan, jika manusia mengkonsumsi makanan yang telah
terkontaminasi bakteri ini. Jika makanan yang mengandung bakteri ini masuk kedalam tubuh,
kemudian masuk di dalam saluran pencernaan, dapat menimbulkan gejala sakit perut, mual,
muntah dan diare. Waktu inkubasi Staphylococcus aureus 1-8 jam, paling sering antara 2 4
jam. Sumber bakteri Staphyilococcus aureus dapat berasal dari tangan, rongga hidung, mulut dan
tenggorokan pekerja. Hal ini menjadi kritis jika pekerja yang sedang sakit tenggorokan dibiarkan
bekerja.
Keracunan makanan dapat disebabkan kontaminasi enterotoksin dari S. aureus. Waktu
onset dari gejala keracunan biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya tahan tubuh dan
banyaknya toksin yang termakan. Jumlah toksin yang dapat menyebabkan keracunan adalah 1,0
g/gr makanan. Gejala keracunan 3ditandai oleh rasa mual, muntah-muntah, dan diare yang
hebat tanpa disertai demam (Ryan, et al., 1994 ; Jawetz et al., 1995).
Sindroma syok toksik (SST) pada infeksi S. aureus timbul secara tiba-tiba dengan gejala
demam tinggi, muntah, diare, mialgia, ruam, dan hipotensi, dengan gagal jantung dan ginjal pada
kasus yang berat. SST sering terjadi dalam lima hari permulaan haid pada wanita muda yang
menggunakan tampon, atau pada anakanak dan pria dengan luka yang terinfeksi stafilokokus. S.
aureus dapat diisolasi dari vagina, tampon, luka atau infeksi lokal lainnya, tetapi praktis tidak
ditemukan dalam aliran darah (Jawetz et al., 1995).

Faktor Virulensi Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya tersebar


luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler. Berbagai zat yang
berperan sebagai faktor virulensi dapat berupa protein, termasuk enzim dan toksin, contohnya :
1. Katalase
Katalase adalah enzim yang berperan pada daya tahan bakteri terhadap proses fagositosis.
Tes adanya aktivitas katalase menjadi pembeda genus Staphylococcus dari Streptococcus
(Ryan et al., 1994; Brooks et al., 1995).
2. Koagulase
Enzim ini dapat menggumpalkan plasma oksalat atau plasma sitrat, karena adanya faktor
koagulase reaktif dalam serum yang bereaksi dengan enzim tersebut. Esterase yang
dihasilkan dapat

meningkatkan aktivitas 4penggumpalan, sehingga terbentuk deposit

fibrin pada permukaan sel bakteri yang dapat menghambat fagositosis (Warsa, 1994).
3. Hemolisin
Hemolisin merupakan toksin yang dapat membentuk suatu zona hemolisis di sekitar koloni
bakteri. Hemolisin pada Stsphylococcus aureus terdiri dari alfa hemolisin, beta hemolisisn,
dan delta hemolisisn. Alfa hemolisin adalah toksin yang bertanggung jawab terhadap
pembentukan zona hemolisis di sekitar koloni Staphylococcus aureus pada medium agar
darah. Toksin ini dapat menyebabkan nekrosis pada kulit hewan dan manusia. Beta
hemolisin adalah toksin yang terutama dihasilkan Stafilokokus yang diisolasi dari hewan,
yang menyebabkan lisis pada sel darah merah domba dan sapi. Sedangkan delta hemolisin
adalah toksin yang dapat melisiskan sel darah merah manusia dan kelinci, tetapi efek
lisisnya kurang terhadap sel darah merah domba (Warsa, 1994).
4. Leukosidin
Toksin ini dapat mematikan sel darah putih pada beberapa hewan. Tetapi perannya dalam
patogenesis pada manusia tidak jelas, karena Stafilokokuspatogen tidak dapat mematikan
sel-sel darah putih manusia dan dapat difagositosis (Jawetz et al., 1995).
5. Toksin eksfoliatif
Toksin ini mempunyai aktivitas proteolitik dan dapat melarutkan matriks mukopolisakarida
epidermis, sehingga menyebabkan pemisahan intraepitelial pada ikatan sel di stratum
granulosum. Toksin eksfoliatif merupakan penyebab 5 Staphylococcal Scalded Skin
Syndrome, yang ditandai dengan melepuhnya kulit (Warsa, 1994).

6. Toksin Sindrom Syok Toksik (TSST)


Sebagian besar galur Staphylococcus aureus yang diisolasi dari penderita sindrom syok
toksik menghasilkan eksotoksin pirogenik. Pada manusia, toksin ini menyebabkan demam,
syok, ruam kulit, dan gangguan multisistem organ dalam tubuh (Ryan, et al., 1994; Jawetz
et al., 1995).
7. Enterotoksin
Enterotoksin adalah enzim yang tahan panas dan tahan terhadap suasana basa di dalam
usus. Enzim ini merupakan penyebab utama dalam keracunan makanan, terutama pada
makanan yang mengandung karbohidrat dan protein (Jawetz et al., 1995).
Mekanisme infeksi
1. Perlekatan pada protein sel inang
Struktur sel Staphylococcus aureus memiliki protein permukaan yang membantu
penempelan bakteri pada sel inang. Protein tersebut adalah laminin dan fibronektin yang
membentuk matriks ekstraseluler pada permukaan epitel dan endotel. Selain itu, beberapa
galur mempunyai ikatan protein fibrin atau fibrinogen yang mampu meningkatkan
penempelan bakteri pada darah dan jaringan.
2. Invasi
Invasi Staphylococcus aureus terhadap jaringan inang melibatkan sejumlah besar
kelompok protein ekstraseluler. Beberapa protein yang berperan penting dalam proses
invasi Staphylococcus aureus adalah -toksin, -toksin, -toksin, -toksin, leukosidin,
koagulase, stafilokinase, dan beberapa enzim (protease, lipase, DNAse, dan enzim
pemodifikasi asam lemak).
3. Perlawanan terhadap ketahanan inang
Staphylococcus aureus memiliki kemampuan mempertahankan diri terhadap mekanisme
pertahanan inang. Beberapa faktor pertahanan diri yang dimilikiStaphylococcus
aureus yaitu : simpai polisakarida, protein A, dan leukosidin.
4. Pelepasan beberapa jenis toksin
Pelepasan beberapa jenis toksin diantaranya yaitu eksotoksin, superantigen, dan toksin
eksfoliatin.

Gambaran Klinis Infeksi Staphylococcus aureus


Beberapa jenis penyakit yang disebabkan oleh infeksi Staphylococcus sp adalah :
1.

Impetigo
Adalah penyakit infeksi kulit yang menimbulkan bintil-bintil yang berisi nanah.

2.

Folikulitis
Adalah infeksi superfisial pada folikel-folikel rambut dan mengeluarkan pustula yang
berwarna putih.

3.

Furunkel
Adalah infeksi Staphylococcus aureus yang menginvasi bagian dalam dari bagian rambut.
Furunkel merupakan peradangan yang disertai pembengkakan dan menyakitkan.

4.

Karbunkel
Adalah radang dibawah kulit yaitu kumpulan peradangan yang terikat satu dengan yang
lain di bawah kulit.

5.

Hidradengitis
Adalah infeksi kelenjar tertentu di wilayah ketiak dan alat genital.

6.

Mastitis
Adalah infeksi pada payudara, yang terjadi pada payudara ibu yang sedang menyusui
melalui luka puting pada payudara.

7.

Endokarditis
Infeksi pada katup jantung yang disebabkan karena Staphylococcus aureus menyerang
endokardium yang merupakan bagian terdalam dari jantung. Kondisi ini menyebabkan
kerusakan permanen pada jantung.

8.

Osteomielitis
Adalah infeksi pada tulang dan pada otot di sekitar tulang.

9.

Artritis Septik
Merupakan infeksi Staphylococcus yang menyebar ke pembuluh darah, tangan, kaki, dan
punggung tempat abses kemudian berkembang. Bagian yang terinfeksi akan
membengkak dan berisi nanah.

10. Pneumonia
Infeksi Staphylococcus aureus pada paru-paru dapat menyebabkan pneumonia.

11. Sindrom kulit terbakar (Staphylococcal Scalded Skin Syndrome)


Merupakan infeksi pada kulit yang mengelupas seperti terbakar. Infeksi biasanya berupa
keropeng yang terisolasi yang menyerupai impetigo dan biasa terjadi pada bayi pada
daerah yang tertutup popok atau di sekitar tali pusar.
12. Sindrom renjat toksik
Sindrom infeksi ini menyebabkan demam tinggi, tekanan darah rendah, kulit terkelupas,
dan kerusakan organ tertentu. Sindrom ini dapat mengakibatkan kematian.
13. Keracunan makanan
Keracuanan makanan yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dikarenakan toksin
yang dihasilkan Staphylococcus aureus ditandai dengan gejala mual, muntah, kejang
perut, dan diare.

Pemeriksaan Laboratorium
Sampel darah pasien dilakukan kultur pada media penyubur kaldu pepton. Kemudian
diinkubasi, pada hari berikutnya dilakukan pengecatan Gram menunjukkan hasil bakteri Gram
(+) coccus, bergerombol dan juga dilakukan kultur pada media agar darah. Setelah diinkubasi
selama satu hari dilakukan Tes Katalase dan menunjukkan hasil positif. Kemudian dilakukan
inokulasi pada media Nutrien Agar miring untuk mengamati adanya pigmen. Pada hari
berikutnya didapatkan koloni bakteri dengan pigmen kuning emas dan Tes Koagulase
menunjukkan hasil positif.
Perbenihan
Untuk membiakkan Staphylococcus diperlukan suhu optimal antara 28-380C,atau sekitar
350C. Apabila bakteri tersebut diisolasi dari seorang penderita, suhu optimal yang diperlukan
adalah 370C. pH optimal untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 7,4. Pada umumnya
Staphylococcus dapat tumbuh pada medium-medium yang biasa dipakai di laboratorium
bakteriologi misalnya sebagai berikut,
1. Nutrient Agar Plate (NAP)
Medium tersebut penting untuk mengetahui

adanya pembentukan pigmen

dan Staphylococcus aureus akan membentuk pigmen berwarna kuning emas. Koloni yang

tumbuh berbentuk bulat, berdiameter 1-2 mm, konveks dengan tepi rata,permukaan
mengkilat dan konsistensinya lunak.
2. Blood Agar Plate (BAP)
Medium tersebut dipakai secara rutin. Koloninya akan tampak lebih besar, dan pada
galur yang ganas biasanya memberikan hemolisa yang jernih disekitar koloni yang mirip
dengan koloni Streptococcus -hemolyticus.
Pada umumnya untuk membiakkan Staphylococcus aureus, perlu medium yang
mengandung asam amino dan vitamin-vitamin, misalnya threonine, asam nikotinat, dan
biotin. Untuk isolasi primer dari infeksi campuran, terutama yang berasal dari tinja atau
luka-luka, perlu medium yang mengandung garam NaCl konsentrasi tinggi misalnya 7,5%
atau medium yang mengandung polimiksin (Polimiksin Staphylococcus Medium).
Pembentukan pigmen paling baik apabila dieramkan pada suhu kamar (20 0C). Pigmen ini
mempunyai sifat-sifat :
-

Mudah larut dalam alcohol, eter, dan benzene.

Termasuk bahan yang bersifat lipokrom.

Tetap tinggal dalam koloi bakteri.

Tidak berdifusi ke dalam medium.

Hubungan antara warna pigmen dengan patogenitas tidak selalu tetap. Sebagai contoh
Staphylococcus aureus yang menghasilkan pigmen warna kuning emas tidak selalu
menghasilkan tes koagulase yang positif, tetapi kadang-kadang menghasilkan koagulase
yang negative. Pigmen kuning emas ini tidak terbentuk pada keadaan anaerob dan juga tidak
terbentuk pada perbenihan cair.

Identifikasi dan Isolasi Staphylococcus aureus


Sampel (tinja atau luka)

Ditanam di media pemupuk (NaCl Broth)


di inkubasi di inkubator dengan suhu
370C selama 18-24 jam

Ditanam pada media BAP (Blood Agar Plate)


di inkubasi di inkubator dengan suhu
370C selama 18-24 jam
Untuk melihat sifat hemolisa bakteri

Melakukan pewarnaan gram

Ditanam di media MSA (Manitol Salt Agar)


di inkubasi di inkubator dengan suhu

Ditanam di media NAS


di inkubasi selama

2 x 24 jam
370C selama 1 x 24 jam
pertama letakkan

untuk 1 x 24 jam
Untuk melihat sifat bakteri yang dapat

pada suhu 370C di inkubator


memfermentasi manitol

untuk 1 x 24 jam

kedua di letakkan
pada suhu ruang

Uji Koagulase
Uji Katalase

Keterangan :
-

Pada saat di media BAP, terjadi menghemolisa darah

Pewarnaan gram, menunjukkan hasil (+) coccus dan bergerombol

Pada saat di media MSA, dapat memfermentasi manitol

Pada saat di media NAS, koloni berbentuk kuning emas

Saat uji koagulase menunjukkan hasil positif (+)

Saat uju katalase menunjukkan hasil positif (+) terdapat gelembung

Daya tahan
Diantara bakteri yang tidak membentuk spora, Staphylococcus adalah yang paling tahan
terhadap bahan-bahan kimia, sehingga galur Staphylococcus tertentu digunakan untuk standar tes
evaluasi bahan-bahan antiseptika atau antibiotika, misalnya Staphylococcus aureus ATCC
29213. Dalam suhu kamar pada agar miring atau keadaan beku, bakteri tersebut dapat hidup
sampai beberapa bulan, sedangkan dalam keadaan kering pada pus dapat hidup 14-16 minggu,
relative tahan terhadap pemanasan 600C selama 30 menit. Daya tahan terhadap bahan-bahan
kimia bervariasi, misalnya dalam fenol 2% mati dalam waktu 15 menit, sedangkan dalam
hydrogen peroksida 3% mati dalam waktu 3 menit dan dalam tincture iodii, mati dalam waktu 1
menit.
Beberapa galur dari Staphylococcus aureus menghasilkan enzim penisilinase sehingga
resisten terhadap golongan obat penisilin, tetapi biasanya masih peka terhadap golongan penisilin
yang tahan terhadap penisilinase, misalnya metisilin dan oksasilin. Namun demikian, juga telah
dikenal galur Staphylococcus yang resisten terhadap metisilin yang disebut Methicillin Resistant
Staphylococcus aureus (MRSA). Galur ini sering menimbulkan masalah di klinik karena sifatnya
yang resisten terhadap berbagai antibiotika golongan -laktam, tetapi biasanya masih peka
terhadap vankomisin atau golongan aminoglikosida.
Reaksi biokimia
Semua galur dapat meragikan gula-gula sederhana (glukosa, laktosa, sukrosa dan lainlain) dan dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit. Staphylococcus aureus dapat meragikan manitol.
Untuk mengetahui sifat fermentasi terhadap manitol digunakan Manitol Salt Agar (konsentrasi

garam NaCl 7,5-10%) dengan melihat adanya daerah terang (halo) yang berwarna kuning
disekitar koloni Staphylococcus aureus.
Resistensi Staphylococcus Aureus Terhadap Antimikroba
Galur Staphylococcus aureus yang diisolasi dari rumah sakit umumnya telah resisten
terhadap antimikroba, bahkan telah resisten terhadap semua antibiotik yang beredar, kecuali
terhadap vankomisin. Galur Staphylococcus aureus yang resisten terhadap vankomisin masih
jarang dilaporkan. Galur MRSA (Methilsillin Resistant Staphylococcus aureus) merupakan
penyebab utama infeksi nosokomial yang bersifat multiresisten terhadap antibiotik, bahkan telah
resisten terhadap antiseptik golongan ammonium kuartener sehingga dapat bertahan hidup di
lingkungan rumah sakit.
MRSA adalah Staphylococcus aureus yang resisten terhadap antimikroba bercincin lactam yang dapat menimbulkan infeksi pada luka pasca operasi. Dalam perkembangannya
muncul resistensi juga terhadap quinolon, aminoglikosida, tetrasiklin, bahkan vankomisin.
MRSA dapat didiagnosis dengan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) atau kultur
dengan CHROMagar MRSA. Lima mililiter sampel darah atau sekret penderita dari luka operasi
dimasukkan ke dalam botol Bactec 9050. Apabila muncul pertumbuhan bakteri, digoreskan
menggunakan ohse pada permukaan media agar darah (blood agar), lalu diinkubasi selama 48
jam pada temperatur 35oC.
Koloni

tersangka Staphylococcus aureus diberi

pewarnaan

Gram

dan

diamati

morfologinya. Bentuknya secara makroskopis bulat, tidak mucoid, merah muda, tepi rata,
permukaan halus dan terdapat zona hemolisis. Selanjutnya dilakukan uji katalase positif (timbul
gelembung udara) dan uji koagulase plasma pada kaca objek dengan hasil positif terbentuknya
suatu penggumpalan.
Uji sensitivitas berdasarkan cara difusi agar menurut metode Kirby-Bauwer. Dilakukan
pula identifikasi dan konfirmasi MRSA melalui pola resistensinya, khususnya terhadap golongan
metisilin dan oksasilin. Daerah hambat kuman di sekitar disc atau cakram antibiotk diukur
diameternya sesuai NCCLS (National Committe for Clinical Laboratory Standart). Cakram
antibiotik yang kini sering digunakan adalah oksasilin atau sefoksitin. MRSA dapat
menyebabkan :
1. Infeksi kulit seperti bisul dam impetigo.

2. Infeksi di bawah kulit.


3. Infeksi yang lebih parah pada tulang, darah, paru-paru dan bagian tubuh yang lainnya
Pengobatan
Uji sensitivitas antibiotik diperlukan untuk memilih antibiotik yang tepat untuk mengatasi
infeksi. Penisilin atau derivatnya dapat diberikan, kecuali pada pasien yang alergi. Terapi oral
penisilin semisintetik, seperti kloksasilin atau dikloksasilin, cukup berhasil untuk infeksi akut.
Oksasilin dan nafsilin tidak dianjurkan untuk terapi oral karena absorpsinya kurang baik dalam
saluran cerna. Jika menderita alergi pada penisilin, eritromisin dapat digunakan.
Pengobatan parenteral dengan injeksi nafsilin atau oksasilin dianjurkan untuk
infeksiStaphylococcus yang berat dan sistemik. Untuk pasien yang alergi, dapat digunakan
dengan vankomisin atau sefalosporin. Pemberian antibiotik kadang kala harus dilengkapi dengan
tindakan beda, baik untuk pengeringan abses maupun untuk nekrotomi.

Pencegahan
Belum ada vaksin yang tersedia untuk menstimulasi kekebalan tubuh manusia melawan
infeksi Staphylococcus. Serum hiperimun manusia dapat diberikan pada pasien rumah sakit
sebelum tindakan bedah. Upaya pengembangan vaksin dapat dilakukan jika telah diketahui
mekanisme monokuler interaksi antara protein adhesin Staphylococcus dan reseptor spesifik
pada jaringan inang. Komponen yang dapat menghambat ineraksi tersebut sehingga dapat
mencegah penempelan dan kolonisasi bakteri kemungkinan akan dirancang. Beberapa upaya
pencegahan infeksi :
1. Petugas kesehatan selalu menjaga kebersihan / sanitasi, peralatan medis yang digunakan, dan
kamar operasi.
2. Fasilitas penunjang kebersihan seperti adanya wastafel, handuk bersih, sabun cuci tangan,
desinfektan, antiseptik, dll.
3. Pengetahuan mengenai tindakan untuk mencegah terjadinya infeksi.
4. Kesadaran untuk memperhatikan kebersihan diri dalam pencegahan infeksi
5. Menjaga kebersihan dan sterilitas peralatan medis yang digunakan saat proses persalinan

6. Disarankan untuk melakukan proses persalinan secara medis (di puskesmas, rumah sakit)
DAFTAR PUSTAKA
Jawetz, Ernest,. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. Bakteriologi Klinik. Jakarta : Depkes RI.
DR. Maksum Radji, M. Biomed. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi : Panduan Mahasiwa Farmasi
dan Kedokteran. Jakarta : EGC.
Disyadi Nurkusuma, Dudy. 2009. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Methicillin
Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) Pada Kasus Infeksi Luka Pasca Operasi di Ruang
Perawatan Bedah Rumah Sakit Kariadi Semarang.Semarang : Undip.
Diakses dari eprints.undip.ac.id/28863/1/Dudy_Disyadi_Nurkusuma.tesis tanggal 2 Oktober
2012 pukul 19.45 WIB
Harijono Karlosentono, Ny. Indah Yulianto, M. Goedadi Hadilukito. 1995. Staphylococcus
Scalded Skin Syndrome pada Bayi. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Diakses dari http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/cdk_098_adis_dan_kulit.pdf tanggal 8
Oktober 2012 pukul 20.45 WIB
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/09/pustaka_unpad_staphylococcus.pdf

You might also like