You are on page 1of 28

Panduan Merawat Pasien Muslim

(diadaptasi dari Professor Omar Hasan Kasule Sr, November 2008)


Dokter yang merawat pasien muslim harus mempunyai pengetahuan khusus
mengenai aturan hukum yang mengatur praktik kedokteran dan dokter dapat
memberikan advis kepada pasien sesuai dengan apa yang disyariatkan.
Sehingga pasien mempunyai kepuasan dan lebih memiliki kompliens yang baik.
Obligatory / Waajib, merupakan aturan hukum yang paling penting. Dalam
mazhab Syafii menganggap wajib sama dengan faradh. Kewajiban secara
individual, fardhu ain, tidak dapat diwakilkan. Kewajiban yang dilakukan secara
kolektif disebut fardhu kifayah, bila sudah ada dari anggota masyarakat, maka
kewajiban ini dianggap sudah tertunaikan.
Recommended, manduub juga
disebut sunnat, masnuun, nafilat, mustahabb, tattawuu,ihsaan, fadhiilat.
Dianjurkan tetapi tidak diharuskan. Tingkatan manduub bisa mencapai tingkat
tinggi yaitu dikuatkan atau sunnat muakkada; dan tidak dikuatkan, sunnat
ghoyru muakkadat. Sunnat muakkadat adalah yang dilakukan rasulullah SAW
secara terus-menerus dan sangat jarang ditinggalkan.

Prohibited, haraam, didefinisikan sebagai peniadaan waajib atau memberlakukan haraam.


Butuh bukti tekstual untuk menyatakan pelarangan. Hanya Allah yang boleh menyatakan
sesuatu itu haraam. Tindakan yang memperparah penyakit disebut dengan haraam. Suatu
tindakan yang mengarahkan pada haraam juga haraam. Tindakan menyembuhkan penyakit
adalah waajib. Prinsip umum halaal adalah jelas dan haraam adalah jelas dan diantara
keduanya adalah persoalan yang meragukan, yakni mutashaabihaat.
Offensive, makruuh: adalah suatu tindakan yang tidak dianjurkan oleh hukum tanpa ada
unsur keharusan. Dianjurkan untuk menghindari makruh, karena ia biasanya bisa
mengarahkan kepada haraam.
Pahala dan Hukuman untuk bermacam-macam tindakan.
Klasifikasi tindakan
Bila melakukan
Bila tidak melakukan
Wajib
Pahala
Berdosa
Manduub, mustahaab, atau
Pahala
Tidak berdosa
masnuun
Haraam
Berdosa
Pahala
Makruuh
Tidak berdosa
Pahala
Mubaah
Tidak berpahala
Tidak berdosa

Higiene Pasien :
Tinjauan umum
Dalam pandangan Islam, pasien harus diperhatikan kesinambungan kemampuannya dalam
menjalankan kewajiban agama. Sholat hanya dapat dijalankan dalam keadaan kebersihan
fisik dan ritual. Penting bagi dokter untuk membedakan antara ketidakbersihan, najis, hadats,
dengan bersih, suci dan memberikan advis kepada pasien. Bila hadats kecil bersuci dengan
wudlu, tetapi bila najis dibersihkan sebelum melakukan sholat, dan bisa jadi ini bukanlah
sesuatu yang mudah bagi pasien.
Sekresi fisiologis normal
Sekresi mata : air mata dan discharge mata pagi hari bukan najis tetapi harus dibersihkan
karena dapat menjadi nidus untuk terjadinya infeksi
Sekresi telinga : sekresi telinga luar adalah najis dan harus dibersihkan. Pada saat wudlu
membersihkan lubang telinga luar adalah sedalam yang aman.
Sekresi hidung : sekresi hidung bukan najis tetapi sebaiknya jangan biarkan mengumpul.
Rasulullah SAW menganjurkan untuk meniup hidung tiga kali saat bangun tidur untuk

membersihkan sekresi, yang dapat menjadi akumulasi infeksi dan bahan-bahan toksik.
Selama wudhu membersihkan lubang dalam cuping hidung, instinshaaq, menghilaangkan
sekresi dan kotoran.
Sekresi tenggorokan : sekret tenggorokan bukan najis, tetapi harus dibuang secara hati-hati
karena menularkan infeksi bakteri dan virus lewat udara.
Sekresi rongga mulut : saliva tidak najis. Meludah di sembarang tempat dapat menyebarkan
penyakit yang ditularkan lewat udara. Meludah di rumah sakit atau di ruang publik secara
estetik tidak bisa diterima. Islam mengajarkan praktik-praktik yang memastikan kebersihan
mulut. Mulut dibasuh sehari lima kali saat wudlu. Dengan menggunakan siwaak (sikat gigi)
sangat ditekankan dan dianjurkan saat menunaikan sholat, sebeum memasuki tempat umum,
setelah makan dan saat bangun dari tidur. Sikat gigi harus dibersihkan diantara penggunaan
satu dengna yang lain.
Sekresi vagina: Sekret yang melembabi vagina tidak najis sepanjang masih berada di dalam
kanal vagina. Discharge vagina antar menstruasi tidak najis. Mandi (ghusl) diperlukan bila
terdapat discharge setelah mimpi basah seksual walaupun cairan ini sendiri tidak najis. Semua
discharge dan cairan lain dari daerah perineal harus dicuci secepatnya karena berpotensi
tinggi untuk infeksi. Darah menstruasi dicuci bila mengenai pakaian dan disikat bila mana
kering. Pakaian dapat digunakan untuk sholat walaupun sisa darah masih terlihat. Menyentuh
daerah perineal baik sendiri maupun orang lain atau hewan membatalkan wudlu.
Sekresi penis: hukum mengenal tiga jenis discharges dari penis: cairan seminal, mani,
discharge prostat, madhi, discharge uretra, wadi. Semen tidak najis karena berisi sperma yang
merupakan bahan herediter manusia hidup. Semen kering pada pakaian disikat, sedangkan
yang basah dicuci dengan air dan pakaian dapat digunakan untuk sholat. Discharge prostat
atau urethra yang terjadi secara sendiri tanpa semen adalah najis. Discharge cairan prostat dan
urethra butuh mengulangi wudlu kerena kontaminasi urin. Menyentuh penis sendiri, atau
orang lain membatalkan wudlu.
Sirkumsisi: sirkumsisi, menghilangkan preputium, diwajibkan bagi pria muslim. Tindakan
yang higienis ini mencegah akumulasi discharge urethra dan urin di dalam preputium yang
dapat mengakibatkan infeksi. Sirkumsisi pada wanita bersifat simbolik dan tidak boleh
melibatkan mutilasi alat genital.
Cairan ruang interstitial: ruang membranosa mempunyai berbagai macam sekresi. Cairancairan pleura, peritoneal, perikardial dan sinovial bukan najis dan harus dibersihkan bila
mereka berada di luar ruang tempat mereka.
Kumis dan Janggut: dianjurkan untuk mencukur kumis dan memanjangkan janggut. Kumis
sebaiknya dicukur dan tidak dibiarkan tumbuh hingga melebihi ukuran yang dapat
dipertahankan kebersihannya. Janggut harus dicuci selama wudlu dan disisir secara teratur
untuk mencegah penumpukan kotoran. Dalam kondisi medis tertentu dibenarkan untuk
mencukur janggut bila ditakutkan terjadi infeksi.
Bulu ketiak: Dianjurkan mencukur bulu ketiak dan diperlukan untuk kebersihan. Timbunan
keringat di ketiak meningkatkan bau.
Rambut kemaluan : Dianjurkan untuk mencukur dan membersihkan secara teratur rambut
kemaluan.
Rambut tubuh: tidak ada larangan bagi wanita untuk mencukur rambut badan atau wajah
berlebih.
Darah :
Darah dari epistaxis dan darah segar akibat luka (vena atau arteri) tidak najis tetapi harus
dibersihkan dengan air. Darah segar dari hemorrhoid dan lesi di anus tidak membatalkan
wudlu, tetapi harus dibersihkan segera dan sebelum menjalankan sholat. Termasuk darah
yang keluar selama prosedur cupping atau hijaamah tidak dianggap sebagai najis.
Sekresi saluran nafas :

Discharge respirasi yang berhubungan dengna common cold, sinusitis, nasopharyngitis, otitis
media, dan sputum adalah bukan najis, tetapi harus dibersihkan dan dibuang sesegera
mungkin.
Sekresi saluran genito-urinaria: discharge yang berasal dari urethritis, sistitis, prostatitis,
dan pyelonefritis dianggap sebagai najis karena adanya kontaminasi urin. Wudlu dikatakan
masih sah pada kasus hematuria kontinu (mikroskopis dan makroskopis). Sholat harus
dilakukan sesegera mungkin setelah mengambil wudlu. Urinary bag yang sesuai dan
sebaiknya diletakkan di tempat yang terpisah dengan pakaian dan tempat sholat. Pada
inkontinensia urin, wudlu sesegera mungkin diikuti dengan sholat.
Diare: diare didefinisikan sebagai discharge tinja berlebihanm sering dan encer. Diare
dianggap sebagai najis dan membatalkan wudlu
Muntah : vomiting atau muntah adalah pengeluaran isi lambung melalui mulut. Vomitus GIT
atas tidak dianggap sebagai najis dan tidak membatalkan wudlu. Alasannya adalah bahwa isi
dari GIT bagian atas adalah makanan yang baru saja dicerna. Vomitus GIT bagian bawah
terutama pada intestinum bagian bawah mengandung bahan ekskresi fecal yang merupakan
najis. Vomitus berat yang mengandung komponen intestinal dianggap sebagai najis. Vomitus
pada bayi diperlakukan sama dengan urinenya cukup dibersihkan saja.

Prosedur Invasif
Intubasi : pipa trakea, esofagus, gastrik, dan nasogastrik dimasukkan ke dalam tubuh dengan
maksud diagnosis maupun terapi. Cairan yang dihasilkan dari prosedur itu tidak dianggap
sebagai najis, tetapi harus dibersihkan untuk mencegahnya sebagai nidus infeksi. Kateterisasi
kandung kemih yang terkontaminasi urin adalah najis. Kateterisasi jantung tidak
dikategorikan sebagai kontaminasi karena darah segar bukan najis.
Stoma : kolostomi dan ileostomi dibuat untuk mengalirkan isi intestinum agar dapat keluar.
Stoma yang bersih dan tertutup dan sholat dapat dilaksanakan walaupun di dalamnya ada
discharge. Tempat kolostomi dijaga agar tetap sebersih mungkin di sepanjang waktu. Wudlu
harus dilakukan tiap-tiap akan sholat.
Luka : discharge hasil dari luka harus dibersihkan tetapi bukanlah najis dan tidak
membatalkan wudlu.

MEMBANTU PASIEN DALAM MENJALANKAN KEWAJIBAN


IBADAT
Wudlu bagi penderita, wudlu al mariidh
Bila pasien mampu bangun dari bed dan dapat mengambil wudlu dengan cara seperti
biasanya, maka sholatnya bisa berjamaah dengan pasien yang lain. Bila mereka tidak mampu
mengambil air wudlu, maka wudlu dilakukan di bed atau menggunakan botol semprotan air
agar bed tidak basah. Bila pasien memiliki luka atau perban atau plester, pasien dapat
melakukan tayamum. Untuk menghindari terkontaminasinya organism patogen di rumah
sakit, hanya pasir steril saja yang dapat digunakan atau pasien dapat menyentuh bumi atau
dinding rumah sakit.
Wudlu dan sholat pada pendarahan uterus lama, istihaadhat
Secara hukum syari, lamanya menstruasi maksimum adalah 15 hari. Sholat dan puasa
ditangguhkan selama periode waktu ini. Sholat dan aktivitas ibadah lain dilakukan kembali
bilamana pendarahan terus berlanjut lebih dari 15 hari, dan ini disebut istihaadhat, bukan
menstruasi. Perdarahan uterus disfungsional (PUD) tidak menghentikan wanita dari sholat
ataupun puasa dan diperlakukan sama dengan inkontinensia urine. Wanita membilas vagina
dan perineum, memakai pembalut, mengambil wudlu dan sesegera mungkin melakukan
sholat untuk menghindari lebih banyak lagi pendarahan. Hubungan seks diperbolehkan
selama PUD kecuali terdapat kontra indikasi medis. Penggunaan hormon untuk mengatur
kembali masa menstruasi seperti sedia kala, secara luas telah digunakan. Aturan yang sama
tidak dapat diterapkan pada puasa Romadhon.

Sholat bagi penderita sakit, sholat al maridh


Pasien bisa jadi mengalami keterbatasan fisik, sehingga tidak mampu menghadap qiblat,
tidak mampu berdiri, tidak mampu duduk, tidak mampu membaca, tidak mampu ruku dan
tidak mampu sujud. Alternatif solusi berikut dapat dipilihkan pada pasien: sholat dengan
bantuan, qodho al sholat, istirahat sebentar dalam posisi duduk untuk mengembalikan tenaga
untuk melanjutkan gerakan selanjutnya, sholat dalam posisi duduk, sholat dalam keadaan
duduk dan kaki disilangkan, sholat dengan berbaring pada satu sisi tubuh, sholat dengan
menggerakkan satu anggota tubuh seperti jari dan akhirnya sholat dalam pikiran tanpa
gerakan. Penderita berhenti qiyamullail dan hanya menjalankan sholat lima waktu. Sholat
dapat dihentikan pada keadaan yang gawat baik alasan medis maupun alasan lain.

HUKUM DOKTER DAN PASIEN YANG BEDA


JENISNYA/ BUKAN MUHRIMNYA DALAM ISLAM
Written By Ahmad Multazam on Monday, January 21, 2013 | 3:17 PM


I.

Pendahuluan
Agama Islam tidak memandang wanita sebagai benda najis, titisan roh halus, iblis

dan berbagai hinaan dan cacian lainnya, sebagaimana yang menjadi kepercayaan
agama kuno di Eropa. Sebaliknya justru Islam memuliakan para wanita, agama Islam
juga tidak mengurung wanita di dalam rumah, atau mengharamkan para wanita keluar
rumah, bekerja atau bersosialisasi. Asalkan semua itu tetap menjaga batas-batas yang
telah ditentukan di dalam syariat Islam. Khusus di dalam masalah kesehatan dan
kedokteran, Islam justru memberikan peran besar bagi para wanita untuk terjun ke
dalamnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa rumah sakit pertama yang dibangun dalam
sejarah Islam adalah tenda milik seorang wanita, di mana di dalamnya para korban luka
perang dirawat oleh para wanita juga.
Dalam pembahasa kali ini akan di jelaskan secara singkat berkaitan hukum dokter
dan pasien yang berbeda jenis, apa saja landasan hukum yang dipakai, bagaimana
pendapat para ulama tentang hukum dokter dan pasien yang bukan muhrimnya, dan
bagaimana menganalisa tentang hukum tersebut.
II.

Landasan Hukum

A. Al-Quran

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan


jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (Q.S. Al-Maidah : 2)

Dan Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu,
kecuali apa yang terpaksa kamu lakukan. (Q.S. Al-Anam : 119)
B. Hadits


Siapa yang mampu untuk dapat bermanfaat buat saudaranya, maka berilah
manfaat. (H.R. Muslim)



Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit melainkan di turunkan-Nya pula
obatnya, yang diketahui oleh orang yang mengerti dan tidak diketahui oleh orang yang
tidak mengetahuinya. (H.R. Ahmad)










Dari Abdir-Rahman bin Abi Sa`id al-Khudri, dari ayahnya, bahwasanya Nabi SAW.
bersabda: Janganlah seorang lelaki melihat kepada aurat lelaki (yang lain), dan
janganlah seorang wanita melihat kepada aurat wanita (yang lain)". (H.R. Muslim)
C. Pandangan Ulama
1. Fatwa Syaikh Muhammad Saleh Al-Utsmani RA. Dalam kitab Wa Rasaail Syaikh
Ibnu Utsmaimin Juz 1 halaman 30, Syamilah.

Sesungguhnya seorang wanita yang mendatangi dokter lelaki di saat tidak


ditemukan dokter wanita tidaklah mengapa, sebagaimana yang disebutkan oleh para
ulama, dan dibolehkan bagi wanita tersebut membuka di hadapan dokter lelaki semua
yang dibutuhkan untuk dilihat, hanya saja disyaratkan harus ditemani mahram tanpa
khalwat dengan dokter lelaki tersebut, sebab khalwat diharamkan, dan ini termasuk
kebutuhan. Telah disebutkan pula oleh para ulama semoga Allah merahmati merekabahwa perkara ini dibolehkan karena dia diharamkan dengan sebab sebagai wasilah
(pengantar kepada zina) dan sesuatu yang diharamkan karena dia sebagai wasilah
dibolehkan dalam kondisi dibutuhkan.
2. Fatwa Lajnah Daimah dalam fatwa bi ruqmi, wa tarikhul. Jannatiddaimati lil
buhusil alamiyati wal iftai No. 3201 tanggal 1/9/1400 H


,

, ,
.

Jika memungkinkan membuka aurat wanita tersebut dan mengobatinya pada
dokter wanita yang muslimah, maka tidak boleh baginya membuka auratnya dan
melakukan pengobatan kepada dokter lelaki meskipun dia seorang muslim. Namun jika
tidak memungkinkan, dan ia terpaksa melakukannya karena pengobatan, maka boleh
dibuka auratnya oleh dokter lelaki muslim dengan kehadiran suaminya atau
mahramnya, karena dikhawatirkan fitnah atau terjatuh kedalam perkara yang tidak
disukai akibatnya. Jika tidak ditemukan dokter lelaki muslim, maka dibolehkan dokter
lelaki kafir dengan syarat yang telah disebutkan. [1]
III. Analisis
Islam sangat menghargai tugas kesehatan, karena tugas ini adalah tugas
kemanusiaan yang sangat mulia, sebab menolong sesama manusia yang sedang
menderita. Dan menurut Islam, hubungan antara petugas kesehatan dengan pasien
adalah sebagai hubungan penjual jasa dengan pemakai jasa, sebab si pasien dapat
memanfaatkan ilmu, keterampilan, keahlian petugas kesehatan, sedangkan petugas
kesehatan memperoleh imbalan atas profesinya berupa gaji atau honor. Karena itulah
terjadilah akad ijarah antara kedua belah pihak, ialah suatu akad, di mana satu pihak
memanfaatkan barang, tenaga, pikiran, keterampilan, dan keahlian pihak lain, dengan
memberi imbalannya.[2]
Namun semua itu ada ukuran dan batasannya. Dalam masalah merawat dan
mengobati pasien di dalam dunia kedokteran, secara umum Islam mengizinkan hal itu
terjadi walau antara laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini bisa saja dokter laki-laki dan

pasiennya perempuan, atau sebaliknya. Kecuali untuk jenis penyakit tertentu dan
penanganan tertentu yang mengharuskan dengan sesama jenis.
1.

Haram Melihat Aurat


Laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri atau mahram, diharamkan saling
melihat aurat.
Dari Ummi Hani berkata, Aku mendatangi Rasulullah SAW. di tahun
kemenangan, namun beliau sedang mandi dan Fatimah menutupinya. Beliau SAW.
bertanya, siapakah anda?. Dan aku pun menjawab, Umu Hani. (H.R. Bukhari)
Keharaman laki-laki melihat aurat wanita dan wanita melihat aurat laki-laki pada
dasarnya berlaku dalam urusan perawatan kesehatan dan penyembuhan. Tentu
dikecualikan dalam keadaan darurat yang mempertaruhkan nyawa atau yang memenuhi
ketentuan syariat.

2.

Haram Menyentuh
Keharaman menyentuh tubuh atau kulit dari lawan jenis adalah hal yang telah
menjadi kesepakatan para ulama, atau pendapat jumhur ulama. Kalau pun ada
pengecualian, namun hukum asalnya adalah at-tahrim (keharaman).
Dari Aisyah RA. Berkata, Telapak tangan Rasulullah SAW. tidak pernah
menyentuh telapak tangan seorang perempuan pun, dan beliau bersabda ketika
membaiat para wanita: Aku telah membaiat kalian lewat ucapan. (H.R. Muslim)
Dan pada dasarnya keharaman sentuhan kulit ini juga berlaku pada dokter atau
perawat laki-laki yang menangani pasien perempuan, dan dokter atau perawat
perempuan yang menangani pasien laki-laki. Tentu dikecualikan dalam keadaan darurat
yang mempertaruhkan nyawa, atau yang memenuhi ketentuan syariat.

3.

Haram Berduaan
Selain diharamkan melihat aurat dan menyentuhnya, laki-laki dan perempuan yang
bukan mahram juga diharamkan untuk bersepi-sepi berdua. Tanpa ada kehadiran
mahram.[3]
Adapun duduk berkhalwat dengan dokter pria, meskipun dalam waktu yang lama,
semata-mata hanya karena tujuan pengobatan dan selama dokter itu seorang muslim
yang dapat dipercaya dan baik akhlaknya dan selama itu merupakan keharusan, maka
hal itu tidak dilarang.[4]
Dalam keadaan darurat itu membolehkan segala yang dilarang, menurut kaidah
Ushul fiqh yang disepakati oleh sekalian ulama ushul. Dengan demikian, dokter boleh
melihat dan memegang bagian badan yang memerlukan pengobatan dan pemeriksaan

sekalipun kepada aurat terbesar. Ini berlaku umum baik terhadap tubuh pria maupun
tubuh wanita atau sebaliknya.[5]

[1] http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=1694 diakses 9 November 2012.


[2] Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, vol. III, (Libanon: Darul Fikar, 1981), hlm. 198

205.
[3] Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupa

amis, 13 Desember 2012


Pandangan ISlam dan Kesehatan tentang merawat Pasien

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar belakang

Islam sangat memperhatikan dunia kesehatan dan keperawatan guna


menolong orang yang sakit dan meningkatkan kesehatan.Anjuran islam untuk
hidup bersih juga menunjukkan obsesi islam untuk mewujudkan kesehatan
masyarakat , sebab kebersihan pangkal kesehatan, dan kebersihan dipandang
sebagai bagian dari iman.Jadi walaupun seseorang sudah menjaga kesehatannya
sedemikian rupa, risiko kesakitan masih besar, disebabkan faktor eksternal yang
diluar kemampuannya menghindari.
Mengingat kompleksnya faktor pemicu penyakit, maka profesi keperawatan
tidak bisa dihindari karena keperawatan sangat dibutuhkan secara tradisional
sampai pada yang semi modern dan super modern.Keperawatan secara umum
dapat dibagi dua, yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan medis.Pelayanan
kesehatan ialah kegiatan yang dilakukan oleh pranata sosial atau pranata politik
terhadap keseluruhan masyarakat sebagai tujuannya.Sedangkan pelayanan
medis ialah suatu upaya dan kegiatan pencegahan,pengobatan dan pemulihan
kesehatan yang dilaksanakan atas dasar hubungan individual antara para ahli
pelayanan medis dengan individu yang membutuhkannya.
Sebagai seorang praktisi keperawatan kita harus bertindak professional sesua
fungsi dan tujuan dari asuhan keperawatan dengan demikian dapat tercapai
pelaksanaan asuhan keperawatan yang bermutu dan sesuai dengan syariat
islam

B.

TUJUAN

Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian,
yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini
adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama.
Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah :
1.menjelaskan tentang tata cara merawat pasien menurut islam dan kesehatan.
2.Menjadi perawat profesional dengan bertindak sesuai fungsi dan tujuan dari
asuhan keperawatan.
3.Mewujudkan pelayanan kesehatan sesuai dengan syariat islam dalam
masayarakat.
C.

RUMUSAN MASALAH

1.
Bagaimana pandangan islam dan kesehatan tentang etika merawat
pasien?
2.

Bagaimana tata cara merawat pasien menurut islam dan kesehatan?

3.

Apakah tujuan merawat pasien menurut kesehatan?

4.

Bagaimana tata cara beribadah untuk orang sakit?

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Dimensi keperawatan dalam Islam

ISLAM menaruh perhatian yang besar sekali terhadap dunia kesehatan dan
keperawatan guna menolong orang yang sakit dan meningkatkan kesehatan.
Kesehatan merupakan modal utama untuk bekerja, beribadah dan melaksanakan
aktivitas lainnya. Ajaran Islam yang selalu menekankan agar setiap orang
memakan makanan yang baik dan halal menunjukkan apresiasi Islam terhadap
kesehatan, sebab makanan merupakan salah satu penentu sehat tidaknya
seseorang. Wahai sekalian manusia, makanlah makanan yang halal lagi baik
dari apa yang terdapat di bumi. Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari
apa yang baik-baik yang Kami rezekikan kepadamu (QS al-Baqarah: l68, l72).
Makanan yang baik dalam Islam, bukan saja saja makanan yang halal, tetapi
juga makanan yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan, baik zatnya,
kualitasnya maupun ukuran atau takarannya. Makanan yang halal bahkan sangat
enak sekalipun belum tentu baik bagi kesehatan. Sebagian besar penyakit
berasal dari isi lambung, yaitu perut, sehingga apa saja isi perut kita sangat
berpengaruh terhadap kesehatan. Karena itu salah satu resep sehat Nabi
Muhammad Saw adalah memelihara makanan dan ketika makan, porsinya harus
proporsional, yakni masing-masing sepertiga untuk makanan, air dan udara (HR.
Turmudzi dan al-Hakim)..
Anjuran Islam untuk hidup bersih juga menunjukkan obsesi Islam untuk
mewujudkan kesehatan masyarakat, sebab kebersihan pangkal kesehatan, dan
kebersihan dipandang sebagai bagian dari iman. Itu sebabnya ajaran Islam
sangat melarang pola hidup yang mengabaikan kebersihan, seperti buang
kotoran dan sampah sembarangan, membuang sampah dan limbah di
sungai/sumur yang airnya tidak mengalir dan sejenisnya, dan Islam sangat
menekankan kesucian (al-thaharah), yaitu kebersihan atau kesucian lahir dan
batin. Dengan hidup bersih, maka kesehatan akan semakin terjaga, sebab selain
bersumber dari perut sendiri, penyakit seringkali berasal dari lingkungan yang
kotor.
Islam juga sangat menganjurkan kehati-hatian dalam bepergian dan
menjalankan pekerjaan, dengan selalu mengucapkan basmalah dan berdoa.
Agama sangat melarang perilaku nekad dan ugal-ugalan, seperti bekerja tanpa
alat pengaman atau ngebut di jalan raya yang dapat membahayakan diri sendiri
dan orang lain. Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan (al-Baqarah:: l95). Hal ini karena sumber penyakit dan kesakitan,
tidak jarang juga berasal dari pekerjaan dan risiko perjalanan. Sekarang ini

kecelakaan kerja masih besar disebabkan kurangnya pengamanan dan


perlindungan kerja. Lalu lintas jalan raya; darat, laut dan udara juga seringkali
diwarnai kecelakaan, sehingga kesakitan dan kematian karena kecelakaan lalu
lintas ini tergolong besar setelah wabah penyakit dan peperangan.
Jadi walaupun seseorang sudah menjaga kesehatannya sedemikian rupa, risiko
kesakitan masih besar, disebabkan faktor eksternal yang di luar kemampuannya
menghindari. Termasuk di sini karena faktor alam berupa rusaknya ekosistem,
polusi di darat, laut dan udara dan pengaruh global yang semakin menurunkan
derajat kesehatan penduduk dunia. Karena itu Islam memberi peringatan
antisipatif: jagalah sehatmu sebelum sakitmu, dan jangan abaikan kesehatan,
karena kesehatan itu tergolong paling banyak diabaikan orang. Orang baru sadar
arti sehat setelah ia merasakan sakit.
B.

PERSPEKTIF KEPERAWATAN

Mengingat kompleksnya faktor pemicu penyakit dan kesakitan, maka profesi


keperawatan tidak bisa dihindari. Kapan dan di mana pun, keperawatan sangat
dibutuhkan, baik yang dilakukan secara sederhana dan tradisional sampai pada
yang semi modern dan supermodern.
Keperawatan secara umum dapat dibagi dua, yaitu pelayanan kesehatan dan
pelayanan medis. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pelayanan
kesehatan diartikan sebagai pelayanan yang diterima seseorang dalam
hubungannya dengan pencegahan, diagnosis dan pengobatan suatu gangguan
kesehatan tertentu (KBBI, l990: 504). Menurut Benjamin Lumenta (l989: l5),
pelayanan kesehatan ialah kegiatan yang sama, yang dilakukan oleh pranata
sosial atau pranata politik terhadap keseluruhan masyarakat sebagai tujuannya.
Pelayanan kesehatan merupakan kegiatan makrososial yang berlaku antara
pranata atau lembaga dengan suatu populasi, masyarakat atau komunitas
tertentu.
Sedangkan pelayanan medis ialah suatu upaya dan kegiatan pencegahan dan
pengobatan penyakit, semua upaya dan kegiatan peningkatan dan pemulihan
kesehatan yang dilaksanakan atas dasar hubungan individual antara para ahli
pelayanana medis dengan individu yang membutuhkannya. Pelayanan medis ini
merupakan kegiatan mikrososial yang berlaku antara orang perorangan
(Lumenta, l989: l5). Al Purwa Hadiwardoyo (l989: l6) menambahkan, pelayanan
medis mengandung semangat pelayanan dan usaha maksimal dengan
mengutamakan kepentingan pasien dan mengandung nilai ethos yang tidak
egoistis dan materialistis.
Dengan demikian, pelayanan kesehatan lebih bersifat hubungan antarlembaga
atau institusi kesehatan dengan kelompok masyarakat yang lebih bersifat
massal, sedangkan pelayanan medis lebih bersifat hubungan individual antara
pemberi layanan medis, dalam hal ini dokter, paramedis dan perawat dengan
pengguna, pasien atau orang yang membutuhkan pelayanan medis, dengan
lebih menekankankan kepada ethos kerja profesional dan tidak materialistis.

Dalam tulisan ini, perbedaan istilah di atas tidak terlalu dipersoalkan, karena
muaranya juga sama, yakni mencegah penyakit dan peningkatan derajat
kesehatan. Lumenta mengatakan, pelayanan kesehatan dan pelayanan medis
mempunyai tujuan yang sama, yakni memenuhi kebutuhan individu atau
masyarakat untuk mengatasi, menetralisasi atau menormalisasi semua masalah
atau semua penyimpangan terhadap keadaan kesehatan, atau semua masalah
dan penyimpangan terhadap keadaan medis normatif.
Karena itu pranata sosial atau politik, seperti ormas kepemudaan, keagamaan
dan partai politik, memang bisa saja memberikan pelayanan kesehatan,
misalnya untuk meningkatkan pengabdian pada masyarakat, bakti sosial dan
sejenisnya, tetapi tetap harus bekerjasama dengan institusi dan pemberi layanan
medis yang profesional. Sebab tanpa melibatkan para profesional di bidang
kesehatan dan medis, pelayanan yang diberikan tidak akan berhasil, bahkan
akan kontraproduktif. Di tengah tingginya tuntutan kepada profesionalisme kerja
sekarang serta daya kritis masyarakat yang juga meningkat, setiap pekerjaan
harus dijalankan secara profesional. Terlebih pekerja di bidang kesehatan dan
medis, sebab pekerjaan ini sangat berisiko dan berkaitan dengan hidup matinya
manusia, yang dalam sumpah dunia kedokteran, harus dilindungi dan
diselamatkan sejak calon manusia itu masih berada di dalam perut ibunya.
C.

MULIANYA PROFESI PERAWAT

Menurut mantan Rektor Universitas Al-Azhar, Syeikh Mahmoud Syaltout (l973:


l24), banyak sekali petunjuk Nabi Muhammad SAW yang jelas sekali menuntut
perlunya profesi keperawatan. Perintah untuk berobat, peringatan terhadap
penyakit menular, perintah mengasingkan diri terhadap penyakit menular,
penjenisan makanan-makanan sehat untuk tubuh, dll, menunjukkan bahwa baik
secara tersurat maupun tersirat Islam sangat menuntut hadirnya para perawat di
tengah masyarakat manusia. Sebab orang yang memiliki kompetensi di bidang
pengobatan dan perawatan kesehatan tidak lain adalah institusi beserta individu
perawat yang mengabdi di dalamnya. Islam tidak membedakan apakah ia
dokter, paramedis atau perawat, sepanjang ia mengabdi di bidang pengobatan
dan perawatan penyakit, maka ia merupakan orang mulia. Bahkan dalam banyak
kitab fikh dan hadits, selalu ada bab khusus yang membahas tentang penyakit
dan pengobatan (kitab al-maridh wa al-thib).
Di dalam Islamic Code of Medical Ethics diterangkan bahwa pengobatan dan
keperawatan merupakan profesi mulia. Allah menghormatinya melalui mukjizat
Nabi Isa bin Maryam dan Nabi Ibrahim yang pandai mengobati penyakit dan
selalu menyebut nama Allah sebagai penyembuh penyakitnya. Sama halnya
dengan semua aspek ilmu pengetahuan, ilmu kedokteran dan keperawatan
adalah sebagian dari ilmu Allah, karena Allah-lah yang mengajarkan kepada
manausia apa yang tidak diketahuinya. Allah berfirman: Iqra wa rabbukal akram,
alladzi allama bil qalam, allamal insana ma lam yalam (Bacalah dan Tuhanmulah
yang paling mulia, yang mengajar manusia dengan perantaraan qalam (baca
tulis), dan Dia mengajarkan kepada manusia segala apa yang tidak diketahuinya.
QS al-Alaq: 3-5). Melalui ayat ini Allah menyuruh mempelajari alam semesta

beserta segenap organisme dan anorganisme yang ada di dalamnya dengan


nama dan kemuliaan Tuhan, melalui baca tulis, eksperimen, penelitian,
diagnonis, dsb. Ini terbukti dengan semakin banyaknya studi di bidang
kedokteran dan kesehatan, semakin terungkap tanda-tanda kekuasaan Allah
terhadap makhluk-makhluk-Nya.
Berkaitan dengan ini pengadaan praktik kedokteran dan perawatan adalah
perintah agama kepada masyarakat, yang disebut fardlu kifayah, yang diwakili
oleh beberapa institusi untuk melayani kebutuhan kesehatan dan pengobatan
masyarakat dan dapat dinikmati oleh setiap orang tanpa kecuali, tanpa melihat
kepada perbedaan ras, agama dan status sosialnya. Kewajiban ini merupakan
tugas negara untuk menjamin kebutuhan bangsa akan para dokter dan perawat
dalam berbagai bidang spesialisiasi. Dalam Islam hal ini merupakan kewajiban
negara terhadap warganegaranya.
Kesehatan harus menjadi tujuan, dan keperawatan kedokteran sebagai cara,
pasien adalah tuan, dokter dan perawat sebagai pelayannya. Peraturanperaturan, jadwal-jadwal, waktu dan pelayanan harus dilaksanakan sedemikian
rupa untuk menentukan keadaan pasien dan ditempatkan paling atas dengan
kesejahteraan dan kesenangan yang pantas.
Status istimewa harus diberikan kepada pasien selama ia menjadi pasien, tidak
membedakan siapa dan apa dia. Seorang pasien berada pada tempat
perlindungan karena penyakitnya dan bukan karena kedudukan sosialnya,
kekuasaan atau hubungan pribadinya. Karena itu dokter dan perawat
mengemban tugas mulia, yang dalam sumpah jabatannya mereka sudah
bersumpah dengan namaTuhan, berjanji untuk mengingat Tuhan dalam
profesinya, melindungi jiwa manusia dalam semua tahap dan semua keadaan,
melakukan semampu mungkin untuk menyelamatkannya dari kematian,
penyakit, rasa sakit dan kecemasan.
Allah berjanji akan menolong setiap orang di akhirat dan di hari pembalasan,
siapa saja yang menolong saudaranya di dunia. Walaupun kematian merupakan
hak prerogatif Allah menentukannya, namun manusia diberi kewenangan yang
maksimal untuk mengatasi penyakitnya dengan bantuan dokter dan perawat. Itu
sebabnya terhadap penyakit yang parah sekalipun, dokter dan perawat tetap
melakukan usaha maksimal dan memberi semangat hidup para pasien
bersangkutan.
Ajaran-ajaran normatif agama tentang perawatan di atas, tidak hanya sebatas
dasar teoritis, melainkan sudah pula dipraktikkan dalam realitas kehidupan di
masa lalu. Di masa-masa awal perkembangan Islam dikenal sejumlah wanita
yang mengabdikan dirinya di bidang keperawatan, di antaranya Rufaidah, ia
berjasa mendirikan rumah sakit pertama di zaman Nabi Muhammad Saw guna
menampung dan merawat orang-orang sakit, baik karena penyakit maupun
terluka dalam peperangan Kalau di Eropa dikenal nama Jean Henry Dunant,
dokter Swiss yang melalui Konferensi Jenewa l864 diakui sebagai Bapak Palang
Merah Interasional, diikuti oleh Florence Nightingale sebagai Ibu Perawat Dunia
pertama, maka Rufaidah-lah yang dianggap sebagai Nightingale dalam Islam.

Para Khalifah Abbasiyah juga banyak memiliki dokter dan perawat istana yang
mendapatkan kedudukan istimewa turun temurun. Jurjis ibnu Bakhti, Hunain bin
Ishak dan keturunannya merupakan para dokter dan perawat yang handal.
Bazmi Alim, bukan saja aktif dalam dunia keperawatan, tapi juga membangun
rumah sakit Yamki Baghcha di Istanbul-Turki, dan masih banyak lagi. Figuritas
Ibnu Sina (Avicenna) dan Abubakar al-Razi (Razez) yang dianggap pelopor ilmu
kedokteran dengan karya-karya tulis monumentalnya di bidang keperawatan
medis, semakin memacu banyaknya masyarakat yang terjun dalam profesi
keperawatan, baik pria maupun wanita.
D.

KESIAPAN MENGABDI MASYARAKAT

Sekarang sejumlah akademi dan perguruan tinggi semakin banyak membina


mahasiswanya yang berorientasi kepada profesi keperawatan. Kondisi ini tentu
patut disambut gembira, sebab tenaga keperawatan di daerah kita, apalagi di
perdesaan dan pedalaman masih sangat kurang. Untuk lebih memberikan
kesiapan fisik dan mental dalam menekuni profesi keperawatan, kiranya penting
digarisbawahi hal-hal mendasar berikut:
Pertama, hendaklah profesi keperawatan yang disandang dijadikan sebagai
profesi yang sebenarnya. Menurut pakar pendidikan, Ahmad Tafsir (l996), suatu
pekerjaan dapat dipandang sebagai pekerjaan profesional apabila:
1. Memiliki keahlian khusus untuk profesi tersebut, dilengkapi dengan kecakapan
diagnostik dan kompetensi aplikatif untuk membantu klien atau pasien. Ini
berarti para perawat harus terus meningkatkan ilmu, keahlian dan
pengalamannya, baik melalui pembelajaran teoritis maupun praktis. Di tengah
semakin majunya dunia kedokteran dan keperawatan, tentu menuntut setiap
orang yang menggelutinya tidak boleh berhenti untuk menambah ilmu dan skillnya untuk disumbangkan kepada masyarakat.
2. Profesi dipilih karena panggilan hidup yang akan dijalani sepenuh waktu, jadi
bukan profesi terpaksa yang akan dijalani sambil lalu. Ketika sudah
memantapkan hati menjadi perawat, haruslah all out menggeluti bidang ini
sampai akhir dengan motivasi yang tulus ikhlas dan penuh pengabdian. Dengan
motivasi dan dedikasi tinggi, tentu jenjang karier dan prospeknya akan terus
meningkat.
3. Profesi haruslah untuk kepentingan masyarakat, bukan individu dan golongan.
Ini berarti prinsip yang mendasari profesi keperawatan adalah kepentingan
masyarakat yang membutuhkan pertolongan, tanpa boleh membedakan status
orang yang diberikan pelayanan.
4. Profesi juga memiliki organisasi dan kode etik tertentu, ini berarti para
perawat mestilah merasakan bahwa dirinya merupakan bagian dari institusi dan
organisasi yang mewadahinya, sekaligus sadar untuk menaati kode etik yang
berlaku.
5. Sebuah profesi pada dasarnya memiliki otonomi, tapi juga tetap terbuka
menjalin kerjasama dengan pihak lain yang terkait. Ini berarti para perawat,

meskipun di satu sisi yakin akan kemampuannya, tapi untuk efektivitas


pekerjaannya, ia harus tertap terbuka dan proaktif bekerjasama dengan para
pihak yang dapat menunjang kesuksesan layanan keperawatan. Jadi dalam
profesi terkandung persyaratan pemilikan kompetensi personal berupa
kepribadian terpuji, kompetensi profesional berupa keahlian, serta kompetensi
sosial berupa semangat pengabdian yang tinggi untuk masyarakat.
Kedua, dalam menjalankan tugas keperawatan hendaknya dibarengi dengan
kecermatan, kehati-hatian dan kewaspadaan guna meminimalisasi risiko negatif
yang mungkin timbul. Seringnya mencuat kasus malapraktik akhir-akhir ini
haruslah dijadikan pelajaran bagi segenap insan keperawatan, dokter dan
paramedis, untuk lebih hati-hati dan cermat dalam melakukan pekerjaan. Agama
menggariskan beberapa sikap waspada yang perlu direnungi bagi para perawat.
Sayyid Sabiq mengatakan, dalam memberikan perawatan medis, hendaknya
paramedis menjalankan tugas sesuai bidang keahliannya.
Para ulama sepakat, bahwa orang yang memberikan perawatan yang di luar
keahliannya, lalu menimbulkan kecacatan atau risiko yang menambah berat
penyakit pasiennya, maka dia harus bertanggung jawab sesuai kadar bahaya
yang ditimbulkannya, dan risiko tersebut dapat ditebus dengan ganti rugi dari
hartanya sendiri, bukan harta negara atau institusi. Tetapi jika paramedis
berbuat kekeliruan, sedangkan ia seorang memiliki ilmu dan keahlian cukup,
maka risiko yang timbul, juga harus dibayarkan kepada korban. Dalam hal ini ada
yang berpendapat diambil dari hartanya, ada pula berpendapat diambil dari
harta negara atau institusi tempatnya bekerja. Imam Malik berpendapat,
paramedis tidak perlu dituntut apa-apa, karena kesalahan itu di luar
kemauannya, dan perawatan yang diberikan beserta risikonya sudah seizin
pasien sendiri atau keluarganya.
Adanya keharusan bertanggung jawab tidak lain untuk melindungi jiwa manusia
dan mengingatkan paramedis atau perawat agar lebih cermat dan hati-hati
dalam menjalankan pekerjaannnya, sebab pekerjaannya berkaitan langsung
dengan jiwa manusia. Ketika seorang pasien meninggal, tidak hanya keluarga
kehilangan anggotanya, tapi bisa pula kehilangan pengasuh, pengayom dan
pemimpin keluarga, penopang ekonomi keluarga, kehilangan orang tercinta,
kehilangan harapan hidupnya dan sebagainya.
Ketiga, para perawat hendaknya lebih proaktif ketika mengabdikan dirinya
kepada masyarakat, tidak pasif menunggu orang sakit datang ke rumah sakit
saja. Kita semua mengetahui bahwa UNDP setiap tahun mengukur peringkat
kualitas hidup manusia, human development index (HDI), di mana HDI rakyat
Indonedia selalu yang terendah dibanding bangsa-bangsa di dunia dan di Asia
Tenggara. Rendahnya derajat kesehatan merupakan salah satu indikator kriteria
yang digunakan UNDP. Dipastikan masyarakat yang kualitas kesehatannya
rendah tersebut berada pada level ekonomi menengah ke bawah. Mereka ini
baru berobat atau terpaksa datang ke rumah sakit sesudah penyakitnya parah.
Oleh karenanya, para perawat hendaknya proaktif turun ke lapangan, sehingga

potensi penyakit di masyarakat dapat dihindari. Bukankah dalam pengobatan


berlaku prinsip, lebih baik mencegah daripada mengobati.***
E.

ASUHAN KEPERAWATAN ISLAM

Pada zaman Nabi perawat dapat diberi nama Al Asiyah dari kata Aasa yang
berarti mengobati luka, dengan tugas utama memberi makanan dan
memberikan obat. Pelayanan kesehatan telah dimulai sejak zaman Nabi
Muhammad SAW dengan seorang perawat wanita yang pertama yang bernama
Rufaidah. Islam sangat menghargai seorang petugas kesehatan karna petugas ini
adalah petugas kemanusiaan yang sangat mulia.
Pelayanan kesehatan adalah memberi pelayanan kesehatan kepada orang yang
membutuhkan baik itu berupa asuhan keperawatan atau pelayanan kepada
pasien. Hubungan antara petugas kesehatan dan pasien adalah sebagai penjual
jasa dan pemakai jasa.
Antara petugas kesehatan dan pasien terjadi akad Hijrah. Akad Hijrah adalah
suatu akad dimana satu pihak memanfaatkan Barang, Tenaga, Pikiran dan
Keahlian.Islam sangat memperhatikan masalah kesehatan, baik kesehatan Fisik,
Mental maupun kesehatan lingkungan.
F.

HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA PERAWAT DENGAN PASIEN.

v kewajiban petugas keperawatan

melaksanakan tugas sesuai dengan sumpah jabatan

memberikan pelayanan dengan baik

menetapkan tarip yang terjangkau oleh masyarakat

mengusahakan keringanan biaya

bertanggung jawab atas kematian /penderitaan dan kerugian pasien yang


disebabkan oleh kesalahan perawat

melimdungi pasien dari sasaran propaganda agama lain

menyampaikan wasiat pasien yang meninggal kapada keluarganya

membantu pemakaman jenazah secepat mungkin

menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan ajaran agama.

v Hak Hak petugas keperawatan

Mendapatkan Gaji dan Honorer

Mendapatkan penghargaan yang layak dari pemerintah

Mendapat perlindungan hukum

Melindungi pasien dari ancaman luar kehidupan keselamatan jiwanya.

Menolak pelanyanan kesehatan yang bertentangan dengan ajaran Agama

Profesi keperawatan dalam islam adalah dipandang sebagai profesi yang


mulia.akan tetapi hal itu berlaku apabila asuhan keprawatan yang dilakukan
sesuai dengan syariah islam,yaitu dengan memperhatikan kaidah-kaidah dan
aturan-aturan dalam islam.dalam Al-Quran disebutkan bahwa:
bertolong-tolonglah kamun dalam hal kebaikan,dan janganlah kamu bertolongtolong dalam hal keburukan atau kejahatan.
Dari ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Al-Quran menganjurkan untuk
membantu orang orang yang sedang kesulitan dalam hal ini adalah pada
keadaan sakit.seperti yang dicontohkan oleh rufaidah di zaman Rasulullah
Saw.sebagai perumpamaan dalam penerapan asuhan keperawatan yang
sesuai dengan aturan-aturan yang ada dalam islam.misalnya adalah bagaimana
cara bersuci dan shalat bagi pasien yang sedang sakit.
Allah berfirman dalam surat Al-baqarah ayat 185:
artinya : allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu(QS.Al-baqarah;185)
G.

TATA CARA BERIBADAH BAGI ORANG YANG SAKIT


Tata Cara Bersuci Bagi Orang Yang Sakit

1. diwajibkan bersuci dengan air, berwudhu jika berhadats kecil dan mandi jika
berhadats besar
2. Jika tidak bisa dengan air karena dikhawtirkan dapat memperlambat
kesembuhan, maka boleh tayamum
3. Bila tidak mampu bersuci sendiri maka dapat dibantu orang lain
4. Jika pada tubuh terdapat luka yang digips atau dibalut maka cukup
mengusap balutan tadi dengan air
5. Cara bertayamum ialah memukulkan dua tangannya ketanah yang suci
sekali pukulan, kemudian mengusap wajahnya lalu mengusap telapak tangannya
6. Jika sebagian tubuh yang harus disucikan terluka, maka dibasuh dengan air
jika membahayakan cukup diusap sekali saja jika membahayakan juga maka bias
bertayamum
7. Dibolehkan bertayamum pada dinding yang mengandung debu yang suci
8. Jika tidak mungkin bertayamum diatas tanah atau dinding atau tempat lain
yang mengandung debu maka boleh menggunakan sapu tangan
9. Orang yang sakit juga wajib membersihkan tubuhnya dari najis, jika tidak
mungkin maka ia solat apa adanya, dan solatnya sah

10. Orang yang sakit wajib menggunakan pakaian yang suci


dalam melaksanakan solat jika tidak memungkainkan maka solat apa adanya
dan solatnya sah
11. orang yang sakit juga wajib solat ditempat yang suci jika tidak mungkin
maka cara sholat ditempat apa adanya dan sholatnya
sah.
Tata Cara Shalat Bagi Orang Sakit
1. Diwajibkan berdiri meskipun tidak tegak atau bersandar pada dinding atau
bertumpu pada tongkat
2. Bila tidak mampu berdiri maka hendaklah solat dengan duduk
3. Bila tidak mampu duduk maka solat dengan berbaring miring dengan
bertumpu pada sisi tubuh sebelah kanan menghadap kiblat
4. Jika tidak mampu berbaring maka dapat dengan telentang dan kaki menuju
arah kiblat dan kepala agak ditinggikan
5. Jika tidak mampu juga maka solat dengan menggunakan isyarat tubuh seperti
kepala jika kepala tidak mampu maka dengan mata
6. Jika memang semua itu tidak mampu maka dapat solat didalam hati
7. Jika orang sakit merasa kesulitan mengerjakan solat pada waktunya, maka
dibolehkan menjamak
Orang yang diperbolehkan tidak berpuasa dalam bulan suci rhamadan
1.

Orang yang sedang bepergian (musafir)

Selama bepergian tersebut tidak untuk maksiat dan sesuai dengan ketentuan
ukum islam maka diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan dapat menggantinya
dihari yang lain sesuai dengan puasa yang ditinggalkannya.
2.

Orang yang sakit

Sakit yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa adalah yang mengakibatkan


bahaya bagi jiwa, atau bertanmbahnya penyakit baginya, atau dikhawatirkan
terlambatnya kesembuhan akibat dari puasa tersebut dan dapat menggantinya
dihari yang lain sesuai dengan puasa yang ditinggalkannya.
3.

Wanita yang haid dan nifas

Wajib mengganti dihari yang lain dan jika wanita tersebut berpuasa maka
puasanya tidak sah.
4. Orang yang sudah lanjut usia
Orang yang lanjut usia dan perempuan tua yang tidak mampu berpuasa
hendaknya memberi makanan setiap hari, satu orang miskin

5. Wanita yang hamil dan menyusui


Allah meringankan bagi mereka untuk tidak berpuasa, dan termasuk dari
golongan hambanya yang lemah adalah wanita hamil dan menyusui.
Para pemimpin rumah sakit-rumah tidak boleh menugaskan seorang perawat
laki-laki dan seorang perawat wanita untuk piket dan jaga malam bersama, ini
suatu kesalahan dan kemungkaran besar, dan ini artinya mengajak kepada
perbuatan keji. Jika seorang laki-laki hanya berduaan dengan seorang wanita di
suatu tempat, tidak bisa dijamin aman dari godaan setan untuk melakukan
perbuatan keji dan sarana-sarananya.
Karena itu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Tidaklah seorang laki-laki bersepi-sepian dengan seorang wanita (yang bukan
mahramnya) kecuali yang ketiganya setan"
Menurut islam kesehatan yang bersifat (Prepentif) lebih diutamakan dari pada
Kuratif (pengobatan).
Hak dan kewajiban petugas kesehatan lebih besar dari pada hak dan kewajiban
pasien karna hak dan kewajiban petugas kesehatan bertanggung jawab atas jiwa
dan raga pasien.
Menurut islam bahwasan orang sakit wajib melakukan berobat untuk mengobati
penyakit nya.sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW.
berobatlah kamu, hai hamba hamba Allah! Sebab sesungguhnya Allah SWT
tidak membuat penyakit kecuali membuat pula obat nya, selain itu penyakitnya,
ialah sakit tua.(Hadis riwayat Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim)
Menurut hukum islam, seseorang yang melakukan praktek kedokteran
dan pengobatan, sedangkan ia bukan ahlinya, misalnya, ia Kunter (dukun yang
melakukan praktek dokter seperti operasi), atau Terkun (dokter yang
melakukan praktek dukun)
Seperti ia tidak memberikan resep obat kepada pasiennya yang sesuai dengan
disiplin ilmu kedokteran yang ia pelajari, tetapi ia harus bertanggung jawab atas
kerugian pasien nya, jiwa/materialnya. Hal ini berdasarkan sabda Hadis Nabi :
Barang siapa melakukan praktek kedokteran/pengobatan, sedangkan ia bukan
ahlinya, maka ia harus bertanggung jawab menggung kerugian.
kemudian ketika memberikan pelayanan perawatan bagi pasien yang
perempuan hendaknya dirawat oleh perawat perempuan.begitu juga
sebaliknya,pasien laki-laki dirawat oleh perawat laki-laki pula.
ruang lingkup itu mencakup berbagai aspek dan keadaan yang sesuai dengan
kaidah dan aturan dalam islam.misalnya :
Tata cara dan aturan tentang alat kontrasepsi atau KB
1.

Proses dan pasca melahirkan

2.

Transplantasi organ tubuh

3.

Tranfusi darah

4.

Aturan dan cara pengadopsian anak

5.

Dan lain sebagainya.

Sebagai seorang praktisi keperawatan kita harus bertindak professional sesuai


fungsi dan tujuan dari asuhan keperawatan.dengan demikian dapat tercapai
pelaksanaan asuhan keperawatan yang bermutu dan sesuai dengan syariah
islam.

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan

Dalam padangan agama islam merawat pasien merupakan tugas mulia,baik


secara tersurat maupun tersirat agama islam sangat menuntut akan hadirnya
peran perawan(rufidah) di tengah masyarakat. Dalam mengabdi kepada
masyarakat diperlukan kesiapan-kesiapan tertentu yang harus dimiliki oleh
perawat antara lain profesi keperawatan dijadikan sebagai profesi yang
sebenarnya,dalam menjalankan tugas harus memperhatikan aspek-aspek
meliputi ketelitian,kecermatan dan kewaspadaaan guna meminimalisir resiko
negatif yang mungkin akan timbul. Serta rasa tanggung jawab yang harus
dijunjung tinggi dalam menghadapi segala tindakan yang dilakukan. Sebagai
seorang perawat harus proaktif dalam menjalankan tugas yang diembannya
bukan sebagai penunggu pasien yang sakit ketika datang ke rumah sakit.

B.

Saran
Dalam merawat pasien seorang perawat harus memperhatikan aspek-

aspek hati-hati,teliti,dan cekatan serta tanggung jawab terhadap semua tindakan


yang dilakukan.
Menganjurkan pasien utuk tidak lupa melaksanakan mewajiban sebagai
umat muslim.
Sesibuk apapun kegiatan yang dilakukan perawat maupun petugas
kesehatan yang lain tidak boleh meninggalkan sholat.
Memegang teguh prinsip perawat profesional.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.kreasimahasiswa.page.tl/MATERI-AGAMA-ISLAM.htm
Hidayat A. Aziz Alimul. (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan Eds
2. Salemba Medika: Jakarta
Asmadi.(2008).Konsep Dasar Keperawatan.Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta
Anonim2009.sejarah perkembangan keperawatan di dunia,dalam di akses selasa
24 agustus 2010 pukul 10:15am

Waspadai Perbuatan Zina dan Sarananya

, , , , , ,,


, ,, .
,
, ,




,

, , ,

, , , , ,
, ,
, ,
,
, ,
, ,
,

, ,.
,
, , ,

,
,
,, , ,
KHUTBAH PERTAMA
Sidang Jumat yang berbahagia,
Salah satu kaidah yang sangat agung dalam syariat Islam yang mulia ini adalah bahwasanya
Allah Subhanahu wa Taala dan rasul-Nya tidak memerintahkan suatu perbuatan, kecuali di
dalam perintah itu terdapat kemaslahatan yang besar. Begitu juga tidak melarang suatu
perbuatan, kecuali di dalam perbuatan itu terdapat banyak madharat.

Satu

di

antaranya,

Allah

telah

mengharamkan

perbuatan zina.

Karena

dalam

perbuatan zina ini terdapat banyak madharat serta kerusakan. Allah berfirman,

, ,

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang
keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isra: 32)

Di dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Taala melarang manusia untuk mendekati
perbuatan zina dan semua perantara yang bisa menjerumuskan zina dan semua perantara yang
bisa

menjerumuskan

seseorang

ke

dalam

perbuatan

tersebut.

Demikian

ini,

karena zina merupakan perbuatan kotor dan sangat jelek pengaruhnya bagi kehidupan
masyarakat. Allah Subhanahu wa Taala menyebutnya dengan kata fakhisyah. Yang berarti,
perbuatan yang sangat keji. Perbuatan zina bertentangan dengan akal sehat. Zina merupakan
jalan yang membawa kepada kehancuran dan kenistaan, merusak masyarakat, menimbulkan
penyakit berbahaya, bercampurnya nasab, dan juga menyebabkan permusuhan di antara
manusia dan kerusakan lainnya yang sangat berbahaya, sehingga pantas apabila
Allah Subhanahu

wa

Taala memberikan

hukuman

berat

bagi

para

pelakunya.

Allah Subhanahu wa Taala berfirman,

, , ,
,
,
,

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu
untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan
hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang
beriman. (QS. An-Nur: 2)

Ayat ini menunjukkan hukuman yang disyariatkan Allah bagi seseorang yang berzina dan
belum menikah. Adapun jika pelakunya sudah menikah, maka hukumannya lebih berat dari
yang pertama, yaitu dirajam, dilempari dengan batu sampai mati. Sebagaimana disabdakan
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika ada seorang sahabat, Maiz bin Malik
berzina,

kemudian

ia

mengakui

perbuatannya.

Rasulullah shallallahu

alaihi

wa

sallam bersabda,
Pergilah kalian dan rajamlah dia!
Perhatkanlah, wahai jamaah sekalian! Alangkah berat hukuman dunia bagi pelaku zina. Dan
sesungguhnya hukuman di akhirat lebih besar, akan tetapi hanya sedikit manusia yang mau
berpikir.

Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah,


Allah

Maha

Rahman

dan

Rahim

kepada

para

hamba-Nya.

Demikian

pula

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sangat kasih sayang kepada umatnya. Oleh karena
itu, Allah dan rasul-Nya melarang dan mencegah umatnya dari segala perantara yang bisa
membawa seseorang kepada kebinasaan tersebut.
Di antaranya ialah:
Pertama, Allah Subhanahu wa Taala melarang hamba untuk mengumbar pandangannya dan
melihat kepada sesuatu yang haram untuk dilihat, karena akan membangkitkan nafsu
seseorang

dan

menjerumuskannya

ke

dalam

perbuatan

keji.

Dan

sebaliknya,

Allah Subhanahu wa Taala memerintahkan para hamba-Nya agar menundukkan pandangan


matanya. Allah Subhanahu wa Taala berfirman,

,
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi

mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (QS. an-Nur:
30)

Adapun peringatan dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tersebut dalam sabdanya:
Wahai Ali, janganlah engkau ikutkan pandangan yang satu dengan yang lainnya, karena
sesungguhnya bagimu yang pertama, bukan yang kedua. (HR. Abu Dawud dan dihasankan
oleh Syaikh al-Albani).
Maksudnya, seseorang tidak berdosa dengan pandangan pertama yang tidak disengaja dan
akan mendapatkan dosa dalam pandangan yang keduanya ketika sengaja melakukannya. Ini
menunjukkan, melihat sesuatu yang haram termasuk perantara terjadinya perbuatan zina.
Lantas, kalau pandangan yang seperti ini diharamkan, maka bagaimana dengan orang yang
melihat gambar-gambar wanita seronok dalam majalah-majalah atau bahkan film-film porno
yang akan membangkitkan syahwat? Tentu perbuatan ini lebih diharamkan oleh
Allah Subhanahu wa Taala. Ketahuilah, pandangan merupakan panah beracun dari panahpanah setan.

Kedua, Islam melarang khalwat. Yaitu berduaan antara laki-laki dan wanita yang bukan
mahram, sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda,
Tidaklah seorang laki-laki berdua-duaan dengan seorang wanita, kecuali setanlah yang
ketiganya.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,


Janganlah salah seorang di antara kalian berdua-duaan dengan seorang wanita, kecuali
dia disertai dengan mahramnya.

Lihatlah, wahai jamaah sekalian! Bagaimanakah Rasulullah shallallahu alaihi wa


sallam menutup segala pintu yang akan membukakan seseorang kepada perbuatan zina. Akan

tetapi, kita lihat banyak orang tidak memahami hal ini, sehingga banyak yang biasa berduaduaan, seperti di kantor-kantor, tempat rekreasi, dan yang lainnya. Atau di kalangan para
pemuda biasa dikenal dengan istilah pacaran bahkan menjadi kebanggaan. Muncul anggapan
keliru, pemuda atau pemudi yang tidak melakukannya dikatakan kuno.
Subhanallah! Tidakkah kita takut dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam di atas.
Tidakkah kita sadar, bahwa ini merupakan makar setan yang ingin agar manusia
menemaninya di neraka nanti?

Ketiga,

Islam

melarang

wanita-wanita

memperlihatkan

auratnya,

karena

dapat

membangkitkan syahwat. Wanita-wanita yang mempertontonkan auratnya, sesungguhnya ia


telah menjerumuskan dirinya dan orang lain kepada kehancuran. Bagaimana tidak, seorang
wanita yang membuka auratnya, kemudian ia berjalan di hadapan laki-laki, tentu ini akan
membangkitkan syahwat para laki-laki itu, kemudian dapat menimbulkan keinginan untuk
melakukan perbuatan keji.
Kita lihat, siapakah yang lebih banyak diganggu? Apakah wanita muslimah yang berpakaian
secara baik dan menutup auratnya, ataukah wanita yang mempertontonkan auratnya
berpakaian dengan pakaian ketat yang menyifati bentuk tubuhnya?
Jawabnya, tentulah wanita yang kedua lebih banyak diganggu, dan dialah yang menjadi
penyebabnya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Taala memerintahkan kepada para
wanita muslimah agar mengulurkan jilbabnya, menutup auratnya. Yang karenanya, ia akan
lebih suci. Allah Subhanahu wa Taala berfirman,

,
,


, ,
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mukmin, Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.
Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab: 59)

Akan tetapi, banyak para wanita yang tidak mempedulikan perintah Allah Subhanahu wa
Taala dan lebih mengikuti gaya orang-orang kafir, wanita-wanita fajir (pelaku dosa) yang
jauh dari petunjuk Allah. Bahkan banyak wanita yang merasa senang dan merasa bangga
dengan mempertontonkan auratnya. Benarlah yang dikabarkan Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam, pada akhir zaman nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian tetapi hakikatnya
telanjang. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Dua golongan penduduk neraka yang aku belum melihatnya; orang-orang yang membawa
cambuk seperti ekor sapi yang dia gunakan untuk memukul manusia, dan para wanita yang
berpakaian tetapi telanjang yang berjalan dengan berlenggak-lenggok. Kepala-kepala
mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak masuk surga dan tidak akan mencium
baunya.

Artinya, mereka memakai pakaian tipis atau pakaian ketat, dan pakaian yang menimbulkan
fitnah bagi orang yang melihatnya. Sehingga, sekalipun mereka berpakaian, tetapi hakikatnya
telanjang. Islam adalah agama yang penuh dengan kemaslahatan. Semua perintahnya pasti
bermanfaat, dan semua larangannya pasti mengandung bahaya. Ketika Islam memerintahkan
para wanita untuk berjilbab, tentu karena akan menjaga kehormatan. Ketika Islam melarang
mengumbar aurat, tentu karena banyak bahaya dan berakibat jelek yang ditimbulkannya, di
antaranya tersebar perbuatan zina.

, , , ,
, .
,

KHUTBAH KEDUA

,



, .,


Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Zina merupakan salah satu dosa besar dan perbuatan yang sangat keji. Perbuatan ini sangat
dimurkai AllahSubhanahu wa Taala. Oleh karena itu, hendaklah seorang muslim menjaga
diri dari dosa tersebut, serta menjauhi segala sarana yang bisa membawa dirinya kepada
perbuatan nista itu. Dan bertakwalah kepada Allah, karena dengan takwa seseorang akan
selalu terjaga dan tidak terjerumus ke dalamnya.
Marilah kita berdoa kepada Allah, agar terhindar dari perbuatan yang dimurkai.
Sesungguhnya kita tidak akan terhindar dari perbuatan yang dimurkai tersebut kecuali dengan
pertolongan dari Allah Subhanahu wa Taala.


,

, , ,

, , , , , ,
, ,
, ,
, ,

,

You might also like