Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1. Ruang Lingkup Dan Sejarah Seismologi
Seismologi pada mulanya merupakan ilmu yang mempelajari tentang
gempabumi ( seismos = gempabumi ), tetapi karena perkembangan dari
pengetahuan dan teknologi seismologi telah tumbuh menjadi sangat luas
dengan bertambahnya beberapa cabang lain, maka definisi dari Seismologi
adalah ilmu yang mempelajari gempabumi dan getaran tanah lainnya. Studi
tentang gempabumi itu sendiri tetap menjadi inti dari ilmu seismologi.
Pada saat terjadi gempabumi, dari sumbernya akan memancar gelombang
elastik yang menjalar ke segala arah melalui badan dan permukaan bumi, dan
bertolak dari sini dapat diketahui keadaan fisik di dalam bumi.
Cabang seismologi selain yang khusus mempelajari tentang gempa bumi
antara lain adalah seismologi teknik (earthquake engineering), seismologi
prospecting, seismologi nuklir, seismologi forcasting. Seismologi sendiri
merupakan cabang dari Solid earth physics yang merupakan cabang ilmu
geofisika. Sedang geofisika sendiri merupakan cabang dari geosains. Untuk
jelasnya posisi seismologi dari anak cabang geofisika dapat dilihat pada skema
berikut:
Menurut teori tektonik lempeng, bagian luar bumi merupakan kulit yang
tersusun oleh lempeng-lempeng tektonik yang saling bergerak. Di bagian atas
disebut lapisan litosfir merupakan bagian kerak bumi yang tersusun dari
material yang kaku. Lapisan ini mempunyai ketebalan sampai 80 km di daratan
dan sekitar 15 km di bawah samudra. Lapisan di bawahnya disebut astenosfir
yang berbentuk padat dan materinya dapat bergerak karena perbedaan tekanan.
Litosfir adalah suatu lapisan kulit bumi yang kaku, lapisan ini mengapung di
atas astenosfir. Litosfir bukan merupakan satu kesatuan tetapi terpisah-pisah
dalam beberapa lempeng yang masing-masing bergerak dengan arah dan
kecepatan yang berbeda-beda. Pergerakan tersebut disebabkan oleh adanya
arus konveksi yang terjadi di dalam bumi.
Bila dua buah lempeng bertumbukan maka pada daerah batas antara dua
lempeng akan terjadi tegangan. Salah satu lempeng akan menyusup ke bawah
lempeng yang lain, masuk ke bawah lapisan astenosfir. Pada umumnya
lempeng samudra akan menyusup ke bawah lempeng benua, hal ini disebabkan
lempeng samudra mempunyai densitas yang lebih besar dibandingkan dengan
lempeng benua.
Apabila tegangan tersebut telah sedemikian besar sehingga melampaui
kekuatan kulit bumi, maka akan terjadi patahan pada kulit bumi tersebut di
daerah terlemah. Kulit bumi yang patah tersebut akan melepaskan energi atau
tegangan sebagian atau seluruhnya untuk kembali ke keadaan semula.
Peristiwa pelepasan energi ini disebut gempabumi.
Gempabumi terjadi di sepanjang batas atau berasosiasi dengan batas
pertemuan lempeng tektonik. Pada kenyataannya pergerakan relatif dari
lempeng berjalan sangat lambat, hampir sama dengan
kecepatan
pertumbuahan kuku manusia (0-20 cm pertahun). Hal ini menimbulkan adanya
friksi pada pertemuan lempeng, yang mengakibatkan energi terakumulasi
sebelum terjadinya gempa bumi. Kekuatan gempa bumi bervariasi dari tempat
ke tempat sejalan dengan perubahan waktu.
Batas lempeng tektonik dapat dibedakan atas tiga bentuk utama, konvergen,
divergen, dan sesar mendatar. Bentuk yang lainnya merupakan kombinasi dari
tiga bentuk batas lempeng ini.
Pada bentuk konvergen lempeng yang satu relatif bergerak menyusup di bawah
lempeng yang lain. Zona tumbukan ini diindikasikan dengan adanya palung
laut (trench), dan sering disebut juga dengan zona subduksi atau zona WadatiBenioff. Zona penunjaman ini menyusup sampai kedalaman 700 km dibawah
permukaan bumi di lapisan astenosfir. Bentuk konvergen berasosiasi terhadap
sumber gempa dalam dan juga gunung api.
Pada bentuk divergen kedua lempeng saling menjauh sehingga selalu terbentuk
material baru dari dalam bumi yang menyebabkan munculnya pegunungan di
dasar laut yang disebut punggung tengah samudra (mid oceanic ridge).
Sedang pada tipe jenis sesar mendatar kedua lempeng saling bergerak
mendatar. Sketsa jenis pertemuan lempeng tektonik dapat dilihat pada gambar
berikut.
medium elastis yang dilewatinya dan dapat dirasakan sangat kuat di daerah
terjadinya gempabumi tersebut .
Pusat patahan didalam bumi dimana gempabumi terjadi disebut fokus atau
hiposenter, sedang proyeksi fokus yang berada di permukaan bumi disebut
episenter.
Gempabumi selain terjadi pada perbatasan lempeng juga terjadi pada patahanpatahan lokal yang pada dasarnya merupakan akibat dari pergerakan lempeng
juga.
Gempabumi yang terjadi di sekitar perbatasan lempeng biasa disebut gempa
interplate, sedang yang terjadi pada patahan lokal yang berada pada satu
lempeng disebut gempa intraplate. Karena bentuk pertemuan lempeng ada tiga
macam, dengan demikian gempa interplate juga bisa terjadi tiga macam, yaitu:
o Gempa bumi yang terjadi di sepanjang sistem rift dimana lempeng samudra
terbentuk.
o Gempa bumi yang terjadi di sepanjang sistem subduksi dimana lempeng
samudra menyusup di bawah lempeng kontinen.
o Gempa bumi yang terjadi di sepanjang patahan transform atau sesar geser
dimana pertemuan lempeng tektonik saling menggeser secara horizontal.
Di Indonesia gempabumi interplate banyak terjadi di laut dengan kedalaman
dangkal dan yang terjadi di daratan kedalaman fokusnya menengah sampai
dalam dan bisa mencapai kedalaman 700 km. Sedangkan gempabumi
intraplate di Indonesia mempunyai kedalaman sumber gempa relatif dangkal
dan bisa terjadi di darat dan laut.
Gempabumi yang besar selalu menimbulkan deretan gempa susulan yang biasa
disebut dengan aftershocks. Kekuatan aftershock selalu lebih kecil dari gempa
utama dan waktu berhentinya aftershock bisa mencapai mingguan sampai
bulanan tergantung letak, jenis dan besarnya magnitude gempa utama.
2.1. Jenis Gempabumi
Gempabumi yang merupakan fenomena alam yang bersifat merusak dan
menimbulkan bencana dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu:
a.
TypeI :
Pada tipe ini gempa bumi utama diikuti gempa susulan tanpa
didahului oleh gempa pendahuluan (fore shock).
b.
c.
Type II :
Terdapat tiga jalur utama gempabumi yang merupakan batas pertemuan dari
beberapa lempeng tektonik aktif:
1. Jalur Gempabumi Sirkum Pasifik
Jalur ini dimulai dari Cardilleras de los Andes (Chili, Equador dan
Caribia), Amerika Tengah, Mexico, California British Columbia, Alaska,
Alaution Islands, Kamchatka, Jepang, Taiwan, Filipina, Indonesia,
Polynesia dan berakhir di New Zealand.
2. Jalur Gempabumi Mediteran atau Trans Asiatic
Jalur ini dimulai dari Azores, Mediteran (Maroko, Portugal, Italia, Balkan,
Rumania), Turki, Kaukasus, Irak, Iran, Afghanistan, Himalaya, Burma,
Indonesia (Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, dan Laut Banda) dan akhirnya
bertemu dengan jalur Sirkum Pasifik di daerah Maluku
3. Jalur Gempabumi Mid-Atlantic
Jalur ini mengikuti Mid-Atlantic Ridge yaitu Spitsbergen, Iceland dan
Atlantik selatan.
Sebanyak 80 % dari gempa di dunia, terjadi di jalur Sirkum Pasifik yang sering
disebut sebagai Ring of Fire karena juga merupakan jalur Vulkanik.
Sedangkan pada jalur Mediteran terdapat 15 % gempa dan sisanya sebanyak 5
% tersebar di Mid Atlantic dan tempat-tempat lainnya.
Di Indonesia lokasi sumber gempabumi berawal dari Sumatra, Jawa, Bali,
Nusa Tenggara, sebagian berbelok ke Utara di Sulawesi, kemudian dari Nusa
Tenggara sebagian terus ke timur Maluku dan Irian. Hanya pulau Kalimantan
yang relatif tidak ada sumber gempa kecuali sedikit bagian timur. Gambar
(1.4) adalah batas lempeng-lempeng tektonik yang melewati Indonesia dan
berasosiasi terhadap sumber-sumber gempa.
10
11
12
BAB II
SUSUNAN BAGIAN DALAM BUMI
Dengan telah adanya seismograf yang dapat mencatat gelombang seismik,
sejak permulaan abad 20 telah dapat dianalisis susunan bagian dalam bumi.
Secara umum susunan bagian dalam bumi dibagi menjadi tiga, berturut-turut
dari permukaan menuju ke bagian dalam bumi adalah: kerak bumi, mantel dan
inti bumi. Antara mantel dan kerak bumi dan antara mantel dan inti bumi
merupakan lapisan batas diskontinuitas yang berfungsi sebagai pembiasan dan
pemantulan gelombang seismik.
1. Kerak Bumi
Kerak bumi atau crust merupakan lapisan paling atas dari susunan bumi dan
sangat tipis dibanding dengan lapisan lainnya. Lapisan kerak bumi mempunyai
ketebalan bervariasi antara 25 40 km di daratan dan bisa mencapai 70 km di
bawah pegunungan, sedang di bawah samudra ketebalannya lebih tipis dan
bisa mencapai 5 km. Lapisan ini dibagi lagi menjadi dua bagian yang
dipisahkan oleh lapisan diskontinuitas Conrad, berturut-turut dari permukaan
adalah lapisan yang mewakili batuan granit dan di bawahnya yang mewakili
batuan basal. Di bawah samudra lapisan granit umumnya tidak ditemui. Kerak
bumi berbentuk materi padat, terdiri dari sedimen, batuan beku, dan
metamorfis dengan unsur utama oksigen dan silikon. Densitas rata-rata 3,9
gr/cm3 , merupakan 0,3 % dari massa bumi dan 0,5 % dari volume bumi secara
keseluruhan.
Antara kerak dan mantel terdapat lapisan diskontinuitas yang disebut lapisan
Mohorovicic dan sering disebut dengan lapisan M atau Moho saja. Kecepatan
gelombang longitudinal atau gelombang kompresi pada lapisan ini berkisar
antara 6,5 km/detik sampai 8 km/detik.
2. Mantel Bumi
Lapisan mantel bumi membujur ke dalam mulai dari lapisan moho sampai
lapisan inti bumi pada kedalaman sekitar 2900 km. Mantel sebagian besar
dipertimbangkan sebagai lapisan padat. Lapisan ini dapat dibagi dua bagian
masing-masing mantel atas dan mantel bawah. Mantel atas membujur sampai
kedalaman 1000 km dibawah permukaan. Kecepatan gelombang kompresi
pada lapisan kulit bumi semakin kebawah semakin besar mulai dari sekitar
8 km/detik di bawah lapisan moho sampai sekitar 13,7 km/detik di perbatasan
inti-mantel. Pada lapisan mantel atas terdapat beberapa lapisan diskontinuitas
dimana kecepatan gelombang tiba-tiba turun. Pada kedalaman antara 100 km
sampai 250 km dibawah permukaan bumi terdapat lapisan kecepatan rendah
13
(LVL). Lapisan LVL diperkirakan berupa materi mencair yang panas, dengan
rigiditas rendah serta kecepatan gelombang seismik bisa turun sekitar 6 % jika
dibanding dengan kecepatan pada lapisan moho. Mantel bawah kecepatan
gelombang seismiknya secara gradual naik sesuai dengan kedalaman. Pada
lapisan mantel tidak terdapat lapisan diskontinuitas yang berfungsi sebagai
pembias dan pemantul gelombang seismik.
Tabel susunan bagian dalam bumi
LAPISAN
Kerak bumi
Mantel atas
Mantel bawah
Inti luar
Inti dalam
KEDALAMAN
(km)
109km3
VOLUME
%
Perm.- moho
Moho 1000
1000 2900
2900 5100
5100 6370
5,1
429,1
473,8
166,4
8,6
0,5
39,6
43,7
15,4
0,8
1012 kg
MASSA
%
DENSITAS
gr/cm3
15
1673
2415
1743
125
0,3
28,0
40,4
29,2
2,1
2,94
3,90
5,10
10,50
14,53
3. Inti Bumi
Inti bumi adalah lapisan yang paling dalam dari bumi. Lapisan ini diperkirakan
mempunyai jari-jari 3500 km dan terdiri dari dua bagian masing-masing inti
luar (outer core) dan inti dalam (inner core). Lapisan inti luar membujur
sampai kedalaman sekitar 5100 km dibawah permukaan bumi dan diperkirakan
berupa fluida, karena dari catatan seismogram gelombang shear tidak
teridentifikasi. Kecepatan gelombang kompresi pada lapisan inti luar naik
sesuai kedalaman antara 8 10 km/detik, sedang pada lapisan inti dalam
kecepatanya juga naik antara 10 13,7 km/detik.
Pada inti dalam gelombang shear dapat teridentifikasi kembali sehingga
diperkirakan tersusun dari material padat. Materi inti luar terdiri dari besi dan
nikel dalam bentuk cair / fluida sedangkan inti dalam dengan materi yang sama
dalam bentuk padat.
14
Inti luar yang berupa medium tak padat dengan densitas 10,5 gr/cm3
merupakan 15,4 % dari volume bumi dan 29,2 % dari massa bumi. Materi
yang tak padat ini diapit oleh dua materi padat ( mantel dan inti dalam )
membentuk sand wich dan bergerak terus akibat efek rotasi dan revolusi bumi.
Hal ini terutama yang menjadi sumber medan magnet bumi.
Inti dalam merupakan bagian kecil dibanding mantel dan inti luar, yaitu 0,8 %
dari volume bumi dan 2,1 % dari massa bumi tetapi mempunyai densitas
paling besar yaitu rata-rata 14,53 gr/cm3. Gambar (2.1) dan (2.2)
memperlihatkan struktur bagian dalam bumi dan kurva kecepatan gelombang
seismiknya.
15
16
BAB III
GELOMBANG SEISMIK
1. Tipe Dasar Dan Sifat Utama
Gelombang seismik adalah gelombang elastik yang menjalar ke seluruh bagian
dalam bumi dan melalui permukaan bumi, akibat adanya lapisan batuan yang
patah secara tiba tiba atau adanya suatu ledakan. Gelombang utama gempa
bumi terdiri dari dua tipe yaitu gelombang bodi (Body Wave) dan gelombang
permukaan (Surface Waves).
Gelombang seismik merambat dalam lapisan bumi sesuai dengan prinsip yang
berlaku pada perambatan gelombang cahaya: pembiasan dengan koefisien bias,
pemantulan dengan koefisien pantul, hukum-hukum Fermat, Huygens, Snellius
dan lain-lain.
1.1. Gelombang Bodi (Body Waves)
Gelombang bodi merupakan gelombang yang menjalar melalui bagian dalam
bumi dan biasa disebut free wave karena dapat menjalar ke segala arah di
dalam bumi. Gelombang bodi terdiri atas gelombang primer dan gelombang
sekunder.
Gelombang primer merupakan gelombang longitudinal atau gelombang
kompresional, gerakan partikelnya sejajar dengan arah perambatannya. Sedang
gelombang sekunder merupakan gelombang transversal atau gelombang shear,
gerakan partikelnya terletak pada suatu bidang yang tegak lurus dengan arah
penjalarannya.
Gelombang kompresional disebut gelombang primer (P) karena kecepatannya
paling tinggi diantara gelombang yang lain dan tiba pertama kali. Sedang
gelombang shear disebut gelombang sekunder (S) karena tiba yang kedua
setelah gelombang P. Gelombang sekunder terdiri dari dua komponen, yaitu
gelombang SH dengan gerakan partikel horizontal dan gelombang SV dengan
gerakan partikel vertikal.
Sifat penjalaran gelombang P yang langsung adalah bahwa gelombang ini akan
menjadi hilang pada jarak lebih besar dari 130, dan tidak terlihat sampai
dengan jarak kurang dari 140. Hal tersebut disebabkan karena adanya inti
bumi. Gelombang langsung P akan menyinggung permukaan inti bumi pada
jarak 103 dan pada jarak yang akan mengenai inti bumi pada jarak 144.
Gelombang P akan timbul kembali yaitu gelombang yang menembus inti bumi
17
Vp
2
(3.1-1)
Vs
(3.1.2)
3 dari
18
19
20
Gambar 3.2. Penjalaran gelombang seismik sederhana melalui dua lapis., S1, S2, S3,
menunjukkan stasiun pencatat; H adalah sumber gempa sedang V1 dan V2 masing-masing
kecepatan gelombang pada kedua lapisan
21
Suatu gelombang seismik yang menjalar pada batas dua lapisan yang berbeda
kecepatan rambatnya, akan menjalar pada lapisan yang berkecepatan lebih
besar. Untuk menjelaskan penjalaran gelombang ini dapat diperhatikan gambar
berikut dengan anggapan permukaan datar dan model lapisan sederhana.
Gambar 3.3 Prinsip penjalaran gelombang pada lapisan kerak bumi model sederhana. OO adalah permukaan bumi;
MM menunjukkan lapisan moho; S1, S2 & S3 menunjukkan stasiun pencatat; R1, R2, & R3 merupakan titik pantul
dan bias; i, ic, & ir berturut-turut merupakan simbul sudut datang, sudut kritis dan sudut bias; Pg,Sg merupakan
gelombang langsung P & S pada lapisan granit; Pn,Sn adalah gelombang P & S yang melewati lapisan moho; sedang
V1 & V2 adalah kecepatan gelombang pada kedua lapisan.
Gelombang seismik menjalar dari sumber gempa (fokus), ada yang langsung
tercatat oleh stasiun (S2) ada yang dipantulkan oleh lapisan moho dan tercatat
di stasiun (S1), serta ada yang melalui lapisan moho dan dicatat oleh stasiun
S3. Gelombang P dan S yang langsung melalui lapisan crustal ini berturut-turut
diberi simbul Pg dan Sg atau ada yang memberi nama P dan S, dimana notasi menunjukkan lapisan granit.
Gelombang yang dipantulkan diberi masing-masing notasi PmP dan SmS dan
yang melewati lapisan moho diberi notasi Pn dan Sn. Gelombang Pn dan Sn
pada lapisan kerak kontinental tidak akan tercatat oleh stasiun stasiun yang
jarak kritisnya kurang dari 100 km.
Penjalaran gelombang model diatas menunjukkan model sangat sederhana,
kenyataannya bahwa lapisan kerak masih terbagi lagi oleh lapisan granit dan
basal, disamping itu batas permukaan tidak rata dan kadang-kadang ada
kemiringannya. Untuk itu model yang lebih realistik diperlihatkan pada
gambar berikut.
22
Gambar 3.4. Prinsip penjalaran gelombang seismic melalui continental crust dua lapisan
dengan kemiringan dan batas lapisan tidak rata. C menunjukkan simbul Conrad
diskontinuitas, sedang angka di pinngir kanan berturut turut kebawah menunjukkan
kecepatan gelombang P dan S dalam satuan km/s.
Pada model ini gelombang langsung adalah gelombang yang hanya dicatat
pada jarak episenter yang sangat lokal sekitar puluhan km yaitu pada stasiun
S1, dimana gelombang P dan S diberi notasi strip atas atau dengan simbul
simbul P dan S. Sedang Pg dan Sg adalah gelombang yang telah dibiaskan
seolah-olah melalui batas diskontinuitas lain masih pada lapisan granit.
Gelombang yang dibiaskan melalui lapisan batas diskontinuitas Conrad diberi
notasi asterisk atau b (P* , S* atau Pb, Sb) yang menunjukkan lapisan basalt.
Gelombang yang dibiaskan melalui lapisan moho notasinya tetap sama seperti
model terdahulu yaitu Pn dan Sn. Keempat macam jenis gelombang tersebut
mempunyai jarak kritis masing-masing sekitar 10 km, 100 km, 150 km dan
200 km, dan kecepatan gelombang P pada ketiga lapisan tersebut berturut-turut
kebawah adalah sekitar 6,2 km/dt, 6,6 km/dt dan 8,0 km/dt.
Sebagai pedoman dalam pembacaan seismogram biasanya dari beda waktu tiba
gelombang S dan P atau (S-P). Jika (S-P) kurang dari 20 detik kelompok
gelombang P dan S yang pertama datang biasanya berturut-turut Pg (P) dan Sg
(S). Jika (S-P) lebih besar dari 25 detik biasanya yang pertama datang adalah
Pn. Gelombang pantul oleh lapisan moho pada prakteknya sulit diidentifikasi
karena terkontaminasi oleh gelombang-gelombang Pg dan Pn atau Sg dan Sn.
Disamping pemantulan oleh lapisan moho gelombang P dan S dapat pula
dipantulkan oleh lapisan permukaan melewati kerak bumi dan dibiaskan
melalui lapisan moho dan dicatat di stasiun berturut-turut sebagai gelombang
pPn dan sPn. Prinsip penjalaran gelombang pantul permukaan ini terlihat pada
gambar berikut.
23
Gambar 3.5. Prinsip penjalaran gelombang Pn, pPn dan sPn dengan model satu lapisan
kerakbumi
Model model diatas berlaku untuk lapisan diatas kontinen, sedang pada model
samudra biasanya tidak ada lapisan granit.
Dari kasus tersebut diatas dapat digambarkan kurva waktu jalar terhadap jarak
episenter (ES) untuk gelombang langsung , dipantulkan dan dibiaskan sebagai
berikut:
Gambar 3.6. Kurva waktu jalar terhadap jarak episenter; garis 1,2 dan 3
berturut-turut menunjukkan waktu jalar gelombang langsung, bias dan pantul; EXcr
adalah jarak kritis; EXco adalah jarak cross over; sedang S1, S2, dan S3 adalah
stasiun pengamat.
Terlihat pada gambar diatas , bahwa pada jarak ES hanya akan mencatat
gelombang langsung dan gelombang yang hanya dipantulkan. Pada jarak
episenter lebih besar atau sama dengan EXCr stasiun akan merekam
24
25
Gambar 3.7. Contoh penjalaran gelombang bodi yang melalui kulit bumi dan dipantulkan oleh
permukaan bebas dan inti luar untuk kasus gempa dangkal.
26
Gambar 3.8. Contoh penjalaran gelombang bodi yang melalui kulit bumi dan dipantulkan oleh
permukaan bebas untuk kasus gempa dangkal.
Selain dipantulkan oleh permukaan bebas atau inti luar, gelombang bodi dapat
pula dipantulkan oleh lapisan diskontinuitas pada mantel atas. Dalam hal ini
diberi notasi d (depth atau kedalaman sumber gempa dengan satuan km).
Sebagai contoh P650P adalah gelombang P yang dipantulkan oleh lapisan
diskontinuitas yang dalamnya 650 km. Kasus ini terlihat pada gambar
dibawah.
2.3. Gelombang Bodi Pada Jarak Episenter Lebih Dari 103o
Pada jarak episenter lebih dari 100o, amplitude gelombang P langsung akan
meluruh secara dramatis, dan pada jarak sekitar 140o akan kembali tampak.
Jarak episenter antara 103 140 disebut sebagai shadow zone, dimana pada
jarak ini tidak ada gelombang P langsung yang tercatat. Gelombang langsung
yang terakhir mengalami proses difraksi oleh lapisan batas inti-mantel.
Gelombang difraksi ini diberi simbul dengan Pc atau Pdif. Gelombang Pc
mempunyai amplitude yang kecil dan periode panjang yang kadang-kadang
dapat tercatat sampai jarak lebih dari 160o. Untuk shadow zone gelombang S
langsung adalah antara 103o sampai -103o atau antara 103 - 257o dan simbul
untuk gelombang difraksinya Sc atau Sdif. Penjalaran gelombang yang terkait
dengan shadow zone ini terlihat pada gambar berikut.
27
Gambar 3.9. Penjalaran gelombang P langsung pada mantel, gelombang difraksi oleh lapisan
batas core-mantle, gelombang pantul oleh lapisan diskontinuitas mantel atas serta shadow
zone.
Gelombang P yang melewati inti luar diberi notasi dengan huruf K, yaitu
singkatan dari Kernwellen ahli seismologis Jerman yang menemukan pertama
kali. Tingkah laku gelombang ini terlihat pada gambar dibawah ini.
Gelombang langsung yang melewati mantel, kemudian dibiaskan pada inti luar
dan keluar lagi melalui mantel ini dapat terbentuk empat macam, yaitu: PKP,
PKS, SKP dan SKS.
Gelombang K adalah termasuk gelombang P karena gelombang S tidak bisa
melewati inti luar, dan sebab inilah material inti luar berbentuk cair.
Gelombang PKP sering disingkat dengan notasi P. Gelombang P yang
melewati inti dalam diberi notasi I, dan dalam hal ini juga dapat terbentuk
empat macam yaitu: PKIKP, PKIKS, SKIKP, DAN SKIKS. Untuk gelombang
S yang melewati inti dalam diberi simbul J, namun dalam prakteknya juga
digunakan simbul I.
Gambar 3.10. Penjalaran gelombang P yang melalui mantel, inti luar dan inti dalam.
28
3. Persamaan Gelombang
Dasar teori yang digunakan dalam pengamatan gempa adalah persamaan
gelombang elastik untuk media yang homogen isotropik yang dapat ditulis
(Lee, 1981):
Dimana :
i = 1,2,3
Uj
u + v + w
=
=
Xj
x
y
y
= perubahan volume atau dilatasi
= densitas
Uj = vektor tegangan komponen ke i
Xj = komponen sumbu koordinat ke i
29
t = waktu
= konstante Lame
= modulus rigiditas
2
= laplacian =
+
+
x
y z
Untuk bangun tiga dimensi, secara lengkap persamaan ( 3.3-1 ) dapat ditulis
sebagai berikut:
30
w v
y z
T1
x
v1
31
v1
v2
x 2h cos i13 2h2 cos i23
T3 1
v3
v1
v2
T2
Hubungan antara jarak episenter terhadap waktu jalar gelombang bias untuk
model tiga lapisan datar terlihat pada gambar berikut:
Perpanjangan garis 1/v2 dan 1/v3 akan memotong sumbu T di titik i dan
i 2, yang disebut intercept time (waktu tunda). Sedangkan proyeksi titik
potong garis 1/v1 dan 1/v2 serta 1/v2 dan 1/v3 ke sumbu X disebut jarak cross
over pertama, EXco1, dan jarak cross over kedua, Exco2.
Untuk menentukan struktur kerak bumi di bawah permukaan dapat
dipergunakan salah satu metode dari metode waktu tunda (Intercept time) atau
metode jarak cross over.
Dengan metode waktu tunda didapat persamaan:
32
Akan memotong sumbu T dan disebut Intercept time atau waktu tunda ( i )
dan kedalaman lapisan pertama dan kedua kerak bumi model sederhana
diformulakan:
1
X 2h1 2
2
v3 v1 2
v 2 v1v 2
Titik potong kedua persamaan tersebut di atas di titik (Xco1, T1)
T1 = Tb
Jadi
Tb
EX co EX co 2h1 2
2
v2 v1
v1
v2
v1v2
EX co v 2 v1
h1
2 v 2 v 2 12
dengan
33
34
BAB IV
PARAMETER GEMPABUMI
Setiap kejadian gempabumi akan menghasilkan informasi seismik berupa
rekaman sinyal berbentuk gelombang yang setelah melalui proses manual atau
non manual akan menjadi data bacaan fase (phase reading data). Informasi
seismik selanjutnya mengalami proses pengumpulan, pengolahan dan analisis
sehingga menjadi parameter gempabumi. Parameter gempabumi tersebut
meliputi : Waktu kejadian gempabumi, Lokasi episenter, Kedalaman sumber
gempabumi, Kekuatan gempabumi, dan Intensitas gempabumi.
Waktu kejadian gempabumi (Origin Time) adalah waktu terlepasnya
akumulasi tegangan (stress) yang berbentuk penjalaran gelombang gempabumi
dan dinyatakan dalam hari, tanggal, bulan, tahun, jam, menit, detik dalam
satuan UTC (Universal Time Coordinated).
Episenter adalah titik di permukaan bumi yang merupakan refleksi tegak lurus
dari Hiposenter atau Fokus gempabumi. Lokasi Episenter dibuat dalam sistem
koordinat kartesian bola bumi atau sistem koordinat geografis dan dinyatakan
dalam derajat lintang dan bujur.
Kedalaman sumber gempabumi adalah jarak hiposenter dihitung tegak lurus
dari permukaan bumi. Kedalaman dinyatakan oleh besaran jarak dalam satuan
km.
Kekuatan gempabumi atau Magnitude adalah ukuran kekuatan gempabumi,
menggambarkan besarnya energi yang terlepas pada saat gempabumi terjadi
dan merupakan hasil pengamatan Seismograf. Magnitude menggunakan skala
Richter (SR).
Intensitas gempabumi adalah ukuran kerusakan akibat gempabumi berdasarkan
hasil pengamatan efek gempabumi terhadap manusia, struktur bangunan dan
lingkungan pada tempat tertentu, dinyatakan dalam skala MMI (Modified
Mercalli Intensity).
1. Magnitude
35
36
atau
37
38
39
40
41
Sedangkan skala Jepang (1950) adalah 7 derajat skala, yang dibuat oleh
pemerintah Jepang.
Perlu diperhatikan bahwa sklala intensitas bukan skala magnitude. Pada
umumnya, untuk menentukan secara tepat intensitas dari suatu gempa bumi di
suatu daerah, dikirimkan suatu tim peneliti yang langsung terjun ke lapangan
atau daerah dimana terdapat efek atau pengaruh gempa bumi tersebut.
Pengamatan ini perlu pengetahuan mengenai kondisi geologi dan tipe
konstruksi bangunan.
Hasil dari penelitian tersebut, merupakan data yang diperlukan untuk
menentukan skala intensitas dan selanjutnya dibuat peta isoseismal. Isoseismal
adalah garis yang menghubungkan tempat-tempat dengan intensitas yang
sama. Untuk menghindari kerancuan dengan besaran magnitude, skala
intensitas ditulis dengan angka Romawi.
Suatu kenyataan, bahwa intensitas yang lebih besar akan terjadi pada tanah
yang lunak / gembur dibandingkan pada tanah yang padat / bedrock. Dalam
melihat kerusakan yang diakibatkan oleh suatu gempa bumi, harus diyakini
benar bahwa kerusakan tersebut timbul karena pengaruh gempa bumi, dan
bukan karena pengaruh yang lain, seperti misalnya: perubahan suhu yang besar
dan mendadak, deruman sonik pesawat terbang dan sebagainya.
Dengan menggunakan peta isoseismal, dapat diperkirakan parameter gempa
bumi lainnya, seperti letak episenter, kedalaman pusat gempa bumi, dan
sebagainya.
Penentuan episenter secara instrumen (pembacaan rekaman permulaan
gelombang P dan S), pada umumnya merupakan sebuah titik dimana sesar
tersebut dimulai. Apabila sesar merupakan belahan panjang, maka lokasi
episenter tersebut akan menyimpang dari daerah intensitas maksimum. Apabila
pusat gempa bumi terjadi pada suatu kedalaman tertentu, maka pengaruh
intensitas akan lebih kecil kalau menjauhi episenter, dibandingkan apabila
pusat gempa bumi lebih dangkal.
Hubungan antara Intensitas suatu tempat (I), intensitas maksimum (Io), radius
isoseismal (r) dan kedalaman fokus (h), secara empiris dirumuskan sebagai
berikut:
I 0 I 3 log
r12 h 2
...(4.2-1)
h 2,
42
II.
III.
IV.
Pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah, di luar oleh
beberapa orang. Pada malam hari orang terbangun, piring dan gelas
dapat pecah, jendela dan pintu berbunyi, dinding berderik karena
pecah-pecah. Kacau seakan-akan truk besar melanggar rumah,
kendaraan yang sedang berhenti bergerak dengan jelas.
V.
VI.
VII.
43
VIII.
IX.
X.
Bangunan dari kayu yang kuat rusak, rangka-rangka rumah lepas dari
pondasinya, tanah terbelah, rel melengkung. Tanah longsor di sekitar
sungai dan tempat-tempat yang curam serta terjadi air bah.
XI.
XII.
44
3. Energi Gempabumi
Bentuk energi yang dilepaskan saat terjadinya gempabumi antara lain adalah
energi deformasi gelombang. Energi deformasi dapat dilihat pada perubahan
bentuk volume sesudah terjadinya gempa bumi, seperti misalnya tanah naik,
tanah turun, pergeseran batuan, dan lain-lain. Sedangkan energi gelombang
akan menggetarkan medium elastis disekitarnya dan akan menjalar ke segala
arah.
Pemancaran energi gempa bumi dapat besar ataupun kecil, hal ini tergantung
dari karakteristik batuan yang ada dan besarnya stress yang dikandung oleh
suatu batuan pada suatu daerah. Pada suatu batuan yang rapuh ( batuan yang
heterogen ), stress yang dikandung tidak besar karena langsung dilepaskan
melalui terjadinya gempa gempa-gempa kecil yang banyak. Sedangkan untuk
batuan yang lebih kuat ( batuan yang homogen ), gempa kecil tidak terjadi
( jarang terjadi ) sehingga stress yang dikandung sangat besar dan pada suatu
saat batuannya tidak mampu lagi menahan stress, maka akan terjadi gempa
dengan magnitude yang besar.
Dengan kata lain untuk batuan yang lebih rapuh ( heterogen ), energi yang
dikumpulkan tidak terlalu besar karena langsung dilepaskan dalam bentuk
gelombang seismik, sedangkan untuk batuan yang lebih kuat, energinya akan
dikumpulkan dalam waktu relatif lebih lama sehingga pada saat dilepaskan
(karena batuan sudah tidak mampu lagi menahan stress), energinya sudah
terkumpul banyak dan gempabumi yang terjadi akan lebih besar.
Energi gempa bumi dapat ditaksir dari pengamatan makroseismik, tetapi
biasanya tidak diperoleh hasil yang memadai. Gelombang seismik merupakan
bentuk energi yang paling mudah dideteksi yaitu dengan cara pencatatan pada
alat. Dengan menggunakan data ini kita dapat menaksir energi gempabumi
yang memadai. Ukuran besarnya energi gempabumi ditentukan dengan hasil
catatan amplitudo gelombang seismik yang dinyatakan dengan istilah
Magnitude gempabumi.
Penentuan magnitude baik menggunakan gelombang bodi (mb), maupun
gelombang permukaan (Ms) tidak menunjukan skala yang sama. Secara
historis ML, Ms, dan mb dimaksudkan untuk mendapatkan titik temu satu
sama lain, akan tetapi pada kenyataannya penentuan secara terpisah
menggambarkan ketidak setaraan terutama antara mb dan Ms.
45
46
I O 1.5( M 0.5)
log a I 3 0.5 ..(4.4-1)
Dimana M adalah magnitude, I O adalah intensitas pada tempat yang akan
dicari dan a adalah percepatan tanah pada tempat yang dicari dalam satuan
cm/dt 2 atau gal.
o Hubungan rumus Murphy dan OBrein
47
R 2 h 2
48
dengan :
= percepatan tanah pada permukaan (gal)
M = magnitudo gelombang permukaan (SR)
R = jarak hiposenter (km)
R 2 h 2
= jarak episenter (km)
h = kedalaman sumber gempa (km)
Pada kedua model percepatan tanah di atas menggunakan parameterparameter dasar gempa yaitu :
- Magnitude (M)
- Kedalaman sumber gempa (h)
- Episenter (E)
Bila magnitude gelombang permukaan (Ms) tidak diketahui dan hanya
diketahui magnitude gelombang bodi (mb), Ms dapat dihitung dengan
menggunakan rumusan empiris hubungan antara Ms dan mb yang telah
dijelaskan pada persamaan (4.3-1), (4.3-2) atau (4.3-3).
o Model empiris yang menggunakan data periode dominan tanah yang
merupakan hasil pengukuran di lapangan dengan menggunakan alat
microtremometer.
Dengan data periode dominan tanah (Tg) dari hasil pengukuran
microtremor maka percepatan tanah pada permukaan dapat dihitung
dengan rumus Kanai (1966) :
G (T ) o
(4.4-8a)
..(4.4-8c)
dengan :
= Percepatan tanah pada permukaan (gal)
G(T) = Faktor pembesaran
49
Skala JMA
0
1
2
3
4
5
6
7
Percepatan Maksimum
(gal)
dibawah 0.8
0.8 ~ 2.5
2.5 ~ 8.0
8.0 ~ 25.0
25.0 ~ 80.0
80.0 ~ 250.0
250.0 ~ 400.0
diatas 400
Skala MMI
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10,11,12
Percepatan Maksimum
(gal)
dibawah 1.0
1.0 ~ 2.0
2.1 ~ 5.0
5.0 ~ 10.0
10.0 ~ 21.0
21.0 ~ 44.0
44.0 ~ 94.0
94.0 ~ 202.0
202.0 ~ 432.0
diatas 432
50
51
52
Gambar 4.1. Peta percepatan tanah maksimum Indonesia formula Richter yang dikombinasi
dengan formula attenuasi intensitas Subardjo-Prih Harjadi.
Gambar 4.2. Peta percepatan tanah maksimum Jawa bagian Barat formula Richter yang
dikombinasi dengan formula attenuasi intensitas Subardjo-Prih Harjadi.
53
Gambar 4.3. Peta percepatan tanah maksimum Sulawesi bagian Utara formula Richter yang
dikombinasi dengan formula attenuasi intensitas Subardjo-Prih Harjadi.
54
Zone 1
Zone 2
Zone 3
Zone 4
Zone 5
Zone 6
Pembagian daerah aktif gempa bisa juga ditinjau dari data makro atau
intensitas gempa yang pernah dirasakan. Peta intensitas gempa Bengkulu pada
tanggal 4 Juni 2000 adalah satu kasus data makro yang langsung bisa
dikaitkan dengan bangunan. Beberapa kasus gempa merusak merupakan data
makro yang menghasilkan peta intensitas regional seperti yang dilakukan oleh
55
J. Murjaya dan G. Ibrahim pada tahun 1997 (gambar 9.3). Pada peta ini, daerah
yang terkena dampak gempa bumi dibagi menjadi 4 daerah;
1. Daerah dengan intensitas MMI IX atau lebih.
2. Daerah dengan intensitas MMI VII-VIII.
3. Daerah dengan intensitas MMI V-VI.
4. Daerah dengan intensitas MMI < V
Pembagian ini masih bersifat regional, dengan perkataan lain bahwa untuk
analisis resiko gempa pada suatu bangunan yang terletak pada suatu tempat di
satu kota, memerlukan analisis mikro yang memasukkan beberapa unsur
seperti lapisan tanah tempat bangunan, ketebalan lapisan, respon tanah dan
bangunan terhadap getaran.
Untuk mengetahui besarnya simpangan akibat gempa, Mario Paz (1979)
merepresentasikan bangunan sebagai sistem yang terdiri atas massa, pegas dan
redaman. Dalam hal ini hanya dibahas sistem dengan satu derajat kebebasan
seperti pada gambar berikut:
Dengan :
F(t)
= koefisien redaman.
56
dimana :
FI mx adalah gaya inersia.
57
dimana :
58
dimana :
F
= berat bangunan.
xg
= percepatan gravitasi.
59
BAB V
LOKALISASI GEMPABUMI
Untuk menentukan lokasi sumber gempabumi diperlukan data waktu tiba
gelombang seismik dengan sekurang kurangnya 4 data waktu tiba gelombang
P. Sedangkan penentuan magnitude gempa memerlukan pengukuran
amplitude, dan periode atau lamanya gelombang tersebut tercatat di suatu
stasiun . Selain itu juga diperlukan data posisi stasiun yang digunakan dan
model kecepatan gelombang seismik. Episenter gempa dapat ditentukan secara
manual dengan metode lingkaran ataupun metode hiperbola, sedangkan
program komputer untuk menentukan parameter gempa digunakan metode
Geiger. Metode-metode tersebut dijabarkan sebagai berikut :
1. Metoda Lingkaran Dengan Tiga Stasiun.
Dianggap ada tiga stasiun pencatat, masingmasing S, S2, dan S3. Dengan
menggunakan dua data stasiun pencatat , S2 dan S3 sebagai pusatnya, dibuat
lingkaran-lingkaran dengan jari-jari :
r2 = v ( t2 t1 )
r3 = v ( t3 t1 )
dengan :
r = jari-jari lingkaran.
v = kecepatan gelombang
t = waktu tiba gelombang
Episenter yang dicari adalah pusat sebuah lingkaran yang melalui S dan
menyinggung kedua lingkaran yang berpusat di S2 dan S3 tersebut.
Pada penggunaan praktis, metode ini dilakukan dengan cara berulang-ulang
mencoba membuat lingkaran ketiga sehingga didapatkan titik E yang terbaik.
Dengan demikian metode ini kurang dapat diandalkan, karena kualitas
penentuannya tergantung pada ketelitian penggambaran ketiga lingkaran
tersebut.
60
2. Metode Hiperbola
Bila dianggap kecepatan gelombang seismik v konstan dengan tiga stasiun S 1,
S2 dan S3 diukur waktu tiba gelombang seismik pada ketiga stasiun itu adalah
jam t1, t2, dan t3 dimana t3 > t2 > t1, maka dengan menggunakan pasangan
stasiun S1 dan S2, episenternya harus terletak pada sebuah kurva dengan harga
t2 t1 konstan. Kurva semacam ini berupa hiperbola dengan S1 dan S2 sebagai
titik fokusnya. Karena telah diketahui t2 > t1 maka kurva hiperbolanya cekung
kearah titik titik S1. Dengan cara yang sama dilakukan lagi untuk pasangan
stasiun S2, S3 dan S3, S1. Ketiga hiperbola ini berpotongan pada suatu titik dan
titik potong ini adalah episenternya.
3. Metode Titik Berat
Dalam metode ini selain didapat koordinat episenter, kedalaman fokusnya juga
dapat ditentukan. Dengan menggunakan tiga stasiun pencatat S1, S2, dan S3
dapat dibuat masing-masing lingkaran dengan pusat stasiun dan jari jari r1, r2
dan r3. Jari-jari lingkaran adalah jarak hiposenter d = (s-p) k, dimana k adalah
konstanta Omori yang besarnya tergantung pada kondisi geologi setempat dan
besarnya sekitar 7,8.
61
lingkaran 1 dan lingkaran 2 (garis AB). Garis berat lingkaran 1 dan 3 adalah
garis yang menghubungkan perpotongan lingkaran 1 dan lingkaran 3 (garis
CD). Sedang Garis berat lingkaran 2 dan 3 adalah garis yang menghubungkan
perpotongan lingkaran 2 dan lingkaran 3 (garis EF).
62
Gambar 5.4 Grafik Wadati tp adalah waktu tiba gelombang P dan to adalah origin time dan
besarnya gradien mendekati angka 1,73.
63
5. Metode Geiger
Metode Geiger menggunakan data waktu tiba gelombang P dan atau
gelombang S. Anggapan yang digunakan adalah bahwa bumi terdiri dari
lapisan datar yang homogen isotropik, sehingga waktu tiba gelombang gempa
yang karena pemantulan dan pembiasan untuk setiap lapisan dapat dihitung.
Cara yang digunakan dengan memberikan harga awal hiposenter, kemudian
menghitung waktu rambat gelombang untuk setiap stasiun yang digunakan.
Dari perhitungan ini didapatkan residu, yaitu perbedaan antara waktu rambat
64
gelombang yang diamati dengan waktu rambat gelombang yang dihitung untuk
setiap stasiun.
Perkembangan perhitungan numerik dan teknik komputasi dewasa ini
mengisyaratkan bahwa metode ini adalah yang paling cocok digunakan.
Berdasarkan metode ini ditulis program-program lokalisasi sumber gempa
seperti yang dikembangkan oleh Flinn (1960), Nordquist (1962), dengan
menjaga stabilitas komputasinya Engdahl , dkk (1966) ; Lee dan Lahr (1972) ;
Bulland (1976) .
Meskipun demikian, metode Geiger ini masih mempunyai kesalahan
perhitungan, terutama apabila data yang digunakan berasal dari stasiun dengan
jarak yang relatif jauh. Variasi kecepatan gelombang seismik pada jarak
tersebut ternyata tidak dapat dihitung dengan tepat. Variasi kecepatan
gelombang sebesar lebih kurang 0,2 km/dt. ternyata memberikan kesalahan
penentuan posisi hiposenter sampai beberapa puluh kilometer (Shedlock,
1985). Oleh karena itu, metode ini hanya dapat digunakan dengan tepat untuk
menentukan posisi hiposenter dan waktu asal dari suatu gempa yang bersifat
lokal (Lee,1981).
Dalam penentuan episenter atau lokalisasi gempabumi, pembacaan waktu tiba
sangat berperan, karena kesalahan interpretasi pembacaan fase gelombang
akan menghasilkan residu yang besar. Untuk itu perlu semacam petunjuk
tentang pembacaan fase-fase gelombang seismik. Grafik travel time dapat
dipakai untuk pedoman pembacaan fase-fase gelombang tersebut, dan gambar
dibawah ini menunjukkan grafik penjalaran gelombang P, S, Pc, PcP, dan PP
terhadap jarak.
Gambar 5.4. Grafik penjalaran gelombang P, S, Pc, PcP, dan PP terhadap jarak.
65
Untuk gempa jauh atau teleseismik sifat-sifat gelombang yang telah dibahas
pada bab terdahulu dapat digunakan.
Sebagai ringkasan sifat-sifat gelombang teleseismik adalah sebagai berikut:
Fase gelombang yang sering muncul adalah P, PP, PKP
Fase gelombang P tercatat baik pada seismogram short period komponen
vertikal.
Fase S dan gelombang permukaan tercatat baik pada seismogram long
period.
Fase S tercatat baik pada komponen horizontal
Gelombang permukaan adalah dispersive (umumnya long period akan tiba
lebih dulu kemudian disusul yang lebih pendek periodenya)
Gelombang Love sedikit lebih cepat dari gelombang Rayleigh dan
keduanya lebih lambat dari gelombang S
Pada komponen horizontal amplitude gelombang Love akan terlihat paling
besar.
Gelombang Rayleigh terlihat terbesar amplitudenya pada komponen
vertikal.
Pada gempa dalam akan muncul gelombang pP, sP, dan seterusnya.
Pada gempa dangkal gelombang permukaan lebih dominan.
66
BAB VI
MEKANISME SUMBER GEMPABUMI
Gempa bumi tektonik terjadi karena adanya proses pergerakan lempeng yaitu
berupa tumbukan, pelipatan, pergeseran dan atau penyusupan yang
berpengaruh terhadap media yang dilewati proses tersebut. Di daerah
pertemuan lempeng akan timbul suatu tegangan diakibatkan oleh tumbukan
dan geseran antar lempeng serta sifat-sifat elastisitas batuan. Tegangan pada
batuan akan terkumpul terus-menerus sehingga sesuai dengan karakteristik
batuan yang akan sampai pada titik patah, dimana pada saat tersebut enersi
yang terkumpul selama terjadi proses tegangan akan dilepaskan, pada waktu
itulah gempa bumi terjadi.
Sekarang kita tinjau bagaimana proses terjadinya sebuah gempabumi. Seorang
ahli seismologi Amerika yang bernama Reid pada tahun 1906 mengadakan
penelitian untuk membahas tentang proses pemecahan di sebuah sumber
gempabumi pada gempa San Fransisco yang terjadi di San Andreas Fault.
Displacement dari Fault San Andres ini kebanyakan horizontal, dimana pada
bagian timur yang menghadap ke daratan Amerika bergerak ke selatan
terhadap yang di sebelah barat ( yang menghadap ke Pasifik ).
67
ini berjalan terus sampai stress yang terjadi ( dikandung ) di daerah ini cukup
besar untuk merubahnya menjadi gesekan antara daerah A dan daerah B. Lama
kelamaan karena lapisan batuan sudah tidak mampu lagi untuk menahan stress,
maka akan terjadi suatu pergerakan atau perpindahan yang tiba-tiba sehingga
terjadilah patahan. Peristiwa pergerakan secara tiba-tiba ini disebut
gempabumi.
Pada keadaan III menunjukan lapisan batuan yang sudah patah, karena adanya
pergerakan yang tiba-tiba dari batuan tersebut. Gerakan perlahan-lahan sesar
ini akan berjalan terus, sehingga seluruh proses diatas akan diulangi lagi dan
sebuah gempa akan terjadi lagi setelah beberapa waktu lamanya, demikian
seterusnya. Teori Reid ini dikenal dengan nama Elastic Rebound Theory.
Dalam keadaan yang sebenarnya permukaan sesar dapat mempunyai keadaan
yang berbeda dan demikian pula dengan gerakannya dapat mempunyai arah
yang berlainan sepanjang permukaannya. Dapat dibedakan atas tiga bentuk
gerakan dasar dari sesar:
Gambar 6.2. Gerakan dasar dari sesar: sesar mendatar, sesar turun, dan sesar naik.
1. Gerakan sejajar jurus sesar, disebut sesar mendatar atau strike slip fault.
Stress yang terbesar adalah stress horisontal dan stress vertikal kecil
sekali.
2. Sesar relatif ke bawah terhadap blok dasar, disebut sesar turun / sesar
normal atau gravity fault.
68
3. Gerakan relatif ke atas terhadap blok dasar, disebut sesar naik atau
thrust fault / reverse fault.
1. Hubungan Gempabumi Dengan Bidang Sesar.
Dalam hubungannya dengan bidang sesar beberapa analisis menyimpulkan
bahwa gempa-gempa kecil di daerah yang frekuensi gempa rendah dapat
digunakan atau ditandai daerah yang mempunyai bahaya gempa .Bidang sesar
dalam hal ini menandakan gerak vertikal dua blok sesar di daerah di mana
sesar aktif yang sebelumnya.tidak pernah diduga dapat terjadi.
Dengan mengetahui arah gerakan sesar, dapat diketahui sumber atau asal gayagaya di daerah itu, misalnya dalam studi gempa mikro yang merupakan
karakteristik daerah yang dapat memisahkan gempagempa akibat gaya
tektonik dengan gempa-gempa yang disebabkan oleh keaktifan geothermal.
Dalam hal ini sesar akibat gempa tektonik di tandai dengan gerakan horizontal.
69
70
71
BAB VII
TSUNAMI
Istilah Tsunami berasal dari kosa kata Jepang Tsu yang berarti gelombang dan
Nami yang berarti pelabuhan atau bandar. Negara Jepang secara geografis
terletak pada daerah rawan gempa, sama dengan Indonesia. Dari sejarahnya
di Jepang pada saat itu masyarakatnya telah mengamati dan mencatat
peristiwa alam yang ada di sekitarnya, masyarakat di sana banyak tinggal di
sekitar teluk yang menjadi pelabuhan sekaligus pusat ekonomi, sedangkan kita
tahu bahwa pada daerah seperti teluk (konvergen) sifat gelombang laut akan
menjadi kuat sebab gelombang laut saling terpantul dan terinterferensi
(tergabung) menjadi gelombang yang besar sehingga kekuatan gelombang
akan terfokus pada teluk tersebut, akibatnya tentu daerah tersebut akan terkena
limpasan gelombang yang lebih besar dibandingkan dengan pantai yang rata.
1. Pengamatan Tsunami
Tsunami mempunyai banyak aspek sebagaimana diteliti oleh para peneliti dari
berbagai disiplin ilmu. Pembangkitnya berkaitan dengan proses geologi dan
studinya dilakukan oleh para ahli geologi dan ahli geofisika, penyebaran dan
pengamatannya oleh ahli oseanografi.
Karakteristik di pantai seperti pelimpasan ke pesisir atau resonansi ke dalam
teluk terutama dilakukan oleh para teknisi kelautan. Perencanaan penggunaan
lahan dan kota di sekitar pantai selalu mempertimbangkan resiko tsunami dan
pihak pemerintah bertanggung jawab terhadap peringatan dari ancaman
tsunami dan pelaksanaan evakuasi. Studi tentang tsunami telah berkembang di
bermacam bidang yang berbeda dan dengan berbagai interaksi diantara
disiplin-disiplin tersebut.
Gelombang tsunami berbeda dengan gelombang laut lainnya yang bersifat
kontinu, gelombang tsunami ditimbulkan oleh gaya impulsif yang bersifat
insidentil, tidak kontinu. Periode gelombang tsunami antara 10 60 menit,
panjang gelombangnya mencapai 100 km.
Kecepatan penjalaran tsunami sangat tergantung dari kedalaman laut dan
penjalarannya dapat berlangsung mencapai ribuan kilometer. Bila tsunami
mencapai pantai, kecepatannya bisa sampai 50 km/jam dan energinya sangat
merusak daerah pantai yang dilaluinya.
Ditengah lautan tinggi gelombang tsunami paling besar sekitar 5 meter, maka
saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa sampai puluhan meter karena
terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap
72
masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan dapat mencapai sejauh
500 meter dari garis pantai.
Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak rumah / bangunan,
prasarana, tumbuh-tumbuhan dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta
menyebabkan genangan, kontaminasi air asin lahan pertanian, tanah dan air
bersih.
Bencana yang diakibatkan oleh tsunami tergantung antara lain pada magnitude
gempa, morfologi laut, lingkungan pantai, bentuk pantai, infrastruktur di pantai
dan jumlah penduduk.
Bencana Tsunami terbukti menelan banyak korban manusia maupun harta
benda, sebagai contoh pada tsunami di Flores tahun 1992 meninggal lebih dari
2000 orang, kemudian pada tsunami di Banyuwangi menelan korban 800
orang lebih, belum termasuk harta benda yang telah hancur. Meletusnya
gunung Krakatau tahun 1883 menimbulkan tsunami yang menelan korban
36.000 jiwa, ini merupakan jumlah korban terbesar yang tercatat dalam sejarah
tsunami. Di Jepang angka statistik bencana karena tsunami cukup besar. Pada
periode 1947-1970 bencana alam tsunami menduduki urutan tertinggi setelah
angin ribut, gempabumi , banjir dan hujan lebat.
Untuk Indonesia pencatatan tentang tsunami telah dilakukan sejak zaman
penjajahan Belanda meskipun hanya sebatas laporan masyarakat. Riset
tsunami di Indonesia dimulai setelah peristiwa bencana tsunami di Flores pada
tahun 1992, sejak itu kegiatan riset dan penelitian mulai berkembang, dengan
dipelopori oleh BMG kemudian lembaga riset dan perguruan tinggi seperti
BPPT, LIPI, ITB, dan lain-lain. Dalam perkembangannya sekarang telah
banyak peneliti tsunami muncul di Indonesia, namun infrastruktur untuk
keperluan pemantau tsunami masih belum memadai.
Penyebab tsunami yaitu gempabumi tektonik, erupsi gunung berapi, longsoran,
dan kemungkinan meteor jatuh. Dari keempat jenis tersebut, gempa bumi
tektonik bawah laut yang merupakan penyebab paling sering menimbulkan
tsunami.
Beberapa jenis sesar yang terjadi pada sumber gempabumi seperti terlihat pada
gambar (6.4) dapat menimbulkan tsunami. Dengan adanya perubahan
(dislokasi) pada lantai samudera secara mendadak, dapat mempengaruhi
kolom air di atasnya yang selanjutnya dapat menimbulkan gelombang tsunami.
Meskipun demikian tsunami akan timbul, bila beberapa persyaratan
lingkungan mendukungnya.
73
74
75
Teluk dan bagian yang melekuk dari pantai sangat rawan akan bencana
tsunami, para nelayan biasanya banyak mencari ikan dan bermukim di teluk.
Daerah ini juga memiliki pantai landai yang memungkinkan gelombang
pasang merayap ke daratan.
Di Indonesia sebagian besar tsunami yang terjadi disebabkan oleh gempa
tektonik di sepanjang daerah subduksi dan daerah seismik aktif lainnya.
Tercatat sebanyak 90 % kejadian tsunami disebabkan gempa tektonik, 9 %
disebabkan oleh letusan gunung api dan 1 % disebabkan oleh longsoran (Latief
et al, 2000).
Kejadian tsunami di Indonesia pada umumnya adalah tsunami lokal yang
terjadi sekitar 10 20 menit setelah terjadinya gempabumi yang dirasakan oleh
penduduk setempat. Sedangkan tsunami jarak jauh adalah yang terjadi 1 8
jam setelah gempa dan penduduk setempat tidak merasakan getaran
gempabuminya.
Kecepatan gelombang tsunami dipengaruhi oleh kedalaman laut dimana
sumber gempa terjadi, dan secara empiris dirumuskan:
v = gd . (7-1)
dimana g adalah percepatan gravitasi dan d adalah kedalaman laut. Sedangkan
besarnya energi tsunami ditentukan oleh ketinggian dan luasan kerak bumi
pada sumber gempa, dan diformulakan:
E(t) = 1/6 gh2A
..(7-2)
KETINGGIAN
TSUNAMI h (meter)
-1
< 0.5
KERUSAKAN
- Tidak ada
- Sangat sedikit
76
46
10 - 30
> 30
rusak,
di daerah
77
BAB VIII
MIKROTREMOR
Mikrotremor merupakan getaran tanah selain gempa bumi, bisa berupa getaran
akibat aktivitas manusia maupun aktivitas alam. Jadi mikrotremor bisa terjadi
karena getaran akibat orang yang sedang berjalan, getaran mobil, getaran
mesin-mesin pabrik, getaran angin, gelombang laut atau getaran alamiah dari
tanah. Mikrotremor mempunyai frekuensi lebih tinggi dari frekuensi
gempabumi, periodenya kurang dari 0,1 detik yang secara umum antara 0.05
2 detik dan untuk mikrotremor periode panjang bisa 5 detik, sedang
amplitudenya berkisar 0,1 2,0 mikron.
Implementasi mikrotremor adalah dalam bidang prospecting, khususnya dalam
merancang bangunan tahan gempa, juga dapat dipakai untuk investigasi
struktur bangunan yang rusak akibat gempa. Dalam merancang bangunan
tahan gempa sebaiknya perlu diketahui periode natural dari tanah setempat
untuk menghindari adanya fenomena resonansi yang dapat memperbesar
(amplifikasi) getaran jika terjadi gempabumi. Mikrotremor juga dapat dipakai
untuk mengetahui jenis tanah atau top soil berdasarkan tingkat kekerasannya,
dimana semakin kecil periode dominan tanah maka tingkat kekerasannya
semakin besar atau tanah yang mempunyai periode dominan semakin besar
semakin lunak atau lembek sifatnya.
Para ahli bangunan Cina mengklasifikasikan jenis tanah menjadi 4 macam
berdasarkan periode dominan naturalnya, adalah: bad rock atau hard rock,
medium hard rock, medium soft soil dan soft soil (clay). Keempat macam jenis
tanah itu berturut-turut mempunyai periode dominan natural: kurang dari 0,1
detik; 0,1 0,4 detik; 0,4 0,8 detik dan lebih dari 0,8 detik.
Untuk melakukan pengukuran periode dominan tanah natural sebaiknya
dilakukan pada saat getaran tremor yang lain seminimal mungkin, misalnya
pada waktu malam hari dimana aktivitas manusia tidak ada, sehingga
diharapkan getaran yang terekam benar-benar getaran asli dari tanah.
1. Pengukuran Mikrotremor
Pada dasarnya pengukuran mikrotremor dapat dilakukan dengan alat pencatat
gempabumi atau seismograf. Namun karena mikrotremor mempunyai
karakteristik berbeda dengan gempabumi baik periode maupun amplitudonya,
maka untuk mengukur parameter-parameter mikrotremor digunakan
seismograf khusus yang disebut mikrotremormeter.
78
Tanah terdiri dari batuan keras (rock) hard sandy gravel, dan tanah
yang tergolong dalam tersier atau lapisan tanah tua. Kurva
79
Jenis III:
Tanah jenis pasir, sandy clay, clay atau yang dapat digolongkan
pada jenis alluvial. Kurvanya agak kompleks, dengan range
periodenya melebar sampai 1,0 detik, bentuk puncaknya tidak
tajam tetapi melebar dibanding jenis I dan II.
Jenis IV:
Jenis B :
Jenis C :
Kedua jenis klasifikasi tersebut telah dikonversi dan dipakai sebagai standar
dalam perencanaan bangunan tahan gempa atau a seismic design. Hasil
konversi tersebut adalah sebagai berikut:
Klasifikasi Tanah
Periode
80
Kanai
Omote Nakajima
Dominan
(detik)
Keterangan
Jenis I
Jenis A
0,05 - 0,15
0,10 0,25
Jenis II
Jenis III
Jenis B
0,25 0,40
Jenis IV
Jenis C
> 0,40
81
BAB IX
GEMPABUMI DI INDONESIA
1. Pola Kegempaan
Kegempaan di Indonesia berkaitan dengan zona subduksi yang berbagai
bentuk dan bermacam arah. Zona subduksi merupakan daerah utama
gempabumi, sebagian besar gempa terjadi di zona subduksi, baik gempa
dangkal, menengah maupun dalam, sehingga zona ini disebut sebagai zona
seismik aktif. Palung laut dan gunung api terdapat di zona ini.
Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama,
yaitu lempeng Eurasia di Utara, lempeng Indo-Australia di selatan, lempeng
Pasifik di timur dan lempeng kecil Filipina diantara ke tiga lempeng utama
tersebut. Batas lempeng- lempeng ini di wilayah Indonesia umumnya
berbentuk zona subduksi yang mempunyai arah dan jenis penunjaman
berbeda-beda, seperti terlihat pada gambar 1.4.
Secara umum struktur tektonik Indonesia bagian timur lebih rumit dibanding
Indonesia bagian barat. Di wilayah Indonesia bagian barat, lempeng IndoAustralia menunjam dari arah selatan ke utara di bawah lempeng Eurasia,
ditandai dengan jalur gempa Mediteran. Sedangkan di wilayah Indonesia
bagian timur, lempeng Pasifik bertemu dengan lempeng Filipina, lempeng
Eurasia dan lempeng Indo-Australia, ditandai dengan bertemunya jalur gempa
Mediteran dengan jalur gempa Sirkum Pasifik.
Di wilayah Indonesia, membentang dari barat ke timur palung laut yang
merupakan indikasi adanya zona subduksi yaitu palung Sunda, palung di
daerah Laut Banda, daerah Maluku dan daerah Sulawesi Utara. Patahan / sesar
yang merupakan dampak dari tumbukan lempeng-lempeng tektonik tersebut
dan menjadi daerah sumber gempabumi terdapat sepanjang pulau Sumatra,
beberapa tempat di Pulau Jawa, sebelah utara Flores, Sulawesi, Maluku Utara
dan Papua, dapat dilihat pada gambar 1.5.
2. Seismisitas
Untuk memantau gempabumi di wilayah Indonesia dan sekitarnya, telah
didirikan 29 stasiun pencatat gempa yang tersebar mulai dari Banda Aceh
82
83
Gambar 9.2. Jaringan seismograf telemetri Pusat Gempabumi Regional Medan, Ciputat,
Denpasar, Makasar, dan Jayapura
84
85
3. Zona Subduksi
Kedalaman gempa maksimum di Sumatra adalah 180 km, berarti disini zona
subduksi menunjam sejauh 180 km. Arahnya dari utara ke selatan dengan
sudut penunjaman 25o, jenis subduksi miring (oblique fault). Kedalaman
palung laut Sumatra sekitar 4500 meter dan palung laut Jawa mencapai 7000
meter. Lempeng menunjam rata-rata dengan kecepatan 6,8 cm pertahun.
Mulai dari Jawa Tengah sampai Flores Barat, lempeng menunjam sampai
kedalaman 650 km. Tetapi pada kedalaman antara 260 542 km di Jawa
Tengah dan kedalaman antara 280 360 km di Flores Barat terdapat
diskontinu lempeng. Kecepatan penunjaman lempeng sekitar 7,5 cm pertahun.
Gunung api terdapat pada lokasi yang berkaitan dengan kedalaman
gempabumi antara 100 dan 200 km. Kasus lempeng yang terputus ini juga
dijumpai di daerah zona subduksi Peru dan Chili.
Di wilayah Laut Banda bentuk penunjaman lempeng lebih komplek. Sebelah
selatan terdapat palung Timor dan di utara adalah palung Seram. Kedua palung
ini melingkar membentuk setengah lingkaran mulai dari selatan pulau Timor,
Tanimbar, berbelok ke atas di sebelah timur kepulauan Kai dan kemudian
berbalik ke arah barat di sebelah utara pulau Seram dan Buru. Kedalaman
palung Timor sekitar 2500 meter, palung Seram antara 4000 5000 meter, dan
basin Weber mencapai kedalaman 7000 meter.
Zona subduksi di daerah laut Banda adalah berbentuk suatu permukaan
cekung, lempeng-lempeng tektonik menunjam dari arah utara dan dari arah
86
selatan yang bertemu di Laut Banda. Kedalamannya berkurang dari arah barat
ke timur, di sebelah barat dekat pulau Alor penunjaman zona subduksi 650 km
dan di sebelah timur dekat pulau Tanimbar penunjamannya 96 km. Sudut
penunjaman juga berkurang dari arah barat ke timur, di palung sebelah Selatan
(Timor) dari 74o sampai dengan 16o dan di palung sebelah utara dari 57o
sampai 14o .terdapat diskontinu pada lempeng di sebelah selatan.
Pada daerah Maluku zona subduksi lebih rumit bentuknya. Di daerah ini
terdapat beberapa palung, yaitu palung Maluku yang bersambung dengan
palung Filipina diutaranya. Palung Sangihe memanjang dari Sulawesi Utara
sampai selatan Mindanao, dan palung Cotabato di bagian barat Mindanao.
Zona penunjaman di daerah Maluku membentuk suatu permukaan cembung
disebabkan terdapat lempeng-lempeng yang masing-masing menunjam ke arah
barat dan kearah timur. Kecepatan penunjaman lempeng di daerah ini 7 cm
pertahun. Kedalaman penunjaman di sebelah barat mencapai 625 km dan
disebelah timur 275 km. Sudut penunjamanan di sebelah barat adalah 32o 51o
sedangkan di timur antara 34o - 51o. Disamping itu terdapat beberapa
penunjaman lempeng pendek di bagian barat dan timur.
Secara umum di Indonedia terdapat 4 bentuk zona subduksi :
1. Zona Penunjaman pendek
Di sepanjang Sumatra sampai Jawa Barat, kedalaman penunjaman sejauh
180 km dengan sudut penunjaman 25o.
2. Zona penunjaman diskontinu.
Bentuk ini ditemui mulai dari Jawa tengah sampai Flores. Kedalaman
maksimum 665 km dengan sudut penunjaman sekitar 52o. Subduksi
diskontinu terdapat di Jawa Tengah sebesar 282 km dan di Flores 80 km.
3. Zona penunjaman berbentuk permukaan cekung.
Bentuk zona ini terdapat mulai dari Alor sampai kepulauan Kai (daerah
Laut Banda). Kedalaman zona penunjaman lempeng berkurang dari arah
sebelah barat ke timur, yaitu dari 650 sampai 96 km, sedangkan sudut
penunjaman berkurang dari 74o sampai dengan 16o.
4. Zona penunjaman berbentuk permukaan cembung.
Ditemui didaerah Maluku, kedalaman penunjaman di sebelah barat 635 km
dan di sebelah timur 275 km. Sudut penunjaman di timur sebesar 32o 51o
dan di sebelah barat 34o 43o.
Bentuk zona subduksi di wilayah Indonesia Timur lebih komplek
dibandingkan dengan zona subduksi di Indonesia Barat. Hal ini juga dapat
87
BAB X
PREDIKSI GEMPABUMI
Prediksi gempabumi merupakan kegiatan yang sangat mengandung resiko
sosial dibanding dengan prakiraan cuaca. Secara teoritis gempabumi
merupakan gejala alam biasa oleh sebab itu sebelum peristiwa alam itu terjadi
semestinya akan terdapat perubahan parameter fisis yang mendahuluinya atau
yang disebut sebagai precursor. Yang menjadi masalah adalah secara
operasional untuk melakukan pengamatan precursor ini memerlukan usaha dan
dana yang tidak sedikit.
Dari banyak precursor itu diantaranya adalah hasil eksperimen di laboratorium
menunjukkan bahwa sebelum terjadi gempabumi maka batuan di sekitarnya
akan mengalami perubahan parameter-parameter seperti : tahanan listrik akan
88
menurun, adanya perubahan stress dan strain, adanya fluktuasi unsur radon,
perubahan permukaan air bawah tanah, perubahan suhu air bawah tanah, dan
lain-lain.
Kegiatan prediksi gempabumi, mencakup tiga hal yaitu, kapan gempabumi
akan terjadi, dimana terjadinya dan seberapa besar kekuatannya. Di Jepang
kegiatan ini mulai dilakukan sejak tahun 1965 dimana dalam perencanaannya
terdapat empat bagian, yaitu pengamatan untuk kegiatan prediksi jangka
panjang, pengamatan untuk kegiatan prediksi jangka pendek, penelitian dasar,
dan kerjasama dengan institusi luar.
Pada prediksi jangka panjang pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan
geodesi, geomagnet, geologi, seismologi, seismic velocity, statistik dan lainlain. Sedangkan untuk jangka pendek melakukan pengamatan geodesi (survei
ulang pengamatan ground movement, temporal variation dan gravity),
geochemical (ground water level, ground water quality, dan unsur-unsur radio
aktif), dan pengamatan geomagnet. Sedang penelitian dasar meliputi
percobaan-percobaan di laboratorium dan di lapangan yang meliputi
experiment fracture dari sample batuan, pengukuran stress, dan lain-lain.
Di Amerika Serikat, kegiatan prediksi gempabumi diprioritaskan pada studi
dasar mengenai crustal strain dan seismic monitoring yang dititik beratkan
pada understanding of the seismic rupture process, serta eksperimen lapangan
yang dilakukan untuk meramal gempa di areal South California dengan
pengamatan strain meter, ground water level.
Di Cina kegiatan ramalan gempabumi dilakukan dengan intensif dan
dikonsentrasikan pada pengamatan precursor. Di negara itu telah dibagun
jaringan pengamatan precursor yang terdiri dari ratusan stasiun pengamatan
crustal deformation, hydro chemestry, ground water level, magnet bumi, dan
ground resistivity, serta banyak stasiun pengamatan yang lain seperti gravity,
stress-strain dan electromagnetic.
Kegiatan prediksi gempabumi di Cina dilakukan dengan empat metode, yaitu:
seismo-geological method, statistic analisys of seismicity (Gutenberg Richter
Law), Corelation analisys ( position of / solar activity, gravity) dan precursor
method. Diantara 4 metode tersebut yang menjadi andalan adalah metode
pengamatan precursor. Pada metode ini prinsipnya adalah sebelum terjadi
gempabumi akan didahului oleh anomali parameter-parameter fisis seperti
perubahan yang menyolok dari parameter stress-strain, temperatur air bawah
tanah, unsur radioaktif, geomagnit, resistivity, gravity, dan lain-lain bahkan
akan ada perubahan dari tingkah laku binatang. Metode pengamatan precursor
89
dipakai untuk prediksi jangka sedang dan pendek sedangkan metode yang lain
dipakai untuk jangka panjang.
Dalam seismologi kita kenal precursory seismisity yang dibedakan menjadi
tiga yaitu seismicity patern (seismic gap,variasi b value, dan lain-lain), source
and medium parameters (stress drop, q value, variasi kecepatan gelombang,
dan lain-lain), dan pembedaan urutan gempa (fore shock dan precursory
swarm).
Secara teoritis gempabumi memang dapat diprediksi, namun para peneliti
mengalami kesulitan karena beberapa hal, diantaranya: terbatasnya kondisi
pengamatan terutama peralatannya, tidak periodiknya aktivitas gempabumi,
ketidak tentuannya proses gempabumi, dan luasnya daerah jangkauan.
Selain dengan metode observasi precursor terdapat banyak metode dalam
prediksi gempabumi, diantarnya: seismicity gap, seismicity band, increased
seismicity, preseismic squance, variation of b value, source and medium
parameters, wave velocity variations, fore shocks squance.
Salah satu contoh kegiatan prediksi gempa di Cina yang sangat sukses adalah
peristiwa gempabumi Menglian yang terjadi pada 12 Juli 1995 dengan
Magnitude Ms = 7,3 satu hari sebelum gempa utama terjadi diumumkan
kepada masyarakat sehingga korban jiwa dapat dihindarkan.
Di Indonesia kegiatan prediksi gempabumi dilakukan melalui penelitian
secara individual oleh personil BMG, ITB dan beberapa instansi lain yang
umumnya dilakukan dengan metode statistik menggunakan perhitungan
periode ulang gempabumi.
Periode ulang gempa bumi maksudnya adalah bahwa gempa bumi dengan
skala tertentu (misalnya M=8) akan terulang kembali di daerah yang sama
pada kurun waktu tertentu. Perhitungan periode ulang ini memerlukan data
paling tidak satu periode, lebih panjang lebih baik. Namun catatan gempa bumi
dengan peralatan, baru dimulai pada awal abad 20. Karena itu untuk
memperpanjang periode pengamatan, dibantu dengan catatan intensitas gempa
yang sudah dimulai sejak awal abad masehi. Selain itu penelitian paleoseismik
juga bisa membantu memperpanjang periode pengamatan.
Gempa yang sama kekuatannya dengan gempa pada 4 Juni 2000 di Bengkulu
pernah terjadi dua kali pada 1833, 1914. Sehingga banyak yang setuju dengan
teori prediksi gempabumi memakai metode periode ulang berkisar 80 tahun.
Disamping itu terdapat juga gempa yang ukurannya lebih kecil dengan periode
ulang lebih pendek.
90
r
Mr = E(t ) = t f r (t) dt
91
o
m+r
=kt
exp.- (kt m+1)/ (m+1)dt (9.1-4)
o
m+1
Jika: (kt
)/ (m+1) = X dan t m+1 = (m+1)/k X, maka
t = (m+1)/k X 1/(m+1) ..(9.1-5)
selanjutnya diturunkan ke dx/dt diperoleh:
k/(m+1) (m+1) tm dt = dx .(9.1-6)
dt = dx / k tm
dimana
dt = dx / k (m+1)/kxm/(m+1)
akan didapat:
Mr = E(t r) = k/(m+1)-r/(m+1) X(m+r+1)/(m+1) -1 exp.(-x) dx
(9.1-7)
akhirnya diperoleh:
Mr = E(t r) = k/(m+1)-r/(m+1) (m+r+1)/m+1) .(9.1-8)
Didapat rumusan periode ulang gempabumi sebagai berikut:
Untuk r = 1;
M1 = E(t) = k/(m+1)-1/(m+1) (m+2)/m+1) (9.1-9)
Untuk r = 2;
..(9.1-11)
92
93
94
pada gempa utama. Setiap gempa tektonik dangkal (kira-kira < 100km) selalu
diikuti oleh dislokasi atau patahan. Dislokasi ini mengganggu keseimbangan
medium sekelilingnya, sehingga dengan sendirinya muncul gempa lainnya
yang merupakan proses keseimbangan baru. Proses ini bisa berlangsung
beberapa jam sampai berminggu-minggu, tergantung pada besar gempa utama
dan sifat batuan. Frekuensi dan magnitude gempa susulan ini umumnya
menurun secara exponensial terhadap waktu (gambar 9.1).
Formula kurva penurunan frekuensi gempa susulan terhadap waktu dapat
didekati dengan persamaan berikut:
Nt = No exp.(-b.t)..(9.3)
Dimana Nt adalah frekuensi gempa susulan pada waktu t, No adalah frekuensi
gempa susulan pada waktu awal dan b adalah konstanta attenuasi yang dapat
ditentukan dengan regresi linier terhadap data yang ada. Waktu t yang dipakai
bisa digunakan hari (24 jam), hari (12 jam) selang 6 jam atau selang yang
lebih kecil tergantung data yang ada. Prediksi berhentinya gempa susulan
dapat ditentukan dari persamaan tersebut pada Nt = 0
Extrapolasi kurva frekuensi dan magnitude terhadap waktu bisa menjadi
patokan perkiraan besarnya gempa susulan, sehingga bahaya dari gempa
susulan ini menjadi sangat serius apabila gempa utama telah merusak struktur
bangunan. Struktur bangunan yang sudah dirusak oleh gempa seperti susunan
dinding, batu dan pilar yang tak mempunyai daya ikat lagi satu sama lain
sehingga gempa susulan dengan MMI IV saja sudah cukup untuk merubuhkan
bangunan.
Peranan peneliti gempa susulan baik dari BMG atau lainnya sangat diperlukan
untuk melihat tingkat penurunan aktivitas gempa. Prediksi berhentinya
aktivitas gempa susulan sangat diperlukan dalam pengambilan kebijakan
pemerintah setempat untuk memulai kegiatan pembangunan dan rehabilitasi.
Gempa susulan Bengkulu yang dilaporkan tim survei BMG menunjukkan
penurunan aktivitas secara exponensial (gambar 9.1). Pada hari ke empat
terdapat gempa susulan dengan skala Mw6.5 yang mengakibatkan kenaikan
aktivitas kedua setelah gempa utama.
95
Jumlah
gempa
susulan
100
80
60
40
20
0
1
9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39
96
DAFTAR PUSTAKA
1. Bolt, B.A., Earthquake, W.H. Freeman & Co San Fransisco, 1978.
2. Bullen, K.E., and Bruce A Bolt, An Introduction to the Theory of
Seismology, Cambridge University Press, 1987.
3. Fauzi, at al , Pemetaan Gempabumi di Indonesia, BMG (CD ROM),
2001
4. Hamilton, W. Tectonic of The Indonesian Region, 1981.
5. Hurukawa N, Analizys of Local Earthquakes, IISEE Tsukuba, 1995.
6. Ibrahim, G., et al, Mitigasi Bahaya Gempabumi di Indonesia, Penelitian
ITB No. 43, Bandung 1992.
7. Ibrahim, G., et al, Statistik Gempa di Indonesia, Penelitian ITB No.
2944, Bandung 1989.
8. Ibrahim, G., The Subduction Zones Of The Indonesian Region,
Procceding ITB, Vol. 21, No.1, 119-127, Bandung 1988.
9. Ismail Sulaiman, Pendahuluan Seismologi I, Akademi Meteorologi dan
Geofisika Jakarta, 1976
10. Katili,J.A.DR, DR.P.Marks, Geologi.
11. Kikuchi M, Earthquake Source Process, IISEE Tsukuba,1995.
12. Lee. W. H. K dan Stewart. S. W (1981), Principles and Aplications of
Microearthquake Network, Academic Pres, Inc.
13. Latief, H. et al, Tsunami Assesment Around The Sunda Strait,
Procceding of International Seminar / Workshop On Tsunami, Jakarta
and Anyer, 26-29 August 2003.
14. Microsofe Encarta, Interactive World Atlas, CDROM, 2001
15. Murjaya, J., G. Ibrahim, M. Said, Pembagian Wilayah Intensitas
Gempabumi di Indonesia, Procceding PIT-22 HAGI, Bandung, 1997.
16. Ota Kulhanek, Anatomy of Seismogram, Elsevier, Amsterdam-OxfordNew York- Tokyo, 1990
17. Picanussa.C, Subardjo, Pola Tektonik dan Karakteristik Gempa Lokal
Pulau Ambon dan sekitarnya (Hasil analisa Seismograph SPS-3)
Buletin Meteorologi dan Geofisika Jakarta, 1999
18. Prajuto, Karakteristik Gempa Bumi Susulan Sukabumi 10 Februari
1982, Universitas Indonesia Jakarta, 1983.
19. Prayuto, and Y.EI Sharkawy, . On Microtremor , Individual Study
by partcipants at the IISEE, Tsukuba Japan, 1978
20. Richter, C.F., Elementary Seismology, W.H., Freeman and Co, San
Fransisco and London, 1969.
21. Purwanti, R.R. Yuliana, Hubungan Empiris Magnitudo Gempabumi
dan luasan daerah Isoseismal wilayah Selat Sunda dan sekitarnya,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Nasional, Jakarta 2002
97
22. Ryosuke Inoue, at al, Earthquake motion and ground conditions, the
Architectural Institute of Japan (AIJ), Tokyo, 1993
23. Subardjo, at al, The seismic Intensity, Acceleration and Isoseismal map
several damaged earthquakes in Indonesia, Journal Of Meteorology
and Geophysics, Jakarta, 2002
24. Subardjo, Buha. M. Simanjuntak, C. Piccanusa : Intensitas dan
Percepatan Tanah Maksimum Gempabumi Maluku dan sekitarnya
periode 1900-1997. Bulletin Meteorologi dan Geofisika No.4 tahun
1998.
25. Subardjo, C. Picanusa, Perubahan sementara Vp/Vs sebagai petunjuk
akan terjadinya gempabumi, Buletin Meteorologi dan Geofisika No. 3
Edisi September 1998, Jakarta 1998.
26. Subardjo, Seismic Velocity Structure In West Java, and Surroundings,
Indonesia, Bulletin of IISEE, Tsukuba, 1996.
27. Subardjo, Prih. H., Attenuasi Intensitas Gempa Flores 12 Desember
1992, Procceding PIT HAGI, Jakarta, 1993.
28. Subardjo, Penunjaman lempeng Indo-Australia terhadap lempeng
Eurasia, kaitannya dengan periode ulang gempabumi dengan M 8,1
tahun 1903 di Jawa barat, UI Jakarta, 1991
29. Sudarmo, R.P., at al Laporan sifat-sifat lapisan tanah berdasarkan
pengukuran mikrotremor dan gempa bias dangkal dan hubungannya
dengan tingkat kerusakan akibat gempabumi, PMG Jakarta 1977.
30. USGS, Savage Earth Animations, www.usgs.gov
31. YSC, Seismology and Earthquake Engineering Traning Course, YSC,
Kunming, 2000
32. Y. Fujinawa, M. Ukawa, T. Eguchi, R.P. Sudarmo, R.U. Murwanto,
and Subardjo, Seismic Observation by a pop-up type OBS array and a
portable Seismometer on land in and around the southwestern part of
the Java island, Technical Bull., vol. 19, Tokyo, 1987.
98
99