You are on page 1of 29

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1

Definisi
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian yang lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut
menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding
perut. Hernia terdiri dari cincin, kantong dan isi hernia.

Gambar 1. Anatomi anterior

Hernia berasal dari kata latin yang berarti rupture. Hernia didefenisikan adalah
suatu pnonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang lemah (defek) yang
diliputi oleh dinding. Meskipun hernia dapat terjadi di berbagai tempat dari tubuh
kebanyakan defek melibatkan dinding abdomen pada umumnya daerah inguinal.

1.2

Klasifikasi
1. Berdasarkan terjadinya:
a. Hernia kongenital:
- Hernia kongenital sempurna: karena adanya defek pada tempat-tempat
-

tertentu.
Hernia kongetital tak sempurna: bayi dilahirkan normal (kelainan belum
tampak)

tetapi

mempunyai

defek

pada

tempat-tempat

tertentu

(predisposisi) dan beberapa bulan setelah lahir akan terjadi hernia melalui
defek tersebut karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan intra abdominal.
b. Hernia akuisita
2. Berdasarkan klinis:
a. Hernia reponibilis: bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri
atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada
keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. Dapat direposisi tanpa operasi.
b. Hernia irreponibilis: organ yang mengalami hernia tidak dapat kembali ke
cavum abdominal kecuali dengan bantuan operasi. Tidak ada keluhan rasa
nyeri atau tanda sumbatan usus. Jika telah mengalami perlekatan organ
disebut hernia akreta.
c. Hernia strangulata: hernia dimana sudah terjadi gangguan vaskularisasi
viscera yang terperangkap dalam kantung hernia (isi hernia). Pada keadaan
sebenarnya gangguan vaskularisasi telah terjadi pada saat jepitan dimulai,
dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai nekrosis.
d. Hernia inkarserata: isi kantong terperangkap, terjepit oleh cincin hernia, tidak
dapat kembali ke dalam rongga perut, dan sudah disertai tanda-tanda ileus
mekanis (usus terjepit sehingga aliran makanan tidak bisa lewat).
3. Berdasarkan arah hernia:
a. Hernia eksterna:
Hernia yang penonjolannya dapat dilihat dari luar karena menonjolnya ke arah
luar, misalnya:
-

Hernia inguinalis medialis (15%) dan lateralis (60%)


Hernia femoralis
Hernia umbilicalis
Hernia epigastrika
Hernia lumbalis
Hernia obturatoria
Hernia semilunaris
2

Hernia parietalis
Hernia ischiadica

Gambar 3. Hernia eksterna

Gambar 4.

b. Hernia interna:
Jika isi hernia masuk ke dalam rongga lain, misalnya ke cavum thorax, bursa
omentalis, atau masuk ke dalam recessus dalam cavum abdomen.
Pada cavum abdominalis:
- Hernia epiploica Winslowi
3

Hernia bursa omentalis


Hernia mesenterika
Hernia retro peritonealis

Pada cavum thorax:


-

Hernia diafragmatika traumatika


Hernia diafragmatika non-traumatika:
Kongenital: misalnya hernia Bochdalek dan hernia Morgagni
Akuisita: misalnya hernia hiatus esophagus

Hernia Regio Inguinalis


1.1 Definisi.
Hernia inguinalis adalah hernia yang paling sering kita temui. Menurut patogenesisnya hernia
ini dibagi menjadi dua, yaitu hernia inguinalis lateralis (HIL) dan hernia inguinalis medialis
(HIM). Ada juga yang membagi menjadi hernia inguinalis direk dan hernia inguinalis indirek.
Meskipun terapi terbaik pada hernia ini adalah sama yaitu herniotomi dan herniorafi, tapi penting
untuk mengetahui perbedaannya karena akan mempengaruhi pada teknik operasinya nanti.
Hernia inguinalis lateralis timbul karena adanya kelemahan anulus intenus sehingga organ-organ
dalam rongga perut (omentum, usus) masuk ke dalam kanalis inguinalis dan menimbulkan
benjolan di lipat paha sampai skrotum. Sedangkan hernia ingunalis medialis timbul karena
adanya kelemahan dinding perut karena suatu sebab tertentu. Biasanya terjadi pada segitiga
hasselbach. Secara anatomis intra operatif antara HIL dan HIM dipisahkan oleh vassa epigastrika
inferior. HIL terletak di atas vassa epigastrika inferior sedang HIM terletak di bawahnya

a.Kanalis inguinalis
Kanalis inguinalis dibatasi di kraniomedial oleh annulus internus yang merupakan bagian
terbuka dari fascia transversalis dan apponeurosis m. transverses abdominis. Di medial
bawah, di atas tuberkulum pubikum kanal ini dibatasi dibatasi oleh annulus inguinalis
eksternus, bagian terbuka dari appoeurosisi m. obliges eksternus. Atapnya adalah
apponeurosis m. obliges eksternus , dan di dasarnya terdapat ligamentum inguinale.
Kanal berisi tali sperma pada laki laki dan ligamentum rotundum pada perempuan
1.3

Etiologi
Secara fisiologis, kanalis inguinalis merupakan kanal atau saluran yang normal. Pada
fetus, bulan kedelapan dari kehamilan terjadi descensus testiculorum. Penurunan testis
yang sebelumnya terdapat di rongga retroperitoneal, dekat ginjal, akan masuk kedalam
skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang dikenal sebagai processus
vaginalis peritonei. Pada umumnya, ketika bayi lahir telah mengalami obliterasi sehingga
isi rongga perut tidak dapat melalui kanal tersebut. Biasanya obliterasi terjadi di annulus
inguinalis internus, kemudian hilang atau hanya berupa tali. Tetapi dalam beberapa hal
sering belum menutup yang hasilnya ialah terdapatnya hernia didaerah tersebut.
5

Setelah dewasa kanal tersebut telah menutup. Namun karena daerah tersebut ialah titik
lemah, maka pada keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen kanal
itu dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis akuisita. Sementara di usia ini
seseorang lebih produktif dan melakukan banyak aktivitas. Sehingga penyebab hernia
pada orang dewasa ialah sering mengangkat barang berat, juga bisa oleh karena
kegemukan, atau karena pola makan yang tinggi lemak dan rendah serat sehingga sering
mengedan pada saat BAB.
Hernia pada orang tua terjadi karena faktor usia yang mengakibatkan semakin lemahnya
tempat defek. Biasanya pada orang tua terjadi hernia medialis karena kelemahan
trigonum Hesselbach. Namun dapat juga disebabkan karena penyakit-penyakit seperti
batuk kronis atau hipertrofi prostat.

1.4

.
Klasifikasi
Hernia ingunalis dibagi menjadi dua yaitu hernia inguinalis lateralis (HIL) dan
hernia inguinalis medialis. disini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai hernia inguinalis
lareralis. Hernia inguinalis lateralis mempunyai nama lain yaitu hernia indirecta yang
artinya keluarnya tidak langsung menembus dinding abdomen. Selain hernia indirek
nama yang lain adalah hernia oblique yang artinya kanal yang berjalan miring dari lateral
atas ke medial bawah. Hernia inguinalis lateralis sendiri mempunyai arti pintu keluarnya
terletak disebelah lateral vasa epigastrica inferior.
Tipe

Deskripsi

Hubungan
dengan

Dibung

vasa kus

epigastrica

oleh

inferior

fascia

Onset
biasanya
pada waktu

sperma
tica
interna
6

Hernia

Penonjolan melewati Lateral

inguin

cincin

alis

biasanya merupakan

pada waktu

laterali

kegagalan

dewasa

penutupan

inguinal

Ya

dan

Congenital
dan

bisa

cincin

inguinalis

interna

pada waktu embrio


setelah

penurunan

Hernia

testis
Keluarnya

inguin

menembus

alis

dinding abdomen

langsung Medial

Tidak

Dewasa

facia

medial
is
1.5

Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan biasanya berupa benjolan di lipat paha yang hilang timbul, muncul
terutama pada waktu melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan tekanan intraabdomen seperti mengangkat barang atau batuk, benjolan ini hilang pada waktu berbaring
atau dimasukkan dengan tangan (manual). Terdapat faktor-faktor yang berperan untuk
terjadinya hernia. Dapat terjadi gangguan passage usus (obstruksi) terutama pada hernia
inkarserata. Nyeri pada keadaan strangulasi, sering penderita datang ke dokter atau ke
rumah sakit dengan keadaan ini.
2. Pemeriksaan Fisik
Ditemukan benjolan lunak di lipat paha di bawah ligamentum inguinale di medial
vena femoralis dan lateral tuberkulum pubikum. Benjolan tersebut berbatas atas tidak
jelas, bising usus (+), transluminasi (-).
Gejala/tanda

Obstruksi usus pada hernia

Nekrosis/gangren pada hernia

Nyeri
Suhu badan
Denyut nadi
Leukosit

inkarserata
Kolik
Normal
Normal/meninggi
Normal

strangulata
Menetap
Normal/meninggi
Meninggi/tinggi sekali
Leukositosis

Rangsang peritoneum
Sakit

Tidak ada
Sedang/berat

Jelas
Berat sekali/toksik

Tabel 1. Hernia inkarserata dengan obstruksi usus dan hernia strangulata yang menyebabkan nekrosis atau
ganggren

Teknik pemeriksaan
Hernia yang melalui annulus inguinalis abdominalis (lateralis/internus) dan mengikuti jalannya
spermatid cord di canalis inguinalis serta dapat melalui annulus inguinalis subcutan (externus)
sampai scrotum. Mempunyai LMR ( Locus Minoris Resistentie Secara klinis HIL dan HIM
dapat dibedakan dengan tiga teknik pemeriksaan sederhana yaitu finger test, Ziemen test dan
Tumb test. Cara pemeriksaannya sebagai berikut :
Pemeriksaan Finger Test :
1. Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5.
2. Dimasukkan lewat skrortum melalui anulus
eksternus ke kanal inguinal.
3. Penderita disuruh batuk:

Bila impuls diujung jari berarti Hernia


Inguinalis Lateralis.

Bila impuls disamping jari Hernia Inguinnalis Medialis.


Gambar 6

Pemeriksaan Ziemen Test :


8

1. Posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan

dulu

(biasanya oleh penderita).


2. Hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan.
3. Penderita disuruh batuk bila rangsangan pada

jari ke 2 : Hernia Inguinalis Lateralis.

jari ke 3 : hernia Ingunalis Medialis.

jari ke 4 : Hernia Femoralis.

Gambar 7

Pemeriksaan Thumb Test :

Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh mengejan

Bila keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis medialis.

Bila tidak keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis Lateralis.

1.6

Diagnosis Banding
1. Limfadenitis yang disertai tanda radang lokal umum dengan sumber infeksi di
tungkai bawah, perineum, anus, atau kulit tubuh kaudal dari tingkat umbilikus.
2. Lipoma kadang tidak dapat dibedakan dari benjolan jaringan lemak preperitoneal
pada hernia femoralis.
3. Abses dingin yang berasal dari spondilitis torakolumbalis dapat menonjol di fosa
ovalis.
Untuk membedakannya perlu diketahui bahwa munculnya hernia erat
hubungannya dengan aktivitas seperti mengedan, batuk, dan gerak lain yang disertai
dengan peninggian tekanan intra-abdomen, sedangkan penyakit lain seperti limfadenitis
femoralis tidak berhubungan dengan aktivitas demikian

1.7

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan
1. Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian
penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
10

a.Reposisi
Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulate, kecuali pada pasien anakanak. reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi hernia membentuk
corong sedangkan tangan kanan mendorongnya kearah cincin hernia dengan tekanan
lambat tapi menetap sampai terjadi reposisi. Pada anak-anak inkarserasi lebih sering
terjadi pada umur dibawah dua tahun. Reposisi spontan lebih sering dan sebaliknya
gangguan vitalitas isi hernia jarang terjadi jika dibandingkan dengan orang dewasa. Hal
ini disebabkan oleh cincin hernia yang lebih elastis dibandingkan dengan orang dewasa.
Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak dengan pemberian sedative dan kompres es
diatas hernia. Bila usaha reposisi ini berhasil anak disiapkan untuk operasi pada hari
berikutnya. Jika reposisi hernia tidak berhasil dalam waktu enam jam harus dilakukan
operasi segera. Pada tindakan reposisi ini posisi penderita dapat dilakukan denagn posisi
seperti pada gambar :

Gambar 11 : Reposisi dengan posisi trendelenburg


b. Bantalan penyangga ( sabuk Truss)
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah direposisi
dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harusdipakai seumur hidup. Namun cara yang
berumur

lebih

dari

4000

tahun

ini

masih

saja

dipakai

sampai

sekarang.

Sebaiknya cara ini tidak dinjurkan karena mempunyai komplikasi, antara lain merusak
kulit dan tonus otot dinding perut didaerah yang tertekan sedangkan strangulasi tetap
11

mengancam. Pada anak-anak cara ini dapat menimbulkan atrofitestis karena tekanan pada
funikulus spermatikus yang mengandung pembuluh darah dari testis

2. Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional.
Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia adalah
hernioraphy, yang terdiri dari herniotomi dan hernioplasti.
a. Herniotomi
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya. Kantong dibuka dan
isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-ikat
setinggi mungkin lalu dipotong.
Indikasi :
1. Hernia Inkarserata / Strangulasi (cito)
2. Hernia Irreponabilis ( urgen, 2 x 24 jam)
3. Hernia Reponabilis dilakukan atas indikasi sosial : pekerjaan (elektif)
4. Hernia Reponabilis yang mengalami incarserasi (HIL,Femoralis)
12

Prinsip semua hernia harus dioperasi, karena dapat menyebabkan inkarserasi / strangulasi.
Herniotomy pada dewasa lebih dulu faktor-faktor penyebab harus dihilangkan dulu, misal BPH
harus dioperasi sebelumnya.
Tehnik Operasi

Incisi inguinal 2 jari medial SIAS sejajar ligamentum inguinale ke tuberculum pubicum

Incisi diperdalam sampai sampai nampak aponeurosis MOE : tampak crus medial dan
lateralis yang merupakan anulus eksternus

Aponeurosis MOE dibuka kecil dengan pisau , dengan bantuan pinset anatomis dan
gunting dibuka lebih lanjut ke kranial sampai anulus internus dan ke kaudal sampai
membuka

annulus

inguinalis

eksternus.

Hati2

dengan

N.Ilioinguinalis

dan

N.Iliohypogastrik. M.cremaster disiangi sampai nampak funiculus spermaticus

Funiculus dibersihkan dicantol dengan kain kasa dibawa ke medial, sehingga nampak
kantong peritoneum

Peritoneum dijepit dengan 2 bh pinset kemudian dibuka selanjutnya usus didorong ke


cavum abdomen dengan melebarkan irisan ke proksimal sampai leher hernia, kantong
sebelah distal dibiarkan

Leher hernia dijahit dengan kromik dan puntung ditanamkan di bawah conjoint tendo dan
digantungkan

Selanjutnya dilakukan hernioplasty secara :

Ferguson
Funiculus spermaticus ditaruh disebelah dorsal MOE dan MOI abdominis. MOI & transversus
dijahitkan pada ligamentum inguinale dan meletakkan funiculus di dorsalnya. kemudian
aponeurosis

MOE

dijahit

kembali,

sehingga

tidak

ada

lagi

canalis

inguinalis.

Bassini
MOI dan transversus abdominis dijahitkan pada ligamentum inguinal, Funiculus diletakkan
13

disebelah ventral, aponeurosis MOE tidak dijahit, sehingga canalis inguinalis tetap ada.
Kedua musculus berfungsi memperkuat dinding belakang canalis,sehingga LMR hilang
Gambar 13:
Teknik
bassini
Halsted
Dilakukan
penjahitan
MOE, MOI
dan

m.transversus abdominis, untuk memperkuat / menghilangkan LMR. Funiculus spermaticus


diletakkan di subcutis.
Cara Ferguson dan Bassini dilakukan pada orang dewasa. Cara Halsted dilakukan pada orang
tua, supaya dinding perut lebih kuat

Kemudian luka ditutup lapis demi lapis

1. Aponeurosis MOE jahit simpul dengan cromic catgut


2. Subcutan fat dijahit simpul dengan catgut
3. Kulit dijahit dengan zyde secara simpul

Tehnik operasi Herniotomi Herniorafi Lichtenstein

14

Hernia inguinalis lateralis dan medialis:


1. Penderita dalam posisi supine dan dilakukan anestesi umum, spinal anestesi atau anestesi lokal
2. Dilakukan insisi oblique 2 cm medial sias sampai tuberkulum pubikum
3. Insisi diperdalam sampai tampak aponeurosis MOE (Muskulus Obligus Abdominis Eksternus)
4. Aponeurosis MOE dibuka secara tajam
5. Funikulus spermatikus dibebaskan dari jaringan sekitarnya dan dikait pita dan kantong hernia
diidentifikasi
6. Isi hernia dimasukan ke dalam cavum abdomen, kantong hernia secara tajam dan tumpul
sampai
anulus internus
7. Kantong hernia diligasi setinggi lemak preperitonium , dilanjutkan dengan herniotomi
8. Perdarahan dirawat, dilanjutkan dengan hernioplasty dengan mesh
9. Luka operasi ditutup lapis demi lapis
Komplikasi
Durante Operasi

Lesi funiculus spermaticus

Lesi usus, vu, vasa epigastrica inferior, vasa iliaca ekterna

Putusnya arteri Femoralis

Post Operasi

Hematom, Infeksi, Wound dehisiensi

Atropi testes

Hydrocele

15

Rekurens

b. Hernioplasti
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat
dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting artinya dalam mencegah
terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal berbagai metode hernioplasti seperti
memperkecil anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia
transversa, dan menjahitkan pertemuan m. tranversus internus abdominis dan m. oblikus internus
abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale poupart menurut
metode Bassini, atau menjahitkan fasia tranversa m. transversus abdominis, m.oblikus internus
abdominis ke ligamentum cooper pada metode Mc Vay. Bila defek cukup besar atau terjadi
residif berulang diperlukan pemakaian bahan sintesis seperti mersilene, prolene mesh atau
marleks untuk menutup defek.

Shouldice
Menurut Abrahamson (1997) prinsip dasar tehnik Shouldice adalah Bassini multi layer, di klinik
khusus hernia Shouldice digunakan kawat baja no 32 atau 34 untuk menjahit defek dinding
posterior kanal inguinal. Tetapi penggunaan benang monofilamen sintetis non absorbsi lebih
biasa dipakai diluar Toronto. Adapun tahapan hernioplasty menurut Shouldice:
Langkah pertama:
Setelah dilakukan insisi garis kulit sampai fasia, dengan preparasi saraf ilioinguinal dan
iliohipogastrika, bebaskan funikulus dari fasia transversalis sampai ke cincin interna, membuang
kantong dan ligasi setinggi mungkin.
Dilanjutkan dengan memotong fasia transversalis dan membebaskan lemak pre peritoneal.

16

Gambar 14 :

Gambar 15 :
Langkah berikutnya dilakukan rekonstruksi dinding belakang inguinal dengan jahitan jelujur
membuat suatu flap dari tepi bawah fasia ke bagian belakang flap superior, usahakan titik jahitan
tidak segaris dengan jarak 2-4 mm. Bagian flap superior yang berlebih dijahitkan kembali pada
lapisan dibawahnya dengan jelujur membentuk lapisan ke dua (gambarA). Demikian seterusnya
gambar 16

17

dengan menjahit tendon konjoin ke ligamentum inguinal membentuk lapisan ke tiga (gambar B).
Kemudiaan penjahitan aponeorosis obliqus eksterna membentuk lapisan ke empat (gambar C).
Bagian flap superior yang berlebih dijahitkan kembali pada lapisan dibawahnya dengan jelujur
membentuk lapisan ke dua (gambarA). Demikian seterusnya dengan menjahit tendon konjoin ke
ligamentum inguinal membentuk lapisan ke tiga (gambar B). Kemudiaan penjahitan aponeorosis
obliqus eksterna membentuk lapisan ke empat (gambar C).
Lichtenstein Tension free
Tehnik pemasangan mesh pada Lichtenstein seperti berikut (Wexler, 1997) : Dilakukan terlebih
dahulu herniotomi
2. Letakkan bahan mesh ukuran 10x5 cm diletakkan di atas defek, disebelah bawah spermatik
kord.
3. Dilakukan penjahitan dengan benang non absorbsi 3-0 ke arah :
18

- Medial : perios tuberkulum pubikum.


- Lateral : melingkari spermatik kord.
- Superior : pada konjoin tendon.
- Inferior : pada ligamentum inguinal.
Gambar 17 : setelah pemasangan mesh

Karena penjahitan pada tehnik Shouldice dilakukan cara jelujur tidak terputus pada titik yang
berbeda kesegarisannya menyebabkan tarikan yang terjadi menyebar dan terdistribusi dibanyak
titik sehingga rasa nyeri menjadi tidak dominan disatu tempat. Hal inilah yang menyebabkan
keluhan rasa nyeri pasca operasi menjadi lebih ringan dibanding tehnik konvensional lainnya
(Abrahamson, 1997).
Penggunaan material sintetis sebagai penutup defek miopektineal dinding belakang kanalis
inguinal memerlukan persyaratan tertentu, prostesis yang dipakai harus cukup kuat sebagai
penyangga, tidak bersikap alergen, mempunyai potensi untuk menimbulkan respon inflamasi dan
cepat berintegrasi dengan jaringan sekitar. Agar integrasi menjadi solid, prostesis berupa
anyaman yang berpori sehingga jaringan tumbuh diantara pori-pori tersebut. Polypropylene mesh
dikategorikan memiliki sifat tersebut serta mampu bersifat permanen sehingga tidak
diperbolehkan kontak langsung dengan organ visera karena akan menimbulkan perlengketan
serta obstruksi atau pembentukan fistula. Saat ini polypropylen mesh dipilih sebagai prostesis
baku dalam petatalaksanaan hernio plasty (Wexler, 1997).
Hernioplasty dengan polypropylene mesh mencegah terjadinya peregangan sewaktu rekonstruksi
dinding belakang kanalis inguinal sehingga perasaan nyeri pasca operasi dapat berkurang dengan
19

nyata. Diikuti pemulihan dan kembali kepada aktivitas rutin yang lebih dini, serta pencegahan
rekurensi jangka panjang. Pemulihan dan kemampuan kerja setelah operasi ternyata sangat
dipengaruhi oleh rasa sakit (Callesen, 1999). Bax (1999) melaporkan dengan polypropylene
mesh lebih dari 60% pekerja kasar dan lebih dari 90% pekerja kantoran telah dapat bekerja
dalam 10 hari. Ismail (2000) melaporkan 74 % penderita telah kembali mengemudikan mobil
dalam 10 hari, 49 % diantaranya dalam 7 hari.
Untuk mencegah rekurensi jangka panjang penggunaan material harus cukup lebar untuk
menutup seluruh defek miopektineal (dengan ukuran 10 x 5 cm), tidak terjadi lipatanlipatan, melingkari bagian dari spermatik kord di daerah kanalis inguinal interna
1.8

Komplikasi
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi
hernia dapat tertahan di dalam kantong hernia pada hernia irreponibilis, hal ini terjadi jika
hernia terlalu besar atau terdiri dari omentum, organ ekstraperitoneal, atau hernia akreta.
Di sini tidak timbul gejala klinik kecuali berupa benjolan.
Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia
strangulata yang menimbulkan obstruksi usus yang sederhana. Jepitan cincin hernia akan
menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan
vena sehingga terjadi oedem organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam
kantong hernia. Timbulnya oedem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin
bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi
nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudat berupa cairan serosanguinus. Kalau isi
hernia terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses
lokal, fistel, atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut.
Hernia inguinalis dapat menjadi inkarserata dan strangulata. Mual, muntah, dan
nyeri abdomen yang berat dapat terjadi pada hernia strangulata. Hernia strangulata
merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa (gawat darurat) yang membutuhkan
pembedahan segera.

1.9

Prognosis
Prognosis biasanya cukup baik bila hernia diterapi dengan baik. Angka
kekambuhan setelah pembedahan kurang dari 3%.
20

BAB II
LAPORAN KASUS
II.1

Identitas Pasien
Nama

: Tn.PO

Usia

: 58 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Alamat

: Sambengsari 03/03, Pringapus, Semarang

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Swasta

Status Pernikahan

: Sudah Menikah

Tanggal Masuk

: 15 Maret 2014

Tanggal Pulang

: 19 Maret 2014

Tempat Pemeriksaan : Ruang Melati


Nomor RM

II.2

: 024378-2012

Anamnesa
Keluhan utama
Nyeri di selangkangan
Keluhan Tambahan
Terdapat benjolan pada inguinal dextra
Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri di selangkangan sejak tanggal 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluhkan terdapat benjolan pada daerah inguinal dextra. Benjolan masih bisa
21

dimasukkan kembali dengan tangan dan biasanya benjolan keluar saat pasien batuk /
mengejan. Benjolan menimbulkan rasa sakit bila sedang timbul, dan pasien mengaku jika
benjolan tersebut sedang keluar pasien bisa sampai kehilangan kesadaran beberapa menit.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hernia inguinalis dextra (+) +/- sejak 1 tahun yang lalu dan sudah dioperasi.
Selama 1 tahun ini pasien mengaku tidak memiliki keluhan. Riwayat hipertensi (+),
riwayat penyakit jantung, asam urat, dan diabetes mellitus disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan sama.
Riwayat Pengobatan
Pasien berobat ke IGD RSUD Ambarawa pada tanggal 15 Januari 2014. Pasien diberi
obat untuk menghilangkan rasa sakitnya dan kemudian pasien melakukan rawat jalan.

II.3

Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran
Tanda Vital

Kepala

: Compos Mentis (GCS : E4V5M6)


: - Tekanan Darah 168/93 mmHg
- Nadi 78e x/menit
- RR 20 x/menit, regular
- Suhu 36,8oC (axilla)
: mesocephal, rambut merata, tidak mudah dicabut

Mata

: konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor


(3mm/3mm)

Telinga

: sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)

Hidung

: simetris, deviasi septum (-), sekret (-/-), keluar darah (-/-),napas


cuping hidung (-),

Mulut

: sianosis (-), mukosa normal, gusi berdarah (-), tonsil (T1/T1),


faring hiperemis (-)

Leher

: trakea di tengah, pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-), JVP tidak
22

Thorax
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

meningkat
: simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
: ictus cordis tidak tampak
: ictus cordis tidak kuat angkat, thrill (-)
: batas jantung kesan tidak melebar
: BJ I-II normal, regular, bising (-)
: ekspansi dinding dada simetris
: fremitus taktil simetris, nyeri tekan (-)
: sonor
: vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah

II.4

: distensi (-), massa (-), luka bekas operasi (-)


: bising usus (+) normal
: timpani seluruh lapang abdomen
: supel, nyeri tekan (-), defense muskular (-)
: akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)
: akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)

Diagnosa Banding
1. Limfadenopati
2. Varikokel
3. Lipoma

II.5

Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium :
Tanggal : 15 Maret 2014
Pemeriksaan
Hematologi
darah rutin :
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH

Hasil

Nilai Rujukan

9,0
15,2
1,53
13,9
179
90,8
45,1

14,0 18,0 g/dl


4,0 10 ribu
4,0 6,2 juta
40 58 %
200 400 ribu
80 90 mikro m3
27 34 pg
23

MCHC
RDW
MPV
Limfosit
Monosit
Granulosit

32 36 g/dl
10 16 %
7 11 mikro m3
1,7

3,5

0,6

103/mikroL
0,2

0,6

13,1

103/mikroL
2,5

103/mikroL
25 35 %
46%
50 80 %
0,2 0,5 %
10 18 %

Limfosit %
Monosit %
Granulosit %
PCT
PDW
Golongan

9,7
3,8
86,5
0,102
14,0
O

Darah
Clotting Time
Bleeding

4 : 00
2: 00

3-5 (menit:detik)
1-3 (menit:detik)

75
22,6
0,83
12
15

60 100 mg/dl
10 50 mg/dl
0,62 1,1 mg/dl
0 50 U/L
0 50 IU/L

Time
Kimia Klinik
GDS
Ureum
Creatinin
SGOT
SGPT
Serologi
HbsAg

II.6

49,6
15,9
5,7
1,5

Non Reaktif

Non Reaktif

Diagnosa Kerja
Hernia inguinalis lateralis dextra

II.7

Terapi

Infus RL 20 tpm
Inj. Cefotaxim 3x1 gram
Inj. Ranitidine 2x1 amp
Inj. Ketorolac 3x1 amp
Konsul ke Sp.B untuk dilakukan tindakan pembedahan Hernioraphy

24

II.8. Prognosis
Dubia ad bonam

II.9. Resume
Pasien laki-laki berusia 58 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan merasa
ada benjolan yang hilang timbul di lipat paha kanannya. Pasien mengaku 1 tahun yang lalu
merasakan ada benjolan di lipat paha kanan yang timbul saat beraktivitas seperti berlari
dan hilang saat istirahat. Benjolan pada awalnya tidak menimbulkan rasa nyeri tetapi
membuat pasien merasa aneh akan hal tersebut. Beberapa hari yang lalu pasien datang
kembali

ke

poliklinik

untuk

diperiksa

kerana

merasakan

nyeri

pada

bagian

selangkangannya. Saat ini pasien merasakan gejala yang timbul semakin berat. Benjolan
dirasakan makin membesar,masih bisa keluar masuk spontan saat berlari, batuk dan
mengedan dan kadang-kadang disertai rasa nyeri di lipat paha kanan yang membuat pasien
kehilangan kesadaran karena tidak mampu menahan rasa sakitnya. Pasien mengaku tidak
memiliki riwayat asma, allergi ,kencing manis maupun hipertensi. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tanda vital dan status generalis dalam batas normal. Pada status lokalis di regio
inguinalis dekstra terelihat adanya benjolan. Dan setelah di palpasi didapatkan adanya
nyeri tekan di daerah inguinal dekstra dan teraba benjolan/massa yang kenyal timbul
apabila pasien disuruh mengedan.

BAB III
ANALISA KASUS
III.1 S (Subjective)
Pasien mengeluh sakit kepala berdenyut sejak tanggal 14 Maret 2014. Pasien juga
mengeluhkan terdapat benjolan pada daerah inguinal dextra. Benjolan masih bisa
dimasukkan kembali dengan tangan dan biasanya benjolan keluar saat pasien batuk /
mengejan. Benjolan menimbulkan rasa sakit bila sedang timbul, dan pasien mengaku jika
benjolan tersebut sedang keluar pasien bisa sampai kehilangan kesadaran beberapa menit.
Ini menandakan bahwa hernia pasien bersifat reponible di mana dapat dimasukkan
kembali ke rongga peritoneum. Sedangkan batuk atau mengejan akan meningkatkan
25

tekanan intra abdomen dan hal tersebut menjadi salah satu faktor predisposisi terjadinya
hernia. Riwayat hernia inguinalis dextra (+) +/- sejak 8 tahun yang lalu dan sudah
dioperasi. Selama 8 tahun ini pasien mengaku tidak memiliki keluhan. Riwayat hipertensi
(+), riwayat penyakit jantung, asam urat, dan diabetes mellitus disangkal.
III.2 O (Objective)
Hasil pemeriksaan fisik dan status generalis pada pasien ini dalam batas normal.
Dari hasil pemeriksaan status lokalis didapatkan benjolan dari inguinal kanan ke scrotum,
berbentuk lonjong di mana ini menandakan hernia inguinalis lateralis. Benjolan juga
kenyal, mobile dan finger test teraba benjolan di ujung jari pemeriksa. Warna kulit sama
dengan warna kulit di sekitarnya ( menyingkirkan adanya radang).

III.3 A (Assesment)
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
dapat ditegakkan diagnosis Hernia inguinalis lateralis dekstra reponible. Hernia inguinalis
timbul paling sering pada pria dan lebih sering pada sisi kanan dibandingkan sisi kiri.
Peningkatan tekanan intra abdomen akibat berbagai sebab, yang mencakup pengejanan
mendadak, gerak badan yang terlalu aktif, obesitas, batuk menahun, ascites. Mengejan
pada waktu buang air besar, keharnilan dan adanya masa abdomen yang besar merupakan
predisposisi ke perkembangan hernia inguinalis

III.4 P (Planning)

Infus RL 20 tpm
Untuk mengatasi fungsi sirkulasi yang terganggu akibat perdarahan yang terus
menerus. Komposisi dari RL (Ringer Laktat) ini sama dengan cairan sel tubuh,
karena itu disebut juga larutan isotonik.

Inj Cefotaxime 2x500 mg


Cefotaxime adalah antibiotik spektrum luas golongan sefalosporin generasi ketiga
yang mempunyai efek bakterisidal dengan cara menghambat sintesis mukopeptida
dinding sel bakteri. Cefotaxime merupakan pilihan lini pertama terhadap bakteri
yang resisten terhadap penisilin karena cefotaxime stabil terhadap hidrolisis betalaktamase
26

Inj. Ranitidine 2x1 amp


Pemberian ranitidin adalah untuk penyeimbang efek samping dari pemberian
ciprofloxacin, karena ciprofloxacin dapat mengakibatkan gangguan GIT serta
menyebabkan mual. Ranitidin adalah obat golongan antasida yang diindikasikan
untuk status hipersekresi setelah OP, hipersekresi patologis, dan tukak peptik.
Dosisnya adalah 50 mg tiap 6-8 jam dengan pemberian secara iv.

Inj Ketorolac 3x10 mg


Ketorolac adalah salah satu dari obat anti inflamasi non steroid (NSAID), yang biasa
digunakan untuk analgesik, antipiretik dan anti inflamasi. Indikasi penggunaan
ketorolac adalah untuk inflamasi akut dalam jangka waktu penggunaan maksimal
selama 5 hari. Obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam
arakidonat

menjadi

PG2

terganggu.

Ketorolak

merupakan

penghambat

siklooksigenase yang non selektif. Selain menghambat sintese prostaglandin, juga


menghambat tromboksan A2.

Konsul ke Sp.B untuk dilakukan tindakan pembedahan


Jenis pembedahan yang dapat dilakukan ada banyak, bisa dengan herniotomi,
hernioplasty, dan hernioraphy.

27

DAFTAR PUSTAKA
Arlina, P dan Evaria. 2013. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 12. PT. Medidata
Indonesia; Jakarta
Basuki B. Purnomo. 2011. Dasar dasar Urologi. CV. Sagung Seto : Jakarta
Guess.1995.

Epidemiology and Natural History of Benign Prostatic Hiperplasia.

Urological clinic of north America, volume 22, no 2. Mei. 1995.


Junqueira, L.C and Carneiro, J. 2007. Basic Histology Text and Atlas 11th Edition.
McGraw-Hills Access Medicine.
Kapoor, A. 2012. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Management in the Primary Care
Settings. Can J Urol 2012;19(Suppl 1) 10-17
National Kidney and Urologic Diseases Informatioan Clearinghouse
(NKUDIC). 2006. Prostat Enlargement : Benign Prostatic Hiperplasia. NIH 2006. Publication
no.06-3012. URL : http://www.kidney.niddk.nih.sor. Diakses 6 Januari 2014
Rahardjo D. 1999. Prostat: kelainan-kelainan jinak, diagnosis dan penanganan. 1st ed.
Jakarta: Asian Medical;1999.
Rizki, A. 2008. Faktor-faktor Risiko Terjadinya Pembesaran Prostat Jinak. Studi kasus di
RS dr. Kariadi, RS Roemani dan RSI Sultan Agung Semarang. [Tesis]

28

Roehborn, Calus G, McConnell, John D. 2002. Etiology, Pathophysiology, and Natural


History of Benign prostatic hyperplasia. In : Campbells Urology. 8th ed. W.B. Saunders ; p.
1297-1330
Sherwood, L. 2010. Human Physiology : From Cells to Systems, Seventh Edition.
Brooks/Cole:USA

29

You might also like