You are on page 1of 19

PENDAHULUAN

Trauma kimia pada mata merupakan kegawatdaruratan di bidang penyakit mata,


terutama yang melibatkan kornea.1 Trauma kimia pada mata memerlukan perawatan segera,
sebelum dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap. 2 Trauma kimia dapat
disebabkan oleh bahan alkali kuat maupun bahan asam kuat.
Pengaruh bahan kimia tersebut sangat tergantung pada pH, kecepatan dan jumlah
bahan kimia.3 Oleh karena itu trauma karena asam dan basa kuat lebih berbahaya. Trauma
karena bahan alkali dua kali lebih sering dibandingkan karena bahan asam, karena alkali lebih
banyak digunakan dalam industri dan rumah tangga. 2 Trauma yang disebabkan oleh bahan
alkali lebih cepat merusak dan menembus kornea dibandingkan bahan asam. Trauma asam
kuat dapat menyebabkan pengendapan dan penggumpalan protein, sementara trauma basa
dapat menyebabkan penghancuran jaringan kolagen kornea.3 Pada trauma kimia basa dapat
menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik, karena sifat bahan basa yaitu
koagulasi sel dan proses penyabunan yang disertai dengan dehidrasi.3
Penatalaksanaan yang diberikan terutama melakukan irigasi secepatnya dengan bahan
fisiologis atau air bersih. Irigasi sebaiknya dilakukan sesegera mungkin dan cukup lama,
paling sedikit 15-30 menit.3 Selain itu perlu juga ditentukan jenis bahan kimia yang mengenai
mata, hal ini bisa didapatkan dari anamnesis serta pemeriksaan dengan kertas lakmus untuk
menentukan sifat bahan, apakah sifat asam kuat atau basa kuat. Hal ini penting dilakukan
karena dalam tatalaksana diperlukan langkah untuk menetralisasi bahan. Trauma kimia yang
parah memerlukan perawatan yang lama dan intensif di rumah sakit serta kunjungan rawat
jalan yang juga berlangsung lama. Pemulihan dan rehabilitasi membutuhkan waktu berbulanbulan. Sebagai akibat dari kehilangan penglihatan sesisi atau kedua-duanya maka pasien bisa
kehilangan kemampuan mengemudi, kehilangan pekerjaan dan menjadi tergantung dengan
orang lain.1,4

DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar.........................................................................................

Daftar Isi..................................................................................................

ii

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................

1.1. Latar Belakang...........................................................................

1.2. Manfaat......................................................................................

1.3. Tujuan........................................................................................

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..............................................................

2.1. Definisi.......................................................................................

2.2. Etiologi.......................................................................................

2.3. Patofisiologi...............................................................................

2.4. Gejala Klinis..............................................................................

2.5. Diagnosis dan pemeriksaan penunjang......................................

2.6. Diagnosis Banding.....................................................................

2.7. Penatalaksanaan.........................................................................

2.8. Pencegahan................................................................................

10

BAB 3 KESIMPULAN............................................................................

11

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................

12

Daftar Gambar

Gambar

1.

Trauma

kimia

asam

pada

basa

pada

mata..6
Gambar

2.

Trauma

kimia

mata...7
Gambar

3.

Klasifikasi

trauma

kimia..10
Gambar

Kertas

Lakmus

untuk

Pemeriksaan

pH.12
Gambar

Simblefaron...17
Gambar

Phtisis

Bulbi..17
Gambar

Cooked

Fish

Appearance...17

TINJAUAN PUSTAKA

Eye

TRAUMA KIMIA PADA MATA


I. Definisi
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi
karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai
kehilangan penglihatan. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola
mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat
merusak struktur bola mata tersebut.5
Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7 ataupun zat basa pH > 7 yang
dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma dikaitkan
dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia
tersebut. Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit berbeda.5
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi dalam laboratorium,
industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan
memakai bahan kimia serta paparan bahan kimia dari alat-alat rumah tangga. Setiap
trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma
kimia merupakan tindakan yang harus segera dilakukan.6
II. Epidemiologi
Berdasarkan data CDC tahun 2000 sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat mengalami
gangguan penglihatan akibat trauma. 75% dari kelompok tersebut buta pada satu mata,
dan sekitar 50.000 menderita cedera serius yang mengancam penglihatan setiap tahunnya.
Setiap hari lebih dari 2000 pekerja di amerika Serikat menerima pengobatan medis karena
trauma mata pada saat bekerja. Lebih dari 800.000 kasus trauma mata yang berhubungan
dengan pekerjaan terjadi setiap tahunnya.7,8 Dibandingkan dengan wanita, laki-laki
memiliki rasio terkena trauma mata 4 kali lebih besar. Dari data WHO tahun 1998 trauma
okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami
penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata.
Sebagian besar (84%) merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi bervariasi trauma
asam:basa antara 1:1 sampai 1:4.
Secara international, 80% dari trauma kimiawi dikarenakan oleh pajanan karena
pekerjaan. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika
Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah.
Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun.8
III.Etiologi

Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada
wajah. Trauma pada mata yang disebabkan oleh bahan kimia disebabkan oleh 2 macam
bahan yaitu bahan kimia yang bersifat asam dan bahan kimia yang bersifat basa. Bahan
kimia dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila
mempunyai pH > 7.9
III.1 Trauma Asam
Asam terdisosiasi menjadi ion-ion Hidrogen dan anion di kornea. Molekul hidrogen
merusak permukaan bola mata dengan merubah pH, sedangkan anion menyebabkan
denaturasi, presipitasi dan koagulasi protein pada epitel epitel kornea yang
terpajan.2,3 Presipitasi
koagulatif.10 Koagulasi

dan

koagulasi

protein

permukaan

mencegah

bola

terjadinya

mata

disebut

penetrasi

nekrosis

asam

lebih

dalam,1,4 sehingga bila konsentrasi tidak tinggi tidak akan bersifat destruktif seperti
trauma alkali. Umumnya kerusakan yang terjadi bersifat nonprogresif dan hanya pada
bagian superfisial saja.4
Asam hidrofluorat adalah pengecualian dalam kasus trauma akibat asam. Asam
hidrofluorat adalah asam lemah yang dapat melewati membran sel dengan cepat, dalam
keadaan tetap tidak terionisasi,1 sementara ion fluoride berpenetrasi lebih baik ke stroma
dibanding asam lainnya sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih parah di segmen
anterior.4

Karena

itu

asam

hidrofluorat

bekerja

seperti

basa,

menyebabkan

nekrosis liquefactive. Ion fluoride yang dilepaskan ke dalam sel dapat menginhibisi enzim
glikolitik dan dapat bergabung dengan kalsium dan magnesium, membentuk kompleks
tidak larut. Nyeri lokal yang hebat diduga sebagai akibat dari kegagalan imobilisasi
kalsium, yang kemudian mendorong stimulasi syaraf oleh perpindahan potassium.1
Komplikasi paling serius dari trauma asam adalah jaringan parut konjungtiva dan
kornea, vaskularisasi kornea, glaukoma dan uveitis.11 Biasanya trauma akibat asam akan
normal kembali, sehingga tajam penglihatan tidak banyak terganggu. 3

Gambar 1. Trauma Kimia Asam Pada Mata


III.2 Trauma Basa
Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan bola mata. Ion
hidroksil membuat reaksi saponifikasi pada membran sel asam lemak, sedangkan kation
berinteraksi dengan kolagen stroma dan glikosaminoglikan. Jaringan yang rusak ini
menstimulasi respon inflamasi, yang merangsang pelepasan enzim proteolitik, sehingga
memperberat kerusakan jaringan. Interaksi ini menyebabkan penetrasi lebih dalam
melalui kornea dan segmen anterior. Hidrasi lanjut dari glikosaminoglikan menyebabkan
kekeruhan kornea.4 Kolagenase yang terbentuk akan menambah kerusakan kolagen
kornea.3 Berlanjutnya aktivitas kolagenase menyebabkan terjadinya perlunakan kornea.11
Hidrasi kolagen menyebabkan distorsi dan pemendekan fibril sehingga terjadi
perubahan pada jalinan trabekulum yang selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intraokular. Mediator inflamasi yang dikeluarkan pada proses ini merangsang
pelepasan

prostaglandin

yang

juga

dapat

menyebabkan

peningkatan

tekanan

intraokular. 4,11 Basa yang menembus dalam bola mata akan dapat merusak retina
sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita.3
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat gawat pada
mata. Basa akan menembus dengan cepat ke kornea, bilik mata depan dan sampai pada
jaringan retina. Proses yang terjadi disebut nekrosis liquefactive. Bahan akustik soda
dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik. .3,10
Penyulit yang dapat ditimbulkan oleh trauma basa adalah simblefaron, kekeruhan
kornea, edema dan neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan terjadi ftisis bola
mata 1 Penyulit jangka panjang dari luka bakar kimia adalah glaukoma sudut tertutup,
pembentukan jaringan parut kornea, simblefaron, entropion, dan keratitis sika. 11
Contoh penyebab:4

a. Alkali: Ammonia , Lye, Potassium hydroxide, Magnesium hydroxide,Lime


Produk yang mengandung alkali: Fertilizers, produk pembersih (ammonia), drain
cleaners (lye), Oven cleaners, Potash (potassium hydroxide), Fireworks (magnesium
hydroxide), Cement (lime)
b. Asam: Sulfuric acid, Sulfurous acid (paling sering), Hydrofluoric acid (paling
fatal), Acetic acid,Chromic acid,Hydrochloric acid
Produk yang mengandung asam: Baterai (sulfuric), Glass polish (hydrofluoric),
Vinegar (acetic)
Produk yang mengandung iritan : Pepper spray

Gambar 2. Trauma Kimia Basa Pada Mata

IV. Patogenesis
Bahan asam dan basa menyebabkan trauma dengan mekanisme yang berbeda. Baik
bahan asam (pH<4 alkali="alkali" dan="dan" ph="ph">10) dapat menyebabkan
terjadinya trauma kimia. Kerusakan jaringan akibat trauma kimia ini secara primer akibat
proses denaturasi dan koagulasi protein selular, dan secara sekunder melalui kerusakan
iskemia vaskular. Bahan asam menyebabkan terjadinya nekrosis koagulasi dengan
denaturasi protein pada jaringan yang berkontak. Hal ini disebabkan karena bahan asam
cenderung berikatan dengan protein jaringan dan menyebabkan koagulasi pada epitel

permukaaan. Timbulnya lapisan koagulasi ini nerupakan barier terjadinya penetrasi lebih
dalam dari bahan asam sehingga membatasi kerusakan lebih lanjut. Oleh karena itu
trauma asam sering terbatas pada jaringan superfisial. 12
Terdapat pengecualian yaitu asam hidrofluorik yang dapat menyebabkan nekrosis
likuefaksi yang mirip pada alkali. Bahan asam hidrofluorik ini dapat dengan cepat
menembus kulit sampai ke pembuluh darah sehingga terjadi diseminasi ion fluoride. Ion
fluoride ini kemudian mempresipitasi kalsium sehingga menyebabkan hipokalsemi dan
metastasis kalsifikasi yang dapat mengancam jiwa.12
Bahan alkali dapat menyebabkan nekrosis likuefaksi yang potensial lebih berbahaya
dibandingkan bahan asam. Larutan alkali mencairkan jaringan dengan jalan
mendenaturasi protein dan saponifikasi jaringan lemak. Larutan alkali ini dapat terus
mempenetrasi lapisan kornea bahkan lama setelah trauma terjadi. 12
Kerusakan jangka panjang pada konjungtiva dan kornea meliputi defek pada epitel
kornea, simblefaron serta pembentukan jaringan sikatriks. Penetrasi yang dalam dapat
menyebabkan pemecahan dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasitas lapisan stroma
kornea. Jika terjadi penetrasi pada bilik mata depan, dapat terjadi kerusakan iris dan lensa.
Kerusakan epitel silier dapat menggangu sekresi asam askorbat yang diperlukan untuk
produksi kolagen dan repair kornea. Selain itu dapat terjadi hipotoni dan ptisis bulbi. 2
Proses penyembuhan dapat terjadi pada epitel kornea dan stroma melalui proses
migrasi sel epitel dari stem cells pada daerah limbus. Kolagen stroma yang rusak akan
difagositosis dan dibentuk kembali. 2
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase
kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan:
a. Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal
sebagai berikut:
Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi

pembuluh darah pada limbus.


Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan
konjungtivalisasi permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan persisten pada

epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.


Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan

presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea


Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan

kerusakan iris dan lensa.


Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk

memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.


Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.
b. Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:

Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-

sel epitelial yang berasal dari stem cell limbus.


Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis
kolagen yang baru.12

V. Klasifikasi
Gradasi dan prognosis trauma kimia ditentukan berdasarkan kerusakan kornea dan
iskemia limbus. Iskemia limbus merupakan faktor klinis yang sangat penting karena
menunjukkan level kerusakan pada pembuluh darah di limbus dan mengindikasikan
kemampuan stem sel kornea (yang terdapat di limbus) untuk regenerasi kornea yang
rusak. Oleh karena itu, pada trauma kimia mata putih lebih berbahaya dibanding mata
merah.
Ada 2 jenis klasifikasi derajat trauma kimia yang sering digunakan pada praktek
sehari-hari. Derajat beratnya trauma kimia (menurut Roper-Hall) dibagi atas : 2
Grade I : kornea jernih, tidak terdapat iskemia limbus (prognosis sangat baik)
Grade II : kornea hazy tetapi detail iris masih tampak, dengan iskemia limbus <
sepertiga (prognosis baik)
Grade III :detail iris tidak terlihat, iskemia limbus antara sepertiga sampai setengah
Grade IV : kornea opak, dengan iskemia limbus lebih dari setengah (prognosis sangat
buruk)
ba

Gambar 3 Klasifikasi Trauma


Kimia: (a) derajat 1, (b)
derajat 2, (c) derajat 3, (d)
c

VI.

derajat 4.12

Diagnosis
Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis dan

pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan dikarenakan
trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya diperlukan
anamnesa singkat.
VI.1 Gejala Klinis
Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada anamnesis
dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri dengan
derajat yang bervariasi, fotofobia, penurunan penglihatan serta adanya halo di sekitar
cahaya.12
Umumnya pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan cairan atau gas
kimia pada mata. Keluhan pasien biasanya nyeri setelah terpajan, rasa mengganjal di
mata, pandangan kabur, fotofobia, mata merah dan rasa terbakar. 4
Terdapat gejala klinis utama yang muncul pada trauma kimia yaitu, epifora,
blefarospasme, dan nyeri berat. Trauma akibat bahan yang bersifat asam biasanya dapat
segera terjadi penurunan penglihatan akibat nekrosis superfisial kornea. Sedangkan pada
trauma basa, kehilangan penglihatan sering bermanifestasi beberapa hari sesudah
kejadian. Namun sebenarnya kerusakan yang terjadi pada trauma basa lebih berat
dibanding trauma asam.4
Jenis bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol bahan kimia, hal
ini dapat membantu menentukan jenis bahan kimia yang mengenai mata.

Waktu dan durasi dari pajanan, gejala yang timbul segera setelah pajanan, serta
penatalaksanaan yang telah diberikan di tempat kejadian juga merupakan anamnesis yang
dapat membantu dalam diagnosis.12

VI.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi yang banyak
pada mata yang terkena dan pH mata telah netral. Setelah dilakukan irigasi, dilakukan
pemeriksaan dengan seksama terutama melihat kejernihan dan integritas kornea, iskemia
limbus dan tekanan intraokular. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemberian anestesi
topikal.
Tanda-tanda yang dapat ditemui pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi adalah :
Defek epitel kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai kerusakan seluruh
epitel. Kerusakan semua epitel kornea dapat tidak meng-up take fluoresin secepat
abrasi kornea sehingga dapat tidak teridentifikasi.
Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai opasifikasi total
sehingga menutupi gambaran bilik mata depan.
Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa

pada

trauma

berat

yang

penyembuhannya tidak baik.


Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan ini biasa
terjadi pada trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang lebih dalam.
Peningkatan tekanan intraocular.
Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini menyebabkan
kesulitan menutup mata sehingga meng-exsposepermukaan bola yang telah terkena
trauma.
Inflamasi konjungtiva.
Iskemia perilimbus.

Penurunan tajam penglihatan . Terjadi karena kerusakan epitel, kekeruhan kornea,


banyaknya air mata.
Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat ditemukan berupa
kemosis, edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu pada kulit sekitar, serta
adanya sel dan flare pada bilik mata depan. Pada kornea dapat ditemukan keratitis
punktata sampai erosi epitel kornea dengan kekeruhan pada stroma. Sedangkan pada
derajat berat mata tidak merah, melainkan putih karena terjadinya iskemia pada pembuluh
darah konjungtiva. Kemosis lebih jelas, dengan derajat luka bakar yang lebih berat pada
kulit sekitar mata, serta opasitas pada kornea.12
VI.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan pH bola
mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai
tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp
bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga
dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk
mengetahui tekanan intraocular.5

Gambar 4 Kertas Lakmus untuk Pemeriksaan pH5


VII.

Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding trauma kimia pada mata, terutama
yang disebabkan oleh basa atau alkali antara lain konjungtivitis, konjugtivitis, hemoragik
akut, keratokunjugtivitis sicca, ulkus kornea, dan lain-lain.

VIII. Tatalaksana
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun
jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam mengatasi kasus
trauma okular adalah memperbaiki penglihatan, mencegah terjadinya infeksi,
mempertahankan struktur dan anatomi mata, mencegah sekuele jangka panjang. Trauma
kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak membutuhkan anamnesa dan
pemeriksaan secara teliti. Tatalaksana trauma kimia mencakup:
Penatalaksanaan Emergency12
Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak mata
dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus konjungtiva yang
harus dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal saline (atau yang setara) harus
digunakan untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi
normal (7,3). Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling
sedikit 2000 ml dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat
diberikan anastesi topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi
dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak lensa
(lensa yang terhubung dengan sebuah kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran
yang konstan.
Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan material yang
terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya
perlengketan antara konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva
forniks.
Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga dapat
terjadi re-epitelisasi pada kornea.
Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan
artificial tear (air mata buatan).

Selanjutnya, tatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan hingga sedang meliputi: 12
1. Fornices diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau
glass rod untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang nekrosis

yang mungkin masih mengandung bahan kimia. Partikel kalsium hidroksida lebih
mudah dibersihkan dengan menambahkan EDTA.
2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk mencegah
spasme silier dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah dan
mengurangi inflamasi.
3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi. (tobramisin,
gentamisin, ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin, eritromisin)
4. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi nyeri.
5. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan
Acetazolamid (4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), betablocker (Timolol 0,5% atau
Levobunolol 0,5%).
6. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).
Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi, meliputi: 12
1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai tekanan
intraokular dan penyembuhan kornea.
2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing.
3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.
4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari; eritromisin 2-4
kali sehari).
5. Steroid topikal ( Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per hari).
Steroid dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang menghambat
reepitelisasi. Hanya boleh digunakan selama 7-10 hari pertama karena jika lebih
lama dapat menghambat sintesis kolagen dan migrasi fibroblas sehingga proses
penyembuhan terhambat, selain itu juga meningkatkan risiko untuk terjadinya lisis
kornea (keratolisis). Dapat diganti dengan non-steroid anti inflammatory agent.
6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular. Peningkatan
TIO bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade jaringan trabekulum
oleh debris inflamasi.
7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata.
8. Dapat diberikan air mata artifisial.
Selain pengobatan tersebut diatas, pemberian obat-obatan lain juga bermanfaat dalam
menurunkan proses inflamasi, meningkatkan regenerasi epitel dan mencegah ulserasi
kornea. Obat tambahan yang biasa diberikan:2

Asam askorbat : berfungsi untuk meningkatkan produksi kolagen, diberikan


secara topikal dan sistemik. Beberapa riset menunjukkan pemberian topikal asam

askorbat 10% terbukti dapat menekan perforasi kornea. Akan tetapi, tatalaksana
ini baru digunakan pada tahap eksperimental (asam askorbat topikal 10% , setiap
2 jam dan sistemik 4x 2 g per hari).1

Asam sitrat : merupakan inhibitor kuat terhadap aktivitas neutrofil. Pemberian


topikal 10% setiap 2 jam selama 10 hari.

Tetrasiklin : membantu menghambat proses kolagenase, menghambat neutrofil


dan mengurangi ulserasi. Biasanya pemberian secara topikal dan sistemik
(doksisiklin 2 x 100 mg).2

Untuk tatalaksana trauma oleh asam hidrofluorat, medikasi yang optimum masih
belum dilakukan. Beberapa studi menggunakan 1% calcium gluconate sebagai
media irigasi atau untuk tetes mata. Bahan bahan mengandung Magnesium juga
digunakan pada kasus ini. Sayangnya, masih sedikit penelitian yang mendukung
efektifitas terapi terapi tersebut. Irigasi mengunakan magnesium klorida terbukti
tidak bersifat toksik terhadap mata. Efek positif dari terapi ini dilaporkan masih
dapat ditemukan walaupun pada pemberian 24 jam setelah cedera, dimana
medikasi lainnya sudah tidak berguna. Beberapa penulis merekomendasikan
penggunaan sebagai tetes mata setiap 2 3 jam atas pertimbangan irigasi dapat
mengiritasi mata dan menimbulkan ulserasi kornea.1

Injeksi

subkonjungtival

kalsium

glukonat

dan

kalsium

klorida

tidak

direkomendasikan karena terbukti tidak bermanfaat dalam terapi.1

Terapi bedah dini penting untuk revaskularisasi limbus, restorasi populasi sel
limbus dan membentuk fornises. Sedangkan terapi bedah lanjutan meliputi graft
konjungtiva atau membran mukosa, koreksi deformitas kelopak mata, keratoplasti,
serta keratoprostheses.2

Pembedahan12
Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus,
mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur
berikut dapat digunakan untuk pembedahan:
Pengembangan kapsul Tenon dan

penjahitan

limbus

bertujuan

untuk

mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus kornea.


Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dari
donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi normal.
Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis

Pembedahan Lanjut pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:


Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan
simblefaron.
Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini untuk
memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat
dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.

IX. Komplikasi

Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis
trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata
antara lain:12
1. Simblefaron, adalah. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus,
sehingga kornea dan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler.
3. Sindroma mata kering.
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak.
Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan
menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahanlahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi
katarak traumatik.
5. Glaukoma sudut tertutup.
6. Entropion dan phthisis bulbi
7.

Gambar 5 Simblefaron12

Gambar 6 Phtisis Bulbi12

X. Prognosis
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma
tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah
satu indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan. Iskemik yang paling luas

pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan prognosa yang buruk. Bentuk
paling berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye dimana
prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.6
Trauma kimia sedang samapai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat
menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi
inflamasi pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaucoma sekunder.6

Gambar 7 Cooked Fish Eye Appearance6

DAFTAR PUSTAKA
1. Weaver C. Occular burns. Emedicine [online] 2011 October [diakses 9 Oktober
2014]. Available from URL:http://emedicine.medscape.com/article/798696-overview
2. Kanski Jack J, editor. Clinical ophtalmology a sistemic approach.7th ed. Elsevier; 2011

3. Ilyas S. Trauma mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI. 2010.h.271-3
4. Randleman JB. Ophthalmologic Approach to Chemical eye burns.Emedicine [online]
2007 October [diakses

Oktober

2014].

Available

from:

http://www.emedicinehealth.com/chemical_eye_burns/articleem.htm
5. Randleman, J.B. Bansal, A. S. Burns Chemical. eMedicine Journal. 2009.
6. Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika.Jakarta. 2000.
7. Centers for Disease Control and Prevention. Work-related Eye Injuries diunduh pada
tanggal 22 Februari 2014. http://www.cdc.gov/features/dsworkPlaceEye/
8. American College of Emergency Phycisians. Management of Ocular Complaints.
Diunduh tanggal 22 Februari 2014. http://www.acep.org/content.aspx?id=26712
9. Broocker G, Mendicino ME, Stone CM. Injury to the eye. In: Mattox KL, Fellicino DV,
Moore EE, editors. Trauma. 4th ed. New York: Mc-Graw Hill; 2000.p.406-7.
10. Asbury T, Sanitato JJ. Trauma. In : Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, editors. General
Ophtalmology. 17th . Lange; 2007.
11. Rhee DJ, Pyfer MF, editors. The Wills Eye Manual: office and emergency room diagnosis
and

treatment

of

eye

disease.

3rdedition.

Philadelphia:

Lippincott

Williams&Wilkins;1999.p.19-22.
12. Gerhard K. Lang. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd. Stuttgart New York.
2006.

You might also like