Professional Documents
Culture Documents
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar.........................................................................................
Daftar Isi..................................................................................................
ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................
1.2. Manfaat......................................................................................
1.3. Tujuan........................................................................................
2.1. Definisi.......................................................................................
2.2. Etiologi.......................................................................................
2.3. Patofisiologi...............................................................................
2.7. Penatalaksanaan.........................................................................
2.8. Pencegahan................................................................................
10
BAB 3 KESIMPULAN............................................................................
11
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
12
Daftar Gambar
Gambar
1.
Trauma
kimia
asam
pada
basa
pada
mata..6
Gambar
2.
Trauma
kimia
mata...7
Gambar
3.
Klasifikasi
trauma
kimia..10
Gambar
Kertas
Lakmus
untuk
Pemeriksaan
pH.12
Gambar
Simblefaron...17
Gambar
Phtisis
Bulbi..17
Gambar
Cooked
Fish
Appearance...17
TINJAUAN PUSTAKA
Eye
Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada
wajah. Trauma pada mata yang disebabkan oleh bahan kimia disebabkan oleh 2 macam
bahan yaitu bahan kimia yang bersifat asam dan bahan kimia yang bersifat basa. Bahan
kimia dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila
mempunyai pH > 7.9
III.1 Trauma Asam
Asam terdisosiasi menjadi ion-ion Hidrogen dan anion di kornea. Molekul hidrogen
merusak permukaan bola mata dengan merubah pH, sedangkan anion menyebabkan
denaturasi, presipitasi dan koagulasi protein pada epitel epitel kornea yang
terpajan.2,3 Presipitasi
koagulatif.10 Koagulasi
dan
koagulasi
protein
permukaan
mencegah
bola
terjadinya
mata
disebut
penetrasi
nekrosis
asam
lebih
dalam,1,4 sehingga bila konsentrasi tidak tinggi tidak akan bersifat destruktif seperti
trauma alkali. Umumnya kerusakan yang terjadi bersifat nonprogresif dan hanya pada
bagian superfisial saja.4
Asam hidrofluorat adalah pengecualian dalam kasus trauma akibat asam. Asam
hidrofluorat adalah asam lemah yang dapat melewati membran sel dengan cepat, dalam
keadaan tetap tidak terionisasi,1 sementara ion fluoride berpenetrasi lebih baik ke stroma
dibanding asam lainnya sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih parah di segmen
anterior.4
Karena
itu
asam
hidrofluorat
bekerja
seperti
basa,
menyebabkan
nekrosis liquefactive. Ion fluoride yang dilepaskan ke dalam sel dapat menginhibisi enzim
glikolitik dan dapat bergabung dengan kalsium dan magnesium, membentuk kompleks
tidak larut. Nyeri lokal yang hebat diduga sebagai akibat dari kegagalan imobilisasi
kalsium, yang kemudian mendorong stimulasi syaraf oleh perpindahan potassium.1
Komplikasi paling serius dari trauma asam adalah jaringan parut konjungtiva dan
kornea, vaskularisasi kornea, glaukoma dan uveitis.11 Biasanya trauma akibat asam akan
normal kembali, sehingga tajam penglihatan tidak banyak terganggu. 3
prostaglandin
yang
juga
dapat
menyebabkan
peningkatan
tekanan
intraokular. 4,11 Basa yang menembus dalam bola mata akan dapat merusak retina
sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita.3
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat gawat pada
mata. Basa akan menembus dengan cepat ke kornea, bilik mata depan dan sampai pada
jaringan retina. Proses yang terjadi disebut nekrosis liquefactive. Bahan akustik soda
dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik. .3,10
Penyulit yang dapat ditimbulkan oleh trauma basa adalah simblefaron, kekeruhan
kornea, edema dan neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan terjadi ftisis bola
mata 1 Penyulit jangka panjang dari luka bakar kimia adalah glaukoma sudut tertutup,
pembentukan jaringan parut kornea, simblefaron, entropion, dan keratitis sika. 11
Contoh penyebab:4
IV. Patogenesis
Bahan asam dan basa menyebabkan trauma dengan mekanisme yang berbeda. Baik
bahan asam (pH<4 alkali="alkali" dan="dan" ph="ph">10) dapat menyebabkan
terjadinya trauma kimia. Kerusakan jaringan akibat trauma kimia ini secara primer akibat
proses denaturasi dan koagulasi protein selular, dan secara sekunder melalui kerusakan
iskemia vaskular. Bahan asam menyebabkan terjadinya nekrosis koagulasi dengan
denaturasi protein pada jaringan yang berkontak. Hal ini disebabkan karena bahan asam
cenderung berikatan dengan protein jaringan dan menyebabkan koagulasi pada epitel
permukaaan. Timbulnya lapisan koagulasi ini nerupakan barier terjadinya penetrasi lebih
dalam dari bahan asam sehingga membatasi kerusakan lebih lanjut. Oleh karena itu
trauma asam sering terbatas pada jaringan superfisial. 12
Terdapat pengecualian yaitu asam hidrofluorik yang dapat menyebabkan nekrosis
likuefaksi yang mirip pada alkali. Bahan asam hidrofluorik ini dapat dengan cepat
menembus kulit sampai ke pembuluh darah sehingga terjadi diseminasi ion fluoride. Ion
fluoride ini kemudian mempresipitasi kalsium sehingga menyebabkan hipokalsemi dan
metastasis kalsifikasi yang dapat mengancam jiwa.12
Bahan alkali dapat menyebabkan nekrosis likuefaksi yang potensial lebih berbahaya
dibandingkan bahan asam. Larutan alkali mencairkan jaringan dengan jalan
mendenaturasi protein dan saponifikasi jaringan lemak. Larutan alkali ini dapat terus
mempenetrasi lapisan kornea bahkan lama setelah trauma terjadi. 12
Kerusakan jangka panjang pada konjungtiva dan kornea meliputi defek pada epitel
kornea, simblefaron serta pembentukan jaringan sikatriks. Penetrasi yang dalam dapat
menyebabkan pemecahan dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasitas lapisan stroma
kornea. Jika terjadi penetrasi pada bilik mata depan, dapat terjadi kerusakan iris dan lensa.
Kerusakan epitel silier dapat menggangu sekresi asam askorbat yang diperlukan untuk
produksi kolagen dan repair kornea. Selain itu dapat terjadi hipotoni dan ptisis bulbi. 2
Proses penyembuhan dapat terjadi pada epitel kornea dan stroma melalui proses
migrasi sel epitel dari stem cells pada daerah limbus. Kolagen stroma yang rusak akan
difagositosis dan dibentuk kembali. 2
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase
kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan:
a. Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal
sebagai berikut:
Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi
Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-
V. Klasifikasi
Gradasi dan prognosis trauma kimia ditentukan berdasarkan kerusakan kornea dan
iskemia limbus. Iskemia limbus merupakan faktor klinis yang sangat penting karena
menunjukkan level kerusakan pada pembuluh darah di limbus dan mengindikasikan
kemampuan stem sel kornea (yang terdapat di limbus) untuk regenerasi kornea yang
rusak. Oleh karena itu, pada trauma kimia mata putih lebih berbahaya dibanding mata
merah.
Ada 2 jenis klasifikasi derajat trauma kimia yang sering digunakan pada praktek
sehari-hari. Derajat beratnya trauma kimia (menurut Roper-Hall) dibagi atas : 2
Grade I : kornea jernih, tidak terdapat iskemia limbus (prognosis sangat baik)
Grade II : kornea hazy tetapi detail iris masih tampak, dengan iskemia limbus <
sepertiga (prognosis baik)
Grade III :detail iris tidak terlihat, iskemia limbus antara sepertiga sampai setengah
Grade IV : kornea opak, dengan iskemia limbus lebih dari setengah (prognosis sangat
buruk)
ba
VI.
derajat 4.12
Diagnosis
Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis dan
pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan dikarenakan
trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya diperlukan
anamnesa singkat.
VI.1 Gejala Klinis
Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada anamnesis
dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri dengan
derajat yang bervariasi, fotofobia, penurunan penglihatan serta adanya halo di sekitar
cahaya.12
Umumnya pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan cairan atau gas
kimia pada mata. Keluhan pasien biasanya nyeri setelah terpajan, rasa mengganjal di
mata, pandangan kabur, fotofobia, mata merah dan rasa terbakar. 4
Terdapat gejala klinis utama yang muncul pada trauma kimia yaitu, epifora,
blefarospasme, dan nyeri berat. Trauma akibat bahan yang bersifat asam biasanya dapat
segera terjadi penurunan penglihatan akibat nekrosis superfisial kornea. Sedangkan pada
trauma basa, kehilangan penglihatan sering bermanifestasi beberapa hari sesudah
kejadian. Namun sebenarnya kerusakan yang terjadi pada trauma basa lebih berat
dibanding trauma asam.4
Jenis bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol bahan kimia, hal
ini dapat membantu menentukan jenis bahan kimia yang mengenai mata.
Waktu dan durasi dari pajanan, gejala yang timbul segera setelah pajanan, serta
penatalaksanaan yang telah diberikan di tempat kejadian juga merupakan anamnesis yang
dapat membantu dalam diagnosis.12
pada
trauma
berat
yang
Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding trauma kimia pada mata, terutama
yang disebabkan oleh basa atau alkali antara lain konjungtivitis, konjugtivitis, hemoragik
akut, keratokunjugtivitis sicca, ulkus kornea, dan lain-lain.
VIII. Tatalaksana
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun
jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam mengatasi kasus
trauma okular adalah memperbaiki penglihatan, mencegah terjadinya infeksi,
mempertahankan struktur dan anatomi mata, mencegah sekuele jangka panjang. Trauma
kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak membutuhkan anamnesa dan
pemeriksaan secara teliti. Tatalaksana trauma kimia mencakup:
Penatalaksanaan Emergency12
Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak mata
dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus konjungtiva yang
harus dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal saline (atau yang setara) harus
digunakan untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi
normal (7,3). Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling
sedikit 2000 ml dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat
diberikan anastesi topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi
dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak lensa
(lensa yang terhubung dengan sebuah kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran
yang konstan.
Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan material yang
terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya
perlengketan antara konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva
forniks.
Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga dapat
terjadi re-epitelisasi pada kornea.
Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan
artificial tear (air mata buatan).
Selanjutnya, tatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan hingga sedang meliputi: 12
1. Fornices diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau
glass rod untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang nekrosis
yang mungkin masih mengandung bahan kimia. Partikel kalsium hidroksida lebih
mudah dibersihkan dengan menambahkan EDTA.
2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk mencegah
spasme silier dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah dan
mengurangi inflamasi.
3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi. (tobramisin,
gentamisin, ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin, eritromisin)
4. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi nyeri.
5. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan
Acetazolamid (4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), betablocker (Timolol 0,5% atau
Levobunolol 0,5%).
6. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).
Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi, meliputi: 12
1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai tekanan
intraokular dan penyembuhan kornea.
2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing.
3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.
4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari; eritromisin 2-4
kali sehari).
5. Steroid topikal ( Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per hari).
Steroid dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang menghambat
reepitelisasi. Hanya boleh digunakan selama 7-10 hari pertama karena jika lebih
lama dapat menghambat sintesis kolagen dan migrasi fibroblas sehingga proses
penyembuhan terhambat, selain itu juga meningkatkan risiko untuk terjadinya lisis
kornea (keratolisis). Dapat diganti dengan non-steroid anti inflammatory agent.
6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular. Peningkatan
TIO bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade jaringan trabekulum
oleh debris inflamasi.
7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata.
8. Dapat diberikan air mata artifisial.
Selain pengobatan tersebut diatas, pemberian obat-obatan lain juga bermanfaat dalam
menurunkan proses inflamasi, meningkatkan regenerasi epitel dan mencegah ulserasi
kornea. Obat tambahan yang biasa diberikan:2
askorbat 10% terbukti dapat menekan perforasi kornea. Akan tetapi, tatalaksana
ini baru digunakan pada tahap eksperimental (asam askorbat topikal 10% , setiap
2 jam dan sistemik 4x 2 g per hari).1
Untuk tatalaksana trauma oleh asam hidrofluorat, medikasi yang optimum masih
belum dilakukan. Beberapa studi menggunakan 1% calcium gluconate sebagai
media irigasi atau untuk tetes mata. Bahan bahan mengandung Magnesium juga
digunakan pada kasus ini. Sayangnya, masih sedikit penelitian yang mendukung
efektifitas terapi terapi tersebut. Irigasi mengunakan magnesium klorida terbukti
tidak bersifat toksik terhadap mata. Efek positif dari terapi ini dilaporkan masih
dapat ditemukan walaupun pada pemberian 24 jam setelah cedera, dimana
medikasi lainnya sudah tidak berguna. Beberapa penulis merekomendasikan
penggunaan sebagai tetes mata setiap 2 3 jam atas pertimbangan irigasi dapat
mengiritasi mata dan menimbulkan ulserasi kornea.1
Injeksi
subkonjungtival
kalsium
glukonat
dan
kalsium
klorida
tidak
Terapi bedah dini penting untuk revaskularisasi limbus, restorasi populasi sel
limbus dan membentuk fornises. Sedangkan terapi bedah lanjutan meliputi graft
konjungtiva atau membran mukosa, koreksi deformitas kelopak mata, keratoplasti,
serta keratoprostheses.2
Pembedahan12
Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus,
mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur
berikut dapat digunakan untuk pembedahan:
Pengembangan kapsul Tenon dan
penjahitan
limbus
bertujuan
untuk
IX. Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis
trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata
antara lain:12
1. Simblefaron, adalah. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus,
sehingga kornea dan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler.
3. Sindroma mata kering.
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak.
Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan
menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahanlahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi
katarak traumatik.
5. Glaukoma sudut tertutup.
6. Entropion dan phthisis bulbi
7.
Gambar 5 Simblefaron12
X. Prognosis
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma
tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah
satu indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan. Iskemik yang paling luas
pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan prognosa yang buruk. Bentuk
paling berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye dimana
prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.6
Trauma kimia sedang samapai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat
menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi
inflamasi pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaucoma sekunder.6
DAFTAR PUSTAKA
1. Weaver C. Occular burns. Emedicine [online] 2011 October [diakses 9 Oktober
2014]. Available from URL:http://emedicine.medscape.com/article/798696-overview
2. Kanski Jack J, editor. Clinical ophtalmology a sistemic approach.7th ed. Elsevier; 2011
3. Ilyas S. Trauma mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI. 2010.h.271-3
4. Randleman JB. Ophthalmologic Approach to Chemical eye burns.Emedicine [online]
2007 October [diakses
Oktober
2014].
Available
from:
http://www.emedicinehealth.com/chemical_eye_burns/articleem.htm
5. Randleman, J.B. Bansal, A. S. Burns Chemical. eMedicine Journal. 2009.
6. Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika.Jakarta. 2000.
7. Centers for Disease Control and Prevention. Work-related Eye Injuries diunduh pada
tanggal 22 Februari 2014. http://www.cdc.gov/features/dsworkPlaceEye/
8. American College of Emergency Phycisians. Management of Ocular Complaints.
Diunduh tanggal 22 Februari 2014. http://www.acep.org/content.aspx?id=26712
9. Broocker G, Mendicino ME, Stone CM. Injury to the eye. In: Mattox KL, Fellicino DV,
Moore EE, editors. Trauma. 4th ed. New York: Mc-Graw Hill; 2000.p.406-7.
10. Asbury T, Sanitato JJ. Trauma. In : Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, editors. General
Ophtalmology. 17th . Lange; 2007.
11. Rhee DJ, Pyfer MF, editors. The Wills Eye Manual: office and emergency room diagnosis
and
treatment
of
eye
disease.
3rdedition.
Philadelphia:
Lippincott
Williams&Wilkins;1999.p.19-22.
12. Gerhard K. Lang. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd. Stuttgart New York.
2006.