Professional Documents
Culture Documents
beberapa stadium displasia (ringan, sedang dan berat) menjadi karsinoma insitu dan
akhirnya invasif.
kanker diakibatkan oleh adanya mutasi gen pengendali siklus sel. Gen pengendali
tersebut adalah onkogen, tumor supresor gene, dan repair genes. Onkogen dan
tumor supresor gen mempunyai efek yang berlawanan dalam karsinogenesis,
dimana onkogen memperantarai timbulnya transformasi maligna, sedangkan tumor
supresor gen akan menghambat perkembangan tumor yang diatur oleh gen yang
terlibat dalam pertumbuhan sel. Meskipun kanker invasive berkembang melalui
perubahan intraepitel, tidak semua perubahan ini progres menjadi invasif.
Lesi
merupakan segmen open reading frame (ORF). Di tingkat seluler, infeksi HPV pada
fase laten bersifat epigenetic.
Pada infeksi fase laten, terjadi terjadi ekspresi E1 dan E2 yang menstimulus
ekspresi terutama terutama L1 selain L2 yang berfungsi pada replikasi dan perakitan
virus baru. Virus baru tersebut menginfeksi kembali sel epitel serviks. Di samping
itu, pada infeksi fase laten ini muncul reaksi imun tipe lambat dengan terbentuknya
antibodi E1 dan E2 yang mengakibatkan penurunan ekspresi E1 dan E2. Penurunan
ekspresi E1 dan E2 dan jumlah HPV lebih dari 50.000 virion per sel dapat
mendorong terjadinya integrasi antara DNA virus dengan DNA sel penjamu untuk
kemudian infeksi HPV memasuki fase aktif (Djoerban, 2000). Ekspresi E1 dan E2
rendah hilang pada pos integrasi ini menstimulus ekspresi onkoprotein E6 dan E7.
Selain itu, dalam karsinogenesis kanker serviks terinfeksi HPV, protein 53 (p53)
sebagai
sebagai negative control cell cycle dan guardian of genom mengalami degradasi
karena membentuk kompleks p53-E6 atau mutasi p53. Kompleks p53-E6 dan p53
mutan adalah stabil, sedangkan p53 wild type adalah labil dan hanya bertahan 20-30
menit.
Apabila terjadi degradasi fungsi p53 maka proses karsinogenesis berjalan
tanpa kontrol oleh p53. Oleh karena itu, p53 juga dapat dipakai sebagai indikator
prognosis molekuler untuk menilai baik perkembangan lesi pre-kanker maupun
keberhasilan terapi kanker serviks (Kaufman et al, 2000).
Dengan demikian
dapatlah diasumsikan bahwa pada kanker serviks terinfeksi HPV terjadi peningkatan
kompleks p53-E6.
serviks terinfeksi HPV. Dan, seharusnya p53 dapat dipakai indikator molekuler untuk
menentukan prognosis kanker serviks.
dapat menyebar ke pembuluh getah bening pada servikal dan parametria, kelenjar
getah bening obturator, iliaka eksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari
sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada aorta.
Secara hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah
bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak
(Prayetni, 1997).
Pemeriksaan
Pemeriksaan berikut dianjurkan untuk membantu penegakkan diagnosis
seperti palpasi, inspeksi, kolposkopi, kuretase endoserviks, histeroskopi, sistoskopi,
proktoskopi, intravenous urography, dan pemeriksaan Xray untuk paru-paru dan
tulang.
sebaiknya dipastikan dengan biopsi. Konisasi dan amputasi serviks dapat dilakukan
untuk pemeriksaan klinis.
laparoskopi, ultrasonografi, CT scan dan MRI sampai saat ini belum dapat
digunakan secara baik untuk staging karsinoma atau deteksi penyebaran karsinoma
karena hasilnya yang sangat subyektif. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala
dan hasil pemeriksaan sebagai berikut (Suharto, 2007) :
1. Pemeriksaan pap smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal
pada pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui
pada sekret yang diambil dari porsi serviks. Pemeriksaan ini harus mulai
dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukan aktivitas
seksual sebelum itu. Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap
tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun. Pap smear dapat mendeteksi sampai
90% kasus kanker leher rahim secara akurat dan dengan biaya yang tidak
mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher rahim pun menurun
sampai lebih dari 50%.
sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun.
Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang
normal, maka pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun
sekali. Hasil pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut (Prayetni,1999):
a. Normal.
b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas).
c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas).
d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar)
e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih
dalam atau ke organ tubuh lainnya).
dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi
peningkatan risiko kanker serviks.
3. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu
pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear
menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker.
melengkapi hasil pap smear.
5. Tes Schiller