You are on page 1of 6

Tugas Mandiri

Urgensi Pengembangan Cabang dan Ranting


Muhammadiyah

Disusun Oleh
Drs.H.ERFANDRI
NBM: 855823
Kelompok B

Universitas Muhammadiyah Riau


2013
Urgensi Pengembangan Cabang dan Ranting Muhammadiyah

A.Pentingnya Pembentukan dan Ranting Baru


Sebagai gerakan Islam, Muhammadiyah bertujuan menegakkan dan menjunjung tinggi
agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.Untuk mewujudkan
masyarakat

Islam

yang

sebenar-benarnya

itulah

maka

Muhammadiyah

secara

berkesinambungan dan terus-menerus melakukan gerakan dakwah dan tajdid.


Sepanjang usianya yang kini telah melampaui satu abad, Muhammadiyah telah
menunjukkan keberhasilannya melakukan dakwah dan tajdid dalam berbagai bidang
kehidupan.Kesemuanya itu patut untuk disyukuri. Namun demikian, masih jauh panggang
dari api untuk berharap bahwa Muhammadiyah dalam waktu dekat bisa mewujudkan secara
sempurnah apa yang dicita-citakannya itu.
Memasuki abad kedua, Muhammadiyah dihadapkan pada tugas dan tantangan baru yang
makin berat, bukan hanya karena makin kompleksnya perkembangan masyarakat yang
menuntut berbagai penyesuaian, namun juga kemunculan banyak orgaisasi Islam baru yang
mengharuskan Muhammadiyah memperbarui strategi dakwah dan perjuangannya.
Salah satu tantangan tersebut adalah penataan dakwah dan perjuangan di tingkat akar
rumput melalui pengembangan Cabang dan Ranting. Secara hirarkhi keorganisasian, Cabang
dan Ranting adalah level organisasi paling bawah, sehingga sering juga dilihat dari logika
garis wewenang dimana pimpinan Cabang dan Ranting sekedar pihak yang menunggu dan
menjalankan perintah pimpinan yang di atasnya.
Padahal sebenarnya Cabang dan Ranting justru memainkan perang ujung tombak dalam
kinerja persyarikatan Muhammadiyah: Pertama, Cabang dan Ranting merupakan ujung
tombak dalam rekrutmen anggota dan kaderisasi. Kedua, ujung tombak dalam menjalankan
dakwah keagamaan. Ketiga, ujung tombak dalam ukhuwah dengan organisasi Islam yang
lain, maupun dalam perjumpaan dengan organisasi sosial yang lain. Keempat, duta
persyarikatan di masyarakat. Kelima, ujung tombak dalam membela kepentingan ummat.
Berdasarkan data tahun 2011, jumlah Cabang dan terutama Ranting Muhammadiyah
masih terhitung minim. Dari 5.263 jumlah kecamatan di Indonesia, baru 3.221 yang memiliki
Cabang Muhammadiyah atau sekitar 61%. Sementara di tingkat Ranting kondisinya lebih
parah, karena baru ada 8.107 Ranting Muhammadiyah dari 62.806 jumlah desa yang ada,
atau hanya 12%. Dari angka-angka di atas tampak bahwa pengaruh dan popularitas
Muhammadiyah belum tercermin dalam kuantitas organisatorisnya.

Secara kualitas, meskipun jika dibanding dengan beberapa ormas islam yang lain
Muhammadiyah jauh lebih unggul, namun masih jauh dari harapan warga Muhammadiyah
sendiri.
Pertama, secara organisatoris masih rapuh. Masih banyak Cabang dan Ranting yang belum
memiliki kepengurusan yang lengkap, dan belum mampu menjalankan tertib organisasi,
dalam hal adinistrasi, keuangan, maupun kegiatan. Kedua, belum adanya tertib organisasi
menyebabkan kepengurusan Cabang dan Ranting rentan konflik internal, terutama terkait
dengan pengelolaan amal usaha. Ketiga, lemah inisiatif, cenderung pasif dan menunggu
instruksi dari atas. Keempat, kondisi di atas diperparah oleh fakta bahwa SDM pimpinan
Cabang dan Ranting masih banyak didominasi oleh kalangan usia lanjut. Kelima, akibatnya
Cabang dan Ranting Muhammadiyah cenderung monoton dalam mengadakan kegiatan, serta
kurang mampu merespon perkembangan dan tuntutan lokalitas. Keenam, kondisi di atas
akhirnya membuat organisasi di tingkat Cabang dan Ranting memiliki daya saing yang
rendah dibanding organisasi Islam baru yang banyak bermunculan, yang telah banyak
mengambil alih jamaah maupun amal usaha Muhammadiyah.
Kondisi aktual Cabang dan Ranting telah menimbulkan keprihatinan di lingkungan
pimpinan dan warga persyarikatan. Oleh sebab itu pada Muktamar ke 45 tahun 2005 di
Malang Jawa Timur menetapkan revitalisasi Cabang dan Ranting sebagai salah satu prioritas
Program Konsolidasi Organisasi. Komitmen ini dilanjutkan lagi pada Muktamar ke 46 tahun
2010 di Yogyakarta, untuk melakukan pengembangan Cabang dan ranting secara kuantitatif
terbentuknya PCM di 70% jumlah kecamatan, dan terbentuknya PRM di 40% jumlah desa;
dan juga secara kualitatif dengan menghidupkan kepengurusan Cabang dan

Ranting yang

mati, serta mengaktifkan Cabang dan Ranting yang belum aktif.


Untuk tujuan di atas, Muktamar ke 46 mengamanatkan pembentukan Lembaga
Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR). Sebenarnya tugas pembinaan Cabang dan
Ranting adalah tugas yang melekat pada fungsi Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Daerah.
Namun karena sedemikian urgennya pembinaan cabang dan ranting maka dibentuklah sebuah
lembaga khusus untuk itu. SK PP No. 170/2010 tentang Nomenklatur Unsur Pembantu
Pimpinan bahkan mewajibkan dibentuknya LPCR di tingkat Wilayah dan Daerah.
Visi LPCR adalah Terciptanya kondisi dan perkembangan Cabang dan Ranting yang
lebih kuat, dinamis, dan berkemajuan sesuai dengan prinsip dan cita-cita gerakan

Muhammadiyah menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Penting


untuk dicatat dari rumusan visi tersebut, bahwa LPCR tidak bertugas mengembangkan
Cabang dan Ranting secara langsung, melainkan menyediakan kondisi dan perkembangan
yang kondusif bagi revitalisasi Cabang dan Ranting. Dengan kata lain LPCR adalah lembaga
fasilitator.
Kunci pencapaian visi Muhammadiyah adalah pribadi muslim yang sebenar-benarnya.
Semakin banyak jumlah mereka, semakin dekat visi tercapai. Tugas Muhammadiyah
membina sebanyak-banyaknya orang. Bila di sebuah kawasan ranting berpenduduk 1.000
orang, maka Pimpinan Ranting seharusnya menjadikan mereka semua menjadi sasaran
dakwah. Selanjutnya memetakan siapa-siapa di antara mereka yang muslim dan non muslim.
Yang muslim dicatat, berapa orang dan siapa-siapa saja yang anggota Muhammadiyah, yang
simpatisan Muhammadiyah, dan yang non simpatisan Muhammadiyah. Demikian pula yang
non muslim, berapa orang dan siapa-siapa saja yang beragama Kristen, Katolik, Hindu.
Budha, dan lain-lain.
Sebagai modal perwujudan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, diperlukan pribadipribadi muslim yang jumlahnya mencukupi untuk mengatur dan mendominasi tata kehidupan
masyarakat di kawasan tersebut. Dalam kasus kawasan ranting yang berpendudukan 1.000
orang, Pimpinan ranting harus berani menargetkan lebih dari 500 orang yang dibina secara
serius. Perjuangan utama anggota Muhammadiyah di ranting tersebut adalah membina
mereka menjadi pribadi-pribadi muslim yang sebenar-benarnya.

B. Program dan Strategi Pengembangan Cabang dan Ranting


1.

Dalam garis besarnya, tugas LPCR terbagi ke dalam dua kelompok fungsi
pengembangan Cabang dan Ranting, yaitu pengembangan kualitatif dan pengembangan
kuantitatif. Untuk melaksanakan program tersebut ada beberapa langkah strategis yang
dijalankan.

2.

Pembuatan peta cabang dan ranting. Langkah pertama adalah membuat peta Cabang dan
Ranting dalam skala nasional yang berisi: (i) Lokasi geografis: Perkotaan, Pedesaan, atau
Pedalaman? (ii) Problem lingkungan yang dihadapi: Ekonomi, Sosial, Politik, Kristenisasi,
atau Konflik dengan organisasi lain? (iii) Kualitas keorganisasiannya: Aktif, Hidup, atau

Vakum. Sehingga, selain menunjukkan kecamatan dan desa mana yang sudah ada Ranting
Muhammadiyah dan mana yang belum, peta ini juga memuat informasi tingkat aktivisme
Cabang dan Rantingyang aktif akan berwarna hijau, yang sekedar hidup akan berwarna
kuning, dan yang vakum akan berwarna merah. (bekerjasama dengan Fak. Teknik
Informatika UM Surakarta, peta ini sedang dipilotkan di provinsi DIY, hasilnya akan
selesai bulan Juli)
3.

Peningkatan kapasitas organisasi: Setelah diperoleh informasi tentang tingkatan


aktivisme dan problem yang dihadapi, maka pengembangan Cabang dan Ranting dapat
dilakukan secara lebih sistematik berdasarkan konteks geografis serta tingkat
aktivismenya. Di masa lalu pengembangan Cabang dan Ranting ibarat orang berobat ke
dukun: penyakit apa saja dukunnya sama, obatnya sama. Berbekal peta di atas,
pengembangan Cabang dan Ranting akan berubah seperti orang berobat ke dokter:
penyakit berbeda akan ditangani oleh dokter yang berbeda, dan mendapatkan obat yang
berbeda.

4.

Diversifikasi kegiatan: Peta di atas juga memuat informasi tentang problem lingkungan
yang dihadapi, yang dapat digunakan sebagai petunjuk kegiatan apa yang dibutuhkan. Di
sinilah LPCR bertugas sebagai fasilitator untuk menentukan Majelis dan/atau Lembaga
mana yang harus turun tangan, dan kegiatan apa saja yang baiknya dilakukan.
Diversifikasi kegiatan ini sekaligus akan mendorong Cabang dan Ranting lebih responsif
terhadap kebutuhan lokal, serta mengurangi pola fikir top down.

5.

Melibatkan generasi muda: Peragaman kegiatan dan sikap responsif terhadap kebutuhan
lokal tentu menuntut keberadaan SDM yang terampil dan berdaya juang tinggi. Pada titik
ini Cabang dan Ranting akan didorong untuk lebih melibatkan kader-kader muda dalam
kepengurusan. Selama ini kader-kader muda lebih banyak diarahkan ke Ortom seperti
Pemuda Muhammadiyah atau Nasyiatul Aisyiyah untuk alasan Kaderisasi. Namun tidak
jarang hal tersebut sekedar keengganan kalangan senior untuk memberikan kesempatan
kepada yuniornya, yang sebenarnya juga sudah memiliki banyak kemampuan.

6.

Pemekaran cabang dan ranting : Sejalan dengan program pengembangan kualitatif,


pemekaran kuantitatif akan dilaksanakan dengan beberapa pendekatan secara simultan: (i)
mendorong Cabang dan Ranting yang sudah aktif untuk membantu membentuk Cabang
dan Ranting di wilayah sekitar. (ii) Bekerjasama dan membantu Majelis dan Lembaga lain,
seperti MTD, MPM, MLH, LPB, dan LSBOR untuk mengadakan kegiatan di lingkungan
yang belum berdiri Cabang dan Ranting untuk memancing berdirinya PCM dan PRM. (iii)
Bekerjasama dengan Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) di lingkungan PTM untuk

menjadikan program Kuliah Kerja Nyata dan PKL juga mencakup kegiatan pemekaran
dan pembinaan Cabang dan Ranting Muhammadiyah.

You might also like